BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Laju Pertumbuhan Harian Laju Pertumbuhan adalah perubahan bentuk akibat pertambahan panjang, berat, dan volume dalam periode tertentu (Effendi, 1997). Berdasarkan hasil pengamatan terhadap benih lele dumbo selama 50 hari masa pemeliharaan diketahui bahwa perbedaan tingkat penggunaan limbah roti dalam pakan buatan setiap periode (minggu) menghasilkan pertambahan rata-rata bobot individu benih lele dumbo yang berbeda. Rata-rata bobot individu benih lele dumbo pada setiap perlakuan meningkat seiring dengan bertambahnya waktu pemeliharaan (Gambar 4). Bertambahnya bobot individu menunjukkan adanya pertumbuhan pada benih lele dumbo. Rata-rata bobot individu tertinggi sebesar 10,88 gram diperoleh dari benih lele dumbo yang diberi pakan buatan dengan tingkat penggunaan limbah roti sebesar 20%, sedangkan rata-rata bobot individu terendah diperoleh dari benih lele dumbo yang diberi pakan buatan dengan tingkat penggunaan limbah roti 30%, yaitu sebesar 9,02 gram (Lampiran 7). Bobot Rata-rata individu (g)
12.00 10.00 8.00 A (0%)
6.00
B (10%)
4.00
C (20%)
2.00
D (30%)
0.00 1
2
3
4
5
6
7
8
Periode (Minggu ke-)
Gambar 5. Grafik Pertambahan Bobot Rata-rata Benih Lele Dumbo pada Setiap Periode Pengamatan Pertumbuhan dengan meningkatnya bobot tubuh menunjukkan bahwa keempat pakan yang diberikan selama penelitian mampu dicerna oleh benih lele
19
20
dumbo. Semakin lama waktu pemeliharaan, benih lele dumbo semakin baik dalam beradaptasi dengan lingkungan dan pakan yang diberikan. Hasil penelitian penggunaan limbah roti dalam pakan buatan sebesar 20% menghasilkan laju pertumbuhan tertinggi yaitu 2,04%, sedangkan pakan dengan penambahan limbah roti 30% menghasilkan laju pertumbuhan terendah yaitu 1,43%. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa penggunaan limbah roti pada pakan buatan benih lele dumbo tidak berbeda nyata pada setiap perlakuan, seperti terlihat pada Tabel 5. Tabel 5. Rata-rata Laju Pertumbuhan Harian Benih Lele Dumbo Perlakuan
Tingkat Penggunaan Limbah Roti (%)
Laju Pertumbuhan Harian (%)
A B C D
0 10 20 30
1.56 a 1.69 a 2.04 a 1.43 a
Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada taraf 5 % Setiap perlakuan menghasilkan laju pertumbuhan yang tidak berbeda nyata, namun menunjukkan laju pertumbuhan cenderung meningkat. Hal ini diduga karena penggunaan limbah roti dalam pakan cukup efisien dimanfaatkan benih lele dumbo. Swift dalam Hidayat (2012), menyebutkan pertumbuhan ikan akan cepat dan ikan akan berukuran lebih besar jika kandungan nutrisi makanan yang diberikan memenuhi kebutuhan hidupnya. Pakan uji setiap perlakuan dilakukan analisis proksimat untuk mengetahui kandungan nutrisi yang terdapat pakan yang telah dibuat. Selain itu, pengujian ini dilakukan untuk mengetahui rasio energi dengan protein, lebih jelasnya tersaji pada Tabel 6 .
21
Tabel 6. Hasil Analisa Proksimat Pakan Tiap Perlakuan Hasil Analisa
A 40,25 10,25 3110 2332,5 7,73 5,79 129,42
Perlakuan B C 37,77 35,20 9,98 9,47 3471 3529 2603,25 2646,75 9,19 10,03 6,91 7,52 108,82 99,74
D Protein (%) * 27,31 Kadar air (%) * 8,86 Gross energi (GE) kkal/kg * 3808 Energi tercerna (DE) kkal/kg 2856 Rasio E/P (kkal/g) 13,9 Rasio DE/P (kkal/g) 10,46 Keseimbangan protein dengan 71,72 GE (mg/kkal) Sumber : *Hasil Analisis Laboratorium Nutrisi Ternak Ruminansia dan Kimia Makanan Ternak Fakultas Peternakan UNPAD (2013) Berdasarkan Tabel 5, menunjukkan bahwa laju pertumbuhan tertinggi terdapat pada penambahan limbah roti 20%, hal ini menunjukkan bahwa penambahan limbah roti pada perlakuan ini merupakan komposisi yang mencukupi untuk pertumbuhan benih lele dumbo. Kandungan protein pakan pada perlakuan ini adalah 35,20% (Tabel 6). Hasil ini cukup sesuai dengan yang dikemukakan Haetami dkk (2000), pakan dengan kandungan protein 36,5% menghasilkan pertumbuhan tertinggi pada benih jambal siam (Pangasius hypophtalmus Sauvage). Penelitian serupa oleh Subamia dkk. (2003), menyatakan bahwa pakan yang mengandung protein 35,4% menghasilkan pertumbuhan optimum benih jambal siam (Pangasius hypophtalmus). Menurut Alava dan Lim (1983), bahwa pakan yang komponennya terdiri dari dua atau lebih sumber protein dapat memicu pertumbuhan ikan selama penggabungan itu saling melengkapi kekurangan masing-masing sumber bahan pakan, sehingga akan memberikan hasil yang lebih baik daripada pakan yang hanya mengandung satu sumber protein. Walaupun karbohidrat dalam pakan diperlukan dalam jumlah yang rendah namun apabila kekurangan atau kelebihan akan mempengaruhi keseimbagan energi sehingga pemanfaatan protein dan lemak untuk pertumbuhan terganggu (Wilson 1994). Menurut Afrianto dan Liviawaty (2005), untuk mencapai keseimbangan nutrisi dalam pakan, sebaiknya digunakan protein yang berasal dari sumber nabati dan hewani secara bersama-sama.
22
Laju pertumbuhan yang tinggi pada pemberian pakan dengan persentase limbah roti sebesar 20% dipengaruhi juga oleh keseimbangan nutrisi antara protein dengan karbohidrat dan lemak dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Menurut Wilson (1989), peningkatan protein pakan tidak selalu menyebabkan meningkatnya
pertumbuhan.
Peningkatan
protein
pakan
tanpa
diikuti
keseimbangan dengan sumber energi nonprotein akan menyebabkan protein digunakan sebagai sumber energi. Semakin meningkatnya kadar protein dalam pakan, rasio DE/P ternyata menurun (Tabel 6). Rasio DE/P pada perlakuan ini adalah sebesar 7,52 kkal/g. Nilai ini lebih mendekati dengan pernyataan NRC (1993), bahwa rasio energi dan protein sebesar 8-9 kkal/g protein memberikan pertumbuhan maksimal pada benih channel catfish ukuran sejari (fingerling) dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hasil penelitian ini juga membuktikan bahwa benih lele dumbo berukuran 5-8 cm dengan rasio DE/P 7,52 kkal/g dapat menghasilkan pertumbuhan tertinggi. Penggunaan bahan-bahan nabati sebagai sumber energi nonprotein pakan seperti dedak, tepung jagung diduga dapat memenuhi kebutuhan energi dari lele dumbo melalui karbohidrat. Prosesing pembuatan pakan yang meliputi pengecilan ukuran (grinding), penyaringan (sieving), dan pemanasan (steaming) membantu meningkatkan daya cerna ikan terhadap zat-zat makanan termasuk karbohidrat. Benih lele dumbo diduga mampu memanfaatkan sumber energi nonprotein dalam bentuk lemak dan karbohidrat dengan baik untuk memenuhi kebutuhan energinya. Selain itu, ikan perairan hangat mampu menggunakan karbohidrat lebih efisien sebagai sumber energi dibandingkan ikan perairan dingin (Robinson et al. 2001). Pengurangan kebutuhan protein sebagai sumber energi pada ikan berkaitan dengan protein sparing effect dari lipid untuk ikan karnivora serta dari lipid dan karbohidrat untuk ikan omnivora (De Silva 1988). Pakan yang tidak mengandung limbah roti memiliki laju pertumbuhan yang relatif rendah dibandingkan dengan penggunaan limbah roti sebanyak 10% dan 20%. Hal ini mengindikasikan bahwa pakan yang mengandung limbah roti sampai dengan 20% dapat meningkatkan laju pertumbuhan harian benih lele dumbo,
23
sehingga menghasilkan laju pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan pakan yang tidak mengandung limbah roti. Pada tingkat penggunaan limbah roti sebesar 30% diperoleh laju pertumbuhan harian yang paling rendah. Hal ini disebabkan oleh kandungan protein (hasil analisis proksimat pakan uji, Tabel 6) yang ada dalam pakan yang mengandung limbah roti sebesar 30% tidak mencukupi kebutuhan gizi untuk benih lele dumbo. Kandungan protein dalam perlakuan 30% adalah 27,31%, sedangkan syarat mutu kebutuhan gizi benih lele dumbo (SNI 2006) adalah harus mengandung >30%. Menurut Ali (2001), protein merupakan bahan penyusun utama tubuh ikan, oleh karenanya keberadaan protein dalam pakan dengan jumlah yang cukup, mutlak dibutuhkan. Sedangkan NRC (1982) menyatakan bahwa, jika kebutuhan protein ikan tidak terpenuhi dalam pakan maka akan mengakibatkan pertumbuhan yang rendah.
4.2 Efisiensi Pemberian Pakan Efisiensi pemberian pakan merupakan perbandingan antara pertambahan bobot tubuh yang dihasilkan dengan jumlah total pakan yang diberikan selama pemeliharaan (Djadjasewaka 1985). Makanan yang masuk ke dalam tubuh selanjutnya akan dicerna dan menghasilkan nutrien kandungan gizi yang berperan dalam ketersediaan energi untuk aktivitas sehari-hari (Seenappa 1984 dalam Hidayat 2012).
Efisiensi pemberian pakan kepada ikan menunjukkan nilai
(persentase) makanan yang diberikan untuk selanjutnya dimanfaatkan oleh tubuh ikan sebagai pertumbuhan. Efisiensi pemberian pakan berbanding lurus dengan pertambahan bobot tubuh, sehingga semakin tinggi nilai efisiensi pemberian pakan berarti semakin efisien ikan memanfaatkan pakan yang dikonsumsi untuk pertumbuhan (Djadjasewaka, 1985). Tingkat penggunaan limbah roti dengan konsentrasi yang berbeda-beda menghasilkan nilai efisiensi pemberian pakan yang bervariasi (Gambar 5). Efisiensi pemberian pakan tertinggi sebesar 41,26% diperoleh dari benih lele dumbo yang diberi pakan buatan dengan tingkat penggunaan limbah roti 20%, sedangkan efisiensi pemberian pakan terendah diperoleh dari benih lele dumbo
24
yang diberi pakan buatan dengan tingkat penggunaan limbah roti 30%, yaitu sebesar 35,87% (Lampiran 11). Efisiensi Pemberian Pakan (%)
42.00 41.00 40.00 39.00 38.00 37.00 36.00 35.00 34.00 33.00 A (0%)
B (10%)
C (20%)
D (30%)
Tingkat Penggunaan Limbah Roti
Gambar 6. Grafik Rata-rata Efisiensi Pemberian Pakan untuk Berbagai Tingkat Penggunaan Limbah Roti dalam Pakan Buatan Penambahan limbah roti yang merupakan sumber energi dapat meningkatkan palatabilas. Hal ini karena komposisi bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan roti salah satunya adalah susu. Susu mengandung laktosa yang dapat dijadikan sebagai media tumbuh bakteri menguntungkan dalam saluran pencernaan ikan seperti Lactobacillus. Bakteri tersebut secara an-aerob menghasilkan asam laktat yang mampu meningkatkan sekresi empedu kedalam usus halus sehingga dapat memperbaiki dan meningkatkan metabolisme sel, akibatnya terjadi peningkatan penyerapan zat-zat makanan. Peningkatan sekresi empedu akan membantu proses pencernaan makanan. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa tingkat penggunaan limbah roti dengan persentase 0%, 10%, 20%, dan 30% menghasilkan efisiensi pemberian pakan yang tidak berbeda nyata (Tabel 7).
25
Tabel 7. Rata-rata Efisiensi Pemberian Pakan Benih Lele Dumbo Perlakuan
Tingkat Penggunaan Limbah Roti (%)
Efisiensi Pemberian Pakan (%)
36.43 a 37.77 a 41.26 a 35.87 a Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada taraf 5%. A B C D
0 10 20 30
Efisiensi pemberian pakan tertinggi dihasilkan oleh perlakuan dengan penggunaan limbah roti sebanyak 20%. Pertumbuhan yang tinggi pada perlakuan ini menunjukkan tingginya nilai efisiensi penggunaan limbah roti sebesar 20% dibandingkan perlakuan lainnya. Menurut Andriani (2009), nilai efisiensi pemberian pakan berbanding lurus dengan pertumbuhan yang dihasilkan, artinya pertumbuhan akan berubah sejalan dengan berubahnya efisiensi pemberian pakan apabila jumlah pakan yang diberikan tidak berubah. Semakin besar nilai efisiensi pemberian pakan, maka semakin baik ikan memanfaatkan pakan yang diberikan sehingga semakin besar bobot tubuh ikan yang dihasilkan. Nilai efisiensi pemberian pakan yang dihasilkan dari penggunaan limbah roti sebesar 20% adalah 41,26%. Tingginya efisiensi pemberian pakan pada perlakuan ini dipengaruhi juga oleh nilai keseimbangan antara protein dengan energi bruto (GE) pada pakan ini. Nilai keseimbangan protein dengan GE pada pakan ini adalah 99,74 mg/kkal (Tabel 6). Nilai ini lebih mendekati keseimbangan yang optimal untuk catfish yaitu 88 mg/kkal (Stickney dan Lovell 1977) dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Rendahnya keseimbangan antara protein dengan GE menunjukkan kandungan protein yang rendah dan tidak memenuhi kebutuhan, sehingga pakan dengan energi tinggi tetapi kadar proteinnya rendah mengakibatkan ikan hanya dapat memenuhi kebutuhan energi untuk metabolisme dasar dan pemeliharaan tubuh. Sebaliknya jika keseimbangan protein dengan GE terlalu tinggi, protein tersebut yang akan diubah menjadi energi untuk memenuhi kebutuhannya.
26
Efisiensi pemberian pakan terendah dihasilkan oleh penggunaan limbah roti sebanyak 30% yaitu sebesar 35,87%. Rendahnya nilai efisiensi pemberian pakan sangat dipengaruhi oleh rendahnya kadar protein dalam pakan. Protein merupakan unsur utama penyusun tubuh, sehingga kadarnya yang rendah dalam pakan akan menyebabkan rendahnya persentase pakan yang diubah untuk pertambahan bobot lele dumbo. Selain itu, tingginya keseimbangan antara energi tercerna dengan protein (DE/P) pada perlakuan ini adalah 10,46 kkal/g (Tabel 6), sangat mempengaruhi rendahnya efisiensi pemberian pakan. DE/P yang tinggi menunjukkan bahwa energi nonprotein dalam pakan sangat tinggi. Menurut Buwono (2000), nilai DE/P yang melebihi 9 kkal/g akan menyebabkan ikan cepat kenyang dan segera menghentikan makannya. Menurut Lovell (1988), menyatakan bahwa perbandingan antara energi tercerna dengan protein kasar pada pakan Ictalurus punctanus akan sangat mempengaruhi pertumbuhannya. Hal ini erat hubungannya dengan jumlah makanan yang dikonsumsi dan tingginya perbandingan antara energi dengan protein dalam pakan akan mengurangi konsumsi makanannya dan sebagai akibatnya efisiensi pemberian pakan menjadi rendah. Dari hasil penelitian, nilai efisiensi pemberian pakan yang rendah belum tentu menunjukkan kualitas limbah roti dalam penelitian ini. Berdasarkan Tabel 6, menunjukkan kandungan protein dalam pakan yang berbeda-beda pada setiap perlakuan, maka untuk mengetahui sejauh mana penggunaan protein pada setiap perlakuan dihitung efisiensi pemberian protein (Lampiran 13). Efisiensi pemberian protein menunjukkan berapa gram pertumbuhan yang dihasilkan oleh ikan per satu gram protein pakan yang dikonsumsi (NRC 1993). Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa tingkat penggunaan limbah roti dengan persentase 0%, 10%, 20%, dan 30% menghasilkan efisiensi pemberian protein yang berbeda nyata (Tabel 8).
27
Tabel 8. Rata-rata Efisiensi Pemberian Protein Benih Lele Dumbo Perlakuan
Tingkat Penggunaan Limbah Roti (%)
Efisiensi Pemberian Protein (%)
67.90 a 78.57 ab 103.62 b 94.22 b Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada taraf 5%. A B C D
0 10 20 30
Berdasarkan
hasil
analisis
ragam
efisiensi
pemberian
protein
(Lampiran 14), bahwa penggunaan limbah roti dalam pakan buatan memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan benih lele dumbo. Hasil uji Duncan menunjukkan perlakuan dengan pakan tanpa penggunaan limbah roti (kontrol) menghasilkan efisiensi pemberian protein terendah dan berbeda nyata dengan pakan dengan penggunaan limbah roti sebesar 20% dan 30%. Kandungan protein yang tinggi tidak selalu meningkatkan nilai efisiensi pemberian protein. Hal ini terbukti dari nilai efisiensi pemberian protein pada perlakuan dengan penggunaan limbah roti sebesar 20% dan 30% menghasilkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan tanpa penggunaan limbah roti (kontrol) dan penggunaan limbah roti 10%. Peningkatan protein untuk omnivora akan lebih baik jika diikuti oleh keseimbangan dengan sumber energi nonprotein seperti karbohidrat. Nilai efisiensi pemberian protein yang tinggi pada perlakuan dengan penggunaan limbah roti 20% dan 30% menunjukkan bahwa benih lele dumbo mampu memanfaatkan karbohidrat sebagai sumber energi untuk pertumbuhan. Menurut De Silva (1988), penggunaan energi nonprotein sebagai sumber energi berkaitan dengan protein sparing effect dari lipid untuk ikan karnivora serta dari lipid dan karbohidrat untuk ikan omnivora. Berdasarkan Tabel 8, efisiensi pemberian protein tertinggi diperoleh dari perlakuan dengan pengunaan limbah roti 20% akan tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan dengan penggunaan limbah roti 30%. Dengan demikian, perlakuan ini keduanya cenderung memiliki efisiensi pemberian protein yang tinggi. Hal ini dikarenakan adanya keseimbangan nutrisi antara protein dan
28
karbohidrat dalam perlakuan ini. Menurut Ali (2001), lele dumbo dapat memanfaatkan karbohidrat lebih efisien dibanding lemak untuk mensuplai kebutuhan energinya. Dengan demikian, protein pakan dapat lebih efisien digunakan pertumbuhan. Pada perlakuan tanpa penggunaan limbah roti menghasilkan efisiensi pemberian protein terendah dan cenderung tidak berbeda nyata dengan perlakuan dengan penggunaan limbah roti 10%, tetapi berbeda nyata dengan tingkat penggunaan limbah roti 20% dan 30%. Hal ini diduga pada perlakuan kontrol dan penggunaan limbah roti 10% ini terjadi kelebihan protein. Jika asupan protein dari pakan terlalu berlebihan maka hanya sebagian protein saja yang digunakan untuk pertumbuhan, sisanya dirombak menjadi energi. Hal ini dikarenakan ikan memiliki keterbatasan dalam menyimpan kelebihan protein.
4.3 Kualitas Air Selama penelitian dilakukan pengukuran beberapa parameter kualitas air yaitu suhu, pH, oksigen terlarut (DO), dan amonia (Tabel 9). Hasil pengukuran menunjukkan kualitas air selama penelitian masih memenuhi kelayakan untuk pemeliharaan benih lele dumbo. Tabel 9. Rata-rata Parameter Kualitas Air Selama Penelitian Perlakuan Suhu (°C) A (0%) 27,30 B (10%) 27,96 C (20%) 27,50 D (30%) 27,30 Kisaran 25 - 301) Sumber : SNI (2000) 1) Boyd (1990) 2)
Parameter yang diamati pH DO (mg/l) 7,00 4,00 7,24 4,51 7,20 4,34 7,29 4,41 6,5 - 8,61) >4 1)
Amonia (mg/l) 0,0150 0,0325 0,0378 0,0365 0,5 - 3,12)
Suhu merupakan salah satu faktor fisika dari kualitas air yang penting dalam budidaya ikan, karena mempengaruhi nafsu makan ikan sehingga berpengaruh terhadap pertumbuhan dan efisiensi pemberian pakan. Kisaran suhu selama penelitian adalah 27,30 – 27,96°C. Kisaran suhu yang cocok untuk pemeliharaan benih lele dumbo adalah 25 - 30°C, dengan demikian kisaran suhu
29
pada penelitian ini dapat dikatakan sesuai untuk pemeliharaan benih lele dumbo. Faktor lainnya yang mempengaruhi pertumbuhan ikan adalah derajat keasaman (pH). Kisaran pH yang optimal untuk benih lele dumbo yaitu 6,5 – 8,6. Kisaran pH pada penelitian adalah 7,00 – 7,29 dengan demikian kisaran tersebut sesuai untuk pertumbuhan benih lele dumbo. Kadar oksigen terlarut (DO) selama penelitian ini berkisar antara 4 – 4,51 mg/l. Berdasarkan SNI (2000), DO yang disarankan untuk budidaya lele dumbo adalah >4 mg/l. Kadar ammonia (NH3) dalam perairan selama penelitian berkisar antara 0,0150 - 0,378 mg/l. Keadaan ini masih dalam kisaran yang dapat ditolerir oleh lele dumbo. Channel catfish masih dapat tumbuh pada kisaran total amonia 0,5 – 3,1 mg/l (Ruffer 1981 dalam Boyd 1990).