BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gliserol Monooleat Gliserol monooleat (monoolein) adalah sintetis kimia aktif permukaan yang secara luas digunakan sebagai surfaktan non-ionik dan pengemulsi. Hal ini dihasilkan oleh reaksi gliserol dan asam oleat dengan katalis untuk membentuk ester monogliserida (Burdock, 1997). Gliserol monooleat tidak berbahaya bagi lingkungan. Semua bahan pembuatnya dihasilkan oleh alam. Asam oleat diekstrak dari produk alami, sedangkan gliserol dapat dibuat dari lemak alami atau petrokimia (Anonim, 2001). Gliserol
monooleat
secara
fisik
berwujud
cair
berwarna
jernih
kekuningkuningan atau kuning pucat (Magrabar, 1997). Gliserol monooleat (C21H40O4) memiliki berat molekul 356,54 gr/mol (Anonima, 2009), tidak larut dalam air, sedikit larut dalam alkohol dingin dan larut dalam alkohol panas, kloroform, eter, petroleum eter, serta larut dalam minyak dan bersifat sebagai pengemulsi pada makanan (Pardi, 2005), gliserol monooleat larut baik dalam minyak (Chen dan Dickinson, 1999). Rumus struktur gliserol monooleat adalah sebagai berikut :
Gambar 2.1 Rumus struktur gliserol monooleat (Anonima, 2008)
Identik dengan surfaktan-surfaktan lain, sifat gliserol monooleat ini ditentukan oleh sifat reaktan pembentuknya. Gliserol monooleat dapat membentuk suatu mikro-emulsi di dalam air. Gliserol larut baik dalam air, sedangkan asam oleat tidak larut dalam air (Burdock, 1997). Hydrophilic-Lipophilic Balance (HLB) dari gliserol monoolaet adalah 3,8 (Griffin, 1979).
Universitas Sumatera Utara
Gliserol monooleat memiliki nama lain gliserol oleat; gliseril monooleat; gliseril oleat; (z)-1-Oleoil-sn-gliserol; 1,2,3-propanetriol; Asam 9-Oktadesenoit dan Monoolein. Gliserol monooleat memiliki 2 (dua) buah ikatan-H donor dan 4 (empat) buah ikatan-H aseptor (Anonima, 2009). Kegunaan spesifik dari gliserol monooleat ini adalah sebagai antifoam dalam pengolahan jus dan sebagai emulsifier lipofilik untuk aplikasi air dalam minyak. Gliserol monooleat juga berfungsi sebagai pelembab, emulsifier, dan flavoring agent. Berbagai bentuk gliserol monooleat banyak digunakan dalam kosmetik, secara luas juga digunakan sebagai eksipien di antibiotik dan obat-obatan lain. Gliserol monooleat juga termasuk kedalam daftar GRAS (Generally Recognized As Safe) dengan tanpa pembatasan fungsi dalam daftar produk makanan (Anonim, 2001).
2.2 Gliserol Hasil Samping Pembuatan Biodiesel Gliserol adalah nama komersil untuk gliserin yang mengandung air yang di industry dikenal dengan nama sweetwater. Nama lain gliserol adalah propane-1,2,3triol atau trihidroksipropane (Anonimb, 2008) dengan rumus kimia (C3H5(OH)3) (Pardi, 2005), bersifat hidroskopis (Aldrich, 1996), serta hidrofilik (Pardi, 2005). Berbagai penelitian mengenai gliserol ini terus dikembangkan guna meningkatkan nilai tambah dari gliserol kasar (yang komposisinya 33% terdiri dari air dan residu katalis) sisa produksi biodiesel (Polcher, 2008). Untuk dapat dipergunakan menjadi bahan baku pembuatan gliserol monogliserida, residu gliserol terlebih dahulu dilakukan pengoahan awal untuk menghilangkan bahan-bahan lain selain gliserol, sehingga diperoleh dalam bentuk gliserol kasar (crude glycerol) (Pardi, 2005). Panas spesifik (specific heat) dari gliserol disajikan pada table 2.1: Tabel 2.1 Panas Spesifik Gliserol Mole %
Specific Heat, (Cal/g0 C) 15oC
32oC
2,12
0,961
0,960
4,66
0,929
0,924
11,50
0,851
0,841
22,70
0,765
0,758
Universitas Sumatera Utara
43,90
0,670
0,672
100,00
0,555
0,576
(Perry dan Green, 1999)
Beberapa sifat gliserol dapat dilihat sebagai berikut, 1. Massa molar
: 92,09382 gr/mol
2. Densitas
: 1,261 gr/cm3
3. Titik Beku
: 180C (64,40F)
4. Titik Didih
: 2900C (5540F)
(Anonimb, 2009)
5. Viskositas
: 1499 cP (200C)
6. Kapasitas Panas
: 0,5795 kal/gr (200C)
7. Panas Penguapan
: 21,060 kal/mol (550C)
8. Panas Pembentukan
: 159,60 kkal/grmol
9. Konduktivitas termal
: 0,00068 kal/cm2 0C
10. Titik Nyala
: 1770C ( 1 atm )
11. Tekanan uap
: 0,0025 mmHg (500C) 0,195 mmHg (1000C) 46,0 mmHg (2000C)
12. Titik Api
: 2040C
(Purba, 2008)
13. Berat Jenis
: 1,2617 gr/cm3
14. Panas Spesifik
: 0,5795 kal/gr (26oC dan 99,94% Gliserol)
15. Specific Gravity
: 1,260
(Kirk dan Othmer, 1971)
16. Bersifat higroskopis 17. Rasanya manis dan tidak berbau 18. Larut dalam air dan alkohol tetapi tidak larut dalam eter (Prawira, 2007)
Universitas Sumatera Utara
2.3 Asam Oleat Asam oleat (C18H34O2) atau asam Z-Δ9-oktadekenoat (monounsaturated omega-9 fatty acid), merupakan asam lemak tak jenuh yang tersusun dari 18 atom C dengan 1 ikatan rangkap di antara atom C ke-9 dan ke-10. Bentuk jenuh dari asam ini adalah asam stearat. Garam-garam dari asam oleat ini adalah oleat-oleatnya (Anonimc, 2009). Asam oleat biasanya diperoleh dari hidrolisa lemak dan minyak. Sumbersumber lemak atau minyak dapat berasal dari hewani maupun nabati. Minyak nabati yang dapat diekstraksi untuk menghasilkan asam oleat seperti minyak kedelai, minyak biji kapuk, minyak jagung dan kanola (Pardi, 2005). Dan 55-80% asam oleat diperoleh dari minyak zaitun. Asam oleat ini dapat bersifat hipotensif (mengurangi tekanan darah) sebagai efek dari minyak zaitun. Dalam bidang farmasi, asam oleat ini berfungsi sebagai agen pengemulsi dan pelarut pada produk-produk aerosol (Anonimc, 2009). Beberapa sifat asam oleat dapat dilihat sebagai berikut, 1. Massa molar : 282,4614 gr/mol 2. Densitas : 0,895 gr/ml 3. Titik Beku : 13-140C (286 K) 4. Titik Didih : 3600C (633 K) 5. Tidak larut dalam air 6. Larut dalam methanol (CH3OH) (Anonimc, 2009)
2.4 Kalium Hidroksida (KOH) Kalium hidroksida merupakan basa kuat yang berbentuk pejal berwarna putih dan juga dikenal dengan nama potassium hydroxide , kalium hidrat atau potasi kaustik. Potasium hidroksida ini merupakan senyawa eksotermis kuat serta mudah larut dalam beberapa pelarut polar (Anonimd, 2009). Dalam bidang pertanian, beberapa kegunaan umum dari kalium hidroksida ini adalah sebagai penentu pH pada tanah asam, serta berfungsi sebagai fungisida dan herbisida. Selain itu, kalium hidroksida umum digunakan sebagai elektrolit dalam
Universitas Sumatera Utara
baterai alkali, agen anti-foam pada industri kertas, industri tekstil, serta pada industri biodiesel (Anonimd, 2009). Dalam Pra Rancangan Pabrik Pembuatan Gliserol Monooleat ini, kalium hidroksida (KOH) digunakan sebagai katalis untuk reaksi esterifikasi antara gliserol dengan asam oleat. Panas spesifik (specific heat) dari kalium hidroksida pada 19oC dapat dilihat dalam tabel 2.2 berikut: Tabel 2.2 Panas Spesifik Kalium Hidroksida pada 19oC Mole %
Specific Heat, (Cal/g0 C)
0
1,000
0,497
0,975
1,64
0,930
4,76
0,814
9,09
0,750
(Perry dan Green, 1999)
Beberapa sifat dari kalium hidroksida ini adalah sebagai berikut : 1. Massa molar
: 56,11 gr/mol
2. Densitas
: 2,044 gr/cm3 (pejal)
3. Titik didih
: 13200C
4. Titik Lebur
: 4060C
5. Tekanan Uap
: 1,3 hPa (7190C)
6. Kelarutan dalam air
: 1100 g/L (250C)
(Anonimd, 2009)
2.5 Proses Pembuatan Gliserol Monooleat Secara teoritis gliserol monogliserida maupun gliserol monooleat dapat dibuat dengan cara reaksi kimia dan dengan cara reaksi menggunakan enzim. Monogliserida terbentuk saat satu dari tiga gugus hidroksil dalam molekul gliserol digantikan oleh sebuah asam lemak radikal (Hui, 1995). Konsumsi utama dari monogliserida adalah dalam industri makanan dengan kuantitas yang diinginkan banyak, oleh karena itu beberapa perusahaan telah
Universitas Sumatera Utara
menspesialisasikan monogliserida pada produksi utama mereka (Fischer, 1998). Tahapan proses produksinya secara umum dapat dilihat sebagai berikut :
Gambar 2.2 Proses produksi monogliserida secara umum (Fischer, 1998)
Ada
beberapa
metode
yang
dapat
dipergunakan
dalam
membuat
monogliserida, metode tersebut adalah sebagai berikut (Hui, 1995) : 1. Esterifikasi langsung antara gliserol dengan asam-asam lemak. 2. Reaksi antara gliserol halohidrin dengan garam-garam asam lemak dari logam alkali atau perak. 3. Esterifikasi antara gliserol dan trigliserida dengan kehadiran katalis, yang memproduksi campuran gliserida.
2.5.1 Esterifikasi Langsung Antara Gliserol Dan Asam-asam Lemak Esterifikasi langsung antara gliserol dan asam lemak menghasilkan monogliserida, digliserida dan trigliserida pada level yang bervariasi. Komposisi dari produk akhir tergantung pada rasio gliserol dibanding dengan asam lemak, jenis asam lemak dan kondisi operasi yang terjadi selama proses berlangsung (Hui, 1995). Reaksi esterifikasi adalah reaksi penggantian kedudukan hidrogen pada suatu asam lemak oleh sebuah group alkohol seperti metil alkohol, membentuk metil ester (Pardi, 2005). Umumnya, proses esterifikasi menggunakan katalis asam. Asam-asam seperti asam sulfat dan asam klorida adalah jenis asam yang sekarang ini banyak digunakan sebagai katalis (Hambali. dkk, 2007).
Universitas Sumatera Utara
Jika metil alkohol yang digunakan adalah gliserol dan asam lemak sebagai sumber gugus ester, maka reaksi keseluruhannya (over all) akan membentuk satu mol trigliserida dan tiga mol air (Pardi, 2005). Persamaan reaksi tersebut dapat dilihat sebagai berikut : CH2OH kat CHOH
+ 3OHCOR
CH2OH Gliserol
CH2OCOR +
CH2OCOR
3H2O
CH2OCOR Asam Lemak
Gliserol trigliserida
Air
Gambar 2.3 Reaksi pembentukan gliserol trigliserida (Bernardini, 1985)
Telah diketahui bahwa asam laurat, stearat dan oleat akan mengalami esterifikasi sempurna dengan gliserol saat dicampurkan dengan pemanasan pada temperatur 230–3000C (446–4640F) dalam waktu 3 jam. Asam laurat dan oleat utamanya membentuk monoester dan diester, sedangkan stearat membentuk diester dan triester. Reaksi dengan proporsi ekimolar antara asam lemak dan gliserol pada 1800C (3560F) utamanya membentuk digliserida dan trigliserida. Esterifikasi langsung ini dapat berlangsung tanpa kehadiran katalis. Proses dengan reaksi nonkatalisis ini membutuhkan temperatur tinggi, dan waktu reaksi yang relatif lama dan produk yang dihasilkan lebih gelap (Hui, 1995). Berdasarkan penelitian (Pardi, 2005), apabila reaksi di atas berlangsung secara bertahap, yakni jika tidak semua gugus OH pada gliserol digantikan oleh gugus asam lemak, maka akan terbentuk gliserol monogliserida, gliserol digliserida dan air. Hal tersebut terkait kepada energi aktivasi minimal yang dibutuhkan oleh reaktan untuk saling berikatan membentuk senyawa baru (produk). Energi aktivasi reaksi pembentukan gliserol monogliserida dari gliserol adalah sebesar 9,588 kal/mol pada bilangan Reynold 6200 (Pardi, 2005), dan konsentrasi produk pada akhir reaksi adalah 40-60%, dengan catatan bahwa air akan diproduksi dalam reaksi esterifikasi langsung ini (Fischer, 1998). Identik dengan gambar 2.3 di atas, maka jika gliserol direaksikan dengan asam oleat, akan membentuk gliserol monooleat dalam campuran gliserol monooleat,
Universitas Sumatera Utara
gliserol dioleat dan gliserol trioleat (Pardi, 2005). Persamaan reaksi tersebut dapat dilihat sebagai berikut : O CH2OH CHOH
O + CH3(CH2)7CH=CH(CH2)7-C-OH
CH2OH Gliserol
kat
CH2-O-C-(CH2)7CH=CH(CH2)7CH3 +
CHOH
H2O
CH2OH Asam Oleat
Gliserol monooleat
Air
Gambar 2.4 Reaksi pembentukan Gliserol Monooleat (Pardi, 2005)
2.5.2 Reaksi Dengan Halohidrin Sejak awal abad ke-19, para peneliti membuat gliseril ester dari asam lemak dengan mereaksikan gliserol halohidrin dengan alkali atau garam-garam perak dari asam lemak. Metode ini memberikan keyakinan bahwa posisi gugus karboksil dapat digantikan oleh ion klorida. Walaupun demikian, penelitian terakhir menunjukkan bahwa produk akhir tidak dapat diprediksi karena perpindahan gugus karboksil dari posisi tengah menuju ke posisi ujung struktur senyawanya. Hal ini menunjukkan bahwa rantai ester pada posisi tengah tidak berpindah ketika gugus asil merupakan sebuah asam lemak siklik radikal berubah menjadi sebuah asam alifatik radikal (Hui, 1995).
2.5.3 Reaksi Dengan Trigliserida Reaksi dengan trigliserida dengan gliserol dan katalis berlebih, menghasilkan suatu campuran monogliserida dan digliserida ditambah beberapa sisa trigliserida dan sisa katalis yang tidak bereaksi. Elder dan Richardson (1934) telah mematenkan sebuah proses pembuatan monogliserida dan digliserida ini. Mereka membuat monogliserida dengan mereaksikan gliserol dengan trigliserida menggunakan katalis alkohol pada 140-2900C (284-5540F). Mereka juga menggunakan katalis gliseroksida menggunakan pengadukan mekanik untuk menghasilkan monogliserida dengan yield yang lebih tinggi. Dalam proses ini juga reaksi dilangsungkan dalam keadaan vakum untuk membuang air yang berlebih (Hui, 1995).
Universitas Sumatera Utara
2.6 Pemilihan Proses Dari ketiga metode pembuatan monogliserida di atas, dalam pra-rancangan pabrik pembuatan gliserol monooleat ini dipilih metode esterifikasi langsung antara gliserol dengan asam oleat, yang dimodifikasi dari hasil penelitian Pardi (2005) yaitu dengan menggunakan katalis kalium hidroksida (KOH). Hal ini dikarenakan waktu reaksi yang relatif lebih cepat dan reaksi yang berlangsung lebih efisien, yang pada akhirnya akan menghemat pembiayaan pabrik baik dari segi penyediaan dan pretreatment bahan baku, produksi maupun pemasaran produk. Reaksi esterifikasi antara gliserol dengan asam oleat ini diperkirakan berlangsung secara bolak-balik (reversible) yang menghasilkan produk samping yaitu air (Pardi, 2005). Keberadaan air di sini akan menyebabkan potensi terjadinya reaksi berbalik ke arah kiri (reaksi hidrolisa) menjadi besar, dengan demikian pengendalian terhadap reaksi bolak-balik ini menjadi hal yang cukup penting diperhatikan. Untuk mencegah hal ini, maka dilakukan pengambilan terhadap air yang terbentuk dengan cara menguapkannya dari produk. Pengurangan air ini sekaligus dapat meminimalisir resiko terjadinya reaksi hidrolisa (reversible).
2.7 Deskripsi Proses 2.7.1 Umum Pada Pra-Rancangan Pabrik ini, produksi Gliserol Monooleat dengan kapasitas produksi 22.500 ton/tahun ini dilakukan dalam beberapa tahap. Tahapantahapan tersebut dapat dilihat dalam bagan berikut ini :
Gambar 2.5 Bagan Pembuatan Gliserol Monooleat Secara Umum
Universitas Sumatera Utara
Pertama adalah memurnikan gliserol hasil samping pembuatan biodiesel dari residu yang masih terdapat dalam gliserol hasil samping pembuatan biodiesel untuk memperoleh gliserol murni, selanjutnya dicampurkan gliserol murni tersebut dengan katalis (KOH) dan reaksi esterifikasi dilakukan dengan penambahan asam oleat ke dalam reaktor. Produk yang diperoleh juga dimurnikan dengan menghilangkan sisa katalis dan air yang terdapat dalam produk sehingga diperoleh gliserol monooleat yang diinginkan.
2.7.2 Pemurnian Gliserol Gliserol hasil samping pembuatan biodiesel (gliserol kasar) memiliki komposisi 75,29% berat gliserol, trigliserida 6,88% (Pardi,2005), metanol 7,24%, sisa katalis (KOH) 6,89%, dan air 3,70% (Plocher, 2008). Dari tangki penampungan (TT-101), gliserol ini terlebih dahulu dimasukkan ke dekanter (FL-101) untuk memisahkan trigliserida. Selanjutnya trigliserida yang terpisah tersebut dimasukkan ke tangki penyimpanan trigliserida (TT-102). Diasumsikan hanya 80% berat trigliserida yang terpisah dalam dekanter (FL-101), untuk itu gliserol ini selanjutnya dimasukkan ke dekanter (FL-102). Sisa katalis dari pembuatan biodiesel yang masih terdapat dalam gliserol (dari FL-102), dipisahkan dengan cara sentrifusi, karena KOH memilihi berat jenis yang besar sehingga KOH akan dapat dipisahkan dari campuran. Karena kelarutan KOH di dalam air sekitar 121 g KOH/100 mL air dan kelarutannya di dalam alcohol sekitar 0,4 g KOH/100 ml alkohol (Anonimd. 2009), maka air dan metanol juga ikut terdekantasi dan tersentrifusi bersama dengan KOH, yang kemudian larutan KOH yang telah disentrifusi di FF-101 tersebut dipindahkan ke tangki penampungan KOH (TT-103). Metanol dan air dipisahkan dari gliserol yang berasal dari sentrifusi (FF-101) ke dalam vaporizer (VE-101) setelah melalui pemanasan di dalam heater (E-104). Metanol (menguap pada 64,7oC) dan air (menguap pada 100oC) tersebut akan dimasukkan ke tangki penyimpanan larutan metanol (TT-105) setelah sebelumnya melewati kondensor sub-cooler (E-103) untuk mengubah fasanya menjadi cair dan menurunkan suhunya hingga 30oC, sedangkan gliserol alirkan menuju tangki gliserol
Universitas Sumatera Utara
murni (TT-206) setelah sebelumnya didinginkan di cooler (E-105) hingga temperature 30oC.
2.7.3 Pembuatan Gliserol Monooleat Katalis KOH di dalam tangki (TT-208) dipindahkan dengan elevator (C-201), kemudian dicampurkan terlebih dahulu dengan gliserol murni yang telah dipompakan dari tangki (TT-206) ke dalam mixer (M-201) dan pencampuran ini dilakukan pada temperatur 30oC. Campuran tersebut dialirkan ke reaktor (R-201) setelah melalui proses pemanasan di heater (E-206) hingga temperatur 180oC. Selanjutnya asam oleat dari tangki (TT-207) yang telah melalui pemanasan hingga suhu 180oC di heater (E-208), dipompakan ke reaktor tangki berpengaduk (R-201) secara bersamaan dengan campuran gliserol dan KOH yang berasal dari mixer (M201). Dalam reaktor ini terjadi reaksi esterifikasi antara gliserol dan asam oleat membentuk produk gliserol monooleat dan air (Pardi, 2005). Reaksi yang terjadi dalam reaktor (R-201) adalah sebagai berikut :
O CH2OH CHOH
O + CH3(CH2)7CH=CH(CH2)7-C-OH
CH2OH Gliserol
kat
CH2-O-C-(CH2)7CH=CH(CH2)7CH3 +
CHOH
H 2O
CH2OH Asam Oleat
Gliserol monooleat
Air
Gambar 2.6 Reaksi Pembentukan Gliserol Monooleat Dalam Reaktor R-201 (Pardi, 2005)
2.7.4 Pemurnian Produk Produk yang dihasilkan dalam reaktor (R-201) dialirkan ke heater (E-102) untuk memanfaatkan panas produk tersebut dalam proses pemekatan KOH di evaporator (FE-101) sehingga panasnya tidak terbuang. Kemudian produk dialirkan menuju cooler (E-207) hingga produk tersebut bertemperatur 30oC. Selanjutnya campuran produk dengan air dan sisa katalis KOH dialirkan menuju decanting centrifuge (DC-301) untuk memisahkan produk dari larutan KOH. Hal ini dapat dilakukan karena produk yang dihasilkan (gliserol monooleat) ini tidak
Universitas Sumatera Utara
larut dalam air (Pardi. 2005). Dalam decanting centrifuge (DC-301) ini sebanyak 50% berat KOH terlarut dalam air membentuk larutan KOH yang mana 85% larutan tersebut berhasil dipisahkan dari campuran produk. Sedangkan sisa yang belum terpisah dari produk dialirkan menuju decanting centrifuge (DC-302) untuk memisahkan gliserol monooleat dari air dan sisa katalis KOH untuk memperoleh gliserol monooleat yang murni. Larutan KOH dari decanting centrifuge DC-301 dan DC-302 dialirkan bersamaan dengan larutan KOH yang berasal dari FF-101 menuju tangki penampungan larutan KOH (TT-103), dan selanjutnya dipekatkan di evaporator (FE101) untuk mengambil air dari larutan tersebut yang kemudian dialirkan menuju unit utilitas. Sedangkan KOH yang sudah lebih pekat disimpan di tangki penampungan (TT-104) setelah sebelumnya melewati cooler (E-109) hingga temperatur 30oC.
Universitas Sumatera Utara
Saturated Steam, 260oC, 1 atm Air Pendingin, 10oC
ke Unit Utilitas
17
16
FC
5
E-101
P-103 TC
L C
18
18
FE-101
E-109
FL-102
28
15
DC-301
9
E-102
25
E-103
LC
4 27
VE-101
2 L C
TT-104
FC
P I
8 7
FF-101
L C
11
30
P-309
FL-101
DC-302
R-201
E-104
FC
29
23
FC
10
FC
E-207
E-206
26
3
P-102
E-208
P-310
P-208 19 6
14
33
12
E-105
1
31
13
24
22
21
32
32 FC
FC LC
TT-101
FC LC
P-101
TT-102
LC
TT-103
LC
P-104
TT-105
LC
20 LC
TT-206 P-205
TT-208
FC
FC LC
M-201
LC
P-207
TT-207
LC
P-206
TT-309
Kondensat, 260oC, 1 atm Air Pendingin Bekas, 30oC
Universitas Sumatera Utara