BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1
Pengertian Enterprise Resource Planning (ERP) Enterprise Resource Planning (ERP) menurut O’Brien, J. A., & Marakas, G. M. (2010: 272) adalah sistem perusahaan yang meliputi semua fungsi yang terdapat di dalam perusahaan yang didorong oleh beberapa modul software yang terintegrasi untuk mendukung proses bisnis internal perusahaan. Sebagai contoh, software ERP untuk perusahaan manufaktur umumnya dimulai dari memproses data yang masuk, melacak status dari penjualan, inventory, pengiriman barang, dan penagihan barang, serta memperkirakan bahan baku dan kebutuhan sumber daya manusia, sehingga menurut O’Brien, J. A., & Marakas, G. M. (2010: 272) terdapat 5 komponen utama dari sistem ERP. Berikut adalah gambar dari 5 komponen tersebut :
Gambar 2.1 : Komponen Utama dari Sistem ERP Sumber : O’Brien & Marakas (2010: 272)
Enterprise Resource Planning (ERP) menurut James A. Hall (2011: 31) adalah suatu model sistem informasi yang memungkinkan organisasi untuk mengotomatisasi dan mengintegrasikan proses bisnis utamanya. Enterprise Resource Planning menurut Turban, Rainer, dan Potter (2007: 10) dirancang dan didesain untuk menyelesaikan masalah dalam area
7
8 fungsional sistem informasi dengan mengintegrasikan area fungsional melalui database. Berdasarkan definisi-definisi di atas, maka dapat disimpulkan Enterprise Resource Planning adalah konsep sistem informasi yang mengintegrasikan setiap modul, sehingga dapat mendukung proses bisnis utama perusahaan.
2.2
Sejarah Perkembangan Enterprise Resource Planning (ERP) Sejarah perkembangan Enterprise Resource Planning menurut Leon (2008: 18-20) dibagi menjadi empat tahap, yaitu : 1. Material Requirement Planning (MRP) Material Requirement Planning (MRP) merupakan hasil pengolahan atau pemrosesan dari Bill of Material (BOM) yang dimulai pada tahun 1960an dan mulai terkenal pada tahun 1970-an. Saat itu, orang yang bekerja pada manufaktur dan perencanaan produksi sedang mencari metode yang lebih baik dan lebih efisien untuk memesan bahan baku dan menemukan MRP sebagai solusi sempurna untuk kebutuhan manufaktur dan perencanaan produksi karena mampu memecahkan masalah-masalah utama yang ada. 2. Closed-loop MRP Sistem MRP berubah menjadi sesuatu sistem yang lebih baik dari hanya sekadar cara untuk memesan. Sistem MRP dapat mengelola tanggal jatuh tempo dari pemesanan dan dapat mendeteksi serta memberikan peringatan ketika suatu barang tidak diterima pada saat tanggal jatuh tempo. Terdapat beberapa tools yang dikembangkan untuk mendukung perencanaan penjualan dan produksi, pengembangan jadwal produksi, peramalan,
perencanaan
kapasitas,
dan
pemrosesan
pemesanan.
Pengembangan tersebut menghasilkan closed-loop MRP, dimana sistem tidak hanya sekadar untuk perencanaan kebutuhan material, tetapi juga dapat untuk mengotomatisasi proses produksi. 3. Manufacturing Resource Planning II (MRP II) Tahap ketiga perkembangan dari ERP disebut dengan MRP II yang merupakan metode untuk perencanaan yang efektif dari sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan manufaktur. MRP II terbentuk dari
9 kumpulan berbagai fungsi yang saling terhubung, fungsi-fungsi tersebut adalah perencanaan bisnis, perencanaan operasional dan penjualan, manajemen permintaan, perencanaan produksi, master scheduling, perencanaan kebutuhan material, perencanaan kebutuhan kapasitas, serta pelaksanaan sistem pendukung untuk kapasitas dan material. Hasil dari sistem tersebut akan terintegrasi dengan laporan keuangan seperti perencanaan bisnis, laporan pembelian, biaya pengiriman, proyeksi inventory, dan sebagainya. 4. Enterprise Resource Planning (ERP) ERP merupakan tahap terakhir dari perkembangan ERP, dimana konsep dasar ERP sama dengan konsep MRP II. Perusahaan software menciptakan ERP dengan sekumpulan proses bisnis yang luas dalam hal ruang lingkup dan memiliki kemampuan untuk menangani beberapa fungsi bisnis tambahan serta integrasi yang baik dan kuat dengan fungsi finansial dan akuntansi. ERP juga mampu mengintegrasikan tools lain seperti CRM (Customer Relationship Management), SCM (Supply Chain Management), dan sebagainya. Selain itu, ERP juga dapat mendukung proses bisnis yang melibatkan pihak luar perusahaan.
2.3
Manfaat dan Tantangan ERP 2.3.1 Manfaat ERP Menurut O’Brien, J. A., & Marakas, G. M. (2010: 273), sistem ERP memberikan nilai bisnis yang signifikan bagi perusahaan. Nilai bisnis tersebut yaitu : -
Kualitas dan efisiensi ERP menciptakan kerangka kerja untuk mengintegrasikan dan meningkatkan proses bisnis internal perusahaan yang memberikan peningkatan secara signifikan bagi perusahaan. Contohnya, dalam segi kualitas dan efisiensi dari pelayanan pelanggan, produksi, dan distribusi.
-
Mengurangi biaya Banyak perusahaan yang melaporkan bahwa adanya penurunan yang signifikan dalam transaksi pengolahan biaya, hardware, software, dan staf IT support.
10 -
Pengambilan keputusan Sistem ERP dapat dengan cepat memberikan laporan / informasi penting dalam kinerja bisnis kepada manajer, sehingga dapat meningkatkan kemampuan manajer dalam membuat keputusan yang baik dan tepat di dalam perusahaan.
-
Enterprise agility Memberikan fleksibilitas pada struktur organisasi, tanggung jawab manajerial, dan peran kerja, sehingga perusahaan dapat lebih mudah dalam memanfaatkan peluang bisnis yang baru.
2.3.2 Tantangan ERP Menurut O’Brien, J. A., & Marakas, G. M. (2010: 273-274), tantangan
dalam
diperlukannya
mengimplementasikan
banyak
biaya
dan
sistem
risiko
ERP
adalah
kegagalan
dalam
mengimplementasikan sebuah sistem ERP baru sangat besar. Untuk mengimplementasikan sistem ERP, diperlukan biaya yang tidak sedikit karena adanya ukuran dan jenis biaya yang dikeluarkan dalam mengimplementasikan sistem ERP ke dalam perusahaan. Menurut O’Brien, J. A., & Marakas, G. M. (2010: 274) terdapat ukuran dan jenis biaya yang harus dikeluarkan dalam mengimplementasikan sistem ERP.
11
Gambar 2.2 : Jenis Biaya dalam Implementasi Sistem ERP Baru Sumber : O’Brien & Marakas (2010: 274)
Dari gambar 2.2 di atas, dapat dilihat bahwa terdapat 5 jenis biaya yang harus diperhatikan oleh perusahaan apabila ingin mengimplementasikan sistem ERP. Biaya terbesar dalam proses implementasi ERP terdapat pada biaya reengineering sebesar 43%, kemudian terdapat biaya untuk konversi data, pelatihan dan manajemen perubahan, serta biaya software sebesar 15%. Sisanya merupakan biaya hardware sebesar 12%. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan proses bisnis menjadi biaya terbesar dalam proses implementasi ERP dan harus benar-benar diperhatikan oleh perusahaan. Risiko kegagalan dalam mengimplementasikan sistem ERP juga menjadi tantangan dalam pengimplementasian sistem ERP ke dalam perusahaan karena hampir setiap kasus dari kegagalan pengimplementasian sistem disebabkan oleh para manajer dan profesional TI dari perusahaan-perusahaan yang meremehkan kompleksitas perencanaan, pengembangan, dan pelatihan yang dibutuhkan untuk mempersiapkan sistem ERP baru.
12 2.4
Pengertian Evaluasi Evaluasi menurut Arikunto (2008: 2) merupakan kegiatan untuk mengumpulkan informasi mengenai bekerjanya sesuatu, dimana informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil keputusan. Sedangkan menurut Umar (2005: 36) evaluasi didefinisikan sebagai suatu proses untuk menyediakan informasi tentang sejauh mana suatu kegiatan tertentu telah dicapai, bagaimana perbedaan pencapain itu dengan suatu standar tertentu untuk mengetahui apakah ada selisih di antara keduanya, serta bagaimana manfaat yang telah dikerjakan itu bila dibandingkan dengan harapan-harapan yang ingin diperoleh. Berdasarkan definisi-definisi di atas, maka dapat disimpulkan evaluasi adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi yang dapat membantu mengidentifikasi perbedaan antara kelebihan (manfaat) dan kekurangan pada sistem sehingga pada akhirnya dapat diambil suatu keputusan dari informasi tersebut.
2.5
Pengertian Pembelian Pembelian menurut James A. Hall (2011: 17) adalah suatu kewajiban untuk melakukan pemesanan kepada vendor atau supplier ketika tingkat persediaan berada di titik reorder point. Sedangkan pembelian menurut Mulyadi (2010: 299) digunakan dalam perusahaan untuk pengadaan barang yang diperlukan oleh perusahaan. Dari definisi diatas, dapat disimpulkan pengertian pembelian adalah suatu kewajiban perusahaan untuk memesan barang yang diperlukan kepada supplier apabila tingkat persediaan barang berada pada titik reorder point.
2.6
Prosedur Pembelian Menurut Mulyadi (2010: 301) terdapat prosedur yang dilakukan saat melakukan pemesanan barang kepada supplier. Berikut adalah prosedur pembelian yang umumnya dilakukan oleh perusahaan : 1. Prosedur permintaan pembelian Di dalam prosedur permintaan pembelian, bagian gudang mengajukan permintaan pembelian menggunakan formulir surat permintaan pembelian
13 kepada bagian pembelian. Jika barang tidak disimpan di gudang, misalnya seperti
barang-barang
yang
langsung
digunakan,
bagian
yang
menggunakan barang tersebut dapat mengajukan permintaan pembelian langsung ke bagian pembelian dengan menggunakan surat permintaan pembelian. 2. Prosedur permintaan penawaran harga dan pemilihan pemasok Di dalam prosedur ini, bagian pembelian mengirimkan surat permintaan penawaran harga kepada para supplier untuk memperoleh informasi mengenai harga barang dan berbagai syarat pembelian yang lain, untuk memungkinkan pemilihan supplier yang akan ditunjuk sebagai pemasok barang yang diperlukan oleh perusahaan. 3. Prosedur order pembelian Di dalam prosedur ini, bagian pembelian mengirim surat order pembelian kepada supplier yang dipilih dan memberitahukan kepada unit-unit organisasi lain dalam perusahaan (misalnya bagian penerimaan, bagian yang meminta barang, dan bagian pencatat utang) mengenai order pembelian yang sudah dikeluarkan oleh perusahaan. 4. Prosedur penerimaan barang Di dalam prosedur ini, bagian penerimaan melakukan pemeriksaan mengenai jenis, kuantitas, dan mutu barang yang diterima dari supplier, dan kemudian membuat laporan penerimaan barang untuk menyatakan penerimaan barang dari supplier tersebut. 5. Prosedur pencatatan utang Di dalam prosedur ini, bagian akuntansi memeriksa dokumen-dokumen yang berhubungan dengan pembelian (surat order pembelian, laporan penerimaan barang, dan faktur dari supplier) dan menyelenggarakan pencatatan utang atau mengarsipkan dokumen sumber sebagai catatan utang. 6. Prosedur distribusi pembelian Prosedur ini meliputi distribusi rekening yang didebit dari transaksi pembelian untuk kepentingan pembuatan laporan manajemen.
14 2.7
Pengertian Persediaan Menurut Abdulraheem, Yahaya, Isiaka, Aliu (2011), persediaan adalah kelompok atau kumpulan barang yang bernilai bagi suatu perusahaan, dimana terdapat barang yang dapat dijual dalam aktivitas sehari-hari perusahaan (finish goods), barang dalam proses produksi untuk dijual (work in progress), dan barang yang digunakan perusahaan dalam memproduksi suatu barang dan jasa. Sedangkan menurut Yamit (2005: 3), persediaan dibedakan menjadi empat jenis yaitu : 1. Persediaan alat-alat kantor (supplies) Merupakan persediaan yang diperlukan dalam menjalankan fungsi organisasi dan tidak menjadi bagian dari produk akhir. Contohnya pensil, kertas, tinta, dan semua barang lainnya yang merupakan fasilitas kantor. 2. Persediaan bahan baku (raw material) Merupakan barang yang dibeli dari para supplier untuk digunakan sebagai input dalam proses produksi. Bahan baku ini akan ditransformasi atau dikonversi menjadi barang akhir. Contohnya kayu, benang, cat, dan sebagainya. 3. Persediaan barang dalam proses Bagian dari produk akhir, tetapi masih dalam proses pengerjaan, karena masih menunggu barang yang lain untuk diproses. 4. Persediaan barang jadi Merupakan
persediaan
produk
akhir
yang
siap
untuk
dijual,
didistribusikan, dan disimpan.
2.8
Fungsi Persediaan Menurut Yamit (2005: 5), persediaan timbul disebabkan oleh tidak sinkronnya permintaan dengan penyediaan dan waktu yang digunakan untuk memproses bahan baku. Untuk menjaga keseimbangan permintaan dengan penyediaan bahan baku dan waktu proses diperlukan persediaan. Oleh maka itu, terdapat empat faktor sebagai fungsi perlunya persediaan : 1. Faktor waktu menyangkut lamanya proses produksi dan distribusi sebelum barang jadi sampai kepada konsumen.
15 2. Faktor ketidakpastian waktu datang dari supplier menyebabkan perusahaan memerlukan persediaan, agar tidak menghambat proses produksi maupun keterlambatan pengiriman kepada konsumen. 3. Faktor ketidakpastian penggunaan dari dalam perusahaan disebabkan oleh kesalahan dalam peramalan permintaan, kerusakan mesin, keterlambatan, operasi, bahan rusak, dan berbagai kondisi lainnya. 4. Faktor ekonomis adalah adanya keinginan perusahaan untuk mendapatkan alternatif biaya rendah dalam memproduksi atau membeli barang dengan menentukan jumlah yang paling ekonomis.
2.9
Metode Penilaian Persediaan Menurut Kimmel (2011: 255-257), metode penilaian persediaan terdiri dari : 1. Metode FIFO (First In First Out) Metode penilaian persediaan dengan mengasumsikan barang yang pertama kali dibeli akan menjadi barang pertama yang dijual. Dalam hal ini, bukan barang yang pertama kali dibeli yang harus dijual terlebih dahulu, melainkan harga pokok persediaan yang pertama kali dibeli harus diakui pertama kali. 2. Metode Average (Rata-rata) Metode penilaian persediaan dengan menggunakan biaya rata-rata tertimbang per unit (weighted-average) untuk mengalokasikan persediaan akhir dan harga pokok penjualan barang yang akan dijual.
2.10
Lead Time Menurut businessdictionary.com, lead time adalah jumlah menit, jam, atau hari yang dipenuhi untuk penyelesaian suatu operasi atau proses, atau yang harus dilalui sebelum tindakan yang diinginkan dapat terjadi. Sedangkan menurut investopedia.com, lead time adalah jumlah waktu yang berlalu antara ketika sebuah proses dimulai dan ketika proses tersebut selesai. Lead time diteliti dengan seksama di bidang manufaktur, supply chain management, dan manajemen proyek karena perusahaan ingin mengurangi jumlah waktu yang dibutuhkan untuk mengirimkan produk-produk ke pasar. Dalam bisnis, minimisasi lead time biasanya disukai.
16 Dari definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa lead time adalah jumlah waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu proses. Lead time ada beberapa jenis, namun yang umumnya sering digunakan adalah purchasing lead time.
2.10.1 Purchasing Lead Time Menurut businessdictionary.com, purchasing lead time adalah interval antara keputusan untuk membeli barang dan penerimaannya di gudang atau toko. Ini termasuk total dari waktu persiapan pesanan, waktu rilis order, lead time dari supplier, waktu pengiriman atau transit, serta penerimaan, inspeksi, dan waktu untuk menaruh barang ke gudang. Sedangkan menurut investopedia.com, purchasing lead time adalah jumlah hari dari ketika perusahaan membeli input produksi yang dibutuhkan sampai barang-barang tersebut tiba di pabrik. Purchasing lead time merupakan komponen kunci dari siklus waktu pengiriman, bersama dengan waktu yang dibutuhkan untuk membuat produk dan waktu yang dibutuhkan untuk mengirimkan produk. Berdasarkan definisi-definis di atas, dapat disimpulkan purchasing lead time adalah jumlah waktu yang dibutuhkan dari barang dipesan ke supplier sampai barang yang dipesan tersebut tiba di gudang dan didaftarkan ke dalam master item.
2.11
Stok Minimum Menurut businessdictionary.com, stok minimum atau disebut juga minimum inventory level adalah tingkat terendah stok, dimana tingkat persediaan tidak boleh turun lagi. Stok minimum bisa 0 apabila backorder tidak diizinkan. Stok minimum ditentukan dengan menghitung perkiraan jumlah waktu dari awal produksi, kemudian waktu transit, sampai ke titik dimana produk tersebut “berada di rak” atau di tangan pelanggan yang memesannya. Berdasarkan smallbusiness.chron.com, terdapat 3 langkah yang dapat dilakukan untuk menghitung stok minimum, yaitu :
17 1. Hitung lead time maksimum dengan memeriksa pesanan sebelumnya ke supplier dan tanggal pengiriman pesanan yang dilakukan oleh supplier. 2. Hitung penggunaan persediaan maksimum perusahaan per minggu. Ini bisa
didapatkan
dari
catatan
persediaan
perusahaan,
dengan
memperhitungkan faktor musiman. 3. Kalikan lead time maksimum per minggu dengan penggunaan persediaan maksimum perusahaan per minggu.
2.12
Teknik Pengumpulan Data Menurut Sugiyono (2004: 130-141) terdapat tiga teknik atau metode yang digunakan untuk pengumpulan data, tiga teknik tersebut adalah : 1. Interview (Wawancara) Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data, apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit/kecil. Wawancara dapat dilakukan secara terstruktur maupun tidak terstuktur. a. Wawancara terstruktur, digunakan sebagai teknik pengumpulan data bila peneliti atau pengumpul data telah mengetahui dengan pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh. Oleh karena itu dalam melakukan wawancara, pengumpul data telah menyiapkan instrumen penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis. b. Wawancara tidak terstruktur, adalah wawancara yang bebas di mana peneliti tidak mengunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. 2. Kuesioner (Angket) Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang efisien bila peneliti tahu dengan pasti variabel yang akan diukur dan tahu apa yang bisa diharapkan dari responden. 3. Observasi Observasi sebagai teknik pengumpulan data mempunyai ciri yang spesifik bila dibandingkan dengan teknik yang lain, yaitu wawancara dan
18 kuesioner, karena observasi tidak terbatas pada orang, tetapi juga objek yang lain. Observasi dapat dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu : a. Observasi berperan serta (Participant observation), peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian. Sambil melakukan pengamatan, peneliti ikut melakukan apa yang dikerjakan oleh sumber data, dan ikut merasakan suka dukanya. Sehingga data yang diperoleh akan lebih lengkap, tajam, dan sampai mengetahui pada tingkat makna dari setiap perilaku yang tampak. b. Observasi nonpartisipan, peneliti tidak terlibat dan hanya sebagai pengamat
independen.
Pengumpulan
data
dengan
observasi
nonpartisipan ini tidak akan mendapatkan data yang mendalam, dan tidak sampai pada tingkat makna. Makna adalah nilai-nilai dibalik perilaku yang tampak, yang terucapkan dan yang tertulis.
2.13
Activity Diagram Menurut Satzinger (2009: 141), activity diagram adalah salah satu tipe dari jenis workflow diagram yang menjelaskan aktivitas user dan urutan aliran kerjanya.
Gambar 2.3 : Activity Diagram Sumber : Satzinger (2009: 142)
19 Dalam menggambar activity diagram terdapat beberapa notasi yang digunakan, yaitu : 1. Swimlane Swimlane merupakan suatu daerah persegi panjang dalam activity diagram yang mewakili aktivitas-aktivitas agen tunggal. 2. Starting activity (pseudo) Starting activity merupakan notasi yang menandakan dimulainya aktivitas. 3. Transition arrow Transition arrow merupakan garis arah panah yang menggambarkan transisi dari satu aktivitas ke aktivitas lainnya. 4. Activity Activity merupakan notasi untuk menggambarkan aktivitas. 5. Synchronization bar Synchronization bar merupakan notasi yang digunakan untuk mengontrol pemisahan (split) atau penyatuan jalur (join) dari jalur yang berurutan. 6. Decision activity Decision activity merupakan suatu titik pada activity diagram yang mengindikasikan suatu kondisi dimana ada kemungkinan terjadi perbedaan atau pilihan transisi. 7. Ending activity (pseudo) Ending activity merupakan notasi yang menandakan berakhirnya suatu aktivitas atau proses.
2.14
Flowchart Menurut James A. Hall (2011: 57), flowchart adalah salah satu model yang digunakan untuk merepresentasikan grafis yang menjelaskan relasi fisik di antara entitas-entitas kunci dari sebuah sistem. Notasi yang digunakan dalam flowchart adalah sebagai berikut :
20
Gambar 2.4 : Notasi Flowchart untuk Prosedur Manual Sumber : James A. Hall (2011: 59)
Gambar 2.5 : Notasi Flowchart untuk Mewakili Proses Komputer Sumber : James A. Hall (2011: 63)
2.15
Use Case Diagram Pengertian use case menurut Satzinger (2005: 166) adalah aktivitas yang dilakukan sistem yang biasanya berupa respon terhadap permintaan user. Use case digunakan dalam proses pemodelan pengembangan sistem.
21
Gambar 2.6 : Use Case Diagram Sumber : Satzinger (2005: 216)
Dalam menggambar use case diagram, terdapat beberapa notasi yang digunakan, yaitu : 1. Actor Merupakan user yang menggunakan sistem. 2. Use Case Merupakan kegiatan yang dilakukan actor dengan sistem. 3. Communicate Merupakan garis lurus untuk mengambarkan hubungan relasi antara actor dan use case. 4. System Boundary Merupakan batasan yang membatasi actor dengan sistem.
Di dalam use case diagram juga terdapat relasi yang menunjukkan hubungan actor dengan sistem. Relasi-relasi yang terdapat dalam use case diagram, antara lain : 1. Asosiasi Menunjukkan hubungan antara actor dengan use case. 2. Includes
22 Menunjukkan hubungan antara use case ke use case tambahan, di mana use case tambahan tersebut merupakan subrutin umum yang dapat didefinisikan untuk melaksanakan fungsi tertentu. (Satzinger, 2005: 216). 3. Extends Menurut
Bennett
(2006:
29),
extends
digunakan
ketika
ingin
menunjukkan bahwa sebuah use case menyediakan tambahan secara fungsional yang mungkin dibutuhkan dalam use case lain.
2.16
Fit / Gap Analysis 2.16.1 Pengertian Fit / Gap Analysis Menurut Maren Franklin (2006: 2), gap analysis adalah suatu proses yang digunakan untuk memutuskan keadaan dan tujuan suatu proyek dengan cara membandingkan kinerja saat ini dengan kinerja yang diharapkan. Menurut P Prakash, Patukar M (2011: 2), fit / gap analysis adalah suatu metodologi yang digunakan dalam membandingkan dan mengevaluasi proses perusahaan dengan fungsi sistem untuk memperlihatkan
kecocokan
(fit)
dan
ketidakcocokan
(gap)
diantaranya. Berdasarkan ehow.com, fit / gap analysis adalah suatu metode untuk mengevaluasi setiap area fungsional dalam sebuah proyek atau proses
bisnis
untuk
mencapai
tujuan
spesifik.
Termasuk
mengidentifikasi data acuan (key data) atau komponen-komponen yang fit di dalam sistem bisnis dan gap yang membutuhkan solusi untuk memenuhi requirement di dalam suatu proyek atau proses bisnis. Selain itu menurut businessdictionary.com, fit / gap analysis adalah suatu teknik yang digunakan bisnis dalam menentukan langkah yang perlu diambil dengan tujuan untuk berpindah dari keadaan sekarang ke keadaan yang diharapkan. Berdasarkan itaontario.ca, fit / gap analysis digunakan untuk mengevaluasi setiap area fungsional dalam proses bisnis untuk meraih tujuan spesifik, termasuk mengidentifikasi data atau komponen yang sesuai dengan sistem bisnis (fit) dan gap yang membutuhkan solusi.
23 Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa fit / gap analysis adalah suatu metodologi yang digunakan untuk menganalisis perbedaan antara kebutuhan perusahaan dalam menjalankan proses bisnisnya dengan kinerja sistem dalam memenuhi kebutuhan perusahaan tersebut.
2.16.2 Tujuan Fit / Gap Analysis Fit / gap analysis digunakan sebagai alat bantu bagi perusahaan dalam membandingkan kinerja sistem saat ini dengan kinerja sistem yang diharapkan. Menurut
mmb.state.mn.us,
fit
/
gap
analysis
dalam
implementasi sistem bertujuan untuk : •
Mengukur perbedaan antara keadaan sistem saat ini dan keadaan sistem yang diharapkan.
•
Mengidentifikasi permasalahan yang membutuhkan penyelesaian.
•
Memastikan
sistem
memenuhi
kebutuhan
proses
bisnis
perusahaan. •
Memastikan project dieksekusi sesuai dengan metode yang efektif dan efisien.
•
Mengadaptasi proses bisnis lokal perusahaan dengan best practices yang berlaku.
2.16.3 Metode Fit / Gap Analysis Dalam fit / gap analysis terdapat empat metode yang digunakan secara luas, diantaranya adalah : 1. Simulation based Pada metode ini, sistem diimplementasi dalam bentuk simulasi atau implementasi pilot. Seluruh stakeholders proyek (konsultan sistem dan staf perusahaan) berkumpul dalam bentuk workshop untuk membandingkan dan menganalisis fungsionalitas sistem dengan kebutuhan perusahaan. Kemudian berdasarkan hasil analisis tersebut, konsultan sistem akan melakukan dokumentasi
24 terhadap seluruh kebutuhan perusahaan yang tidak terpenuhi sistem dan perubahan yang dibutuhkan sistem tersebut.
Tabel 2.1 : Fase Simulation Based
Phases
Keterangan
Planned
Perencanaan partisipan, kegiatan analisa fit / gap, serta agenda analisis yang dibuat berdasarkan blueprint proses bisnis dan analisis kebutuhan awal
Implement
Sistem diimplementasikan dalam bentuk simulasi
Analyze
Analisis sistem dilakukan dengan cara membandingkan fungsionalitas sistem dengan kebutuhan perusahaan
Capture
Fit dan gap dari sistem dicatat dan didokumentasikan
2. Brainstorming Discussion Based Pada
metode
ini,
brainstorming
dilakukan
berdasarkan
fungsionalitas sistem dibandingkan dengan kebutuhan bisnis yang ada. Setiap sesi brainstorming dilakukan dengan presentasi untuk memastikan komunikasi yang lebih efektif. Pada umumnya, brainstorming dimulai dengan presentasi fitur sistem oleh konsultan dan stakeholder perusahaan yang menyampaikan kebutuhannya.
Kegiatan
brainstorming
tersebut
kemudian
menghasilkan fit dan gap antara fitur sistem dengan kebutuhan perusahaan.
25 Tabel 2.2 : Fase Brainstorming Discussion Based
Phases
Keterangan
Schedule
Melakukan
penjadwalan
dan
persiapan
topik
untuk
diskusi
brainstorming Discuss
Presenter
menjelaskan
fitur-fitur
sistem
dan
mendiskusikan
fungsionalitasnya dengan stakeholder perusahaan Capture
Perbedaan antara fungsionalitas sistem dan kebutuhan perusahaan dicatat
Analyze
Analisis terhadap perbedaan antara fungsionalitas sistem dan kebutuhan perusahaan menghasilkan dokumentasi fit dan gap
3. Questionnaire Based Pada metode ini, fit / gap analysis dilakukan melalui proses pengisian kuesioner oleh stakeholder perusahaan. Jawaban yang didapat
dari
kuesioner
kemudian
dibandingkan
dengan
fungsionalitas sistem untuk mendapatkan fit dan gap dari sistem tersebut. Kuesioner yang digunakan pada umumnya terstruktur dan disiapkan oleh konsultan sistem. Struktur kuesioner ini berhubungan antara kebutuhan perusahaan dan fungsionalitas sistem.
Tabel 2.3 : Fase Questionnaire Based
Phases
Keterangan
Analyze
Kebutuhan perusahaan dianalisis berdasarkan proses bisnis dan analisis kebutuhan
Formulate
Kuesioner fit / gap dipersiapkan berdasarkan analisis kebutuhan yang telah dilakukan
Answer
Penjawaban kuesioner dilakukan oleh stakeholder perusahaan
Extract
Jawaban kemudian dicocokkan dengan fungsionalitas sistem untuk mendapatkan fit dan gap dari sistem tersebut
26 4. Hybrid Type Pada metode ini, ketiga metode fit / gap analysis berupa simulation based, brainstorming based, dan questionnaire based digunakan. Pada umumnya, metode hybrid dimulai dengan brainstorming dan pengisian kuesioner ketika simulasi sistem dilakukan. Pertama, agenda dipersiapkan pada sesi brainstorming yang dilakukan oleh konsultan sistem dan stakeholder perusahaan. Kemudian, konsultan sistem mempresentasikan fitur sistem sekaligus memberikan demonstrasi mengenai penggunaan sistem tersebut. Setelah presentasi, stakeholder perusahaan diminta untuk mengisi kuesioner dengan tujuan untuk mengetahui tingkat kebutuhan perusahaan. Berdasarkan diskusi brainstorming dan jawaban kuesioner pada setiap sesi, konsultan sistem dapat mendokumentasikan fit dan gap dari sistem.
Tabel 2.4 : Fase Hybrid Type
Phases
Keterangan
Plan &
Penjadwalan
Schedule
brainstorming dilakukan
Discuss &
Diskusi dilakukan antara konsultan sistem dan stakeholder perusahaan.
Formulate
Kemudian, pengisian kuesioner dilakukan oleh stakeholder perusahaan
Answer &
Poin diskusi dan jawaban dari kuesioner dianalisis oleh konsultan
Analyze
sistem
Extract &
Analisis dan jawaban dibandingkan dengan fungsionalitas sistem untuk
Capture
menghasilkan dokumentasi fit dan gap
dan
perencanaan
partisipan beserta agenda sesi
2.16.4 Kelebihan dan Kekurangan Metode Fit / Gap Analysis Berdasarkan pada tahapan dari empat metode fit / gap analysis di atas, dapat disimpulkan kelebihan dan kekurangan utama dari setiap metode sebagai berikut :
27 Tabel 2.5 : Kelebihan dan Kekurangan Metode Fit / Gap Analysis Metode Fit / Gap Analysis Simulation Based
Kelebihan Stakeholder
Kekurangan
perusahaan Metode
mendapatkan
tersebut
gambaran membatasi
analisis
penuh dari kemampuan dan menghilangkan fungsi sistem.
penting
dapat
dari
dan aspek
optimalisasi
proses.
Brainstorming Discussion
Membantu konsultan sistem Diskusi
Based
mendapatkan
gambaran terstruktur
penuh
kebutuhan mengakibatkan hasil diskusi
dari
perusahaan
tidak akan
dengan yang kurang menangkap inti
menggunakan
kemampuan dari kebutuhan perusahaan
menggali informasi. Questionnaire based
yang
dan fungsionalitas sistem.
Metode yang paling cepat Terdapat risiko kurangnya dilakukan
dibandingkan informasi yang didapat jika
dengan metode lainnya.
respon
kuesioner
yang
diterima tidak lengkap. Hybrid Type
Metode
terbaik
mendapatkan
hasil
dalam Investasi, yang waktu
tindakan, yang
dan
dibutuhkan
diharapkan dari fit / gap untuk menjalankan metode analysis karena metode ini ini menggunakan
cukup
membebani
kombinasi kinerja konsultan sistem.
tiga metode lainnya.
2.16.5 Ranking Requirement pada Fit / Gap Analysis Ranking requirement diperlukan tim proyek dan sponsor proyek untuk memastikan proses bisnis yang penting dapat ditampung selama implementasi sistem baru. Selain itu, ranking requirement juga memungkinkan tim proyek untuk fokus pada area yang paling penting bagi organisasi agar functionality yang baru dapat memberikan nilai tambah bagi perusahaan dalam meningkatkan proses bisnis.
28 Requirement harus diidentifikasikan sesuai dengan tingkat prioritasnya. Menurut Zulfanahri, Meyli, Vinsencia dalam tugas akhir yang berjudul “Analisis dan Evaluasi Proses Material Management Berbasis SAP pada PT. Unilever Indonesia, TBK.” (2013), tingkatan prioritas dalam ranking requirement dibagi menjadi tiga, yaitu : a. High Critical Requirement (Mission critical requirement) Merupakan requirement yang sangat penting untuk kegiatan operasi dan tanpa requirement tersebut perusahaan tidak dapat berfungsi, termasuk didalamnya kebutuhan akan pelaporan internal dan eksternal yang penting. b. Medium Critical Requirement (Value add requirement) Merupakan
requirement
dimana
ketika
dipenuhi
akan
meningkatkan proses bisnis perusahaan. c. Low Critical Requirement (Desirable requirement) Merupakan requirement yang hanya menambah nilai yang kecil / minor value bagi proses bisnis perusahaan apabila requirement tersebut dipenuhi.
2.16.6 Degree of Fit Menurut Zulfanahri, Meyli, Vinsencia dalam tugas akhir yang berjudul “Analisis dan Evaluasi Proses Material Management Berbasis SAP pada PT. Unilever Indonesia, TBK.” (2013), Degree of Fit menentukan sejauh mana kebutuhan dapat dipenuhi oleh sistem yang baru. Degree of Fit dibagi menjadi tiga, yaitu : a. Fit (F) Kebutuhan sepenuhnya dipenuhi oleh software. b. Gap (G) Software tidak dapat memenuhi kebutuhan. Komentar, alternatif saran
dan
rekomendasi
yang
dibuat
akan
menghasilkan
rekomendasi untuk melakukan customization terhadap software. c. Partial Fit (P) Software mempunyai fungsional yang memenuhi kebutuhan. Perubahan
sementara,
laporan
khusus atau
customization,
29 bagaimanapun akan dibutuhkan kemudian agar dapat memenuhi kebutuhan secara maksimal.
2.17
Risk Analysis 2.17.1 Pengertian Risk Analysis Menurut Marchewka (2013: 251), risk analysis adalah suatu pendekatan
yang
dilakukan
untuk
melakukan
identifikasi
kemungkinan risiko dan dampaknya terhadap suatu proyek. Risk analysis menurut David Vose (2008: 473) adalah penilaian risiko dan ketidakpastian yang mengancam jalannya suatu proyek. Sedangkan risk analysis menurut Abdulah et al. (2010: 363), merupakan tolak ukur umum dengan tujuan yang baik, dimana dapat mengendalikan risiko yang terdapat dalam pengembangan perangkat lunak. Berdasarkan dari definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa risk analysis adalah suatu pendekatan yang digunakan untuk mengidentifikasi dan menilai risiko proyek.
2.17.2 Identifikasi Risiko (Risk Identification) Menurut Scwalbe (2010: 434), risk identification adalah suatu proses memahami potensi keadaan yang dapat merugikan atau meningkatkan hasil proyek tertentu. Menurut Marchewka (2013: 246), risk identification adalah kegiatan mengidentifikasi dan mendaftarkan risiko maupun peluang yang memiliki kemungkinan untuk mempengaruhi tujuan dan sasaran dari suatu proyek. Berdasarkan dari definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa risk identification adalah suatu proses identifikasi dan dokumentasi potensi risiko maupun peluang yang mempengaruhi tujuan maupun hasil suatu proyek.
30 2.17.3 Penilaian Risiko (Risk Assessment) Menurut labspace.open.ac.uk, penilaian risiko melibatkan pengukuran probabilitas dimana risiko akan menjadi kenyataan yang harus dihadapi. Dengan kata lain, risiko dinilai sebagai kejadian yang sangat mungkin terjadi dan memiliki dampak yang tinggi pada suatu proyek, sehingga membutuhkan perhatian yang lebih mulai dari risiko yang rendah, baik dari sisi probabilitas dan dampak. Menurut pwc.com (2008). A Practical Guide to Risk Assessment, penilaian risiko merupakan suatu proses sistematis untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi kejadian (sebagai contoh, kemungkinan risiko dan peluang) yang dapat mempengaruhi pencapaian suatu tujuan, apakah akan berdampak positif atau negatif. Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa risk assessment adalah proses sistematis untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi besarnya kemungkinan risiko terjadi dan dampak yang ditimbulkan oleh risiko tersebut.
2.17.4 Analisis dan Penilaian Risiko Analisis dan penilaian risiko menurut Marchewka (2013: 251), menyediakan pendekatan sistematis untuk mengevaluasi risiko-risiko yang telah diidentifikasi oleh stakeholders. Tujuan dari analisis risiko adalah untuk menentukan kemungkinan dan dampak dari tiap risiko di dalam suatu proyek. Penilaian risiko fokus pada memprioritaskan berbagai risiko, sehingga sebuah strategi risiko yang efektif dapat diformulasikan. Untuk menganalisis dan menilai risiko proyek, terdapat dua pendekatan dasar yang dapat digunakan, yaitu : 1. Pendekatan Kualitatif (Qualitative Approach) Analisis risiko kualitatif menurut Marchewka (2013: 252) adalah suatu
pendekatan
yang
berfokus
pada
analisis
subjektif
berdasarkan pengalaman atau penilaian stakeholder proyek terhadap risiko dari proyek yang mungkin ditimbulkan. Menurut Schwalbe (2010: 438), analisis risiko kualitatif adalah suatu kegiatan yang melibatkan penilaian ukuran maupun prioritas dari kemungkinan dan dampak risiko yang telah teridentifikasi.
31 Menurut Steve Elky (2006: 4), dalam jurnalnya yang berjudul “An Introduction to Information System Risk Management” dikatakan bahwa qualitative risk assessment berasumsi pada tingginya tingkat ketidakpastian dari kemungkinan dan dampak risiko yang mungkin ditimbulkan. Penilaian pada risk analysis pada umumnya digolongkan ke dalam High, Medium, dan Low. Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa qualitative risk analysis adalah kegiatan yang berfokus pada penilaian ukuran maupun prioritas dari kemungkinan dan dampak risiko yang telah teridentifikasi ke dalam tiga golongan, yaitu High, Medium, dan Low. 2. Pendekatan Kuantitaif (Quantitative Approach) Pendekatan kuantitatif pada proyek analisis risiko mencakup teknik
perhitungan
matematik
atau
statistik,
sehingga
memungkinkan untuk memodelkan situasi risiko tertentu.
2.17.5 Probability / Impact Matrix Probability / Impact Matrix menghasilkan kemungkinan dari risiko (probability) yang terjadi pada satu sisi matriks atau sumbu pada grafik dan kemungkinan dampak (impact) yang terjadi pada pada sisi matriks lainnya. Tim proyek akan mendapatkan keuntungan dari teknik ini karena membantu mereka mengidentifikasi apa yang perlu diperhatikan dari proyek tersebut. Untuk menggunakan pendekatan ini, stakeholder proyek mendaftarkan risiko yang mungkin terjadi. Kemudian, setiap risiko yang ada diberikan label yang mewakili tingkatan dampak risiko dan probabilitas kejadiannya berupa high, medium, atau low. Manajer proyek kemudian merangkum hasil yang didapat dalam probability / impact matrix. (Schwalbe, 2010:438)
32
Gambar 2.7 : Probability / Impact Matrix Sumber : Schwalbe (2010: 439)
Pada matriks tersebut terdapat sumbu probability dan sumbu impact. Sumbu probability mewakili kemungkinan suatu risiko dapat terjadi pada suatu proyek. Sedangkan, sumbu impact mewakili ukuran dari dampak risiko yang terjadi dan dapat berupa biaya maupun faktor kritis lainnya. Berikut ini adalah penjelasan tingkat probability dan impact pada Probability / Impact Matrix : 1. Penilaian
kemungkinan
terjadinya
risiko
(probability)
menggunakan risk probability rank : a. High Kemungkinan munculnya risiko sangat tinggi atau dapat terus menerus terjadi jika fungsi tidak digunakan. b. Medium Kemungkinan munculnya risiko cukup tinggi atau cukup sering terjadi jika fungsi tidak digunakan. c. Low Kemungkinan munculnya risiko rendah atau jarang terjadi jika fungsi tidak digunakan. 2. Penilaian dampak (impact) yang dapat terjadi dikarenakan risiko menggunakan risk impact rank :
33 a. High Dampak yang timbul dari risiko sangat mempengaruhi dan dapat menghambat aktivitas operasional dan proses bisnis perusahaan. b. Medium Dampak yang timbul dari risiko dapat mempengaruhi perusahaan, tetapi tidak sampai menghambat aktivitas operasional dan proses bisnis perusahaan. c. Low Dampak yang timbul dari risiko sangat kecil dan tidak menghambat
aktivitas
operasional
perusahaan.
2.18
MOBIZ ERP System
Gambar 2.8 : MOBIZ ERP System
dan
proses
bisnis
34 MOBIZ ERP System merupakan sistem distribusi dan finansial terpadu
yang
mendukung
kegiatan
bisnis
perusahaan
dengan
mengintegrasikan berbagai bagian fungsional perusahaan. MOBIZ ERP System dibangun dengan basis teknologi .NET Framework dan menggunakan SQL Server sebagai DBMS dalam manajemen datanya. Terdapat sembilan modul utama pada MOBIZ ERP System. Kesembilan modul tersebut saling terhubung dan terintegrasi dalam operasionalnya. Setiap modul pada MOBIZ ERP System memiliki hubungan dengan dan bergantung pada modul lain untuk dapat menjalankan fungsinya dengan efektif. Hilangnya hubungan antara modul dan dukungan modul lain dalam MOBIZ ERP System akan berdampak pada kemampuan sistem dalam mendukung kegiatan bisnis perusahaan. Di bawah ini akan dijelaskan mengenai modul-modul yang terdapat pada MOBIZ ERP System dan versi MOBIZ ERP System yang telah dikembangkan.
2.18.1 Modul-Modul yang Terdapat pada MOBIZ ERP System Berikut penjelasan modul-modul yang terdapat pada MOBIZ ERP System: a. Modul General
35
Gambar 2.9 : Modul General MOBIZ ERP System (1)
Gambar 2.10 : Modul General MOBIZ ERP System (2)
Modul general merupakan modul yang bertanggung jawab dalam melakukan pengaturan data master umum. Data yang tersimpan sebagai data master akan berperan sebagai data pendukung bagi modul-modul dalam MOBIZ ERP System. Dalam modul general, pengguna
dapat
melakukan
penambahan,
perubahan,
dan
36 penghapusan setiap data master. Modul general dibagi menjadi tiga bagian, yaitu : 1. Business Partner Business partner merupakan bagian yang digunakan dalam melakukan pengaturan data-data rekanan bisnis. Pada bagian ini, pengguna dapat melakukan penambahan, perubahan, dan penghapusan
data
master
untuk
Customer
Category,
Customers, Suppliers, Workers, dan Projects. 2. Shared Shared merupakan bagian dimana pengaturan terhadap datadata digunakan secara cross-module pada MOBIZ ERP System. Pada bagian shared, pengguna dapat melakukan penambahan, perubahan, dan penghapusan data master untuk Currencies, Fiscal Periods, Smart View, dan Custom Labels. 3. Supporting Lists Supporting
lists bertanggung
jawab
dalam
melakukan
pengaturan terhadap data pendukung operasional perusahaan. Pada
supporting
lists,
pengguna
dapat
melakukan
penambahan, perubahan, dan penghapusan data master untuk Vehicle Type, Vehicles, Driver, Taxes, Payment Terms, dan Shipment Methods.
37 b. Modul Inventory
Gambar 2.11 : Modul Inventory MOBIZ ERP System (1)
Gambar 2.12 : Modul Inventory MOBIZ ERP System (2)
38 Modul inventory merupakan modul yang diperuntukkan bagi pengguna dalam melakukan pengaturan data master persediaan. Selain data master persediaan, modul inventory juga mengatur transaksi yang berhubungan dengan persediaan barang pada perusahaan. Modul inventory dibagi menjadi lima bagian, yaitu : 1. Inventory Lists Inventory lists pada modul inventory merupakan bagian yang berfungsi untuk mengatur data-data barang. Pada bagian ini, pengguna dapat melakukan penambahan, perubahan, dan penghapusan data yang memiliki keterkaitan dengan item, item template, price formula, preparation list, price setting, price review, dan price list. 2. Supporting Inventory Lists Supporting inventory lists pada modul inventory merupakan bagian dari modul inventory yang berfungsi untuk melakukan pengaturan data-data pendukung bagi bagian Inventory Lists. Pada bagian ini, pengguna dapat melakukan penambahan, perubahan, dan penghapusan data pendukung persediaan yang terkait dengan Unit Measurement Category, Location, Item Category, dan Item Group. 3. Transactions Transactions pada modul inventory merupakan bagian yang berfungsi untuk melakukan pengaturan data-data transaksi yang melibatkan persediaan barang pada perusahaan. Pada bagian
ini,
pengguna
dapat
melakukan
penambahan,
perubahan, dan penghapusan data pendukung persediaan yang terkait dengan inventory transfer, inventory adjustment, stock opname / multiple adjustment, assembly planning, assembly, inventory deposit, dan inventory return. 4. Analysis Analysis pada modul inventory merupakan bagian yang berfungsi untuk menampilkan hasil analisis terhadap transaksi persediaan
barang.
Pada
bagian
ini,
pengguna
menampilkan batch analysis dan inventory analysis.
dapat
39 5. Report Report pada modul inventory merupakan bagian yang berfungsi untuk menampilkan laporan yang berhubungan dengan
inventory.
Pada
bagian
ini,
pengguna
dapat
menampilkan laporan inventory berupa Item Quantity, Location Quantity, Item Less than Reorder Point, Item Card, dan Aging Inventory.
c. Modul Sales / AR
Gambar 2.13 : Modul Sales / AR MOBIZ ERP System (1)
40
Gambar 2.14 : Modul Sales / AR MOBIZ ERP System (2)
Modul Sales / AR merupakan modul yang diperuntukkan bagi pengguna dalam melakukan transaksi penjualan. Selain transaksi penjualan, modul Sales / AR juga dapat digunakan dalam mengatur piutang dari transaksi penjualan yang dilakukan. Modul Sales / AR terbagi menjadi empat bagian, yaitu : 1. Lists Lists pada modul Sales / AR merupakan bagian yang berfungsi untuk
melakukan
pengaturan
terhadap
data-data
yang
berhubungan dengan transaksi penjualan. Pada bagian ini, pengguna dapat melakukan penambahan, perubahan, dan penghapusan data yang terkait dengan transaksi penjualan yang dilakukan dan daftar promo. 2. Transactions Transactions pada modul Sales / AR merupakan bagian yang berfungsi
untuk
memproses
transaksi
penjualan
yang
dilakukan perusahaan. Pada bagian ini, pengguna dapat memproses transaksi penjualan dengan menggunakan pilihan yang mencakup Sales Quotation, Sales Order, Delivery Order, Direct Invoice, Delivery Planning, Sales Return, Sales Invoice, Credit Memo, dan Project Invoice.
41 3. Analysis Analysis pada modul Sales / AR merupakan bagian yang berfungsi untuk menampilkan analisis mengenai penjualan yang dilakukan oleh perusahaan berdasarkan pada periode waktu yang ditentukan. Analisis yang ditampilkan berupa Sales Analysis / AR Analysis. 4. Report Report pada modul Sales / AR merupakan bagian yang berfungsi untuk menampilkan laporan mengenai penjualan dan piutang yang dimiliki oleh perusahaan. Laporan yang dihasilkan berupa AR, AR Aging, dan AR Netto.
d. Modul Purchasing / AP
Gambar 2.15 : Modul Purchasing / AP MOBIZ ERP System (1)
42
Gambar 2.16 : Modul Purchasing / AP MOBIZ ERP System (2)
Modul Purchasing / AP merupakan modul yang diperuntukkan bagi pengguna dalam melakukan transaksi pembelian. Selain mengatur transaksi pembelian, modul Purchasing / AP juga dapat digunakan untuk mengatur hutang dari transaksi pembelian yang dilakukan. Modul Purchasing / AP dibagi menjadi tiga bagian, yaitu : 1. Transactions Transactions pada modul Purchasing / AP merupakan bagian yang berfungsi untuk memproses transaksi pembelian yang dilakukan oleh perusahaan. Pada bagian ini, pengguna dapat memproses
transaksi
pembelian
melalui
pilihan
yang
mencakup Purchase Request, Purchase Order, Purchase Receiving, Purchase Return, Purchase Invoice, Debit Memo, dan Account Payable Invoice. 2. Analysis Analysis pada modul Purchasing / AP merupakan bagian yang berfungsi untuk menampilkan analisis mengenai hutang yang dimiliki oleh perusahaan secara periodik (AP Analysis). 3. Report Report pada modul Purchasing / AP merupakan bagian yang berfungsi untuk menampilkan laporan pembelian dan hutang
43 yang dimiliki oleh perusahaan. Laporan yang dihasilkan berupa Project Purchasing Analysis, AP, AP Aging, dan AP Netto.
e. Modul Expedition
Gambar 2.17 : Modul Expedition MOBIZ ERP System (1)
44
Gambar 2.18 : Modul Expedition MOBIZ ERP System (2)
Modul Expedition merupakan modul yang diperuntukkan bagi perusahaan yang bergerak pada bidang jasa pengiriman atau ekspedisi. Pada modul ini, pengguna dapat mengatur data master dan transaksi yang berkaitan dengan proses pengiriman. Modul Expedition dibagi menjadi tiga bagian, yaitu : 1. Lists Lists pada modul Expedition merupakan bagian yang berfungsi untuk melakukan pengaturan terhadap data yang digunakan dalam proses ekspedisi atau pengiriman. Pada bagian ini, pengguna dapat melakukan penambahan, perubahan, dan penghapusan data City, Expedition Item, Credit Memo, dan Debit Memo. 2. Transactions Transactions pada modul Expedition merupakan bagian yang berfungsi untuk melakukan transaksi yang berkaitan dengan proses ekspedisi atau pengiriman. Pada bagian ini, pengguna dapat melakukan transaksi pengiriman melalui Expedition Order, Expedition Delivery, Expedition Invoice, Claim, dan Asset Maintenance. 3. Report
45 Report pada modul Expedition merupakan bagian yang berfungsi untuk menampilkan laporan yang berkaitan dengan proses ekspedisi atau pengiriman. Pada bagian ini, pengguna dapat menampilkan laporan Sales Per Vehicle, Sales Per Driver, Sales Per Vendor, Commision, Asset Maintenance List, dan Asset Maintenance Per Vehicle.
f. Modul Fixed Asset
Gambar 2.19 : Modul Fixed Asset MOBIZ ERP System (1)
Gambar 2.20 : Modul Fixed Asset MOBIZ ERP System (2)
46 Modul Fixed Asset merupakan modul yang diperuntukkan bagi pengguna dalam melakukan pengaturan terhadap data master asset dan transaksi yang berhubungan dengan asset perusahaan. Modul Fixed Asset dibagi menjadi dua bagian yaitu : 1. Lists Lists pada modul Fixed Asset merupakan bagian yang berfungsi untuk melakukan pengaturan terhadap data asset perusahaan. Pada bagian ini, pengguna dapat melakukan penambahan,
perubahan,
dan
penghapusan
data
asset
perusahaan melalui Asset Types dan Fixed Asset. 2. Transactions Transactions pada modul Fixed Asset merupakan bagian yang berfungsi untuk melakukan transaksi yang berkaitan dengan asset perusahaan. Pada bagian ini, pengguna dapat melakukan transaksi melalui Asset Maintenance.
g. Modul Cash Bank
Gambar 2.21 : Modul Cash Bank MOBIZ ERP System (1)
47
Gambar 2.22 : Modul Cash Bank MOBIZ ERP System (2)
Modul Cash Bank merupakan modul yang diperuntukkan bagi pengguna dalam mengatur dan melakukan transaksi yang berkaitan dengan pembayaran dan penerimaan uang secara kas maupun bank. Modul Cash Bank dibagi menjadi empat bagian, yaitu : 1. Lists Lists pada modul Cash Bank merupakan bagian yang berfungsi untuk melakukan pengaturan terhadap data rekening perusahaan. Pada bagian ini, pengguna dapat melakukan penambahan, perubahan, dan penghapusan data rekening perusahaan melalui Bank Account. 2. Transactions Transactions pada modul Cash Bank merupakan bagian yang berfungsi untuk melakukan transaksi pembayaran dan penerimaan uang. Pada bagian ini, pengguna dapat melakukan transaksi melalui Cash Bank General, Cash Bank Down Payment, Cash Bank Invoice, Fund Mutation, Multiple Cash Bank, dan Bank Reconciliation. 3. Analysis Analysis pada modul Cash Bank merupakan bagian yang berfungsi untuk menampilkan analisis pembayaran dan
48 penerimaan pembayaran oleh perusahaan secara periodik. Pada bagian ini, pengguna menampilkan analisis melalui Cash Bank Analysis. 4. Report Report pada modul Cash Bank merupakan bagian yang berfungsi untuk menampilkan laporan yang berkaitan dengan kegiatan pembayaran dan penerimaan pembayaran. Pada bagian ini, pengguna dapat menampilkan laporan Non Clearing Bank Received, Non Clearing Bank Payment, dan Cash Bank Mutation.
h. Modul Accounting
Gambar 2.23 : Modul Accounting MOBIZ ERP System (1)
49
Gambar 2.24 : Modul Accounting MOBIZ ERP System (2)
Modul Accounting merupakan modul yang diperuntukkan bagi pengguna dalam mengatur data master dan transaksi yang berhubungan
dengan
akuntansi
pada
perusahaan.
Modul
Accounting dibagi menjadi tiga bagian, yaitu : 1. Lists Lists pada modul Accounting merupakan bagian yang berfungsi untuk melakukan pengaturan terhadap data yang berhubungan dengan akuntasi perusahaan. Pada bagian ini, pengguna dapat melakukan penambahan, perubahan, dan penghapusan terhadap data melalui Chart of Account, Journal Type, dan Department. 2. General Journal General Journal pada modul Accounting merupakan bagian yang berfungsi untuk mengatur dan menampilkan data yang terkait dengan jurnal umum perusahaan. Data-data tersebut diatur dan ditampilkan melalui General Journal, Period Closing, dan Year End Closing. 3. Report Report pada modul Accounting merupakan bagian yang berfungsi untuk menampilkan laporan akuntansi perusahaan berdasar pada periode yang ditentukan. Laporan akuntansi yang dapat ditampilkan berupa Journal List, Trial Balance, Profit / Loss, dan Balance Sheet.
50 i. Modul Salesman
Gambar 2.25 : Modul Salesman MOBIZ ERP System (1)
Gambar 2.26 : Modul Salesman MOBIZ ERP System (2)
Modul Salesman merupakan modul yang diperuntukkan bagi pengguna dalam mengatur data master salesman. Selain itu, modul Salesman juga dapat digunakan untuk mengatur transaksi yang berhubungan dengan penjualan oleh salesman perusahaan. Modul Salesman dibagi menjadi dua bagian, yaitu : 1. Lists
51 Lists pada modul Salesman merupakan bagian yang berfungsi untuk melakukan pengaturan terhadap data dari tiap salesman. Pada bagian ini, pengguna dapat melakukan penambahan, perubahan, dan penghapusan data salesman melalui Customer Problem Area, Salesman, Salesman Group, Salesman Type, dan Commision. 2. Transactions Transactions pada modul Salesman merupakan bagian yang berfungsi untuk mengatur transaksi kunjungan yang dilakukan oleh salesman. Pada bagian ini, pengguna dapat mengatur transaksi kunjungan salesman melalui Visit Plan dan Visit Order.
2.18.2 Versi Produk MOBIZ ERP System yang Telah Dikembangkan Seiring dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan perusahaan yang terus meningkat, PT. M-One terus melakukan pengembangan pada produk MOBIZ ERP System. Pengembangan ini dibuktikan dengan versi produk MOBIZ ERP System yang telah mencapai versi ke-35. Berikut ini perbedaan antar versi produk MOBIZ ERP System dimulai dari versi 32, yaitu : •
Versi 32 Pada versi 32, terdapat perubahan fitur pada produk, dimana pada versi 31, jumlah barang pada Purchase Order harus sama dengan jumlah barang pada Purchase Receiving, tetapi pada versi 32, jumlah barang pada Purchase Order boleh berbeda dengan jumlah barang pada Purchase Receiving selama masih dalam batas toleransi yang telah diatur sebelumnya di System Parameter.
•
Versi 33 Pada versi 33, terjadi perubahan pada cara install dan update produk, dimana tidak perlu menggunakan script lagi untuk menginstall atau meng-update produk.
•
Versi 34
52 Pada versi 34, terdapat tambahan modul Consolidate Sales Invoice yang digunakan untuk menggabungkan sales invoice-sales invoice ke dalam satu buah kwitansi yang kemudian digunakan untuk penagihan. Modul ini dapat digunakan oleh perusahaan yang melakukan penjualan secara konsinyasi. •
Versi 35 Pada versi 35, terdapat penambahan fitur handle batch yaitu fitur untuk melihat tanggal kedatangan atau tanggal expired barang. Jika terdapat barang yang sudah mendekati expired, maka akan ditampilkan serial number dari barang-barang tersebut.
2.18.3 Hubungan Antara Modul Purchasing / AP dengan Modul Lainnya Modul Puchasing / AP memiliki hubungan atau keterkaitan dengan modul lainnya, yaitu : a. Modul General Setiap transaksi pada modul Purchasing / AP menggunakan master data yang disimpan dan diatur pada modul General. Master data yang digunakan dalam transaksi pada modul Purchasing / AP yaitu Suppliers, Workers, Currencies, Custom Field Labels, Taxes, dan Payment Terms. b. Modul Accounting Transaksi
pembelian
akan
menimbulkan
jurnal
yang
mengakibatkan angka pada akun-akun jurnal berubah. Akun-akun tersebut adalah akun persediaan, akun pajak, dan akun hutang. c. Modul Cash Bank Transaksi pembelian akan menimbulkan invoice (tagihan), invoice tersebut akan dibayarkan melalui modul cash bank dan apabila pembelian yang dilakukan menimbulkan hutang, maka hutang tersebut dapat dilunasi menggunakan modul cash bank. d. Modul Inventory Transaksi pembelian akan menyebabkan stok barang perusahaan bertambah. Stok barang yang bertambah akan masuk ke dalam
53 stok barang bertipe resell, namun tidak akan masuk ke dalam barang bertipe Work In Process, assembly atau service. e. Modul Sales / AR Penyediaan dan pengadaan barang yang akan dijual dapat dipesan secara langsung kepada supplier dengan membuat Purchase Order melalui modul Purchasing / AP.
2.18.4 Hubungan Antara Modul Inventory dengan Modul Lainnya Modul Inventory memiliki hubungan atau keterkaitan dengan modul lainnya, yaitu : a. Modul Accounting Transaksi yang terjadi di inventory akan berpengaruh pada akunakun jurnal pada modul Accounting. Seperti apabila terdapat transaksi assembly, maka akan berpengaruh pada akun jurnal persediaan stok (stok barang bertambah). Apabila terdapat transaksi stock opname / multiple adjustment, maka juga akan berpengaruh pada akun jurnal persediaan stok (stok barang bertambah atau berkurang). b. Modul Purchasing / AP Stok persediaan barang akan bertambah apabila terjadi transaksi pembelian yang berkaitan dengan barang bertipe resell. c. Modul Sales / AR Stok persediaan barang akan berkurang apabila terjadi transaksi penjualan. Persediaan barang yang berkurang berkaitan dengan semua tipe barang, yaitu resell, assembly, service, dan Work In Process.
54