IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Karakteristik Tanaman Padi Tanaman padi memiliki karakteristik yang berbeda-beda sesuai dengan varietas padi. Karakteristik yang dimiliki menjadi suatu kelebihan atau kekurangan dari masing-masing varietas. Jumlah butir gabah per malai dan berat seribu butir GKP (Gabah Kering Panen) merupakan karakteristik dari tanaman padi. Semakin banyak jumlah butir gabah per malai, maka semakin baik karakteristik yang dimiliki varietas padi tersebut. Begitu pula dengan berat seribu butir GKP, dengan semakin berat, semakin baik pula karakteristik varietas padinya. Hasil pengamatan jumlah butir gabah per malai pada beberapa varietas padi dapat dilihat pada Gambar 14, sedangkan data lengkapnya pada Lampiran 2. 350
269‐336
Jumlah Butir per Malai
300 250 200
154‐161 109‐151
150 100 50 0 Ciherang
Cibogo
Hibrida SL 8 SHS
Varietas Padi
Gambar 14. Grafik Jumlah Butir per Malai pada Beberapa Varietas Padi Berdasarkan grafik di atas, varietas padi yang memiliki jumlah butir gabah per malai paling banyak adalah varietas Hibrida yang berkisar antara 269-336 butir. Sedangkan varietas Cibogo memiliki jumlah paling sedikit dari kedua varietas lainnya, yaitu berkisar antara 109-151 butir gabah per malai. Berbeda dengan perbandingan jumlah butir gabah per malai, varietas Hibrida memiliki berat seribu butir GKP yang paling rendah dibandingkan dengan dua varietas lain yaitu dengan rata-rata 28.63 g. Varietas Cibogo memiliki berat seribu
29
butir GKP rata-rata paling tinggi yaitu 30.43 g. Dengan demikian, bahwa varietas Hibrida memiliki jumlah butir gabah per malai paling banyak, namun memiliki berat seribu butir paling rendah dibandingkan dengan varietas Ciherang dan Cibogo. Hal ini menunjukkan bahwa varietas padi Ciherang, Cibogo, dan Hibrida masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan pada karakteristik fisik tanaman. Perbandingan berat seribu butir GKP ketiga varietas dapat dilihat pada
Berat Seribu Butir (gr)
Gambar 15 atau untuk lebih jelasnya pada Lampiran 3. 31.5 31.0 30.5 30.0 29.5 29.0 28.5 28.0 27.5 27.0 26.5
30.43 29.67 28.63
Ciherang
Cibogo
Hibrida SL 8 SHS
Varietas Padi
Gambar 15. Grafik Berat Seribu Butir Gabah Beberapa Varietas Padi Karakteristik fisik tanaman padi tiap varietas mempengaruhi rendemen gabah yang dihasilkan. Perbedaan karakteristik fisik varietas padi dipengaruhi oleh faktor genetis atau asal persilangan varietas padi. Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian, Karawang (2007) menunjukkan bahwa berat seribu butir GKP adalah 22 g. Sementara itu, hasil pengamatan berat seribu butir GKP ratarata dengan mengabaikan perbedaan varietas yaitu sebesar 29.6 g. Dengan demikian, terjadi kenaikan berat seribu butir GKP sebesar 35 %. Hal ini dapat meningkatkan rendemen gabah yang diperoleh para petani. Kenaikan berat seribu butir GKP kemungkinan terjadi karena beberapa faktor yaitu pemilihan bibit padi unggul, pengolahan tanah yang baik, penggunaan pupuk yang tepat, serta penyemprotan hama dan penyakit tanaman secara intensif.
30
B. Spesiffikasi Alat dan d Mesin Perontok A Alat/mesin perontok di berbagaai daerah memiliki sspesifikasi yang berbeda-beda. Perbedaan spesifikasi diseb babkan adaanya modiffikasi alat/m mesin perontok oleh o para petani. p Moddifikasi yang dilakukann memiliki beberapa tujuan yaitu unttuk mempeermudah penggunaan alat/mesinn perontokk, menyesu uaikan alat/mesinn perontok dengan kebbutuhan, menambah m e efisiensi waaktu peronttokan, menguranngi susut perontokan p yang terjad di saat perrontokan, sserta menambah rendemen gabah yang diperolehh para petan ni. Spesifikaasi alat dann mesin pero ontok matan di bawah ini terdapaat di Gapoktan Mekarr Tani Dessa Kutagandok, Kecam Kutawaluyya, Kabupatten Karawaang. 1. Alat “G Gebot”
Gam mbar 16. Alaat “Gebot” A “gebot” merupakaan alat pero Alat ontok manuaal dengan ccara membaanting segenggam m padi denggan frekuennsi 6-12 kalii. Alat “gebbot” dibuat sendiri oleh h para petani sesuai dengan kebutuhann (Gambar 16). 1 Namunn, di daerahh ini alat “g gebot” sudah jaraang digunakkan oleh paara petani. Bagian kom mponen alaat “gebot” terdiri t dari: a. Rak peerontok yanng terbuat dari d kayu dengan 4 kakii berdiri di atas tanah, dapat dipinddah-pindahkkan. b. Meja rak r perontokk terbuat daari belahan kayu melinntang dengann jarak reng ggang 6 cm. Meja M ini meemiliki ukuran 60 cm x 40 cm. c. Tinggii alat 35 cm m dan jarakk antar kakii 70 cm. Sppesifikasi allat “gebot” lebih lengkaapnya dapatt dilihat padda Lampiran n 4a.
31
2. Pedal Thresher
Gambbar 17. Ped dal Thresherr G Gapoktan M Mekar Tanni memilikii beberapa unit pedaal thresherr dari Departemeen Pertaniaan Karawanng (Gambarr 17). Pedaal thresher merupakan n alat perontok semi-mekan s nis, digerakkkan oleh ten naga manussia. Bagian kkomponen pedal p thresher teerdiri dari: a. Keranggka utama terbuat darri besi siku dan plat seeng sebagaii dinding deengan ukurann keseluruhaan unit 90 cm c x 50 cm x 110 cm. b. Silindeer perontokk terbuat darri lempengaan besi berjajar berkeliiling membentuk silindeer dengan diameter 28 2 cm dan lebar 45 cm. Pada lempengan n besi tersebuut ditancappkan gigi perontok yang terbuat dari kawatt besi berbentuk huruf V terbalikk. Tinggi gigi g peronto ok ± 50 mm m dengan lebar kakii-kaki g 50 mm m. Besi striip pada sillinder sebesaar 25 mm dengan jarrak antar gigi peronttok berjumllah 8 buah,, dimana paada masingg-masing beesi strip terrdapat gigi peerontok berjjumlah 6 – 7 buah (Gam mbar 18a).
(a)
(b)
Gambbar 18. (a) Gigi G Perontook Pedal Th hresher dann (b) Pedal aatau Injakan n
32
c. Unit transmisi t teenaga mengggunakan rantai r sepedda dan karret yang prrinsip kerjannya sama sepperti prinsipp kerja messin jahit. Lebar injakann 11 cm (Gaambar 18b). p 500 cm x 15 cm c dengan pintu p pemassukan 50 cm m x 30 cm. Pintu d. Meja perontok pengelluaran 50 cm m x 45 cm. e. Bobot pedal 21 kg dan operator 2 orrang. Spesifikasi pedaal thresher lebih n 4b. lengkaapnya dapatt dilihat padda Lampiran 3. Powerr Thresher M Mesin peronntok yang dimiliki d Gap poktan Mekkar Tani meerupakan bantuan dari Depaartemen Perrtanian Karawang dan sebagian komponenn k nya dimodiffikasi. Bahkan, Gapoktan G inni telah mem mbuat poweer thresher sendiri di bbengkel terrdekat (Gambar 19). 1 Power thresher yaang digunak kan memilikki sistem peemasukan th hrowin. Di daaerah ini haampir semuua petani menggunaka m an power tthresher deengan menyewa di Gapoktaan seharga Rp. 150 00 00/ton GKP P. Bagian kkomponen power p thresher teerdiri dari: a. Keranggka utama terbuat t dari besi siku dan d plat lembbaran baja ttebal 2 mm.. b. Meja pengumpan p n 80 cm x 50 cm, pin ntu pemasukkan 20 cm x 20 cm, pintu pengelluaran jeraami 20 cm m x 28 cm, dan pintu penngeluaran gabah g 45 cm x 15 cm.
Gambbar 19. Pow wer Thresherr c. Silindeer perontokk terbuat daari besi strip p dengan diameter d berrjajar berkeeliling membentuk silindder dengan diameter 30 cm dan leebar 80 cm. Di sisi kirri dan
33
kanan diberi penuutup dengaan lembaran n berbentukk setengah llingkaran seetebal 2 mm.. Pada besi strip yang melintang tersebut terrpasang giggi perontok yang terbuaat dari baut nomor 16 berdiameteer 10 mm, dan panjanng 50 mm yang diperkkuat dengann mur. Jum mlah gigi perontok 56 buah. Diameter poros p peronttok 25 mm,, pada keduua ujung po oros diberi bantalan baall bearing yang posisinnya diduduukan pada kerangka utama. Perawatan P ppower thrresher dilakuukan tiap dua d kali setahun s den ngan melaakukan perrgantian sillinder peronttok. Silinderr perontok dapat d dilihaat pada Gam mbar 20a.
( (a)
(b)
Gambaar 20. (a) Sillinder Peronntok Power Thresher dan d (b) Jarinngan Peronttok d. Dalam m ruang silinnder terdappat jaringan perontok, plat pendorrong jeramii, dan sirip yang y berfunngsi membaawa jerami ke pintu pengeluaran.. Sirip pem mbawa terletaak di bagiaan atas silinnder peron ntok yang menempel m pada tutup p atas peronttok. Sirip inni mengarahh ke pintu pengeluaran p n jerami di bagian belaakang mesin perontok yang y terbuatt dari plat lembaran l deengan tebal 2 mm. Jaringan u peronttok terletakk di bagiann bawah sillinder peronntok yang berfungsi untuk memissahkan jeraami dengann gabah (Gaambar 20b)). Jaringan ini terbuatt dari kawat baja berdiaameter 6 mm m bersusun menjajar dan d membenntuk lengku ungan, a kawatt baja adalah 20 mm dan jarak antara ujunng gigi pero ontok jarak antar dengann kawat baaja yaitu 60 6 mm. Pllat pendoroong jerami terpasang pada silindeer perontok yang tidakk terpasang gigi peronttok. Bagiann ini terbuaat dari besi pllat setebal
3 mm denngan dimenssi 16 cm x 9 cm.
e. Kipas angin terbuuat dari plasstik dengan jumlah j proppeler 7 buahh. uli dan V-beelt dari mottor penggerrak ke f. Unit trransmisi tennaga, mengggunakan pu silindeer perontok dan kipas angin. Keceepatan putaaran silinderr perontok untuk u meronntokan padi adalah 600 rpm.
34
g. Mengggunakan mootor bensin dengan kon nsumsi bahaan bakar 2,55 liter/ton gabah. g Spesiffikasi powerr thresher lebih l lengkaapnya dapatt dilihat padda Lampiran n 4c. M Modifikasi yang dilaakukan Gaapoktan paada powerr thresher dari pemerintaah yaitu: a. Silindeer perontokk lebih panjaang. b. Diameeter jaringann perontok lebih besaar sehingga gabah yanng telah tero ontok akan cepat c turun. c. Bentukk lebih keciil karena ukkuran tubuh lebih kecil.. d. Bobot lebih berat karena bahhan yang dig gunakan lebbih tebal.
C. Analissis Susut Peerontokan P Perontokan yang dilakuukan pada saat penghiitungan susuut sesuai deengan kebiasaan petani di Desa Kutaagandok daalam meronntokkan gaabahnya. Ju umlah pukulan yang y disarannkan oleh Departemen D Pertanian adalah a sebaanyak 10-12 2 kali. Namun, pada saat pengambilan data susut perontokan p menggunakkan alat “geebot”, tanaman padi p dipukuulkan pada meja pero ontok sebannyak 6-10 kkali yang sesuai s dengan keebiasaan pettani di daerrah tersebutt. Sementaraa itu, Gapokktan Mekarr Tani tidak pernnah mengguunakan pedaal thresher, sehingga pada p saat peengambilan data, petani kurrang mahir dalam meenggunakann nya. Powerr thresher biasa digun nakan dengan keecepatan 600 rpm dan memerlukan m n bensin sebbagai bahann bakar sebaanyak 2.5 liter/toon GKP. Prooses perontookan biasa dilakukan d sehari setelaah pemanenaan.
Gam mbar 21. Prroses Penem mpatan Alas Petani di Atas A Alas Peengamatan
35
Alas petani yang biasa digunakan di Gapoktan Mekar Tani berukuran 3 m x 3 m dan terbuat dari karung-karung plastik bekas yang disambungkan dengan cara dijahit. Alas pengamatan berupa terpal berukuran 8 m x 8 m yang merupakan bantuan dari pemerintah. Alas pengamatan diletakkan di bawah alas petani yang biasa digunakan, dapat dilihat pada Gambar 21. Cara perontokan berpengaruh pada susut perontokan, baik perontokan secara manual maupun menggunakan engine. Cara manual yaitu menggunakan alat “gebot” dan pedal thresher. Sedangkan yang menggunakan engine adalah power thresher. Selain dipengaruhi oleh alat/mesin perontok yang digunakan, susut perontokan dipengaruhi juga oleh varietas padi. Tabel 7. Pengaruh Alat/Mesin Perontok terhadap Susut Perontokan pada Beberapa Varietas Padi Alat/Mesin Perontok
Susut Perontokan (%) Ciherang
Cibogo
Hibrida SL 8 SHS
Alat “Gebot”
3.31±0.02 e
4.35±0.12 a
3.98±0.11 c
Pedal Thresher
3.28±0.03 e
4.18±0.09 b
3.86±0.06 d
Power Thresher
0.49±0.01 h
0.64±0.02 g
1.21±0.01 f
- Huruf yang sama menunjukkan bahwa perlakuan tidak berbeda nyata pada taraf 0.05
Hasil perhitungan persentase rata-rata susut perontokan dapat dilihat pada Tabel 7 dan untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5. Berdasarkan tabel ANOVA (analysis of varian) di Lampiran 6 menunjukkan bahwa alat/mesin perontok berpengaruh sangat nyata terhadap susut perontokan (p<0.01). Varietas padi juga berpengaruh sangat nyata terhadap susut perontokan. Pengaruh alat/mesin perontok terhadap susut perontokan pada beberapa varietas padi dapat dilihat pada Gambar 22. Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa ketiga alat/mesin perontok memiliki perbedaan nilai susut perontokan secara nyata pada setiap varietas padi. Namun, untuk varietas Ciherang, penggunaan alat “gebot” tidak berbeda nyata dengan pedal thresher. Penggunaan power thresher pada varietas Ciherang secara nyata memiliki nilai susut perontokan paling rendah (0.49±0.01 %) dibandingkan dengan menggunakan alat “gebot” (3.31±0.02 %) dan pedal thresher
36
(3.28±0.033 %). Begiitu pula deengan varieetas Cibogoo dan Hibriida, penggu unaan power threesher mamppu menekann susut pero ontokan. B Berbeda deengan Listyyawati (2007), susut perontokann pada vaarietas Ciherang sebesar 4.660±0.25 %. Sementara itu, Ditjenn P2HP (2008) bekerjaasama dengan Puusat Data dan d Informaasi Pertaniaan, Setjen Departemen D n Pertanian n, dan Badan Puusat Statistik (BPS) menunjukkan m n hasil survvei tahun 11995/1996 susut perontokaan sebesar 4.78 4 % dann tahun 200 07 sebesar 0.98 0 %. Addanya perbeedaan persentasee susut peerontokan kemungkina k an terjadi karena addanya perb baikan alat/mesinn perontok yang y digunaakan saat peengukuran, perbedaan cara peronttokan, dan perbeddaan alas peetani yang digunakan d pada p proses perontokann. D Dalam perontokan mennggunakan power p thressher, varietaas padi Ciherang memiliki susut peronntokan paliing rendah (0.49±0.011 %) dibanndingkan deengan varietas padi p Hibridda (1.21±0.001 %) dan n Cibogo (00.64±0.02 %). Dari ketiga k varietas yang y diuji, varietas Ciherang C secara s nyatta mampu menekan susut perontokaan. Pengujiaan lanjut seccara lengkap p dapat dilihhat pada Lam mpiran 7. 7.0 Allat Gebot
Susut Perontokan (%) Susut Perontokan (%)
6.0
Peedal Thresherr Po ower Thresherr
5.0 4.0 3.0 2.0 1.0 0.0 Ciherang
Ciboggo
Hibrida SL 8 SHSS
Varietass Padi
n Gambar 22. Grafik Peengaruh Alaat/Mesin Peerontok terhhadap Susut Perontokan pada Beeberapa Variietas Padi C Cara peronttokan denggan menggu unakan peddal thresherr memiliki susut perontokaan tidak berrbeda nyataa dengan alaat “gebot”. Sistem perrontokan deengan
37
menggunakan pedal thresher mulai ditinggalkan karena kapasitas produksinya hampir sama dengan cara dibanting atau digebot (Herawati, 2008). Selain itu, petani mengalami kesulitan dalam penggunaan pedal thresher sehingga efisiensi waktu perontokan menjadi lebih rendah daripada alat “gebot”. Dalam pelaksanaan di lapangan, penggunaan pedal thresher masih belum optimal untuk dapat diaplikasikan terutama dengan keterkaitan perbandingan antara kemampuan serta daya kayuh alat. Dapat dilihat pada spesifikasi alat dan mesin perontok, pedal thresher memiliki bobot yang rendah sehingga tidak dapat berdiri kokoh ketika pedal dioperasikan. Modifikasi alat pedal thresher sering dilakukan tetapi kurang sesuai dengan faktor ergonomi bagi penggunanya. Hal ini akan mengakibatkan alat yang digunakan kurang maksimal dalam pengaplikasiannya di lapangan. Pada akhirnya para petani lebih memilih menggunakan alat “gebot” daripada menggunakan pedal thresher. Faktor-faktor penyebab susut perontokan padi yaitu gabah terlempar ke luar alas petani, gabah yang masih melekat pada jerami atau gabah tidak terontok, dan gabah terbawa kotoran. Penjumlahan ketiga persentase tersebut merupakan persentase susut perontokan yang terjadi. 1. Gabah Terlempar ke Luar Alas Petani (T1) Hasil perontokan padi menggunakan alat/mesin perontok akan terkumpul di alas petani. Namun, terdapat butiran-butiran gabah yang tidak tertampung di alas petani yang digunakan. Hal ini menunjukkan adanya kehilangan hasil yang dapat menurunkan rendemen perontokan. Persentase gabah terlempar ke luar alas petani dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Persentase Gabah Terlempar ke Luar Alas Petani Alat/Mesin Perontok
Gabah Terlempar (%) Ciherang Cibogo Hibrida SL 8 SHS
Rata-rata
Alat “Gebot”
1.79
1.77
2.63
2.07
Pedal Thresher
0.39
0.15
0.15
0.22
Power Thresher
0.16
0.33
0.21
0.23
38
Berdasarkan Tabel 8, perontokan menggunakan alat “gebot” memiliki persentase gabah terlempar yang lebih tinggi (2.07 %) dibandingkan dengan pedal thresher (0.22 %) dan power thresher (0.23 %). Tingginya persentase gabah terlempar pada penggunaan alat “gebot” disebabkan oleh adanya ayunan segenggam padi saat dipukulkan ke meja perontok. Berbeda hal dengan pedal thresher dan power thresher, gabah terlempar ke luar alas petani disebabkan oleh adanya putaran silinder perontok. Power thresher memiliki persentase gabah terlempar yang lebih tinggi dibandingkan dengan pedal thresher karena silinder perontok power thresher berputar dengan menggunakan enjin. Kecepatan putar kipas pendorong gabah pada power thresher juga mempengaruhi terlemparnya gabah ke luar alas petani. Semakin tinggi kecepatan putar kipas pendorong gabah, semakin banyak jumlah gabah yang terlempar. Persentase rata-rata kehilangan hasil akibat terlemparnya gabah ke luar alas petani setara dengan 139.56 kg/ha apabila menggunakan alat “gebot”, dan apabila menggunakan pedal thresher dan power thresher secara berturut-turut sebesar 14.60 kg/ha dan 17.47 kg/ha. Berbeda dengan hasil penelitian Listyawati (2007), mengatakan bahwa perontokan dengan menggunakan alat “gebot” setara dengan kehilangan hasil sebesar 160 kg/ha. Hal ini kemungkinan terjadi akibat adanya perbedaan spesifikasi dari alat “gebot” dan kemahiran petani dalam merontokkan gabahnya. Persentase tersebut juga dipengaruhi oleh varietas padi. Terlihat pada penggunaan alat “gebot”, secara berturut-turut varietas padi Ciherang, Cibogo, dan Hibrida yaitu 1.79 %, 1.77 %, dan 2.63 %. Varietas Hibrida memiliki persentase yang lebih tinggi daripada kedua varietas lainnya. Hal ini disebabkan varietas Hibrida memiliki berat seribu butir GKP yang terendah dibandingkan dengan varietas lain. Terbukti dalam pengamatan, ketika segenggam padi Hibrida diayun, banyak gabah yang terlempar ke luar alas petani dan menyebabkan susut perontokan meningkat. Oleh karena itu, diperlukan penggunaan terpal dengan spesifikasi yang sesuai sebagai pengganti alas petani dalam proses perontokan. Penggunaan alas terpal selama perontokan bertujuan agar gabah yang sudah dirontokkan mudah untuk dikumpulkan kembali (Rokhani, 2007).
39
2. Gabah Tidak Terontok (T2) Salah satu penghitungan susut perontokan yaitu gabah yang masih melekat pada jerami atau gabah tidak terontok. Hal ini terjadi pada seluruh alat/mesin perontok yang digunakan. Jumlah pukulan tanaman padi ke meja perontok pada alat “gebot” tidak sesuai dengan yang disarankan oleh Departemen Pertanian. Sementara itu, pada pedal thresher, daya kayuh rendah dan kurangnya waktu pengumpanan tanaman padi ke gigi perontok. Sedangkan pada power thresher, gabah terbawa jerami keluar melalui pintu pengeluaran jerami karena kecepatan putar kipas pendorong jerami terlalu tinggi dan ayakan untuk memisahkan antara jerami dan gabah kurang baik.
Gambar 23. Pengasak atau Pengeprik Hasil Perontokan Menggunakan Power Thresher Dengan adanya gabah tidak terontok menyebabkan banyak orang menjadi pengasak atau pengeprik. Pengasak adalah orang di luar tenaga pemanen yang pekerjaannya mengumpulkan gabah, malai yang tercecer, padi tidak terpotong, atau gabah tidak terontok untuk dirinya sendiri setelah pemanenan atau perontokan selesai (Setyono, 2006). Pengasak atau pengeprik dapat dilihat pada Gambar 23. Hal ini mengakibatkan tenaga perontok dengan sengaja tidak merontokkan gabah secara maksimal sehingga hasil yang didapat oleh pengasak atau pengeprik lebih banyak. Persentase gabah tidak terontok dapat dilihat pada Tabel 9 atau Gambar 24.
40
Tabel 9. Persentase Gabah Tidak Terontok Alat/Mesin Perontok
Gabah Tidak Terontok (%) Ciherang Cibogo Hibrida SL 8 SHS
Rata-rata
Alat “Gebot”
1.29
2.61
1.38
1.76
Pedal Thresher
2.46
3.75
3.40
3.20
Power Thresher
0.27
0.23
0.96
0.49
Pada penggunaan power thresher, persentase gabah tidak terontok sangatlah rendah yaitu 0.49 %, dibandingkan dengan alat “gebot” dan pedal thresher secara berturut-turut sebesar 1.76 % dan 3.20 %. Gabah masih banyak melekat pada jerami apabila proses perontokan menggunakan pedal thresher. Walaupun alat ini adalah alat perontok semi-mekanis, persentase gabah tidak terontok lebih tinggi daripada perontokan dengan menggunakan alat “gebot”. Berbeda dengan Rachmat et al. (1993), persentase gabah tidak terontok pada alat “gebot”, pedal thresher, dan power thresher secara berturut-turut yaitu 2.84 %, 1.54 %, dan 0.65 %. Menurutnya, persentase gabah tidak terontok menggunakan pedal thresher lebih rendah daripada persentase gabah tidak terontok menggunakan alat “gebot”. Perbedaan persentase gabah tidak terontok ini dapat terjadi karena pada saat penelitian petani lebih mahir menggunakan alat “gebot” dibandingkan pedal thresher, pedal mudah rusak, konstruksi injakan atau pedal tidak ergonomis, dan konstruksi tubuh dari pedal thresher kurang kokoh akibatnya sering terjungkal karena posisinya yang tidak seimbang ketika dioperasikan. Tanaman
padi
yang
dirontok
menggunakan
power
thresher
menghasilkan gabah yang terontok sempurna. Namun, masih ada gabah yang melekat pada jerami akibat ayakan pemisah jerami dan gabah kurang baik atau karena gabah terbawa oleh hembusan kipas pendorong jerami keluar. Varietas padi juga mempengaruhi persentase gabah tidak terontok. Persentase gabah tidak terontok rata-rata varietas Ciherang, Cibogo, dan Hibrida secara berturut-turut yaitu 1.34 %, 2.19 %, dan 1.91 %. Varietas Ciherang memiliki persentase yang terendah dibandingkan dengan varietas lainnya. Banyak gabah varietas Cibogo yang masih melekat pada jerami karena varietas Cibogo
41
memiliki karakteristik k k kerontokaan agak tah han atau agaak sukar unntuk dirontokkan. Sedangkann varietas padi p Ciheranng dan Hibrida memiliiki karakterristik kerontokan sedang ataau agak muddah untuk dirontokkan d . 6.0 Gabah Tidak Terontok (%) Gabah Tidak Terontok (%)
Alat Gebot 5.0
Pedal Thresh her Power Thresh her
4.0 3.0 2.0 1.0 0.0 Ciherang
Cibo ogo
H Hibrida SL 8 SH HS
Varietaas Padi
Gambaar 24. Grafikk Persentase Gabah Tidak Terontook B Berdasarkan n Gambar 24, diagram batanng untuk ppower thrresher menunjukkkan bahwaa varietas padi Hibriida memilikki persentaase gabah tidak terontok teertinggi, daan Cibogo memiliki m perrsentase gabbah tidak teerontok terendah. Dengan demikian, d b bobot seribbu butir GKP G dari tiap t varietaas padi meenjadi pengaruh terbawanya t a gabah ke jerami sehin ngga terjadi kehilangann hasil. S Semakin beerat bobot seribu s butir GKP, sem makin mudahh gabah terrbawa jerami akkibat hembuusan kipas. Dari analiisis karakteeristik tanaaman padi, berat seribu buttir GKP vaarietas Ciheerang, Cibo ogo, dan Hibrida H secaara berturut-turut yaitu 29,667 g, 30,43 g, dan 28,663 g. Variettas Cibogo memiliki m boobot paling berat sehingga tidak t mudah terbawa oleh o hembu usan kipas, sedangkan varietas Hiibrida memiliki bobot paliing ringan diantara kedua k variietas padi lainnya. Dalam D t paada persenttase gabahh tidak tero ontok penggunaaan power thresher, terbukti terendah adalah a varieetas padi Cibbogo karenaa memiliki bobot palinng berat sehingga tidak muddah terbawa hembusan kipas pendo orong jeram mi. A Apabila persentase gabbah tidak terrontok dikonnversikan ddengan rend demen perontokaan, akan dipperoleh angkka kehilang gan hasil ataau perolehann pengeprik k atau
42
pengasak. Dalam susut perontokan, pengeprik atau pengasak dapat memperoleh gabah sebanyak 118.32 kg/ha apabila menggunakan alat “gebot”, 218.95 kg/ha menggunakan pedal thresher, dan 37.56 kg/ha menggunakan power thresher. Sedangkan Listyawati (2007) melakukan penghitungan gabah yang tidak terontok setara dengan kehilangan sebesar 320 kg/ha. Perbedaan tersebut mungkin terjadi akibat adanya perbaikan alat/mesin perontok. Kehilangan hasil tersebut seharusnya dapat ditekan sehingga para petani memperoleh hasil panen yang maksimum. 3. Gabah Terbawa Kotoran (T3) Gabah terbawa kotoran adalah gabah yang bercampur dengan tanah atau yang tersangkut di alat/mesin perontok. Pada umumnya, para petani tidak melakukan pembersihan alat/mesin perontok setelah proses perontokan selesai. Gabah yang terbawa kotoran dibiarkan oleh petani karena jumlahnya hanya sedikit. Namun, apabila dikumpulkan dapat meningkatkan susut perontokan. Persentase gabah terbawa kotoran dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Persentase Gabah Terbawa Kotoran Alat/Mesin Perontok
Gabah di Kotoran (%) Ciherang Cibogo Hibrida SL 8 SHS
Rata-rata
Alat “Gebot”
0.28
0.06
0.03
0.13
Pedal Thresher
0.47
0.30
0.34
0.37
Power Thresher
0.06
0.07
0.04
0.06
Berdasarkan Tabel 10, perontokan menggunakan power thresher memiliki persentase gabah terbawa kotoran paling rendah (0.06 %) dibandingkan menggunakan alat “gebot” (0.13 %) dan pedal thresher (0.37 %). Tingginya persentase pada pedal thresher disebabkan karena konstruksi silinder perontok kurang baik. Jerami hasil perontokan banyak yang tersangkut di silinder perontok sehingga beberapa butir gabah terjebak di dalamnya. Hal ini dapat meningkatkan susut perontokan apabila tidak dilakukan pembersihan alat/mesin perontok setelah proses perontokan selesai. Sedangkan varietas padi tidak mempengaruhi persentase gabah terbawa kotoran.
43
D. Rendemen Perontokan Para petani mengharapkan rendemen perontokan yang tinggi. Rendemen perontokan yang dihasilkan tiap petani berbeda-beda sesuai dengan alat/mesin perontok yang digunakan. Susut perontokan mempengaruhi rendemen GKP. Semakin rendah susut perontokan, semakin tinggi rendemen GKP yang diperoleh, dan begitu sebaliknya. Rendemen perontokan menggunakan cara yang menggunakan engine akan lebih tinggi daripada cara manual, karena susut perontokan yang dihasilkan sangat rendah. Harapan petani untuk mendapat rendemen perontokan yang tinggi akan diperoleh dengan merontokkan gabahnya dengan menggunakan power thresher. Persentase rendemen perontokan dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Persentase Rendemen Perontokan apabila Menggunakan Alat/Mesin Perontok pada Beberapa Varietas Padi Alat/Mesin Perontok Alat “Gebot”
Rendemen Perontokan (ton/ha) Ciherang Cibogo Hibrida SL 8 SHS 6.52 6.98 6.30
Rata-rata 6.60
Pedal Thresher
6.47
7.24
6.10
6.61
Power Thresher
6.64
8.26
7.82
7.57
Apabila susut perontokan dikonversikan dengan rendemen perontokan yang dihasilkan, akan diperoleh angka kehilangan hasil dan rendemen perontokan yang seharusnya dapat diterima oleh para petani. Kehilangan hasil yang terjadi pada saat perontokan dengan menggunakan alat “gebot”, pedal thresher, dan power thresher secara berturut-turut yaitu 266.24 kg/ha, 258.95 kg/ha, dan 59.75 kg/ha. Apabila tidak terjadi susut perontokan, petani dapat memperoleh rendemen perontokan dengan menggunakan alat “gebot”, pedal thresher, dan power thresher secara berturut-turut sebesar 6.89 ton/ha, 6.87 ton/ha, dan 7.64 ton/ha. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 8.
E. Analisis Keretakan Butiran Gabah Hasil perontokan yang diharapkan oleh petani yaitu memperoleh gabah sebanyak-banyaknya dan tanpa mengalami kerusakan. Kerusakan utama dalam 44
proses perontokan yaitu pecah atau terkelupasnya kulit gabah (cracking atau breaking).
Kerusakan
akibat
perontokan
akan
menurunkan
rendemen
penggilingan sehingga akan menghasilkan beras patah dan menir. Penggunaan alat/mesin perontok merupakan faktor penyebab terjadinya kerusakan. Selain itu, faktor penyebab lain kerusakan yaitu kadar air gabah. Pada saat perontokan, kadar air gabah harus di bawah 20 %. Kadar air setiap proses pascapanen dapat dilihat pada Lampiran 9. Pada setiap proses pascapanen terjadi penurunan kadar air (Lampiran 10). Uji keretakan butiran gabah dilakukan di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen, Karawang menggunakan alat khusus pengujian keretakan. Sampel yang digunakan adalah hasil perontokan menggunakan alat “gebot”, pedal thresher, dan power thresher pada beberapa varietas padi yaitu Ciherang, Cibogo, dan Hibrida. Gabah hasil perontokan dipisahkan dari kotoran dan jerami, kemudian disusun pada meja pengamatan sebanyak 100 butir. Uji keretakan butiran gabah dapat dilihat pada Lampiran 11. Tabel 12. Persentase Keretakan Butiran Gabah apabila Menggunakan Alat/Mesin Perontok pada Beberapa Varietas Padi Alat/Mesin Perontok
Keretakan (%)
Rata-rata
Ciherang
Cibogo
Hibrida SL 8 SHS
Alat “Gebot”
6.7
9.0
5.7
7.1
Pedal Thresher
4.0
7.0
5.0
5.3
Power Thresher
3.7
5.3
4.0
4.3
Rata-rata
4.8
7.1
4.9
Berdasarkan tabel ANOVA (Lampiran 12) dapat dilihat bahwa alat/mesin perontok berpengaruh sangat nyata terhadap keretakan butiran gabah (p<0.01). Pada Tabel 12 menunjukkan bahwa persentase rata-rata keretakan butiran gabah paling rendah adalah perontokan menggunakan power thresher (4.3 %) dibandingkan dengan menggunakan alat “gebot” (7.1 %) dan pedal thresher (5.3 %). Varietas Cibogo memiliki persentase keretakan butiran gabah paling tinggi (7.1 %) dibandingkan dengan varietas Ciherang (4.8 %) dan Hibrida
45
(4.9 %). Sementara itu, Sulistiiadi (1980) mengatakaan bahwa kkeretakan gabah g b sebeesar 6.3 % dan power thresher seebesar apabila menggunakann iles dan banting 7.5 %. D Dari hasil uji lanjut (Lampiran n 13) dapaat diketahuui bahwa setiap s alat/mesinn perontok menunjukka m an tidak berbeda nyataa pada varieetas Hibrida dan Ciherang. Sedangkaan untuk varietas v Cib bogo, peroontokan meenggunakan n alat p thresher. Varietaas padi jugaa mempeng garuhi “gebot” beerbeda nyatta dengan power keretakan butiran gabah g padda saat peerontokan. Namun, uuji lanjut juga dak berbedaa nyata terhhadap perseentase menunjukkkan setiap varietas yaang diuji tid keretakan butiran gabbah. M Melalui hassil uji kombbinasi pada Tabel 13, dapat d dilihaat bahwa vaarietas Ciherang yang diroontok mengggunakan power p threesher mem miliki perseentase keretakan paling renddah yaitu sebesar s 3.7± ±1.15 %. Seedangkan ppersentase paling p tinggi adaalah varietaas Cibogo yang y dironto ok mengguunakan alat “gebot” seebesar 9.0±0.00 %. % Pengaruuh alat dan mesin m peron ntok terhadaap keretakaan pada beb berapa
Keretakan (%)
varietas paadi dapat diilihat pada Gambar G 25. 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
Alat Gebott Pedal Thresher Power Threesher
C Ciherang
Cibogo
Hibrida SL 8 8 SHS
Varietaas Padi
Gambaar 25. Pengaruh Alat/M Mesin Peron ntok terhadaap Keretakaan Gabah paada Bebeerapa Varieetas Padi P Perontokan
dengan
digebot
menghasilka m an
banyakk
gabah
yang
mengalam mi kerusakann (damage)). Adanya bantingan b a atau pukulaan tanaman n padi
46
menyebabkan terjadinya kerusakan pada gabah berupa keretakan. Nilai persentase keretakan gabah paling rendah terdapat pada cara perontokan dengan menggunakan power thresher. Dengan demikian, power thresher secara nyata mampu menekan keretakan butiran gabah saat proses perontokan. Apabila perontokan menggunakan power thresher, kecepatan silinder perontok mempengaruhi keretakan butiran gabah, semakin tinggi kecepatannya semakin tinggi pula keretakan gabah yang terjadi. Selain benturan dengan alat/mesin perontok, faktor keretakan gabah dipengaruhi oleh karakteristik fisik, mutu, dan kandungan air dalam gabah (Sulistiadi, 1980). Tabel 13. Pengaruh Alat/Mesin Perontok terhadap Beberapa Parameter Susut Perontokan (%)
Keretakan Butiran Gabah (%)
Kapasitas Perontokan (kg/jam)
Alat “Gebot”
3.31±0.02 e
6.7±1.15 abc
57.37
Pedal Thresher
3.28±0.03 e
4.0±0.00 bc
84.96
Power Thresher
0.49±0.01 h
3.7±1.15 c
708.00
Alat “Gebot”
4.35±0.12 a
9.0±0.00 a
62.22
Pedal Thresher
4.18±0.09 b
7.0±0.00 ab
113.00
Power Thresher
0.64±0.02 g
5.3±2.89 bc
838.00
Alat “Gebot”
3.98±0.11 c
5.7±3.21 bc
54.69
Pedal Thresher
3.86±0.06 d
5.0±1.00 bc
103.11
Power Thresher
1.21±0.01 f
4.0±1.73 bc
773.00
Perlakuan Ciherang
Cibogo
Hibrida SL 8 SHS
-
Huruf yang sama menunjukkan bahwa perlakuan tidak berbeda nyata pada taraf 0.05
F. Analisis Pemutuan Gabah Analisis pemutuan gabah dilakukan untuk mengetahui pengaruh penggunaan alat/mesin perontok terhadap kualitas gabah pada beberapa varietas padi. Standar mutu gabah meliputi persyaratan kualitatif yang dinilai secara
47
subjektif dan persyaratan kuantitatif yang dinilai secara objektif. Dalam analisa persyaratan kuantitatif, sampel gabah harus memiliki kadar air antara 13-15 %. Sebelum dilakukan pemutuan gabah, sampel gabah diaduk menggunakan homogenizer sample. Hal ini bertujuan agar data yang diambil pada saat pemutuan diperoleh secara acak dan rata. Komponen mutu yang dianalisis pada sampel gabah yaitu butir kuning/rusak, butir hijau/mengapur, butir merah, dan benda asing. Sampel pemutuan gabah dapat dilihat pada Gambar 26.
Gambar 26. Sampel Pemutuan Gabah Pemutuan gabah dilakukan di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen, Karawang menggunakan alat laboratorium untuk pengamatan. Varietas padi Ciherang, Cibogo, dan Hibrida memiliki mutu yang sesuai dengan persyaratan kualitatif yaitu (1) bebas hama dan penyakit; (2) bebas bau busuk, asam, atau bau lainnya; (3) bebas dari bahan kimia seperti sisa-sisa pupuk, insektisida, fungisida dan bahan kimia lainnya; dan (4) gabah tidak panas yang berarti memiliki kelembaban yang rendah sehingga jamur atau organisme lain tidak dapat hidup. Pada persyaratan kuantitatif, pemutuan gabah dilakukan sesuai dengan Instruksi Kerja BBPP Pascapanen Pertanian. Hasil pemutuan gabah tiap varietas dapat dilihat pada Tabel 14, atau data secara lengkap pada Lampiran 14. Berdasarkan spesifikasi standar mutu gabah yang dikeluarkan oleh SNI 01-0007-1987-0, ketiga varietas yang diujikan belum dapat ditentukan tingkat mutunya secara signifikan. Hal ini disebabkan oleh adanya persentase yang melebihi nilai maksimum pada penghitungan gabah hampa/kotoran dan butir hijau/mengapur. Dari Tabel 14, apabila mengabaikan persentase gabah
48
hampa/kotoran dan gabah hijau/mengapur, ketiga varietas padi yang diuji memenuhi mutu I gabah, sesuai dengan spesifikasi standar mutu gabah. Tabel 14. Pemutuan Gabah pada Beberapa Varietas Padi Mutu Gabah (%)
Varietas Padi Ciherang
Cibogo
Hibrida SL 8 SHS
Kadar Air (GKG)
15.1
13.4
15.53
Gabah Bersih
82.44
90.54
83.53
Benda Asing
0.05
0.07
0.26
Gabah Hampa/Kotoran
5.17
1.29
1.58
Butir Kuning/Rusak
1.23
1.44
1.34
Butir Hijau/Mengapur
11.03
6.59
13.27
Butir Merah
0.07
0.06
-
Tingginya persentase gabah hampa/kotoran dan butir hijau/mengapur disebabkan beberapa faktor. Gabah hampa/kotoran banyak ditemukan pada ketiga varietas kemungkinan terjadi karena pemanenan terlalu dini atau kondisi area penumpukan sementara dan area perontokan kurang bersih sehingga terdapat butiran tanah atau kerikil. Sedangkan butir hijau/mengapur kemungkinan disebabkan oleh pemupukan yang berlebihan, jarak tanam tidak tepat, atau pemanenan terlalu dini. Butir mengapur dapat berasal dari biji yang masih muda karena pertumbuhan yang kurang sempurna. Butir mengapur ini dapat juga disebabkan karena adanya faktor genetik (Damardjati dan Purwani, 1991). Adapun beberapa faktor yang menyebabkan butir kuning yaitu disebabkan oleh kondisi gabah yang lembab atau lamanya penundaan proses perontokan setelah proses pemanenan. Butir rusak disebabkan oleh adanya serangan jamur, tingginya kadar air yang terkandung, dan adanya sengatan walang sangit. Butir merah merupakan varietas lain yang tercampur dengan ketiga varietas yang diuji. Benda asing ditemukan karena kondisi area penumpukan sementara dan area perontokan kurang bersih. Gambar analisis pemutuan gabah dapat dilihat pada Lampiran 15.
49
Penggunaan alat/mesin perontok dalam proses perontokan tidak berpengaruh pada mutu gabah beberapa varietas padi. Mutu gabah dipengaruhi oleh varietas padi dan faktor lain. Beberapa faktor lain yang mempengaruhi mutu gabah yaitu penentuan umur panen, kadar air, dan penanganan pascapanen. Penentuan umur panen sangat penting karena akan mempengaruhi rendemen penggilingan. Penentuan umur panen ditentukan pada karakteristik tanaman padi terutama karakteristik gabah. Pada umumnya, petani Indonesia menetapkan umur panen dengan melihat warna bulir padi.
50