KAJIAN PENGGUNAAN BERBAGAI JENIS ALAT/MESIN PERONTOK TERHADAP SUSUT PERONTOKAN PADA BEBERAPA VARIETAS PADI
OLEH: RISKA INDARYANI F14051033
2009 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
KAJIAN PENGGUNAAN BERBAGAI JENIS ALAT/MESIN PERONTOK TERHADAP SUSUT PERONTOKAN PADA BEBERAPA VARIETAS PADI
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh: RISKA INDARYANI F14051033
2009 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
KAJIAN PENGGUNAAN BERBAGAI JENIS ALAT/MESIN PERONTOK TERHADAP SUSUT PERONTOKAN PADA BEBERAPA VARIETAS PADI SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh: RISKA INDARYANI F14051033 Dilahirkan pada tanggal 11 November 1987 di Purwakarta, Jawa Barat Bogor, Juni 2009 Menyetujui,
(Dr. Ir. Rokhani Hasbullah, M.Si) Dosen Pembimbing Mengetahui,
(Dr. Ir. Desrial, M.Eng) Ketua Departemen Teknik Pertanian
Riska Indaryani. F14051033. KAJIAN PENGGUNAAN BERBAGAI JENIS ALAT/MESIN PERONTOK TERHADAP SUSUT PERONTOKAN PADA BEBERAPA VARIETAS PADI. Dibimbing oleh: Dr. Ir. Rokhani Hasbullah, MSi. 2009. RINGKASAN Padi (Oryza sativa) merupakan tanaman terpenting bagi warga Indonesia. Tanaman penghasil beras ini akan terus meningkat sejalan dengan meningkatnya tingkat kelahiran manusia. Dengan demikian maka diperlukan adanya peningkatan produksi beras. Dalam peningkatan produksinya, tidak hanya dilakukan dengan penambahan areal pertanaman padi tetapi juga dengan meminimalisasi susut atau loss yang terjadi saat panen atau pascapanen. Susut atau kehilangan hasil merupakan gabah atau beras yang tercecer saat panen ataupun pascapanen yang dapat mengurangi produksi beras. Setiap proses pascapanen terdapat kemungkinan adanya susut. Susut perontokan adalah kehilangan hasil selama proses perontokan. Tujuan penelitian adalah mengkaji pengaruh alat/mesin perontok terhadap susut perontokan, mengkaji pengaruh varietas padi terhadap susut perontokan, dan mengamati mutu gabah yang dihasilkan oleh berbagai alat/mesin perontok dan varietas padi. Penelitian dilakukan di Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) Mekar Tani, Kecamatan Kutawaluya, Kabupaten Karawang, pada bulan Maret - April 2009. Penelitian dilaksanakan dengan beberapa pengamatan yaitu pengamatan jumlah butir gabah per malai dan pengukuran bobot seribu butir gabah pada beberapa varietas padi yang diuji, pengukuran susut perontokan dengan menggunakan alat/mesin perontok yang berbeda dan beberapa varietas padi yang diuji, serta pemutuan gabah setelah pengujian susut perontokan. Rancangan percobaan yang digunakan yaitu Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan perlakuan tipe alat/mesin perontok yang terdiri dari tiga taraf, yaitu (1) alat “gebot”, (2) pedal thresher, (3) power thresher dengan varietas yang diujikan adalah Ciherang, Cibogo, dan Hibrida SL 8 SHS sebagai kelompok. Setiap varietas padi memiliki jumlah butir gabah per malai dan berat butir gabah yang berbeda-beda. Jumlah butir gabah per malai untuk varietas padi Hibrida, Ciherang, dan Cibogo berturut-turut yaitu berkisar antara 269-336 butir, 154-161 butir, dan 109-151 butir. Berat seribu butir gabah varietas padi Cibogo, Ciherang, dan Hibrida secara berturut-turut sebesar 30.43 g, 29.67 g, dan 28.63 g. Menurut Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian Karawang (2007) berat seribu butir GKP adalah 22 g. Sementara itu, hasil pengamatan berat seribu butir GKP rata-rata pada ketiga varietas yaitu sebesar 29.6 g. Pada varietas Ciherang, penggunaan power thresher secara nyata memiliki nilai susut perontokan paling rendah (0.49±0.01 %) dibandingkan dengan menggunakan alat “gebot” (3.31±0.02 %) dan pedal thresher (3.28±0.03 %). Begitu pula dengan varietas Cibogo dan Hibrida, penggunaan power thresher mampu menekan susut perontokan. Varietas Ciherang secara nyata menghasilkan persentase susut perontokan yang paling rendah dibandingkan dengan varietas Cibogo dan Hibrida. Kehilangan hasil yang terjadi pada saat perontokan dengan menggunakan alat “gebot”, pedal thresher, dan power
thresher secara berturut-turut setara dengan 266.24 kg/ha, 258.95 kg/ha, dan 59.75 kg/ha. Faktor-faktor penyebab susut perontokan padi yaitu gabah terlempar ke luar alas petani, gabah yang masih melekat pada jerami atau gabah tidak terontok, dan gabah terbawa kotoran. Penjumlahan ketiga persentase tersebut merupakan persentase susut perontokan yang terjadi. Perontokan menggunakan alat “gebot” memiliki persentase gabah terlempar yang lebih tinggi (2.07 %) dibandingkan dengan pedal thresher (0.22 %) dan power thresher (0.23 %). Pada penggunaan power thresher, persentase gabah tidak terontok sangatlah rendah yaitu 0.49 %, dibandingkan dengan alat “gebot” dan pedal thresher secara berturut-turut sebesar 1.76 % dan 3.20 %. Perontokan menggunakan power thresher memiliki persentase gabah terbawa kotoran paling rendah (0.06 %) dibandingkan menggunakan alat “gebot” (0.13 %) dan pedal thresher (0.37 %). Persentase rata-rata keretakan butiran gabah paling rendah adalah perontokan menggunakan power thresher (4.3 %) dibandingkan dengan menggunakan alat “gebot” (7.1 %) dan pedal thresher (5.3 %). Varietas Cibogo memiliki persentase keretakan butiran gabah paling tinggi (7.1 %) dibandingkan dengan varietas Ciherang (4.8 %) dan Hibrida (4.9 %). Alat/mesin perontok tidak berpengaruh nyata terhadap mutu gabah karena mutu gabah dipengaruhi oleh genetis dan cara penanganan pascapanen. Beberapa saran untuk penelitian selanjutnya yaitu penggunaan terpal ukuran standar 8 m x 8 m, pengamatan terhadap posisi alat/mesin perontok di atas alas petani pada saat melakukan proses perontokan, pengukuran kecepatan putar power thresher sehingga didapatkan kecepatan yang sesuai dengan varietas yang digunakan, dan perbaikan pada konstruksi pedal thresher sehingga para petani lebih memilih alat semi-mekanis ini dibandingkan dengan alat “gebot”, serta mampu bersaing dengan power thresher apabila terjadi kelangkaan bahan bakar.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Purwakarta pada tanggal 11 November 1987 sebagai anak pertama dari pasangan keluarga Bapak Joko Triyono dan Ibu Darwanti. Penulis memiliki adik perempuan yang bernama Lusiana Indarwati (14 tahun). Jenjang pendidikan yang telah ditempuh yaitu taman kanak-kanak di TK Melati Purwakarta (1992-1993) dan pendidikan dasar di SD Negeri Ciseureuh 1 Purwakarta, lulus pada tahun 1999. Penulis melanjutkan jenjang pendidikan menengah pertama di SLTP Negeri 5 Bogor, lulus tahun 2002 kemudian melanjutkan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 3 Bogor dan lulus tahun 2005. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) sebagai mahasiswa Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian IPB dan menamatkan pada tahun 2009. Selama mengikuti perkuliahan di Departemen Teknik Pertanian, penulis pernah melakukan Praktek Lapangan di Pusat Penelitian Teh dan Kina (PPTK) dengan judul “Mempelajari Aspek Keteknikan pada Proses Produksi dan Penyimpanan Teh Hitam di Pusat Penelitian Teh dan Kina (PPTK), Gambung, Bandung”. Penulis berkesempatan menjadi pemenang juara III Lomba Karya Tulis Mahasiswa (LKTM) IPB 2007 serta menjadi finalis Program Kreativitas Mahasiswa di bidang Kewirausahaan (PKM-K) IPB 2007 dan Kontes Kreatifitas dan Forum IPTEK Mahasiswa Nasional 2008 di Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS). Penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan dan organisasi. Organisasi yang pernah diikuti selama kegiatan perkuliahan antara lain Staf Hubungan Masyarakat HIMATETA 2006-2007 dan Staf Lingkung Seni Sunda Gentra Kaheman 2005-2007.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi dengan judul “Kajian Penggunaan Berbagai Jenis Alat/Mesin Perontok terhadap Susut Perontokan pada Beberapa Varietas Padi”. Skripsi ini berisi tentang informasi mengenai susut perontokan yang belum disadari oleh para petani. Dengan adanya informasi ini diharapkan para petani dapat menangani proses pascapanen padi dengan baik sehingga memperoleh hasil yang maksimal. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu selama penulis melaksanakan penelitian maupun penulisan skripsi, terutama kepada: 1. Bapak Dr. Ir. Rokhani Hasbullah, MSi. selaku pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan, saran, dan pengarahan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir kuliah ini. 2. Bapak Dr. Ir. Gatot Pramuhadi, M.Si dan Ir. Sri Mudiastuti, M.Eng selaku dosen penguji. 3. Bapak Geri Kurniawan dan keluarga serta pegawai dan para petani Gapoktan Mekar Tani, Desa Kutagandok, Kutawaluya, Karawang atas bimbingan, saran, motivasi, dan pengarahan yang bermanfaat serta bantuan dalam pelaksanaan penelitian. 4. Bapak Ir. Sigit Nugraha selaku Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Karawang, untuk saran dan pengarahan yang bermanfaat selama pelaksanaan dan penyelesaian penelitian. 5. Seluruh dosen pengajar di Departemen Teknik Pertanian, Institut Pertanian Bogor, atas ilmu dan pengalaman penting selama kuliah. 6. Keluarga tersayang, Bapak, Ibu, Dede Lusi, Keluaraga Besar Hatmowiryono dan Djoyo Sudarmo atas doa, dukungan, motivasi, dan pengarahan yang diberikan. 7. Reza Pahlevi, atas doa dan dukungan kepada penulis.
i
8. Anggitha Ratri Dewi rekan seperjuangan dalam penelitian sekaligus rekan satu bimbingan bersama Lilis Sucahyo. 9. Teman-teman seperjuangan MAT 7, A 20, dan TEP 42 atas persahabatan dan masa-masa indahnya selama kuliah di IPB. Semoga Allah SWT memberikan jalan terbaik untuk kita semua. 10. Tyas, Nita, Niken, Rita, yu’ ni dan teman-teman Wismo Ayu lainnya yang telah memberi keceriaan selama kuliah. 11. Semua pihak yang telah membantu dan tidak dapat disebutkan satu-persatu. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun. Penulis berharap laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya. Terima kasih.
Bogor, Juni 2009
Penulis
ii
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ......................................................................................... i DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii DAFTAR TABEL ................................................................................................ v DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... vi DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ vii I. PENDAHULUAN .......................................................................................... 1 A. Latar Belakang ......................................................................................... 1 B. Tujuan ....................................................................................................... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Varietas Padi ............................................................................................ 3 B. Pascapanen Padi ....................................................................................... 9 C. Perontokan Padi ....................................................................................... 13 1. Alat ”Gebot”. ..................................................................................... 14 2. Pedal Thresher. .................................................................................. 15 3. Power Thresher. ................................................................................. 16 D. Gabah ....................................................................................................... 17 III.METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat ................................................................................... 20 B. Alat dan Bahan ......................................................................................... 20 C. Metode Penelitian .................................................................................... 21 D. Rancangan Percobaan .............................................................................. 21 E. Pengamatan .............................................................................................. 22 IV.HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Karakteristik Tanaman Padi ....................................................... 29 B. Spesifikasi Alat dan Mesin Perontok Padi ............................................... 31 C. Analisis Susut Perontokan ....................................................................... 35 1. Gabah Terlempar ke Luar Alas Petani ............................................... 38 2. Gabah Tidak Terontok ....................................................................... 40 3. Gabah Terbawa Kotoran .................................................................... 43
iii
D. Rendemen Perontokan ............................................................................. 44 E. Analisis Keretakan Butiran Gabah ........................................................... 44 F. Analisis Pemutuan Gabah ........................................................................ 47 V. PENUTUP A. Kesimpulan .............................................................................................. 51 B. Saran......................................................................................................... 51 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 52 LAMPIRAN ......................................................................................................... 57
iv
DAFTAR TABEL Tabel 1. Padi Ciherang ....................................................................................... 6 Tabel 2. Padi Cibogo .......................................................................................... 7 Tabel 3. Padi Hibrida SL 8 SHS ........................................................................ 8 Tabel 4. Susut Panen dan Perontokan ................................................................ 13 Tabel 5. Pengaruh Alat Perontok Padi terhadap Susut ...................................... 14 Tabel 6. Spesifikasi Persyaratan Mutu Gabah ................................................... 17 Tabel 7. Pengaruh Alat/Mesin Perontok terhadap Susut Perontokan pada Beberapa Varietas Padi ........................................................................ 36 Tabel 8. Persentase Gabah Terlempar ke Luar Alas Petani ............................... 38 Tabel 9. Persentase Gabah Tidak Terontok ....................................................... 41 Tabel 10. Persentase Gabah Terbawa Kotoran .................................................... 43 Tabel 11. Persentase Rendemen Perontokan dengan Menggunakan Alat/Mesin Perontok pada Beberapa Varietas Padi............................................... 44 Tabel 12. Persentase Keretakan Butiran Gabah apabila Menggunakan Alat/Mesin Perontok pada Beberapa Varietas Padi............................ 45 Tabel 13. Pengaruh Alat/Mesin Perontok terhadap Beberapa Parameter ........... 47 Tabel 14. Pemutuan Gabah pada Beberapa Varietas Padi .................................. 49
v
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Tanaman Padi ................................................................................... 4 Gambar 2. Padi Ditumpuk Sementara................................................................ 11 Gambar 3. Perontokan Padi dengan Cara Digebot............................................. 15 Gambar 4. Perontokan Padi dengan Pedal Thresher ......................................... 15 Gambar 5. Perontokan Padi dengan Power Thresher ........................................ 16 Gambar 6. Rancangan Penelitian ....................................................................... 21 Gambar 7. Timbangan Analitik.......................................................................... 22 Gambar 8. Layout Pemasangan Alas Pengamatan ............................................. 23 Gambar 9. Kett Moisture Tester ......................................................................... 25 Gambar 10. Ayakan Gabah .................................................................................. 25 Gambar 11. Mini Husker ...................................................................................... 26 Gambar 12. Uji Keretakan ................................................................................... 27 Gambar 13. Skema Pengambilan Data Susut Perontokan ................................... 28 Gambar 14. Grafik Jumlah Butir Per Malai Beberapa Varietas Padi .................. 29 Gambar 15. Grafik Berat Seribu Butir Gabah Beberapa Varietas Padi ............... 30 Gambar 16. Alat “Gebot”..................................................................................... 31 Gambar 17. Pedal Thresher ................................................................................. 32 Gambar 18. Gigi Perontok Pedal Thresher dan Pedal atau Injakan .................... 32 Gambar 19. Power Thresher ................................................................................ 33 Gambar 20. Gigi Perontok Power Thresher dan Jaringan Perontok.................... 34 Gambar 21. Proses Penempatan Alas Petani di Atas Alas Pengamatan .............. 35 Gambar 22. Grafik Pengaruh Alat/Mesin Perontok terhadap Susut Perontokan pada Beberapa Varietas Padi ........................................................... 37 Gambar 23. Pengasak atau Pengeprik Hasil Perontokan Menggunakan Power Thresher ........................................................................................... 40 Gambar 24. Grafik Persentase Gabah Tidak Terontok ......................................... 42 Gambar 25. Pengaruh Alat/Mesin Perontok terhadap Keretakan Gabah pada Beberapa Varietas Padi .................................................................... 46 Gambar 26. Sampel Pemutuan Gabah .................................................................. 48
vi
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Gambar Pengambilan Data Susut Perontokan ............................... 58 Lampiran 2. Jumlah Butir per Malai .................................................................. 59 Lampiran 3. Berat Seribu Butir GKP ................................................................. 60 Lampiran 4. Efisiensi Perontokan pada Berbagai Jenis Alat/Mesin Perontok... 61 Lampiran 5. Susut Perontokan pada Berbagai Alat/Mesin Perontok dan Varietas Padi .................................................................................. 66 Lampiran 6. Analisis Sidik Ragam pada Susut Perontokan ............................... 69 Lampiran 7. Uji Lanjut Duncan untuk Susut Perontokan .................................. 70 Lampiran 8. Rendemen Perontokan pada Berbagai Alat/Mesin Perontok dan Varietas Padi .................................................................................. 71 Lampiran 9. Kadar Air per Proses Pascapanen .................................................. 72 Lampiran 10. Grafik Penurunan Kadar Air Gabah Tiap Proses Pascapanen....... 73 Lampiran 11. Pengaruh Alat/Mesin Perontok terhadap Keretakan Butiran Gabah ............................................................................................. 74 Lampiran 12. Analisis Sidik Ragam pada Keretakan Butiran Gabah .................. 75 Lampiran 13. Uji Lanjut Duncan untuk Keretakan Butiran Gabah ..................... 76 Lampiran 14. Pemutuan Gabah pada Beberapa Varietas Padi ............................. 77 Lampiran 15. Gambar Analisis Pemutuan Gabah ................................................ 78
vii
I.
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Tanaman padi sangat penting bagi masyarakat Indonesia karena merupakan tanaman penghasil makanan pokok. Di Indonesia terdapat berbagai varietas padi diantaranya Ciherang, Pandan Wangi, IR-64, Cisadane, Cianjur, Conde, Cilamaya Muncul, Cibogo, dan Cirata. Setiap varietas padi memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Kelebihan dan kekurangan varietas padi terletak pada batang padi dan gabah yang mempengaruhi kemudahan pada proses pemanenan dan pascapanen. Selain itu, masing-masing varietas padi juga memiliki perbedaan kualitas beras yang dihasilkan. Kebutuhan beras akan terus meningkat sejalan dengan meningkatnya tingkat kelahiran manusia di Indonesia. Dengan demikian maka diperlukan adanya peningkatan produksi beras. Dalam peningkatan produksinya, tidak hanya dilakukan dengan penambahan areal pertanaman padi tetapi juga dengan meminimalisasi susut atau loss yang terjadi saat panen atau pascapanen. Kegiatan panen dan pascapanen padi meliputi beberapa proses yaitu pemanenan padi, penumpukan sementara padi, perontokan padi, pengangkutan padi, pengeringan gabah, penyimpanan gabah, dan penggilingan gabah menjadi beras. Setiap proses kegiatan tersebut terdapat kemungkinan adanya kehilangan hasil. Susut atau kehilangan hasil merupakan gabah atau beras yang tercecer pada saat panen ataupun pascapanen yang dapat mengurangi jumlah produksi beras. Gabah yang tercecer atau rontok umumnya akibat guncangan pada saat pemotongan batang padi. Kehilangan hasil selama panen dan perontokan merupakan beberapa masalah yang biasa dialami oleh para petani yang hingga saat ini belum dapat dicegah. Hal ini dapat terjadi bukan karena kurangnya penerapan teknologi terhadap proses pemanenan dan perontokan, akan tetapi diakibatkan oleh adanya permasalahan non teknis dan masalah sosial (Rokhani, 2008). Salah satu masalah yang dihadapi dalam penanganan panen dan pascapanen padi yaitu masih kurangnya kesadaran dan pemahaman para petani terhadap susut yang terjadi.
1
Kehilangan hasil pada saat pascapanen padi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti umur panen, kadar air, varietas padi, serta alat dan cara yang digunakan. Pemanenan sebaiknya dilakukan pagi hari untuk mengurangi kehilangan hasil yang terjadi. Pada pagi hari, gabah memiliki kadar air yang masih tinggi sehingga tidak mudah rontok ketika dilakukan pemanenan. Setiap varietas padi memiliki perbedaan ketahanan terhadap perontokan yaitu agak tahan, sedang, dan mudah dirontokkan. Adapun alat dan mesin yang digunakan dalam proses perontokan padi adalah alat “gebot”, pedal thresher, dan power thresher. Pada umumnya, para petani menggunakan alat “gebot” untuk merontokkan
padi
karena
dianggap
lebih
mudah
penggunaannya
dan
mengeluarkan biaya yang rendah. Namun, apabila dilihat dari produksi yang dihasilkan, perontokan dengan menggunakan alat “gebot” masih menyebabkan sejumlah gabah yang tercecer atau susut. Dengan demikian diperlukan adanya suatu penghitungan mengenai besarnya penyusutan selama perontokan, penentuan alat dan mesin perontok yang mampu meminimalkan susut yang terjadi, serta penentuan varietas padi yang memiliki susut terendah saat dirontokkan. Selain itu, diperlukan pemutuan gabah untuk mengetahui sifat gabah dan mutu gabah guna meningkatkan kualitas dan kuantitas beras.
B. TUJUAN Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengkaji pengaruh cara perontokan menggunakan alat gebot, pedal thresher, dan power thresher terhadap susut perontokan 2. Mengkaji pengaruh varietas padi Ciherang, Cibogo, dan Hibrida SL 8 SHS terhadap susut perontokan 3. Mengamati mutu gabah yang dihasilkan oleh berbagai alat/mesin perontok dan varietas padi
2
II. TINJAUAN PUSTAKA Penanganan pasca panen padi meliputi beberapa tahap kegiatan yaitu penentuan saat panen, pemanenan, penumpukan sementara di lahan sawah, pengumpulan padi di tempat perontokan, penundaan perontokan, perontokan, pengangkutan gabah ke rumah petani, pengeringan gabah, pengemasan dan penyimpanan gabah, penggilingan, pengemasan dan penyimpanan beras. Hasil survei BPS tahun 1996 menunjukkan bahwa total susut pascapanen yaitu sebesar 20.42 % (Ditjen P2HP Deptan, 2008). Pada setiap tahapan terdapat kemungkinan terjadi susut, salah satunya adalah susut perontokan. Susut perontokan terjadi karena adanya gabah yang tertinggal pada malai, cangkang, atau tongkol. Selain itu, kerusakan mekanis gabah yang disebabkan oleh peralatan atau mesin yang digunakan juga merupakan susut perontokan (Anonim, 2008). Susut perontokan ditimbulkan oleh beberapa faktor antara lain varietas padi, kadar air tanaman padi, alat/mesin yang digunakan, alas yang digunakan, dan cara perontokan (Hadiutomo, 2005).
A. Varietas Padi Padi (Oryza sativa) merupakan tanaman yang dapat tumbuh baik di daerah tropis. Padi masuk dalam famili Poaceae (Gramineae). Adapun klasifikasi botani tanaman padi sebagai berikut. Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi
: Angiospermae
Kelas
: Monotyledonae
Family
: Gramineae (Poaceae)
Genus
: Oryza
Spesies
: Oryza spp.
Tanaman padi dapat tumbuh pada daerah bersuhu tinggi dan mendapatkan sinar matahari yang lama. Temperatur rata-rata yang dibutuhkan yaitu sekitar 20-37.8 oC (Grist, 1959). Pertumbuhan tanaman padi dipengaruhi oleh suhu lingkungan daerah pertanaman, lamanya pancaran sinar matahari pada daerah tersebut, keadaan tanah, pH tanah, kandungan sulfit pada tanah, dan
3
salinitas tanah. Padi dapat dipanen setelah mencapai kematangan yaitu berkisar antara 90-260 hari, tergantung pada lingkungan dan kondisi iklim (Grist, 1959). Tanaman semak semusim ini merupakan tanaman yang berbatang basah, dengan tinggi antara 0.5-1.5 m. Batangnya tegak, lunak, beruas, berongga, kasar dan berwarna hijau. Padi mempunyai daun tunggal berbentuk pita yang panjangnya 15-30 cm. Ujungnya runcing, tepinya rata, berpelepah, pertulangan sejajar, dan berwarna hijau. Bunga padi yaitu majemuk berbentuk malai (Anonim, 2000). Pada waktu berbunga malai berdiri tegak, kemudian terkulai bila butir telah terisi dan matang menjadi buah. Buah padi seperti batu (keras) dan terjurai pada tangkai (Nurmala, 1998). Bijinya keras, berbentuk bulat telur, ada yang berwarna putih atau merah. Struktur biji padi terdiri atas tiga bagian utama, yaitu kulit biji, butir padi (endosperma), dan lembaga (embrio). Kulit biji padi adalah sekam sedangkan endosperma dan lembaga adalah beras. Spesifikasi tanaman padi dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Tanaman Padi Sumber : Anonim, 2000 Butir-butir padi yang sudah lepas dari tangkainya disebut gabah, dan yang sudah dibuang kulit luarnya disebut beras. Umumnya beras berwarna putih, walaupun ada juga beras yang berwarna merah. Tangkai butir padi yang telah 4
dirontokkan gabahnya dan dijemur sampai kering disebut merang. Beras pecah kulit adalah gabah yang telah dikupas dari kulitnya. Padi yang termasuk keluarga rumput-rumputan ini ditanam dari bijinya secara langsung atau melalui persemaian terlebih dahulu. Padi merupakan tanaman pangan utama (pokok), karena padi banyak mengandung karbohidrat (pati) sebagai sumber energi utama (Anonim, 2000). Varietas padi berpengaruh terhadap jumlah gabah yang rontok. Varietas padi sawah yang berpotensi menghasilkan gabah dalam jumlah yang tinggi dapat ditentukan dari tipe tanaman padinya. Tipe tanaman padi yang dapat menghasilkan gabah dalam jumlah yang banyak yaitu padi yang tanamannya pendek, tidak rebah, penyebaran cahaya baik, daunnya tegak, daun bendera lebih tinggi daripada malai, daun pendek dan tegak, pembentukan anakan baik, dan anakan yang dihasilkan tegak (Anonim, 1980). Tanaman padi yang rebah akan lebih rentan terhadap kerusakan. Faktorfaktor yang mempengaruhi kerebahan tanaman yaitu tinggi tanaman dimana semakin tinggi tanaman semakin tinggi kecenderungan untuk rebah, cara bertanam dimana cara bertanam pindah lebih tahan terhadap rebah karena dasar tanamannya lebih terbenam, tipe pelepah daun, ketebalan batang, hujan dan angin, intensitas cahaya, jarak tanam, dan dosis pupuk yang diberikan (Anonim, 1980). Varietas padi bermacam-macam dan memiliki karakteristik masingmasing. Varietas unggul nasional berasal dari Bogor yaitu Pelita I/1, Pelita I/2, Adil dan Makmur (dataran tinggi), Gemar, Gati, GH 19, GH 34 dan GH 120 (dataran rendah). Varietas unggul introduksi dari International Rice Research Institute (IRRI) Filipina adalah jenis IR atau PB yaitu IR 22, IR 14, IR 46 dan IR 54; PB 32, PB 34, PB 36 dan PB 48 (Kantor Deputi Menegristek). Karawang memiliki berbagai varietas antara lain varietas Ciherang, Pandan Wangi, Cilamaya Muncul, Cibogo, Conde, Cirata, IR 64, Hibrida SL 8 SHS dan sebagainya. Karakteristik varietas padi dapat dilihat pada Tabel 1 (Ciherang), Tabel 2 (Cibogo), dan Tabel 3 (Hibrida SL 8 SHS).
5
Tabel 1. Padi Ciherang * Komponen
Besaran
Kelompok
Padi sawah
Nomor Seleksi
S3383-id-Pn-41-3-1
Asal Persilangan
IR 18349-53-1-3-1-3/I19661-131-3-1//IR 19661131-3-1-///IR64////IR64
Golongan
Cere
Umur Tanaman
116 - 125 hari
Bentuk Tanaman
Tegak
Tinggi Tanaman
107 cm - 115 cm
Anakan Produktif
14 - 17 batang
Warna Kaki
Hijau
Warna Batang
Hijau
Warna Daun Telinga
Putih
Warna Daun
Hijau
Warna Muka Daun
Kasar pada Bagian Bawah
Posisi Daun
Tegak
Daun Bendera
Tegak
Bentuk Gabah
Panjang Ramping
Warna Gabah
Kuning Bersih
Kerontokan
Sedang
Kerebahan
Sedang
Tekstur Nasi
Pulen
Kadar Amilosa
23 %
Bobot Gabah Seribu Butir
27 - 28 gram
Rata-rata Produksi
5 - 8.5 ton/ha
Ketahan Terhadap Hama
Wereng Coklat Biotipe 2 dan 3
Ketahan Terhadap Penyakit
Bakteri Tawar Daun (HDB) strain III dan IV
Anjuran
Cocok ditanam pada musim hujan dan kemarau dengan ketinggian di bawah 500 m dpl
Teknisi
Tarjat T, Z. A. Simanullang, E. Sumadi, dan Aan A. Daradjat
Dilepas Tahun
2000
Kontak
Balai Penelitian Tanaman Padi
6
Tabel 2. Padi Cibogo* Komponen
Besaran
Kelompok
Padi Sawah
Nomor Seleksi
S3382-2D-PN-16-3-KP-1
Asal Persilangan
IR487B-752/IR19661-131-3-1//IR19661-131-31///IR64////IR64
Golongan
Cere
Umur Tanaman
115 - 125 hari
Bentuk Tanaman
Tegak
Tinggi Tanaman
81 cm - 120 cm
Anakan Produktif
12 - 19 batang
Warna kaki
Hijau Tua
Warna batang
Hijau Muda
Warna daun telinga
Putih
Warna daun
Hijau
Warna muka daun
Kasar pada Bagian Permukaan Sebelah Bawah
Posisi daun
Tegak
Daun bendera
Tegak Panjang (Menutup Malai)
Bentuk Gabah
Panjang Ramping
Warna Gabah
Kuning Bersih
Kerontokan
Agak Tahan
Kerebahan
Sedang
Tekstur Nasi
Pulen
Kadar Amilosa
24 %
Bobot Gabah Seribu Butir
27 - 30 gram
Rata-rata Produksi
4.3 - 8.1 ton/ha
Ketahanan Terhadap Hama
Tahan Wereng Coklat Biotipe 2, Agak Tahan Wereng Coklat Biotipe 3 dan HDB strain IV
Ketahanan Terhadap Penyakit
Rentan Terhadap Penyakit Virus Tungro
Anjuran
Dapat ditanam pada lahan sawah sampai 800 meter di atas permukaan laut yang tidak endemik hama wereng coklat dan penyakit virus tungro.
Teknisi
Z.A. Simanullang, Aan A. Daradjat.
Dilepas Tahun
2003
7
Tabel 3. Padi Hibrida SL 8 SHS * Komponen
Besaran
Kelompok
Padi Sawah
Nomor Seleksi
SL-8H
Asal Persilangan
Introduksi dari Philippines, merupakan keturunan pertama F1 hasil persilangan (CMS SL-1A dengan Restorer SL-8R)
Golongan
Indica / Japonica
Umur Tanaman
112 - 115 hari
Bentuk Tanaman
Tegak
Tinggi Tanaman
107 cm - 115 cm
Warna Kaki
Hijau
Warna Batang
Hijau
Kekuatan Batang
Kuat
Warna Telinga Daun
Tidak Berwarna
Warna Lidah Daun
Tidak Berwarna
Warna Daun
Hijau
Muka Daun
Kasar
Posisi Daun
Tegak
Daun Bendera
Tegak
Bentuk Gabah
Panjang Ramping
Warna Gabah
Kuning Bersih
Kerontokan
Sedang
Kerebahan
Sedang
Tekstur Nasi
Sedang
Kadar Amilosa
25.5 %
Bobot Gabah Seribu Butir
26 - 27 gram
Rata-rata Produksi
14.83 ton/ha
Ketahanan Terhadap Hama
Agak Rentan terhadap WBC 1, 2, 3, Agak Tahan HDB III, Agak Rentan HDB IV dan VIII.
Ketahanan Terhadap Penyakit
Rentan terhadap Penyakit Tungro
Peneliti
Huang Kuang Hsien (Know You Seed Pte. Ltd.)
Institusi Pemilik
SL Agritech
Dilepas Tahun
2006
8
B. Pascapanen Padi 1. Penentuan Saat Panen Tahap awal dari kegiatan pascapanen padi yaitu penentuan saat panen padi. Ketidaktepatan dalam penentuan saat panen dapat mengakibatkan kehilangan hasil yang tinggi dan mutu gabah/beras yang rendah. Penentuan saat panen dapat dilakukan berdasarkan pengamatan visual dan pengamatan teoritis. a. Pengamatan Visual Pengamatan visual dilakukan dengan cara melihat kenampakan padi pada hamparan lahan sawah. Berdasarkan kenampakan visual, umur panen optimal padi dicapai apabila 90-95 % butir gabah pada malai padi sudah berwarna kuning atau kuning keemasan. Padi yang dipanen pada kondisi tersebut akan menghasilkan gabah berkualitas baik sehingga menghasilkan rendemen giling yang tinggi (Kantor Deputi Menegristek). b. Pengamatan Teoritis Pengamatan teoritis dilakukan dengan melihat deskripsi varietas padi dan mengukur kadar air dengan moisture tester. Berdasarkan deskripsi varietas padi, umur panen padi yang tepat adalah 30-35 hari setelah berbunga merata atau antara 135-145 hari setelah tanam. Berdasarkan kadar air, umur panen optimum dicapai setelah kadar air gabah mencapai 22-23 % pada musim kemarau, dan antara 24-26 % pada musim penghujan (Damardjati et al, 1981). Menurut Setyono, et al (1993), tingkat kematangan padi sangat berpengaruh terhadap besarnya kehilangan hasil. Kehilangan hasil pada umur satu minggu sebelum masak optimal sebesar 0.77 %, pada saat masak optimal sebesar 3.35 %, satu minggu setelah optimal sebesar 5.63 %, dua minggu setelah masak 8.64 %, tiga minggu setelah masak sebesar 40.70 %, dan empat minggu setelah masak mencapai 60.45 %. 2. Pemanenan Tiga cara panen padi yang biasa dilakukan petani, adalah 1) panen potong bawah, 2) potong tengah, dan 3) potong atas. Cara panen dipilih berdasarkan jenis atau cara perontokan yang digunakan. Padi yang digebot atau dirontokkan dengan alat pedal thresher dipanen dengan cara potong bawah. Cara
9
panen potong atas atau potong tengah ditempuh jika padi dirontokkan dengan alat perontok power thresher. Terdapat tiga sistem panen padi yaitu sistem panen bebas, individual, dan kelompok. Pada sistem bebas, jumlah pemanen pada satu luasan lahan tidak dibatasi. Sebaliknya pada sistem individual, satu luasan tertentu menjadi monopoli satu individu atau keluarga pemanen. Sedangkan pada sistem kelompok jumlah pemanen berkisar antara 5-7 orang yang dilengkapi satu unit pedal thresher atau 15-20 orang yang dilengkapi satu unit power thresher. Di jalur pantai utara Jawa, sistem panen dilakukan oleh sekelompok pemanen dengan jumlah tenaga pemanen yang sangat banyak (> 20 orang) (Nugraha, 2008). Pemanenan dapat dilakukan menggunakan ani-ani, sabit, atau mesin pemanen (reaper). Ani-ani dan sabit merupakan alat panen sederhana yang biasa digunakan pada daerah yang masih memiliki banyak tenaga kerja. Saat ini, ani-ani sudah ditinggalkan sebagian warga dan beralih ke sabit. Sabit yang digunakan untuk pemanenan padi ada dua macam, yaitu sabit rata atau biasa dan sabit bergerigi. Penggunaan sabit gerigi dapat menekan susut sebesar 3 % (Nugraha et al., 1990). Spesifikasi sabit gerigi adalah: a. Gagang terbuat dari kayu atau plastik bulat dengan diameter 2 cm dan panjang kurang lebih 15 cm. b. Mata pisau terbuat dari baja keras yang satu sisinya bergerigi antara 12-16 gerigi sepanjang 1 inchi. c. Memiliki SNI atau test report. (Ditjen P2HP Deptan, 2007) 3. Penumpukan dan Pengumpulan Setelah dilakukan pemanenan, dilanjutkan ke proses perontokan. Tidak semua petani langsung merontokkan gabah segera setelah melakukan pemotongan anakan. Keterlambatan perontokan sering terjadi, antara lain karena tenaga kerja kurang dan waktu panen yang serempak. Oleh sebab itu, padi ditumpuk sementara di sawah seperti terlihat pada Gambar 2.
10
Gambar 2. Padi Ditumpuk Sementara Sumber : www.pustaka-deptan.go.id Ketidaktepatan dalam penumpukan dan pengumpulan padi dapat mengakibatkan kehilangan hasil yang cukup tinggi. Untuk menghindari atau mengurangi terjadinya kehilangan hasil sebaiknya pada waktu penumpukan dan pengangkutan padi menggunakan alas terpal. Penggunaan alas terpal 8 m x 8 m dan wadah pada saat penumpukan dan pengangkutan dapat menekan kehilangan hasil antara 0.94-2.36 %. Selain itu, lama penundaan tidak lebih dari satu malam dengan tinggi tumpukan tidak lebih dari 1 m. Beberapa hal yang mungkin terjadi selama proses penundaan perontokan antara lain: a. Kehilangan hasil karena gabah rontok selama penumpukan atau dimakan binatang. b. Kerusakan gabah akibat reaksi enzimatis sehingga gabah cepat berkecambah, terjadinya butir kuning, berjamur atau rusak. (Nugraha, 2008) 4. Perontokan Perontokan adalah proses melepaskan butiran gabah dari malai dengan cara menyisir atau membanting malai pada benda yang lebih keras atau menggunakan alat dan mesin perontok (alat “gebot”, pedal thresher, power thresher). Kinerja alat dan mesin perontok mempengaruhi tingkat kehilangan hasil. Perontokan padi umumnya dilakukan pada saat panen, tetapi terdapat juga di beberapa daerah yang melakukan perontokan antara satu sampai dua hari setelah padi dipanen. Hal ini tergantung keadaan serta kebiasaan di daerah masing-masing (Hernowo, 1979). Gabah mempunyai kecenderungan untuk rontok dengan mudah terutama bila kadar air di bawah 20 % (Stout, 1966).
11
Pada tahap ini, kehilangan hasil akibat ketidaktepatan dalam melakukan perontokan dapat mencapai lebih dari 5 %. Penyebab utama terjadinya kehilangan hasil pada saat perontokan padi yaitu kurangnya kehati-hatian para petani dalam bekerja, cara penggebotan dan pembalikan padi, kecepatan putaran silinder perontok, dan luasan alas terpal/plastik yang digunakan pada saat merontok. Oleh sebab itu, selama perontokan sebaiknya digunakan alas terpal berwarna gelap, dengan ukuran 8 m x 8 m, dan ada jahitan pinggir dengan diberi lubang interval dua meter serta dilengkapi dengan ring di setiap sudut terpal (Ditjen P2HP, 2007). Beberapa faktor yang mempengaruhi kapasitas dan kinerja kegiatan perontokan padi diantaranya yaitu varietas padi, sistem pemanenan, mekanisme perontokan, penundaan perontokan, serta faktor kehilangan hasil (Herawati, 2008). 5. Pengeringan Pengeringan merupakan proses penurunan kadar air gabah sampai mencapai nilai tertentu sehingga siap untuk diolah/digiling atau aman untuk disimpan dalam waktu yang lama. Tahap ini sangat menentukan rendemen dan mutu beras. Penundaan pengeringan akan menyebabkan turunnya mutu gabah dan beras giling, seperti butir kuning dan gabah berkecambah. Kehilangan hasil akibat ketidaktepatan dalam melakukan proses pengeringan dapat mencapai 2.13 %. Pada saat ini cara pengeringan padi telah berkembang dari cara penjemuran menjadi pengering buatan (dryer) (Ditjen P2HP Deptan, 2007). Penjemuran merupakan proses pengeringan gabah basah dengan memanfaatkan panas sinar matahari. Untuk mencegah bercampurnya kotoran, kehilangan butiran gabah, memudahkan pengumpulan gabah dan menghasilkan penyebaran panas yang merata, maka penjemuran harus dilakukan dengan menggunakan alas terpal. Penggunaan alas untuk penjemuran telah berkembang dari anyaman bambu kemudian menjadi lembaran plastik/terpal dan terakhir lantai dari semen/beton. Penjemuran gabah memiliki resiko kehilangan karena gabah tercecer atau dimakan burung atau ayam. 6. Penyimpanan Penyimpanan merupakan tindakan untuk mempertahankan gabah/beras agar tetap dalam keadaan baik dalam jangka waktu tertentu. Kesalahan dalam melakukan penyimpanan gabah dapat mengakibatkan gabah menjadi lembab,
12
tumbuhnya jamur, dan serangan serangga, binatang mengerat, serta kutu beras yang dapat menurunkan mutu gabah. Cara penyimpanan gabah dapat dilakukan dengan: (1) sistem curah, yaitu gabah yang sudah kering dicurahkan pada suatu tempat yang dianggap aman dari gangguan hama maupun cuaca, dan (2) cara penyimpanan menggunakan kemasan/wadah seperti karung plastik, karung goni, dan lain-lain (Ditjen P2HP Deptan, 2007). 7. Penggilingan Penggilingan padi adalah suatu proses mekanik memisahkan sekam dari gabah dan memisahkan lapisan aleuron dan perikarp dari beras pecah kulit untuk memperoleh beras giling yang siap dikonsumsi. Proses penggilingan gabah terdiri dari dua tahapan pokok, yaitu dehusking (pengupasan sekam) dan whitening (pemutihan). Terdapat dua tipe alat mesin penggilingan padi, antara lain: (a) diskontinyu; yaitu penggilingan padi dengan pengangkutan gabah dari proses satu ke proses yang lain secara manual, dan (b) kontinyu; yaitu penggilingan padi dengan pengangkutan gabah dari satu proses ke proses lain dilakukan secara mekanik dengan alat pocket elevator (Ditjen P2HP Deptan, 2007).
C. Perontokan Padi Susut panen dan perontokan hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 1986/1987, 1995/1996, serta hasil survei Direktorat Penanganan Pascapanen Ditjen P2HP bekerjasama dengan Pusat Data dan Informasi Pertanian, Setjen Departemen Pertanian dan BPS tahun 2007 dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Susut Panen dan Perontokan (Ditjen P2HP, 2008) Jenis Susut Pemanenan Perontokan
Besaran susut (%) 1986/1987 1995/1996 9,19 9,52 5,48
4,78
2007 1,57 0,98
Sementara itu, perontokan padi Ciherang di Kecapatan Telagasari, Karawang terjadi susut perontokan sebesar 4.6±0.25 % (Listyawati, 2007). Alat perontok yang digunakan dalam perontokan berpengaruh terhadap mutu dan kehilangan hasil (Tabel 5).
13
Tabel 5. Pengaruh Alat Perontok Padi terhadap Susut (Rachmat et al., 1993)
3.52
Kapasitas Perontokan (kg/jam) 41.8
Gabah Tidak Terontok (%) 2.84
Pedal Thresher
2.17
81.8
1.54
2.37
Power Thresher
1.67
526.2
0.65
1.20
Alat Perontok
Gabah Hampa (%)
Alat “Gebot”
Kehilangan (%) 3.11
Hasil utama yang diharapkan dalam perontokan adalah butiran gabah, dan hasil buangan berupa sekam, daun padi, serta kotoran lainnya. Hasil sampingan dapat juga berupa gabah yang rusak seperti pecah terkelupas (Soemardi, 1972). Suatu hasil perontokan dapat dikatakan baik apabila hasil utama gabah dapat dicapai sebanyak-banyaknya tanpa mengalami kerusakan. Adapun mekanisme perontokan padi dengan beberapa alat/mesin perontok yaitu: 1. Alat “Gebot” Perontokan dengan cara banting dilakukan pada malai padi yang dipukulkan dengan tangan pada suatu kerangka kayu, bambu, atau besi. (Sulistiadi, 1980). Suatu kerangka kayu atau bambu biasa disebut alat “gebot”. Padi yang dirontok menggunakan alat “gebot” dipanen dengan potong bawah agar mudah digenggam pada saat perontokan. Padi yang dirontok dengan cara digebot sebaiknya dilakukan segera setelah pemanenan. Dengan adanya penundaan perontokan akan terjadi peningkatan kehilangan hasil dan penurunan mutu gabah yang dihasilkan. Cara perontokan padi dengan alat “gebot” yaitu malai padi diambil secukupnya lalu dipukulkan/digebot pada meja rak perontok ± 6-12 kali dan hasil rontokannya akan jatuh di terpal yang ada di bawah meja rak perontok. Selanjutnya dilakukan pengumpulan hasil perontokan berupa gabah (Ditjen P2HP Deptan, 2007). Perontokan padi dengan cara digebot dapat dilihat pada Gambar 3.
14
Gambar 3. Perontokan Padi dengan Cara Digebot Sumber : www.pustaka-deptan.go.id 2. Pedal Thresher Pedal thresher merupakan alat perontok padi dengan konstruksi sederhana dan digerakkan menggunakan tenaga manusia. Bahan kontruksinya terbuat dari kayu, seng, dan besi. Bagian utama pedal thresher adalah silinder perontok, gigi perontok (threshing teeth), gigi transmisi, dan pengayuh/pedal. Kelebihan alat ini dibandingkan dengan alat “gebot” yaitu mampu menghemat tenaga dan waktu, mudah dioperasikan, mengurangi kehilangan hasil, berkapasitas kerja 75-100 kg/jam, dan cukup dioperasikan oleh satu orang. Pada pedal thresher arah putaran dari silinder perontok dapat searah jarum jam atau berlawanan arah jarum jam dan sebaliknya diputar pada kecepatan 100-150 rpm. Padi yang dirontok menggunakan pedal thresher biasa dipanen dengan potong bawah untuk memudahkan perontokan (Ditjen P2HP Deptan, 2007). Perontokan padi menggunakan pedal thresher dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Perontokan Padi dengan Pedal Thresher Sumber : www.pustaka-deptan.go.id
15
3. Power Thresher Power thresher merupakan mesin perontok yang menggunakan sumber tenaga penggerak engine. Kelebihan mesin perontok ini dibandingkan dengan alat perontok lainnya yaitu kapasitas kerja lebih besar dan efisiensi kerja lebih tinggi. Penggunaan power thresher dalam perontokan dapat menekan kehilangan hasil padi sekitar 3 %. Power thresher sebaiknya berputar dengan kecepatan 400-450 rpm (Ditjen P2HP Deptan, 2007). Perontokan padi menggunakan power thresher dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Perontokan Padi dengan Power Thresher Sumber : www.pustaka-deptan.go.id Menurut cara pemasukan padi saat pemakaian perontok padi ada dua cara yaitu sistem pemasukan dipegang (hold-on) dimana tangkai padi dijepit dengan tangan dan sistem pemasukan dilempar (throw-in). Sistem pemasukan throw-in memiliki kecepatan lebih tinggi dan perontokan lebih sempurna daripada sistem perontokan hold-on. Cara padi potong atas atau dekat dengan pangkal malai pada saat pemanenan, biasanya dilakukan untuk perontokan padi dengan menggunakan power thresher tipe throw in. Kapasitas mesin perontok dipengaruhi oleh intensitas perputaran silinder perontok, diameter silinder perontok, mesin penggerak, cara panen, varietas padi, mekanisme kerja kelompok, dan operator mesin perontok (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta, 2006).
16
D. Gabah Gabah adalah butir padi yang terlepas dari malainya dan terpisah satu sama lain. Gabah digolongkan menjadi tiga mutu yaitu mutu I, mutu II, dan mutu III, dengan persyaratan mutu dibagi dua yaitu persyaratan kualitatif dan persyaratan kuantitatif. Persyaratan kualitatif meliputi: (1) bebas hama dan penyakit; (2) bebas bau busuk, asam, atau bau lainnya; (3) bebas dari bahan kimia seperti sisa-sisa pupuk, insektisida, fungisida, dan bahan kimia lainnya; dan (4) gabah tidak boleh panas. Persyaratan kuantitatif meliputi kadar air, gabah hampa, butir rusak/kuning, butir mengapur/gabah muda, butir merah, benda asing, dan gabah varietas lain. Spesifikasi persyaratan mutu gabah dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Spesifikasi Persyaratan Mutu Gabah (SNI 01-0007-1987-0) No.
Komponen Mutu
1.
Mutu I
II
III
Kadar Air (% maksimum)
14
14
14
2.
Gabah Hampa (% maksimum)
1
2
3
3
Butir Rusak + Butir Kuning (% maksimum)
2
5
7
4
Butir Mengapur + Gabah Muda (% maksimum)
1
5
10
5
Butir Merah (% maksimum)
1
2
4
6
Benda Asing (% maksimum)
_
0.5
1
7
Gabah varietas Lain (% maksimum)
2
5
10
Gabah dan serealia lainnya merupakan bahan pangan yang penting karena
memiliki
sifat
yang
mampu
mempertahankan
mutu
selama
penyimpanannya baik. Kadar air merupakan faktor utama dalam menentukan daya simpan gabah yang dipengaruhi oleh suhu, oksigen, kondisi biji, lama penyimpanan, dan faktor biologik (cendawan dan serangga) (Damardjati, 1988).
17
Adapun parameter mutu yang digunakan dalam standarisasi gabah yaitu: 1. Gabah Kering Giling Hasil tanaman padi (Oryza sativa) yang telah dilepas dari tangkainya dengan cara perontokan, dikeringkan, dan dibersihkan sampai memenuhi persyaratan kualitas seperti tercantum dalam persyaratan kualitas gabah kering giling pengadaan dalam negeri. 2. Kadar Air Jumlah kandungan air di dalam butir gabah yang dinyatakan dalam satuan persen dari berat basah (wet basis). 3. Butir hampa Butir gabah yang tidak berkembang sempurna atau akibat serangan hama, penyakit atau sebab lain sehingga tidak berisi butir beras walaupun kedua tangkup sekamnya tertutup maupun terbuka. Butir gabah setengah hampa tergolong kedalam butir hampa. 4. Kotoran/benda asing Segala benda asing lainnya yang tidak tergolong gabah, misalnya: debu, butirbutir tanah, butir-butir pasir, batu-batu kerikil, potongan kayu, potongan logam, tangkai padi, biji-biji lain, bangkai serangga hama, dan sebagainya. Termasuk dalam kategori kotoran adalah butir-butir gabah yang telah terkelupas (beras pecah kulit) dan gabah patah. 5.
Butir kuning/rusak a. Butir kuning Butir beras pecah kulit (setelah gabah dikupas) yang berwarna kuning, coklat atau kekuning-kuningan dan kuning rusak akibat proses perubahan warna yang terjadi selama perawatan. b. Butir rusak Butir rusak adalah beras pecah kulit (gabah yang telah dikupas) dengan kondisi rusak, termasuk dalam kategori butir rusak adalah butir-butir gabah yang isinya: •
Berwarna putih/bening, putih mengapur, dan berwarna merah yang mempunyai bintik-bintik warna lain. Biji dengan bintik yang bernoktah termasuk butir rusak.
18
•
Sedangkan biji dengan bintik kecil tunggal yang tidak potensial tergolong butir baik.
6.
Butir hijau/mengapur a. Butir hijau Butir beras pecah kulit (setelah gabah dikupas) yang berwarna kehijauan dan bertekstur lunak seperti kapur akibat dipanen terialu muda (sebelum proses pemasakan buah sempurna), hal ini ditandai dengan patahnya butir-butir hijau tadi. Butir berwarna hijau yang utuh dan keras dikategorikan sebagai butir sehat (bukan butir hijau). b. Butir mengapur Butir beras pecah kulit (setelah gabah dikupas) yang berwarna putih seperti kapur (chalky) dan bertekstur lunak yang disebabkan oleh faktor fisiologis. Butir berwarna seperti kapur yang utuh dan keras dimasukan sebagai butir sehat (bukan butir kapur).
7. Butir merah Butir beras pecah kulit (setelah gabah dikupas) yang 25 % atau lebih permukaannya diselaputi oleh kulit ari yang berwarna merah atau seluruh endospermnya berwarna merah. (Departemen Pertanian, 2003)
19
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian dilaksanakan di Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) Mekar Tani, Kecamatan Kutawaluya, Kabupaten Karawang dan Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Karawang. Penelitian ini dimulai pada bulan Maret-April 2009.
B. Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Alat 1. Alat “Gebot” 2. Pedal Thresher 3. Power Thresher 4. Terpal ukuran 8 m x 8 m untuk alas pengamatan 5. Alas Petani yang biasa digunakan berukuran 3 m x 3 m 6. Timbangan Analitik 7. Timbangan Besar 8. Moisture Tester 9. Wadah Plastik 10. Karung Beras 11. Penampi dan baki 12. Mini Husker SATAKE RICE MACHINE 13. Homogenizer Sampel Gabah dan Beras 14. Alat Uji Keretakan KIYA SEISAKUSHO LTD 15. Pinset 16. Kaca Pembesar Bahan 1. Padi dengan varietas Ciherang, Cibogo, dan Hibrida SL 8 SHS 2. Bensin
20
C. Metode Penelitian Perlakuan yang akan dicobakan adalah padi dengan varietas Ciherang, Cibogo, dan Hibrida SL 8 SHS dirontok dengan menggunakan alat/mesin perontok yaitu alat “gebot”, pedal thresher, dan power thresher. Hasil perontokan ditimbang dan butir gabah yang tercecer dihitung. Data penimbangan dan penghitungan butir gabah tersebut dimasukkan ke dalam suatu rumus tertentu sehingga diperoleh susut perontokan dalam persen. Rancangan penelitian dapat dilihat pada Gambar 6. Iklim
Varietas
Ciherang
Cara Perontokan
Cibogo
Hibrida
Alat “Gebot”
Pedal Thresher
Power Thresher
Susut Perontokan
Pemutuan Gabah
Gambar 6. Rancangan Penelitian
D. Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak kelompok (RAK) dengan perlakuan tipe alat/mesin perontok yang terdiri dari tiga taraf, yaitu (1) alat “gebot”, (2) pedal thresher, (3) power thresher dengan varietas yang diujikan adalah Ciherang, Cibogo, dan Hibrida SL 8 SHS sebagai kelompok.
21
M Model linier secara um mum dari raancangan saatu faktor deengan rancaangan acak kelom mpok dapatt dituliskan sebagai berrikut: Yij = µ + τi + βj + εij Dimana: i
= 1,2,3
j
= 1,2,3
Yij = Hassil pengamaatan pada peerlakuan ke-i dan kelom mpok ke-j µ
= Nilai rataan um mum pengam matan
τi
= Penngaruh perlaakuan ke-i
βj
= Penngaruh kelom mpok ke-j
εij
= Penngaruh acakk pada perlakuan ke-i dan d kelompook ke-j P Pada setiap hasil akan diamati d kom mbinasi fakttor yang dibberikan sehingga
diketahui pengaruh alat/mesinn perontok k dan variietas padi terhadap susut perontokaan dan kereetakan butiran padi. Data D dianallisis mengggunakan an nalisis ragam dengan taraf nyata 5 %, % apabila berpengaruuh nyata m maka dilanju utkan dengan Duuncan Multiple Range Test (DMR RT).
E. Pengaamatan 1.
Karakkteristik Fisik Varietas Padi K Karakteristi k fisik varieetas padi yaang diamati dalam penelitian ini adalah a
jumlah buutir gabah per p malai daan berat 10 000 butir Gabah G Kerinng Panen (G GKP). Pengamataan ini dilaakukan sebelum padi dipanen. Penghitunga P an jumlah butir gabah perr malai dilaakukan secaara manual dan ditimbbang dengaan menggun nakan timbangann analitik seeperti terlihaat pada Gam mbar 7.
Gambaar 7. Timban ngan Analittik
22
2.
Susut Perontokan Susut perontokan adalah kehilangan hasil selama proses perontokan.
Sebelum perontokan, padi varietas tertentu dan terpal 8 m x 8 m disiapkan. Alas terpal digunakan sebagai alas pengamatan. Alas petani yang biasa digunakan, dihamparkan di atas alas pengamatan. Layout penempatan alas petani dapat dilihat pada Gambar 8. Kegiatan perontokan seperti biasa dilakukan oleh petani. Perontokan dilakukan dengan menggunakan alat “gebot”, pedal thresher, dan power thresher.
T1
T0 Alas Petani
Alas Pengamatan Gambar 8. Layout Pemasangan Alas Pengamatan Diperlukan beberapa data pengukuran dalam pemerolehan nilai susut perontokan. Pengambilan sata susut perontokan dapat dilihat pada Lampiran 1. Pengukuran-pengukuran yang dilakukan yaitu: a. Berat padi yang dirontokkan b. Berat gabah hasil perontokan c. Banyaknya butir gabah yang terlempar di luar alas petani d. Berat jerami selama perontokan e. Banyaknya butir gabah yang terdapat pada kotoran f. Berat sampel jerami g. Banyaknya butir gabah yang masih terdapat pada jerami
23
Adapun rumus yang digunakan dalam pemerolehan susut perontokan adalah sebagai berikut:
SPr =
( BT1 + BT2 + BT3 ) × 100% ( BT0 + BT1 + BT2 + BT3 )
BT2 =
BT2 (sampel) × Berat seluruh jerami (kg) Berat sampel jerami (1 kg)
Keterangan: SPr
: Susut perontokan
T1
: Banyaknya butir gabah yang terlempar di luar alas petani tetapi masih di dalam alas pengamatan
T2
: Banyaknya butir gabah yang masih melekat pada jerami dan tidak terontok
T3
: Banyaknya butir gabah yang terbawa kotoran
BT0
: Berat gabah hasil perontokan
BT1
: Berat gabah yang terlempar ke luar alas petani
BT2
: Berat gabah yang masih melekat pada jerami dan tidak terontok
BT3
: Berat gabah yang terbawa kotoran Untuk menghitung BT2, jerami yang digunakan sebagai sampel
sebanyak 1 kg secara acak setelah perontokan. Selanjutnya sampel jerami dikeprik atau diasak dengan menggunakan alat berupa pemukul besi sehingga gabah yang masih melekat pada jerami dapat jatuh dan terkumpul. Hasil pengasakan ditimbang dan dikalikan dengan berat jerami seluruhnya yang dihasilkan setelah proses perontokan selesai. 3. Pemutuan Gabah Pemutuan gabah dilakukan dengan pengamatan terhadap kadar air GKP, gabah hampa, gabah bersih, benda asing, butir kuning/rusak, butir mengapur, butir hijau, butir merah, dan gabah varietas lain. Pemutuan gabah dilakukan pada pengkajian pengaruh alat/mesin perontok terhadap susut perontokan, dan pada pengkajian susut perontokan beberapa varietas padi. Adapun pengamatan yang dilakukan yaitu:
24
a.
Kadar Air Kadar air diukur dengan menggunakan Kett Moisture Tester yang terlihat pada Gambar 9. Pengukuran dilakukan tiga kali sebagai pengulangan. Setiap pengulangan tidak terdapat nilai kadar air yang tidak sesuai dengan batas ketentuan kadar air gabah yaitu 14 %.
Gambar 9. Kett Moisture Tester b.
Gabah Hampa/Kotoran, dan Benda Asing Gabah sampel yang digunakan seberat 100 gram. Pemisahan dilakukan secara manual dengan menggunakan ayakan gabah (Gambar 10), kaca pembesar, dan alat penjepit. Selanjutnya dilakukan penimbangan gabah hampa/kotoran dan benda asing. Pengamatan dilakukan tiga kali sebagai pengulangan (Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian, 2005). Rumus yang digunakan sebagai berikut. % gabah hampa / kotoran = % benda asing =
berat gabah hampa / kotoran (g) × 100% 100 g
berat benda asing (g) × 100% 100 g
Gambar 10. Ayakan Gabah
25
c.
Butir Hijau/Mengapur, Butir Kuning/Rusak, dan Butir Merah Pengamatan dilakukan dengan mengambil 100 g gabah bersih yang sebelumnya telah dipisahkan dengan gabah hampa, kotoran, dan benda asing. Kemudian dikupas kulitnya dengan menggunakan alat mini husker seperti terlihat pada Gambar 11. Timbang beras pecah kulit 50 gram yang terjadi. Pisahkan butir hijau/mengapur, butir kuning/rusak, dan butir merah dengan menggunakan tangan, pinset, dan kaca pembesar. Selanjutnya dilakukan penimbangan butir hijau/mengapur, butir kuning/rusak, dan butir merah. Pengamatan dilakukan tiga kali sebagai pengulangan. Rumus yang digunakan antara lain: % butir hijau / mengapur = % butir kuning / rusak = % butir merah =
berat butir hijau / mengapur (g) × 100% 50 g
berat butir kuning / rusak (g) × 100% 50 g
berat butir merah (g) × 100% 50 g
Gambar 11. Mini Husker d.
Uji Keretakan Pengamatan dengan mengambil 100 butir gabah dan dilakukan tiga kali sebagai pengulangan. Keretakan ini dapat dilihat dengan menggunakan alat KIYA SEISAKUSHO (Gambar 12) dari Jepang dengan bantuan lampu bohlam bening 60 watt. Pengamatan keretakan dilakukan pada setiap varietas
26
padi dan setiap perlakuan perontokan menggunakan alat “gebot”, pedal thresher, dan power thresher. % keretakan =
jumlah butir gabah retak × 100% 100 butir
Gambar 12. Alat Uji Keretakan
27
Timbang padi yang akan dirontok (perontok manual 100 kg, perontok mesin 400 kg)
Padi dirontok sesuai kebiasaan petani dengan beberapa alat dan mesin perontok
Timbang gabah hasil perontokan (T0)
Timbang gabah yang terlempar di luar alas petani (T1)
Timbang jerami seluruhnya hasil perontokan
Ambil jerami 1 kg sebagai sampel
Ambil dan timbang gabah yang masih menempel pada jerami setelah dirontok (T2)
Ambil dan timbang gabah yang terdapat pada kotoran atau menempel pada alat dan mesin perontok (T3)
Gambar 13. Skema Pengambilan Data Susut Perontokan
28
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Karakteristik Tanaman Padi Tanaman padi memiliki karakteristik yang berbeda-beda sesuai dengan varietas padi. Karakteristik yang dimiliki menjadi suatu kelebihan atau kekurangan dari masing-masing varietas. Jumlah butir gabah per malai dan berat seribu butir GKP (Gabah Kering Panen) merupakan karakteristik dari tanaman padi. Semakin banyak jumlah butir gabah per malai, maka semakin baik karakteristik yang dimiliki varietas padi tersebut. Begitu pula dengan berat seribu butir GKP, dengan semakin berat, semakin baik pula karakteristik varietas padinya. Hasil pengamatan jumlah butir gabah per malai pada beberapa varietas padi dapat dilihat pada Gambar 14, sedangkan data lengkapnya pada Lampiran 2. 350
269‐336
Jumlah Butir per Malai
300 250 200
154‐161 109‐151
150 100 50 0 Ciherang
Cibogo
Hibrida SL 8 SHS
Varietas Padi
Gambar 14. Grafik Jumlah Butir per Malai pada Beberapa Varietas Padi Berdasarkan grafik di atas, varietas padi yang memiliki jumlah butir gabah per malai paling banyak adalah varietas Hibrida yang berkisar antara 269-336 butir. Sedangkan varietas Cibogo memiliki jumlah paling sedikit dari kedua varietas lainnya, yaitu berkisar antara 109-151 butir gabah per malai. Berbeda dengan perbandingan jumlah butir gabah per malai, varietas Hibrida memiliki berat seribu butir GKP yang paling rendah dibandingkan dengan dua varietas lain yaitu dengan rata-rata 28.63 g. Varietas Cibogo memiliki berat seribu
29
butir GKP rata-rata paling tinggi yaitu 30.43 g. Dengan demikian, bahwa varietas Hibrida memiliki jumlah butir gabah per malai paling banyak, namun memiliki berat seribu butir paling rendah dibandingkan dengan varietas Ciherang dan Cibogo. Hal ini menunjukkan bahwa varietas padi Ciherang, Cibogo, dan Hibrida masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan pada karakteristik fisik tanaman. Perbandingan berat seribu butir GKP ketiga varietas dapat dilihat pada
Berat Seribu Butir (gr)
Gambar 15 atau untuk lebih jelasnya pada Lampiran 3. 31.5 31.0 30.5 30.0 29.5 29.0 28.5 28.0 27.5 27.0 26.5
30.43 29.67 28.63
Ciherang
Cibogo
Hibrida SL 8 SHS
Varietas Padi
Gambar 15. Grafik Berat Seribu Butir Gabah Beberapa Varietas Padi Karakteristik fisik tanaman padi tiap varietas mempengaruhi rendemen gabah yang dihasilkan. Perbedaan karakteristik fisik varietas padi dipengaruhi oleh faktor genetis atau asal persilangan varietas padi. Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian, Karawang (2007) menunjukkan bahwa berat seribu butir GKP adalah 22 g. Sementara itu, hasil pengamatan berat seribu butir GKP ratarata dengan mengabaikan perbedaan varietas yaitu sebesar 29.6 g. Dengan demikian, terjadi kenaikan berat seribu butir GKP sebesar 35 %. Hal ini dapat meningkatkan rendemen gabah yang diperoleh para petani. Kenaikan berat seribu butir GKP kemungkinan terjadi karena beberapa faktor yaitu pemilihan bibit padi unggul, pengolahan tanah yang baik, penggunaan pupuk yang tepat, serta penyemprotan hama dan penyakit tanaman secara intensif.
30
B. Spesiffikasi Alat dan d Mesin Perontok A Alat/mesin perontok di berbagaai daerah memiliki sspesifikasi yang berbeda-beda. Perbedaan spesifikasi diseb babkan adaanya modiffikasi alat/m mesin perontok oleh o para petani. p Moddifikasi yang dilakukann memiliki beberapa tujuan yaitu unttuk mempeermudah penggunaan alat/mesinn perontokk, menyesu uaikan alat/mesinn perontok dengan kebbutuhan, menambah m e efisiensi waaktu peronttokan, menguranngi susut perontokan p yang terjad di saat perrontokan, sserta menambah rendemen gabah yang diperolehh para petan ni. Spesifikaasi alat dann mesin pero ontok matan di bawah ini terdapaat di Gapoktan Mekarr Tani Dessa Kutagandok, Kecam Kutawaluyya, Kabupatten Karawaang. 1. Alat “G Gebot”
Gam mbar 16. Alaat “Gebot” A “gebot” merupakaan alat pero Alat ontok manuaal dengan ccara membaanting segenggam m padi denggan frekuennsi 6-12 kalii. Alat “gebbot” dibuat sendiri oleh h para petani sesuai dengan kebutuhann (Gambar 16). 1 Namunn, di daerahh ini alat “g gebot” sudah jaraang digunakkan oleh paara petani. Bagian kom mponen alaat “gebot” terdiri t dari: a. Rak peerontok yanng terbuat dari d kayu dengan 4 kakii berdiri di atas tanah, dapat dipinddah-pindahkkan. b. Meja rak r perontokk terbuat daari belahan kayu melinntang dengann jarak reng ggang 6 cm. Meja M ini meemiliki ukuran 60 cm x 40 cm. c. Tinggii alat 35 cm m dan jarakk antar kakii 70 cm. Sppesifikasi allat “gebot” lebih lengkaapnya dapatt dilihat padda Lampiran n 4a.
31
2. Pedal Thresher
Gambbar 17. Ped dal Thresherr G Gapoktan M Mekar Tanni memilikii beberapa unit pedaal thresherr dari Departemeen Pertaniaan Karawanng (Gambarr 17). Pedaal thresher merupakan n alat perontok semi-mekan s nis, digerakkkan oleh ten naga manussia. Bagian kkomponen pedal p thresher teerdiri dari: a. Keranggka utama terbuat darri besi siku dan plat seeng sebagaii dinding deengan ukurann keseluruhaan unit 90 cm c x 50 cm x 110 cm. b. Silindeer perontokk terbuat darri lempengaan besi berjajar berkeliiling membentuk silindeer dengan diameter 28 2 cm dan lebar 45 cm. Pada lempengan n besi tersebuut ditancappkan gigi perontok yang terbuat dari kawatt besi berbentuk huruf V terbalikk. Tinggi gigi g peronto ok ± 50 mm m dengan lebar kakii-kaki g 50 mm m. Besi striip pada sillinder sebesaar 25 mm dengan jarrak antar gigi peronttok berjumllah 8 buah,, dimana paada masingg-masing beesi strip terrdapat gigi peerontok berjjumlah 6 – 7 buah (Gam mbar 18a).
(a)
(b)
Gambbar 18. (a) Gigi G Perontook Pedal Th hresher dann (b) Pedal aatau Injakan n
32
c. Unit transmisi t teenaga mengggunakan rantai r sepedda dan karret yang prrinsip kerjannya sama sepperti prinsipp kerja messin jahit. Lebar injakann 11 cm (Gaambar 18b). p 500 cm x 15 cm c dengan pintu p pemassukan 50 cm m x 30 cm. Pintu d. Meja perontok pengelluaran 50 cm m x 45 cm. e. Bobot pedal 21 kg dan operator 2 orrang. Spesifikasi pedaal thresher lebih n 4b. lengkaapnya dapatt dilihat padda Lampiran 3. Powerr Thresher M Mesin peronntok yang dimiliki d Gap poktan Mekkar Tani meerupakan bantuan dari Depaartemen Perrtanian Karawang dan sebagian komponenn k nya dimodiffikasi. Bahkan, Gapoktan G inni telah mem mbuat poweer thresher sendiri di bbengkel terrdekat (Gambar 19). 1 Power thresher yaang digunak kan memilikki sistem peemasukan th hrowin. Di daaerah ini haampir semuua petani menggunaka m an power tthresher deengan menyewa di Gapoktaan seharga Rp. 150 00 00/ton GKP P. Bagian kkomponen power p thresher teerdiri dari: a. Keranggka utama terbuat t dari besi siku dan d plat lembbaran baja ttebal 2 mm.. b. Meja pengumpan p n 80 cm x 50 cm, pin ntu pemasukkan 20 cm x 20 cm, pintu pengelluaran jeraami 20 cm m x 28 cm, dan pintu penngeluaran gabah g 45 cm x 15 cm.
Gambbar 19. Pow wer Thresherr c. Silindeer perontokk terbuat daari besi strip p dengan diameter d berrjajar berkeeliling membentuk silindder dengan diameter 30 cm dan leebar 80 cm. Di sisi kirri dan
33
kanan diberi penuutup dengaan lembaran n berbentukk setengah llingkaran seetebal 2 mm.. Pada besi strip yang melintang tersebut terrpasang giggi perontok yang terbuaat dari baut nomor 16 berdiameteer 10 mm, dan panjanng 50 mm yang diperkkuat dengann mur. Jum mlah gigi perontok 56 buah. Diameter poros p peronttok 25 mm,, pada keduua ujung po oros diberi bantalan baall bearing yang posisinnya diduduukan pada kerangka utama. Perawatan P ppower thrresher dilakuukan tiap dua d kali setahun s den ngan melaakukan perrgantian sillinder peronttok. Silinderr perontok dapat d dilihaat pada Gam mbar 20a.
( (a)
(b)
Gambaar 20. (a) Sillinder Peronntok Power Thresher dan d (b) Jarinngan Peronttok d. Dalam m ruang silinnder terdappat jaringan perontok, plat pendorrong jeramii, dan sirip yang y berfunngsi membaawa jerami ke pintu pengeluaran.. Sirip pem mbawa terletaak di bagiaan atas silinnder peron ntok yang menempel m pada tutup p atas peronttok. Sirip inni mengarahh ke pintu pengeluaran p n jerami di bagian belaakang mesin perontok yang y terbuatt dari plat lembaran l deengan tebal 2 mm. Jaringan u peronttok terletakk di bagiann bawah sillinder peronntok yang berfungsi untuk memissahkan jeraami dengann gabah (Gaambar 20b)). Jaringan ini terbuatt dari kawat baja berdiaameter 6 mm m bersusun menjajar dan d membenntuk lengku ungan, a kawatt baja adalah 20 mm dan jarak antara ujunng gigi pero ontok jarak antar dengann kawat baaja yaitu 60 6 mm. Pllat pendoroong jerami terpasang pada silindeer perontok yang tidakk terpasang gigi peronttok. Bagiann ini terbuaat dari besi pllat setebal
3 mm denngan dimenssi 16 cm x 9 cm.
e. Kipas angin terbuuat dari plasstik dengan jumlah j proppeler 7 buahh. uli dan V-beelt dari mottor penggerrak ke f. Unit trransmisi tennaga, mengggunakan pu silindeer perontok dan kipas angin. Keceepatan putaaran silinderr perontok untuk u meronntokan padi adalah 600 rpm.
34
g. Mengggunakan mootor bensin dengan kon nsumsi bahaan bakar 2,55 liter/ton gabah. g Spesiffikasi powerr thresher lebih l lengkaapnya dapatt dilihat padda Lampiran n 4c. M Modifikasi yang dilaakukan Gaapoktan paada powerr thresher dari pemerintaah yaitu: a. Silindeer perontokk lebih panjaang. b. Diameeter jaringann perontok lebih besaar sehingga gabah yanng telah tero ontok akan cepat c turun. c. Bentukk lebih keciil karena ukkuran tubuh lebih kecil.. d. Bobot lebih berat karena bahhan yang dig gunakan lebbih tebal.
C. Analissis Susut Peerontokan P Perontokan yang dilakuukan pada saat penghiitungan susuut sesuai deengan kebiasaan petani di Desa Kutaagandok daalam meronntokkan gaabahnya. Ju umlah pukulan yang y disarannkan oleh Departemen D Pertanian adalah a sebaanyak 10-12 2 kali. Namun, pada saat pengambilan data susut perontokan p menggunakkan alat “geebot”, tanaman padi p dipukuulkan pada meja pero ontok sebannyak 6-10 kkali yang sesuai s dengan keebiasaan pettani di daerrah tersebutt. Sementaraa itu, Gapokktan Mekarr Tani tidak pernnah mengguunakan pedaal thresher, sehingga pada p saat peengambilan data, petani kurrang mahir dalam meenggunakann nya. Powerr thresher biasa digun nakan dengan keecepatan 600 rpm dan memerlukan m n bensin sebbagai bahann bakar sebaanyak 2.5 liter/toon GKP. Prooses perontookan biasa dilakukan d sehari setelaah pemanenaan.
Gam mbar 21. Prroses Penem mpatan Alas Petani di Atas A Alas Peengamatan
35
Alas petani yang biasa digunakan di Gapoktan Mekar Tani berukuran 3 m x 3 m dan terbuat dari karung-karung plastik bekas yang disambungkan dengan cara dijahit. Alas pengamatan berupa terpal berukuran 8 m x 8 m yang merupakan bantuan dari pemerintah. Alas pengamatan diletakkan di bawah alas petani yang biasa digunakan, dapat dilihat pada Gambar 21. Cara perontokan berpengaruh pada susut perontokan, baik perontokan secara manual maupun menggunakan engine. Cara manual yaitu menggunakan alat “gebot” dan pedal thresher. Sedangkan yang menggunakan engine adalah power thresher. Selain dipengaruhi oleh alat/mesin perontok yang digunakan, susut perontokan dipengaruhi juga oleh varietas padi. Tabel 7. Pengaruh Alat/Mesin Perontok terhadap Susut Perontokan pada Beberapa Varietas Padi Alat/Mesin Perontok
Susut Perontokan (%) Ciherang
Cibogo
Hibrida SL 8 SHS
Alat “Gebot”
3.31±0.02 e
4.35±0.12 a
3.98±0.11 c
Pedal Thresher
3.28±0.03 e
4.18±0.09 b
3.86±0.06 d
Power Thresher
0.49±0.01 h
0.64±0.02 g
1.21±0.01 f
- Huruf yang sama menunjukkan bahwa perlakuan tidak berbeda nyata pada taraf 0.05
Hasil perhitungan persentase rata-rata susut perontokan dapat dilihat pada Tabel 7 dan untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5. Berdasarkan tabel ANOVA (analysis of varian) di Lampiran 6 menunjukkan bahwa alat/mesin perontok berpengaruh sangat nyata terhadap susut perontokan (p<0.01). Varietas padi juga berpengaruh sangat nyata terhadap susut perontokan. Pengaruh alat/mesin perontok terhadap susut perontokan pada beberapa varietas padi dapat dilihat pada Gambar 22. Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa ketiga alat/mesin perontok memiliki perbedaan nilai susut perontokan secara nyata pada setiap varietas padi. Namun, untuk varietas Ciherang, penggunaan alat “gebot” tidak berbeda nyata dengan pedal thresher. Penggunaan power thresher pada varietas Ciherang secara nyata memiliki nilai susut perontokan paling rendah (0.49±0.01 %) dibandingkan dengan menggunakan alat “gebot” (3.31±0.02 %) dan pedal thresher
36
(3.28±0.033 %). Begiitu pula deengan varieetas Cibogoo dan Hibriida, penggu unaan power threesher mamppu menekann susut pero ontokan. B Berbeda deengan Listyyawati (2007), susut perontokann pada vaarietas Ciherang sebesar 4.660±0.25 %. Sementara itu, Ditjenn P2HP (2008) bekerjaasama dengan Puusat Data dan d Informaasi Pertaniaan, Setjen Departemen D n Pertanian n, dan Badan Puusat Statistik (BPS) menunjukkan m n hasil survvei tahun 11995/1996 susut perontokaan sebesar 4.78 4 % dann tahun 200 07 sebesar 0.98 0 %. Addanya perbeedaan persentasee susut peerontokan kemungkina k an terjadi karena addanya perb baikan alat/mesinn perontok yang y digunaakan saat peengukuran, perbedaan cara peronttokan, dan perbeddaan alas peetani yang digunakan d pada p proses perontokann. D Dalam perontokan mennggunakan power p thressher, varietaas padi Ciherang memiliki susut peronntokan paliing rendah (0.49±0.011 %) dibanndingkan deengan varietas padi p Hibridda (1.21±0.001 %) dan n Cibogo (00.64±0.02 %). Dari ketiga k varietas yang y diuji, varietas Ciherang C secara s nyatta mampu menekan susut perontokaan. Pengujiaan lanjut seccara lengkap p dapat dilihhat pada Lam mpiran 7. 7.0 Allat Gebot
Susut Perontokan (%) Susut Perontokan (%)
6.0
Peedal Thresherr Po ower Thresherr
5.0 4.0 3.0 2.0 1.0 0.0 Ciherang
Ciboggo
Hibrida SL 8 SHSS
Varietass Padi
n Gambar 22. Grafik Peengaruh Alaat/Mesin Peerontok terhhadap Susut Perontokan pada Beeberapa Variietas Padi C Cara peronttokan denggan menggu unakan peddal thresherr memiliki susut perontokaan tidak berrbeda nyataa dengan alaat “gebot”. Sistem perrontokan deengan
37
menggunakan pedal thresher mulai ditinggalkan karena kapasitas produksinya hampir sama dengan cara dibanting atau digebot (Herawati, 2008). Selain itu, petani mengalami kesulitan dalam penggunaan pedal thresher sehingga efisiensi waktu perontokan menjadi lebih rendah daripada alat “gebot”. Dalam pelaksanaan di lapangan, penggunaan pedal thresher masih belum optimal untuk dapat diaplikasikan terutama dengan keterkaitan perbandingan antara kemampuan serta daya kayuh alat. Dapat dilihat pada spesifikasi alat dan mesin perontok, pedal thresher memiliki bobot yang rendah sehingga tidak dapat berdiri kokoh ketika pedal dioperasikan. Modifikasi alat pedal thresher sering dilakukan tetapi kurang sesuai dengan faktor ergonomi bagi penggunanya. Hal ini akan mengakibatkan alat yang digunakan kurang maksimal dalam pengaplikasiannya di lapangan. Pada akhirnya para petani lebih memilih menggunakan alat “gebot” daripada menggunakan pedal thresher. Faktor-faktor penyebab susut perontokan padi yaitu gabah terlempar ke luar alas petani, gabah yang masih melekat pada jerami atau gabah tidak terontok, dan gabah terbawa kotoran. Penjumlahan ketiga persentase tersebut merupakan persentase susut perontokan yang terjadi. 1. Gabah Terlempar ke Luar Alas Petani (T1) Hasil perontokan padi menggunakan alat/mesin perontok akan terkumpul di alas petani. Namun, terdapat butiran-butiran gabah yang tidak tertampung di alas petani yang digunakan. Hal ini menunjukkan adanya kehilangan hasil yang dapat menurunkan rendemen perontokan. Persentase gabah terlempar ke luar alas petani dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Persentase Gabah Terlempar ke Luar Alas Petani Alat/Mesin Perontok
Gabah Terlempar (%) Ciherang Cibogo Hibrida SL 8 SHS
Rata-rata
Alat “Gebot”
1.79
1.77
2.63
2.07
Pedal Thresher
0.39
0.15
0.15
0.22
Power Thresher
0.16
0.33
0.21
0.23
38
Berdasarkan Tabel 8, perontokan menggunakan alat “gebot” memiliki persentase gabah terlempar yang lebih tinggi (2.07 %) dibandingkan dengan pedal thresher (0.22 %) dan power thresher (0.23 %). Tingginya persentase gabah terlempar pada penggunaan alat “gebot” disebabkan oleh adanya ayunan segenggam padi saat dipukulkan ke meja perontok. Berbeda hal dengan pedal thresher dan power thresher, gabah terlempar ke luar alas petani disebabkan oleh adanya putaran silinder perontok. Power thresher memiliki persentase gabah terlempar yang lebih tinggi dibandingkan dengan pedal thresher karena silinder perontok power thresher berputar dengan menggunakan enjin. Kecepatan putar kipas pendorong gabah pada power thresher juga mempengaruhi terlemparnya gabah ke luar alas petani. Semakin tinggi kecepatan putar kipas pendorong gabah, semakin banyak jumlah gabah yang terlempar. Persentase rata-rata kehilangan hasil akibat terlemparnya gabah ke luar alas petani setara dengan 139.56 kg/ha apabila menggunakan alat “gebot”, dan apabila menggunakan pedal thresher dan power thresher secara berturut-turut sebesar 14.60 kg/ha dan 17.47 kg/ha. Berbeda dengan hasil penelitian Listyawati (2007), mengatakan bahwa perontokan dengan menggunakan alat “gebot” setara dengan kehilangan hasil sebesar 160 kg/ha. Hal ini kemungkinan terjadi akibat adanya perbedaan spesifikasi dari alat “gebot” dan kemahiran petani dalam merontokkan gabahnya. Persentase tersebut juga dipengaruhi oleh varietas padi. Terlihat pada penggunaan alat “gebot”, secara berturut-turut varietas padi Ciherang, Cibogo, dan Hibrida yaitu 1.79 %, 1.77 %, dan 2.63 %. Varietas Hibrida memiliki persentase yang lebih tinggi daripada kedua varietas lainnya. Hal ini disebabkan varietas Hibrida memiliki berat seribu butir GKP yang terendah dibandingkan dengan varietas lain. Terbukti dalam pengamatan, ketika segenggam padi Hibrida diayun, banyak gabah yang terlempar ke luar alas petani dan menyebabkan susut perontokan meningkat. Oleh karena itu, diperlukan penggunaan terpal dengan spesifikasi yang sesuai sebagai pengganti alas petani dalam proses perontokan. Penggunaan alas terpal selama perontokan bertujuan agar gabah yang sudah dirontokkan mudah untuk dikumpulkan kembali (Rokhani, 2007).
39
2. Gabah Tidak Terontok (T2) Salah satu penghitungan susut perontokan yaitu gabah yang masih melekat pada jerami atau gabah tidak terontok. Hal ini terjadi pada seluruh alat/mesin perontok yang digunakan. Jumlah pukulan tanaman padi ke meja perontok pada alat “gebot” tidak sesuai dengan yang disarankan oleh Departemen Pertanian. Sementara itu, pada pedal thresher, daya kayuh rendah dan kurangnya waktu pengumpanan tanaman padi ke gigi perontok. Sedangkan pada power thresher, gabah terbawa jerami keluar melalui pintu pengeluaran jerami karena kecepatan putar kipas pendorong jerami terlalu tinggi dan ayakan untuk memisahkan antara jerami dan gabah kurang baik.
Gambar 23. Pengasak atau Pengeprik Hasil Perontokan Menggunakan Power Thresher Dengan adanya gabah tidak terontok menyebabkan banyak orang menjadi pengasak atau pengeprik. Pengasak adalah orang di luar tenaga pemanen yang pekerjaannya mengumpulkan gabah, malai yang tercecer, padi tidak terpotong, atau gabah tidak terontok untuk dirinya sendiri setelah pemanenan atau perontokan selesai (Setyono, 2006). Pengasak atau pengeprik dapat dilihat pada Gambar 23. Hal ini mengakibatkan tenaga perontok dengan sengaja tidak merontokkan gabah secara maksimal sehingga hasil yang didapat oleh pengasak atau pengeprik lebih banyak. Persentase gabah tidak terontok dapat dilihat pada Tabel 9 atau Gambar 24.
40
Tabel 9. Persentase Gabah Tidak Terontok Alat/Mesin Perontok
Gabah Tidak Terontok (%) Ciherang Cibogo Hibrida SL 8 SHS
Rata-rata
Alat “Gebot”
1.29
2.61
1.38
1.76
Pedal Thresher
2.46
3.75
3.40
3.20
Power Thresher
0.27
0.23
0.96
0.49
Pada penggunaan power thresher, persentase gabah tidak terontok sangatlah rendah yaitu 0.49 %, dibandingkan dengan alat “gebot” dan pedal thresher secara berturut-turut sebesar 1.76 % dan 3.20 %. Gabah masih banyak melekat pada jerami apabila proses perontokan menggunakan pedal thresher. Walaupun alat ini adalah alat perontok semi-mekanis, persentase gabah tidak terontok lebih tinggi daripada perontokan dengan menggunakan alat “gebot”. Berbeda dengan Rachmat et al. (1993), persentase gabah tidak terontok pada alat “gebot”, pedal thresher, dan power thresher secara berturut-turut yaitu 2.84 %, 1.54 %, dan 0.65 %. Menurutnya, persentase gabah tidak terontok menggunakan pedal thresher lebih rendah daripada persentase gabah tidak terontok menggunakan alat “gebot”. Perbedaan persentase gabah tidak terontok ini dapat terjadi karena pada saat penelitian petani lebih mahir menggunakan alat “gebot” dibandingkan pedal thresher, pedal mudah rusak, konstruksi injakan atau pedal tidak ergonomis, dan konstruksi tubuh dari pedal thresher kurang kokoh akibatnya sering terjungkal karena posisinya yang tidak seimbang ketika dioperasikan. Tanaman
padi
yang
dirontok
menggunakan
power
thresher
menghasilkan gabah yang terontok sempurna. Namun, masih ada gabah yang melekat pada jerami akibat ayakan pemisah jerami dan gabah kurang baik atau karena gabah terbawa oleh hembusan kipas pendorong jerami keluar. Varietas padi juga mempengaruhi persentase gabah tidak terontok. Persentase gabah tidak terontok rata-rata varietas Ciherang, Cibogo, dan Hibrida secara berturut-turut yaitu 1.34 %, 2.19 %, dan 1.91 %. Varietas Ciherang memiliki persentase yang terendah dibandingkan dengan varietas lainnya. Banyak gabah varietas Cibogo yang masih melekat pada jerami karena varietas Cibogo
41
memiliki karakteristik k k kerontokaan agak tah han atau agaak sukar unntuk dirontokkan. Sedangkann varietas padi p Ciheranng dan Hibrida memiliiki karakterristik kerontokan sedang ataau agak muddah untuk dirontokkan d . 6.0 Gabah Tidak Terontok (%) Gabah Tidak Terontok (%)
Alat Gebot 5.0
Pedal Thresh her Power Thresh her
4.0 3.0 2.0 1.0 0.0 Ciherang
Cibo ogo
H Hibrida SL 8 SH HS
Varietaas Padi
Gambaar 24. Grafikk Persentase Gabah Tidak Terontook B Berdasarkan n Gambar 24, diagram batanng untuk ppower thrresher menunjukkkan bahwaa varietas padi Hibriida memilikki persentaase gabah tidak terontok teertinggi, daan Cibogo memiliki m perrsentase gabbah tidak teerontok terendah. Dengan demikian, d b bobot seribbu butir GKP G dari tiap t varietaas padi meenjadi pengaruh terbawanya t a gabah ke jerami sehin ngga terjadi kehilangann hasil. S Semakin beerat bobot seribu s butir GKP, sem makin mudahh gabah terrbawa jerami akkibat hembuusan kipas. Dari analiisis karakteeristik tanaaman padi, berat seribu buttir GKP vaarietas Ciheerang, Cibo ogo, dan Hibrida H secaara berturut-turut yaitu 29,667 g, 30,43 g, dan 28,663 g. Variettas Cibogo memiliki m boobot paling berat sehingga tidak t mudah terbawa oleh o hembu usan kipas, sedangkan varietas Hiibrida memiliki bobot paliing ringan diantara kedua k variietas padi lainnya. Dalam D t paada persenttase gabahh tidak tero ontok penggunaaan power thresher, terbukti terendah adalah a varieetas padi Cibbogo karenaa memiliki bobot palinng berat sehingga tidak muddah terbawa hembusan kipas pendo orong jeram mi. A Apabila persentase gabbah tidak terrontok dikonnversikan ddengan rend demen perontokaan, akan dipperoleh angkka kehilang gan hasil ataau perolehann pengeprik k atau
42
pengasak. Dalam susut perontokan, pengeprik atau pengasak dapat memperoleh gabah sebanyak 118.32 kg/ha apabila menggunakan alat “gebot”, 218.95 kg/ha menggunakan pedal thresher, dan 37.56 kg/ha menggunakan power thresher. Sedangkan Listyawati (2007) melakukan penghitungan gabah yang tidak terontok setara dengan kehilangan sebesar 320 kg/ha. Perbedaan tersebut mungkin terjadi akibat adanya perbaikan alat/mesin perontok. Kehilangan hasil tersebut seharusnya dapat ditekan sehingga para petani memperoleh hasil panen yang maksimum. 3. Gabah Terbawa Kotoran (T3) Gabah terbawa kotoran adalah gabah yang bercampur dengan tanah atau yang tersangkut di alat/mesin perontok. Pada umumnya, para petani tidak melakukan pembersihan alat/mesin perontok setelah proses perontokan selesai. Gabah yang terbawa kotoran dibiarkan oleh petani karena jumlahnya hanya sedikit. Namun, apabila dikumpulkan dapat meningkatkan susut perontokan. Persentase gabah terbawa kotoran dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Persentase Gabah Terbawa Kotoran Alat/Mesin Perontok
Gabah di Kotoran (%) Ciherang Cibogo Hibrida SL 8 SHS
Rata-rata
Alat “Gebot”
0.28
0.06
0.03
0.13
Pedal Thresher
0.47
0.30
0.34
0.37
Power Thresher
0.06
0.07
0.04
0.06
Berdasarkan Tabel 10, perontokan menggunakan power thresher memiliki persentase gabah terbawa kotoran paling rendah (0.06 %) dibandingkan menggunakan alat “gebot” (0.13 %) dan pedal thresher (0.37 %). Tingginya persentase pada pedal thresher disebabkan karena konstruksi silinder perontok kurang baik. Jerami hasil perontokan banyak yang tersangkut di silinder perontok sehingga beberapa butir gabah terjebak di dalamnya. Hal ini dapat meningkatkan susut perontokan apabila tidak dilakukan pembersihan alat/mesin perontok setelah proses perontokan selesai. Sedangkan varietas padi tidak mempengaruhi persentase gabah terbawa kotoran.
43
D. Rendemen Perontokan Para petani mengharapkan rendemen perontokan yang tinggi. Rendemen perontokan yang dihasilkan tiap petani berbeda-beda sesuai dengan alat/mesin perontok yang digunakan. Susut perontokan mempengaruhi rendemen GKP. Semakin rendah susut perontokan, semakin tinggi rendemen GKP yang diperoleh, dan begitu sebaliknya. Rendemen perontokan menggunakan cara yang menggunakan engine akan lebih tinggi daripada cara manual, karena susut perontokan yang dihasilkan sangat rendah. Harapan petani untuk mendapat rendemen perontokan yang tinggi akan diperoleh dengan merontokkan gabahnya dengan menggunakan power thresher. Persentase rendemen perontokan dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Persentase Rendemen Perontokan apabila Menggunakan Alat/Mesin Perontok pada Beberapa Varietas Padi Alat/Mesin Perontok Alat “Gebot”
Rendemen Perontokan (ton/ha) Ciherang Cibogo Hibrida SL 8 SHS 6.52 6.98 6.30
Rata-rata 6.60
Pedal Thresher
6.47
7.24
6.10
6.61
Power Thresher
6.64
8.26
7.82
7.57
Apabila susut perontokan dikonversikan dengan rendemen perontokan yang dihasilkan, akan diperoleh angka kehilangan hasil dan rendemen perontokan yang seharusnya dapat diterima oleh para petani. Kehilangan hasil yang terjadi pada saat perontokan dengan menggunakan alat “gebot”, pedal thresher, dan power thresher secara berturut-turut yaitu 266.24 kg/ha, 258.95 kg/ha, dan 59.75 kg/ha. Apabila tidak terjadi susut perontokan, petani dapat memperoleh rendemen perontokan dengan menggunakan alat “gebot”, pedal thresher, dan power thresher secara berturut-turut sebesar 6.89 ton/ha, 6.87 ton/ha, dan 7.64 ton/ha. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 8.
E. Analisis Keretakan Butiran Gabah Hasil perontokan yang diharapkan oleh petani yaitu memperoleh gabah sebanyak-banyaknya dan tanpa mengalami kerusakan. Kerusakan utama dalam 44
proses perontokan yaitu pecah atau terkelupasnya kulit gabah (cracking atau breaking).
Kerusakan
akibat
perontokan
akan
menurunkan
rendemen
penggilingan sehingga akan menghasilkan beras patah dan menir. Penggunaan alat/mesin perontok merupakan faktor penyebab terjadinya kerusakan. Selain itu, faktor penyebab lain kerusakan yaitu kadar air gabah. Pada saat perontokan, kadar air gabah harus di bawah 20 %. Kadar air setiap proses pascapanen dapat dilihat pada Lampiran 9. Pada setiap proses pascapanen terjadi penurunan kadar air (Lampiran 10). Uji keretakan butiran gabah dilakukan di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen, Karawang menggunakan alat khusus pengujian keretakan. Sampel yang digunakan adalah hasil perontokan menggunakan alat “gebot”, pedal thresher, dan power thresher pada beberapa varietas padi yaitu Ciherang, Cibogo, dan Hibrida. Gabah hasil perontokan dipisahkan dari kotoran dan jerami, kemudian disusun pada meja pengamatan sebanyak 100 butir. Uji keretakan butiran gabah dapat dilihat pada Lampiran 11. Tabel 12. Persentase Keretakan Butiran Gabah apabila Menggunakan Alat/Mesin Perontok pada Beberapa Varietas Padi Alat/Mesin Perontok
Keretakan (%)
Rata-rata
Ciherang
Cibogo
Hibrida SL 8 SHS
Alat “Gebot”
6.7
9.0
5.7
7.1
Pedal Thresher
4.0
7.0
5.0
5.3
Power Thresher
3.7
5.3
4.0
4.3
Rata-rata
4.8
7.1
4.9
Berdasarkan tabel ANOVA (Lampiran 12) dapat dilihat bahwa alat/mesin perontok berpengaruh sangat nyata terhadap keretakan butiran gabah (p<0.01). Pada Tabel 12 menunjukkan bahwa persentase rata-rata keretakan butiran gabah paling rendah adalah perontokan menggunakan power thresher (4.3 %) dibandingkan dengan menggunakan alat “gebot” (7.1 %) dan pedal thresher (5.3 %). Varietas Cibogo memiliki persentase keretakan butiran gabah paling tinggi (7.1 %) dibandingkan dengan varietas Ciherang (4.8 %) dan Hibrida
45
(4.9 %). Sementara itu, Sulistiiadi (1980) mengatakaan bahwa kkeretakan gabah g b sebeesar 6.3 % dan power thresher seebesar apabila menggunakann iles dan banting 7.5 %. D Dari hasil uji lanjut (Lampiran n 13) dapaat diketahuui bahwa setiap s alat/mesinn perontok menunjukka m an tidak berbeda nyataa pada varieetas Hibrida dan Ciherang. Sedangkaan untuk varietas v Cib bogo, peroontokan meenggunakan n alat p thresher. Varietaas padi jugaa mempeng garuhi “gebot” beerbeda nyatta dengan power keretakan butiran gabah g padda saat peerontokan. Namun, uuji lanjut juga dak berbedaa nyata terhhadap perseentase menunjukkkan setiap varietas yaang diuji tid keretakan butiran gabbah. M Melalui hassil uji kombbinasi pada Tabel 13, dapat d dilihaat bahwa vaarietas Ciherang yang diroontok mengggunakan power p threesher mem miliki perseentase keretakan paling renddah yaitu sebesar s 3.7± ±1.15 %. Seedangkan ppersentase paling p tinggi adaalah varietaas Cibogo yang y dironto ok mengguunakan alat “gebot” seebesar 9.0±0.00 %. % Pengaruuh alat dan mesin m peron ntok terhadaap keretakaan pada beb berapa
Keretakan (%)
varietas paadi dapat diilihat pada Gambar G 25. 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
Alat Gebott Pedal Thresher Power Threesher
C Ciherang
Cibogo
Hibrida SL 8 8 SHS
Varietaas Padi
Gambaar 25. Pengaruh Alat/M Mesin Peron ntok terhadaap Keretakaan Gabah paada Bebeerapa Varieetas Padi P Perontokan
dengan
digebot
menghasilka m an
banyakk
gabah
yang
mengalam mi kerusakann (damage)). Adanya bantingan b a atau pukulaan tanaman n padi
46
menyebabkan terjadinya kerusakan pada gabah berupa keretakan. Nilai persentase keretakan gabah paling rendah terdapat pada cara perontokan dengan menggunakan power thresher. Dengan demikian, power thresher secara nyata mampu menekan keretakan butiran gabah saat proses perontokan. Apabila perontokan menggunakan power thresher, kecepatan silinder perontok mempengaruhi keretakan butiran gabah, semakin tinggi kecepatannya semakin tinggi pula keretakan gabah yang terjadi. Selain benturan dengan alat/mesin perontok, faktor keretakan gabah dipengaruhi oleh karakteristik fisik, mutu, dan kandungan air dalam gabah (Sulistiadi, 1980). Tabel 13. Pengaruh Alat/Mesin Perontok terhadap Beberapa Parameter Susut Perontokan (%)
Keretakan Butiran Gabah (%)
Kapasitas Perontokan (kg/jam)
Alat “Gebot”
3.31±0.02 e
6.7±1.15 abc
57.37
Pedal Thresher
3.28±0.03 e
4.0±0.00 bc
84.96
Power Thresher
0.49±0.01 h
3.7±1.15 c
708.00
Alat “Gebot”
4.35±0.12 a
9.0±0.00 a
62.22
Pedal Thresher
4.18±0.09 b
7.0±0.00 ab
113.00
Power Thresher
0.64±0.02 g
5.3±2.89 bc
838.00
Alat “Gebot”
3.98±0.11 c
5.7±3.21 bc
54.69
Pedal Thresher
3.86±0.06 d
5.0±1.00 bc
103.11
Power Thresher
1.21±0.01 f
4.0±1.73 bc
773.00
Perlakuan Ciherang
Cibogo
Hibrida SL 8 SHS
-
Huruf yang sama menunjukkan bahwa perlakuan tidak berbeda nyata pada taraf 0.05
F. Analisis Pemutuan Gabah Analisis pemutuan gabah dilakukan untuk mengetahui pengaruh penggunaan alat/mesin perontok terhadap kualitas gabah pada beberapa varietas padi. Standar mutu gabah meliputi persyaratan kualitatif yang dinilai secara
47
subjektif dan persyaratan kuantitatif yang dinilai secara objektif. Dalam analisa persyaratan kuantitatif, sampel gabah harus memiliki kadar air antara 13-15 %. Sebelum dilakukan pemutuan gabah, sampel gabah diaduk menggunakan homogenizer sample. Hal ini bertujuan agar data yang diambil pada saat pemutuan diperoleh secara acak dan rata. Komponen mutu yang dianalisis pada sampel gabah yaitu butir kuning/rusak, butir hijau/mengapur, butir merah, dan benda asing. Sampel pemutuan gabah dapat dilihat pada Gambar 26.
Gambar 26. Sampel Pemutuan Gabah Pemutuan gabah dilakukan di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen, Karawang menggunakan alat laboratorium untuk pengamatan. Varietas padi Ciherang, Cibogo, dan Hibrida memiliki mutu yang sesuai dengan persyaratan kualitatif yaitu (1) bebas hama dan penyakit; (2) bebas bau busuk, asam, atau bau lainnya; (3) bebas dari bahan kimia seperti sisa-sisa pupuk, insektisida, fungisida dan bahan kimia lainnya; dan (4) gabah tidak panas yang berarti memiliki kelembaban yang rendah sehingga jamur atau organisme lain tidak dapat hidup. Pada persyaratan kuantitatif, pemutuan gabah dilakukan sesuai dengan Instruksi Kerja BBPP Pascapanen Pertanian. Hasil pemutuan gabah tiap varietas dapat dilihat pada Tabel 14, atau data secara lengkap pada Lampiran 14. Berdasarkan spesifikasi standar mutu gabah yang dikeluarkan oleh SNI 01-0007-1987-0, ketiga varietas yang diujikan belum dapat ditentukan tingkat mutunya secara signifikan. Hal ini disebabkan oleh adanya persentase yang melebihi nilai maksimum pada penghitungan gabah hampa/kotoran dan butir hijau/mengapur. Dari Tabel 14, apabila mengabaikan persentase gabah
48
hampa/kotoran dan gabah hijau/mengapur, ketiga varietas padi yang diuji memenuhi mutu I gabah, sesuai dengan spesifikasi standar mutu gabah. Tabel 14. Pemutuan Gabah pada Beberapa Varietas Padi Mutu Gabah (%)
Varietas Padi Ciherang
Cibogo
Hibrida SL 8 SHS
Kadar Air (GKG)
15.1
13.4
15.53
Gabah Bersih
82.44
90.54
83.53
Benda Asing
0.05
0.07
0.26
Gabah Hampa/Kotoran
5.17
1.29
1.58
Butir Kuning/Rusak
1.23
1.44
1.34
Butir Hijau/Mengapur
11.03
6.59
13.27
Butir Merah
0.07
0.06
-
Tingginya persentase gabah hampa/kotoran dan butir hijau/mengapur disebabkan beberapa faktor. Gabah hampa/kotoran banyak ditemukan pada ketiga varietas kemungkinan terjadi karena pemanenan terlalu dini atau kondisi area penumpukan sementara dan area perontokan kurang bersih sehingga terdapat butiran tanah atau kerikil. Sedangkan butir hijau/mengapur kemungkinan disebabkan oleh pemupukan yang berlebihan, jarak tanam tidak tepat, atau pemanenan terlalu dini. Butir mengapur dapat berasal dari biji yang masih muda karena pertumbuhan yang kurang sempurna. Butir mengapur ini dapat juga disebabkan karena adanya faktor genetik (Damardjati dan Purwani, 1991). Adapun beberapa faktor yang menyebabkan butir kuning yaitu disebabkan oleh kondisi gabah yang lembab atau lamanya penundaan proses perontokan setelah proses pemanenan. Butir rusak disebabkan oleh adanya serangan jamur, tingginya kadar air yang terkandung, dan adanya sengatan walang sangit. Butir merah merupakan varietas lain yang tercampur dengan ketiga varietas yang diuji. Benda asing ditemukan karena kondisi area penumpukan sementara dan area perontokan kurang bersih. Gambar analisis pemutuan gabah dapat dilihat pada Lampiran 15.
49
Penggunaan alat/mesin perontok dalam proses perontokan tidak berpengaruh pada mutu gabah beberapa varietas padi. Mutu gabah dipengaruhi oleh varietas padi dan faktor lain. Beberapa faktor lain yang mempengaruhi mutu gabah yaitu penentuan umur panen, kadar air, dan penanganan pascapanen. Penentuan umur panen sangat penting karena akan mempengaruhi rendemen penggilingan. Penentuan umur panen ditentukan pada karakteristik tanaman padi terutama karakteristik gabah. Pada umumnya, petani Indonesia menetapkan umur panen dengan melihat warna bulir padi.
50
V. PENUTUP
A. Kesimpulan Setiap varietas padi memiliki jumlah butir gabah per malai dan berat butir gabah yang berbeda-beda. Jumlah butir gabah per malai untuk varietas padi Hibrida, Ciherang, dan Cibogo berturut-turut yaitu berkisar antara 269-336 butir, 154-161 butir, dan 109-151 butir. Berat seribu butir gabah varietas padi Cibogo, Ciherang, dan Hibrida secara berturut-turut sebesar 30.43 g, 29.67 g, dan 28.63 g. Pada varietas Ciherang, penggunaan power thresher secara nyata memiliki nilai susut perontokan paling rendah (0.49±0.01 %) dibandingkan dengan menggunakan alat “gebot” (3.31±0.02 %) dan pedal thresher (3.28±0.03 %). Begitu pula dengan varietas Cibogo dan Hibrida, penggunaan power thresher mampu menekan susut perontokan. Varietas Ciherang secara nyata menghasilkan persentase susut perontokan yang paling rendah dibandingkan dengan varietas Cibogo dan Hibrida. Kehilangan hasil yang terjadi pada saat perontokan dengan menggunakan alat “gebot”, pedal thresher, dan power thresher secara berturut-turut setara dengan 266.24 kg/ha, 258.95 kg/ha, dan 59.75 kg/ha. Persentase rata-rata keretakan butiran gabah paling rendah adalah perontokan menggunakan power thresher (4.3 %) dibandingkan dengan menggunakan alat “gebot” (7.1 %) dan pedal thresher (5.3 %). Varietas Cibogo memiliki persentase keretakan butiran gabah paling tinggi (7.1 %) dibandingkan dengan varietas Ciherang (4.8 %) dan Hibrida (4.9 %). Alat/mesin perontok tidak berpengaruh nyata dengan pemutuan gabah karena pemutuan gabah dipengaruhi oleh genetis atau penanganan pascapanen. Ketiga varietas padi yang diuji yaitu Ciherang, Cibogo, dan Hibrida memenuhi mutu I gabah.
B. Saran Beberapa saran untuk penelitian selanjutnya, antara lain: 1. Penggunaan terpal ukuran standar 8 m x 8 m. 2. Pengamatan terhadap posisi alat/mesin perontok di atas alas petani pada saat melakukan proses perontokan. 51
3. Pengukuran kecepatan putar power thresher sehingga didapatkan kecepatan yang sesuai dengan varietas yang digunakan. 4. Perbaikan pada konstruksi pedal thresher sehingga para petani lebih memilih alat semi-mekanis ini dibandingkan dengan alat “gebot”, serta mampu bersaing dengan power thresher apabila terjadi kelangkaan bahan bakar.
52
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1980. Gema Penyuluhan Pertanian: Bercocok Tanam Padi. Direktorat Jenderal Pertanian Tanaman Pangan. Proyek Penyuluhan Pertanian Tanaman Pangan. Anonim.
2000.
Padi,
Tumbuhan
Pokok
Manusia.
http://www.e-
smartschool.com/PNU/005/PNU0050009.asp. [28 Oktober 2008]. Anonim.
2008.
Teknologi
Penanganan
Pascapanen
Padi.
http://web.ipb.ac.id/~tepfteta/elearning/media/Teknik%20Pasca%20Panen/ tep440_files/Penangananpadi.htm. [19 Juni 2009]. Badan Standar Nasional. Beras Giling. http://beras-giling.php.ht [20 Oktober 2008]. Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian. 2005. Instruksi Kerja (IK) Metode Uji Mutu Gabah dan Beras. Karawang. Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian. 2007. Buku Pedoman Survei Konversi Gabah Beras 2007. Karawang. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta. 2006. Kajian Cara Perontokan Padi pada Pemanenan Padi Sistem Kelompok dan Tingkat Kerontokan Padi Tipe Baru PTB 0202 (Fatmawati). Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Usaha Agribisnis Industrial Pedesaan. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Palu. Damardjati, D.S., H. Suseno dan S. Wijandi. 1981. Penentuan Umur Panen Optimum Padi Sawah (Oryza Sativa. L.). http://pphp.deptan.go.id/Pustaka/ htm.
53
Damardjati, D. S. 1988. Struktur Kandungan Gizi Beras. Dalam: Ismunadji, M., et al. Padi-Buku 1. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman. Bogor. Damardjati, D.S., dan E. Y. Purwani. 1991. Mutu Beras. Dalam: Padi-Buku 3. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman. Bogor. Departemen Pertanian. 2003. Pengertian Komponen Kualitas Gabah untuk Pengadaan Dalam Negeri. http://www.bulog.go.id/pers/skb_q_2003.pdf [20 Oktober 2008]. Ditjen P2HP Deptan. 2007. Pedoman Teknis Penanganan Pascapanen dan Pemasaran Gabah. Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian. Departemen Pertanian. Ditjen P2HP Deptan. 2008. Laporan Survei Susut Panen dan Pascapanen Gabah/beras. http://agribisnis.deptan.go.id/index. [14 Mei 2008]. Grist, D, H. 1959. Rice The Fourth Edition. Longmans, Green and Co Ltd., Great Britain. Hadiutomo, Kusno. 2005. Kumpulan Beberapa Kajian/Penelitian tentang Kehilangan Hasil pada Berbagai Tahapan Kegiatan Pascapanen Padi. http://agribisnis.net/index.php?files=Berita_Detail&id=216.[19 Juni 2009]. Herawati, Heni. 2008. Mekanisme dan Kinerja pada Sistem Perontokan Padi. Prosiding Seminar Nasional Teknik Pertanian 2008. Yogyakarta. Hernowo, A. 1979. Mempelajari Pengaruh Beberapa Cara Perontokan Padi Varietas IR-26 terhadap Kualitas Hasil Perontokan. Thesis. Departemen Mekanisasi Pertanian. FATETA. IPB. Bogor. Kantor Deputi Menegristek. Padi (Oryza sativa). http://www.warintek.ristek. go.id/pertanian/padi.pdf. [28 Oktober 2008].
54
Listyawati. 2007. Kajian Susut Pascapanen dan Pengaruh Kadar Air Gabah terhadap Mutu Beras Giling Varietas Ciherang (Studi Kasus di Kecamatan Telagasari, Kabupaten Karawang). Skripsi. FATETA. IPB. Bogor. Litbang Deptan. 2007. www.deptan.go.id. [27 Oktober 2008]. Nugraha, Sigit. 2008. Penentuan Umur Panen dan Sistem Panen. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. www.pustakadeptan.go.id/ bppi/lengkap/bpp08041.pdf [26 Oktober 2008].
Nugraha, S., A. Setyono., dan D.S. Darmadjati. 1990. Pengaruh Keterlambatan Perontokan Padi terhadap Kehilangan Hasil dan Mutu. Laporan Hasil Penelitian 1988/1989. Balai Penelitian Tanaman Padi Sukamandi. Nurmala, Tati. 1998. Serealia Sumber Karbohidrat Utama. Jakarta : PT RINEKA CIPTA. Rachmat, R., A. Setyono dan S. Nugraha. 1993. Evaluasi Sistem Pemanenan Beregu Menggunakan Beberapa Mesin Perontok. Agrimek Vol 4 dan 5 No. 1 (1992/1993). Rokhani, H. 2007. Gerakan Nasional Penurunan Susut Pascapanen Suatu Upaya Menanggulangi Krisis Pangan. Agrimedia volume 12. Hal 23-24. Rokhani, H. 2008. Susut Pascapanen: Lebih kepada Kendala Sosial. Artikel Susut Permasalahan Pascapanen Padi. http://www.ipb.ac.id/ [17 September 2008]. Setyono, A, S. Tharir, Soeharmadi, dan S. Nugroho. 1993. Perbaikan Sistem Pemanenan Padi untuk Meningkatkan Mutu dan Mengurangi Kehilangan Hasil. Media Penelitian Sukamandi B:74. Setyono, A. 2006. Teknologi Penanganan Pascapanen Padi. Balai Penelitian Tanaman Padi Sukamandi.
55
Soemardi. 1972. Rendemen dan Kualitas dalam Pengolahan Padi. PT. Bhakti Pusat. Karawang. Sulistiadi, Anis. 1980. Studi Perbandingan Perontokan Padi secara “Iles”, “Banting”, dan “Power Thresher” dengan Tenaga Penggerak 5 HP. Skripsi. Fakultas Mekanisasi dan Teknologi Hasil Pertanian. IPB. Bogor. Stout, B. A. 1966. Equipment for Rice Production. FAO Agricultural Development. Paper No. 84.
56
LAMPIRAN
57
Lampiran 1. Gambar Pengambilaan Data Sussut Perontokkan
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
mbangan Tannaman Padi; (b) Prosess Perontokann; (c) Penim mbangan Seluruh (a) Penim Jerami; (d) ( Sampel Jerami Sisaa Perontokan n; (e) Penguumpulan Gaabah Terlem mpar Luar Alas A Petani;; dan (f) Penngumpulan Gabah Berccampur denngan Kotoraan
58
Lampiran 2. Jumlah Butir per Malai 1. Ciherang (Luas Areal = 41 m x 47 m)
1
Jumlah Butir 154
2
161
4.7
0.0292
18
3
160
3.2
0.0200
25
Rata-rata
158.33
3.67
0.0231
25.33
4.2
Berat per Butir (g) 0.0280
Tanaman Padi per Rumpun 29
Ulangan
3.1
Berat per Butir (g) 0.0201
Tanaman Padi per Rumpun 33
Berat (g)
2. Cibogo (Luas Areal = 44 m x 39 m)
1
Jumlah Butir 151
2
126
3.4
0.0270
34
3
109
3.0
0.0275
35
Rata-rata
128.67
3.53
0.0275
32.67
Ulangan
Berat (g)
3. Hibrida SL 8 SHS (Luas Areal = 53 m x 38 m)
1
Jumlah Butir 269
2
319
10.1
0.0317
30
3
336
10.3
0.0307
34
Rata-rata
308
9.68
0.0315
31
Ulangan
8.63
Berat per Butir (g) 0.0321
Tanaman Padi per Rumpun 29
Berat (g)
59
Lampiran 3. Berat Seribu Butir GKP 1. Ciherang Ulangan
Berat 1000 Butir (g)
1
30.9
Berat per Butir (g) 0.0309
2
28.3
0.0283
3
29.8
0.0298
Rata-rata
29.67
0.0296
2. Cibogo Ulangan
Berat 1000 Butir (g)
1
30.2
Berat per Butir (g) 0.0302
2
30.6
0.0306
3
30.5
0.0305
Rata-rata
30.43
0.0304
3. Hibrida SL 8 SHS Ulangan
Berat 1000 Butir (g)
1
27.3
Berat per Butir (g) 0.0273
2
28
0.0280
3
30.6
0.0306
Rata-rata
28.63
0.0286
60
Lampiran 4. Efisiensi Perontokan pada Berbagai Jenis Alat/Mesin Perontok a) Alat “Gebot”
Gambar Piktorial Alat “Gebot”
Tampak Samping
Tampak Atas
Gambar Tampak Alat “Gebot” (dalam meter) Perhitungan P input
= 0.75 KW = 1 hp (tenaga manusia)
t pukulan
= 1 sekon (asumsi)
E kayu
= 0.064 kg/mm2 = 0.653 MPa (http://jurnalmapeki.biomaterial-lipi.org)
Massa tanaman padi
= 3 kg (satu genggam)
Jumlah pukulan
= 10 kali
61
Beban
= 750 W x 1 sekon = 750 N
Tenaga manusia akan terus manurun setap 10 kali pukulan Jadi, rata-rata
= 750/10 = 75 N
I
= 1/12 x bh3 = 1/12 x 0.06 x 0.353 = 2.14 x 10-4 m4
d lendutan =
PL3 48 EI
75 x 0.4 3 48 x 0.653 x 10 6 x 2.14 x 10 -4 = 7.16 x 10 -4 m = 0.72 mm =
Panjang lengan perontok
= 0.4 m
Jumlah pukulan dan balikan = 20 kali/20 sekon Pukulan Æ ¼ lingkaran
= ¼ x 20 = 5 putaran
Kecepatan putar
= 5 putaran/20 sekon = 0.25 rps = 15 rpm
Jarak putaran
= 15 x 2 x 3.14 x 0.4 = 37.68 m/menit = 123.62 ft/menit
Massa tanaman padi
= 100 kg Æ 38 menit/60 menit = 63.33 kg
P=
63.33 x 2 lb x 123.62 ft/menit = 0.474 hp 33000 lb ft/menit
Efisiensi perontokan =
0.474 x 100 % = 47.4 % 1
62
b) Pedal Thresher
Gambar Piktorial Silinder Perontok Pedal Thresher
Gambar Tampak Samping Silinder Perontok Pedal Thresher (dalam cm) Perhitungan n
= 100 rpm = 1.67 rps (Ditjen PPHP, 2007)
m
= 34.56 kg (rata-rata hasil perontokan)
Energi
= ½ Iω2 = ½ m r2 ω2 = ½ x 34.56 x (14 x 10-2)2 x 1.672 = 0.94 Joule
Keliling silinder perontok
= 2 x 3.14 x 0.14 = 0.879 m
100 putaran/menit
= 100 x 0.879 = 87.9 m/menit = 288.39 ft/menit
63
Tenaga manusia
= 0.75 KW = 1 hp
Massa tanaman padi
= 100 kg Æ 20 menit/60 menit = 33.33 kg
P=
33.33 x 2 lb x 288.39 ft/menit = 0.640 hp 33000 lb ft/menit
Efisiensi perontokan =
0.640 x 100 % = 64 % 1
c) Power Thresher
Gambar Piktorial Silinder Perontok Power Thresher
Gambar Tampak Samping Silinder Perontok Power Thresher (dalam meter)
64
Perhitungan n
= 600 rpm = 10 rps
m
= 257.67 kg (rata-rata hasil perontokan)
Energi
= ½ Iω2 = ½ m r2 ω2 = ½ x 257.67 x (15 x 10-2)2 x 102 = 289.88 Joule
Perbandingan diameter puli = d1 : d2 = 1 : 3 d1 n2 1 n2 = ⇔ = ⇔ n2 = 200 rpm d2 n1 3 600
Keliling silinder perontok
= 2 x 3.14 x 0.15 = 0.942 m
200 putaran/menit
= 200 x 0.942 = 188.4 m/menit = 618.11 ft/menit
P input
= 6.5 hp
Massa tanaman padi
= 400 kg Æ 20 menit/60 menit = 133.33 kg
P=
133.33 x 2 lb x 618.11 ft/menit = 5.5 hp 33000 lb ft/menit
Efisiensi perontokan =
5.5 x 100 % = 84.62 % 6.5
65
Lampiran 5. Susut Perontokan pada Berbagai Jenis Alat/Mesin Perontok dan Varietas Padi 1. Ciherang a. Susut alat “gebot” Parameter (dalam kg) 1. Berat padi yang akan dirontok 2. Berat gabah lempar luar alas petani (x 10-3) 3. Berat gabah hasil perontokan 4. Berat jerami seluruhnya 5. Berat gabah di kotoran (x 10-3) 6. Berat gabah menempel di jerami (x 10-3) Susut Perontokan (%)
1 100.00
Ulangan 2 100.00
3 100.00
661.20
624.50
672.80
652.80
36.00 60.00 71.40
34.00 63.00 144.50
37.00 59.00 88.00
35.67 60.67 101.30
8.40
6.10
8.60
7.70
3.3209
3.2808
1 100.00
Ulangan 2 100.00
3 100.00
49.60
304.70
53.60
136.00
33.00 59.00 140.70
38.00 59.00 162.20
34.20 60.00 193.40
35.07 59.33 165.40
15.80
14.00
15.00
14.90
3.2896
3.2904
1 400.00
Ulangan 2 400.00
3 400.00
461.20
470.70
208.80
380.20
246.00 132.00 163.00
232.00 142.50 109.80
230.00 146.00 174.40
236.00 140.17 149.1
4.50
4.00
5.40
4.60
0.4928
0.4935
3.3140
Rata-rata 100.00
3.3052
b. Susut Pedal Thresher Parameter (dalam kg) 1. Berat padi yang akan dirontok 2. Berat gabah lempar luar alas petani (x 10-3) 3. Berat gabah hasil perontokan 4. Berat jerami seluruhnya 5. Berat gabah di kotoran (x 10-3) 6. Berat gabah menempel di jerami (x 10-3) Susut Perontokan (%)
3.2450
Rata-rata 100.00
3.2750
c. Susut Power Thresher Parameter (dalam kg) 1. Berat padi yang akan dirontok 2. Berat gabah lempar luar alas petani (x 10-3) 3. Berat gabah hasil perontokan 4. Berat jerami seluruhnya 5. Berat gabah di kotoran (x 10-3) 6. Berat gabah menempel di jerami (x 10-3) Susut Perontokan (%)
0.5068
Rata-rata 400.00
0.4977
66
2. Cibogo a. Susut alat “gebot” Parameter (dalam kg) 1. Berat padi yang akan dirontok 2. Berat gabah lempar luar alas petani (x 10-3) 3. Berat gabah hasil perontokan 4. Berat jerami seluruhnya 5. Berat gabah di kotoran (x 10-3) 6. Berat gabah menempel di jerami (x 10-3) Susut Perontokan (%)
1 100.00
Ulangan 2 100.00
3 100.00
687.00
627.00
647.00
653.70
37.40 59.00 33.60
35.50 61.30 18.60
36.00 60.00 10.60
36.30 60.10 20.90
15.80
16.60
16.20
16.20
4.2322
4.4753
1 100.00
Ulangan 2 100.00
3 100.00
57.00
58.60
54.10
56.60
38.00 56.60 103.10
39.00 57.40 113.00
36.00 55.00 129.60
37.67 56.33 115.20
26.00
26.34
25.90
26.10
4.1172
4.1381
4.3306
Rata-rata 100.00
4.3461
b. Susut Pedal Thresher Parameter (dalam kg) 1. Berat padi yang akan dirontok 2. Berat gabah lempar luar alas petani (x 10-3) 3. Berat gabah hasil perontokan 4. Berat jerami seluruhnya 5. Berat gabah di kotoran (x 10-3) 6. Berat gabah menempel di jerami (x 10-3) Susut Perontokan (%)
4.2762
Rata-rata 100.00
4.1771
c. Susut Power Thresher Parameter (dalam kg) 1. Berat padi yang akan dirontok 2. Berat gabah lempar luar alas petani (x 10-3) 3. Berat gabah hasil perontokan 4. Berat jerami seluruhnya 5. Berat gabah di kotoran (x 10-3) 6. Berat gabah menempel di jerami (x 10-3) Susut Perontokan (%)
Ulangan 1 2 400.00 400.00
3 400.00
Rata-rata 400.00
1089.60
944.90
770.40
935.00
277.00 75.20 21.80
287.00 90.10 291.90
274.00 106.00 238.60
279.33 90.43 184.10
9.40
6.00
7.20
7.50
0.6155
0.6426
0.6521
0.6368
67
3. Hibrida SL 8 SHS a. Susut alat “gebot” Parameter (dalam kg) 1. Berat padi yang akan dirontok 2. Berat gabah lempar luar alas petani (x 10-3) 3. Berat gabah hasil perontokan 4. Berat jerami seluruhnya 5. Berat gabah di kotoran (x 10-3) 6. Berat gabah menempel di jerami (x 10-3) Susut Perontokan (%)
1 100.00
Ulangan 2 100.00
3 100.00
797.00
987.00
807.00
863.67
31.00 63.50 7.40
33.20 62.00 12.80
31.60 64.00 12.80
31.93 63.17 11.00
8.20
5.60
7.40
7.10
4.0993
3.8990
1 100.00
Ulangan 2 100.00
3 100.00
45.10
47.30
48.20
46.90
30.00 61.80 68.60
30.80 63.60 80.80
32.00 64.00 166.60
30.93 63.13 105.30
18.00
17.20
16.60
17.30
3.9265
3.8162
1 400.00
Ulangan 2 400.00
3 400.00
107.16
710.80
798.60
538.90
263.00 109.50 94.20
245.00 117.70 195.00
265.00 119.30 49.20
257.67 115.50 112.80
27.90
17.80
20.00
21.90
1.2230
1.2100
3.9321
Rata-rata 100.00
3.9768
b. Susut Pedal Thresher Parameter (dalam kg) 1. Berat padi yang akan dirontok 2. Berat gabah lempar luar alas petani (x 10-3) 3. Berat gabah hasil perontokan 4. Berat jerami seluruhnya 5. Berat gabah di kotoran (x 10-3) 6. Berat gabah menempel di jerami (x 10-3) Susut Perontokan (%)
3.8381
Rata-rata 100.00
3.8603
c. Susut Power Thresher Parameter (dalam kg) 1. Berat padi yang akan dirontok 2. Berat gabah lempar luar alas petani (x 10-3) 3. Berat gabah hasil perontokan 4. Berat jerami seluruhnya 5. Berat gabah di kotoran (x 10-3) 6. Berat gabah menempel di jerami (x 10-3) Susut Perontokan (%)
1.2056
Rata-rata 400.00
1.2129
68
Lampiran 6. Analisis Sidik Ragam pada Susut Perontokan Informasi Class Level Peubah
Jumlah Perlakuan
Values
Alat/Mesin
3
Alat_Gebot_Pedal_Thresher Power_Thesher
Varietas Padi
3
Cibogo Ciherang Hibrida_SL_8_SHS
Jumlah Pengamatan = 27 Prosedur Anova Dependent Variable: respon (Susut Perontokan) Sumber Keragaman Model
Derajat Bebas (db) 4
Jumlah Kuadrat (JK) 58.28051438
Kuadrat Tengah (KT) 14.57012860
Galat
22
1.12297611
0.05104437
Total
26
59.40349050
F Hitung
Pr > F
285.44
<.0001
R-Square Coeff Var Root MSE respon Mean 0.981096 8.040909 Sumber Keragaman Alat/Mesin Varietas Padi Sumber Keragaman Alat/Mesin Varietas Padi
0.225930
2.809757
Derajat Bebas Type I SS Kuadrat F Hitung (db) Tengah (KT) 2 55.53517385 27.76758692 543.99 2
2.74534054
1.37267027
26.89
Derajat Bebas Type III SS Kuadrat F Hitung (db) Tengah (KT) 2 55.53517385 27.76758692 543.99 2
2.74534054
1.37267027
26.89
Pr > F <.0001 <.0001 Pr > F <.0001 <.0001
69
Lampiran 7. Uji Lanjut Duncan untuk Susut Perontokan Alpha
: 0.05
Error Degrees of Freedom
: 18
Error Mean Square
: 0.004334
Number of Means 2 Critical Range
3
4
5
6
9
Perlakuan
A
4.34607
3
Gebot_CBG
B
4.17714
3
Pedal_CBG
C
3.97681
3
Gebot_HBR
D
3.86026
3
Pedal_HBR
E
3.30523
3
Gebot_CHR
E
3.27500
3
Pedal_CHR
F
1.21288
3
Power_HBR
G
0.63675
3
Power_CBG
H
0.49768
3
Power_CHR
perlakuan
8
.1129 .1185 .1220 .1244 .1262 .1275 .1286 .1294
Kelompok Duncan Nilai Tengah Jumlah
Kelompok
7
Jumlah
Respon Nilai Tengah
Std Dev
Gebot_CBG
3
4.34606533
0.12229497
Gebot_CHR
3
3.30522600
0.02145990
Gebot_HBR
3
3.97680767
0.10735393
Pedal_CBG
3
4.17714433
0.08641578
Pedal_CHR
3
3.27500167
0.02601038
Pedal_HBR
3
3.86025733
0.05842093
Power_CBG
3
0.63675367
0.01901754
Power_CHR
3
0.49767700
0.00791704
Power_HBR
3
1.21288167
0.00906774
70
Lampiran 8. Rendemen Perontokan pada Berbagai Jenis Alat/Mesin Perontok dan Varietas Padi Logo
Total Gabah (kg)
Rendemen (ton/ha)
2 2 13
107.00 106.20 708.00
6.5244 6.4756 6.6416
2 2 13
108.90 113.00 838.00
6.9808 7.2436 8.2643
Alat “Gebot”
2
95.80
6.3026
Pedal Thresher Power Thresher
2 13
92.80 773.00
6.1053 7.8239
Rendemen Perontokan Ciherang (1 logo = 82 m2) Alat “Gebot” Pedal Thresher Power Thresher Cibogo (1 logo = 78 m2) Alat “Gebot” Pedal Thresher Power Thresher Hibrida SL 8 SHS (1 logo = 76 m2)
71
Lampiran 9. Kadar Air Setiap Proses Pascapanen 1. Ciherang Kadar Air 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Setelah panen Sebelum perontokan Sesudah perontokan Sesudah pengeringan Sebelum penggilingan Sesudah penggilingan
1 27.7 17.4 23.3 15.0 16.6 14.5
Ulangan (%) 2 23.5 17.4 21.4 15.0 15.9 14.4
3 24.6 17.8 23.6 15.3 16.2 14.9
1 20.0 23.0 22.1 13.4 14.3 13.1
Ulangan (%) 2 21.4 24.3 21.4 13.5 14.2 13.3
3 21.6 22.9 21.4 13.3 14.0 13.2
1 23.3 21.2 24.7 15.6 15.1 14.5
Ulangan (%) 2 22.9 21.8 23.3 15.5 15.2 14.9
3 21.0 20.0 23.4 15.5 15.2 14.7
Rata-rata 25.3 17.5 22.8 15.1 16.2 14.6
2. Cibogo Kadar Air 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Setelah panen Sebelum perontokan Sesudah perontokan Sesudah pengeringan Sebelum penggilingan Sesudah penggilingan
Rata-rata 21.0 23.4 21.6 13.4 14.2 13.2
3. Hibrida SL 8 SHS Kadar Air 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Setelah panen Sebelum perontokan Sesudah perontokan Sesudah pengeringan Sebelum penggilingan Sesudah penggilingan
Rata-rata 22.3 21.0 23.8 15.5 15.2 14.7
72
Lampiran 10. Grafik Penurunan Kadar Air Gabah Setiap Proses Pascapanen
26 Ciherang
Kadar Air (%)
24
Cibogo
22
Hibrida
20 18 16 14 12 T1
T2
T3
T4
T5
T6
Keterangan: T1 = Setelah panen T2 = Sebelum perontokan T3 = Sesudah perontokan T4 = Sesudah pengeringan T5 = Sebelum penggilingan T6 = Sesudah penggilingan
73
Lampiran 11. Pengaruh Berbagai Jenis Alat/Mesin Perontok terhadap Keretakan Butiran Gabah 1. Ciherang Alat/Mesin Perontok
Ulangan (%) 2 3 3.0 3.0
Rata-rata
Power Thresher
1 5.0
Pedal Thresher
4.0
4.0
4.0
4.0
Alat “Gebot”
6.0
8.0
6.0
6.3
3.6
2. Cibogo Alat/Mesin Perontok
Ulangan (%) 2 3 7.0 7.0
Rata-rata
Power Thresher
1 2.0
Pedal Thresher
7.0
7.0
7.0
7.0
Alat “Gebot”
9.0
9.0
9.0
9.0
5.3
3. Hibrida SL 8 SHS Alat/Mesin Perontok
Ulangan (%) 2 3 5.0 5.0
Rata-rata
Power Thresher
1 2.0
Pedal Thresher
4.0
6.0
5.0
5.0
Alat “Gebot”
7.0
8.0
2.0
5.7
4.0
74
Lampiran 12. Analisis Sidik Ragam pada Keretakan Butiran Gabah Informasi Class Level Peubah Alat/Mesin
Jumlah Perlakuan Values 3 Alat_Gebot Pedal_Thresher Power_Thresher
Varietas Padi
3
Cibogo Ciherang Hibrida_SL_8_SHS
Jumlah Pengamatan = 27 Prosedur Anova Dependent Variable: respon (Keretakan Butiran Gabah) Sumber Keragaman Model
Derajat Bebas (db) 4
Jumlah Kuadrat (JK) 66.8148148
Kuadrat Tengah (KT) 16.7037037
Galat
22
55.7037037
2.5319865
Total
26
122.5185185
F Hitung 6.60
0.0012
F Hitung
Pr > F
7.04
0.0043
6.16
0.0075
Pr > F
R-Square Coeff Var Root MSE respon Mean 0.545345 28.45231 Sumber Keragaman Alat/Mesin Varietas Padi Sumber Keragaman Alat/Mesin Varietas Padi
1.591222
5.592593
Derajat Bebas (db) 2
35.62962963
Kuadrat Tengah (KT) 17.81481481
2
31.18518519
15.59259259
Derajat Bebas (db) 2 2
Type I SS
Kuadrat Tengah F Hitung Pr > F (KT) 35.62962963 17.81481481 7.04 0.0043 Type I SS
31.18518519
15.59259259
6.16
0.0075
75
Lampiran 13. Uji Lanjut Duncan untuk Keretakan Butiran Gabah Alpha
: 0.05
Error Degrees of Freedom
: 18
Error Mean Square
: 2.814815
Number of Means 2 Critical Range
3
4
5
6
9
Perlakuan
A
9.000
3
Gebot_CBG
B
A
7.000
3
Pedal_CBG
B
A
C
6.667
3
Gebot_CHR
B
C
5.667
3
Gebot_HBR
B
C
5.333
3
Power_CBG
B
C
5.000
3
Pedal_HBR
B
C
4.000
3
Pedal_CHR
B
C
4.000
3
Power_HBR
C
3.667
3
Power_CHR
perlakuan
8
2.878 3.020 3.109 3.171 3.216 3.250 3.277 3.298
Kelompok Duncan Nilai Tengah Jumlah
Kelompok
7
Jumlah
Respon Nilai Tengah
Std Dev
Gebot_CBG
3
9.00000000
0.00000000
Gebot_CHR
3
6.66666667
1.15470054
Gebot_HBR
3
5.66666667
3.21455025
Pedal_CBG
3
7.00000000
0.00000000
Pedal_CHR
3
4.00000000
0.00000000
Pedal_HBR
3
5.00000000
1.00000000
Power_CBG
3
5.33333333
2.88675135
Power_CHR
3
3.66666667
1.15470054
Power_HBR
3
4.00000000
1.73205081
76
Lampiran 14. Pemutuan Gabah pada Beberapa Varietas Padi 1. Ciherang Mutu Gabah Kadar Air (GKG) Gabah Bersih Benda Asing Gabah Hampa/Kotoran Gabah Kuning/Rusak Gabah Hijau/Mengapur Gabah Merah
1 15.00 82.11 5.00 0.97 11.91 -
Ulangan (%) 2 15.00 81.23 5.84 1.34 11.49 0.10
3 15.30 83.97 0.15 4.67 1.39 9.69 0.12
1 13.40 91.36 0.21 1.19 1.60 5.63 -
Ulangan (%) 2 13.50 88.98 1.18 1.48 8.18 0.17
3 13.30 91.27 1.50 1.24 5.98 -
1 15.60 82.66 0.25 1.97 1.43 13.68 -
Ulangan (%) 2 15.50 81.17 0.37 1.22 1.75 15.48 -
3 15.50 86.77 0.17 1.54 0.86 10.65 -
Rata-rata 15.10 82.44 0.05 5.17 1.23 11.03 0.07
2. Cibogo Mutu Gabah Kadar Air (GKG) Gabah Bersih Benda Asing Gabah Hampa/Kotoran Gabah Kuning/Rusak Gabah Hijau/Mengapur Gabah Merah
Rata-rata 13.40 90.54 0.07 1.29 1.44 6.59 0.06
3. Hibrida SL 8 SHS Mutu Gabah Kadar Air (GKG) Gabah Bersih Benda Asing Gabah Hampa/Kotoran Gabah Kuning/Rusak Gabah Hijau/Mengapur Gabah Merah
Rata-rata 15.53 83.53 0.26 1.58 1.34 13.27 -
77
Lampiran 15. Gambaar Analisis Pemutuan P Gabah G
(a)
(b)
(c)
(d)
(e) (a) Gabah G Bersih Pecah Kuulit; (b) Ben nda Asing; (c) Butir Kuuning/rusak;; (d) Butir Hijauu/Mengapurr; dan (e) Buutir Merah
78