32
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1.
Citra ALOS AVNIR Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR
tahun 2006 seperti yang tampak pada Gambar 13. Adapun kombinasi band yang digunakan pada penelitian ini adalah kombinasi antara Band 3, 2, dan 1 (RGB) yang menghasilkan kenampakan alami (natural colour). Interpretasi secara visual pada Citra ALOS AVNIR dilakukan berdasarkan pada unsur-unsur interpretasi yaitu : rona, pola, tekstur, ukuran, bentuk, bayangan, site, dan asosiasi. Gambar berikut merupakan hasil komposit alami dari kombinasi Band 3, Band 2 dan Band 1.
Gambar 13. Citra ALOS AVNIR Pada data ALOS AVNIR seperti yang terlihat pada Gambar 14 terlihat adanya gangguan awan dan haze. Pada analisis data penginderaan jauh, gangguan awan akan direprsentasikan sebagai data hilang (missing data) yang memerlukan
33
proses masking dalam keseluruhan analisis. Pada umumnya gangguan awan dan bayangannya ini tidak dapat diperbaiki. Berikut merupakan wilayah Kota Depok yang dipotong dari citra ALOS AVNIR (Gambar 14) :
Gambar 14. Citra ALOS AVNIR wilayah Kota Depok
5.2.
Analisis Parameter Pendekatan Model Konservasi Air Pendekatan Model Konservasi Air menggunakan berbagai parameter yang
masing-masing dapat diketahui luasannya, sebagai berikut : 5.2.1. Kelas Lereng Gambar 15. menunjukkan Peta Kontur yang digunakan dalam proses pembuatan peta kelas lereng melalui metode DEM dan Gambar 16. menunjukkan pembagian kelas lereng beserta luasan di wilayah Kota Depok :
34
Gambar 15. Kelas Lereng Kota Depok Gambar 15. Peta Kontur Kota Depok Berdasarkan peta kelas lereng, Kota Depok didominasi oleh kelas lereng 0 – 2% (landai) dengan luas area sebesar 14.384,9 Ha (71,42%). Sedangkan kelas lereng 15-40% banyak terdapat di sepanjang aliran sungai.
Gambar 16. Kelas Lereng Kota Depok 5.2.2. Geologi Pada Gambar 17. menunjukkan sebaran jenis geologi beserta luasan di wilayah Kota Depok :
35
Gambar 17. Jenis Geologi Kota Depok Berdasarkan peta geologi, Kota Depok merupakan daerah yang mempunyai struktur geologi yang didominanasi oleh formasi Pleistocene Volcanic Facies yang hampir diseluruh wilayah Kota Depok dengan luasan sebesar 19.988,1 Ha (99,24%). 5.2.3. Curah Hujan Pada Gambar 18. merupakan peta curah hujan Kota Depok beserta tabel luasan masing-masing kelas curah hujan :
Gambar 18. Curah Hujan Kota Depok
36
Gambar 18. menunjukkan bahwa Kota Depok didominasi oleh curah hujan rata-rata sekitar 1500-2000 mm/tahun dengan luasan sebesar 6.937 Ha di Kecamatan Cimanggis dan sebagian Kecamatan Sukmajaya dan Kecamatan Beji. Berdasarkan fenomena ini, curah hujan merupakan menyumbang besar terhadap kejadian banjir lokal di wilayah Kota Depok. 5.2.4. Jenis Tanah Gambar 19. menunjukkan sebaran jenis tanah di Kota Depok beserta luasan masing-masing jenis tanah.
Gambar 19. Jenis Tanah Kota Depok Kota Depok di dominasi oleh jenis tanah Asosiasi Latosol Merah, Latosol Coklat Kemerahan yang memiliki tingkat kesuburan yang tinggi di hampir seluruh wilayah Kota Depok dengan luas 19.101,2 Ha (94,83%). Sedangkan jenis tanah Asosiasi Latosol Merah, Latosol Coklat Kemerahan dan Laterit hanya terdapat di sebagian wilayah Kecamatan Limo dengan luas sebesar 1.040,7 Ha (5,17%). 5.2.5. Penggunaan Lahan Penggunaan lahan di daerah penelitian sebagian besar didominasi oleh permukiman dan semak belukar. Selain itu, penggunaan lahan lainnya berupa tegalan, kebun, hutan, lahan terbuka, bedengan dan sawah. Berikut definisi dari penggunaan lahan :
37
1. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. 2. Kebun adalah istilah kolektif untuk sistem-sistem dan teknologi-teknologi penggunaan lahan, yang secara terencana dilaksanakan pada satu unit lahan dengan mengkombinasikan tumbuhan berkayu (perdu, palem, bambu, dll) dengan tanaman pertanian dan/atau hewan ternak dan/atau ikan, yang dilakukan pada waktu yang bersamaan atau bergiliran sehingga terbentuk interaksi ekologis dan ekonomis antar berbagi komponen yang ada. 3. Tegalan adalah usaha pertanian tanah kering yang intensitas penggarpannya dilaksanakan secara permanen. 4. Sawah adalah lahan pertanian yang berpetak-petak dan dibatasi oleh pematang (galengan) dan saluran untuk menahan/menyalurkan air. 5. Permukiman adalah suatu wilayah yang ditempati oleh seseorang atau kelompok manusia. Permukiman memiliki kaitan yang cukup erat dengan kondisi alam dan sosial kemasyarakatan sekitar. 6. Semak adalah tipe vegetasi kecil atau kerdil yang tumbuh tidak lebih tinggi daripada perdu dan tidak bernilai komersial. Bisa merupakan areal bekas tebangan atau bekas perladangan yang ditinggalkan. 7. Tanah terbuka adalah areal tanah yang belum dimanfaatkan untuk kegiatan produktif, baik kegiatan non pertanian maupun pertanian.
38
Gambar 20. Penggunaan Lahan Kota Depok
39
Tabel 16. Luas Penggunaan Lahan Kota Depok No
Penggunaan Lahan
Luas (Ha)
%
1
Awan
0.5
0.003
2
Bayangan
0.7
0.003
3
Bedengan
98.9
0.5
4
Bendungan
6.7
0.03
5
Danau/Situ
73.8
0.4
6
Hutan
448.0
2.2
7
Kebun
460.8
2.3
8
Lahan Terbuka
416.1
2.1
9
Lapangan Golf
293.5
1.5
10
Perumahan kepadatan tinggi
1210.7
5.9
11
Perumahan kepadatan sedang
5295.3
26.2
12
Perumahan kepadatan rendah
1616.4
8.0
13
Perumahan kepadatan sangat rendah
4294.1
21.3
14
Sawah
2091.7
10.4
15
Semak belukar
744.3
3.7
16
Sungai
149.1
0.7
17 Total Luas
Tegalan
2982.4
14.7
20183.3
Penggunaan lahan Kota Depok didominasi oleh permukiman (perumahan) yaitu seluas 12.416,5 Ha (61,52%) yang terdiri dari perumahan dengan kepadatan bangunan tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah. 5.3.
Analisis Ruang Terbuka Hijau Kota Depok Berdasarkan PP No. 47 tahun 1997, Kota Depok merupakan salah satu
kota yang termasuk di dalam Kawasan Bopunjur dengan pemanfaatan ruang yang sangat dibatasi oleh fungsinya sebagai kawasan konservasi air dan tanah yang memiliki nilai strategis sebagai kawasan yang dapat memberikan perlindungan terhadap kawasan di bawahnya, yaitu wilayah Propinsi Jawa Barat dan wilayah Propinsi DKI Jakarta. Hal ini dalam rangka mempertahankan dan menyediakan kawasan Ruang Terbuka Hijau yang ditujukan untuk mengimbangi lahan terbangun kota. Kota Depok mempunyai fungsi dan peranan penting sebagai kawasan resapan air (penyangga) bagi kehidupan Kota Jakarta, sehingga perlu pengelolaan yang terhadap sumberdaya air yang ada di kawasan Kota Depok. Sumber-sumber
40
daya air tersebut terdiri dari air tanah dan air permukaan (sungai dan situ), dimana saat ini kondisi kualitas dan kuantitas sumber daya air di Kota Depok sudah pada tahap yang mengkhawatirkan dalam segi kualitas. Hal ini terlihat dari keberadaan situ yang tersisa dan terpelihara hanya 19 dari 49 situ (Bappeda, 2007). Wilayah Kota Depok memiliki berbagai penggunaan lahan berupa RTH ataupun Non RTH. Penggunaan lahan berupa RTH dibedakan atas RTH Privat dan RTH Publik. Tabel 17 berikut ini memperlihatkan luas RTH Kota Depok : Tabel 17. Luas dan Persentase RTH Kota Depok No
Penggunaan Lahan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Bedengan Bendungan Danau/Situ Hutan Kebun Lahan Terbuka Lapangan Golf Sawah Semak belukar Sungai Tegalan Permukiman kepadatan tinggi Permukiman kepadatan sedang Permukiman kepadatan rendah Permukiman kepadatan sangat 15 rendah 16 Awan 17 Bayangan Total Luas
RTH Luas 98.9 6.7 73.8 448.0 460.8 416.1 293.5 2091.7 744.2 149.1 2982.4
7765.6
% 0.5 0.03 0.4 2.2 2.3 2.0 1.4 10.4 3.7 0.7 14.7
38.48
Non RTH Luas %
RTH Privat Luas % 6.7
1210.71 5295.3 1616.4
5.9 26.2 8.0
4294.1 0.5 0.7 12417.7
21.3 0.003 0.003 61.5
0.03
460.8 416.1 293.5 2091.7 744.2
2.3 2.0 1.5 10.4 3.7
2982.4
14.7
6995.6
RTH Publik Luas % 98.9 0.4
34.6
73.8 448.0
0.4 2.2
149.1
0.7
769.9
3.8
Berdasarkan Tabel 17 di atas, terlihat bahwa Kota Depok memiliki luas RTH sebesar 7.765,6 Ha (38,48%) dan Non RTH sebesar 12.417,7 Ha (61,52%). Berdasarkan luasan RTH tersebut, maka kondisi RTH di Kota Depok telah sesuai dengan UU RI No. 26 Tahun 2007, yaitu luas RTH dengan proporsi minimal 30% dari luas wilayah keseluruhan. Kota Depok memiliki luas RTH privat 6.995,6 Ha (34,66%) melebihi standar maksimal yaitu 10% dan RTH publik hanya 769,9 Ha (3,82%) dibawah standar maksimal yaitu 20%. Untuk memenuhi standar luas tersebut, maka masih diperlukan RTH publik sebesar 16,18%.
41
5.4.
RTH Kota Depok ditinjau dari RTRW
5.4.1. RTRW Kota Depok Pada Tabel 18 berikut ini menunjukkan luasan dari tiap rencana penggunaan lahan pada RTRW Kota Depok Periode 2000-2010 dan pada Gambar 21. menunjukkan rencana penggunaan lahan pada RTRW Kota Depok Periode 2000-2010 Tabel 18. Luasan RTRW Kota Depok No
RTRW
Luas (Ha)
1
Kawasan Dagang dan Jasa Subpusat
2
Fasilitas Umum
3
Kawasan Industri
460.814
4
Kawasan Campuran
245.636
5
Kawasan Tertentu
454.506
6
Kebun
118.996
7
Kawasan Komersial dan Jasa Pusat Kota
426.019
8
Kawasan Pendidikan Tinggi
9
Kawasan Perkantoran dan Jasa Pelayanan Umum
205.091
10
Perumahan Kepadatan Bangunan Tinggi
5097.91
11
Perumahan Kepadatan Bangunan Sedang
6140.581
12
Perumahan Kepadatan Bangunan Rendah
135.441
13
Perumahan Kepadatan Bangunan Sangat Rendah
14
Sawah
15
Sempadan Sungai
16
Situ
Luas Total
446.657 64.652
59.922
4487.864 643.15 834.984 319.62 20141.843
42
Gambar 23. RTRW Kota Depok Periode 2000 - 2010
Gambar 21. RTRW Kota Depok Periode 2000 - 2010
43
Berikut rencana penggunaan lahan pada RTRW Kota Depok dari sudut pandang RTH publik dan RTH privat :
Gambar 22. RTH Publik dan Privat pada RTRW Peta RTH Publik dan RTH Privat (RTRW) diperoleh dari Tabel 18, dimana penggunaan lahan yang terdapat pada RTRW diperinci menjadi RTH Publik dan RTH Privat. Berdasarkan Gambar 22. menunjukkan bahwa Kota Depok memiliki RTH Privat sebesar 40,68% dari luas wilayah dan RTH Publik sebesar 9,32% dari luas wilayah. 5.4.2. RTH Hasil Interpretasi Citra ALOS AVNIR Berikut merupakan peta RTH hasil interpretasi Citra ALOS AVNIR berdasarkan pada 9 unsur interpretasi.
Gambar 23. RTH Publik dan RTH Privat Kota Depok (Analisis)
44
Peta RTH Publik dan RTH Privat (analisis) diperoleh dari Tabel 17, dimana penggunaan lahan hasil interpretasi citra ALOS AVNIR diperinci menjadi RTH Publik dan RTH Privat Berdasarkan Gambar 23, terlihat bahwa antara RTRW Kota Depok dan Peta Analisis RTH Kota Depok terdapat perbedaan segi luasan RTH Publik dan RTH Privat, namun dalam segi letak tidak begitu banyak perbedaan. Untuk memenuhi kekurangan RTH publik sebesar 16,18% agar sesuai UU RI No.26 Tahun 2007 (20%), maka disarankan pada setiap kecamatan di Kota Depok dapat menyumbangkan RTH berdasarkan zona konservasi air terutama pada Kecamatan Sawangan yang memiliki tingkat konservasi tinggi sebesar 12,99% (Tabel 19). 5.5.
Analisis Pendekatan Model Konservasi Air Tabel 19 menunjukkan luas dan peresentase dari wilayah konservasi air
tiap kecamatan di Kota Depok. Tabel 19. Wilayah Konservasi Air Tiap Kecamatan No 1 2 3 4 5 6
Kecamatan BEJI CIMANGGIS LIMO PANCORAN MAS SAWANGAN SUKMAJAYA Total Luas
Rendah Luas % 556.5 2.7 3078.0 15.2 133.8 0.6 1051.6 5.2 0.01 0.004 1285.8 6.3 6106.03 30.2
Sedang Luas 686.4 2331.8 1830.4 1618.4 1975.3 1787.6 10230.09
Gambar 24. Zona Tingkat Konservasi Air
% 3.4 11.5 9.0 8.0 9.7 8.8 50.7
Tinggi Luas % 202.6 1.0 169.7 0.8 277.9 1.3 306.3 1.5 2622.9 12.9 267.6 1.3 3847.2 19.06
45
Dari Tabel 19 terlihat bahwa pada setiap kecamatan di Kota Depok memiliki wilayah konservasi tinggi. Namun, kecamatan yang merupakan daerah konservasi tingkat tinggi adalah Kecamatan Sawangan dengan luas wilayah tingkat konservasi tinggi sebesar 2.622,9 Ha (12,99%). 5.6.
Rekomendasi Penggunaan Lahan Berdasarkan Tingkat Konservasi Air Berikut merupakan tabel yang memperlihatkan penggunaan lahan yang
termasuk pada tingkat konservasi air rendah ( WC = 1,24 – 2,11) dan tingkat konservasi tinggi (WC = 2,98 – 3,85) pada tiap kecamatan Kota Depok : Tabel 20. Penggunaan Lahan Konservasi Air Tinggi Tiap Kecamatan No
Kecamatan
1
BEJI
2
CIMANGGIS
3
LIMO
4
PANCORAN MAS
5
SAWANGAN
6
SUKMAJAYA
Penggunaan Lahan/Nilai WC Tingkat Rendah Nilai WC Tingkat Tinggi Bedengan 1.90 Danau/Situ Perumahan kepadatan sedang 1.75-1.90 Hutan Perumahan kepadatan tinggi 1.35-2.0 Sawah Tegalan 1.75-1.90 Lapangan Golf 1.90 Danau/Situ Perumahan kepadatan sedang 1.75-1.90 Hutan Perumahan kepadatan tinggi 1.35-2.0 Sawah Tegalan 1.75-1.90 Perumahan kepadatan sedang 0.80 Danau/Situ Perumahan kepadatan tinggi 1.88-2.0 Hutan Kebun Perumahan kepadatan rendah Sawah Semak belukar Bedengan 1.75 Danau/Situ Perumahan kepadatan sedang 1.90 Sawah Perumahan kepadatan tinggi 1.35-2 Semak belukar Tegalan 1.75-1.90 Sungai Perumahan kepadatan tinggi 2.0 Danau/Situ Hutan Kebun Lahan Terbuka Perumahan kepadatan rendah Perumahan k.sangat rendah Sawah Semak belukar Tegalan Bedengan 1.75-1.90 Bendungan Perumahan kepadatan sedang 1.65-1.90 Danau/Situ Perumahan kepadatan tinggi 1.25-2.0 Hutan Tegalan 1.75-1.90 Kebun Perumahan kepadatan rendah Perumahan k. sangat rendah Sungai
Nilai WC 3.10 3.10-3.60 3.20 3.10 3.10 3.20 3.73 3.45 3.05 3.05 3.05-3.45 3.05 3.10-3.85 3.20-3.45 3.05 3.05-3.45 3.85 3.85 3.05 3.05 3.05 3.05 3.05-3.45 3.05 3.05 3.20 3.60 3.05 3.05 3.05 3.05 3.05-3.20
46
Pada Tabel 20 menunjukkan penggunaan lahan yang termasuk tingkat konservasi tinggi dan rendah berdasarkan nilai WC (Water Conservation). Dari tabel ini terlihat bahwa penggunaan lahan yang termasuk tingkat konservasi air tinggi, sebagian besar adalah penggunaan lahan yang termasuk dalam RTH (danau/situ, hutan, sawah, kebun, semak belukar, sungai, hutan, lahan terbuka, tegalan, dan bendungan). Kecamatan Sawangan memiliki zona konservasi air tingkat tinggi seluas 12,9% (Tabel 19). Hal ini didukung dengan Tabel 20 yang menunjukkan bahwa sebagian besar penggunaan lahan di Kecamatan Sawangan merupakan RTH. Kecamatan Cimanggis dan Sukmajaya memiliki zona konservasi air tingkat tinggi hanya seluas 0,8% dan 1,3%, sedangkan kedua kecamatan ini memiliki zona konservasi tingkat rendah seluas 15,2% dan 6,3% (Tabel 19). Hal ini kemungkinan yang menyebabkan kedua kecamatan ini mengalami banjir lokal. Jika dilihat pada Gambar 24, kedua kecamatan ini didominasi oleh permukiman. Untuk mengatasi banjir lokal yang terjadi pada kedua kecamatan ini, maka perlu dibangun RTH yang lebih besar (luasan) dibandingkan kecamatan lain dan pemilihan penggunaan lahan yang tepat (meresapkan air). Sehingga nilai WC akan tinggi dan secara langsung zona konservasi air tingkat tinggi pun akan meningkat (luasan). Disarankan memperluas hutan di Kecamatan Cimanggis dan Sukmajaya atau melakukan perubahan lahan dari tegalan menjadi semak belukar atau hutan. Hal ini karena semak belukar dan hutan memiliki daya serap air lebih tinggi dibandingkan tegalan. Partisipasi aktif masyarakat luas sangat dibutuhkan dalam membangun ataupun mempertahankan RTH. Partisipasi masyarakat dapat berupa penyediaan lahan untuk RTH dan kesadaran untuk menanam berbagai jenis pohon di lingkungan rumah masing-masing. Metode konservasi vegetatif yang dapat dilakukan adalah dengan cara memanfaatkan media tanaman dan lubang-lubang cacing sebagai upaya untuk meresapkan air tanah (lubang biopori).
47
5.7.
Hubungan Tingkat Konservasi Air dengan RTH Berikut merupakan tabel luas dan persentase RTH dan Tingkat konservasi
air pada setiap kecamatan yang memperlihatkan hubungan keduanya. Tabel 21. RTH dan Tingkat Konservasi Air No 1 2 3 4 5 6
Kecamatan BEJI CIMANGGIS LIMO PANCORAN MAS SAWANGAN SUKMAJAYA Total Luas
RTH Luas 471.0 1425.2 1250.4 1044.0 2524.6 1050.2 7765.5
% 2.3 7.1 6.1 5.1 12.5 5.2 38.5
Tingkat Konservasi Air Luas % 202.7 1.004 169.7 0.8 277.9 1.4 306.3 1.5 2622.9 12.9 267.6 1.3 3847.2 19.0
Pada Tabel 21. terlihat bahwa Kecamatan Sawangan memiliki wilayah dengan tingkat konservasi tinggi dan lebih luas dibandingkan dengan kecamatan lain. Hal ini terjadi karena pada Kecamatan Sawangan luas penggunaan lahan yang berupa RTH sebesar 2.524,6 Ha (12,5) lebih tinggi dibandingkan kecamatan yang lain. Oleh karena itu, RTH yang telah ada di Kecamatan Sawangan haruslah dipertahankan. Pada Kecamatan Limo, Pancoran Mas, Sawangan dan Sukmajaya terjadi hubungan yang berbanding lurus terhadap RTH, namun di Kecamatan Beji dan Cimanggis terjadi sebaliknya. Maka, hubungan tingkat konservasi air dengan RTH berbanding lurus sekitar 66,67% di wilayah Kota Depok.