JURNAL AGROTEKNOS Juli 2012 Vol.2. No.2. hal. 77-85 ISSN: 2087-7706
EVALUASI CITRA ALOS AVNIR-2 PADA PEMETAAN TANAH DI WILAYAH DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) MORAMO Image Evaluation ALOS AVNIR-2 on Mapping of Land in the Moramo Watershed M. TUFAILA1*) JUFRI KARIM2) Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo, Anduonohu Kendari Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo, Anduonohu Kendari
ABSTRACT The confident level on the analysis and evaluation results is highly dependent on the accuracy of data interpretation. This study aimed to evaluate the capability and accuracy level of image interpretation ALOS AVNIR-2 in the mapping of land in the Watershed Moramo, Moramo District, South Konawe. The research was conducted on the interpretation results of land unit element of the pre-processing to image processing. Interpretation of land units performed by the analytical approach of landform, lithology, slope, and land use through the introduction of the basic elements of visual images by means of on-screen digitizing. The result showed that the image of ALOS AVNIR-2 composite image processing through 341, sharpening the contrast and spatial filtering can provide information in identifying land units in soil mapping with very clear to clear. Accuracy of 89.06 % landform unit; lithology of 92.19 %; and land use mapping by 90.63 % and 90.00 % of the land, or an average accuracy of interpretation of land units in providing information for mapping land located in either category (>85 %). Keywords : ALOS AVNIR-2 imagery, image processing and interpretation, watershed, land evaluation unit, the mapping
1PENDAHULUAN
Indonesia yang memiliki luas daratan kurang lebih 1.900.000 km2 yang terdiri dari 17.000 pulau (Warta IDSN, 2009) dengan kondisi fisik yang beragam, apabila pemetaan tanah dilakukan secara konvesional atau survei tanah intensif dan atau tidak praktis, maka akan diperlukan tenaga dan biaya yang besar serta waktu yang lama (Mann et al., 1999). Tanah sebagai salah satu anasir dari lahan, maka informasi sifat-sifat tanah dan tanggapannya terhadap pengelolaan sangat diperlukan dalam evaluasi sumberdaya lahan, baik bidang pertanian dan kehutanan, untuk kajian kelayakan dan perencanaan pada proyek-proyek pengembangan wilayah serta untuk berbagai pekerjaan keteknikan Alamat Korespondensi 081342643205 E-mail:
[email protected] 1
(rekayasa). Untuk mencapai maksud tersebut, sangatlah perlu menentukan kenampakan luar (external feature) dan membagi kenampakan tersebut ke dalam satuan-satuan yang relatif homogen dan memetakan sebaran satuansatuan tersebut, sehingga memungkinkan diprediksinya daerah-daerah tersebut serta menentukan karakteristik satuan peta sehingga dapat membuat kebijakan yang bermanfaat tentang penggunaan lahan potensial dan tanggapannya terhadap perubahan pengelolaan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan kegiatan survei dan pemetaan tanah. Sampai saat ini informasi yang tersedia mengenai tanah di sebagian besar wilayah khususnya daerah Sulawesi Tenggara termasuk daerah penelitian hanya pada skala tinjau (skala 1: 250.000). Informasi yang didapatkan pada skala tersebut hanya berupa satuan-satuan tanah pada kategori tinggi saja (subordo), batas-batasnya kurang akurat, dan
78
TUFAILA DAN KARIM
data sifat-sifat tanah yang diberikan tidak rinci. Dengan demikian, informasi tersebut hanya layak untuk perencanaan tingkat makro dan meso, sedangkan untuk daerah penelitian dengan penggunaan lahan yang telah diusahakan secara intensif memerlukan perencanaan pada tingkat mikro sehubungan dengan eksploitasi sumberdaya lahan yang telah lanjut. Daerah aliran sungai (DAS) dapat dipandang sebagai sistem alami yang menjadi tempat berlangsungnya proses-proses biofisik hidrologis maupun kegiatan sosial-ekonomi dan budaya masyarakat yang kompleks. Bentuk intervensi manusia terhadap sistem alami DAS, seperti pengembangan lahan kawasan budidaya, mencerminkan meningkatnya tuntutan atas sumberdaya alam (air, tanah, dan hutan) yang disebabkan meningkatnya pertumbuhan penduduk yang membawa akibat pada perubahan kondisi tata air DAS (Dirjen RLPS, 2009). Dalam sistem hidrologi, karakteristik DAS dipengaruhi oleh jenis tanah, tataguna lahan, topografi, kemiringan dan panjang lereng (Asdak, 2007)
serta memainkan peran penting dalam perencanaan DAS (Javed et al., 2011).
Karakteristik DAS ini akan memberikan pengaruh terhadap besar kecilnya evapotranspirasi, infiltrasi, perkolasi, air limpasan dan aliran sungai terhadap curah hujan yang jatuh pada DAS. Dalam survei tanah konvensional (tidak memperhatikan tentang aplikasi penginderaan jauh), tanah disidik, diidentifikasi dan didelineasi dengan kerja lapang. Apabila dalam survei tanah digunakan citra penginderaan jauh maka prosedur kerja menjadi berbeda dengan cara konvensional, dimana delineasi merupakan langkah yang mendahului pekerjaan identifikasi tubuh tanah. Kebenaran delineasi satuan peta tanah yang dibuat diperiksa di lapangan bersamaan dengan identifikasi morfologi tanah (aspek internal tanah). Keunggulan sensor AVNIR-2 adalah dengan resolusi spasial 10 dan memiliki area liputan dan pengamatan yang cukup luas. Penggunaan data penginderaan jauh, Sistem Informasi Geografis (SIG), elevasi digital pemodelan dapat menciptakan kemungkinankemungkinan baru dalam perbaikan metode pemetaan (Martinez-Casasnovas, 2003).
Penginderaan jauh dapat memberikan
J. AGROTEKNOS
informasi tentang lokasi/distribusi bentang alam, permukaan komposisi/bawah permukaan dan permukaan elevasi (Smith and Pain, 2009)
yang memiliki hubungan erat dengan proses pembentukan, sehingga memungkinkan untuk melakukan pemetaan unsur-unsur lahan seperti bentuklahan, pola aliran, kerapatan aliran, batuan, penggunaan lahan, dan vegetasi alami dapat diperoleh dengan dengan biaya yang murah dan cepat (Raoofi et al., 2004). Namun dalam aplikasi pemanfaatannya suatu citra perlu diketahui seberapa besar kemampuan suatu interpretasi yang dihasilkan dari citra tersebut. Tingkat kepercayaan hasil analisis dan evaluasi sangat tergantung pada hasil uji ketelitian data hasil interpretasi. Uji ketelitian data hasil interpretasi citra ALOS AVNIR-2 dilakukan dengan cara membandingkan hasil interpretasi dengan kondisi sebenarnya di lapangan atau dengan peta rujukan. Suatu data hasil interpretasi dikatakan memiliki tingkat validitas dan akurasi tinggi bila terdapat kesesuaian antara hasil interpretasi dengan hasil cek lapangan (Short, 1982). Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kemampuan dan tingkat ketelitian interpretasi citra ALOS AVNIR-2 dalam pemetaan tanah di Daerah Aliran Sungai (DAS) Moramo.
BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2011 di wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) Moramo Kecamatan Moramo Kabupaten Konawe Selatan, dengan luas 12.627,95 Ha. Secara geografis terletak 122031'25,17" sampai 122040'10,35" BT dan 404'51,34" sampai 4014'46,16" LS (Gambar 1). Evaluasi Citra ALOS AVNIR-2 dalam pemetaan tanah dilakukan dengan menggunakan alat penginderaan jauh dengan Sistem Informasi Geografi (SIG) melalui interpretasi unsur-unsur lahan (bentuklahan, pola drainase, kerapatan drainase, relief dan penggunaan lahan) (SSSA, 1994; Buol et al., 1997) dengan pendekatan analitik satuan lahan . Analisis citra dilakukan dengan berbagai teknik pengolahan citra seperti teknik citra komposit, pemfilteran dan penajaman. Unsur-unsur lahan diperoleh dengan menginterpretasi hasil pengolahan
Vol. 2 No.2, 2012
Evaluasi Citra Alos Avnir-2 Pada Pemetaan Tanah
citra secara visual/manual melalui analisis bentuklahan, pola drainase, kerapatan drainase, relief dan penggunaan lahan yang dilakukan dengan cara digitasi layar (on screen digitizing) berdasarkan unsur dasar pengenalan citra (Purwadhi, 2001). Evaluasi kemampuan citra ALOS AVNIR-2 untuk
79
pemetaan tanah dilakukan dengan menggunakan metode Short (1982) melalui tingkat ketelitian dari hasil interpretasi unsurunsur lahan yang ada hubungannya dengan pembentuk tanah (bentuklahan, geologi, topografi, dan penggunaan lahan).
Gambar 1. Letak lokasi penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN Evaluasi kemampuan Citra ALOS AVNIR-2 dilakukan pada hasil interpretasi unsur satuan lahan yang diperoleh dari proses prapengolahan sampai pengolahan citra. Satuan peta tanah (soil mapping unit) pada dasarnya merupakan kesatuan dari tiga unsur satuan yaitu satuan tanah, satuan bahan induk, dan satuan wilayah (fenomena bentanglahan). Perbedaan satuan peta dalam berbagai aras (kategori) peta tanah terletak pada ketelitian masing-masing unsur satuan petanya. Penggunaan tiga unsur tersebut dimaksudkan untuk dapat memberi gambaran yang jelas dari suatu wilayah tentang keadaan tanah dan bentanglahannya (Darmawijaya, 1997). Evaluasi Ketelitian Hasil Interpretasi Parameter Satuan Lahan dalam Pemetaan Tanah. Uji ketelitian data hasil interpretasi
citra ALOS AVNIR-2 dilakukan dengan cara membandingkan hasil interpretasi penyususn satuan lahan dengan kondisi sebenarnya di lapangan melalui cek lapangan (Wahyunto et al., 2004); . Suatu data hasil interpretasi dikatakan memiliki tingkat validitas dan akurasi tinggi bila terdapat kesesuaian antara hasil interpretasi dengan hasil cek lapangan (Short, 1982). Hasil interpretasi yang diuji ketelitiannya dalam penelitian ini adalah hasil interpretasi parameter satuan lahan dalam pemetaan tanah berupa bentuklahan, batuan, dan penggunaan lahan serta uji pemetaan tanah pada kategori jenis (great grup). Cara pengujian ketelitian hasil interpretasi dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode confusion matrix calculation (Short, 1982) dalam Ashar (2010); Wahyunto et al., 2004..
80
TUFAILA DAN KARIM
a. Uji ketelitian interpretasi bentuklahan Interpretasi penginderaan jauh, analisis bentuklahan dapat dijadikan sebagai salah satu satuan analisis dalam mengkaji tanah dan karakteristiknya pada suatu wilayah untuk kegiatan pemetaan tanah (Sartohadi, 2010). Berdasarkan hasil interpretasi citra ALOS AVNIR-2 dan didukung data-data sekunder yang ada serta pengecekan lapangan, melalui keseragaman sifat batuan, dan topografi, diperoleh 4 (empat) macam bentukan asal di wilayah penelitian dan dapat dirinci menjadi 15 satuan bentuklahan Uji ketelitian bentuklahan dilakukan dengan membandingkan hasil interpretasi dengan kondisi di lapangan. Dari 64 titik sampel yang ditentukan, yang benar 57 titik. Sehingga ketelitian bentuklahan didapat sebesar 89,06%. Bila dikaitkan dengan batas ketelitian yang harus dipenuhi oleh Short (1982) yaitu 85%, maka ketelitian interpretasi bentuklahan pada penelitian ini adalah baik. Kesalahan interpretasi terjadi ketika menginterpretasi bentuklahan asal fluvial yaitu pada saat mendelineasi dataran aluvial dimana hasil interpretasi dataran aluvial sebanyak dua belas lokasi lahan ternyata ada satu, pada saat pengecekan lapangan merupakan dataran aluvial-koluvial. Begitupula sebaliknya pada dataran aluvial koluvial yang diinterpretasi tiga ternyata satunya merupakan dataran aluvial. Kesalahan interpretasi terjadi juga pada saat menginterpretasi bentuklahan perbukitan struktural terdenudasi terkikis kuat, dimana tujuh yang diinterpretasi, enam yang sesuai kenyataan lapangan dan satunya merupakan bentuklahan perbukitan struktural terdenudasi sedang. Kesalahan interpretasi pula terjadi saat menginterpretasi bentuklahan perbukitan struktural terdenudasi terkikis sedang, dimana tujuh yang diinterpretasi, lima sesuai dengan kenyataan lapangan tetapi yang duanya masing-masing merupakan perbukitan struktural terdenudasi terkikis kuat dan perbukitan struktural terdenudasi terkikis ringan. Kesalahan interpretasi pula terjadi saat menginterpretasi bentuklahan perbukitan struktural terdenudasi terkikis ringan, diinterpretasi tiga ternyata yang satu merupakan lereng kaki perbukitan struktural terdenudasi terkikis ringan. Selanjutnya kesalahan interpretasi juga terjadi pada saat
J. AGROTEKNOS menginterpretasi lereng kaki perbukitan struktural terdenudasi terkikis sedang yaitu sebanyak lima. Empat sesuai kenyataan lapangan dan satunya merupakan lereng kaki perbukitan struktural terdenudasi terkikis ringan. Kesalahan ini lebih disebabkan penentuan tingkat pengikisan karena dari kenampakan citra tidak terlalu jelas karena tertutup vegetasi. Berdasarkan Tabel 1, hasil interpretasi dengan kondisi lapangan tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan, dimana kesalahan interpretasi pada bentuklahan di wilayah penelitian, lebih disebabkan pada penentuan tingkat pengikisan karena dari kenampakan citra tidak terlalu jelas karena tertutup vegetasi. Sedangkan bentuklahan yang lain mudah dikenali pada citra. Uji ketelitian klasifikasi bentuklahan disajikan sebagaimana pada Tabel 1. b. Uji ketelitian interpretasi batuan Berdasarkan hasil interpretasi citra ALOS AVNIR-2 dan analisis identifikasi batuan seperti relief, pola aliran, vegetasi, kerapatan aliran, dan obyek budaya yang dilakukan dengan beberapa pengolahan citra berupa penajaman dan pemfilteran dan dibantu program sistem informasi geografi dan didukung data-data sekunder yang ada serta pengecekan lapangan, maka diperoleh 5 satuan batuan di wilayah penelitian. Uji ketelitian batuan, dilakukan dengan membandingkan hasil interpretasi dengan kondisi di lapangan. Dari 64 titik sampel yang ditentukan, yang benar 59 titik. Sehingga ketelitian batuan didapat sebesar 92,19%. Bila dikaitkan dengan batas ketelitian yang harus dipenuhi oleh Short (1982) yaitu 85%, maka ketelitian interpretasi batuan pada penelitian ini adalah baik. Uji ketelitian klasifikasi batuan disajikan sebagaimana pada Tabel 2. Tabel 2. menunjukkan bahwa hasil interpretasi dengan kondisi lapangan tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan, hal ini lebih disebabkan pada kenampakan tingkat kerapatan aliran atau pengikisan yang terjadi hampir sama khususnya pada kenampakan batuan sedimen klastik halus dan sedimen klastik kasar yang berada pada topografi yang bergelombang atau agak miring. c. Uji ketelitian interpretasi kemiringan lereng
Tabel 1. Matriks uji ketelitian klasifikasi bentuklahan di DAS Moramo
Hasil Lapangan
F1 F1.1 F7 M11 D1/4 D1/3 D1/2 D4/4 D5/1 D7/4 D7/3 D7/2
F1
F1.1
11 1
1 2
F7
M11
D1/4
D1/3
D1/2
Hasil Interpretasi D4/4 D5/1 D7/4
D7/3
D7/2
D9/1
S11/4
3 4 6 1
1 5 1
2 2 2 3 4 1
1
9
D9/2 D9/1 S11/4 ∑
D9/2
1 1 2 12
3
3
4
7
7
3
2
2
3
5
9
Keterangan : F1 = Dataran Aluvial
D4/4= Perbukitan Terisolasi Terkikis Kuat
F1.1 = Dataran Aluvial-Koluvial
D5/1= Dataran Nyaris (peneplain) Terkikis Sangat Ringan
F7 = Dataran Banjir
D7/4= Lereng Kaki Perbukitan Struktural Terdenudasi Terkikis Kuat
M11 = Dataran Aluvial Pantai Payau
D7/3= Lereng Kaki Perbukitan Struktural Terdenudasi Terkikis Sedang
D1/4= Perbukitan Struktural Terdenudasi Terkikis Kuat
D7/2= Lereng Kaki Perbukitan Struktural Terdenudasi Terkikis Ringan
D1/3= Perbukitan Struktural Terdenudasi Terkikis Sedang
D9/2= Piedmont Terkikis Ringan
D1/2= Perbukitan Struktural Terdenudasi Terkikis Ringan
D9/1= Piedmont Terkikis Sangat Ringan S11/4= Perbukitan Dome (Kubah) Terkikis Kuat
Ketelitian Interpretasi = ((11+2+3+4+6+5+2+2+2+3+4+9+1+1+2)/64)x 100% = 89,06 %
1
1
2
∑ 12 3 3 4 7 6 3 2 2 3 4
Ketelitian Pemetaan 91,67 66,67 100,00 100,00 85,71 83,33 66,67 100,00 100,00 100,00 100,00
11 1 1
81,82 100,00 100,00
2 64
100,00
82
TUFAILA DAN KARIM
J. AGROTEKNOS
Untuk kemiringan lereng tidak diperoleh melalui interpretasi citra ALOS AVNIR-2, tetapi diperoleh melalui turunan DEM dari peta RBI yang sudah menjadi petunjuk tentang keakurasian dari pemetaan lereng.
Berdasarkan klasifikasi lereng, di wilayah penelitian diperoleh 6 klasifikasi lereng yaitu datar, landai atau berombak, bergelombang atau agak miring, miring atau berbukit, agak curam dan curam.
Tabel 2. Matriks uji ketelitian klasifikasi batuan di DAS Moramo Al 4
SKH
Hasil Interpretasi SKK Bgm
∑
KBk
Ketelitian Pemetaan
Hasil Lapangan
Al 4 SKH 5 3 8 SKK 2 40 42 Bgm 6 6 KBk 4 4 ∑ 4 7 43 6 5 64 Keterangan: Al = Aluvium Bgm = Batugamping Malih SKH = Batuan Sedimen Klastik Berbutir Halus KBk = Kalkarenit dan Batugamping Koral SKK = Batuan Sedimen Klastik Berbutir Kasar Ketelitian Interpretasi = ((4+5+40+6+4)/64)x 100% = 92,19 %
d. Uji ketelitian interpretasi penggunaan lahan Berdasarkan hasil interpretasi citra ALOS AVNIR-2 maka di wilayah penelitian diperoleh
100,00 62,50 95,24 100,00 100,00 457,74
9 bentuk penggunaan lahan. Uji ketelitian klasifikasi penggunaan lahan disajikan sebagaimana pada Tabel 3.
Tabel 3. Uji ketelitian interpretasi penggunaan lahan di DAS Moramo h 21 1
s
pr
Hasil Interpretasi k tg sw tk 1 1
∑ m
p
Hasil Lapangan
Hutan (h) Semakbelukar (s) 5 Padang rumput (pr) 2 Kebun campuran (k) 1 1 15 Tegalan (tg) 1 5 Sawah (sw) 3 Tambak (tk) 3 Mangrove (m) 1 Pemukiman (p) 3 ∑ 23 7 2 17 5 3 3 1 3 Ketelitian Interpretasi = ((21+5+2+15+5+3+3+1+3)/64)x 100% = 90,63 %
Tabel 3. Menunjukkan bahwa uji ketelitian interpretasi penggunaan lahan, dilakukan dengan membandingkan hasil interpretasi dengan kondisi di lapangan. Dari 64 titik sampel yang ditentukan, yang benar 58 titik. Sehingga ketelitian interpretasi penggunaan lahan didapat sebesar 90,63%. Jika dibandingkan dengan batas ketelitian yang harus dipenuhi oleh Short (1982) yaitu 85%, maka ketelitian interpretasi penggunaan lahan pada penelitian ini adalah baik. Kesalahan interpretasi terjadi ketika menginterpretasi penggunaan lahan hutan yaitu pada saat mendelineasi hutan, dimana hasil interpretasi hutan sebanyak dua puluh tiga lokasi lahan, di saat pengecekan lapangan penggunaan hutan hanya terdapat dua puluh satu lokasi lahan sesuai dengan kenyataan lapangan sedangkan
22 7 2 17 6 3 3 1 3 64
Ketelitian Pemetaan 83,33 71,43 100,00 81,82 75,00 100,00 100,00 100,00 100,00
yang duanya merupakan penggunaan lahan semak belukar dan kebun campuran. Hal ini dikarenakan pada saat interpretasi kenampakan pada citra menunjukkan kenampakan yang sama pada semak belukar dan kebun. Kesalahan interpretasi terjadi juga pada saat menginterpretasi penggunaan lahan semak belukar, dimana tujuh yang diinterpretasi, lima yang sesuai kenyataan lapangan dan yang duanya merupakan penggunaan lahan kebun campuran dan tegalan/ladang. Hal ini dikarenakan kenampakan kebun campuran pada citra hampir sama dengan semak belukar begitupula pada tegalan/ladang. Selanjutnya kesalahan interpretasi pula terjadi saat menginterpretasi kebun campuran, dimana tujuh belas yang diinterpretasi, lima belas
Vol. 2 No.2, 2012
Evaluasi Citra Alos Avnir-2 Pada Pemetaan Tanah
sesuai dengan kenyataan lapangan tetapi yang duanya masing-masing merupakan hutan dan semak belukar. Kesalahan ini selain disebabkan karena dari kenampakan citra yang hampir sama tetapi juga karena rentang waktu penelitian dan waktu perekaman citra. e. Uji ketelitian pemetaan tanah Uji ketelitian pemetaan tanah dilakukan dengan cara tumpangsusun (overlay) antara hasil pemetaan yang dilakukan dengan Peta
83
Tanah Provinsi Sulawesi Tenggara skala 1:250.000 oleh Bakosurtanal (Bakosurtanal, 1988). Peta tanah pada skala ini, pemetaan tanahnya berupa kategori great grup (jenis), sehingga uji ketelitiannya dilakukan pada kategori great grup (jenis) dengan ketelitian pemetaanya adalah 90,00%. Uji Ketelitian Pemetaan Tanah antara Hasil Penelitian dan Peta Tanah Skala 1:250.000 disajikan sebagaimana pada Tabel 4.
Hasil Pemetaan Tanah
Tabel 4. Uji ketelitian pemetaan tanah antara hasil penelitian dan peta tanah skala 1:250.000 Peta Tanah Skala (1:250.000) ∑ Ketelitian Pemetaan A B C D E F G Dystrudepts (A) 5 5 100,00 Eutrudepts (B) 4 1 1 6 66,67 Epiaquepts (C) 1 1 100,00 Endoaquepts (D) 3 3 100,00 Endoaquents (E) 3 3 100,00 Udifluvents (F) 1 1 100,00 Fluvaquents (G) 1 1 100,00 ∑ 5 4 1 4 3 1 2 20 Ketelitian Pemetaan Tanah = ((5+4+1+3+3+1+1)/20)x 100% = 90,00 %
Kesalahan pemetaan tanah terjadi pada saat tumpangsusun (overlay) antara Peta Tanah skala 1:250.000 dan hasil pemetaan pada kategori jenis (great grup), terutama pada saat tumpangsusun, dimana peta tanah skala 1:250.000, terdapat 4 jenis tanah Endoaquepts, tiga merupakan jenis tanah yang sama dan satu merupakan jenis tanah Eutrudepts. Kesalahan ini terdapat pada bentuklahan dataran aluvial yang tidak tergenang dengan penggunan lahan kebun campuran. Kesalahan juga terjadi pada jenis tanah Fluvaquents dimana dari peta tanah
skala 1:250.000 terdapat 2 (dua) jenis tanah, namun satunya merupakan jenis tanah Eutrudepts. Kesalahan ini terdapat pada bentuklahan dataran aluvial pantai payau dengan penggunan lahan mangrove. Kesalahan ini lebih disebabkan karena generalisasi satuan fisiografi yang besar, terutama pada klasifikasi kemiringan lereng pada Peta Jenis Tanah Sulawesi Tenggara skala 1:250.000. Namun dari penelitian ini diperoleh penambahan jenis tanah dari hasil penelitian ini, yaitu jenis tanah Udorthents.
Tabel 5. Kemampuan Citra ALOS AVNIR-2 untuk identifikasi parameter satuan lahan Citra ALOS AVNIR-2 Fenomena Citra Komposit 341 Penajaman Litologi: Jenis litologi A A Batas litologi B A Resistensi A A Permeabilitas B A Bentuklahan: Denudasional A A Struktural A A Fluvial A B Marin A A Topografi: Relief A A Penggunaan Lahan: Hutan A A Kebun campuran A B Tegalan A A Sawah A B Permukiman A A Keterangan : A) Sangat jelas B) Jelas C) Kurang jelas
Filtering B C B C B A B A C A C B A B
84
TUFAILA DAN KARIM
Evaluasi Kemampuan Citra ALOS AVNIR2 untuk Interpretasi Parameter Satuan Lahan dalam Pemetaan Tanah. Evaluasi kemampuan citra ALOS AVNIR-2 dalam menginterpretasi dalam pemetaan tanah meliputi citra komposit, filtering, dan penajaman untuk interpretasi parameter satuan lahan (bentuklahan, batuan (litologi), topografi, dan penggunaan lahan) dalam pemetaan tanah. Kemampuan citra ALOS AVNIR-2 untuk identifikasi parameter satuan lahan disajikan sebagaimana pada Tabel 5. Berdasarkan Tabel 5. menunjukkan bahwa Citra ALOS AVNIR-2 memiliki kemampuan dalam mengidentifikasi parameter satuan lahan dengan menggunakan pengolahan citra melalui citra komposit 341 dari sangat jelas sampai jelas. Penajaman dari sangat jelas sampai jelas. Sedangkan kemampuan pemfilteran spasial untuk parameter satuan lahan dari sangat jelas sampai kurang jelas.
SIMPULAN 1. Kemampuan Citra ALOS AVNIR-2 dengan pengolahan citra komposit 431, penajaman kontras, dan pemfilteran spasial dapat menyediakan informasi satuan lahan dengan sangat jelas sampai jelas 2. Interpretasi unsur satuan lahan dengan menggunakan citra ALOS AVNIR-2 untuk pemetaan tanah dapat memberikan tingkat ketelitian interpretasi di atas 85% yaitu bentuk lahan sebesar 89,06%; litologi sebesar 92,19%; dan penggunaan lahan sebesar 90,63% serta pemetaan tanah sebesar 90,00% atau rata-rata berada pada kategori baik.
DAFTAR PUSTAKA Asdak, C., 2007. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Ashar, K.L., 2010. Aplikasi Citra Landsat-7 ETM+ dan Sistem Informasi Geografi Dalam Survei dan Pemetaan Bitumen Padat (Kasus di Kabupaten Buton Utara dan Sekitarnya Provinsi Sulawesi Tenggara). Tesis. Program Studi Penginderaan Jauh, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Bakosurtanal, 1988. Peta Land System dan Land Suitability Skala 1:250.000, Lembar
J. AGROTEKNOS Sulawesi 2212, Seri RePProT. Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional. Buol, S.W., F.D. Hol, R.J. McCracken, and R.J. Southard, 1997. Soil Genesis and Classification, 4th edition, Ames, IA: Iowa State University Press. Danoedoro, P., 2012. Pengantar Penginderaan Jauh Digital. Penerbit ANDI Yogyakarta. Yogyakarta. Darmawijaya, M.I., 1997. Klasifikasi Tanah; Dasar Teori bagi Peneliti Tanah dan Pelaksana Pertanian di Indonesia. Cetakan Ketiga. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Dirjen Rehabilitas Lahan dan Perhutanan Sosial (RLPS), 2009. Pedoman Monitoring dan Evaluasi Daerah Aliran Sungai (DAS). Javed, A., M.Y. Khanday and S. Rais, 2011. Watershed Prioritization Using Morphometric And Land Use/Land Cover Parameters: A Remote Sensing And GIS Based Approach. Journal Geological Society Of India. 78:63-75. Mann L.K., A.W. King, V.H. Dale, W.W. Hargrove, R. Washington-Allen, L.R. Pounds, and T.L. Ashwood, 1999. The Role of Soil Classification in Geographic Information System Modeling of Habitat Pattern: Threatened Calcareous Ecosystems. Ecosystems. 2:524–538. Martinez-Casasnovas, J.A., 2003. A spatial information technology approach for the mapping and quantification of gully erosion. Catena. 50(2-4):293-308. Prahasta, E., 2009. Sistem Informasi Geografi: Konsep-konsep Dasar (Prespektif Geodesi dan Geomatik. Cetakan Pertama. Informatika Bandung. Bandung. Purwadhi, F.S.H., 2001. Interpretasi Citra Digital. PT Gramedia Widiasarana Indonesia (Grasindo). Jakarta. Purwadhi, F.S.H. dan T.B. Sanjoto, 2008. Pengantar Interpretasi Citra Penginderaan Jauh. Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) dan Universitas Negeri Semarang (UNNES). Jakarta. Raoofi, M., H. Refahi, N. Jalali, and F. Sarmadian, 2004. A study of the efficiency of digital processing methods of satellite images to map and locate soil erosion. Iranian J Agric Sci. 35(4):797-807. Sartohadi, J., 2010. Geomorfologi Tanah dan Aplikasinya Untuk Pengurangan Resiko Bencana. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru
Vol. 2 No.2, 2012
Evaluasi Citra Alos Avnir-2 Pada Pemetaan Tanah
Besar Pada Fakultas Geografi Pada Tanggal 24 November. Yogyakarta. Short, N.M., 1982. Landsat Tutorial Workbook – Basics of Satellite Remote Sensing. Washington DC: NASA. Smith, M.J. and C.F. Pain, 2009. Applications of remote sensing in geomorphology. Progress in Physical Geography 33(4):568– 582. Soetoto, 1995. Interpretasi Citra Untuk Survey Geologi. Fakultas Geografi UGMBakosurtanal. Yogyakarta. (SSSA) Soil Science Society of America, 1994. Factors of Soil Formation: A Fiftieth Anniversary Retrospective. SSSA Special Publication nr 33. Madison, WI: SSSA Verstappen, H.Th., 1977. The Used of Aerial Photograph in Geomorphological Mapping. Nedherlands: Enschende-ITC.
85
Wahyunto, S.R. Murdiyati dan S. Ritung, 2004. Aplikasi Teknologi Penginderaan Jauh Dan Uji Validasinya Untuk Deteksi Penyebaran Lahan Sawah Dan Penggunaan/Penutupan Lahan. Informatika Pertanian. 13:746-769. Warta IDSN., 2009. Rancangan UndangUndang Tata Informasi Geospasial Nasional (RUU TIGnas) dalam Pembangunan Indonesia. Buletin Triwulan No.10. Bakosurtanal. Bogor.