PEMISAHAN ANTARA RADIANSI DASAR PERAIRAN DAN RADIANSI KOLOM AIR PADA CITRA ALOS AVNIR-2 Muhammad Anshar Amran
1)
1)
Program Studi Ilmu Kelautan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin Abstract Main constraint of the application of remote sensing technology for mapping of sea floor object is when water column absorbs and scatters electromagnetic energy causing attenuation of light penetrability into water column. Therefore, existences of sea floor object which can be detected at image are limited by depth of water. Bands working for visible light spectrum can detect object at below water level. One of the satellite remote sensing image is ALOS AVNIR-2. The image has censors working for blue band, green band, red band and infrared band that have a capability to detect object below water level. Other constraint is the mixing of sea floor object reflectance with water column reflectance so that recorded radiance by sensor are not directly depict sea floor object. Recorded radiance is influenced by optical properties and depth of water. Therefore is required an algorithm which can separate between sea floor object radiance and water column radiance. This research aim to compile algorithm for separation between sea floor radiance and water column radiance on ALOS AVNIR-2 imagery, based on formula : Lbi = LEi e2 ki Z – LWi (e2 ki Z - 1). Water depth effect to water column radiance on ALOS AVNIR-2 imagery can be expressed as negative power functions. Separation between sea floor radiance and water column radiance yields image which can present sea floor object clearly. Maximum likelihood classification on sea floor radiance image yields map of sea floor object with level of accuracy of 86 %. Keywords : sea floor radiance; water column radiance.
1. Pendahuluan Kendala utama dalam pemanfaatan penginderaan jauh untuk pemetaan obyek dasar perairan adalah sifat kolom air yang menyerap dan menghamburkan energi gelombang elektromagnetik sehingga mengurangi daya tembus cahaya ke dalam perairan. Gelombang elektromagnetik yang masuk ke dalam kolom air akan mengalami penyerapan, hamburan dan pantulan. Penyerapan dilakukan oleh massa air dan bahan-bahan terlarut di dalamnya. Hamburan dilakukan oleh partikelpartikel tersuspensi dalam air. Pantulan dilakukan oleh obyek dasar perairan. Kedalaman penetrasi gelombang elektromagnetik ke dalam kolom air bergantung pada panjang gelombang dan bahanbahan terlarut dan tersuspensi yang ada dalam kolom air tersebut (Green, et al., [2]). Hasil penelitian Jupp [4] menunjukkan bahwa band-band yang bekerja pada spektrum cahaya tampak dapat mendeteksi obyek yang berada di bawah permukaan air. Salahsatu citra penginderaan jauh satelit yang tersedia saat ini adalah ALOS AVNIR-2. Citra tersebut mempunyai resolusi spasial 10 meter dengan sensor-sensor yang bekerja pada band biru (0,42 – 0,50 µm), hijau (0,52 – 0,60 µm), merah (0,61 – 0,69 µm) dan infra merah (0,76 – 0,89 µm). Ketersediaan band-band biru, hijau dan merah pada citra tersebut memungkinkan pemanfaatannya untuk mendeteksi obyek di bawah permukaan air. Radiansi yang keluar dari massa air dipengaruhi oleh pantulan substrat, kedalaman air dan material dalam kolom air. Besarnya pengaruh tersebut bervariasi sesuai panjang gelombang, dinyatakan melalui koefisien attenuasi air (k). Menurut Jupp [4], radiansi yang keluar dari massa air adalah : -2kZ
LE = (e
-2kZ
) Lb + (1 - e
) LW
…(1)
Dimana : LE : radiansi yang keluar dari kolom air Lb : radiansi dari pantulan dasar perairan (jika Z = 0) LW : radiansi dari pantulan dan hamburan massa air Z : kedalaman air. Kendala lainnya adalah tercampurnya pantulan obyek dasar perairan dengan pantulan kolom air sehingga radiansi yang terekam oleh sensor tidak secara langsung menggambarkan obyek dasar perairan. Oleh karena itu diperlukan suatu algoritma yang dapat memisahkan antara radiansi
Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan, 17 Desember 2009
A - 53
obyek dasar perairan dan radiansi kolom air. Apabila hal ini dapat dilakukan maka diharapkan informasi yang menyangkut obyek dasar perairan dapat diperoleh secara rinci. Penelitian ini bertujuan untuk menyusun algoritma pemisahan antara radiansi obyek dasar perairan dan radiansi kolom air yang terekam pada citra ALOS AVNIR-2. 2. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan sesuai dengan diagram alir penelitian yang disajikan pada Gambar 1.
Citra ALOS AVNIR-2
koreksi atmosferik koreksi geometric land-masking
Konversi Nilai Digital (DN) ke Nilai Radiansi pada tiap band
Pengukuran posisi Ground Control Point
komposit RGB 321 klasifikasi multispektral
Peta Batimetri
Survei lapangan : pengukuran kedalaman (z) identifikasi jenis obyek dasar perairan
klasifikasi
Uji ketelitian
Uji ketelitian Pemisahan antara radiansi obyek dasar perairan dan radiansi kolom air
Penentuan stasiun pengukuran lapangan
Citra nilai radiansi dasar perairan pada band-1, band-2, dan band-3
Gambar 1. Diagram Alir Penelitian
Citra ALOS AVNIR-2 yang digunakan dalam penelitian ini adalah hasil perekaman tanggal 27 Mei 2007, yang meliput perairan sekitar Pulau Barranglompo, Makassar. Koreksi atmosferik terhadap citra tersebut dilakukan dengan metode dark subtract (Mather, [5]). Koreksi geometrik dilakukan dengan menggunakan metode transformasi koordinat polinomial orde satu (affine transformation), (Jensen, [3]). Penyesuaian proyeksi dilakukan sesuai dengan sistem proyeksi UTM, dengan menggunakan titik kontrol medan (GCP) yang koordinatnya ditentukan dari lapangan melalui pengukuran dengan GPS. Datum yang dipilih adalah WGS 84 dengan proyeksi UTM zone 50 S. Koreksi geometrik dilanjutkan dengan interpolasi nilai spektral bagi masing-masing pixel melalui proses resampling tetangga terdekat (nearest neighbour resampling). Pembuatan citra komposit warna dilakukan dengan memberi warna dasar merah, hijau dan biru pada tiga saluran spektral yang dipilih. Perpaduan antara ketiga saluran tersebut menghasilkan citra baru dengan tampilan warna yang merupakan perpaduan dari ketiga warna dasar. Citra komposit warna yang dibuat dalam penelitian ini adalah citra komposit RGB321. Land-masking dilakukan untuk memisahkan antara obyek daratan dan perairan pada liputan citra agar nilai radiansi yang digunakan dalam proses klasifikasi tidak dipengaruhi oleh nilai radiansi dari daratan. Langkah ini dilakukan dengan membuat citra biner yakni perairan diberi nilai pixel 1, sedangkan daratan diberi nilai pixel 0. Citra biner tersebut kemudian diaplikasikan pada masing-
Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan, 17 Desember 2009
A - 54
masing band, sehingga nilai radiansi daratan tidak ikut diproses dalam pengolahan citra berikutnya. Klasifikasi multispektral dilakukan dengan metode maximum likelihood, dengan melibatkan band-1, band-2 dan band-3. Ketelitian hasil klasifikasi diuji menggunakan matriks uji ketelitian (error matrix), yakni dengan menguji kecocokan antara data lapangan dengan data hasil klasifikasi. Hasil klasifikasi digunakan sebagai rujukan dalam penentuan stasiun pengamatan dan pengukuran di lapangan. Stasiun pengamatan untuk identifikasi obyek dasar perairan ditempatkan pada wilayah yang menunjukkan adanya variasi jenis obyek dasar perairan. Pengukuran kedalaman perairan dilakukan pada titik-titik perum yang berada dalam lajur perum yang disusun dalam sistem grid. Jarak antar titik perum sejauh 20 meter untuk wilayah perairan pantai dengan kedalaman kurang dari 20 meter. Sedangkan pada bagian perairan dengan kedalaman lebih dari 20 meter, jarak antar titik perum sejauh 40 meter. Kalibrasi radiansi citra ALOS AVNIR-2 dilakukan dengan menggunakan absolut calibration coefficient dan offset yang tercantum dalam Ancillary Record pada file metadata citra [6]. Konversi nilai digital ke nilai radiansi, untuk masing-masing pixel pada band-i, dilakukan dengan menggunakan rumusan :
Lbandi absCalCoef bandi DN offset bandi
...(2)
dimana : -2 -1 -1 Lband-i : nilai radiansi pixel pada band-i, (Wm sr μm ) -2 -1 -1 absCalCoef dan offset : faktor kalibrasi radiometrik, (Wm sr μm ) Nilai koefisien attenuasi pada masing-masing band dapat diperoleh dari koefisien regresi linier antara logaritma radiansi LE dengan kedalaman (Z), (Bierwirth, et al, [1]). Untuk suatu jenis substrat yang sama, misalnya (dipilih) pasir, nilai-nilai ln LEi berbanding linier terhadap nilai Z. Koefisien attenuasi air pada band-i, ki, adalah setengah dari kemiringan kurva ln LEi terhadap Z, (Green, et al., [2]). Perpotongan kurva dengan sumbu ln LEi menunjukkan niai-nilai : Z = 0, sehingga LWi = 0, maka pada titik tersebut nilai ln LEi = ln Lbi pasir. Dengan demikian radiansi obyek pasir, Lbi pasir, dapat diketahui. Radiansi kolom air tidak bergantung pada jenis substrat dasar perairan, sehingga LWi dapat dirumuskan sebagai fungsi dari Z. LWi = f ( Z )
...(3)
Nilai radiansi obyek dasar perairan diformulasikan dengan menerapkan persamaan (1) dan (3), yakni : 2 ki Z
Lbi = LEi e
2 ki Z
– LWi (e
- 1)
...(4)
Citra Lbi menggambarkan radiansi dasar perairan dengan berbagai tingkatan kondisinya. Langkahlangkah pemisahan antara radiansi kolom air dan radiansi obyek dasar perairan dilakukan pada masing-masing band. 3. Hasil dan Pembahasan 3.1. Koreksi atmosferik Gelombang elektromagnetik yang melalui atmosfer akan mengalami hamburan yang ditimbulkan oleh partikel-partikel gas dan debu. Hamburan atmosfer (path radiance) tersebut mengakibatkan adanya kesalahan radiansi yang terekam pada citra. Koreksi atmosferik dilakukan untuk menghilangkan kesalahan radiansi tersebut. Hamburan atmosfer bervariasi menurut panjang gelombang, oleh karena itu nilai koreksi atmosferik saling berbeda pada masing-masing band citra. Semakin besar panjang gelombang elektromagnetik yang digunakan maka semakin kecil nilai koreksi atmosferik. Nilai koreksi atmosferik masing-masing band adalah : Band-1 = 62 Band-2 = 16 Band-3 = 11
Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan, 17 Desember 2009
A - 55
3.2. Koreksi Geometrik Koreksi geometrik dilakukan untuk mengembalikan posisi obyek pada citra ke posisi sebenarnya. Obyek-obyek yang dijadikan rujukan dalam koreksi ini berupa obyek yang mudah dikenali pada citra. Koordinat posisi obyek, sebagai Ground Control Point (GCP), diukur di lapangan dengan menggunakan GPS. Titik-titik GCP yang digunakan sebanyak 10 titik tersebar merata di sekitar lokasi penelitian. Hasil koreksi geometrik mempunyai nilai RMSerror = 0,444050. Nilai RMSerror tersebut memenuhi persyaratan pemetaan karena lebih kecil dari 0,5. Citra yang telah terkoreksi geometrik kemudian dipotong pada batas-batas yang meliputi lokasi penelitian yakni perairan sekitar Pulau Barranglompo. 3.3. Klasifikasi multispektral Klasifikasi multispektral dilakukan dengan menggunakan metode maximum likelihood pada citra dengan melibatkan band-1, band-2 dan band-3 (Gambar 2). Klas-klas hasil klasifikasi menunjukkan distribusi jenis dasar perairan, yakni laut-dalam (klas 1), pasir-dalam (klas 2), pasir dan pecahan karang (klas 3), karang hidup (klas 4), serta lamun (klas 5).
Gambar 2. Hasil klasifikasi multispektral
Uji ketelitian terhadap hasil klasifikasi dilakukan dengan menggunakan 50 sampel uji. Uji ketelitian hasil klasifikasi disajikan pada Tabel 1. Uji ketelitian menunjukkan bahwa terdapat kesalahan yang signifikan pada hasil klasifikasi, yakni : 44,4 % klas laut-dalam diklasifikasi sebagai pasir dalam. 44,4 % klas pasir-dalam diklasifikasi sebagai klas pasir dan karang mati, klas karang hidup, dan klas lamun. 53,3 % klas lamun diklasifikasi sebagai pasir dan karang mati. Ketelitian keseluruhan mencapai 62 %, namun ketelitian hasil klasifikasi hanya bagus untuk klas 3 (pasir dan karang mati), serta klas 4 (karang hidup). Tabel 1. Hasil Uji Ketelitian Ketelitian Ketelitian Klas per kelas (%) keseluruhan (%) Klas 1
55,6
Klas 2
55,6
Klas 3
100
Klas 4
70
Klas 5
46,7
62
Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan, 17 Desember 2009
A - 56
3.4. Batimetri Pengukuran kedalaman perairan (batimetri) dilakukan pada titik-titik yang disusun dalam bentuk grid. Jumlah titik pengukuran sebanyak 2230 titik. Pengukuran kedalaman dilakukan bersamaan dengan pengukuran pasangsurut. Hasil pengukuran kedalaman perairan dikoreksi terhadap data pasangsurut. Hasil pengukuran batimetri disajikan dalam bentuk peta batimetrik dengan format raster (Gambar 3), dengan ukuran grid (pixel) 10 meter sesuai dengan resolusi spasial citra ALOS AVNIR-2. Format raster dipilih agar dapat dioperasikan dengan data citra dalam bentuk formula matematis.
Gambar 3. Peta Batimetrik Format Raster (grid 10 meter)
3.5. Konversi nilai digital pixel ke nilai radiansi Nilai radiansi menunjukkan besarnya energi elektromagnetik per satuan luas yang terpancar dari suatu obyek. Nilai pixel citra dikonversi menjadi nilai radiansi dengan menggunakan persamaan (2). Proses konversi ke nilai radiansi merubah nilai pixel dari bilangan integer (dengan kisaran 0 – 255) menjadi bilangan ril dengan kisaran nilai yang berbeda pada masing-masing band. Tingkat keabuan (grey scale) pada tampilan citra sebenarnya tidak mengalami perubahan rona, hanya nilai pixelnya yang berubah. 3.6. Penentuan koefisien attenuasi kolom air dan nilai radiansi pasir Koefisien attenuasi kolom air, k i, diperoleh dari persamaan regresi antara logaritma radiansi citra terhadap kedalaman, yakni setengah dari kemiringan kurva. Nilai radiansi citra LE dipilih dari liputan citra yang dasar perairannya berupa pasir. Persamaan regresi, koefisien attenuasi dan radiansi pasir untuk masing-masing band disajikan pada Tabel 2. Nilai ki bervariasi sesuai dengan kisaran panjang gelombang elektromagnetik yang digunakan pada masing-masing band. Semakin besar panjang gelombang maka semakin besar pula nilai k i. Tabel 2. Koefisien attenuasi dan radiansi pasir
Band
Persamaan regresi
ki
Lbi pasir
1
ln LE1 = 3,742 – 0,040 Z
k1 = 0,020
Lb1 pasir = 42,182270
2
ln LE2 = 4,177 – 0,070 Z
k2 = 0,035
Lb2 pasir = 65,170050
3
ln LE3 = 3,343 – 0,106 Z
k3 = 0,053
Lb3 pasir = 28,303911
Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan, 17 Desember 2009
A - 57
Nilai radiansi pasir (basah, Z = 0) bervariasi pula untuk masing-masing band. Variasi nilai radiansi pasir mengikuti karakteristik radiansi air, yakni rendah di band-1 dan band-3, namun tinggi di band2. 3.7. Penentuan nilai radiansi kolom air Radiansi kolom air, Lwi, tidak bergantung pada jenis substrat dasar perairan melainkan merupakan fungsi dari Z. Lwi diformulasikan melalui persamaan (1) dan (3). Diagram pencar nilai Lwi terhadap kedalaman menunjukkan perubahan yang mengikuti fungsi pangkat negatif (negative power), dengan persamaan sebagai berikut : – 0,980
Lw1 = 96,473 Z – 0,658 Lw2 = 83,169 Z – 1,263 Lw3 = 61,219 Z
...(5) ...(6) ...(7)
Nilai Lwi mengalami pengurangan yang sangat signifikan pada kedalaman 0 sampai 5 meter. Pada kedalaman yang lebih besar daripada 5 meter, nilai Lwi mengalami pengurangan yang hampir linier. Persamaan di atas diterapkan pada peta batimetrik untuk memperoleh ”citra” Lwi. 3.8. Pemisahan antara radiansi obyek dasar perairan dan radiansi kolom air Pemisahan antara radiansi obyek dasar perairan, Lbi, dan radiansi kolom air dilakukan dengan menerapkan persamaan (4). Hasil dari proses ini merupakan citra yang menggambarkan radiansi obyek dasar perairan tanpa dipengaruhi lagi oleh radiansi kolom air. Citra komposit RGB321 yang disusun dari citra Lbi menampilkan obyek dasar perairan secara lebih jelas sehingga dapat lebih memudahkan mengidentifikasi jenis obyek (Gambar 4).
Sebelum pemisahan radiansi
Setelah pemisahan radiansi
Gambar 4. Citra komposit RGB321
Terpisahkannya pengaruh kolom air tampak jelas pada perubahan histogram nilai radiansi (Gambar 5). Histogram nilai radiansi menunjukkan bahwa frekuensi tinggi pada nilai radiansi yang rendah di masing-masing band, sebelum dilakukan pemisahan radiansi (LEi), merupakan pengaruh dari keberadaan kolom air. Setelah dilakukan pemisahan radiansi kolom air (L bi), histogram menggambarkan distribusi nilai radiansi obyek dasar perairan yang sebenarnya.
Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan, 17 Desember 2009
A - 58
LE1
Lb1
LE2 Lb2
LE3 Lb3
Gambar 5. Perubahan histogram setelah pemisahan radiansi obyek dasar perairan
3.9. Klasifikasi dasar perairan Klasifikasi multispektral dengan menggunakan metode maximum likelihood dilakukan pada citra dasar perairan dengan melibatkan Lb1, Lb2, dan Lb3. Hasil klasifikasi disajikan pada Gambar 6. Klasklas hasil klasifikasi menunjukkan distribusi jenis dasar perairan yang diperoleh dari citra yang tidak dipengaruhi lagi oleh kolom air.
Gambar 7. Hasil klasifikasi citra dasar perairan
Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan, 17 Desember 2009
A - 59
Uji ketelitian hasil klasifikasi citra dasar perairan disajikan pada Tabel 3. Uji ketelitian menunjukkan bahwa hasil klasifikasi citra setelah dilakukan pemisahan radiansi kolom air mengalami peningkatan nilai ketelitian keseluhan secara signifikan yakni dari 62 % menjadi 86 %. Tabel 3. Hasil Uji Ketelitian klas-klas dasar perairan Ketelitian Ketelitian Klas per kelas (%) keseluruhan (%) Klas 1 100 Klas 2 87,5 Klas 3 55,6 86 Klas 4 90 Klas 5 92,9
4. Kesimpulan Penelitian ini menunjukkan bahwa : 1. Pemisahan antara radiansi kolom air dan radiansi dasar perairan dapat dilakukan dengan mengoperasikan persamaan : -2kZ -2kZ LE = (e ) Lb + (1 - e ) LW 2. Pemisahan antara radiansi kolom air dan radiansi dasar perairan menghasilkan citra yang dapat menampilkan obyek dasar perairan secara lebih jelas. 3. Pengaruh kedalaman perairan terhadap radiansi kolom air dapat dinyatakan sebagai fungsi pangkat negatif (negative power). 4. Klasifikasi maximum likelihood pada citra radiansi dasar perairan menghasilkan sebaran obyek dasar perairan dengan tingkat ketelitian mencapai 86 %.
Daftar Pustaka [1]
[2]
[3] [4]
[5] [6]
Bierwirth, P.N., Lee, T., Burne, R.V., Shallow Sea-Floor Reflectance and Water Depth Derived by Unmixing Multispectral Imagery, Photogrammetric Engineering & Remote Sensing, Vol.59, No.3, pp, 331-338, March 1993. Green, E.P., Mumby, P.J., Edwards, A.J., Clark, C.D., Remote Sensing Handbook for Tropical Coastal Management. Coastal Management Sourcebooks 3, (Ed. A.J. Edwards), UNESCO, Paris. x + 316 pp, 2000. rd Jensen, J.R., Introductory Digital Image Processing : A Remote Sensing Perspective, 3 ed., Pearson Prentice Hall, London, xvi + 526 pp, 2005. Jupp, D.L.B., Background and Extensions to Depth of Penetration (DOP) Mapping in Shallow Coastal Water, Proceeding of the Symposium on Remote Sensing of the Coastal Zone, Gold Coast, Queensland, IV.2.1 – IV.2.19, September 1988. rd Mather, P.M., Computer Processing of Remotely-Sensed Images, An Introduction, 3 ed., John Wiley & Sons Ltd., West Sussex, xviii + 324 pp, 2004. http://www.ittvis.com/services/techtip.asp?ttid=4273 (18 Februari 2009).
Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan, 17 Desember 2009
A - 60