[94] Ada Kepentingan Asing
Wednesday, 19 December 2012 13:23
Gagasan lahirnya UU BPJS itu karena keinginan asing mengambil alih pangsa pasar industri asuransi sosial.
Sejak reformasi bergulir, asing kian leluasa bergerak di Indonesia untuk memaksakan kepentingannya. Termasuk dalam penyusunan UU Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan UU Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS).
Asian Development Bank (ADB) punya peran penting dalam hal ini. Lembaga ini memberi pinjaman kepada pemerintah Indonesia senilai US $ 250 juta atau Rp 2,3 trilyun (kurs 1 US$=Rp 9.500. Pinjaman ini disetujui pada 10 Desember 2002. Tapi pinjaman ini bukan sekadar pinjaman.
Ada embel-embel yang menyertainya, yakni program “Financial Governance and Social Security Program (FGSSR)“ atau ProgramTata Kelola Keuangan dan Reformasi Jaminan Sosial. ADB mensyaratkan bisa memasukkan bantuan teknis (technical assistance) dalam program tersebut.
Salah satu butir dalam proposal kerja sama itu berbunyi: “Bantuan Teknis dari ADB telah disiapkan untuk membantu mengembangkan SJSN yang sejalan dengan sejumlah kebijakan kunci dan prioritas yang dibuat oleh tim penyusun dan lembaga lain.”
Ini berarti tim ahli merekalah yang memiliki peran untuk menyusun draft UU itu. Selain itu ADB mensyaratkan agar bisa mengaudit BUMN asuransi seperti Jamsostek dan lainnya.
Tidak cukup di situ, ADB terus menerus memonitor implementasi dari FGSSR ini. Ini tertuang dalam proposal kerja sama ADB-Pemerintah RI poin 55. “ADB akan memonitor secara terus menerus perkembangan implementasi dan asesmen terhadap dampak dari reformasi kepada tata kelola keuangan dan sektor jaminan sosial. ADB juga akan memberikan perhatian khusus
1/5
[94] Ada Kepentingan Asing
Wednesday, 19 December 2012 13:23
terhadap dampak reformasi pada proses pengentasan kemiskinan dan biaya penyesuaian akibat dari pengetatan yang dilakukan pada industry asuransi. Pemerintah akan memberikan informasi yang dibutuhkan kepada ADB agar dapat melakukan evaluasi pengeluaran belanja publik yang memperlihatkan bahwa program ini telah diimplementasikan dengan baik.”
Dalam menyusun dan mengimplementasikan kedua UU tersebut, ADB menggandeng LSM asing di antaranya adalah GTZ dan FES. GTZ ikut aktif dalam penyusunan draft UU BPJS dan FES terlibat melakukan kampanye terhadap organisasi serikat buruh untuk pembentukan BPJS melalui seminar dan aksi-aksinya. Pengamat kebijakan publik Ichsanuddin Noorsy meyakini, ada kepentingan asing di balik kedua UU itu. Menurutnya, gagasan lahirnya UU BPJS itu karena keinginan asing mengambil alih pangsa pasar industri asuransi sosial.
Ia kemudian mengutip pernyataan dari pejabat dan lingkungan industri asuransi yang menyatakan betapa captive market-nya industri asuransi sosial dari kelas menengah ke bawah. “Maka mereka ingin mengambil alih. Namun ketika akan mengambil alih terhalang oleh Undang-Undang Jamsostek, UU Askes, UU Taspen dan lainnya. Nah, masuklah kepentingan asing untuk membongkar semua UU tersebut dan menggantinya dengan UU BPJS,” katanya kepada Media Umat
Keberadaan kedua UU ini, menurut Ketua Lajnah Siyasiyah DPP HTI Yahya Abdurrahman, merupakan bukti bahwa negara tunduk pada para penjajah kapitalis. UU tersebut terbukti sama dan sebangun dengan UU Migas dan lainnya yakni sebagai alat penjajahan
Ia kemudian menjelaskan indikasinya. Pertama, sejak proses dibuatnya. Sebagaimana UU Migas, UU ini juga sejak awal yang menyusun rancangannya adalah asing. Bahkan bisa dikatakan UU ini lahir dari rahim asing. Karena pembuatan kedua UU ini juga didanai oleh asing. Kedua, isi dari UU tersebut sejalan dengan keinginan asing, yakni menghimpun dana segar untuk modal bisnis mereka
Menurutnya, menarik uang dari Indonesia ini penting mengingat kondisi keuangan negara-negara Barat sedang parah. Tidak mungkin lagi mereka mengeruk uang dari rakyatnya sendiri. Dalam posisi seperti ini, Indonesia menjadi sasaran empuk.” Dengan penduduk yang lebih dari 230 juta dan PDB yang terus meningkat, menjadi pasar empuk yang menggiurkan,” katanya.
2/5
[94] Ada Kepentingan Asing
Wednesday, 19 December 2012 13:23
Buah Sistem Bobrok
Penerapan UU SJSN dan UU BPJS merupakan konsekuensi dari diterapkannya sistem ekonomi kapitalisme di Indonesia. Hal ini disampaikan oleh pakar ekonomi Islam Dwi Condro Triono. Sistem ini memberi kebebasan seluas-luasnya kepada pihak swasta untuk memperebutkan “kue” ekonomi yang ada di suatu negara. Sistem ini, lanjutnya, sudah tidak mengenal lagi batas-batas norma dan etika lagi. “Prinsipnya, di mana ada peluang, maka itu akan mereka ‘makan’,” tandasnya.
Kondisi kemiskinan yang mendera rakyat Indonesia menyebabkan sebagian besar rakyat tidak memiliki kemampuan untuk mencukupi kebutuhan dasarnya, termasuk kebutuhan kesehatannya. Hal itu, katanya, dilihat oleh kaum kapitalis sebagai peluang bisnis yang besar, khususnya yang bergerak dalam bisnis asuransi.
Menurutnya, basis dari bisnis asuransi hanyalah memanfaatkan kekhawatiran dan ketidakpastian yang dihadapi seseorang, sehingga mau membayar sejumlah premi kepada perusahaan asuransi untuk menjamin masa depannya. Bisnis asuransi keuntungannya akan semakin besar apabila pesertanya semakin banyak. “Maka, kita tidak bisa membanyangkan, berapa keuntungan yang bisa dikeruk, apabila pesertanya itu diwajibkan pada seluruh rakyat Indonesia di bawah “tekanan” UU tersebut,” tandasnya.
Ia menjelaskan, asuransi itu hukumnya haram. Sebab, tidak memenuhi ketentuan akad dhama n (pertanggungan) dalam fiqih Islam. [] emje
BOKS
3/5
[94] Ada Kepentingan Asing
Wednesday, 19 December 2012 13:23
Negara Bisa Menjamin Kesejahteraan Rakyat
Kekayaan alam Indonesia sangat besar bila dikelola oleh negara, bukan swasta seperti sekarang. Berdasarkan hitungan APBN, produk minyak Indonesia mencapai Rp 295 trilyun, LNG (gas) Rp 435 trilyun, batubara sebesar Rp 311 trilyun, emas dan perak Rp 50 trilyun. Total hasil migas dan pertambangan ini mencapai Rp 1.091 trilyul per tahun.
Sementara itu sektor kelautan memiliki potensi sebesar Rp 738 trilyun. Bila ada BUMN kelautan yang ikut bermain di sini dengan ceruk 10 persen, maka ini sudah sekitar Rp. 73 triliun. Sedangkan sektor kehutanan, kayu yang masih bisa menghasilkan diperkirakan mencapai Rp 1.000 trilyun.
Dengan demikian, dari akumulasi total pendapatan kekayaan alam di negeri ini, jika semuanya dikelola berdasarkan syariah, maka negara akan mendapatkan pemasukan per tahun sebesar Rp. 2.169 trilyun.
Nah, mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari dalam suatu kesempatan menyatakan, negara cukup menyediakan dana sebesar Rp 25 trilyun setahun untuk menjamin kesehatan masyarakat. Menuruntnya, anggaran sebesar itu cukup bagi seluruh rakyat guna memenuhi kesehatan dasar mereka.
Maka, sungguh sangat aneh bila kemudian negara melepaskan tanggung jawabnya dari uang yang sebenarnya tidak seberapa dibandingkan pendapatan potensial negara yang ada. Seharusnya rakyat bisa berobat gratis kapan pun dan di mana pun dari hasil kekayaan alam negeri ini. Bahkan jika anggaran kesehatan dinaikkan menjadi dua kali lipat yakni sebesar Rp 50 trilyun setahun pun, negara masih akan tetap bisa memenuhi layanan kesehatan dengan gratis.
Persoalannya adalah, para penguasa negeri ini lebih senang menjadi antek dibandingkan menjadi pelayan bagi rakyatnya. Mereka juga lebih takut kepada bule-bule asing dibandingkan takut kepada Allah SWT.
4/5
[94] Ada Kepentingan Asing
Wednesday, 19 December 2012 13:23
Maka, inilah relevansi mengubah sistem negeri ini dari sistem demokrasi-kapitalisme menjadi sistem syariah yakni khilafah. [] emje
5/5