21
Pelaksanaan •
PEI.AKS WEWEN CUKAI DALAM PE I INDONESIA
G BEA D NASION
(Beberapa sumbangan pikiran dan saran) *
Oleh: Mochtar Kusumaatmadja Sebennmyn wewenang hukum di bidnng Ben dan .Cukni dimiliki oleh negara pantai dalam laut territorial, jalur tambahan instalasi-instalasi dalam zona laut ekslusif dan' dalam laut Nusantara, Hal tersebut jelasnya dapat dalam Konvensi Hukum Laut Intemasional pasal19 ayat gjo pasal 2 ayat 1 dan pasal 21. Namun hal tersebut masih memerlukan penetapan lehih lanjut dalam undangundang nasional negara pantai yang bers.: lngkutanuntuk lehih mengllatkan kewenangan hukum dalam pengaturanoya,
Dari apa yang dapat penulis hac.1 dan tangkap dari pcmbicaraanpembicaraan mengenai kewenangan Bea Cukai di perairan Indonesia dan daerah pehean khususnya timhul kesan yang kuat, hahwa hclum ada pengertian yang tepat dan hcnar mengenai heherapa konsep dasar Hukum Laut Publik baik Nasional, maupun internasionaL Kar.:na itu penulis akan membatasi uraian pada matcri Hukum L1ut puhlik Nasional, maupun Intemasional yang secara langsung maupun tidak langsung yang hert.1lian dengan materi Bea dan Cukai. Pertama-tama penulis akan • memberikanpenjelasan mengenai beherapa pengertian dasar Hukum L1ut Publik Nasional maupun IntemasionaL
•
Pebruari 1992
Hukum dan Pembangunan
22
I.
Yuridiksi Bea dan Cukai atau Custom Yurisdiction dalam Perairan Nasional
Wewenang hukum di bidang Bea dan Cukai dimiliki oleh negara pantai dalam laut teritorial, jalur tambahan, instalasi-instalasi dalam Zona Ekonomi Eksklusif dan dalam laut nusantara. Jelasnya adalah scbagai bcrikut. Dalam Hukum Laut Intemasional hal ini bcrlaku berdasarkan Pasal 19 ayat g memuat prinsip wcwenang pelaksanaan kewenangan Bca dan Cukai Ncgara Pantai di laut tcritorial scbagai pclaksanaan hak kedau '.ltan yang dicantumkan dalam Pasal 2 ayat 1 Konvensi, yang mentgaskan bahwa Negara PanL1i dapat mcnctapkan Undang-Undang dan Peraturan Negara . . . Pantai tcntang Bca dan Cukai . Dari intcrpcstasi sistcmatik ' dari ketiga pasal Konvcnsi PBB tentang Hukum Laut 1982 kiranya jclas bahwa ruang lingkup wewenang hukum atau yurisdiksi Bea dan Cukai di laut tcritorial memerlukan penetapan lebih lanjut dalam Undang-Undang Nasional Negara Pantai yang bersangkutan. . Dalam Pasal 33 yang mcngatur jalur tambahan atau continguouszonc dinyatakan bahwa dalam suatu zonc yang bcrhimpitan dcngan taut wilayahnya yang dinamakan jalur tambahan,negara pantai dapat melaksanakan wewcnang untuk mclakukan pengawasan yang "... dipcrlukan untuk mcnccgah pelanggaran dari pada Undang-Undang dan Peraturan Bea dan Cukai, fiskal dan imigrasi dalam wilayah atau laut teritorial Negara Pantai." Sub ayat b pasal yang sama mcmherikan wewenang kepada negara pantai untuk mcmherikan tindakan hukum pada pelanggaran terhadap perundang-undangan dan peraturan yang dilakukan dalam wilayah atau laut wilayahnya. Lebamya jalur L1mhahan tidak boleh me\ebihi 24 mil laut diukur dari garis pangkal, ini berarti bahwa jalur tambahan mcrupakan jalur tambahansclcbar 12 mil dari garis luar laut tcrritorial.Kata "May" di dalam ayat 1 mcnandakan bahwa kewenangan mclakukan tindakan-tindakan yang disebut di atas merupakan suatil pilihan apabila Icbar 12 millaut territorial dianggap tidak cukup untuk mclaksanakan wcwenangyang diatur dalam pasal ini. Dari uraia,n mengenaiwewcnang Bea Cukai pada ncgara pantli sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal mengenai laut tcrritorialdan laut -
•
•
23
Pelaksanaan
tambahan, kiranya jelas bahwa wewenang hukum atau yurisdiksi Bea dan Cukai yang ada pada negara pantai menurut Hukum lnternasional baru, apabila dijumlahkan adanya 24 mil terhitung dari garis pangkal. Di dalam Zone Eksklusif-pun negara pantai mempunyai wcwenang melaksanakan pengawasan bea dan cukainya . . Pasal60 Konvensi Hukum Laut PBB 1982 dalam ayat 1 bahwa dalam Zone Ekonomi Eksklusif, negara pantai mempunyai hak cksklusif untuk mendirikan wewenang dan mengatur untuk mendirikan mengoperasikan: a. pulau buatan; b. instalasi dan bangunan untuk tujuan yang diatur dalam pasal56 dan lain-lain tujuan ekonomi; c. instalasi dan bangunan- bangunan yang dapat mengganggu pelaksanaan hak negara pantai dalam Zone Ekonomi Eksklusif. Ayat 2 mengatakan bahwa ncgara panuli mempunyai . hak eksklusif atas pulau buatan, instalasi dan bangunan- bangunan tellnasuk wewcnang hukum bertalian dcngan bea dan cukai, kesehatan, keamanan dan perundang-undangan serta peraturan imigrasi. Bertalian dengan anggapan dan interprestasi yang sering kita dengar, wewenang hukum atau yurisdiksi bea dan cukai hanya terbaws pada instalasi dan bangunan-bangunan itu dan tidak ada daerah kcamanan ( yang berupa laut ) di sekelilingnya. Daerah keamanan aulU safety zone sebagaimana diatur dalam pasal 4 , 5 dan pasal 6 ditujukan untuk efektifitas pelaksanaan fungsi pulau buatan, instalasi dan b;.ngunanbangunan ini tcrutama hcrtalian dcngan lalu-lint.1s pclayaran yang herdekatan dengan pulau huatan, instllasi dan hangunan-b'lOgunan demikian telmasuk zona keamanan di sekelilingnya. Scbagai imhangan, pcnctapan pulau huat.1n, instalasi dan hangunan. bangunan dcmikian tidak dapal dilakukan apahila han~lI"an demikian bisa mengganggu pemakaian dan alur-alur pel:lyar:1I1 y:lOg diakui yang mutlak perlu bagi pelayaran internasional. Ayat 8 mcncgaskan bahwa pulau huatan, instalasi dan hangunan-hangunan demikian tidak memiliki status pulau. Bangunan-bangunandemikian tidak mempunyai wilayah tersendiri dan keberadaan mercka tidak mempengaruhi luas hatls laut teritorial, zone ekonomi eksklusif atau landas kontinen. Penegasan ini perlu pcnulis berikan karena dari uraian-uraian atau tulisan mengenai zone ekonomi eksklusif ditimhulkan kesan seolah- olah zone ekonomi eksklusif yang lebarnya 200 mil mcmherikan peluang wewenang tertentu tennasuk bea cukai. lni sarna sekali tidak benar dan •
Pebruari 1992
Hukum dan Pembangunan
24
tidak ada dasarnya dalam hukum karena pasal yang penulis kutip di atas tegas-tegas memhatasinya pada instalasi, bangunan atau pulau buatan itu saja. Maksud perumus Konvensi, kbususnya pasal ini adalah agar supaya ada dasar hukum mencegah pulau buatan, instalasi dan hangunan- itu disalahgunakan untuk tujuan-tujuan yang menyimpang dari pada tujuan sebenamya pend irian pulau huatan, instalasi dan bangunan- bangunan itu. Lain dari pada yang ditetapkan dari pasal-pasal yang disebul di alas. Dari uraian di atas mengenai laut territorial, jalur tambahan dan zona ekonomi eksklusif kiranya jelas babwa yurisdiksi hukum atau laut territorial dapat ditetapkan olch ncgara pantai, juga berlaku dalam jalur tambahan artinya apabila dirasakan luas atau lebar 12 mil laut territorial tidak cukup. Sedangkan mcngcnai zona ekonomi eksklusif terbatas pada wcwenang untuk mengadakan pemeriksaan sewaktu-waktu terhadap • instalasi, pulau buatan at.1U bangunan di zona ekonomi eksklusif apabila bangunan-bangunan ilu dipakai untuk tujuan-tujuan lain dari pada tujuan yang diperkenankan dalam Konvensi. Pada dasamya negara nusantara mempunyai wewenang hukum atau yurisdiksi bca cl!kai dalam laut nusantara yaitu bagian laut yang terldak pada sisi dalam garis pangkal laut territorial. Laut nusantara harus dibedakan dari perairan pedalaman yaitu perairan baik laut maupun perairan darat yang ter\et.1k pada sisi dalam garis pcnutup tcluk sebagaimana diatur dalam Konvensi. Kalau dipcrhatikan dcngan seksama di dalam uraian di atas mcngenai wewenang hukum atau yurisdiksi bea dan cukai dalam laut territorial,jalur~lI11bahan, insl<1lasi pulau buatan, ataubangunan di zona ekonomi eksklusif maupun laut nusantara, penulis menggunakan wewenang hukum atau yurisdiksi bea dan cukai yaitu wewenang untuk mengadakan tindakan-tindakan yang diperlukan untuk mengadakan hukum dan peraturan bca dan cukai. Wewenang umum yang terkandung dalam pengertian wewenang hukum atau yurisdiksi ini masih memerlukan penegasan daerah di mana hea dan cukai mempunyai wewenang penuh pelaksanaan segala wewenangnya secara eksklusif, artinya mengatasi wewenangwewenang lain atau wewenang yang dimiliki instansi atau aparat pemerintah lain. Daerah yang ditetapkan secara khusus demikianlah yang dimaksud dcngan daerah pabean,customs zone atau kadang-kadang •
•
•
I I
!
25
Pelaksanaan •
customs terrI tory. II.
Daerah Pabean: Customs Zone.
Pasal3 Ordonansi Bea tahun 1948 No. 43 menyatakan hahwa "buiten de aangewezen reeden mogen ini zee of huitengronden geen goederen worden gelost of gl!l (,~en binnen een afstand van 5,5 Km van de laag waterlijn, yang artinya "di luar pelabuhan yang ditunjuk tidak bolch di bongkar atau dimuat harang-harang di laut atau daratan dalam jarak 5,5 Km darl garls air rendah (p::. ..;ang surut)". Saya herpcndapal hahwa selama dan sepanjang tidak ada undang-undang nasional haru yang mengganlinya, pasaf 3 ordonansi Bca dan pasal yanghersamaan dalam TariffOrdonanlie masih hcrlaku. Dalam pemhahasan mcngcnai pclaksanaan wcwenang hea-cukai yang menjadi topik tulisan ini, jadinya pengcrtian daerah pahcan, customs zone, atau custom tcritory (toll gchied dalam hahasa Bclanda) masih relcvan sehagai daerah yang dengan undang-undang atau peraturan ditctapkan olch negara sehagai daerah dimana undang-undang dan pcraturan hea-cukai sepenuhnya herlaku. Dengan demikian daerah pahean dimana undang-undang tlan peraturan hea dan cukai sepenuhnya herlaku mengalahkan wewcnang lainnya, harus dihedabn dari dacrah kccmpal herlakunya yurisdiksi nasional umum atau khusus hca dan cukai. Dimana undang-undang dan . peraturan hea-cukai dapat dibcrlakukan disamping wcwcnang lainnya sebagai kctentuan umum yurisdiksi atau wcwcnang pcrundang-undangan nasiona\. Kalau kita haca dcngan tcliti pasal yang hersangkutan dalam Konvensi pun, wewenang yang diherikan kepada negara pantai masih memerlukan perundang- undangan nasiona!. Penulis herpendapat hahwa dengan dcmikian pengertian dacrah pahean masih relevan, persoalannya harus diartikan secma tcpat dan henar. Dalam huhungan ini ketentuan Tokyo Convention lahun 1973 lcntang "Simplification of Customs Procedures", khususnya yang mcngenai dacrah pahean sehenarnya tidak herhcda. Kelcntuan yang menyatakan hahwa the tenlls customs territory means the territory in which the customs law of the state applies in full (herl:lku penuh) mengalahkan wewcnang lainnya. Penulis herpendapat hahwa tidak ada perhedaan dasar antara pengertian daerah pahean menurul Ordonansi Bea tahun 1943, Ordonansi •
Pebruari1992 •
Hukum dan Pembangunan
26
Tarif tabun 1910 dan Konvensi Tokyo tabun 1973. Kekacauan pengertian mulai timbul apabiJa tidak dibedakan antara wewenang bukum atau yurisdiksi bea dan cukai yang befsifat umum yang masih memerlukan undang-undang · pelaksanaan dari negara pantai dan daerah pabean dimana sudah ditetapkan dengan jelas batas, ruang lingkup instansi pabean (customs) atau dalam hal Indonesia, Direktorat lendcral Bea dan Cukai. ladi untuk pembahasan yang tepat dan benar dan tidak simpang siur harus
III. Pelaksanaan wewenang bea-cukai
daerah pabean.
Wewenang pabean atau bea dan cukai bisa dilaksanakan diluar daerah pabean yaitu apabila terjadi pelanggaraIi terhadap ketentuan bca dan cukai didalam daerah pabean atau laut territorial yang memerlukan pengcjaran untuk tindakan pemaksaan terhadap sipelanggar. Pelaksanaan hak melakukan pengejaran seketika atau "hot pursuit" itu diatur di dalam kctentuan mengenai pengejaran sekeLika sebagaimana terdapat dalam pasal 111 dalam Konvensi Hukum Laut Internasional PBB 1982 :
(1) Pengejaran seketika suatu kapal asing dapat dilakukan oleh instansi yang berwenang negara pantai apabila ada alasan yang kuat untuk menduga bahwa kapal asing itu telah melanggar undang-undang dan pcraturan negara pantai. Pengejaran seketika demikian harus dimulai sewaktu kapal asing atau salah satu kapalnya itu berada dalam perairan pedalaman, laut nusant.1ra, laut territorial, atau jalur tambahan negara pengejar dan hanya dapat diteruskan diluar laut territorial atau jalur tambahan apabiJa pengejaran itu tidak terhenti.
Pelaksanaan
•
27
(2) Untuk sahnya pengejaran seketika tidak diperlukan bahwa kapal yang memberikan perintah itu berada juga didalam laut teritorial atau jalur tambahan negara pantaL Apabila kapal asing itu berada dalam jalur tambahan sebagaimana diartikan oleh rasal33, pengcjaran seketika itu hanya dapat dilakukan apabila terjadi pelanggaran tcrhadap hak perlindungan untuk mana zona itu telah diadakan. Ha k pengcjaran seketika berhenti scgera setelah kapal yang dikcjar mcmasuki laut territorial negaranya atau negara ke tiga. (3) Pengejaran sekctika baru dianggap mulai sctdah kapal yang mengcjar mendapat keyakinan bahwa kapal yang dikejar itu berada dalam batas-batas laut territorial atau jalur tambahan, zona ekonomi cksklusif atau landas kontinen. Pcngcjaran sckdika hanya dapat dimulai setelah diberi tanda visual atau bunyi kcpada kapal yang dikejar untuk berhenti. Tanda untuk bcrhcnti ini harus dibcrikan pada jarak yang mungkin dilihat atau didengar oleh kapal asing itu. (4) Hak pengejaran seketika hanya bisa dilakukan oleh kapal perang atau kapal terbang militer atau lain kapal atau kapal tcrbang yang memiliki tanda-tanda jclas scbagai kapal pcmcrintah atau dinas pcmcrintah yang berwenang untuk itu. Arabila sualu kapal tclah dibcrhcntikan di luar laut territorial dalam kcadaan yang lidak memhcnarkan pengcjaran seketika, mercka ilu harus dihcri ganli rugi untuk segala kcrugian alai! kerusakan yang mercka tdah dcrita. Dari uraian diatas mcngcnai pcngcjaran sckctika kiranya jclas hahwa walaupun hak pengcjaran scketika itu mcrupakan hal yang diakui dalam hukum internasional, pclaksanaannya harus mcmpcrhalikan kdcnluanketentuan yang tdah ditctapkan dalam konvcnsi.
Constructive Presence. Dalam beberapa hal mungkin tcrjadi pc1anggaran tcrhadap undangundang atau peraturan bea dan cukai yang tcrjadi di luar dacrah pc1abuhan, bahkan di luar laut territorial namun jelas akibatnya dirasakan mcrugikan kepentingan bea dan cukai negara pantai. Penindakan instansi bca-cukai berdasarkan konsep "constructive presence" tidak terlalu mudah untuk dilakukan dan memerlukan persiapan dan pembuktian yang cukup sebelum ' bisa dilaksanakan . •
Pebruari 1992
Hukum diln Pembangunan 28
Karena "constructive presence" suatu kapal di luar laut. territorial biasanya menggunakan kapal kecil untuk pelaksanaannya yang masuk ke dalam laut territorial dimana ada yurisdiksi bea dan cukai negara pantai, sebaiknya tindakan dilakukan terhadap kapal atau kendaraan air lainnya yang digunakan memasuki laut territorial atau daerah yurisdiksi bea-cukai lainnya agar supaya ada dasar hukum yang tidak dapat dibantah. Jelas ada hubungan yang erat apabila kapal pembantu itu yang ditindak antara konsep constructive presenCe dengan konsep pengejaran seketika.
IV.
Tindli~n
Instansi Bea dan Cukai terhadap kapal asing yang melakukan haknya di perairan territorial berdasarkan hukum internasional
Berlainan dengan kategori pelanggaran lainnya, keadaan disini terbalik. Kapal asihg merupakan pihak yang melakukan hak yang dilindungi bukum laut internasional, sedangkan bea-cukai merupakan pihak yang melakukan tindakan atas suatu peristiwa atau tindakan yang dianggap merupakan pelanggaran kewajiban kapal asing itu didalam melaksanakan bak itu. Jadi ada urisur harus adanya bukti atau kepastian tentang dilakukannya pelanggaran oleh kapal asing itu sebelum. pihak bea-cukai dapat melakukan suatu tindakan. Hal yang diuraikan diatas diatur dalam pasal 19 ayat 1 sub ayat (g) Konvensi Hukum Laut PBB 1982 tentang "The Right of innocent passagge" .
•
If a man will begin with certanties, he whall and in doubts; but if he will be content to begin with doubts, will end certaintes (Francis Bacon)
•
•