Bachtiar, Fungsi range of motion (ROM) pada penderita stroke pasca perawatan rs
FUNGSI RANGE OF MOTION (ROM) PADA PENDERITA STROKE PASCA PERAWATAN RUMAH SAKIT Arif Bachtiar, Nurul Hidayah, Ratih Poltekkes Kemenkes Malang Jl.Besar Ijen No 77 C Malang e-mail:
[email protected]
Abstract: Stroke is a disease or brain functional disorder. The design of this research is descriptive that aims to determine the range of motion’s function in patients with stroke after hospital treatment. The data collection is done on the date of 5-25 May 2014 with accidental sampling technique, respondents were as many as 20 people. The results based on the ability obtained most of the respondent in both the ability range of motion is 15 respondents (75%) and at least in the ability of respondents less range of motion is 2 respondents (10%), while based on the angle range of motion obtained most of the respondents both in terms of range of motion angle is 9 respondents (45%) and at least in the case of the respondents is quite range of motion angle is 3 respondents (15%). From the results of this study,respondents began to learn about the practice range of motion (ROM) associated with physiotherapy to recover a physical disability and can work as before with minimal assistance Keywords: stroke, range of motion, after hospital treatment Abstrak: Stroke merupakan penyakit atau gangguan fungsional otak. Desain penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui fungsi range of motion pada penderita stroke pasca perawatan rumah sakit. Pengambilan data ini dilakukan pada tanggal 5–25 Mei 2014 dengan teknik accidental sampling, responden sebanyak 20 orang. Hasil penelitian berdasarkan kemampuan rentang gerak didapatkan paling banyak responden baik dalam kemampuan rentang gerak sebanyak 15 responden (75%) dan paling sedikit responden kurang dalam kemampuan rentang gerak yaitu 2 responden (10%), sedangkan berdasarkan besar sudut rentang gerak didapatkan paling banyak responden baik dalam hal besar sudut rentang gerak sebanyak 9 responden (45%) dan paling sedikit responden cukup dalam hal besar sudut rentang gerak yaitu 3 responden (15%). Dari hasil penelitian ini diharapkan responden mulai mempelajari tentang latihan range of motion (ROM) yang berkaitan dengan tindakan fisioterapi untuk memulihkan kecacatan fisik dan dapat beraktifitas seperti sebelumnya dengan bantuan minimal. Kata Kunci: stroke, range of motion, pasca perawatan rumah sakit
PENDAHULUAN
penyakit otak akibat terhentinya suplai darah ke otak karena sumbatan (stroke iskemik) atau stroke perdarahan (stroke hemoragi) (Junaidi, 2011). Berdasarkan WHO 2010 setiap tahunnya terdapat 15 juta orang di seluruh dunia menderita stroke. Diantaranya jumlah kematian sebanyak 5 juta dan 5 juta orang lainnya mengalami kecacatan yang permanen. Penyakit stroke telah menjadi masalah kesehatan yang menjadi 2 penyebab utama kecacatan pada usia dewasa dan merupakan salah satu penyebab terbanyak di dunia. Stroke menduduki urutan ketiga sebagai penyebab utama1
Stroke merupakan penyakit neurologis terbanyak yang dapat mengakibatkan masalah kesehatan yang serius dan berdampak pada kecacatan dan kematian akibat dari adanya disfungsi motorik dan sensorik yang disebabkan oleh gangguan aliran darah otak non-traumatik (Subianto, 2012). Penyakit stroke merupakan penyakit atau gangguan fungsional otak berupa kelumpuhan saraf (defisit neurologik) akibat terhambatnya aliran darah ke otak. Secara sederhana stroke akut didefinisikan sebagai pISSN 2443-1125 eISSN 2442-8873 1
JURNAL KEPERAWATAN TERAPAN, VOLUME 1, NO. 1, MARET 2015: 1-5
kematian setelah penyakit jantung koroner dan kanker di negara-negara berkembang. Negara berkembang juga menyumbang 85.5% dari total kematian akibat stroke di dunia, dua pertiga penderita stroke terjadi di negara-negara yang sedang berkembang. Terdapat sekitar 13 juta korban stroke baru setiap tahun, dimana sekitar 4.4 juta diantaranya meninggal dalam 12 bulan (WHO, 2006). Data yang dirilis oleh Yayasan Stroke Indonesia sungguh membuat kita khawatir, dinyatakan bahwa kasus stroke di Indonesia menunjukkan kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun. Setelah tahun 2000 kasus stroke dideteksi terus melonjak. Di tahun 2004 berdasarkan penelitian dari beberapa rumah sakit menemukan pasien rawat inap yang disebabkan oleh stroke berjumlah 23.636 orang. Sedangkan yang rawat jalan atau tidak dibawa ke dokter tidak diketahui jumlahnya. Riset Kesehatan Dasar (Rikesdas) tahun 2007 mendata kasus stroke di wilayah perkotaan di 33 provinsi dan 440 kabupaten mengumpulkan sebanyak 258.366 sampel rumah tangga perkotaan dan 987.205 sampel anggota rumah tangga untuk pengukuran berbagai variabel kesehatan masyarakat, hasilnya adalah penyakit stroke merupakan pembunuh utama di kalangan perkotaan dan pedesaan (Waluyo, 2009). Sedangkan di Jawa Timur prevalensi stroke masih cukup tinggi yaitu 0,8% dan kasus untuk wilayah kota surabaya prevalensi penderita stroke adalah 0,7% (Balitbangkes, 2008 dalam Satiti, 2013 ). Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di RSUD Nganjuk didapatkan data dari rekam medik yang menyatakan pada tahun 2011 sebanyak 479 pasien yang menderita stroke dan 415 pasien stroke di tahun 2012 dan sebanyak di tahun 2013. Sementara yang terjadi pada kecamatan Nganjuk sebanyak 21 orang penderita stroke di tahun 2013. Berdasarkan hasil wawancara kepada 6 orang penderita stroke di kecamatan Nganjuk, 2 penderita diantaranya mengatakan tidak pernah melakukan latihan ROM namun hanya dengan terapi obat saja, dan 4
2
penderita yang lain mengatakan pernah melakukan latihan ROM aktif maupun pasif. Keadaan pasien pasca stroke dalam perjalanannya sangat beragam, bisa pulih sempurna, bisa sembuh dengan cacat ringan, sedang dan berat khususnya pada kelompok umur 45 tahun (Junaidi, 2011). Cacat yang diderita dapat mengakibatkan penderita tidak mampu melakukan banyak hal misalnya, tidak mampu berbicara atau berkomunikasi, tidak dapat berjalan, harus dibantu buang air besar, harus dibantu makan, masih ngompol, harus dibantu pindah dari tempat tidur ke kursi, harus dibantu berpakaian, mandi dan mencuci. Bila penderita mampu, ia diajar untuk duduk, meningkatkan rasa keseimbangannya, diajar berdiri dan berjalan (Lumbantobing, 2007). Salah satu rehabilitas yang dapat diberikan pada penderita stroke adalah latihan rentang gerak atau latihan range of motion (ROM). ROM aktif-pasif dilakukan dengan cara penderita menggunakan lengan atau tungkai yang berlawanan dan lebih kuat untuk menggerakan setiap sendi pada ekstermitas yang tidak mampu melakukan gerakan aktif. Peran perawat dalam mengatasi masalah terjadinya gangguan mobilitas meliputi membantu penderita stroke dalam melakukan latihan rentang gerak, membantu memenuhi kebutuhan aktifitasnya dan memberikan penyuluhan kepada keluarga cara merawat pasien stroke pasca perawatan rumah sakit dengan kondisi gangguan rentang gerak. Rentang gerak merupakan jumlah maksimum gerakan yang mungkin dilakukan sendi pada salah satu dari tiga potongan tubuh: sagital, frontal dan transversal. Potongan sagital adalah garis yang melewati tubuh dari depan kebelakang, membagi bagian kiri dan kanan. Potongan frontal melewati bagian tubuh dari sisi ke sisi dan membagi tubuh menjadi bagian depan dan belakang. Potongan transversal adalah garis horizontal yang membagi tubuh menjadi bagian atas dan bawah (Potter & Perry, 2006). Tujuan penelitian ini adalah mengetahui fungsi rentang gerak pada penderita stroke pasca perawatan Rumah Sakit di Kecamatan Nganjuk.
pISSN 2443-1125 eISSN 2442-8873
Bachtiar, Fungsi range of motion (ROM) pada penderita stroke pasca perawatan rs
METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif, yang akan menggambarkan fungsi range of motion (ROM) pada penderita stroke pasca perawatan rumah sakit di wilayah kerja RSUD Nganjuk, jumlah penderitanya sebanyak 523 orang. Dengan kriteria sampel: Semua penderita stroke yang pernah dirawat. Penderita stroke yang berdomisili di kecamatan Nganjuk, bersedia menjadi responden, bisa membaca dan menulis. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah accidental sampling, yang berjumlah 20 responden. Variabel dalam penelitian ini adalah fungsi range of motion (ROM) pada penderita stroke pasca perawatan rumah sakit. Definisi operasional dari variabel fungsi ROM pada penderita stroke pasca perawatan rumah sakit dibagi menjadi 2 sub variabel: 1) kemampuan penderita stroke melakukan rentang gerak yaitu kemampuan penderita dalam melakukan rentang gerak, 2) besar sudut pada rentang gerak penderita stroke yaitu besar sudut ROM Instrumen dalam penelitian ini menggunakan observasi terstruktur. Dimana pada kemampuan ROM dengan observasi, besar sudut ROM menggunakan observasi dan pengukuran Goniometer. Peneliti secara cermat mendefinisikan yang akan diobservasi melalui suatu perencanaan yang matang. Peneliti tidak hanya mengobservasi fakta-fakta yang ada pada subyek, tetapi lebih didasarkan pada perencanaan penelitian yang sudah disusun pengelompokannya, pencatatan, dan pemberian kode terhadap hal-hal yang sudah ditetapkan (Nursalam, 2008) Penelitian dilakukan di Kecamatan Nganjuk, Kabupaten Nganjuk pada bulan Februari sampai Maret 2014. HASIL PENELITIAN Hasil-hasil penelitian dikategorikan dalam karakteristik umum dan karakteristik khusus responden. Karakteristik umum responden meliputi karakteristik umur, jenis kelamin dan tindakan fisioterapi yang dilakukan. Berdasarkan jenis
pISSN 2443-1125 eISSN 2442-8873
kelamin didapatkan sebanyak 11 orang laki-laki dan sisanya 9 orang perempuan. Karakteristik responden berdasarkan umur dapat dilihat pada Tabel 1. Dari Tabel 1 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden berumur 36–45 dan 56–65 tahun yaitu masing-masing 6 responden (30%) dan responden yang berumur 26–35 tahun yaitu hanya 1 responden (5%). Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa mayoritas responden mengikuti tindakan fisioterapi yaitu sebanyak 14 responden (70%) dan paling sedikit tidak mengikuti fisioterapi yaitu 6 responden (30%). Tabel 1. Distribusi frekuensi responden berdasarkan umur Umur (Tahun) 26 – 35 36 – 45 46 – 55 56 – 65 66 – 75 Jumlah
F 1 6 3 6 4 20
% 5 30 15 30 20 100
Tabel 2. Distribusi frekuensi responden berdasarkan tindakan fisioterapi Tindakan Fisioterapi Mengikuti Tidak mengikuti Jumlah
F 14 6 20
% 70 30 100
Tabel 3. Distribusi frekuensi berdasarkan kemandirian melakukan latihan range of motion (ROM) Kategori Kurang Cukup Baik Jumlah
F 2 3 15 20
% 10 15 75 100
Tabel 4. Distribusi frekuensi berdasarkan besar gerakan range of motion (ROM) Kategori Kurang Cukup Baik Jumlah
F 8 3 9 20
% 40 15 45 100
3
JURNAL KEPERAWATAN TERAPAN, VOLUME 1, NO. 1, MARET 2015: 1-5
Data khusus berupa kemandirian dalam melakukan latihan range of motion (ROM) disajikan pada Tabel 3 dan 4. Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa paling banyak responden baik dalam kemandirian melakukan latihan range of motion (ROM) sebanyak 15 responden (75%) dan paling sedikit responden kurang dalam kemandirian melakukan latihan range of motion (ROM) yaitu 2 responden (10%). Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden dengan kategori baik dalam hal besar gerakan range of motion (ROM) yaitu sebanyak 9 responden (45%) dan responden kategori cukup sebanyak 3 responden (15%). PEMBAHASAN Hasil penelitian kemandirian dalam melakukan latihan range of motion (ROM) pada responden dapat diketahui bahwa mayoritas responden dalam kategori baik dalam kemandirian melakukan latihan range of motion (ROM) yaitu sebanyak 15 responden (75%) dan responden dalam kategori kurang sebanyak 2 responden (10%). Menurut peneliti hal tersebut disebabkan karena sebagian besar dari responden selalu mengikuti latihanlatihan rentang gerak pada tindakan fisioterapi dan responden juga rutin untuk melakukan kontrol kesehatan setiap bulannya. Selain itu sebagian besar dari responden mengalami derajat kecacatan yang ringan sehingga setelah dilakukan perawatan rutin keadaan range of motion (ROM) dari responden cepat pulih kembali dan dapat melakukan aktivitas seperti sediakala walaupun dengan bantuan minimal dari anggota keluarga responden. Selain itu kemandirian dalam melakukan rentang gerak juga di pengaruhi oleh koping individu yang kurang, karena ada sebagian dari responden yang sebenarnya bisa melakukan secara mandiri walau pun secara perlahan namun responden mengatakan tidak bisa. Hal itu dipengaruhi kurangnya pengetahuan dari responden dan keluarganya mengenai perawatan yang tepat pada penderita stroke pasca perawatan rumah sakit. Menurut Junaidi (2011), beberapa kecacatan yang mungkin diderita penderita stroke setelah
4
serangan stroke adalah tidak mampu berbicara atau kemampuan berkomunikasi menjadi berkurang, tidak mampu berjalan secara mandiri, perlu bantuan orang lain atau alat, ketidakmampuan berpindah posisi, misal dari tempat tidur ke kursi, perlu bantuan dalam melakukan aktifitas seharihari, misalnya berpakaian, mandi, mencuci, dan lain-lain. Setelah masa kritis lewat maka saatnya meneruskan proses kesembuhan yang lebih lagi dengan melakukan rehabilitasi yang akan membuat penderita berada dijalan menuju kesembuhan. Rehabilitasi tersebut ialah Fisioterapi yaitu “pelatihan pergerakan” peregangan atau tindakan lainnya yang memainkan peranan penting dalam pelatihan yang dijalani. Fisioterapi dilakukan sesegera mungkin setelah serangan stroke, satu hingga tiga hari setelah terkena stroke. Tujuan fisioterapi untuk membantu penderita menyelesaikan tugas sehari-hari seperti sediakala. Beberapa bidang yang dilatih adalah berdiri, berjalan, mengambil dan menggunakan bendabenda, khususnya peralatan makan. Besar sudut gerakan range of motion (ROM) pada responden dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa sebagian besar responden dalam kategori baik dalam hal besar gerakan range of motion (ROM) yaitu sebanyak 9 responden (45%) dan responden dengan kategori cukup dalam hal besar gerakan range of motion (ROM) yaitu 3 responden (15%). Menurut peneliti besar gerakan range of motion (ROM) tergantung pada tingkat kecacatan yang dialami oleh responden. Semakin ringan tingkat kecacatan yang dialami responden maka semakin baik dalam hal besar gerakan range of motion-nya begitu pula sebaliknya semakin berat tingkat kecacatan yang dialami oleh responden maka semakin kurang dalam hal besar gerakan range of motion-nya, selain itu besar gerakan range of motion (ROM) juga dipengaruhi oleh lamnya waktu pemulihan dan upaya yang dilakukan responden untuk memulihkan atau menormalkan kembali anggota tubuhnya yang mengalami kecacatan. Selain itu sebagian dari responden ada yang kurang kooperatif dalam melakukan latihan rentang gerak dengan
pISSN 2443-1125 eISSN 2442-8873
Bachtiar, Fungsi range of motion (ROM) pada penderita stroke pasca perawatan rs
mengatakan sudah mentok sampai disalah satu sisi yang padahal tanpa disadari dengan bantuan peneliti responden dapat melakukan gerakan yang besar sudut rentang geraknya mendekati batas normal, hal itu dikarenakan responden takut melakukan gerakan tersebut dengan alasan takut terjadinya patah tulang atau fraktur. Besar sudut gerakan range of motion (ROM) dapat pulih kembali dengan latihan-latihan fisioterapi dan keaktifan responden dalam melatih bagian anggota tubuhnya yang mengalami kecacatan pasca serangan stroke dengan demikian anggota tubuh responden jadi terbiasa untuk di gerakkan dan dapat pulih seperti sediakala. Menurut Junaidi (2011) menyatakan bahwa, untuk menilai tingkat kecacatan pascastroke dapat digunakan beberapa sistem, diantaranya dengan menggunakan skala Ranking yang dimodifikasi (The Modified Ranking Scale), dengan skala Kecacatan derajat 0 : Tidak ada gangguan fungsi, Kecacatan derajat 1 : a) hampir tidak ada gangguan fungsi aktifitas sehari-hari, b) penderita mampu melakukan tugas dan kewajiban seharihari, Kecacatan derajat 2 (ringan) : penderita tidak mampu melakukan beberapa aktifitas seperti sebelumnya, tetapi tetap dapat melakukan sendiri tanpa bantuan orang lain, Kecacatan derajat 3 (sedang): penderita memerlukan bantuan orang lain tetapi masih mampu berjalan tanpa bantuan orang lain, walaupun mungkin menggunakan tongkat, Kecacatan derajat 4 (sedang-berat) : a) penderita tidak dapat berjalan tanpa bantuan orang lain, b) perlu bantuan orang lain untuk menyelesaikan sebagian aktifitas diri seperti mandi, pergi ke toilet, walaupun mungkin menggunakan tongkat, Kecacatan derajat 5 (berat): penderita terpaksa berbaring di tempat tidur dan buang air besar dan kecil tidak terasa (inkontinensia), selalu memerlukan perawatan dan perhatian.
pISSN 2443-1125 eISSN 2442-8873
PENUTUP Simpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut, berdasarkan kemandirian melakukan latihan range of motion (ROM) dari responden didapatkan 15 responden (75%) atau lebih dari sebagian responden dengan kategori baik dalam kemandirian melakukan latihan range of motion (ROM). Berdasarkan besar gerakan range of motion (ROM) dari responden didapatkan 9 responden (45%) atau mayoritas responden baik dalam hal besar gerakan range of motion (ROM). Dari hasil penelitian ini diharapkan responden mulai mempelajari tentang latihan range of motion (ROM) yang berkaitan dengan tindakan fisioterapi untuk memulihkan kecacatan fisik dan dapat beraktifitas seperti sebelumnya dengan bantuan minimal. DAFTAR PUSTAKA Junaidi. I. 2011. STROKE. Yogyakarta : Andi Offset. Lumantobing, S.M. 2007. Stroke Bencana Perdarahan Darah di Otak. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penilitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Pottrer, & Perry.2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan Praktik, Ed. 4, Vol.2. Jakarta : EGC Satiti, P.K. 2013. Gambaran Lima Tugas Keluarga Dalam Merawat Anggota Keluargayang Mengalami Stroke Tahap Rehabilitasi di Kabupaten Brebes Bagian Utara. Skripsi. Purwokerto: Universitas Jenderal Soedirman Subianto, R. 2012. Pengaruh Latihan ROM Terhadap Perubahan Mobilisasi Pada Pasien Stroke. Penelitian.Universitas Muhammadiyah Ponorogo Waluyo, S. 2009. STROKE. Jakarta : Elex Media Komputindo World Health Organization. 2006. STEP Stroke Surveillance. Available from: http://www.who.int/entity/ chp/steps.Section1_Introduction.pdf. diakses pada 3 April 2014
5