Coping Stress Pada Insan Pasca Stroke Yang Mengikuti Club Stroke di Rumah Sakit Jakarta
COPING STRESS PADA INSAN PASCA STROKE YANG MENGIKUTI KLUB STROKE DI RUMAH SAKIT JAKARTA Agustina Sembiring Terapis Wicara RS Gatot Subroto, Jakarta Jln. Abdurrahman Saleh No. 24, Jakarta
[email protected]
Abstrak Penelitian ini untuk mengetahui copng stress pada IPS yang mengikuti club stroke rumah sakit di Jakarta Pusat, dilakukan di RS dengan sampel jenuh, sebanyak 84 orang. Alat ukur kuesioner disusun berdasarakan teori Lazarus sebanyak 85 item dengan koefisien reabilitas 0,973 untuk skala strategi problem focused coping dan 0,971 untuk emotional focused coping. Coping stress IPS yang memakai strategi problem focused sebanyak 57,6 %, dan emotional focused 42,4 %. Pada problem focused ditemukan tidak ada dimensi yang dominan, namun yang terendah adalah seeking sosial support. Sedangkan pada emotional problem focused yang dominan adalah escape avoidence Hasil analisis data demografi mendapatkan bahwa antara umur, jenis kelamin, sisi yang lemah, urutan periode stroke dan lama stroke dengan penggunaan strategi problem focused coping lebih banyak digunakan dari pada emotion focused coping, tetapi tidak berbeda secara signifikan untuk populasi. Kata Kunci : coping stress, pasca stroke, club stroke
gal 3-12-2008 menyatakan bahwa Stroke menjadi penyebab tertinggi di wilayah perkotaan. Jumlahnya menjadi 15,9 persen dari penyebab kematian di Indonesia. Stroke adalah penyakit yang menyerang sistem saraf, terjadi akibat adanya penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah yang menuju ke otak, yang menyebabkan kerusakan fungsi pada bagian otak sehingga mengakibatkan kelumpuhan atau gangguan pada salah satu kemampuan manusia. Kejadian stroke pada insan pasca stroke, dengan berbagai akibatnya berupa kecacatan memberikan pengaruh terhadap menurunnya produktivitas, ketidakmampuan yang menetap, yang juga berdampak terhadap segi sosial ekonomi. Perubahan yang terjadi tersebut belum disadari oleh masyarakat luas, dan lebih dari itu belum diimbangi dengan informasi dan pelayanan penanganan stroke yang memadai, terutama penyediaan sumber daya manusia dan dana yang terbatas. Para tokoh peduli stroke sadar, segera membentuk Yayasan Stroke Indonesia selanjutnya disingkat Yastroki dan berusaha menggalang kerjasama mendukung pemerintah meningkatkan upaya pencegahan penyakit stroke secara preventif, promotif, kuratif maupun rehabilitatif. Walaupun Yastroki dibentuk sejak tahun 1989 telah banyak menangani kasus penderita stroke, tetapi usaha untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang bahaya serangan stroke belum berkembang secara luas. Usaha yang dilakukan relatif terbatas karena berbagai kendala. Perubahan yang terjadi dalam hidup seseorang sesudah terkena stroke membawa dampak secara luas dalam arti fungsi fisik, mental maupun sosial dalam hidup mandiri terganggu sehingga
Pendahuluan Penyakit stroke merupakan salah satu penyakit yang banyak dibicarakan orang. Berita-berita tentang penderita stroke seringkali muncul di media cetak maupun media elektronik. Populasi penderita stroke terus meningkat dengan pesat setiap tahun, sehingga penyakit ini merupakan salah satu penyakit yang sering digolongkan sebagai penyakit mematikan di Indonesia (Harian Kompas,3-12-2008). Di negara berkembang, termasuk Indonesia, stroke umumnya mulai menyerang pada usia muda. Perubahan pola hidup terutama di kota-kota besar yang diakibatkan oleh berbagai stress yang dialami, maka jumlah penderita stroke diperkirakan akan semakin meningkat. Bertambahnya usia harapan hidup akibat modernisasi tidak menjamin kesejahteraan lahir batin karena semakin tua usia seseorang, semakin besar kemungkinan akan mendapatkan serangan stroke. Setiap pertambahan usia 10 tahun sejak usia 35 tahun akan meningkatkan resiko stroke dua kali lipat (Yayasan Stroke Indonesia, 2005). Menurut data Departemen Kesehatan RI, dari tahun 1984 sampai dengan 1986 pada rumah sakit di 27 provinsi di Indonesia terjadi peningkatan proporsi penderita stroke, dari 0,72 per 100 penderita pada tahun 1984 menjadi 0,89 per 100 penderita pada tahun 1986. Proporsi tersebut dapat dibandingkan selama 13 tahun, di Jakarta Selatan menunjukkan insiden stroke untuk umur 25 tahun ke atas 1,2 persen (1200/100.000 penduduk), dimana 42,9 persen disebabkan jantung dan 25,8 persen stroke. Saat ini stroke dianggap sebagai penyakit no.1 yang mematikan di Indonesia. Artikel surat kabar harian Suara Pembaharuan dan Kompas, TangJurnal Psikologi Volume 8 Nomor 1, Juni 2010
33
Coping Stress Pada Insan Pasca Stroke Yang Mengikuti Club Stroke di Rumah Sakit Jakarta
Club stroke pada dunia modern saat ini bukan hanya sekedar datang ke club untuk berobat, dan ikut serta datang kegiatan-kegiatan kemudian sembuh. Begitu banyak kegiatan yang terlibat dalam kegiatan club stroke, seperti bergaul, bersenang-senang dengan teman senasib, mengembangkan bakat dan minat melalui kegiatan-kegiatan yang sudah disusun oleh team ahli dan team medis. Club ini sangat bermanfaat bagi IPS, karena seluruh kegiatan yang dilakukan adalah upaya-upaya konprehensif seperti upaya promotif yaitu dengan melakukan ceramah ilmiah oleh Dokter ahli yang berhubungn dengan stroke. Upaya preventif dan rehabilitatif dengan senam jasmani, senam gymnasium olah raga renang, oleh pelatih-pelatih yang handal dan senam rekreasi di alam terbuka. Upaya kuratif yaitu menjalani terapi individu di bagian Terapi Wicara, okupasi terapi, elektro terapi dan ultra sound. Stressor yang muncul dalam dunia stroke harus disiasati dengan berbagai cara penanggulan stress yaitu dengan coping stress. Ada dua strategi coping yaitu untuk menyelesaikan tuntutan sebagai stressor yang terjadi (problem focused), atau untuk menangani gangguan emosional yang terjadi akibat kemunculan tuntutan tersebut (emotion focused) (Cooper, 2001 dalam Leonardo M, 2008). Tidak semua individu dapat melakukan prilaku coping stress dengan baik. Ketika individu tidak berhasil melakukan prilaku coping stress maka akan mengakibatkan timbulnya permasalahan yaitu kesulitan fisik maupun psikis. Keluhan fisik seperti perut kembung, jantung berdebar, adrenalin naik, lelah. Sedangkan keluhan psikis seperti perasaan rendah diri, cemas, sulit berkonsentrasi, atau tidak dapat tidur (Davison & Neali, 2004)). Untuk itu dilakukan penelitian untuk mendapat bagaimana gambaran coping stress IPS yang mengikuti club stroke rumah sakit di Jakarta Pusat.
dapat menyebabkan stress. Penyesuaian diri dari seseorang. yang mengalami stres berbeda-beda pada setiap orang ada yang positif maupun negative (Lazarus,1976). Hal tersebut terjadi karena setiap orang mempunyai apresiasi dan tingkatan toleransi terhadap stres yang berbeda. Stres sebagai akibat penyesuaian pada keadaan yang baru akibat serangan stroke dapat berupa stres fisik maupun psikologis. Hal yang paling ditakuti oleh penderita stroke adalah bahwa hampir selalu penderita yang terserang stroke akan mengalami kecacatan, yakni lumpuh, pikun serta gangguan-gangguan lain seperti sulit bicara dan sulit melakukan aktivitas. Penyakit ini dapat mengubah seseorang yang tadinya kuat dan tampak tak kenal takut menjadi lemah dan sangat bergantung pada bantuan orang lain. Menurut Brian. J Sharley (2003) bahwa dari sisi psikologi stroke dapat membuat penderitanya merasakan rendah diri dan tidak berguna akibat dari kecacatannya. Perasaan rendah diri tidak berguna dan gangguan psikologis lainya dapat dihindari jika seseorang mampu menyesuaikan diri dengan keadaan dan realitas yang ada. Penderita stroke yang mengalami stress akan memilih mekanisme penyesuian diri terhadap stressor yang dialami dengan usaha kognitif dan tingkah laku individu untuk menguasai, mengurangi atau mentoleransikan tuntutan-tuntutan yang melebihi kemampuan individu yang disebut dengan coping stress (Folkan dan Lazarus, 1988). Coping harus dipandang sebagai proses bukan tujuan, proses ini meliputi tindakan tingkah laku dan kognitif. Tujuan umum dari tindakan perilaku coping adalah untuk menghilangkan ketidak seimbangan antara tuntutan dan individu agar seimbang lagi (Lazarus, 1976). Coping stress yang dimiliki Insan Pasca Stroke (IPS) berbeda, sangat bergantung pada penghayatan mereka terhadap sumber stress. Beberapa penderita yang memilih coping konstruktif yaitu melalui keikutsertaannya dalam aktivitas club stroke, penderita stroke yang mengikuti club ini disebut insan pasca stroke atau disingkat IPS. Fungsi club stroke merupakan wadah bagi IPS untuk melakukan berbagai aktivitas pemulihan kesehatan pasca perawatan medis. Pelaksanaan aktivitas pemulihan kesehatan tersebut diawasi langsung oleh instruktur dan dokter rehabilitasi yang sudah professional. Dengan masuknya IPS di club tersebut dapat meningkatkan kualitas hidup individu, keluarga dan masyarakat pada umumnya khususnya bagi penduduk yang potensial mendapat stroke maupun bagi insan pasca stroke atau IPS (Yayasan Stroke Indonesia, 2005). Dengan adanya klub stroke di berbagai rumah sakit akan membantu menyehatkan fisik dengan cara latihan-latihan, memberikan rasa nyaman secara psikis dengan bergaul sesama IPS di dalam club tersebut. Jurnal Psikologi Volume 8 Nomor 1, Juni 2010
Metode Penelitian Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian deskritif. Statistik adalah statistik yang berfungsi untuk mendiskripsikan atau memberi gambaran tentang obyek yang teliti melalui data sampel atau populasi sebagaimana adanya, tanpa melakukan analisis dan membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum (Sugiono,2003) melalui rancangan penelitian ini diharapkan dapat diketahui gambaran Coping Stress pada IPS yang mengikuti Club stroke di RS Jakarta Pusat.
Variabel Penelitian Penelitian ini menggunakan satu variable Coping Stress yang terdiri dari dua Sub Unit yaitu : 1. Sub Variabel Problem Focused Coping. 34
Coping Stress Pada Insan Pasca Stroke Yang Mengikuti Club Stroke di Rumah Sakit Jakarta
a. Definisi Konseptual Focused Coping adalah Coping Stress yang mengarahkan perilaku seseorang dengan titik berat pada mekanisme penyesuaian diri terhadap tekanan atau kesuli-tan yang dihadapi dengan cara mencari dukung-an sosial, menghambat tingkah laku destruktif dan penggunaan akal yaitu melakukan kegiatankegiatan yang lebih produktif (Lazarus, 1976) b. Definisi Operasional Focused Coping adalah Coping Stress mengacu pada Lazarus dan Folkman, terdiri dari empat bagian yaitu: • Confromtative coping adalah melakukan tindakan agresi dan assertif untuk merubah keadaan. • Planfull problem adalah pemecahan masalah dengan tenang dan hati-hati dan dapat membuat rencana. • Seeking cosial support adalah mencari dukungan dari orang lain berupa informasi dan dukungan emosional. • Accepting responsibility adalah mencoba menyelesaikan masalah dengan benar dan mengakui peran diri sendiri.
Populasi Dan Sempel Penelitian Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, penelitian ini akan meneliti mengenai coping stres IPS yang mengikuti club karena itu populasi dalam penelitian ini adalah insan pasca stroke yang mengikuti club. Teknik penelitian sampel menggunakan tehnik sample jenuh, keseluruhannya diambil karena jumlah keseluruhan sample hanya 85 responden (Sugiono, 2003 ). Karasteristik sampel penelitian ini adalah a. Usia dewasa daru umur 35 tahun keatas. b. Jenis kelamin laki-laki dan perempuan. c. Domilisi di Jakarta. d. Anggota club stroke di RSPAD Gatot Subroto dan RS Cipto Mangunkusumo Jakarta, karena hanya tiga rumah sakit tersebut yang mempunyai club stroke di daerah Jakarta Pusat.
Alat Ukur Alat ukur yang digunakan untuk mendapat data coping stress pada IPS dalam penelitian ini menggunakan kuesioner. Skala likert digunakan untuk mengukur coping stress pada IPS, responden diminta memberikan pilihan jawaban atau respon dalam skala ukur yang telah disediakan, misalnya dengan memberikan tanda silang pada jawaban yang sesuai. Skala ukur tersebut ditempatkan berdampingan dengan pernyataan yang telah direncanakan. Tujuannya adalah untuk memudahkan responden dalam memberikan pilihan jawaban yang sesuai dengan pertimbangan mereka. Skala likert yang digunakan mempunyai bentang skor 1-4. Skala coping stress mengacu pada dimensi-dimensi yang ditemukan oleh Lazarus dan Folkman, yaitu terdiri dari Problem-Focused Coping dan Emotion Focused Coping. Skala ini berisi 48 pernyataan favorable dan 48 pernyataan unfavorable. Teknik skoring stress adalah dengan memberi bobot atau disamakan dengan nilai kuantitati 4,3,2,1, untuk pilihan pernyataan positif dan 1,2,3,4 untuk penyataan negatif Kuisioner berjumlah 96 item. Pada problem focused ada 24 item favorable dan 24 item unfavorable. Pada emotional focused coping 24 item favorable dan 24 item unfavorable.
2. Sub Variabel Emotion Focused Coping. a. Definisi Konseptual Emotion Focused Coping adalah Coping Stress yang mengarahkan perilaku seseorang dengan titik berat lebih banyak pasrah menerima keterbatasan, upaya mencari dan memperoleh rasa nyaman untuk memperlunak tekanan yang dirasakan. Pada mekanisme ini yang dikurangi hanyalah beban pada pikiran individu saja dan tidak kesulitan yang sebenarnya ( Lazarus, 1976). b. Definisi Operasional Emotion Focused Coping adalah Coping Stress mengacu pada Lazarus dan Folkman yang terdiri dari empat bagian yaitu : • Self control adalah mengatur perasaan dan dapat menahan tidandakan diri sendiri. • Distancing adalah dapat menjauhi atau berusaha tidak melibatkan diri dalam permasalahan dan mengabaikan masalah yang dihadapi • Positive reappraisal adalah dapat melibatkan diri pada hal-hal yang bersifat religius dan makna positif pada diri sendiri • Esccape avoidance adalah melarikan diri dari masalah dan sering berkhayal
Jurnal Psikologi Volume 8 Nomor 1, Juni 2010
Hasil dan Pembahasan Dari 85 subjek penelitian, usianya berkisar antara 40-70 tahun keatas. Penyebaran usia tergambar pada Tabel 1 dan Gambar 1.
35
Coping Stress Pada Insan Pasca Stroke Yang Mengikuti Club Stroke di Rumah Sakit Jakarta
Tabel 1 Gambaran Umur Subjek Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
40-50 tahun
6
7.1
7.1
7.1
51-60 tahun
43
50.6
50.6
57.6
61-70 tahun
31
36.5
36.5
94.1 100.0
>70 tahun Total
5
5.9
5.9
85
100.0
100.0
Gambar 1 Grafik Umur Subjek Subjek yang berusia 40 - 50 tahun berjumlah Sedangkan diatas 70 tahun berjumlah 5 subjek ( 5.9 6 subjek (7.1 %). Subjek berusia 51 – 60 tahun % ) Berdasarkan jenis kelamin subjek maka berjumlah 43 subjek ( 50.6 % ) lebih banyak dibanding usia subjek yang lainnya.Subjek yang gambaran jumlah masing-masing jenis kelamin berusaia 61 – 70 tahun 31 subjek ( 36,5 % ). seperti pada Tabel 2 dan Grafik 2 Tabel 2 Jenis Kelamin Subjek
Valid
Pria
Frequency 57
Percent Valid Percent 67.1 67.1
Wanita
28
32.9
32.9
Total
85
100.0
100.0
Grafik 2 Jenis Kelamin Subjek
Jurnal Psikologi Volume 8 Nomor 1, Juni 2010
36
Cumulative Percent 67.1 100.0
Coping Stress Pada Insan Pasca Stroke Yang Mengikuti Club Stroke di Rumah Sakit Jakarta
Subjek perempuan 28 orang ( 32.9 % ) lebih yang lumpuh atau lemah akibat stroke dari subjek sedikit bila dibanding dengan subjek laki-laki yang dapat dilihat pada Tabel 3 dan Grafik 3. berjumlah 57 orang ( 67,1 % ). Berdasarkan Sisi Tabel 3 Sisi yang Lemah Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Kanan
48
56.5
56.5
56.5
Kiri
37
43.5
43.5
100.0
Total
85
100.0
100.0
Grafik 3 Sisi yang Lemah Akibat Stroke Subjek sisi lemah kanan 48 orang ( 56,5 % ) periode serangan stroke subjek penelitian di urutan lebih banyak dari subjek sisi lemah kiri yang dari 1 – 4 dapat dilihat pada Tabel 4 dan Grafik 4 berjumlah 37 orang ( 43,5 % ). Berdasarkan urutan Tabel 4 Periode Stroke Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Periode 1
28
32.9
32.9
32.9
Periode 2
29
34.1
34.1
67.1
Periode 3
20
23.5
23.5
90.6 100.0
Periode 4 Total
8
9.4
9.4
85
100.0
100.0
Grafik 4 Periode Stroke
Jurnal Psikologi Volume 8 Nomor 1, Juni 2010
37
Coping Stress Pada Insan Pasca Stroke Yang Mengikuti Club Stroke di Rumah Sakit Jakarta
Berdasarkan tabel 4 terlihat bahwa sebagian orang ( 23.5 % ) , periode empat 8 orang ( 9.4 % ) besar subjek dengan periode satu 28 orang ( 32.9 % Berdasarkan lama stroke subjek penelitain tergambar ). Periode dua 29 orang ( 34.1 % ). Periode tiga 20 pada Tabel 5 dan Grafik 5. Tabel 5 Lama Stroke Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
1-5 tahun
51
60.0
60.0
60.0
6-10 tahun
22
25.9
25.9
85.9
11-15 tahun
8
9.4
9.4
95.3
>15 tahun
4
4.7
4.7
100.0
85
100.0
100.0
Total
Grafik 5 Lama Stroke Subjek dengan lama stroke 1 – 5 tahun 51 orang ( 60.0 % ) , 6 – 10 tahun 22 orang ( 25.9 % ), 11 – 15 tahun dengan jumlah 8 orang ( 9.4 % ) lebih 15 tahun 4 orang ( 4.7 % )
Gambaran Coping Stress Pengelompokan katagori strategi coping diketahui dengan perhitungan Z skor. Rincian hasil perhitungannya seperti pada Tabel .6.
Tabel 6 Gambaran Coping
Valid
Problem Focused
Frequency 49
Percent Valid Percent 57.6 57.6
Emotion Focused
36
42.4
42.4
Total
85
100.0
100.0
Dari hasil perhitungan Z skor terhadap 85 sampel penelitian diperoleh pengelompokan strategi coping adalah 49 (57.6 %) subjek memakai strategi coping problem focus, 36 ( 42.4 % ) subjek memakai strategi emotion focused. Hasil Z – skor dapat dilihat pada lampiran.
100.0
emotion focused coping. Gambaran dari dimensi mana yang dominan akan terlihat dengan perhitungan Z score. Hasil perhitungan menujukkan bahwa pada problem focus coping terdapat 13 subjek (26,5%) menggunanakan confrontative coping, 13 subjek (26,5%) menggunakan planfull problem, 10 subjek (20,4%) seeking sosial support dan 13 subjek (26,5%) menggunakan accepting responsibility seperti yang terlihat pada Tabel 7.
Dimensi Dominan Berdasarkan gambaran coping stres terdiri dari 2 bagian yaitu problem focused coping dan Jurnal Psikologi Volume 8 Nomor 1, Juni 2010
Cumulative Percent 57.6
38
Coping Stress Pada Insan Pasca Stroke Yang Mengikuti Club Stroke di Rumah Sakit Jakarta
Dari Tabel terlihat bahwa tidak ada dimensi frekuensi sama besar (26%), kecuali dimensi seeking yang dominan, karena hampir semua dimensi sosial support (20,4%) Tabel 7 Dimensi Problem Focused Coping Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Confrontative
13
26.5
26.5
26.5
Planfull Problem
13
26.5
26.5
53.1
Seeking Social Support
10
20.4
20.4
73.5
Accepting Responsibility
13
26.5
26.5
100.0
Total
49
100.0
100.0
Hasil perhitungan emotion focused menun- Positive Reapprasial, 15 subjek (41,7%) jukkan bahwa terdapat 14 subjek (38,9%) meng- menggunakan Escape Avoidence seperti yang gunakan Self Control, 3 subjek (8,3%) mengguna- terlihat pada Tabel 8 kan distancing, 4 subjek (11,1%) menggunakan Tabel 8 Dimensi Emotion Focused Coping Cumulative Frequency Percent Valid Percent Percent Valid Self Control 14 38.9 38.9 38.9 Distancing 3 8.3 8.3 47.2 Positive Reappraisal 4 11.1 11.1 58.3 Escape Avoidance 15 41.7 41.7 100.0 Total 36 100.0 100.0 focused dibanding problem focused, lebih lengkapnya dapat di lihat dari hasil uji beda umur pada Tabel 10. Hasil uji chi-square diperoleh probabilitas sebesar 0.509, (p > 0,05), berarti tidak ada hubungan perbedaan umur dengan strategi coping.
Dari tabel terlihat bahwa dimensi bervariasi namun yang paling dominan adalah dimensi Escape Avoidence (41,7 %), berikutnya dimensi Self Control (38, %) dan yang paling rendah adalah dimensi distancing (11,1 %).
Gambaran Coping Stress yang Berkaitan dengan Data Demografi Usia subjek dengan strategi coping
Jenis kelamin subjek dengan strategi coping. Berdasarkan perhitungan statistik deskriptif crosstabulation menggunakan SPPS 15.0, dari hasil penelitian kepada 85 subjek, jenis kelamin pria memilih strategi coping problem focused 31 subjek dan 26 subjek memilih emotion focused coping total 57 subjek. Jenis kelamin wanita memilih problem focused 18 subjek dan emotion focused 10 subjek dengan total 28 subjek seperti terlihat pada Tabel 11. Strategi coping lebih banyak pada problem focused baik pada subjek wanita dan laki-laki. Hasil uji beda dapat dilihat pada Tabel 12.
Berdasarkan perhitungan strategi deskriptif crosstabulation SPSS 15.0, dari hasil penelitian 85 subjek, IPS dengan usia 40-50 tahun memiliki strategi coping problem focuses 5, emotion focused, 1 subjek. Usia 51-60 tahun problem focused 24 subjek dan emotion focused 19 subjek dengan total 43 subjek. Usia 61-70 tahun, 18 subjek problem focused dan 13 emotion focused dengan total 31 subjek dan usia lebih 70 tahun memilih problem focused 2 subjek dan emotion focused 3 subjek, dengan total 5 subjek. Hal ini terlihat pada Tabel 9. Dari Tabel terlihat bahwa untuk semua kelompok usia kecuali usia > 70 tahun, strategi coping yang digunakan lebih banyak emotion
Jurnal Psikologi Volume 8 Nomor 1, Juni 2010
39
Coping Stress Pada Insan Pasca Stroke Yang Mengikuti Club Stroke di Rumah Sakit Jakarta
Tabel 9 Gambaran Umur dan Strategi Coping Strategi Coping Problem Focused Umur
40-50 tahun
Count
1
6
83.3%
16.7%
100.0%
5.9%
1.2%
7.1%
24
19
43
% within Umur
55.8%
44.2%
100.0%
% of Total
28.2%
22.4%
50.6%
18
13
31
% within Umur
58.1%
41.9%
100.0%
% of Total
21.2%
15.3%
36.5%
2
3
5
40.0%
60.0%
100.0%
2.4%
3.5%
5.9%
49
36
85
% within Umur
57.6%
42.4%
100.0%
% of Total
57.6%
42.4%
100.0%
% of Total Count
61-70 tahun
Count
>70 tahun
Count % within Umur % of Total
Total
Total
5
% within Umur 51-60 tahun
Emotion Focused
Count
Tabel 10 Hasil Uji Beda Umur
Tabel 11 Gambaran Jenis Kelamin Strategi Coping Strategi Coping Problem Focused Jenis Kelamin
Pria
Count
Jurnal Psikologi Volume 8 Nomor 1, Juni 2010
Total
31
26
57
% within Jenis Kelamin
54.4%
45.6%
100.0%
% of Total
36.5%
30.6%
67.1%
Wanita Count
Total
Emotion Focused
18
10
28
% within Jenis Kelamin
64.3%
35.7%
100.0%
% of Total
21.2%
11.8%
32.9%
49
36
85
% within Jenis Kelamin
57.6%
42.4%
100.0%
% of Total
57.6%
42.4%
100.0%
Count
40
Coping Stress Pada Insan Pasca Stroke Yang Mengikuti Club Stroke di Rumah Sakit Jakarta
Tabel 12 Hasil uji beda jenis kelamin Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
a
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2-sided)
df
.754b
1
.385
.403
1
.526
.761
1
.383
Exact Sig. (2-sided)
Fisher's Exact Test
Exact Sig. (1-sided)
.485
Linear-by-Linear Association
.745
N of Valid Cases
85
1
.264
.388
penelitian kepada 85 subjek, sisi yang lemah kanan badan memilih strategi coping problem focused 28 subjek dan emotion focused 20 subjek. Sisi yang lemah kiri badan memilih problem focused 21 subjek dan emotion focused 16 subjek seperti terlihat pada Tabel 13.
Hasil uji chi –scuare diperoleh probabilitas sebesar 0.385, (p>0,05), berarti tidak ada perbedaan signifikan strategi coping jika dilihat berdasarkan jens kelamin. Sisi yang Lemah/ Lumpuh Berdasarkan perhitungan statistik deskriptif crosstabulation menggunakan SPSS 15.0, dari hasil
Tabel 13 Gambaran sisi yang lemah dengan strategi coping Strategi Coping
Sisi Lemah
Kanan
Kiri
Problem Focused 28
Emotion Focused 20
% within Sisi Lemah
58.3%
41.7%
100.0%
% of Total
32.9%
23.5%
56.5%
21
16
37
% within Sisi Lemah
56.8%
43.2%
100.0%
% of Total
24.7%
18.8%
43.5%
49
36
85
% within Sisi Lemah
57.6%
42.4%
100.0%
% of Total
57.6%
42.4%
100.0%
Count
Count
Total
Count
Subjek yang terkena sisi kanan dan kiri lebih banyak menggunakan problem fucosed dibanding emotion fucosed. Strategi problem focused lebih
Total 48
banyak digunakan subjek penderita sisi kanan, emotion focused lebih sedikit, hasil uji beda dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14 Hasil Uji Beda Jenis Kelamin Value
Asymp. Sig. (2-sided)
df
.021b
1
.884
Continuity Correction
.000
1
1.000
Likelihood Ratio
.021
1
.884
Pearson Chi-Square a
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association
.021
N of Valid Cases
85
Jurnal Psikologi Volume 8 Nomor 1, Juni 2010
1
41
.885
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
1.000
.529
Coping Stress Pada Insan Pasca Stroke Yang Mengikuti Club Stroke di Rumah Sakit Jakarta
(pertama) memilih strategi coping problem focused 13 subjek, emotion focused 15 subjek. Periode 2 ( kedua) memilih strategi coping problem focus 22 subjek, emotion focus 7 subjek. Periode ke 3 ( ketiga), memilih strategi coping problem focused 10 subjek, emotion focused 10 subjek, total 20 subjek. Period ke 4 ( keempat), memilih problem focused 4 subjek dan emotion focused coping 4 subjek total 8 subjek, seperti pada Tabel 15.
Hasil uji chi- square diperoleh probabilitas sebesar 0,884, (p>0,05), berarti tidak ada perbedaan signifikan strategi coping jika dilihat berdasarkan sis yang lemah, baik sisi kiri maupun sisi kanan.
Periode Stroke dengan Strategi Coping Berdasarkan perhitungan statistik deskriptif crosstabulation menggunakan SPSS 15.0 dari hasil penelitian kepada 85 subjek, periode stroke 1
Tabel 15 Gambaran Periode Stroke Strategi Coping Problem Focused Periode Stroke
Periode 1
Periode 2
Periode 3
Periode 4
Count
Total
13
15
28
% within Periode Stroke
46.4%
53.6%
100.0%
% of Total
15.3%
17.6%
32.9%
22
7
29
% within Periode Stroke
75.9%
24.1%
100.0%
% of Total
25.9%
8.2%
34.1%
10
10
20
% within Periode Stroke
50.0%
50.0%
100.0%
% of Total
11.8%
11.8%
23.5%
4
4
8
50.0%
50.0%
100.0%
4.7%
4.7%
9.4%
Count
Count
Count % within Periode Stroke % of Total
Total
Emotion Focused
Count
49
36
85
% within Periode Stroke
57.6%
42.4%
100.0%
% of Total
57.6%
42.4%
100.0%
Dari tabel terlihat bahwa untuk subjek periode I saja yang lebih banyak menggunakan strategi Emotion focusd coping, di periode 2 yang
lebih banyak digunakan, adalah strategi problem focused sedangkan periode 3 dan 4 seimbang. Hasil uji beda dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16 Hasil uji beda periode stroke Value
Asymp. Sig. (2-sided)
df
6.055a
3
.109
Likelihood Ratio
6.295
3
.098
Linear-by-Linear Association
.008
1
.930
N of Valid Cases
85
Pearson Chi-Square Continuity Correction
Hasil uji chi- square diperoleh probabilitas sebesar 0.109, (p>0,05), berarti tidak ada perbedaan strategi coping jika dilihat berdasarkan periode urutan stroke.
Jurnal Psikologi Volume 8 Nomor 1, Juni 2010
Lama Stroke dengan Strategi Coping Berdasarkan perhitungan statisik deskriptif crosstabulation menggunakan SPSS 15.0, dari hasil penelitian kepada 85 subjek, lama stroke 1-5 tahun 42
Coping Stress Pada Insan Pasca Stroke Yang Mengikuti Club Stroke di Rumah Sakit Jakarta
subjek, total 4 subjek. Data selengkapnya pada Tabel 17. Dari tabel terlihat bahwa untuk subjek lama stroke 1 – 10 tahun problem focused diminati, namun diusia lama stroke 11 – 15 tahun lebih banyak menggunakan strategi emotion focused tapi hasil lama stroke dari 15 tahun lebih banyak digunakan strategi problem focused. Hasil uji beda dapat dilihat Tabel 18.
memilih strategi coping problem focus 28 subjek dan emotion focused 23 subjek total 51 subjek. Lama stroke 6010 tahun memilih problem focused 15 subjek, emotion focused 7 subjek total 22 subjek. Lama stroke 11-15 tahun memilih problem focused 3 subjek dan emotion focused 5 subjek total 8 subjek. Lama stroke 15 tahun keatas memilih problem focused 3 subjek dan emotion focused subjek 1
Tabel 17 Gambaran Lama Stroke dengan Strategi Coping Strategi Coping
Lama Stroke
1-5 tahun
6-10 tahun
11-15 tahun
Problem Focused 28
Emotion Focused 23
% within Lama Stroke
54.9%
45.1%
100.0%
% of Total
32.9%
27.1%
60.0%
Count
Count
15
7
22
68.2%
31.8%
100.0%
% of Total
17.6%
8.2%
25.9%
3
5
8
37.5%
62.5%
100.0%
3.5%
5.9%
9.4%
Count % of Total Count
3
1
4
75.0%
25.0%
100.0%
3.5%
1.2%
4.7%
49
36
85
% within Lama Stroke
57.6%
42.4%
100.0%
% of Total
57.6%
42.4%
100.0%
% within Lama Stroke % of Total Total
51
% within Lama Stroke
% within Lama Stroke >15 tahun
Total
Count
Tabel 18 Hasil Uji Beda Lama Stroke
Melalui perhitungan z-score penelitian ini menghasilkan lebih mayoritas problem focused coping, artinya terdapat keinginan dan kemauan untuk melaksanakan latihan berolahraga dalam club dan mengatasi langsung pada masalah atau kesulitan yang dihadapi. Dapat juga diartikan bahwa IPS lebih mencari dukungan fisik, dengan cara terapi dan berolah raga secara teratur untuk menuju hidup mandiri. Seseorang yang mengatasi tekanan dan tantangan dengan melakukan usaha-usaha nyata coping yang berorientasi pada masalah yang dihadapinya termasuk individu yang menggunakan pro-
Hasil uji Chi-Square diperoleh probalitas sebesar 0,395 (p>0,05), berarti tidak ada perbedaan strategi coping jika dilihat berdasarkan lamanya stroke. Pada saat penderita stroke sudah sembuh diperbolehkan pulang ke rumah oleh Dokter, mereka dianjurkan untuk masuk ke dalam kelompok stroke yang disebut club stroke. Senam stroke pada dasarnya merupakan bentuk terapi latihan sekaligus olah raga yang harus dilaksanakan sehingga manfaatnya dapat dinikmati oleh para IPS.
Jurnal Psikologi Volume 8 Nomor 1, Juni 2010
43
Coping Stress Pada Insan Pasca Stroke Yang Mengikuti Club Stroke di Rumah Sakit Jakarta
Penelitian hasil sisi yang lemah antara kelumpuhan kiri dan kanan tidak ada perbedaan dalam memilih strategi coping. Dalam hal ini sisi kanan dan kiri sama-sama memilih problem focused lebih banyak daripada emotion focused. Untuk mengetahui perbedaan antara sisi yang lemah dengan strategi coping peneliti melakukan uji chi- square. Hasil uji chi- square diperoleh probabilitas sebesar 0,884, (p>0,05), berarti tidak ada sisi kiri maupun sisi kanan dalam memilih strategi coping. Hasil penelitian periode stroke dari 85 subjek ternyata di periode ke 1 ( ke satu), strategi emotion focused lebih banyak. Ini dikarenakan dalam periode pertama mereka banyak harapan-harapan, dukungan sosial daripada usaha yang lebih terstruktur, sehingga emotion focused lebih banyak diminati. Namun dari hasil uji chi- square diperoleh probabilitas sebesar 0.109, (p>0,05), berarti tidak ada perbedaan antara periode urutan stroke dengan strategi coping. Hasil uji chi-square dapat dilihat pada Tabel 15. Hasil penelitian dari lama stroke pada tabel 17 tidak ada kecenderungan lama stroke untuk memilih hanya salah satu strategi coping. Lama stroke 1-10 tahun problem focused lebih banyak diminati, namun diusia lama stroke 11-15 tahun ada kejenuhan-kejenuhan, ada proses lebih pasrah sehingga emosi banyak dipilih tapi diusia lama stroke lebih dari 15 tahun semangat untuk berolah raga meningkat lagi sehingga strategi coping problem focused lebih diminati lagi, itu artinya aktivitas club stroke merupakan kegiatan fisik, psikis dan sosial yang menimbulkan reaksi mekanisme coping. Ada pengaruh aktivitas fisik dengan mekanisme coping bahwa aktivitas dapat meningkatkan kadar zat perubah bio kimia suasana hati, karena disaat latihan memperngaruhi metabolisme dan jumlah hormon (Brian J. Sharley,2003).Untuk mengetahui perbedaan antara lama stroke dengan strategi coping peneliti melakukan uji- chi square. Hasil uji chi square diperoleh probabilitas sebesar 0,395, (p>0.05), berarti tidak ada perbedaan strategi coping jika dilihat berdasarkan urutan lama stroke.
blem focused. Hal ini didukung oleh teori Lazarus (1976). Hasil penelitian pada tabel 6 mengenai Gambaran Coping. Dari hasil penelitian pada Tabel 7 mengenai dimensi dominan dari problem focused berdasarkan perhitungan z-score, tidak ada yang menunjukkan angka dominan karena jumlah nilai subyek yang memilih rata-rata, sehingga tidak ada yang dominan. Hanya nilai seeking sosial support lebih rendah itu artinya ketika IPS mengikuti club stroke. Walaupun ada kesempatan untuk mencari dukungan dengan orang lain berupa informasi, nasihat dan mencari dukungan emosional mereka lebih tidak melakukan itu artinya mereka lebih ingin berusaha sendiri dengan semaksimal mungkin untuk mengatasi masalahnya. Dari hasil penelitian pada tabel 8 mengenai dimensi emotion focsed coping yang paling dominan adalah dimensi escape avoidence yang artinya adalah IPS tetap ingin melibatkan diri saat teman menghadapi kesulitan, namun yang paling rendah adalah dimensi distancing yang artinya IPS tidak suka menjaga jaga jarak diantara sesama anggota club. Hasil penelitian sesuai dengan data demografi adalah dari segi umur hampir tidak ada kaitan antara umur dengan penggunaan stress coping. Untuk mengetahui hubungan perbedaan antara umur dan penggunaan strategi coping, maka peneliti melakukan uji chi-square. Hasil uji chi-square diperoleh probabilitas sebesar 0.509, (p>0,05), berarti tidak ada hubungan perbedaan umur dengan strategi coping.Hasil uji chi-square dapat dilihat pada tabel 10. Data di lapangan tidak ada usia IPS yang mengikuti club stroke usia 35 tahun, jadi diambil mulai usia 40 tahun dengan interval usia 10 tahun. Rata-rata dari segi umur tetap memilih strategi problem focused coping yang lebih banyak, namun usia 70 tahun ke atas mereka lebih banyak memakai emotion focused hal ini berarti individu IPS dalam usia ini mencoba untuk mengatasi tekanan dengan cara cerita dengan orang terdekat, humor, bertukar pengalaman, dukungan sosial dan mengembangkan toleransi yang dirasakan. Pada mekanisme ini yang dikurangi hanyalah beban pada pikiran individu saja dan tidak kesulitan yang sebenarnya sesuai dengan pendapat Lazarus (1976). Penelitian dari segi jenis kelamin, tidak ada perbedaan antara pria dan wanita dalam memilih strategi coping. Artinya antara pria dan wanita ada kecenderungan yang sama dalam menentukan strategi coping.Untuk mengetahui perbedaan jenis kelamin dengan strategi coping, peneliti melakukan uji chi-square. Hasil uji chi-square diperoleh probabilitas sebesar 0.385, (p>0,05), berarti tidak ada perbedaan antara jenis kelamin strategi coping . Hasil uji chi- square dapat dilihat pada tabel 11. Jurnal Psikologi Volume 8 Nomor 1, Juni 2010
Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, disimpulkan bahwa coping stress yang lebih diminati IPS adalah problem focused coping. Sehingga dapat dikatakan bahwa strategi coping problem focused menjadi yang lebih banyak dalam penelitian ini berarti senam stroke merupakan layanan terapi latihan sekaligus olahrag yang harus dikembangkan dan disebarluaskan sehingga manfaatnya dapat langsung dinikmati oleh para pasien stroke atau IPS. Dimensi dominan yang dilakukan pada problem focused coping tidak ada yang paling dominan karena jumlah subjek yang memilih rata44
Coping Stress Pada Insan Pasca Stroke Yang Mengikuti Club Stroke di Rumah Sakit Jakarta
Yulianto Aries, “Penyusunan Skala Psikologi”, Makalah Kuliah Penyusunan Psikologi, 2004.
rata sehingga tidak ada dominan, dari 49 subjek yang mayoritas ketika dia strees tidak mencari salah satu dukungan coping secara menonjol. Hanya nilai seeking sosial support lebih rendah, yang artinya ketika IPS banyak kesempatan untuk mencari dukungan sosial dengan orang lain maupun keluarganya berupa informasi, nasihatdan dukngan emosional tapi IPS tidak melakukannya karena IPS ingin berusaha sendiri dengan mengikuti program yang sudah ditentukan didalam club. Dari hasil penelitian emotion focused coping yang paling dominan adalah dimensi escape avoidence itu berarti adalah IPS tetap mau berusaha dengan masalah yang ada dengan tidak menaruh pada harapan-harapan saja namun harus dengan perjuangan yang maximal, mau peduli sesama anggota club dan tidak melarikan diri dari masalah. Melalui hasil analisis data demografi, dihasilkan bahwa tidak ada kaitan antara umur, jenis kelamin, sisi yang lemah, urutan periode stroke dan lama stroke dengan penggunaan strategi problem focused dan emotion focused coping.
Daftar Pustaka Cooper
& Payne, “Personality and Stress: Individual Differences In The Stress Process”, McGraw – Hill, Inc, New York, 1998.
Davison, G, C,, & Neale, J, M,, & Kring, A, M, “Abnormal Psychology (9Th ed)”, Jhon Wiley & Sons, Inc, America, 2004. Lazarus, R, S, “Emotion and Adaptation”, Oxford University Pres, New York, 1991. Lazarus, R, S, “Patters of adjustment (3rd ed), Mcgraw-Hill Kogakusha, LTD, California, 1976. Lazarus, R, S,, & Folkman, S, 1984, Stress, “Apprasial’ and coping”, New York : Springer Publishing Company, New York, 1984. Lazarus, R, S, “Stress and Emotion A ne Synthesis”, Free Association Book, London, 1998. Sugiyono, “Metode Penelitian Bandung, 2003.
Administrasi”,
Yulianto Aries, “Psikometri”, Makalah Kuliah Psikometri, 2004.
Jurnal Psikologi Volume 8 Nomor 1, Juni 2010
45