Prosiding Seminar Nasional Kimia 2014 HKI-Kaltim
ISBN: 978-602-19421-0-9
FORMULASI LABU KUNING (Cucurbita Moschata) DAN KELAPA PARUT TERHADAP KARAKTERISTIK KIMIA DAN SENSORIS PADA PEMBUATAN COOKIES FORMULATION OF YELLOW PUMPKIN (Cucurbita Moschata) AND GRATED COCONUT TO CHEMISTRY AND SENSORY PROPERTIES ON COOKIES MAKING Wiwit Murdianto, Hudaida Syahrumsyah, Susi Yanti Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Mulawarman, JL. Tanah Grogot Kampus Gunung Kelua Samarinda 75123 ABSTRACT The purpose of this research to determine the formu lation of yellow pumpkin and grated coconut and on chemical and sensory properties of the cookies making. The experimental design used in this study was comp letely rando mized design (CRD) with six non -factorial treat ment and repeated four times. The treaments are formu lations yello w pu mpkin and grated coconut is 0 : 100 (S1 ), 20 : 80 (S2 ), 40 : 60 (S3 ), 60 : 40 (S4 ), 80 : 20 (S5 ), 0 : 100 (S6 ). Data were analy zed using analysis of variance by F test, if there is a real d ifference t en contin ed it test Least ignificant Difference (L D) it α level of 5 % . The results showed that the formu lation of yellow pump kin and grated coconut with a ratio o f 40 g : 60 g (S3) was the best treatment because it had the highest score compared to the other treatments that hedonic aroma with a score of 3.27 (like), with a score of 3.57 co lors (like) , texture with a score of 3.62 (like) and flavor with a score of 3.09 (like), and the chemistry properties were mo isture con tent 3.80 %, protein content 55.84(g/100g), and fat content 11,25 (g/100g). Keywords : Yellow Pu mp kin, Grated Coconut, Cookies . PENDAHULUAN Pertu mbuhan penduduk yang sangat pesat dapat menimbulkan permasalahan dalam hal pangan. Hal ini terjadi bila pertambahan penduduk tidak d iimbangi dengan ketersediaan pangan yang mencukupi. Pola konsumsi yang hanya bertumpu pada jenis bahan pangan pokok menjad i salah satu penyebab timbulnya masalah tersebut. Salah satu sumber pangan yang potensial untuk dikembangkan adalah labu kuning. Labu kuning merupakan sumber bahan pangan yang memiliki kandungan nutrisi yang cukup lengkap, dalam 100 gram labu kuning mengandung Energi 51 (Kkal) ; Protein 1,7 (g) ; Lemak 0,5 (g) ; Karbohidrat 10 (g ) ; Serat 2,7 (g) ; Kalsiu m 40 (mg) ; Fosfor 180 (mg) ; Besi 1,4 (mg) ; Vitamin A 180 (SI) ; Vitamin B1 0,9 (mg) ; Vitamin C 52 (mg ) ; β-Karoten 1569 (µg) ; Air 86,8 (g) ; b.d.d 77 % . (Depkes RI, 2001). Data Badan Pusat Statistik dalam Haryati (2006), menunjukkan hasil rata-rata produksi labu kuning seluruh Indonesia berkisar antara 20-21 ton per hektar. Sedangkan konsumsi labu kuning di Indonesia masih sangat rendah, yakni kurang dari 5 kg per kapita per tahun. Sedangkan Data Produksi labu kuning tahun 2011 di propinsi Kalimantan Timur paling tinggi di Kota Tarakan dengan luas area penanaman labu kuning 30 ha dengan produksi sekitar 208 ton (Dinas Tanaman Pangan dan Holtiku ltura Kalt im, 2012). Labu kuning merupakan tanaman musiman, mempunyai daya simpan cukup lama namun labu kuning mudah rusak dalam pengangkutan. Tingginya produksi labu kuning di Indonesia belum diimbangi berimbang dengan pemanfaatan dari labu kuning tersebut (Pu rwanto C.C., d kk, 2013). Sampai saat ini, konsumsi labu kuning dimasyarakat masih terbatas diolah menjad i sayur, kolak, puding, kue basah dan jenis makan lain yang konsumsi dan distribusinya masih terbatas. Oleh karena itu, sangat perlu adanya produk olahan dari labu kuning yang lebih bervariasi dan dapat diterima serta dikonsumsi dari kalangan anak-anak, remaja maupun dewasa. Kelapa (Cocos nucifera L.) dapat dimanfaatkan dari daun sampai akar sebagai sumber makanan, obat-obatan, industri dan lain-lain (Palungkun, 2001). Salah satu pemanfaatan buah kelapa adalah kelapa parut dimana buah kelapa dipotong-potong atau diparut kecil-kecil dengan warna tetap putih). Pencampuran kelapa parut pada produk olahan pangan dapat menciptakan rasa gurih (Buda K, 1981). Cookies merupakan jenis biskuit yang terbuat dari tepung terigu, lemak dan bahan-bahan tambahan seperti telur, gula, soda kue. Bisku it tergolong produk makanan kering, berkadar air rendah yaitu 5-10% serta bertekstur renyah dan daya mempunyai daya simpang yang cukup lama (Fat ma,d kk. 1986). Penggunaan labu kuning dalam produk cookies sebagai bahan pensubsitusi diharapkan dapat mengurangi ketergantungan penggunaan tepung terigu. Penelit ian in i bertujuan mendapatkan formu lasi labu kuning dan kelapa parut yang terbaik serta mengetahui sifat kimiawi dan organoleptik pada produk cookies yang dapat diterima oleh panelis. HKI-Kaltim
Prosiding Seminar Nasional Kimia 2014 HKI-Kaltim
ISBN: 978-602-19421-0-9
METODE P ENELITIAN Bahan dan Alat Labu kuning varietas kaboca yang tua, diperoleh dari pasar segiri di Samarinda. Kelapa parut setengah tua, tepung terigu protein rendah, telur, mentega, gula halus, soda kue dan bahan -bahan lain untuk analisis kimia kadar air, lemak dan protein. Alat yang digunakan adalah oven, mixer, cetakan kue, timbangan analitik, so xhlet, ayakan tepung, baskom, ko mpor, serbet, sendok kue, cawan, loyang dan peralatan gelas lain untuk analisis kimia. Rancangan Percobaan Rancangan percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktor tunggal dengan perlakuan formulasi labu kuning dan kelapa parut sebanyak 6 perlakuan yang diulang sebanyak 4 kali. Masing-masing formu lasi labu kuning dan kelapa parut adalah sebagai berikut : S1 = 0 g : 100 g ; S2 = 20 g : 80 g ; S3 = 40 g : 60 g ; S4 = 60 g : 40 g ; S5 = 80 g : 20 g ; S6 = 100 g : 0 g. Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam dan apabila terdapat pengaruh perlakuan dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5% . Prosedur Peneliti an Labu kuning dibersihkan dari ku lit, biji dan tangkainya, lalu dipotong -potong dan dicuci dengan air. Kemudian dikukus selama 20 menit dan dihaluskan dengan blender. Kemudian dilakukan pembuatan kelapa parut, kelapa dibersihkan dari sabut, tempurung, dan testa (arinya), lalu dicuci dengan air, kemud ian dilakuakan pemarutan menggunakan mesin pemarut kelapa. Selanjutnya kelapa parut disangrai pada suhu 600 C selama 20 menit. Proses selanjutnya adalah pembuatan cookies. Gula halus, margarine, soda kue, garam dan putih telur dikocok menggunakan mixer sampai adonan bercampur rata. Tepung terigu yang sudah disangrai dicampurkan kedalam adonan sedikit demi sedikit sambil diaduk hingga merata. Labu kuning dan kelapa parut sesuai perlakuan dicampurkan pada adonan. Adonan yang sudah jadi dicetak dengan bentuk persegi empat tip is, dilaku kan pengovenan pada suhu 80℃ selama 20 men it atau sampai kue terlihat agak kering. Cookies yang telah matang kemudian didinginkan lalu disimpan kedalam wadah. Cookies dianalisis kadar air, potein, lemak dan uji organoleptik, meliputi rasa, aro ma, warna serta tekstur.
HKI-Kaltim
Prosiding Seminar Nasional Kimia 2014 HKI-Kaltim
ISBN: 978-602-19421-0-9
Tepung terigu 50 g, margarine 15 g, gula halus 25 g, putih telur 15 g, garam 1 g dan soda kue 2 g.
Pengocokan bahan dengan mixer sampai merata selama 5 men it
labu kuning dan kelapa parut untuk perlakuan S1 = 0 g : 100 g S2 = 20 g : 80 g S3 = 40 g : 60 g S4 = 60 g : 40 g S5 = 80 g : 20 g S6 = 100 g : 0 g
Penambahan tepung terigu dan diaduk hingga merata
Penambahan labu kun ing dan kelapa parut sesuai perlakuan
Pengadukan adonan hingga homogen
Pencetakan
Pengovenan (800 C, 20 men it) sampai cookies terlihat agak kering
cookies
Uji kadar air, Kadar lemak, Kadar protein, Organoleptik (rasa, aro ma, warna dan tekstur)
Gambar 1. Proses Pembuatan Cookies Dari Labu Kuning Dan Kelapa Parut
HKI-Kaltim
Prosiding Seminar Nasional Kimia 2014 HKI-Kaltim
ISBN: 978-602-19421-0-9
HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Air Kadar air yang terdapat dalam bahan pangan menunjukkan daya simpan dan keawetan dari p roduk pangan tersebut. Semakin rendah kandungan air pada bahan maka semakin lama u mur simpan produk p angan, sebaliknya semakin tinggi kadar air suatu bahan maka kerusakan bahan pangan akan semakin cepat, baik kerusakan secara mikrobilogis maupun kimiawi (W inarno, 2004). Labu kuning memiliki kandungan serat sekitar 2,7 gram dalam 100 gram bahan (Depkes RI, 2001). Serat memiliki kemampuan untuk menyerap air dan mengikatnya air dalam produk bahan. Kadar air cookies dari setiap perlakuan menunjukkan kenaikan seiring dengan men ingkatnya ju mlah labu kun ing yang digunakan. Perlakuan formulasi labu kuning dan kelapa parut 100 g : 0 g (S6) memiliki kadar air tertinggi yaitu 5,72%. Sedangkan perlakuan formulasi labu kuning dan kelapa parut 0 g : 100 g (S1) memiliki kadar air terendah yaitu 2,31%. Menurut SNI 2973-2011 untuk kue kering (Cookies), kadar air Maksimal 5 % (b/b) ( BSN, 2011). Tabel 1. Hasil Analisa Ki mia Dan Organoleptik Formulasi Labu Kuing Dan Kel apa Parut Pada Pembuatan Cookies Kadar Kadar Labu kuning dan Kadar Air Nilai Uji Organoleptik hedonik protein Lemak kelapa parut (g) (%) (g/100g) (g/100g) rasa aroma warna tekstur S1 = 0 : 100
2,31f
57,09a
14,20a
2,82b
2,99a
1,11d
2,77b
S2= 20 : 80
3,27e
56,69ab
13,06b
2,86ab
3,06a
2,02c
3,44a
S3 = 40 : 60
3,80d
55,84b
11,25c
3,09a
3,27a
3,57a
3,62a
S4 = 60 : 40
4,52c
54,10c
9,92d
2,52c
2,47b
3,08b
2,72b
S5 = 80 : 20
5,13b
53,90cd
8,04e
1,72d
2,07c
2,79b
2,29c
S6 = 100 : 0
5,72a
52,70d
7,05f
1,58e
1,69c
2,86b
1,33d
Notes: Data in the same colo mn followed by the same letter show no significant diffrence by BNT test of α =5 %. Tabel 2. Skala Uji Organoleptik hedonik rasa, aroma, warna dan tekstur dengan Metode Suksesif Interval (MS I) Tingkat kesukaan Suka agak suka tidak suka Sangat tidak suka
Skala hedonik rasa 2,86 – 3,48 1,93 - 2,85 1,00 - 1,92 -
Skala hedonik aroma 2,67 - 3,67 2,00 - 2,66 1,00 - 1,99 -
Skala hedonik warna 3,48 - 4,02 2,12 - 3,47 1,00 - 2,11 -
Skala hedonik tekstur 3,53 - 4,10 2,96 - 3,52 1,78 - 2,95 1,00 - 1,77
Kadar Lemak Formulasi labu kuning dan kelapa parut berpengaruh nyata terhadap kadar lemak pada produk cookies. Kandungan lemak tertinggi dipero leh pada perlakuan labu kuning dan kelapa parut 0 g : 100 g (S1) sebesar 14,20g, sedangkan kandungan lemak terendah diperoleh dari perlakuan formulasi labu kuning dan kelapa parut 100 g : 0 g (S6) sebesar 7,05g. Kandungan lemak yang dihasilkan dari setiap perlakuan menunjukkan penurunan, seiring semakin menurunnya kelapa parut yang digunakan dalam pembuatan cookies. Semakin rendah kelapa parut yang diberikan maka semakin rendah kandungan lemak cookies yang dihasilkan. Kelapa memiliki kandungan lemak sebasar 13g/100g (Meddianti 2010). Penambahan kelapa parut dalam 1 kali perasan meningkat kan kandungan lemak dalam produk kokojo mp i (Sulaiman 2013). Kadar Protein Formulasi labu kuning dan kelapa parut memberikan pengaru nyata pada taraf α 5% ter adap adar protein cookies. Kandungan protein tertinggi diperoleh pada perlakuan formu lasi labu kuning dan kelapa parut 0 g : 100 g (S1) sebesar 57,09%, sedangkan yang memiliki kandungan protein terendah diperoleh dari perlakuan formulasi labu kuning dan kelapa parut 100 g : 0 g (S6) sebesar 52,70%. Kandungan protein cookies yang dihasilkan menunjukkan penurunan seiring semakin menurunnya kelapa parut yang digunakan dalam pembuatan cookies. Hal ini d isebabkan kadar protein didala m kelapa parut cukup tinggi, sebesar 4 gram/ 100 gram bahan (Meddianti, 2010). Penambahan jumlah kelapa parut yang lebih banyak maka men ingkatkan kadar protein dalam cookies dan penambahan bahan lain seperti telur serta margarine ikut menambah besarnya kadar protein dalam produk tersebut . HKI-Kaltim
Prosiding Seminar Nasional Kimia 2014 HKI-Kaltim
ISBN: 978-602-19421-0-9
Rasa Rasa merupakan faktor yang penting dalam menentukan keputusan bagi konsumen untuk menerima atau menolak suatu produk. Produk yang memiliki rasa yang enak dan menarik akan disukai oleh panelis. Rasa merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi penerimaan seseorang terhadap makanan. Penerimaan panelis terhadap rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain senyawa kimia, konsentrasi, suhu, dan interaksi ko mponen rasa yang lain (Winarno, 2004). Berdasarkan hasil uji lanj t BNT taraf α 5% di eta i ba a perla an penamba an lab ning dan elapa parut memberikan pengaruh nyata terhadap uji hedonik rasa. Nilai tertinggi yang diberikan panelis pada perlakuan formulasi labu kuning dan kelapa parut S3 = 40 g : 60 g sebesar 3,09 (suka). Nilai hedonik terendah yang diberikan panelis pada perlakuan formu lasi labu kuning dan kelapa parut 100 g : 0 g (S6) sebesar 1,58 (tidak suka). Adanya penambahan jumlah kelapa parut yang berbeda pada setiap perlakuan juga mempengaruhi rasa cookies. Winarno (2004) menyebutkan bahwa lemak dalam bahan pangan berfungsi untuk memberikan cita rasa bahan pangan karena dapat men imbulkan rasa gurih atau enak. Aroma Aroma merupakan salah satu faktor penentu kualitas produk makanan. Menurut Soekarto (1985), bahwa aro ma yang dihasilkan dari bahan makanan banyak menentukan kelezatan makanan tersebut. Industri makanan menganggap sangat penting untuk melakukan uji aro ma karena dengan cepat dapat memberikan hasil penilaian produksinya disukai atau tidak disukai. Perlakuan formulasi labu kuning dan kelapa parut memberikan pengaruh nyata pada uji hedonik terhadap aroma. Nilai yang tertinggi yang diberikan panelis pada perlakuan formulasi labu kuning dan kelapa parut 40 g : 60 g (S3) sebesar 3,27 (suka), yang mempunyai aroma kelapa. Menurut Alamsyah (2011), dalam kelapa terdapat senyawa aromat ik dan senyawa flavor yang khas yang menyebabkan aroma dan rasa kelapa menjad i sangat kuat. Warna Warna mempunyai peran penting dalam p roduk makanan. warna merupakan penilaian pertama untuk menentukkan tingkat penerimaan konsumen menggunakan indera penglihatan (Winarno, 2004). Formu lasi labu kuning dan kelapa parut memberikan pengaruh nyata terhadap uji hedonik warna. Nilai yang tertinggi yang diberikan panelis terdapat pada perlakuan formu lasi labu kuning dan kelapa parut 40 g : 60 g (S3) sebesar 3,75 (suka). Sedangkan nilai hedonik pada perlakuan formu lasi labu kuning dan kelapa parut 0 g : 100 g (S1) sebesar 1,11 (tidak suka). Hal in i disebabkan tanpa adanya penambahan labu kuning sehingga tidak memberikan warna kuning pada cookies. Penambahan labu kuning yang cukup tinggi menghasilkan warna cookies kuning dan mempengaruhi tingkat kesukaan panelis. Pig men karotenoid yang terkandung di dalam labu kuning seperti lutein, zea xanthin, dan karoten memberikan warna kuning pada labu kuning (Purwanto, 2013). Tekstur Tekstur adalah salah satu faktor yang mempengaruhi pilihan panelis terhadap suatu produk pangan. Tekstur merupakan sekelompok sifat fisik yang ditimbulkan oleh elemen struktural bahan pangan yang dapat dirasa oleh indera peraba yang diukur secara organoleptik oleh mata, waktu, dan jarak (Soekarto, 1985). Berdasar an ji lanj t BNT taraf α 5%, perla an form la lab ning memberi an pengar berbeda nyata terhadap uji hedonik tekstur. Nilai yang tertinggi yang diberikan panelis pada perlakuan formu lasi labu kuning dan kelapa parut 40 g : 60 g (S3) sebesar 3,62 (suka) dengan tekstur yang renyah. Sedangkan nilai yang terendah diberikan panelis pada perlakuan formulasi labu kuning dan kelapa parut 100 g : 0 g (S6) sebesar 1,33 (sangat tidak suka). Semakin banyak penambahan labu kuning maka tekstur cookies kurang renyah karena labu kuning mengandung kadar serat yang cukup tinggi sehingga mempunyai kemampuan untuk menyerap serta mengikat air. W inarno (2004) menyebutkan bahwa air merupakan ko mponen terpenting dalam bahan makanan, karena air mempengaruhi kenampakan, tekstur, serta cita rasa makanan. KESIMPULAN Formulasi labu kuning dan kelapa parut berpengaruh nyata terhadap kadar air, kadar lemak, kadar protein, sifat sensoris yang meliputi rasa, aro ma warna, dan tekstur cookies yang dihasilkan. Perlakuan terbaik adalah formulasi labu kuning dan kelapa parut sebesar 40 g : 60 g (S3) dengan skor uji hedonik rasa sebesar 3,09 (suka), aro ma dengan skor 3,09 (suka), warna dengan skor 3,57 (suka), tekstur dengan skor 3,62 (suka), kadar air sebesar 3,80%, kadar lemak 11,25 (g/100g) dan kadar protein 55,84 (g/100g ). DAFTAR PUSTAKA Alamsyah, A.N. 2011. Mengenal Lebih Dekat Minyak Kelapa. Agromedia Pustaka. Depok. Badan Standarisasi Nasional. 2011. Tentang Standarisasi Biskuit. SNI 2973-2011. Jakarta. Buda, K. 1981. Kelapa dan Hasil Olahannya. Fakultas Pertanian Universitas Udayana, Denpasar. Departemen Kesehatan, RI. 2001. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bharatara Karya Aksara, Jakarta. HKI-Kaltim
Prosiding Seminar Nasional Kimia 2014 HKI-Kaltim
ISBN: 978-602-19421-0-9
Dinas Tanaman Pangan dan Holtiku ltura Kalt im, 2012. Laporan Tahunan Dalam Angka. Samarinda. Kalimantan Timur. Fatma, W., N. Zainuddin, L. Yacobus, A. Rohani, R. Baso, M. Aziz dan Anwar. 1986. Teknologi Pembuatan Biskuit & Mie. Departemen Perindustrian. Badan Penelitian dan Pengembangan Industri , Makassar. Haryati M.N., 2006. Pengaruh Jenis Asidulan Terhadap Mutu Pure Labu Kuning (Curcubita Pepo L.) Selama Penyimpanan Dan Aplikasinya Dalam Pembuatan Puding, Skripsi, Departemen Ilmu Dan Teknologi Pangan, Fateta IPB. Bogor. Igfar, A. 2012. Pengaruh Penambahan Tepung Labu Kuning (Cucubita moschata) dan Tepung terigu Terhadap Pembuatan Biskuit. Skripsi. Faku ltas Pertanian Un iversitas Hasanuddin. Makasar. Meddianti, F.P. 2010. Tepung Ampas Kelapa Pada Umur Panen 11-12 Bulan Sebagai Bahan Karya Sumber Kesehatan, Jurnal Ko mponen Teknik. Jurusan Teknologi Jasa dan produksi, Universitas Negeri Semarang. Vol. 1, No. 2, hal. 99. Palungkun, R. 2001. Aneka Produk Olahan Kelapa, Penebar Swadaya, Jakarta. Purwanto, C. C., Ishartani, D., dan Rahadian, D. 2013. Kajian Sifat Fisik dan Kimia Tepung Labu Kuning (Cucurbita maxima) Dengan Perlakuan Blanching dan Perendaman Natrium Metabisulfit (Na 2 S2 O5 ). Jurnal Teknosains Pangan. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian. Un iversitas Sebelas Maret. Vol. 2,No.2. Soekarto, S.T, 1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri. Bharata Karya A ksara. Jakarta. Sulaiman, H., 2013. Fermentasi Hasil Perasan Kelapa Parut Dengan Fortifikasi Tepung Ikan Teri Dalam Pembuatan Produk Kokojompi. Skripsi. Ju rusan Teknologi Pertanian. Un iversitas Hasanuddin. Makassar. Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi, PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
HKI-Kaltim