FORMULASI JELLY DRINK BERBASIS RUMPUT LAUT (Eucheuma cottonii) DAN Spirulina platensis
DITA MASLUHA
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
RINGKASAN DITA MASLUHA. C34080027. Formulasi Jelly Drink Berbasis Rumput Laut (Eucheuma cottonii) dan Spirulina Platensis. Dibimbing oleh WINI TRILAKSANI dan IRIANI SETYANINGSIH. Upaya peningkatan kesejahteraan penduduk di negara berkembang mendorong terjadinya perubahan gaya hidup yakni aktivitas fisik yang rendah dan perubahan pola makan yakni asupan tinggi energi namun rendah serat. Rumput laut (Eucheuma cottonii) dengan kandungan serat pangan, mineral dan komponen lainnya dapat dikembangkan menjadi produk yang digemari masyarakat seperti jelly drink. Jelly drink yang ada dipasaran umumnya menggunakan karagenan sebagai pembentuk gel, pemanis, pewarna, pengawet dan perasa sintetik serta kandungan gizi yang rendah sehingga perlu pengembangan produk sebagai contoh pemanfaatan rumput laut dan Spirulina untuk meningkatkan nilai gizinya. Rumput laut tidak hanya berfungsi sebagai pembentuk gel tetapi juga menambah kandungan gizi produk seperti mineral, vitamin dan komponen bioaktif. Spirulina yang memiliki kadar protein tinggi, asam lemak tidak jenuh, pigmen alami fikosianin dan klorofil yang menjadikan jelly drink lebih sehat untuk dikonsumsi. Tujuan umum dari penelitian ini adalah mendapatkan formula jelly drink berbasis Eucheuma cottonii dan Spirulina platensis yang dapat diterima oleh konsumen dan membandingkan karakteristik jelly drink Spirulina komersial dan Spirulina hasil kultur. Tahapan penelitian yang dilakukan antara lain formulasi minuman fungsional dengan perlakuan Spirulina komersial (0,2%: 0,4% dan 0,6%), kultivasi Spirulina platensis dan pembuatan jelly drink dengan penambahan Spirulina hasil kultur. Formula terpilih didapatkan dari uji kepentingan (Bayes) dengan parameter hedonik, kadar protein dan aktivitas antioksidan, selanjutnya dibandingkan dengan minuman fungsional yang ditambah Spirulina kultur pada konsentrasi yang sama. Analisis yang diperbandingkan diantaranya uji hedonik, uji proksimat, serat pangan dan aktivitas antioksidan serta dilakukan perhitungan Angka Kecukupan Gizi (AKG). Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap satu faktor, sedangkan data uji hedonik diolah menggunakan metode Kruskal Wallis. Perbedaan konsentrasi Spirulina komersial memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap aroma jelly drink dan juga kadar protein namun tidak memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap aktivitas antioksidan. Uji kepentingan (Bayes) menghasilkan jelly drink Spirulina komersial 0,4% sebagai produk terpilih dengan nilai kesukaan agak suka, kadar protein 2,242% (bk) dan aktivitas antioksidan (IC50) 4818,5 ppm. Jenis Spirulina tidak memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap tingkat kesukaan penelis. Karakteristik kimia jelly drink Spirulina 0,4% komersial dan kultur yang dihitung dengan basis kering berturut-turut: kadar abu 4,22% dan 5,96%, kadar protein 2,20% dan 0,78%, kadar lemak 0,15% dan 0,45%, kadar karbohidrat 70,04% dan 70,92%, kadar serat pangan total 23,38% dan 21,89% serta aktivitas antioksidan (IC50) 4818,5 ppm dan 4899,23 ppm. Jelly drink Spirulina kultur dan komersil dengan serving size 200 ml dapat menyumbangkan energi sebesar 92 kkal dan 79 kkal.
ii
FORMULASI JELLY DRINK BERBASIS RUMPUT LAUT (Eucheuma cottonii) DAN Spirulina platensis
DITA MASLUHA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Teknologi Hasil Perairan
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 iii
Judul Skipsi
: Formulasi Jelly Drink Berbasis Rumput Laut (Eucheuma cottonii) dan Spirulina platensis
Nama
: Dita Masluha
NIM
: C34080027
Program Studi : Teknologi Hasil Perikanan
Pembimbing 1
Pembimbing 2
Dr. Ir. Wini Trilaksani, M.Sc (NIP:19610128 199601 2 001)
Dr. Ir Iriani Setyaningsih. MS (NIP:19600925 198601 2 001)
Mengetahui: Ketua Departemen
Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS. M.Phil (NIP: 19580511 198503 1 002)
Tanggal pengesahan : iv
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skipsi berjudul Formulasi Jelly Drink Berbasis Rumput Laut (Eucheuma cottonii) dan Spirulina platensis adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Februari 2013
Dita Masluha C34080027
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat serta karunia-Nya penulis mampu menyelesaikan skripsi dengan judul ”Formulasi Jelly Drink Berbasis Rumput Laut (Eucheuma cottonii) dan Spirulina platensis“. Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penelitian dan menyelesaikan skripsi ini, terutama kepada: 1 Dr. Ir. Wini Trilaksani M.Sc dan Dr. Ir Iriani Setyaningsih M.S sebagai dosen pembimbing dan Dr. Ir Bustami Ibrahim M.Sc atas bimbingan serta pengarahan yang diberikan selama penyelesain skripsi ini. 2 Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS selaku ketua Dapartemen Teknologi Hasil Perairan dan Dr. Ir. Agoes M. Jacoeb, Dipl-Biol selaku Ketua Program Studi Departemen Teknologi Hasil Perairan. 3 Dr. Ir. Joko Santoso, M.Si sebagai dosen pembimbing akademik yang telah memberikan motivasi kepada penulis selama kuliah di THP. 4 Ayah, Ibu, Adik, atas semua kasih sayang dan dukungan yang diberikan, baik moril maupun materil serta doa yang selalu mengalir. 5 Ibu Ema, Mas Zacky, Mas Ipul, Mbak Lastri, Mbak Dini, Mbak Fitri atas bantuannya selama di laboratorium. 6 Seluruh tim Spirulina (Desi, Dibar, Orin, Diah, dan Nita) atas kerjasama dan bantuannya selama di laboratorium serta teman-teman THP angkatan 45, 46, dan 47 atas persahabatan, kebersamaan, bantuan, doanya. Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan demi perbaikan selanjutnya. Terima kasih. Bogor, Februari 2013
Dita Masluha C34080027 vi
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Malang 3 September 1989 sebagai putri pertama Maskur dan Sukanah. Pada tahun 2005 penulis lulus dari SMP N 1 Gondanglegi dan pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di SMA N 1 Gondanglegi dan lulus pada tahun 2008. Pada tahun 2008 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor sebagai mahasiswi Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai HRD majalah peduli pangan yakni EMULSI selama dua periode kepengurusan. Pada tahun 2009 penulis juga aktif dalam Fisheries Processing Club (FPC) dan pada tahun 2010 menjabat sebagai sekretaris FPC. Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis pernah menjadi asisten mata ajaran Diversifikasi dan Pengembangan Produk Hasil Perairan (2011/2012), asisten mata ajaran Teknologi Pemanfaatan Hasil Samping dan Limbah Hasil Perairan (2011/2012) dan asisten mata ajaran Teknologi Industri Tumbuhan Laut (2011/2012). Penulis juga aktif dalam kegiatan bersifat prestatif, salah satunya adalah Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) Bidang Kewirausahaan (2011) dan Penelitian (2010-2012). Penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor dengan judul Formulasi Jelly Drink Berbasis Rumput laut (Eucheuma cottonii) dan Spirulina platensis, dibimbing oleh Dr. Ir Wini Trilaksani, M.Sc dan Dr. Ir. Iriani Setyaningsih M.S.
vii
DAFTAR ISI Halaman
DAFTAR GAMBAR......................................................................................
xi
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
xii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................
xiii
1 PENDAHULUAN .....................................................................................
1
1.1 Latar Belakang .....................................................................................
1
1.2 Tujuan...................................................................................................
3
2 TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................
4
2.1 Jelly Drink ............................................................................................
4
2.2 Rumput Laut (Eucheuma cottonii) .......................................................
5
2.3 Spirulina platensis................................................................................
7
2.4 Bahan Tambahan Makanan .................................................................. 2.4.1 Gula ............................................................................................. 2.4.2 Essence........................................................................................
9 10 10
2.5 Antioksidan ..........................................................................................
11
2.6 Serat Pangan .........................................................................................
12
2.7 Angka Kecukupan Gizi ........................................................................
13
3 METODOLOGI ........................................................................................
14
3.1 Waktu dan Tempat ..............................................................................
14
3.2 Alat dan Bahan .....................................................................................
14
3.3 Metode Penelitian................................................................................. 3.3.1 Penelitian pendahuluan ............................................................... 3.3.2 Penelitian utama .........................................................................
14 15 16
3.4 Prosedur Analisis.................................................................................. 3.4.1 Uji sensori ................................................................................... 3.4.2 Analisis kimia..............................................................................
18 18 19
3.5 Pemilihan jelly drink terbaik dengan uji Bayes (Marimin 2004) ........
23
3.6 Rancangan Percobaan dan Analisis Data .............................................
24
4 HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................
25
4.1 Penelitian Pendahuluan ........................................................................
25
4.2 Penelitian Utama Tahap 1 ................................................................... 4.2.1 Penentuan formula jelly drink Spirulina komersial terpilih ....... 4.2.2 Kultivasi dan karakterisasi biomassa Spirulina platensis............
26 26 34
4.3 Penelitian Utama Tahap 2 ....................................................................
37
viii
5 SIMPULAN DAN SARAN .......................................................................
49
5.1 Simpulan ...............................................................................................
49
5.2 Saran ......................................................................................................
49
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
50
LAMPIRAN ..................................................................................................
54
ix
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1 Pembentukan radikal bebas.....................................................................
12
2 Proses pembuatan jelly drink rumput laut...............................................
15
3
Proses pembuatan jelly drink Spirulina komersial..................................
16
4
Proses pembuatan jelly drink Spirulina .................................................
18
5
Nilai rata-rata kesukaan daya sedot jelly drink penelitian pendahuluan ............................................................................................
25
Nilai rata-rata kesukaan penampakan jelly drink Spirulina komersial ................................................................................................
27
7
Nilai rata-rata kesukaan warna jelly drink Spirulina komersial..............
27
8
Nilai rata-rata kesukaan aroma jelly drink Spirulina komersial..............
28
9
Nilai rata-rata kesukaan rasa jelly drink Spirulina komersial .................
30
10 Nilai rata-rata kesukaan daya sedot jelly drink Spirulina komersial .................................................................................................
30
11 Nilai rata-rata protein jelly drink Spirulina komersial ............................
31
12 Aktivitas antioksidan jelly drink Spirulina komersial.............................
32
13 Nilai rata-rata kesukaan penampakan jelly drink Spirulina ....................
38
14 Nilai rata-rata kesukaan aroma jelly drink Spirulina ..............................
38
15 Nilai rata-rata kesukaan warna jelly drink Spirulina..............................
39
16 Nilai rata-rata kesukaan rasa jelly drink Spirulina.................................
40
17 Nilai rata-rata kesukaan daya sedot jelly drink Spirulina .......................
41
6
x
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1
Komposisi penyusun minuman jelly .................................................
5
2
Komposisi kimia Eucheuma cottonii ................................................
6
3
Formula jelly drink perlakuan konsentrasi rumput laut ...................
16
4
Formulasi jelly drink Spirulina komersial ........................................
17
5
Hasil pembobotan jelly drink Spirulina komersial (metode Bayes)................................................................................................
33
6
Hasil karakterisasi biomassa Spirulina platensis ..............................
34
7
Hasil uji proksimat jelly drink Spirulina.........................................
42
8
Informasi gizi jelly drink Spirulina 0,4% .........................................
47
xi
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1
Score sheet uji hedonik penelitian pendahuluan ...............................
55
2
Sroce sheet uji hedonik penelitian utama tahap 1 .............................
55
3 Sroce sheet uji hedonik penelitian utama tahap 2 .............................
56
4
Hasil perangkingan dan uji Kruskal wallis uji hedonik pada penelitian pendahuluan......................................................................
56
Hasil perangkingan dan uji Kruskal wallis uji hedonik pada penelitian utama tahap 1....................................................................
57
Analisis ragam dan uji Duncan analisis protein jelly drink Spirulina komersial ...........................................................................
58
7 Analisis ragam antioksidan jelly drink Spirulina komersial ..........
58
5 6
8
Penilaian Indeks kerja (metode Bayes) terhadap parameter sensori, kadar protein dan aktivitas antioksidan jelly drink Spirulina komersial ...........................................................................
58
Hasil perangkingan dan uji Kruskall wallis uji hedonik pada penelitian utama tahap 2....................................................................
60
10
Analisis sidik ragam kadar abu jelly drink Spirulina .......................
62
11
Analisis sidik ragam kadar protein jelly drink Spirulina ..................
62
12
Analisis sidik ragam kadar lemak jelly drink Spirulina ..................
62
13
Analisis sidik ragam serat pangan jelly drink Spirulina ..................
63
14
Analisis sidik ragam kadar karbohidrat jelly drink Spirulina...........
63
15
Analisis sidik ragam antioksidan jelly drink Spirulina.....................
63
16
Perhitungan angka kecukupan gizi (AKG) jelly drink Spirulina kultur .................................................................................................
64
17 Perhitungan angka kecukupan gizi (AKG) jelly drink Spirulina komersial ...........................................................................................
65
18
66
9
Dokumentasi penelitian ....................................................................
xii
1
1 PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Upaya peningkatan kesejahteraan penduduk di Negara berkembang telah
mendorong terjadinya perubahan standar hidup, pelayanan terhadap masyarakat, serta perubahan gaya hidup, dari traditional life style menjadi sedentary life style. Gaya hidup ini ditandai dengan kurangnya aktivitas fisik serta penyimpangan pola makan yakni asupan cenderung tinggi energi dan rendah serat (dapat dikategorikan malnutrisi) yang memicu obesitas dan berimplikasi pada timbulnya penyakit degeneratif. Malnutrisi akibat pola makan yang berlebih atau asupan gizi yang tidak seimbang lebih sering diamati di negara-negara maju yang sering dikaitkan dengan meningkatnya angka obesitas. Anggraini (2008) menjelaskan bahwa obesitas merupakan keadaan dimana cadangan energi banyak disimpan dalam jaringan lemak sehingga akan meningkatkan berat badan jauh melebihi berat badan normal. Berlebihnya berat badan seseorang akan menambah tugas jantung untuk memompa darah ke seluruh tubuh. Obesitas juga dapat menimbulkan berbagai penyakit degeneratif misalnya diabetes, kanker, ginjal dan lain-lain. Faktor lain yang dapat memicu timbulnya penyakit degeneratif selain obesitas adalah radikal bebas. Radikal bebas yang dihasilkan di dalam tubuh berasal dari berbagai proses metabolisme zat gizi. Radikal bebas di dalam tubuh juga disebabkan oleh polusi lingkungan, asap rokok dan mobil, bahan kimia dalam makanan (pengawet, pewarna sintetik, residu pestisida dan bahan tambahan lainnya). Usaha pencegahan penyakit degeneratif akibat radikal bebas dapat dilakukan melalui perbaikan pola konsumsi makanan sehingga terpenuhi semua zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh termasuk antioksidan (Winarti 2010). Bahan pangan lainya yang memiliki peran penting dalam mencegah timbulnya penyakit degeneratif namun tidak dapat dicerna oleh sistem pencernaan adalah serat pangan. Serat merupakan komponen dalam bahan pangan yang berperan terutama dalam menjaga kesehatan dan keseimbangan fungsi sistem pencernaan, mencegah penyakit kanker usus, membantu menurunkan berat badan dan menurunkan kolesterol dalam darah. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Hardoko (2008)
2
tentang serat rumput laut (Eucheuma cottonii) dalam bentuk gel pada konsentrasi 15% dari jumlah ransum mampu menormalkan darah hiperkolesterolemia tikus wistar. Rumput laut (Eucheuma cottonii) memiliki mineral yang cukup tinggi dan berpotensi dimanfaatkan sebagai sumber serat pangan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Matanjun et al. (2009) diketahui bahwa Eucheuma cottonii memiliki kandungan serat pangan 25 % dan kadar abu 46,19 %. Mineral yang terkandung dalam Eucheuma cottonii meliputi Na, K, Ca, Mg Fe, Zn, Cu dan iodium. Komponen lain yang dimiliki oleh Eucheuma cottonii selain serat dan mineral adalah vitamin dan pigmen alami. Eucheuma cottonii merupakan alga merah yang memiliki warna talus berwarna warni disebabkan adanya komposisi pigmen yang terdiri dari klorofil a, klorofil d dan fikobiliprotein. Pigmen alami ini mempunyai banyak manfaat bagi kesehatan (Merdekawati dan Susanto 2009). Sampai saat ini kendala pemanfaatan Eucheuma cottonii baik segar maupun olahan adalah aroma khas rumput laut yang dianggap kurang menarik. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah ini adalah diversifikasi Eucheuma cottonii menjadi makanan ataupun minuman yang digemari oleh masyarakat sebagai contoh jelly drink dengan aroma tertentu. Jelly drink merupakan salah satu minuman, yang memanfaatkan karagenan dari rumput laut Eucheuma sp. sebagai gelling agent, yang digemari oleh semua kalangan baik anak-anak, remaja maupun orang dewasa. Fungsi karagenan sebagai gelling agent ini dapat diganti dengan rumput laut (Eucheuma cottonii) segar maupun kering. Pemanfaatan Eucheuma cottonii dalam pembuatan jelly drink akan lebih menguntungkan dibandingkan pemanfaatan karagenan karena Eucheuma cottonii memiliki kandungan gizi, pigmen alami dan komponen bioaktif masih lengkap dibandingkan karagenan. Jelly drink yang beredar saat ini masih menggunakan pemanis, pewarna, pengawet dan perisa sintetik serta kandungan gizi yang rendah sehingga konsumsi dalam jangka panjang dikhawatirkan dapat memberikan efek buruk bagi kesehatan. Upaya yang dapat ditempuh untuk mengatasai masalah ini diantaranya dengan pemanfaatan bahan yang mengandung pigmen alami dan juga mengandung komponen gizi yang tinggi seperti Spirulina.
3
Spirulina merupakan makanan tradisional masyarakat Mexico dan Afrika. Spirulina memiliki dinding sel yang lembut yang terbentuk dari gula dan protein. Estrada et al. (2001) menyebutkan bahwa Spirulina mengandung 62% protein dan kaya akan vitamin B12, karotenoid serta fikosianin dan alofikosianin yang bermanfaat untuk kesehatan. Penambahan Spirulina pada minuman jelly dapat digunakan sebagai sumber protein, antioksidan alami, dan juga pewarna alami. Penelitian tentang jelly drink Spirulina perlu dilakukan karena dapat meningkatkan kandungan gizi jelly drink dan mengetahui tingkat penerimaan konsumen terhadap produk tersebut. Pengembangan jelly drink Spirulina diharapkan dapat menjadi alternatif untuk meningkatkan konsumsi rumput laut dan Spirulina oleh masyarakat Indonesia. Peningkatan konsumsi jelly drink berbasis rumput laut (Eucheuma cottonii) dan Spirulina dalam jangka panjang diharapkan dapat membantu peningkatan derajat kesehatan masyarakat Indonesia.
1.2 Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan formula jelly drink berbasis rumput laut (Eucheuma cottonii) dan Spirulina platensis yang dapat diterima secara hedonik, membandingkan karakteristik jelly drink Spirulina hasil kultur dengan jelly drink Spirulina komersial dan menghitung angka kecukupan gizi produk.
4
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jelly Drink Seiring dengan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya hidup sehat, kebutuhan akan pangan yang tidak hanya mampu memenuhi kebutuhan gizi tetapi bermanfaat bagi kesehatan juga semakin meningkat. Fenomena ini melahirkan suatu konsep pangan fungsional. Siro et al. (2008) mendefinisikan pangan fungsional sebagai “produk makanan yang tidak hanya berfungsi untuk memenuhi kebutuhan nutrisi manusia tetapi juga berfungsi untuk menurunkan resiko terjadinya penyakit. Muchtadi (2004) menyatakan bahwa makanan atau minuman dikatakan mempunyai sifat fungsional apabila mengandung komponen zat gizi (protein, asam lemak, vitamin dan mineral) dan komponen non gizi (serat pangan, oligosakarida, senyawa fenol dan sebagainya) yang dapat mempengaruhi satu atau sejumlah terbatas fungsi dalam tubuh, tetapi yang bersifat positif, sehingga dapat memenuhi kriteria fungsional atau menyehatkan. Pangan fungsional memiliki tiga fungsi dasar yaitu : 1) Secara sensori memiliki warna dan penampakan yang menarik serta citarasa yang enak 2) Bergizi tinggi (nutritional) 3) Memberikan
pengaruh
fisiologis
menguntungkan
bagi
tubuh
(physiological) Komponen aktif yang terkandung dalam tanaman memiliki peranan yang penting bagi kesehatan, salah satu fungsinya adalah mencegah timbulnya penyakit degeneratif. Pigmen yang terkandung dalam mikro dan makro alga memiliki khasiat tertentu untuk kesehatan. Fikosianin dapat berfungsi sebagai peningkat daya tahan tubuh serta pencegah timbulnya kanker. Pigmen ini dapat dimanfaatkan sebagai pewarna alami untuk makanan dan minuman khususnya sebagai
penganti
pewarna
sintetik
dan
mampu
mengurangi
obesitas
(Arlyza 2005). Inovasi pengembangan produk jelly drink dengan pemanfaatan mikro dan makro alga merupakan suatu peluang besar untuk memenuhi tingginya permintaan minuman fungsional.
5
Minuman jelly merupakan salah satu produk cairan yang berbentuk gel yang mudah disedot, kenyal, bisa dikonsumsi sebagai penunda rasa lapar. Gel dapat terbentuk melalui mekanisme pembentukan junction zone oleh hidrokoloid (seperti karagenan) bersama dengan gula dan asam. Minuman ini memiliki tingkat kekentalan diantara sari buah dan jelly (Zega 2010). Jelly drink dapat bermanfaat untuk memperlancar pencernaan karena produk ini memiliki kandungan serat sehingga dapat juga dikategorikan sebagai minuman fungsional. Jelly drink dapat dibuat dengan menambahkan gelling agent seperti jelly powder, yaitu bahan pangan yang berbentuk tepung, terdiri dari hidrokoloid yang dapat membentuk gel. Jelly powder yang dapat digunakan dalam proses pembuatan jelly drink dapat berupa gum dan konjak. Selain jelly powder dapat pula digunakan hidrokoloid lain sebagai gelling agent seperti rumput laut. Jelly drink dapat digolongkan ke dalam minuman ringan. Minuman ringan merupakan minuman penyegar yang umumnya mengandung atau tidak mengandung karbonat, pemanis, asam atau flavor. Komponen penyusun minuman jelly disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Komponen penyusun minuman jelly Komponen Gula Karagenan Potassium sitrat Asam sitrat Pewarna Perasa
Jumlah (%) 15-20 0,6-0,9 0,2-0,35 0,3-0,45 Sesuai aturan yang berlaku Sesuai aturan yang berlaku
Sumber : Imerson (2010)
2.2 Rumput Laut (Eucheuma cottonii) Rumput laut adalah tumbuhan tingkat rendah yang tidak dapat dibedakan antara akar, batang dan daun yang semua bagian tubuhnya disebut thallus. Rumput laut merupakan penghasil karagenan yang banyak dimanfaatkan dalam makanan, minuman maupun obat-obatan. Pemanfaatan rumput laut di Indonesia masih sebatas dalam pangan tertentu, namun di Jepang
rumput laut telah
dikonsumsi setiap hari sebagai sumber serat dan juga sumber antioksidan. Taksonomi Eucheuma cottonii menurut Anggadiredja et al. (2011) adalah sebagai berikut:
6
Phylum
: Rhodophyta
Kelas
: Rhodophyceae
Ordo
: Gigartinales
Famili
: Soliericeae
Genus
: Eucheuma
Spesies
: Eucheuma cottonii
Eucheuma cottonii yang selama ini lebih dikenal oleh pembudidaya rumput laut adalah sinonim dari nama Kappaphycus alvarezii. Parenrengi & Sulaeman (2007) menyebutkan bahwa pergantian nama secara taksonomi ini didasarkan pada tipe kandungan karagenan yang dihasilkan yakni kappa-karagenan. Eucheuma cottonii merupakan salah satu jenis alga merah yang memiliki ciri diantaranya thallus silindris, permukaan licin, warna hijau kekuningan, coklat atau merah dengan pigmen utama klorofil, karotenoid dan fikosianin. Klorofil telah banyak dimanfaatkan dalam makanan maupun minuman. Klorofil diyakini dapat membantu penyerapan nutrisi, membersihkan sistem peredaran darah, antikanker, antioksidan, antihipertensi, antibakteri, memperbaiki fungsi
hati,
menurunkan
kadar
kolesterol
darah
dan
lain-lain
(Merdekawati dan Sudanto 2009). Komponen lain yang dimiliki rumput laut antara lain protein, mineral dan vitamin. Komposisi Eucheuma cottonii dalam bentuk kering disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Komposisi kimia Eucheuma cottonii Komposisi Air (g/100g)* Kadar abu (g/100g)* Lemak (g/100g)* Protein (g/100g)* Dietary fiber (g/100g)* Mg (mg/g) Ca (mg/g) K (mg/g) Na (mg/g) Zn (mg/g) Fe (mg/g) .
Sumber : Santoso et al. (2006) * : basis basah
Kandungan 83,3 3,4 0,2 0,7 11,6 2,9 2,8 87,1 11,9 0,018 0,070
7
Eucheuma cottonii dengan kandungan polisakarida yang cukup besar merupakan salah satu sumber serat pangan yang potensial. Saat ini konsumsi serat pangan di Indonesia masih didominasi bahan asal tanaman darat. Rumput laut mengandung
hidrokoloid
dan
senyawa
farmaseutikal.
Hasil
penelitian
Matanjun et al. (2009) menunjukkan bahwa kandungan serat larut air dari Eucheuma cottonii jauh lebih tinggi (18.3%) dibandingkan dengan serat tidak larut air (6,8%). Pemanfatan rumput laut dalam pembuatan makanan maupun minuman selain sebagai sumber serat juga sebagai bahan pengental. Eucheuma cottonii lebih dikenal sebagai penghasil karagenan. Karagenan merupakan senyawa polisakarida rantai panjang yang diekstraksi dari jenis karagenofit misal Eucheuma cottonii (Anggadiredja et al. 2011). Bawa et al. (2007) telah mengisolasi karagenan dari Eucheuma cottonii dengan perlakuan berbagai pH. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa karagenan yang diektrak dengan pH 8,5 dapat menghasilkan rendemen yang lebih tinggi dibandingkan dengan pH 7,5 dan pH 8 namun terjadi penurunan rendemen dengan peningkatan pH lebih dari 8,5. Hal ini menunjukkan bahwa pembentukan gel dari rumput laut akan lebih baik apabila pHnya netral dan menuju basa. Karagenan yang terdapat di dalam rumput laut akan dapat berinteraksi dengan makro molekul yang bermuatan, misal protein sehingga mampu menghasilkan berbagai jenis pengaruh seperti peningkatan viskositas, pembentukan gel dan pengendapan. Hasil interaksi karagenan dengan protein sangat bergantung pada pH larutan serta pH isoelektrik dari protein (Winarno 2008).
2.3 Spirulina platensis Spirulina merupakan salah satu alga hijau biru yang banyak dikultivasi. Spirulina dapat dimakan, secara alamiah dapat dikultivasi di air tawar sampai alkali (payau) di danau-danau atau kolam. Susanna et al. (2007) menyatakan bahwa Spirulina dapat dimanfaatkan sebagai suplemen bahan pakan, makanan dan pengobatan. Chlorella dan Spirulina merupakan makanan yang mengandung semua nutrien makanan dalam konsentrasi yang tinggi, dan telah diterima sebagai makanan yang mempunyai banyak fungsi.
8
Hasil uji proksimat yang dilakukan oleh Tokusoglu & Onal. (2003) menunjukkan bahwa Spirulina
memiliki kadar air sebesar 3,76%, kadar abu
sebesar 8,44%, protein kasar 62%, lemak kasar 7,42% , karbohidrat 15,35% dan energi 1573,27 dianalisis per 100 g berat kering. Zat berpotensi lainnya ialah γ-linolenat acid (GLA) yang kadarnya 4,59% dan diketahui bermanfaat bagi penderita hiperkolesterolemia dan juga menyediakan alpha-linolenic acid (ALA) 0,67%, linolenic acid (LA), stearidonic acid (SDA), eicosapentaeonic (EPA) 2,48%, docosahexaenoic acid (DHA) 3,04%, and arachidonic acid (AA) sebesar 0,37%. Vitamin yang terkandung di dalamnya adalah vitamin B1, B2, B3, B6, B9, B12, Vitamin C, Vitamin D dan Vitamin E. Mineral yang ditemukan pada Spirulina diantaranya adalah Na, K, Ca, Mg, Fe, Cd, Cr dan Cu.
Shuda &
Kavimani (2011) menyatakan bahwa disamping γ-linolenic acid, juga masih banyak phytocemical lain yang baik untuk kesehatan. Spirulina juga mengandung phycosianin (7% dari basis keringnya), polisakarida dan juga antioksidan. Sumber antioksidan yang terkandung dalam Spirulina diantaranya adalah fikosianin, β-croten, tocoferol, γ-linoleic acid dan komponen fenol. Selenium yang terkandung dalam fikosianin memiliki aktivitas yang kuat dalam menghambat radikal
superoksidase dan hydrogen peroksida. Fikosianin
merupakan salah satu dari tiga pigmen (klorofil dan karotenoid) yang mampu menangkap radiasi yang tersedia dari matahari secara efisien dan bermanfaat dalam proses fotosintesis. Fikosianin berwarna hijau cerah dan larut dalam air (Merdekawati & Susanto 2009). Fikosianin dapat berfungsi sebagai peningkat daya tahan tubuh serta timbulnya kanker. Pigmen ini dapat dimanfaatkan sebagai pewarna alami untuk makanan dan minuman, kosmetika dan obat-obatan khususnya sebagai pengganti pewarna sintetik dan mampu mengurangi obesitas (Arlyza 2005). Kandungan lain yang dimiliki Spirulina adalah asam nukleat dan purin. Komponen ini di dalam tubuh akan dirubah menjadi asam urat yang dalam jumlah banyak akan mengganggu kerja ginjal. Hal inilah yang menjadi pembatas konsumsi Spirulina. Jittanoonta et al. (1999) menyatakan bahwa maxsimum tolerable daily intake (MTD) dari Spirulina adalah 4,33 g/ kg berat badan yang dihitung berdasarkan acceptable daily intake asam nukleat yaitu 2,6 g/orang.
9
Konsumsi suplemen Spirulina sebanyak 10 tablet/hari masih diperbolehkan karena di dalam 10 tablet tersebut hanya mengandung 1,2 g asam nukleat. Riyono (2008) menyatakan bahwa Spirulina memiliki banyak manfaat dan juga keistimewaan. Keistimewaan yang dimiliki Spirulina diantaranya adalah sebagai sumber protein nabati 100% bersifat alkali, dengan dinding sel yang lunak sehingga sangat mudah dicerna dan diserap oleh tubuh. Spirulina merupakan makanan paling alkali dibandingkan sayuran dan buah lain sehingga dapat mencegah dan mengatasi gangguan pencernaan terutama masalah lambung. Menurut Majahan (2010) protein Spirulina 90% dapat dicerna karena mengandung enzim yang membantu dalam proses pencernaan. Spirulina merupakan sumber protein yang potensial. Protein merupakan sumber gizi utama dan memberikan sifat fungsioanal yang penting dalam membentuk karakteristik produk pangan misal pengental, pengemulsi, pembentuk gel, pembentuk buih dan lain-lain. Aplikasi sifat fungsional protein dalam produk pangan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti air, ion, pH, suhu, lemak, gula dan perlakuan pengolahan (pendinginan, pemanasan, pengadukan dan modifikasi kimia). Jenis-jenis protein seperti albumin, globulin, prolamin, dan glutein dapat larut dalam air. Proses pemanasan akan mengakibatkan denaturasi protein. Pemanasan pada suhu 55-75 oC umumnya menyebabkan denaturasi protein (Kusnandar 2011). 2.4 Bahan Tambahan Makanan Bahan tambahan makanan dapat didefinisikan sebagai komponen baik yang sengaja ditambahkan maupun tidak yang dapat mempengaruhi karakteristik makanan. Bahan tambahan makanan yang digunakan dalam
pembuatan jelly
drink Spirulina yaitu gula dan essence. Sukrosa digunakan sebagai pemanis dalam minuman sedangkan essence digunakan untuk menutupi aroma dari Spirulina. 2.4.1 Gula Gula merupakan istilah umum yang digunakan untuk menunjukkan beberapa karbohidrat yang dapat digunakan sebagai pemanis. Karbohidrat yang disusun oleh monomer yang sedikit disebut gula sederhana. Disakarida merupakan gula sederhana yang tersusun atas dua unit monosakarida. Diantara
10
senyawa kelompok disakarida yang banyak ditemukan adalah sukrosa (gula tebu), laktosa dan maltose (Kusnandar 2011). Gula sederhana dapat memberikan rasa manis di mulut. Sukrosa merupakan disakarida yang sering dimanfaatkan dalam proses pengolahan pangan. Sukrosa banyak ditemukan pada tebu, bit, siwalan, dan kelapa kopyor. Sukrosa lebih manis dibandingkan dengan glukosa, laktosa, xilosa, galaktosa, maltosa dan gula invert. Fruktosa sedikit lebih tinggi tingkat kemanisannya dibandingkan sukrosa (Winarno 2008). Pemanis buatan, seperti aspartam, siklamat dan sakarin memiliki tingkat kemanisan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan sukrosa. Pada suhu 50 o
C, kelarutan sukrosa per 100 ml air adalah 72,2 g. Apabila sukrosa dipanaskan
diatas suhu lelehnya (>170
o
C) maka akan terjadi reaksi karamelisasi
(Kusnandar 2011). 2.4.2 Essence Penambahan aroma dalam makanan sangat penting karena aroma turut menentukan daya terima konsumen terhadap makanan dan minuman. Essence atau cita tasa tiruan secara alami terdapat dalam bahan makanan. Essence digolongkan sebagai bahan tambahan makanan yang dapat memberikan, menambah, dan mempertegas aroma. Essence dibagi menjadi dua jenis yakni essence alami dan buatan. Essence buatan dapat dibentuk dari senyawa–senyawa ester tertentu yang mempunyai aroma menyerupai aroma buah-buahan, misalnya amil asetat menyerupai aroma pisang, vanilin memberikan aroma serupa dengan ekstrak panili, dan amil kaproat mempunyai aroma apel dan nenas (Winarno 2008). Essence banyak dimanfaatkan dalam makanan dan minuman untuk mempertegas aroma yang diharapkan. Aroma yang dihasilkan oleh buah ataupun bahan alami yang lain memiliki kekurangan yaitu tidak stabil dalam penyimpanan. 2.5 Antioksidan Tanpa disadari dalam tubuh kita secara terus-menerus terbentuk radikal bebas melalui metabolisme sel normal, peradangan, kekurangan gizi dan akibat respon terhadap pengaruh dari luar tubuh seperti polusi lingkungan, ultraviolet asap rokok dan lain-lain. Rafat et al. (2010) menyatakan bahwa radikal bebas dapat
11
menyebabkan
peningkatan
resiko
penyakit
kronik
seperti
kanker
dan
kardiovaskular. Radikal bebas dan reactive oxygen species (ROS) dapat dieliminir secara enzimatis (antioksidan internal) maupun non enzimatis (antioksidan eksternal) seperti system glutation, asam askorbat, polisakarida dan protein (Madhyastha dan Vatsala 2009). Antioksidan merupakan suatu senyawa kimia yang dalam kadar tertentu mampu menghambat atau memperlambat kerusakan lemak akibat proses oksidasi
(Winarti 2010). Sejalan dengan pertambahan usia, kemampuan tubuh
untuk menghasilkan antioksidan akan berkurang sehingga diperlukan antioksidan eksternal. Jeong et al. (2004) menyatakan bahwa antioksidan sintetik seperti butylated hydroxyanisole, butylated hydroxytoluene dan tertiary butylhydroquinone dapat ditambahkan dalam makanan untuk mencegah terjadinya oksidasi. Meskipun demikian, penggunaan antioksidan sintesis memiliki resiko karena dapat bersifat toksik dan juga menyebabkan karsinogenik. Antioksidan alami seperti flavonoid, tannin, coumarins, curcuminoids, xanthon, penolik, dan terpenoid dapat ditemukan pada tanaman seperti buah, daun dan minyak tanaman. Komponen fenol merupakan salah satu antioksidan yang tidak hanya mampu mendonorkan hidrogen atau elektron tetapi juga mampu mencegah oksidasi pada beberapa ingredien makanan, asam lemak dan juga minyak. Mekanisme antioksidan dalam menghambat oksidasi atau menghentikan reaksi berantai pada radikal bebas dari lemak teroksidasi melalui 4 tahap (Winarti 2010), yaitu pelepasan hidrogen dari antioksidan, pelepasan elektron dari antioksidan, penambahan asam lemak ke cincin aromatik pada antioksidan dan pembentukan senyawa kompleks antara lemak dan cincin aromatik dari antioksidan. Prinsip kerja dari antioksidan sebagai berikut: oksigen bebas di udara akan mengoksidasi ikatan rangkap pada asam lemak yang tidak jenuh. Kemudian radikal bebas yang terbentuk akan bereaksi dengan oksigen sehingga menghasilkan peroksida aktif Mekanisme pembentukan radikal bebas disajikan pada Gambar 1.
12
RH
+
O2
R*
Asam lemak tidak jenuh Oksigen R* Radikal bebas
+
O2
Oksigen
+ OOH Radikal bebas ROO* Peroksida aktif
Gambar 1 Pembentukan radikal bebas. Apabila dalam suatu asam lemak yang terdapat dalam minyak tidak mengandung antioksidan, maka peroksida aktif akan bereaksi dengan ikatan rangkap lemak. Apabila ditambah suatu antioksidan maka peroksida aktif akan bereaksi dengan antioksidan tersebut. Dengan demikian pembentukan radikal bebas dapat dihentikan dengan penambahan suatu antioksidan (Winarti 2010). 2.6 Serat pangan Serat pangan lebih dikenal sebagai serat diet atau dietary fiber adalah bagian dari makanan yang tidak dapat dicerna oleh sistem pencernaan manusia. Beristain et al. (2006) menyatakan bahwa serat pangan memiliki peranan yang sangat penting dalam kesehatan. Konsumsi makanan yang memiliki serat tinggi dapat mereduksi total plasma dan LDL kolesterol serta dapat membantu pergerakan sisa makanan dalam saluran pencernaan. Serat pangan (dietary fiber) berbeda dengan serat kasar (crude fiber). Serat pangan merupakan karbohidrat komplek yang banyak ditemukan pada dinding sel tanaman yang tidak dapat dicerna oleh enzim-enzim percernaan dan tidak dapat diserap oleh sistem pencernaan manusia. Serat kasar merupakan bagian dari makanan yang tidak dapat dihidrolisis oleh bahan kimia (H2SO4 dan NaOH) (Winarti 2010). Konsumsi serat dapat menurunkan kadar kolesterol dalam darah. Kolesterol merupakan metabolisme awal pembentukan asam empedu dan juga sebagai perkusor dari hormon seks dan hormon adrenalin serta merupakan komponen dari membran sel (Lehninger 1982). Hardoko (2008) menduga bahwa penurunan total kolesterol akibat konsumsi serat terkait dengan mekanisme penggangguan pencernaan dan penghambatan absobsi kolesterol
dalam makanan
sehingga
terjadi produksi empedu yang terus menerus dan berdampak pada penurunan kolesterol darah. Fenomena ini didasarkan pada pernyataan Lehninger (1982)
13
bahwa kolesterol merupakan metabolisme awal terbentuknya bahan baku pembentukan garam empedu dalam tubuh dan berperan dalam pembuangan lemak melalui feses. 2.7 Angka Kecukupan Gizi (AKG) Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan bagi bangsa Indonesia adalah suatu kecukupan rata-rata zat gizi setiap hari bagi semua orang menurut golongan umur, kelamin, ukuran tubuh, aktivitas tubuh untuk mencapai derajat kesehatan optimal Angka Kecukupan Gizi (AKG) dapat digunakan sebagai acuan dalam menilai kecukupan gizi, acuan dalam menyusun makanan sehari-hari, acuan pendidikan gizi dan acuan label pangan yang mencantumkan informasi nilai gizi. Pencantuman keterangan tentang kandungan gizi harus dinyatakan dalam persentase dari Acuan Label Gizi Produk Pangan (BPOM 2007).
14
3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Februari sampai Oktober 2012 di Laboratorium
Preservasi
dan
Pengolahan
Hasil
Perairan,
Laboratorium
Bioteknologi Hasil Perairan 2, Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Laboratorium Organoleptik Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan serta Laboratorium Analisis Mutu dan Keamanan Pangan, Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor. 3.2 Bahan dan Alat Bahan-bahan yang dipergunakan dalam pembuatan jelly drink rumput laut dan Spirulina adalah rumput laut (Eucheuma cottonii), Spirulina, gula, air untuk pengolahan dan essence leci. Rumput laut (Eucheuma cottonii) yang digunakan didapatkan dari pasar Anyar, bibit Spirulina platensis didapatkan dari Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau Jepara dan Spirulina komersial diperoleh dari PT Trans Pangan Spirulindo Jepara. Bahan-bahan untuk analisis meliputi H2SO4, HCl, NaOH, heksan, 2.2-Dipenyl-1-picrylhydrazyl hydrate (DPPH), methanol pro analisis dan bahan analisis serat pangan. Alat – alat yang dipergunakan antara lain timbangan, kompor, panci, desikator, cawan porselen, oven, tanur, timbangan digital, labu kjehdahl, tabung soxhlet, buret. 3.3 Metode Penelitian Penelitian dibagi menjadi 2 tahapan yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan yang dilakukan adalah pembuatan jelly drink dengan perlakuan konsentrasi rumput laut (Eucheuma cottonii). Penelitian utama tahap 1 meliputi proses pembuatan jelly drink dengan perlakuan konsentrasi Spirulina komersial untuk mendapatkan formula terpilih yang selanjutnya akan digunakan untuk pembuatan jelly drink dengan penambahan Spirulina hasil kultur serta proses kultivasi Spirulina platensis. Penelitian utama tahap 2 yang dilakukan meliputi pembuatan jelly drink dengan penambahan Spirulina hasil kultur, karakterisasi kimia dan perhitungan angka kecukupan gizi (AKG). 3.3.1 Penelitian pendahuluan
15
Penelitian pada tahap ini bertujuan untuk mendapatkan jelly drink rumput laut yang disukai oleh konsumen yang diwakili oleh 30 orang panelis semi terlatih. Konsentrasi rumput laut yang digunakan pada tahap ini yakni 5%, 7% dan 9%. Proses pembuatan minuman rumput laut dengan konsentrasi rumput laut yang berbeda-beda diawali dengan pencucian rumput hingga bersih, ditimbang dan dihaluskan. Rumput laut
dengan konsentrasi
5%, 7% dan 9% yang telah
dihaluskan masing-masing dituang ke dalam panci, ditambah gula dan air lalu di masak selama 30 menit. Minuman kemudian disaring, didinginkan dan kemudian dilakukan proses pengemasan. Minuman yang telah dibuat selanjutnya di uji hedonik dengan parameter daya sedot untuk mendapatkan formula terpilih dan digunakan pada penelitian utama. Diagram alir proses pembuatan minuman rumput laut dapat dilihat pada Gambar 2 dan formula jelly drink disajikan pada Tabel 3. Rumput laut basah Gula pasir Pencucian dan pengecilan ukuran Penghancuran Penambahan rumput laut
Penambahan air dan pemasakan 30 menit Penyaringan dan penurunan suhu hingga 70oC Pengemasan dalam cup dan penutupan cup Penyimpanan dingin Jelly drink rumput laut Gambar 2 Proses pembuatan jelly drink rumput laut (Trilaksani 2012).
16
Tabel 3 Formulasi jelly drink perlakuan konsentrasi rumput laut Bahan Air Rumput laut Gula
A B C 2600 gr (85%) 2600 gr (83%) 2600 gr (82%) 155 gr (5%) 205 gr (7%) 255 gr (9%) 300 gr (10%) 300 gr (10%) 300 gr (9%)
3.3.2 Penelitian utama tahap 1 Penelitian utama tahap 1 terdiri dari formulasi jelly drink Spirulina komersial untuk mendapatkan formula terpilih dan juga kultivasi Spirulina platensis. Biomassa Spirulina hasil kultivasi kemudian diuji secara kimia. 1. Formulasi jelly drink Spirulina komersial Proses formulasi jelly drink dilakukan dengan mencampurkan bahan – bahan yang telah dipersiapkan. Konsentrasi rumput laut yang digunakan merupakan konsentrasi terbaik hasil penelitian pendahuluan. Pada tahap ini ditambahkan Spirulina komersial dengan konsentrasi yakni 0,2%; 0,4% dan 0,6%. Diagram alir pembuatan jelly drink Spirulina disajikan pada Gambar 3 dan formula jelly drink Spirulina disajikan pada Tabel 4. Rumput laut basah Gula pasir Pencucian dan pengecilan ukuran Penghancuran Penambahan rumput laut
Penambahan air dan pemasakan 30 menit Penyaringan dan penurunan suhu hingga 70 oC Penambahan essence dan Spirulina (0,2; 0,4; 0,6%) * Pengemasan dan penyimpanan dalam kulkas Jelly drink Spirulina Gambar 3 Proses pembuatan Jelly drink Spirulina komersial (Modifikasi Trilaksani 2012).
17
Tabel 4 Formulasi jelly drink Spirulina komersial Bahan
Formula A B Jelly drink penelitian 498,0g (99,6%) 497,0g (99,5%) pendahuluan Spirulina 1,0g (0,2%) 1,0g (0,4%) Pasta leci 0,5g (0,1%) 0,5 g (0,1%)
B 498,0 g (99,3%) 1,0 g (0,6%) 0,5 g (0,1%)
2. Kultivasi dan karakterisasi biomassa Spirulina platensis Kultivasi dilakukan secara bertahap dari skada 2,5 L hingga 100 L. Media yang digunakan untuk kultivasi adalah media teknis terdiri dari MgSO 4, K2SO4, CaCl2, EDTA, FeCl3, Urea. ZA, Na2HPO4, dan NaHCO3. Bibit yang digunakan berasal dari Jepara dengan media walne yang kemudian di scale up di laboratorium Bioteknologi 2 Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan. Langkah-langkah kultivasi adalah sebagai berikut: 1 Persiapan alat, dan media yang meliputi: tempat kultur disterilisasi dengan menggunakan desinfektan. Pengecekan salinitas dan pH air laut, klorinasi dan penambahan tiosulfat serta penyaringan ait laut. 2 Kultivasi dimulai dengan pemasukan air laut ke dalam wadah kultivasi dan penambahan nutrien. Setelah media siap, ditambahkan bibit sebanyak 10-15 % dan dipasang aerator untuk membantu sirkulasi O2. Kultivasi dilakukan hingga mencapai fase stasioner awal. 3 Pemanenan dilakukan dengan cara menyaring biomassa menggunakan kain plankton net. Biomassa ditampung kemudian disaring dan dibilas menggunakan akuades. Biomassa hasil kultivasi dikeringkan pada suhu ruang dengan bantuan kipas angin. Spirulina platensis komersial dan Spirulina platensis hasil kultivasi selanjutnya dianalisis proksimat, antioksidan dan serat pangan. 3.3.3 Penelitian Tahap 2 Penelitian ini terdiri dari perbandingan jelly drink penambahan biomassa basah (hasil kultivasi) dangan perbandingan jelly drink penambahan biomassa kering (produk komersial). Konsentrasi Spirulina yang digunakan merupakan
18
konsentrasi terpilih berdasarkan uji Bayes. Diagram alir pembuatan jelly drink Spirulina disajikan pada Gambar 4.
Rumput laut basah Gula pasir Pencucian dan pengecilan ukuran Penghancuran Penambahan rumput laut
Penambahan air dan pemasakan 30 menit Penyaringan dan penurunan suhu hingga 70 oC Penambahan essence, spirulina komersial dan spirulina hasil kultivasi dengan konsentrasi terpilih (hasil penelitian sebelumnya) (*)
Pengemasan dan penyimpanan dalam kulkas Jelly drink Spirulina Gambar 4 Proses pembuatan jelly drink Spirulina (Modifikasi Trilaksani 2012).
3.4
Prosedur Analisis Produk terpilih kemudian dianalisis tingkat kesukaan melalui uji hedonik dan
analisis kimia. Analisis kimia yang dilakukan yaitu analisis proksimat, analisis serat dan aktivitas antioksidan. 3.4.1 Uji sensori Uji sensori dilakukan untuk menilai mutu produk yang telah mengalami proses pengolahan. Uji sensori dilakukan oleh 30 orang panelis semi terlatih. Data yang diperoleh kemudian diolah menggunakan Statistical Package for Social
19
Science (SPSS). Pengujian hedonik ini dilakukan untuk mencari rasa, aroma, warna, penampakan dan daya sedot terbaik.
3.5.2 Analisis kimia 1) Analisis kadar air (BSN 2006) Tahap pertama yang dilakukan untuk menganalisis kadar air adalah mengeringkan cawan porselen dalam oven pada suhu 102-105 oC selama 30 menit. Sampel yang akan diuji kemudian ditimbang sebanyak 1-2 g. Cawan berisi sampel kemudian dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 102-105 oC selama 6 jam.
Cawan tersebut dijaga kelembabannya dalam desikator dan kemudian
ditimbang. Kadar air ditentukan dengan rumus: ℎ( )−
=
2) Analisis kadar abu (BSN 2006)
ℎ( )
( )
100%
Cawan dan sampel dari pengujian kadar air kemudian dimasukkan ke dalam tungku pengabuan dengan suhu 600 oC kurang lebih 6 jam. Setelah itu cawan dimasukkan ke dalam desikator hingga beratnya konstan dan kemudian cawan ditimbang. Kadar abu ditentukan dengan rumus: =
3) Analisis protein (BSN 2006)
( ) 100% ( )
Tahap- tahap yang dilakukan dalam analisis protein terdiri dari tiga tahap yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi. (1) Tahap destruksi Sampel ditimbang sebanyak 1 gram kemudian dimasukkan ke dalam tabung kjelhdal. Selanjutnya ditambahkan selenium dan 3 ml H2SO4 ke dalam tabung. Tabung yang berisi larutan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam alat pemanas dengan suhu 410 oC hingga larutan berwarna bening. (2) Tahap destilasi Isi tabung dituangkan ke dalam labu destilasi, lalu ditambahkan dengan akuades 50 mL. Air bilasan juga dimasukkan ke dalam alat destilasi dan ditambahkan larutan NaOH 40 % sebanyak 20 ml. Cairan dalam ujung tabung kondensor ditampung dalam Erlenmeyer 125 ml berisi larutan H3BO3 dan 3
20
tetes indikator (methyl red dan brom creosol green) yang ada di bawah kondensor. Destilasi dilakukan hingga diperoleh 200 ml destilat yang bercampur dengan H3BO3. (3) Tahap titrasi Titrasi dilakukan dengan menggunakan HCl 0,1 N hingga warna larutan di dalam erlenmeyer berubah menjadi merah muda. Kadar protein ditentukan dengan rumus: %
=
(
) 0.1
−
4) Analisis kadar lemak (AOAC 1995)
14.007
=%
6.25
100%
Sebanyak 5 g sampel dibungkus dengan kertas saring, selanjutnya dimasukkan ke dalam alat ekstraksi Soxhlet dan dialiri dengan air pendingin melalui kondensor. Pelarut heksana dituangkan ke dalam labu lemak secukupnya sesuai dengan ukuran Soxhlet yang digunakan dan dilakukan refluks selama 8 jam sampai pelarut turun kembali ke dalam labu lemak. Pelarut di dalam labu lemak didestilasi dan ditampung. Labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi kemudian dikeringkan dalam oven suhu 105 oC selama 2 jam. Labu lemak kemudian didinginkan dalam desikator selama 20-30 menit dan ditimbang. Berat residu dalam labu lemak dinyatakan sebagai berat lemak. Kadar lemak dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : =
( ) 100% ( )
5) Kadar serat pangan (Sulaeman et al. 1993)
Penentuan kadar serat pangan terdiri dari persiapan sampel dan penentuan kadar serat pangan tidak larut (IDF) dan serat pangan larut (SDF). Persiapan sampel a) Sampel basah dihomogenisasi dan digiling menggunakan gilingan dan disaring menggunakan saringan 0,3 mm. Sampel homogen diekstrak lemaknya dengan petrolium eter pada suhu kamar selama 15 menit, jika kadar lemak sampel melebihi 6-8%. Penghilangan lemak bertujuan untuk memaksimumkan degradasi pati.
21
b) Sebanyak 1 mL sampel dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer, ditambahkan 25 ml 0,1 M buffer natrium fosfat pH 6 dan dibuat menjadi suspense. Penambahan buffer dimaksudkan untuk menstabilkan enzim termamyl. c) Sebanyak 100 µL termamyl dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer. Labu ditutup dan diinkubasi pada suhu 100 oC selama 15 menit, sambil sekali-kali diaduk. Tujuan penambahan termamyl dan pemanasan adalah untuk memecah pati dengan menggelatinisasi terlebih dahulu. d) Labu diangkat dan didinginkan, kemudian ditambahkan 20 mL air destilat dan pH larutan diatur sampai menjadi 1,5 dengan menambahkan HCl 4 M. Selanjutnya ditambahkan 100 mg pepsin. Pengaturan pH hingga 1,5 dimaksudkan untuk mengkondisikan agar aktivitas enzim pepsin maksimum. e) Erlenmeyer ditutup dan diinkubasi dalam penangas air bergoyang pada suhu 40 oC dan selama 60 menit. f) Sebanyak 20 ml air destilat ditambahkan dan pH diatur menjadi 6,8 dengan NaOH. Pengaturan menjadi pH 6,8 ditujukan untuk memaksimumkan aktivitas enzim pankreatin. g) Ditambahkan 100 mg enzim pankreatin ke dalam larutan. Labu ditutup dan diinkubasi pada suhu 40 oC selama 60 menit sambil diagitasi. h) Selanjutnya pH diatur dengan HCl menjadi 4,5 i) Larutan disaring melalui crucible kering yang telah ditimbang beratnya (porositas 2) yang mengandung 0,5 g celite kering (serta tepat diketahui). Kemudian dicuci dengan 2 x 10 ml air destilat dan diperoleh residu serta filtrat. Residu digunakan untuk penentuan serat makanan tidak larut, sementara filtrat digunakan untuk menentukan serat pangan larut. Penentuan serat pangan tidak larut (IDF) a) Residu dicuci dengan 2 x 10 ml etanol 95% dan 2 x 10 ml aseton kemudian dikeringkan pada suhu 105 oC, sampai berat tetap (sekitar 12 jam) dan ditimbang setelah didinginkan dalam desikator (D1). b) Residu diabukan di dalam tanur pada suhu 550 oC selama paling sedikit 5 jam, lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang setelah dingin (II). Penentuan serat pangan larut (SDF) a) Volume filtrat diatur dengan air sampai 100 mL
22
b) Sebanyak 400 mL etanol 95% hangat (60 oC) ditambahkan dan diendapkan selama 1 jam. c) Larutan disaring dengan crubible kering (porositas 2) yang mengandung 0,5 g celite kering, kemudian dicuci dengan 2 x 10 mL etanol 78%, 2 x 10 mL etanol 95% dan aseton 2 x 10 mL. d) Endapan dikeringkan pada suhu 105 oC selama satu malam (sampai berat konstan) dan didinginkan dalam desikator dan ditimbang (D2). c) Residu diabukan pada tanur suhu 500 oC selama paling sedikit 5 jam, lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang setelah dingin (I2). Penentuan serat pangan total (TDF) Serat pangan total diperoleh dengan menjumlahkan nilai serat pangan tidak larut (IDF) dan serat pangan larut (SDF). Blanko yang digunakan diperoleh dengan metode yang sama, tanpa penambahan sampel. Nilai blanko yang dipergunakan perlu diperiksa ulang, terutama bila menggunakan enzim dari kemasan baru. Rumus perhitungan nilai IDF dan SDF Nilai IDF (%) = Nilai IDF (%) =
x 100%
x 100%
Nilai TDF (%) = Nilai IDF (%) + Nilai SDF (%) Keterangan : W= Berat sampel (g)
D= Berat setelah analisis dan dikeringkan (g)
B= Berat blanko bebas serat (g)
I= Berat setelah diabukan (g)
6) Uji aktivitas antioksidan (Molyneux 2004) Biomassa kering Spirulina platensis dan jelly drink Spirulina dilarutkan dalam metanol p.a. dengan konsentrasi 200, 400, 600, 800 dan 1000 ppm. Larutan DPPH yang akan digunakan, dibuat dengan melarutkan kristal DPPH dalam pelarut metanol dengan konsentrasi 1 mM. Proses pembuatan larutan DPPH 1 mM dilakukan dalam kondisi suhu ruang dan terlindung dari cahaya matahari. Larutan bahan baku dan produk yang telah dibuat, masing-masing diambil 4,5 ml dan direaksikan dengan 500 µL larutan DPPH 1 mM dalam tabung reaksi yang berbeda dan telah diberi label. Campuran tersebut kemudian diinkubasi pada suhu 37 oC selama 30 menit dan diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 517 nm. Absorbansi dari larutan
23
blanko juga diukur untuk melakukan perhitungan persen inhibisi. Larutan blanko dibuat dengan mereaksikan 4,5 ml pelarut metanol dengan 500 µl larutan DPPH 1 mM dalam tabung reaksi. Aktivitas antioksidan dari masing-masing contoh dinyatakan dengan persen inhibisi, yang dihitung dengan formulasi sebagai berikut: % inhibisi = (Absorban blanko – Absorban contoh) x 100% Absorban blanko Nilai konsentrasi contoh (bahan baku dan produk) dan persen inhibisinya diplot masing-masing pada sumbu x dan y pada persamaan regresi linear. Persamaan regresi linear yang diperoleh dalam bentuk persamaan y = a + bx, digunakan untuk mencari nilai IC50 (inhibitor concentration 50%) dari masingmasing contoh dengan menyatakan nilai y sebesar 50 dan nilai x yang akan diperoleh sebagai IC50. Nilai IC50 menyatakan besarnya konsentrasi larutan contoh (ekstrak) yang dibutuhkan untuk mereduksi radikal bebas DPPH sebesar 50%. 3.5 Pemilihan jelly drink terbaik dengan uji indeks kinerja (Marimin 2004) Penentuan formulasi jelly drink terbaik dilakukan dengan menggunakan uji indeks kinerja (metode bayes). Metode Bayes merupakan salah satu teknik yang dapat digunakan untuk melakukan analisis dalam pengambilan keputusan terbaik dari sejumlah alternatif dengan tujuan menghasilkan perolehan yang optimal. Pengambilan keputusan yang optimal akan tercapai bila mempertimbangkan berbagai kriteria. Persamaan Bayes yang digunakan untuk menghitung nilai alternatif sering disederhanakan menjadi :
Keterangan :
Total nilai =
nilai ij (Kritj)
Total nilai = total nilai akhir dari alternatif ke –i Nilaiij = Nilai dari alternatif ke-i pada kriteria ke-j Kritj = tingkat kepentingan (bobot) kriteria ke-j i = 1,2,3,....n ; n jumlah alternatif j = 1,2,3,....n ; n jumlah kriteria
24
Pemilihan jelly drink terbaik dengan uji indeks kinerja didasarkan pada total nilai yang paling tinggi dari setiap perlakuan. Parameter yang diberi bobot meliputi karakteristik sensori (daya sedot, penampakan, aroma, warna, dan rasa). Nilai kepentingan bisa diperoleh dari hasil kuisioner panelis. Bobot dari masingmasing parameter didapat dari hasil manipulasi matriks perbandingan nilai kepentingan antar parameter, kemudian matriks tersebut dikuadratkan. Hasil penjumlahan setiap baris matriks dibagi dengan total penjumlahan baris matriks tersebut hingga diperoleh nilai eigen. Nilai eigen dari proses manipulasi matriks merupakan nilai bobot dalam metode Bayes. 3.6
Rancangan Percobaan dan Analisis Data Rancangan yang digunakan pada penelitian pendahuluan dan penelitian
utama tahap 1 adalah rancangan acak lengkap yang mengacu pada Mattjik dan Jaya (2006). Perlakuan yang diberikan adalah perbedaan konsentrasi Spirulina yang ditambahkan. Model Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang digunakan adalah: Ŷij = µ + αi + εij Dimana : Ŷij
= respon yang diamati
µ
= efek nilai tengah/nilai rata-rata sebenarnya
αi
= pengaruh perlakuan α pada taraf ke-i
εij
= galat (error) dari perlakuan pada taraf ke-i dan ulangan ke-j Selang kepercayaan yang digunakan adalah 95% untuk menyatakan
perbedaan nyata. Selanjutnya data dianalisis dengan analisis ragam. Jika dari hasil analisis ragam berbeda nyata maka dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji Duncan, sedangkan data uji hedonik dianalisis menggunakan metode Kruskal Wallis. Jika hasil uji Kruskal Wallis berbeda nyata maka dilakukan uji lanjut menggunakan uji Dunn.
25
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan yang dilakukan adalah formulasi jelly drink dengan perlakuan konsentrasi rumput laut (5%, 7% dan 9%). Uji hedonik dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap formula awal jelly drink. Faktor utama yang diperhatikan adalah daya sedot dari jelly drink karena rumput laut yang ditambahkan berfungsi sebagai pembentuk gel pada pembuatan jelly drink. Konsentrasi yang dipilih didapatkan dari beberapa perlakuan yang telah dilakukan. Jelly drink yang telah dibuat kemudian diuji daya sedotnya. Daya sedot atau sifat sedot yaitu sifat yang menunjukkan mudah atau tidaknya suatu produk minuman untuk disedot yang dapat dilihat dari tingkat kesukaan panelis terhadap sifat sedot. Penilaian rata-rata panelis terhadap daya sedot jelly drink berkisar antara 6,13 sampai 7,13 (agak suka hingga suka). Nilai rata-rata kesukaan daya sedot jelly drink disajikan pada Gambar 5.
Gambar 5 Nilai rata-rata kesukaan daya sedot jelly drink. Huruf (a,b) di atas balok data yang berbeda menunjukkan perbandingan nilai tengah yang berbeda nyata pada taraf nyata 0,05. Perbedaan konsentrasi rumput laut memberikan pengaruh berbeda (p<0,05) pada kesukaan panelis terhadap daya sedot jelly drink (Lampiran 4a). Hasil uji lanjut Dunn (Lampiran 4 b) menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi rumput laut 7% berbeda nyata dengan konsentrasi rumput laut 9%. Peningkatan konsentrasi rumput laut yang ditambahkan memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap daya sedot. Daya sedot yang paling disukai pada penambahan rumput laut dengan konsentrasi 7%. Penambahan rumput laut konsentrasi 5% mengakibatkan tidak terlalu banyak gel yang terbentuk sedangkan pada
26
penambahan rumput laut konsentrasi 9% terlalu banyak gel (lebih sulit di sedot) yang terbentuk sehingga tidak disukai oleh panelis. 4.2 Penelitian Utama Tahap 1 Penelitian utama didahului dengan formulasi jelly drink dengan perlakuan konsentrasi Spirulina platensis. Berdasarkan penelitian pendahuluan diketahui bahwa formula terpilih adalah penambahan rumput laut 7% sehingga formula ini yang digunakan dalam penelitian utama. Formula jelly drink terbaik ditentukan berdasarkan uji kepentingan (Bayes) dengan parameter uji hedonik, uji protein dan uji antioksidan. Formula terbaik kemudian dibandingkan dengan jelly drink yang ditambah dengan Spirulina hasil kultur di laboratorium pada konsentrasi yang sama. 4. 2.1 Penentuan formula jelly drink Spirulina komersial terpilih Pada penelitian utama formula jelly drink terpilih dari penelitian pendahuluan kemudian ditambah dengan Spirulina komersial pada konsentrasi berbeda (0,2%, 0,4% dan 0,6%). Pemilihan konsentrasi ini didasarkan pada serving size suplemen Spirulina yang diproduksi oleh PT Trans Pangan Indospina Jepara yakni 400 mg/kapsul. 1) Uji sensori Parameter yang diamati pada uji sensori ini antara lain penampakan, warna, aroma, rasa, dan daya sedot. (1) Penampakan Penampakan produk memegang peranan penting terhadap penerimaan konsumen, karena penampakan akan mempengaruhi penilaian awal dari suatu produk. Faktor penampakan terkadang menjadi nilai utama dan penentu diterima atau tidaknya suatu produk. Penilaian penampakan bersifat subjektif bergantung pada jenis produk, tingkat kesukaan panelis, kewajaran kualitas suatu produk yang baik dalam pandangan konsumen. Uji hedonik menunjukkan bahwa nilai rata-rata penilaian panelis terhadap penampakan jelly drink Spirulina berkisar antara 5,876,43 (netral hingga agak suka). Nilai rata-rata kesukaan penampakan jelly drink Spirulina komersial disajikan pada Gambar 6.
27
Gambar 6 Nilai rata-rata kesukaan penampakan jelly drink Spirulina komersial. Huruf (a,b) di atas balok data yang berbeda menunjukkan perbandingan nilai tengah yang berbeda nyata pada taraf nyata 0,05. Perbedaan konsentrasi Spirulina yang ditambahkan tidak memberikan pengaruh berbeda (p<0,05) terhadap penampakan jelly drink Spirulina (Lampiran 5b). Peningkatan konsentrasi Spirulina dengan selang 0,2% tidak mempengaruhi warna maupun tekstur dari jelly drink. Hal ini karena bahan yang berfungsi sebagai gelling agent adalah rumput laut sehingga lebih banyak mempengaruhi penampakan jelly drink dibandingkan penambahan Spirulina. (2) Warna Warna merupakan salah satu parameter yang penting dalam penilaian suatu minuman. Minuman yang dinilai bergizi tidak akan diminum apabila memiliki warna yang tidak sedap dipandang. Warna bahan pangan secara alami disebabkan oleh senyawa organik yang disebut pigmen. Pigmen yang sering ditemukan pada buah, sayur dan tanaman diantaranya adalah klorofil, karotenoid antosianin dan antosantin. Selain itu terdapat pula kelompok senyawa polyphenol yang disebut tannin yang memberikan warna coklat kehitaman dan rasa sepat (Winarno 2008). Nilai rata-rata kesukaan warna jelly drink Spirulina komersial disajikan pada Gambar 7.
28
Gambar 7 Nilai rata-rata kesukaan warna jelly drink Spirulina komersial. Huruf (a,b) di atas balok data yang berbeda menunjukkan perbandingan nilai tengah yang berbeda nyata pada taraf nyata 0,05. Warna hijau pada jelly drink disebabkan adanya pigmen Spirulina. Spirulina memiliki pigmen klorofil dan juga fikosianin yang dapat dimanfaatkan sebagai pewarna alami. Penilaian rata-rata panelis terhadap warna jelly drink Spirulina berkisar antara 5,73 hingga 5,80 (agak suka). Hal ini diduga karena jelly drink Spirulina memiliki warna hijau agak cokelat sehingga kurang menarik bagi panelis. Perbedaan konsentrasi Spirulina tidak memberikan pengaruh berbeda (p<0,05) terhadap tingkat kesukaan panelis pada parameter warna (Lampiran 5). Proses pemasakan dapat mengakibatkan degradasi warna Spirulina. Klorofil yang berwarna hijau dapat berubah menjadi hijau kecoklatan akibat substitusi magnesium oleh hidrogen membentuk feofitin. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Koca et al. (2006) yang menyatakan bahwa semakin rendah nilai pH suatu larutan dan semakin tinggi suhu pemasakan maka klorofil yang terdegradasi akan semakin banyak dan klorofil a lebih cepat terdegradasi dibandingkan klorofil b. (3) Aroma Aroma merupakan parameter yang memegang peranan penting dalam penilaian suatu produk. Pada umumnya bau yang diterima oleh hidung dan otak lebih banyak merupakan berbagai ramuan atau campuran empat bau utama yaitu harum, asam, tengik dan hangus (Winarno 2008). Penilaian rata-rata panelis terhadap aroma jelly drink Spirulina berkisar antara 5,37-6,27 (netral hingga agak suka). Nilai rata-rata kesukaan aroma jelly drink Spirulina komersial disajikan pada Gambar 8.
29
Gambar 8 Nilai rata-rata kesukaan aroma jelly drink Spirulina komersial. Huruf (a,b) di atas balok data yang berbeda menunjukkan perbandingan nilai tengah yang berbeda nyata pada taraf nyata 0,05. Konsentrasi Spirulina memberikan pengaruh berbeda (p<0,05) terhadap aroma jelly drink Spirulina (Lampiran 5 b). Hasil uji lanjut Dunn (Lampiran 5 c) menunjukkan bahwa penambahan Spirulina pada konsentrasi 0,4% memberikan pengaruh berbeda nyata dengan penambahan Spirulina konsentrasi 0,6% namun tidak memberikan pengaruh berbeda nyata dengan penambahan Spirulina konsentrasi 0,2%. Penurunan kesukaan panelis terhadap aroma jelly drink yang ditambah dengan Spirulina 0,4% diduga karena adanya pengaruh interaksi dengan komponen lain seperti protein dan lemak yang menghasilkan aroma kurang disukai. Spirulina komersial yang digunakan diduga telah mengalami proses pengeringan dengan suhu tinggi seperti pengeringan dengan Spray dried yang mengakibatkan terbentuknya aroma yang kurang disukai. Proses pengeringan menggunakan suhu tinggi dapat meningkatkan kadar nitrogen non protein. Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Conesa et al. (2005) yakni proses pengolahan pada suhu 120oC mengakibatkan peningkatan nitrogen non protein dan menurunkan total nitrogen serta nitrogen protein. Nitrogen non protein tersusun atas peptida, urea, amoniak, asam amino bebas (Carratu et al. 2003). Adanya fraksi nitrogen non protein ini diduga menimbulkan aroma yang tidak disukai pada jelly drink yang ditambah Spirulina. (4) Rasa Rasa berbeda dengan bau dan lebih banyak melibatkan panca indera lidah. Penginderaan kecapan dapat dibagi menjadi lima kecapan utama yaitu asin, asam,
30
manis, pahit dan umami. Apabila suatu produk memiliki rasa yang tidak enak, maka produk tersebut tidak akan diterima oleh konsumen walaupun warna dan aromanya baik. Rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya senyawa kimia,
suhu,
konsentrasi
dan
interaksi
dengan
komponen
rasa
lain
(Winarno 2008). Nilai rata-rata kesukaan rasa jelly drink Spirulina komersial disajikan pada Gambar 9.
Gambar 9 Nilai rata-rata kesukaan rasa jelly drink Spirulina komersial. Huruf (a,b) di atas balok data yang berbeda menunjukkan perbandingan nilai tengah yang berbeda nyata pada taraf nyata 0,05. Perbedaan konsentrasi Spirulina tidak memberikan pengaruh berbeda (p<0,05) terhadap rasa jelly drink Spirulina (Lampiran 5). Nilai kesukaan penelis terhadap rasa jelly drink berkisar antara agak suka hingga suka. Nilai kesukaan ini lebih tinggi bila dibandingkan hasil penelitian Fitriani et al. (2008) yang menambahkan Spirulina pada produk seaweeds leather yang nilai kesukaannya berkisar antara tidak suka hingga agak suka. (5) Daya sedot Daya sedot atau sifat sedot yaitu sifat yang menunjukkan mudah atau tidaknya suatu produk minuman untuk disedot (Ferizal 2005). Mudah tidaknya suatu minuman untuk disedot dapat dilihat dari tingkat kesukaan panelis terhadap sifat sedot tersebut. Penilaian rata-rata panelis terhadap daya sedot jelly drink berkisar antara 6,23 hingga 6,50 (agak suka). Nilai rata-rata kesukaan daya sedot jelly drink Spirulina komersial disajikan pada Gambar 10.
31
Gambar 10 Nilai rata-rata kesukaan daya sedot jelly drink Spirulina komersial. Huruf (a,b) di atas balok data yang berbeda menunjukkan perbandingan nilai tengah yang berbeda nyata pada taraf nyata 0,05. Perbedaan konsentrasi Spirulina tidak memberikan pengaruh berbeda (p<0,05) terhadap daya sedot jelly drink Spirulina (Lampiran 5). Hal ini karena bahan yang lebih berpengaruh terhadap daya sedot adalah rumput laut. Rumput laut Eucheuma cottonii merupakan penghasil karagenan. Karagenan berfungsi sebagai stabilisator, pengemulsi dan juga pembentuk gel. Gel yang terbentuk akan semakin kuat apabila dicampur dengan hidrokoloid lain (Sinurat et. al 2006). Faktor lain yang diduga mempengaruhi kekentalan jelly drink Spirulina selain rumput laut adalah Spirulina. Estrada (2001) menyatakan bahwa Spirulina telah dimanfaatkan dalam berbagi industri diantaranya sebagai pengemulsi dan bahan pengental. 2) Karakteristik kimia (1) Uji protein Kandungan protein dipengaruhi oleh konsentrasi sumber protein yang ditambahkan pada proses pembuatan jelly drink Spirulina. Pada penelitian ini sumber protein berasal dari Spirulina. Nitrogen inilah yang terukur sebagai % protein. Berdasarkan pengujian diketahui kadar protein jelly drink berkisar 1,218-2,750% (basis kering). Pengujian kadar protein dilakukan sebagai salah satu penentu jelly drink terpilih yang kemudian akan dibandingkan dengan jelly drink yang ditambah dengan Spirulina hasil kultur di laboratorium. Nilai rata-rata protein jelly drink Spirulina komersial dapat dilihat pada Gambar 11.
32
Gambar 11 Nilai rata-rata protein jelly drink Spirulina komersial. Huruf (a,b) di atas balok data yang berbeda menunjukkan perbandingan nilai tengah yang berbeda nyata pada taraf nyata 0,05. Perbedaan konsentrasi Spirulina memberikan pengaruh berbeda (p<0,05) terhadap kandungan protein (Lampiran 6). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa penambahan Spirulina 0,2%, 0,4% dan 0,6% memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap nilai protein. Penambahan Spirulina 0,2% memberikan hasil yang berbeda nyata dengan penambahan Spirulina 0,6% dan penambahan Spirulina 0,4%. Kadar protein yang terukur lebih rendah dibandingkan dengan kadar protein Spirulina yang ditambahkan. Jumlah Spirulina yang ditambahkan adalah 200 mg, 400 mg dan 600 mg dengan kadar protein 61% atau masing-masing 122 mg, 244 mg, dan 366 mg protein sedangkan kadar protein yang terukur dalam produk adalah 103 mg, 235 mg dan 308 mg dengan kadar protein sekitar 51% setelah pengurangan kadar protein rumput laut. Hal ini diduga karena adanya proses pemasakan. Jika suatu protein dipanaskan secara perlahan-lahan hingga suhu 60-70oC maka akan terjadi koagulasi (Lehninger 1982). Yuanita (2005) menyatakan bahwa pemasakan dapat mengakibatkan perubahan komponen dinding sel tanaman antara lain denaturasi protein, degradasi pektat pada pH netral, hidrolisis ikatan glikosidik hemiselulosa dan pektat pada pH asam, reaksi antar konstituen dinding sel. 2) Aktivitas antioksidan Salah satu keunggulan yang dimiliki oleh Spirulina adalah kandungan antioksidan. Sumber antioksidan yang terkandung dalam Spirulina diantaranya adalah fikosianin, tokoferol,dan komponen fenol. Fikosianin mampu menangkap radiasi yang tersedia dari matahari secara efisien dan bermanfaat dalam proses
33
fotosintesis (Merdekawati dan Susanto 2009). Aktivitas antioksidan jelly drink Spirulina komersial disajikan pada Gambar 12.
Gambar 12 Aktivitas antioksidan jelly drink Spirulina komersial. Huruf (a,b) di atas balok data yang berbeda menunjukkan perbandingan nilai tengah yang berbeda nyata pada taraf nyata 0,05. Peningkatan konsentrasi Spirulina yang ditambahkan menurunkan nilai IC50. Penambahan Spirulina 0,2%, 0,4% dan 0,6% memiliki kemampuan untuk menangkap 50% radikal bebas yang diberikan berturut-turut pada konsentrasi 6070 ppm, 4818,5 ppm dan 3363,5 ppm. Perbedaan konsentrasi Spirulina tidak memberikan
pengaruh
berbeda
(p<0,05)
terhadap
aktivitas
antioksidan
(Lampiran 7). Penambahan Spirulina pada jelly drink meningkatkan aktivitas antioksidan hingga IC50 mencapai 3363,5 ppm yang menunjukkan bahwa dibutuhkan 3363,5 ppm jelly drink Spirulina untuk dapat menghambat 50% radikal DPPH yang ditambahkan. Nilai IC50 pada jelly drink Spirulina dapat dikatakan kurang efektif karena nilainya di atas 1000 ppm. Bahan digolongkan sebagai antioksidan sangat kuat apabila nilai IC50 kurang dari 50 ppm, kuat apabila nilai IC50 antara 50-100 ppm, sedang apabila nilai IC50 antara 100-150 ppm, lemah apabila nilai IC50 antara 150-200 ppm (Blois 1958 diacu dalam Molyneux 2004). 3) Jelly drink Spirulina terpilih berbasis indeks kinerja Indeks kinerja merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk pengambilan keputusan. Salah satu teknik yang dapat digunakan adalah teknik Bayes. Metode Bayes merupakan salah satu teknik yang dapat dipergunakan untuk melakukan analisis dalam pengambilan keputusan terbaik dari sejumlah alternatif
dengan
tujuan
menghasilkan
perolehan
yang
optimal
34
(Marimin 2004). Kriteria yang menjadi penilaian adalah kriteria sensori dan kimia. Jelly drink Spirulina dengan nilai rasa tertinggi diberi score yang paling tinggi. Nilai bobot dikalikan dengan score sehingga didapatkan nilai alternatif. Nilai alternatif tertinggi menunjukkan jelly drink yang terbaik. Hasil pembobotan jelly drink Spirulina komersial dengan pertimbangan parameter sensori dan kimia disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Hasil pembobotan jelly drink Spirulina komersial (metode Bayes) Parameter Rasa Aroma Warna Kenampakan Daya sedot Protein Antioksidan Total Rangking
Konsentrasi Spirulina (%) 0,6 0,4 0,2 1 2 3 3 1 2 1 2 3 2 3 1 1 3 2 3 2 1 3 2 1 2,00 2,08 1,92 2 1 3
Nilai bobot 0,180 0,154 0,154 0,128 0,102 0,154 0,128
Penambahan Spirulina 0,4% menghasilkan total nilai pembobotan tertinggi (2,08) dan menjadi formula terpilih. Penambahan Spirulina membantu dalam pemberian warna minuman dan pengkayaan gizi minuman. Jelly drink Spirulina komersial 0,4% akan dibandingkan dengan jelly drink Spirulina 0,4% hasil kultivasi pada konsentrasi yang sama. 4.2.2 Kultivasi dan karakterisasi biomassa Spirulina platensis Spirulina yang ditambahkan dalam pembuatan jelly drink adalah Spirulina komersial dan Spirulina kultur. Spirulina yang dikultur di laboratorium dipanen pada umur 17 hari. Spirulina yang ditambahkan berfungsi sebagai sumber zat gizi dan pewarna alami. Kandungan gizi Spirulina platensis berbeda-beda bergantung pada lingkungan, fase serta umur panen bahan baku tersebut. Zat gizi diperlukan tubuh sebagai penyedia energi, untuk pertumbuhan pengaturan serta pemeliharaan proses fisiologis dan biokimia di dalam tubuh. Hasil karakterisasi Spirulina platensis disajikan pada Tabel 6.
35
Tabel 6 Hasil karakterisasi biomassa Spirulina platensis Karakteristik
Kadar air Kadar abu Kadar protein Kadar lemak Karbohidrat - Serat kasar - Serat pangan total Antioksidan - IC50 (ppm)
Kandungan (%) Spirulina kultur Spirulina komersial Basis basah Basis kering Basis basah Basis kering 93,15 4,28 0,95 13,87 5,99 6,26 3,85 56,20 61,06 63,79 1,65 24,09 0,14 0,15 19,14 20,00 0,00 0,00 9,39 9,81 0,77 11,24 1625
931
Kandungan protein dan karbohidrat Spirulina komersial lebih tinggi dibandingkan Spirulina kultur, namun kandungan lemaknya lebih rendah. Hal ini diduga karena adanya perbedaan media yang digunakan dalam proses kultivasi. Media yang digunakan untuk kultivasi adalah media teknis terdiri dari MgSO4, K2SO4, CaCl2, EDTA, FeCl3, Urea. ZA, Na2HPO4, dan NaHCO3. Kandungan protein yang lebih tinggi pada Spirulina komersial diduga karena konsentrasi N pada media yang digunakan untuk kultivasi lebih tinggi sehingga aktivitas metabolisme tetap berlangsung dalam jangka waktu yang optimum. Sumber nitrogen pada media teknis yang digunakan adalah urea (CH4N2O). Costa et al. (2003) menjelaskan bahwa urea mengandung 2 atom nitrogen (46% nitrogen) dan baik untuk pertumbuhan Spirulina selama konsentrasinya kurang dari 1,5 g/L. Sumber nitrogen yang digunakan selama kultivasi yakni CH4N2O sebanyak 0,13 g/L lebih rendah bila dibandingkan kulvitasi yang dilakukan oleh Widlaningsih et al. (2008) yang menggunakan NaNO3 sebanyak 100gr/L. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Raoof et al. (2006), bahwa sumber N merupakan unsur penting bagi pertumbuhan Spirulina platensis dan merupakan level kritis bagi keberadaan nitrogen pada skala masal produksi Spirulina platensis dan dikatakan bahwa semakin rendah konsentrasi nitrogen maka akan semakin rendah pula nilai protein selnya. Kandungan karbohidrat Spirulina komersial lebih tinggi dibandingkan Spirulina kultur diduga karena adanya perbedaan media kultivasi. Hal ini
36
didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan Goksan et al. (2007), bahwa pada media yang kandungan nitrogennya tercukupi akan mendukung produksi protein tetapi akan menurunkan sintesis karbohidrat. Media yang mengalami kekurangan nitrogen selama kultivasi maka produksi karbohidrat akan meningkat sedangkan produksi protein akan mengalami penurunan. Kandungan lemak Spirulina hasil kultur lebih tinggi bila dibandingkan dengan Spirulina komersial. Hal ini diduga karena adanya perbedaan kondisi lingkungan kultivasi seperti suhu, salinitas dan intensitas cahaya. Menurut laporan penelitian yang dilakukan oleh Colla et al. (2007) diketahui bahwa suhu media kultivasi yang terlalu tinggi akan mengakibatkan penurunan produksi lemak. Qin (2005) juga menjelaskan bahwa intensitas cahaya dan salinitas dapat mempengaruhi produksi lemak. Intensitas cahaya lebih dari 60 W/m2 dan NaCl lebih dari 0,15 M dapat mengakibatkan pengurunan produksi lemak. Abu merupakan zat organik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kadar
abu
berhubungan
dengan
kandungan
mineral
suatu
bahan
(Santoso et al. 2007). Kadar abu Spirulina kultur lebih tinggi dibandingkan Spirulina komersial. Hasil penelitian Widianingsih et al. (2008) menunjukkan bahwa keberadaan unsur mineral dalam media kultur dapat mempengaruhi kadar abu. Spirulina hasil kultur dikultivasi menggunakan media teknis yang mengandung bahan pengisi. Hal ini mengakibatkan media sukar larut sempurna terutama NaHCO3. Apabila proses pencucian yang dilakukan kurang bersih maka dimungkinkan adanya media yang terikut dan menambah kadar abu dalam bahan baku. Antioksidan merupakan senyawa yang dapat mengikat radikal bebas penyebab beberapa penyakit degeneratif, karsiogenik dan juga penuaan (Jeong et al. 2004). Spirulina komersial maupun Spirulina hasil kultur mempunyai aktivitas antioksidan dengan IC50 (Inhibitor Concentration 50%) berturut-turut adalah
931 ppm dan 1625 ppm. Nilai IC50 menggambarkan
konsentrasi senyawa antioksidan yang menyebabkan hilangnya 50% aktivitas DPPH. Bahan dikatakan memiliki aktivitas antioksidan yang kuat apabila memiliki IC50 kurang dari 50 ppm dan dikatakan lemah apabila lebih dari 200 ppm (Blois 1958 dalam Molyneux 2004). Hal ini menunjukkan bahwa Spirulina
37
komersial maupun Spirulina kultur mempunyai aktivitas antioksidan namun sangat lemah. Sumber antioksidan yang terkandung dalam Spirulina diantaranya adalah fikosianin, betakaroten, tokoferol, γ-linoleic acid dan komponen fenol. Selenium yang terkandung dalam fikosianian memiliki aktivitas yang kuat dalam menghambat
radikal
superoksidase
dan
hydrogen
peroksida
(Merdekawati dan Susanto 2009). Tingginya nilai IC50 pada Spirulina kultur mengindikasikan bahwa kandungan komponen antioksidannya lebih rendah. Kadar nitrogen dalam media kultur dan juga suhu kulvitasi berpengaruh terhadap sintesis komponen fenol. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Colla et al. (2007) menunjukkan bahwa kandungan fenol yang tinggi didapatkan pada kultur dengan penambahan sodium nitrat sebanyak 1,875 g/L atau 2,5 g/L dan suhu 35oC. Apabila kadarnya berkurang atau berada dibawah standar maka proses sintesis fikosianin dan komponen lain akan terganggu. Kultivasi yang dilakukan dilaboratorium menggunakan sumber N sebanyak 0,13 g/L dengan suhu 29oC. Hal inilah yang diduga manjadi penyebab rendahnya aktivitas antioksidan Spirulina hasil kultur. Aktivitas antioksidan yang rendah pada Spirulina hasil kultur diduga karena sampel yang digunakan tidak diekstrak terlebih dahulu. Berdasarkan hasil penelitian Herrero et al. (2004) diketahui Spirulina yang diekstrak menggunakan etanol memiliki nilai IC50 sebesar 91,4 ppm dan rendemen yang didapat lebih besar dibandingkan pelarut heksan dan petroleum eter. 4.3 Penelitian Utama Tahap 2 Konsentrasi Spirulina hasil kultur yang ditambahkan ke dalam jelly drink merupakan konsentrasi terpilih atau formula terpilih hasil penelitian tahap 1. Pengujian yang dilakukan pada tahap ini yakni uji hedonik, uji proksimat, uji aktivitas antioksidan dan perhitungan Angka Kecukupan Gizi (AKG). Berdasarkan uji kepentingan didapatkan formula terpilih yaitu penambahan Spirulina 0,4%. Pada tahap ini dilakukan pembuatan jelly drink dengan perlakuan penambahan Spirulina 0% (kontrol), penambahan Spirulina komersial 0,4% dan penambahan Spirulina hasil kultur 0,4%. Pengujian yang dilakukan meliputi uji
38
hedonik, uji proksimat (kadar air, kadar abu, kadat protein, kadar lemak dan kadar karbohidrat), uji kadar serat pangan, dan uji aktivitas antioksidan. 1) Uji sensori Uji hedonik dilakukan untuk mengetahui daya terima atau tingkat kesukaan panelis terhadap jelly drink yang ditambah Spirulina komersial dan Spirulina hasil kultur. Faktor utama yang diperhatikan adalah parameter sensori dari rasa dan warna karena parameter tersebut yang paling diperhatikan konsumen ketika akan memilih suatu minuman. Parameter sensori lain seperti aroma, penampakan, daya sedot tetap menjadi pertimbangan dalam penentuan formula terbaik dari jelly drink Spirulina. (1) Penampakan Penampakan merupakan faktor utama yang memegang peranan penting terhadap penerimaan konsumen, karena penampakan akan mempengaruhi penilaian awal dari suatu produk. Penampakan bersifat subjektif bergantung pada produk dan tingkat kesukaan konsumen. Nilai rata-rata kesukaan penampakan jelly drink Spirulina disajikan pada Gambar 13.
Gambar 13 Nilai rata-rata kesukaan penampakan jelly drink Spirulina. Huruf (a,b) di atas balok data yang berbeda menunjukkan perbandingan nilai tengah yang berbeda nyata pada taraf nyata 0,05. Berdasarkan uji hedonik yang telah dilakukan dikehui bahwa nilai rata-rata penilaian panelis terhadap penampakan jelly drink Spirulina berkisar antara 5,73-6,17 (netral hingga agak suka). Jenis Spirulina yang ditambahkan tidak memberikan pengaruh berbeda (p<0,05) terhadap penampakan jelly drink (Lampiran 9). Jelly drink yang ditambah Spirulina 0,4% memiliki warna hijau sedangkan jelly drink kontrol memiliki warna kuning kecokelatan. Warna alami
39
Spirulina yang menghasilkan warna hijau diharapkan dapat meningkatkan kesukaan terhadap penampakan jelly drink. (2) Aroma Aroma merupakan salah satu kriteria yang penting bagi konsumen dalam memilih suatu produk. Nilai kesukaan panelis terhadap suatu produk bersifat subjektif tergantung produk dan juga tingkat kesukaan panelis. Nilai kesukaan panelis terhadap aroma jelly drink berkisar antara 5,33-6,23 (netral hingga agak suka). Nilai rata-rata kesukaan aroma jelly drink disajikan pada Gambar 14.
Gambar 14 Nilai rata-rata kesukaan aroma jelly drink Spirulina. Huruf (a,b) di atas balok data yang berbeda menunjukkan perbandingan nilai tengah yang berbeda nyata pada taraf nyata 0,05. Jenis Spirulina yang ditambahkan (komersial dan kultur) tidak memberikan pengaruh berbeda terhadap tingkat kesukaan panelis pada aroma jelly drink (Lampiran 9). Aroma jelly drink Spirulina yang kurang disukai diduga karena adanya peningkatan fraksi nitrogen non protein pada jelly drink Spirulina. Nitrogen non protein tersusun atas peptida, urea, amoniak, asam amino bebas (Carratu et al. 2003). Penambahan essence leci sebesar 0,1% belum dapat menutupi aroma amis dari Spirulina sehingga perlu peningkatan konsentrasi essence ataupun penggantian essence yang lebih sesuai. (3) Warna Warna merupakan salah satu unsur hidup yang yang mewakili unsur visual. Warna menjadi simbol yang memberi informasi produk dan alat komunikasi untuk memasarkan suatu produk. Warna dapat mempengaruhi persepsi seseorang terhadap flavor suatu produk (Garber et al. 2000). Warna jelly drink Spirulina yang berasal dari kandungan klorofil dan fikosianian Spirulina
40
juga dapat mempengaruhi persepsi panelis. Nilai rata-rata kesukaan warna jelly drink disajikan pada Gambar 15.
Gambar 15 Nilai rata-rata kesukaan warna jelly drink Spirulina. Huruf (a,b) di atas balok data yang berbeda menunjukkan perbandingan nilai tengah yang berbeda nyata pada taraf nyata 0,05. Jenis Spirulina yang ditambahkan tidak memberikan pengaruh yang berbeda (p<0,05) terhadap nilai kesukaan warna jelly drink (Lampiran 9). Jelly drink yang ditambah dengan Spirulina kultur memiliki warna hijau lebih cerah bila dibandingkan dengan jelly drink Spirulina komersial yang memiliki warna hijau kecoklatan. Spirulina komersial berbentuk serbuk dan berwarna hijau agak cokelat yang diduga disebabkan oleh proses pengeringan yang dilakukan. Pengeringan dengan suhu tinggi dapat mempengaruhi warna Spirulina. Berdasarkan hasil penelitian Muhammad (2007) diketahui bahwa pengeringan dengan suhu tinggi dapat menyebabkan degradasi pigmen fikosianin dan klorofil. Hal yang sama juga didapatkan dari hasil penelitian Koca et al. (2006) yang menyatakan bahwa proses pemanasan pada suhu 70 oC akan mengakibatkan degradari klorofil dan kecepatan reaksi degradasinya akan semakin meningkat dengan semakin tingginya suhu pemanasan. (4) Rasa Rasa merupakan sensasi yang terbentuk dari hasil perpaduan bahan pembentuk dan komposisinya pada suatu produk makanan. Rasa merupakan salah satu faktor yang sangat diperhatikan oleh konsumen. Nilai rata-rata kesukaan rasa jelly drink Spirulina disajikan pada Gambar 16.
41
Gambar 16 Nilai rata-rata kesukaan rasa jelly drink Spirulina. Huruf (a,b) di atas balok data yang berbeda menunjukkan perbandingan nilai tengah yang berbeda nyata pada taraf nyata 0,05. Jenis Spirulina (komersial dan kultur) yang ditambahkan memberikan pengaruh yang berbeda (p>0,05) terhadap rasa jelly drink (Lampiran 9). Nilai rata-rata kesukaan panelis terhadap rasa jelly drink berkisar antara 5,23–6,43 (netral hingga agak suka). Uji lanjut Dunn menunjukkan bahwa kontrol berbeda nyata dengan penambahan Spirulina kultur 0,4 % namun penambahan Spirulina komersial 0,4% tidak memberikan pengaruh berbeda nyata dengan penambahan Spirulina kultur 0,4%. Rasa jelly drink berasal dari penambahan gula, essence leci dan rasa khas Spirulina. Jelly drink kontrol lebih disukai dibandingkan dengan jelly drink yang ditambah Spirulina karena komponen rasa yang berpengaruh hanya gula dan leci, sedangkan pada jelly drink yang ditambah Spirulina terdapat rasa tambahan yakni rasa khas Spirulina. Jelly drink yang ditambah Spirulina hasil kultur maupun jelly drink yang ditambah Spirulina komersial memiliki tingkat kesukaan rasa yang sama diduga karena faktor yang mempengaruhi rasa jumlah dan jenisnya sama. (5) Daya sedot Salah satu parameter yang diperhatikan dalam penentuan formula jelly drink adalah daya sedot. Nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap daya sedot berkisar antara 5,57-6,07 (netral hingga agak suka). Nilai rata-rata kesukaan daya sedot jelly drink disajikan pada Gambar 17.
42
Gambar 17 Nilai rata-rata kesukaan daya sedot jelly drink Spirulina. Huruf (a,b) di atas balok data yang berbeda menunjukkan perbandingan nilai tengah yang berbeda nyata pada taraf nyata 0,05. Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa perbedaan jenis Spirulina (komersial dan kultur) tidak memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap nilai kesukaan daya sedot jelly drink (Lampiran 9). Panelis lebih menyukai jelly drink kontrol dimungkinkan karena teksturnya yang lebih mudah disedot. Spirulina mengandung makromolekul seperti protein yang dapat berinteraksi dengan karagenan yang terkandung dalam rumput laut. Winarno (2008) menyatakan bahwa karagenan dapat berinteraksi dengan makromolekul yang bermuatan, misal protein sehingga mampu menghasilkan berbagai jenis pengaruh seperti peningkatan viskositas, pembentukan gel dan pengendapan. 2) Karakteristik kimia jelly drink Spirulina Analisis kimia yang dilakukan meliputi analisis kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, karbohidrat (by difference), serat pangan dan aktivitas antioksidan. Hasil uji proksimat jelly drink Spirulina disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Hasil uji proksimat jelly drink Spirulina Parameter Kadar abu Kadar protein Kadar lemak Serat pangan Karbohidrat Antioksidan(IC 50)
Jelly drink Spirulina komersial 4,22 a 2,20 b 0,15 a 23,38 b 70,04 a 4818,50 a
Jelly drink Spirulina kultur 5,96 a 0,78a 0,45 a 21,89 b 70,92 a 4899,23 a
Jelly drink kontrol 2,175 a 0,396 a 0,125 a 17,39 a 79,92 b 12428,50 a
Huruf superscript yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf uji 5% (dengan uji Duncan) yang dihitung berdasarkan basis kering.
43
(1) Kadar abu Menurut Santoso et al. (2007) abu merupakan zat organik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kadar abu berhubungan dengan kandungan mineral suatu bahan. Kadar abu menggambarkan banyaknya mineral yang terbakar dan menjadi zat tidak dapat menguap selama pengabuan. Kadar abu jelly drink Spirulina kultur lebih tinggi dibandingkan dengan jelly drink Spirulina komersial dan jelly drink control. Jenis Spirulina yang ditambahkan tidak memberikan pengaruh berbeda (p <0,05) terhadap kadar abu (Lampiran 11). Kadar abu pada jelly drink berasal dari rumput laut dan Spirulina. Kadar abu yang cukup tinggi pada jelly drink Spirulina mengindikasikan bahwa minuman ini memiliki kandungan mineral yang cukup tinggi. Mineral yang terkandung dalam Eucheuma cottonii meliputi Na, K, Ca, Mg Fe, Zn, Cu dan iodium (Matanjun et al. 2009; Santoso et al. 2006) dan mineral yang terkandung dalam Spirulina platensis yakni Na, K, Ca, Mg, Fe, Cd, Cr dan Cu (Tokusoglu dan Onal 2003). Mineral dibutuhkan tubuh sebagai zat pembangun dan pengatur. Konsumsi jelly drink Spirulina yang memiliki kandungan mineral tinggi ini dapat membantu mencukupi kebutuhan konsumsi mineral. (2) Kadar lemak Minyak dan lemak berperan sangat penting dalam gizi tubuh terutama karena merupakan sumber energi dan citarasa. Lemak hewani merupakan sterol yang disebut kolesterol, sedangkan lemak nabati mengandung fitosterol dan lebih banyak mengandung asam lemak tak jenuh (Winarno 2008). Hasil pengujian lemak pada Tabel 7 menunjukkan bahwa jelly drink Spirulina kultur memiliki kandungan lemak yang lebih tinggi dibandingkan dengan jelly drink Spirulina komersial dan jelly drink kontrol. Perbedaan Spirulina yang ditambahkan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar lemak (Lampiran 13). Lemak merupakan sumber energi yang lebih efektif dibandingkan karbohidrat dan protein. Lemak tersusun atas lemak tidak jenuh dan lemak jenuh. Spirulina mengandung berbagai asam lemak tidak jenuh yang baik untuk kesehatan. Hasil penelitian Tokusoglu dan Onal (2003) menunjukkan bahwa Spirulina mengandung γ-linolenat acid (GLA) yang kadarnya 4,59% dan diketahui bermanfaat bagi penderita hiperkolesterolemia, alpha-linolenic acid
44
(ALA)
0,67%,
linolenic
acid
(LA),
eicosapentaeonic
(EPA)
2,48%,
docosahexaenoic acid (DHA) sebesar 3,04 %, and arachidonic acid (AA) 0,37%. Konsumsi jelly drink Spirulina yang mengandung EPA, DHA dan GLA diharapkan dapat memelihara dan meningkatkan kesehatan konsumen. (3) Kadar protein Protein memiliki peranan penting bagi tubuh. Protein merupakan sumber gizi utama dan memberikan sifat fungsioanal yang penting dalam membentuk karakteristik produk pangan misal pengental, pengemulsi, pembentuk gel, pembentuk buih dan lain-lain (Kusnandar 2011). Hasil pengujian pada Tabel 7 menunjukkan bahwa jelly drink Spirulina kultur dan jelly drink kontrol memiliki kandungan protein lebih rendah dibandingkan jelly drink Spirulina komersial. Perlakuan yang diberikan memberikan pengaruh berbeda (p<0,05) terhadap kadar protein. Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 12 b) diketahui bahwa kadar protein jelly drink Spirulina komersial berbeda nyata dengan jelly drink Spirulina kultur dan kontrol. Spirulina dikultur dengan sistem batch sehingga penurunan jumlah nutrisi lebih cepat terjadi. Hasil penelitian Danesi et al. (2002) menunjukkan bahwai penmabahan media setiap 24 jam pada sistem fad-batch menghasilkan biomassa lebih banyak dibandingkan dengan penmabahan media setiap 48 jam. Jelly drink yang ditambahkan Spirulina memiliki kandungan protein yang lebih tinggi dibandingkan dengan jelly drink yang beredar di pasaran. Minuman jelly drink yang beredar di pasaran memiliki kandungan protein yang lebih rendah diduga karena bahan-bahan yang digunakan tidak berpotensi mengandung protein namun apabila dibandingkan dengan minuman sari kacang hijau, kandungan proteinnya masih lebih rendah. (4) Serat pangan Nutrien dalam makanan akan mengalami perubahan akibat berbagai macam proses pengolahan. Serat pangan memiliki peranan yang sangat penting dalam kesehatan. Hasil penelitian Hardoko (2008) menunjukkan bahwa serat rumput laut dalam bentuk gel pada konsentrasi 15% dari jumlah ransum mampu menormalkan darah hiperkolesterolemia tikus wistar. Perakuan yang diberikan memberikan pengaruh berbeda (p<0,05) terhadap kadar total serat pangan
45
(Lampiran 14 a). Uji lanjut Duncan menunjukan bahwa jelly drink Spirulina berbeda nyata dengan jelly drink kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa Spirulina memiliki kandungan serat pangan. Serat pangan terbagi menjadi dua fraksi yaitu serat yang larut dalam air dan serat yang tidak dapat larut air. Jelly drink Spirulina komersial memiliki kandungan serat pangan tidak larut air 1,213% dan serat larut air 1,881% sedangkan jelly drink Spirulina kultur memiliki kandungan serat pangan tidak larut air 1,317% dan serat larut air 1,738%. Kadar serat pangan larut air yang terukur pada jelly drink lebih tinggi dibandingkan dengan kadar serat pangan tidak larutnya. Hal ini karena Eucheuma cottonii sebagai salah satu sumber serat pada jelly drink memiliki kandungan serat pangan larut air yang tinggi. Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Matanjun et al. (2009) yang menyebutkan bahwa kandungan serat larut air Eucheuma cottonii lebih tinggi (18,3%) dibandingkan kandungan serat tidak larutnya (6,8%). (5) Kadar karbohidrat Karbohidarat merupakan salah satu zat gizi yang penting bagi tubuh. Karbohidrat merupakan salah satu polisakarida aldehida atau keton maupun senyawa lain yang menghasilkan aldehida atau keton apabila dihidrolisis. Polisakarida yang sering ditemukan pada tanaman berupa pati dan juga selulosa (Lehninger 1982). menunjukkan bahwa perbedaan jenis Spirulina yang ditambahkan memberikan pengaruh berbeda (p<0,05) terhadap kadar karbohidrat (Lampiran 15). Karbohidrat di dalam produk berasal dari polisakarida rumput laut, juga polisakarida Spirulina dalam bentuk selulosa dan juga gula yang ditambahkan. (6) Aktivitas antioksidan Antioksidan merupakan suatu senyawa kimia yang dalam kadar tertentu mampu menghambat atau memperlambat kerusakan lemak akibat proses oksidasi (Winarti 2010). Antioksidan pada makanan dapat diartikan sebagai bahan tambahan yang dapat mencegah atau menghambat oksidasi pada bahan makanan. Antioksidan banyak dimanfaatkan untuk menghambat atau mengikat radikal bebas.
46
Radikal bebas diklaim mempunyai peranan penting terhadap kesehatan manusia yaitu dapat mengakibatkan berbagai penyakit misal kanker, hipertensi, serangan jantung dan diabetes. Radikal bebas berasal dari metabolisme tubuh ataupun dari lingkungan. Antioksidan eksternal akan dapat membantu dalam pengikatan radikal bebas (Ghafar et al. 2010). Aktivitas antioksidan dapat diketahui melalui pengukuran absorbansi larutan sampel yang telah ditambah dengan larutan 2,2-Diphenyl-1-picrylhydrazyl hydrate (DPPH). Mekanisme penangkapan radikal DPPH yaitu melalui donor atom H dari senyawa antioksidan yang menyebabkan peredaman warna radikal pikrilhadrazil yang berwarna ungu menjadi piklilhadrazin berwarna kuning (Molyneux 2004). Semakin tinggi kandungan antioksidan dalam bahan maka semakin banyak DPPH yang akan tereduksi. IC50 merupakan kalkulasi persentasi antioksidan yang dibutuhkan untuk mereduksi 50% DPPH yang ditambahkan. Semakin rendah nilai IC50 maka semakin tinggi aktivitas antioksidannya. Jenis Spirulina yang ditambahkan tidak memberikan pengaruh berbeda (p<0,05) terhadap aktivitas antioksidannya (Lampiran 16). Hal ini menunjukkan bahwa rumput laut yang digunakan juga memiliki aktivitas antioksidan. Berdasarkan hasil penelitian Hardoko (2009) diketahui bahwa Eucheuma spinosum memiliki komponen antioksidan berupa phytol dan squalene. Aktivitas antioksidan dari ekstrak Eucheuma spinosum dengan pelarut etil asetat dengan IC50 sebesar 4741,5 ppm. Produk jelly drink komersial tidak mencantumkan informasi mengenai aktivitas antioksidan, sedangkan jelly drink Spirulina memiliki aktivitas antioksidan yang rendah namun berasal dari sumber yang alami. Apabila produk jelly drink komersial mengandung aktivitas antioksidan diduga sumbernya berasal dari antioksidan sintetik seperti BHT yang pemanfaatannya pada jangka waktu tertentu dikhawatirkan akan dapat memberikan efek buruk bagi tubuh. 3) Informasi Nilai Gizi Informasi suatu gizi sangat penting dalam produk sebagai pengetahuan tentang seberapa besar kebutuhan dan kecukupan gizi yang dapat dipenuhi dengan mengkonsumsi produk tersebut. Informasi gizi jelly drink Spirulina 0,4% disajikan pada Tabel 8.
47
Tabel 8 Informasi gizi jelly drink Spirulina 0,4%
Takaran saji Energi total (kkal) Lemak total Karbohidrat Protein Serat makanan
Jelly drink Spirulina komersial 200 ml 79 % AKG 0,06 6,37 0,98 23,61
Jelly drink Spirulina kultur 200 ml 92 % AKG 0,22 7,49 0,41 25,58
Jelly drink Spirulina kultur dan komersial dengan serving size 200 ml dapat menyumbangkan energi sebesar 92 kkal dan 79 kkal. Berdasarkan keputusan kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (2007) energi yang harus terpenuhi setiap harinya untuk orang dewasa adalah 2000 kkal, karbohidrat 300 g, protein 60 g, lemak 62 g dan serat pangan 25 g. Jelly drink Spirulina biasanya dijadikan sebagai minuman pembuka ataupun penutup dan tidak termasuk dalam menu utama sehingga kekurangan energi dapat dicukupi dengan konsumsi makanan utama. Jelly drink dengan penambahan Spirulina hasil kultur memiliki kandungan serat yang cukup tinggi yakni mencukupi 25% AKG/ hari. Kandungan seratnya yang cukup tinggi dapat dijadikan jajanan alternatif bagi orang yang memperhatikan diet. Beristain et al. (2006) menjelaskan bahwa serat pangan dapat mencegah timbulnya penyakit kanker kolon, wasir, dan konstipasi. Konsumsi satu cup jelly drink dengan serving size 200 ml setara dengan meminum 2 kapsul suplemen Spirulina. Dosis anjuran konsumsi suplemen Spirulina yang diproduksi oleh PT Trans Pangan Indospina adalah dua kapsul/ hari sehingga dianjurkan untuk mengkonsumsi jelly drink Spirulina tidak lebih dari 2 cup/ hari. Pembatasan konsumsi ini karena Spirulina mengandung asam nukleat dan purin. Asam nukleat dan purin di dalam tubuh akan dirubah menjadi asam urat yang dalam jumlah banyak akan mengganggu kerja ginjal. Jittanoonta et al. (1999) menyatakan bahwa maxsimum tolerable daily intake (MTD) dari Spirulina adalah 4,33 g/kg berat badan yang dihitung berdasarkan acceptable daily intake asam nukleat yakni 2,6 g/orang. Konsumsi suplemen Spirulina sebanyak 10 tablet/hari masih diperbolehkan karena di dalam
48
10 tablet (20 g Spirulina murni) tersebut hanya mengandung 1,2 g asam nukleat. Berdasarkan paten yang dikeluarkan oleh Kodo dan Nishigaki (2009) diketahui bahwa dosis Spirulina yang direkomendasikan untuk konsumsi manusia adalah 2 sampai 10 g/hari.
49
5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Formula jelly drink berbasis rumput laut (Eucheuma cottonii) dan Spirulina komersial terpilih berdasarkan uji kepentingan adalah jelly drink dengan penambahan Spirulina komersial 0,4%. Perbedaan jenis Spirulina (kultur dan komersial) yang ditambahkan tidak memberikan pengaruh berbeda terhadap hasil uji hedonik dan juga aktivitas antioksidan jelly drink Spirulina namun memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap kadar protein. Jelly drink Spirulina kultur 0,4% menyumbangkan energi yang lebih besar yakni 92 kkal bila dibandingkan dengan Jelly drink Spirulina komersial 0,4% yakni 79 kkal. . 5.2 Saran Pada penelitian ini nilai kesukaan jelly drink Spirulina masih berada pada taraf agak suka karena rasa dan aromanya masih didominasi oleh aroma Spirulina serta nilai IC50 yang tinggi karena tidak dilakukan proses ekstraksi sehingga masih mengandung senyawa lain yang bukan senyawa antioksidan. Saran yang dapat diberikan adalah: 1) Penambahan essence yang lebih sesuai sehingga dapat menutupi aroma dan rasa Spirulina namun tidak mengubah warna Spirulina dan pengujian nitrogen non protein pada Spirulina sehingga diketahui komponen yang berpengaruh terhadap aroma Spirulina. 2) Pemisahan komponen aktif melalui proses esktraksi sebelum dilakukan pengujian aktivitas antioksidan. 3) Pemilihan metode kultivasi yang lebih baik untuk meningkatkan kandungan protein dalam Spirulina kultur.
50
DAFTAR PUSTAKA Anggadiredja JT, Istini S, Purwoto AZH. 2011. Rumput laut. Depok: Penebar swadaya. Anggraini S. 2008. Faktor resiko obesitas pada anak taman kanak-kanak di kota Bogor. [Skripsi]. Bogor: Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. AOAC. 1995. Official Method of Analysis. Association of Official Analytical Chemistry International: Gaithersburg. Arlyza IS. 2005. Phycocyanin dari mikroalga bernilai ekonomis tinggi sebagai produk industry. Oseana. 30(3): 27-36. Bawa IGAG, Putra BAA, Laila ID. 2007. Penentuan pH optimum isolasi karagenan dari rumput laut jenis Kappaphycus alvarezii. Jurnal Kimia 1. (1): 15-20. Beristain CI, Sosa CF, Lobato-Calleros C, Pedroza-Islas R, Rodriguez ME, Verde-Calvo JR. 2006. Applications of soluble dietary fibers in beverages aplicaciones de la fibra dietetic soluble en bebidas. Revista Mexicana de Ingenieria Quimica. 3: 81-95. [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2007. Acuan Label Gizi Produk Pangan. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2006. Cara Uji Kimia-Bagian 1: Penentuan Kadar Abu pada Produk Perikanan: SNI 01-2354.1-2006. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional -------------------------------------------------. 2006. Cara Uji Kimia-Bagian 2: Penentuan Kadar Air pada Produk Perikanan: SNI 01-2354.2-2006. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional ------------------------------------------------. 2006. Cara Uji Kimia-Bagian 4: Penentuan Kadar Protein pada Produk Perikanan: SNI 01-2354.4-2006. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional ---------------------------------------------.2011. Petunjuk Pengujian Organoleptik dan atau Sensori pada Produk Perikanan: SNI 2346-2022. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional Carratu B, Boniglia C, Scalise F, Ambruzzi AM. 2003. Nitrogenous components of human milk: non-protein nitrogen, true protein and fee amino acids. Food Chemistry 81: 357. Colla LM, Furlong EB, Costa JAV. 2007. Antioxidant properties of Spirulina (Arthospira) platensis cultivated under different temperatures and nitrogen regimes. Brazilian Archiver of Biology and Technology 50 (1): 161-167. Conesa DP, Periago MJ, Ros G, Lopez G. 2005. Non- nitrogen in infant cereals affected by industrial. Food Chemistry 90: 513-521. Costa JBV, Colla LM, Filho PD. 2003. Spirulina platensis growth in open raceway ponds using fresh water supplemented with carbon, nitrogen and
51
metal ions. Laboratorium de Engenharia bioquimica, Departemento de Quimica, Fundacao Universidade Federal do Rio Grade, Caixa Postal, Rio Grade, RS Brazil. pp.1-5. Estrada JEP, Bescos PB, Fresno AMV. 2001. Antioksidan activity of different fractions of Spirulina platensis protean extract. Il Farmaco 56 : 497-500. Ferizal S. 2005. Formulasi jelly drink dari campuran sari buah dan sari sayuran. [Skripsi]. Bogor: Departemen Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi pertanian. Institut Pertanian Bogor. Fitriani A, Rozi FA, Puspita ID. 2008. Formulasi, karakterisasi kimia dan uji aktivitas antioksidan produk fungsional kaya antioksidan seaweeds leather dari mikroalga Spirulina platensis. Seminar nasional tahunan V hasil penelitian Perikanan dan Kelautan, 26 Juli 2008. Garber LL, Hyatt EM, Starr RG. 2000. The effect of food color an percieived flavor. Journal of Marketing Theory and Practice 59-70. Ghafar MFA, Prasad KN, Weng KK, Ismail A. 2010. Flavonoid, hesperidine, total phenolic contents, and antioxidant activities from citrus species. African Journal of Biotechnology. 9(3): 326-330. Goksan T, Zekeriyaoglu A, Liknur AK. 2007. The growth of Spirulina platensis in different culture systems under greenhouse condition. Turkish Journal Biology 31: 47-52. Hardoko. 2008. Pengaruh konsumsi gel dan larutan rumput laut (Eucheuma cottonii) terhadap hiperkolesterolimia darah tikus wistar. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan 19 (2): 97-104. ------------. 2009. Stabilitas antioksidan dan pigmen dalam ekstrak kasar rumput laut merah Eucheuma spinosum. Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan 7(2): 39-53. Herrero M, Pedro JM, Senorans J, Cifuentes A, Ibanez E. 2005. Optimization of accelerated solvent extraction of antioxidant from Spirulina platensis microalga. Food Chemistry 93: 417-423. Imeson A. 2010. Food Stabilizer, Thickeners, and Gelling Agent. Inggris: Blackwell Publishing. Jeong SM, Kim SY, Kim SR, Jo SC. 2004. Effect of heat treatment on the antioxidant activity of extrats from citrus peels. Journal of Agricultural and Food Chemistry. 52: 3389-3393. Jittanoonta P, Cuptapun Y, Hengsawadi D, Limpanussorn J, Klungsub P. 1999. Food safety on utilization of solar-dried Thai Spirulina. Kasetsart Journal (Natural Science) 33: 277-283. Koca N, Karadeniz F, Burdurlu HS. 2006. Effect of pH on chlorophyll degradation and colour loss in blanched green peas. Food Chemistry. 609-615. Kodo Y, Nishigaki H. 2009. Oral dosage composition. United States: Patent Application publication. Hlm 2
52
Kusnandar F. 2011. Kimia Pangan; Komponen Makro. Jakarta: Dian Rakyat Lehninger. 1982. Dasar-dasar Biokimia Jilid 1. Thenawijaya M, penerjemah: Jakarta: Erlangga, Terjemahan dari Principles of Biochemistry. Jilid 1. Hlm 159-313 Madhyastha H, Vatsala TM. 2009. Cysteine rich cyanopeptide β2 from Spirulina fussiformis exhibits plasmid DNA pBR322 scission prevention and cellular antioxidant activity. Indian Journal of Experimental Biology 48 (486-493). Mahajan A, Neetu, Ahluwalia AS. 2010. Effect of processing on functional properties of Spirulina protein preparations. African Journal of Microbiology Research 4 (1): 055-060 Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Hlm 17-21 Matanjun P, Mohamed S, Mustapha NM, Muhammad K. 2009. Nutrient content of tropical edible seaweeds, Eucheuma cottonii, Caulerpa lentillifera and Sargassum polystum. Journal of Applied Phycology 21: 75-80. Mattjik AA, Jaya IM. 2006. Rancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Bogor: IPB Press. Hlm 61-86 Merdekawati W, Susanto AB. 2009. Kandungan dan komposisi pigmen rumput laut serta potensinya untuk kesehatan. Squalen 4 (2): 41-47. Molyneux P. 2004. The use of the stable free radical diphenylpicryl-hydrazyl (DPPH) for estimating antioxidant activity. Songklanakarin Journal Science Technology 26 (2): 211-219. Muchtadi D. 2004. Komponen bioaktif dalam pangan fungsioanal. Majalah Gizi Mindo. 3 (7): 4-6. Muhammad J. 200. Produksi dan karakterisasi biopigmen fikosianin dari Spirulina fusformis serta aplikasinya sebagai pewarna minuman. [Sripsi]. Bogor: Departemen Teknologi Hasil Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Paranrengi A, Sulaeman. 2007. Mengenal rumput laut Kappaphycus alvarezii. Media Akuakultur 2 (1): 142-146. Qin JG. 2005. Bio_hydrocarbon from algae impacts of temperature, light dan salinity on algae growth. A Report for the Rural Industries Research and Development Corporation. Australia: RIRDC Publication No. 05/025. pp: 7-11 Rafat A, Philip K, Muniandy S. 2010. Antioxidant potential and content of phenolic compounds in ethanolic extracts of selected parts of andrographis paniculata. Journal of Medicinal Plants Research 4(3): pp 197-202. Raoof B, Kaushik BD, Prasanna R. 2006. Formulation of a low-cost medium for mass production of Spirulina. Biomass and Bioenergy. 30: 537-542. Riyono SH. 2008. Ekstrak klorofil. Warta Oseanografi 22(4): 8-12.
53
Santoso J, Gunji S, Yoshie-Stark Y, Suzuki T. 2006. Mineral content of Indonesian seaweeds and mineral solubility affect by basic cooking. Food Science Technology Research 12 (1): 59-66. Sinurat E, Madinah. Utomo BSB. 2006. Sifat fungsional formula kappa dan iota karagenan dengan gum. Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan 1(1): 1-2. Siro I, Kapolna E, Kapolna B, Lugasi A. 2008. Functional food. Product development, marketing and consumer acceptance-A review. Appetite 51: 456-467. Sudha M, Kavimani S. 2011. The protective role of Spirulina on doxorubicin induced genotoxicity in germ cells of rats. International Journal of Pharma and Bio Sciences 2(3): 214-222. Sulaeman A, Anwar F, Rimbawan, Marliyati SA. 1993. Metode Analisis Komposisi Zat Gizi Makanan. Bogor: Jurusan GMSK. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Susanna D, Zakianis, Hermawati E, Adi H.K. 2007. Pemanfaatan Spirulina platensis sebagai suplemen protein sel tunggal (PST) mencit (Mus musculus). Makara Kesehatan 11(1): 44-49. Tokusoglu O, Onal MK. 2003. Biomass nutrient profiles of three microalgae: Spirulina platensis, Chorella vulgaris, and Isochrisis galbana. Journal of Food Science 68(4): 1144-1148. Trilaksani W, Rianto B. 2012. Diversifikasi dan Pengembangan Produk Hasil Perikanan/Perairan. Bogor: Departemen Teknologi Hasil Perikanan. ISBN 978-602-19460-1-5. Widianingsih, Ridho A, Hartati R, Harmoko. 2008. Kandungan nutrisi Spirulina platensis yang dikultur pada media yang berbeda. Ilmu Kelautan 13 (3): 167-170. Winarno. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Bogor : M Brio Press. Hlm 45-225. Winarti S. 2010. Makanan Fungsional. Yogyakarta: Graha Ilmu. Hlm 70-108. Yuanita L. 2005. Pengaruh pH dan lama perebusan kacang panjang terhadap efisiensi regenerasi Hb Rattus norvegicus dan pengikatan Fe oleh serat pangan. Media Kedokteran Hewan 21 (2) : 69-72. Zega Y. 2010. Pengembangan produk jelly drink berbasis teh (Camellia sinensis) dan secang (Caesalpinia sappan L) sebagai pangan fungsional. [Skipsi]. Bogor: Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
54
LAMPIRAN
55
Lampiran 1 Sroce sheet uji hedonik penelitian pendahuluan LEMBAR PENILAIAN UJI HEDONIK JELLY DRINK Nama : Tanggal : Instuksi : - Cicipilah sampel menggunakan sedotan yang disediakan dan netralkan lidah dengan air putih sebelum mencicipi sampel berikutnya - Nyatakan tingkat kesukaan Anda pada tabel yang sudah disediakan Kode I145 N514 D354
Daya sedot
Spesifikasi : 1. 2. 3. 4. 5.
Amat sangat tidak suka Sangat tidak suka Tidak suka Agak tidak suka Netral
7. Suka 8. Sangat suka 9. Amat sangat suka
6. Agak suka Keterangan kode I145 : rumput laut 5% N514 : rumput laut 7% D354 : rumput laut 9% Lampiran 2 Sroce sheet uji hedonik penelitian utama tahap 1 Lembar Penilaian Uji Hedonik Jelly Drink Spirulina Komersial Nama Tanggal Instuksi
: : : - Cicipilah sampel menggunakan sedotan yang disediakan dan netralkan lidah dengan air putih sebelum mencicipi sampel berikutnya - Nyatakan tingkat kesukaan Anda pada tabel yang sudah disediakan
Kode S021 S024 S028 Spesifikasi : 1. 2. 3. 4. 5.
Aroma Warna Rasa Penampakan Daya sedot
Amat sangat tidak suka Sangat tidak suka Tidak suka Agak tidak suka Netral
Keretangan kode S028 : Penambahan spirulina komersial 0,2% S024 : Penambahan spirulina komersial 0,4% S021 : Penambahan spirulina komersial 0,6%
6. 7. 8. 9.
Agak suka Suka Sangat suka Amat sangat suka
56
Lampiran 3 Sroce sheet uji hedonik penelitian utama tahap 2 Lembar Penilaian Uji Hedonik Jelly Drink Spirulina Nama : Tanggal : Instuksi : - Cicipilah sampel menggunakan sedotan yang disediakan dan netralkan lidah dengan air putih sebelum mencicipi sampel berikutnya - Nyatakan tingkat kesukaan Anda pada tabel yang sudah disediakan Kode A B C Spesifikasi :
Aroma Warna Rasa Penampakan Daya sedot
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Amat sangat tidak suka Sangat tidak suka Tidak suka Agak tidak suka Netral Agak suka Suka Sangat suka 9. Amat sangat suka
Keretangan kode A B C
: Penambahan spirulina komersial 0,4% : Kontrol : Penambahan spirulina kultur 0,4%
Lampiran 4 Hasil perangkingan dan uji Kruskal wallis uji hedonik pada penelitian pendahuluan a. Perangkingan Ranks Kode Daya_sedot
N
Mean Rank
5% Rumput Laut 7% Rumput Laut
30 30
48,50 52,32
9 % Rumput Laut
30
35,68
Total
90
b. Uji Kruskall wallis Test Statisticsa,b Daya_sedot Chi-Square df Asymp. Sig.
7,409 2 ,025
57
c. Hasil uji Multiple Corparation Dunn terhadap parameter Daya sedot Nilai kritis = 16.1483 Perlakuan N Subset for alpha = 0.05 9 % Rumput Laut 30 a 5% Rumput Laut 30 a 7% Rumput Laut 30 b Lampiran 5 Hasil perangkingan dan uji Kruskall Wallis hedonik pada penelitian utama tahap 1 a. Perangkingan Ranks kode aroma
warna
rasa
kenampakan
daya_sedot
N
Mean Rank
Spirulina 0,6%
30
53,93
Spirulina 0,4 %
30
37,72
Spirulina 0,2%
30
44, 85
Total
90
Spirulina 0,6%
30
44,48
Spirulina 0,4 % Spirulina 0,2%
30 30
45,18 46,83
Total
90
Spirulina 0,6%
30
42,00
Spirulina 0,4 % Spirulina 0,2%
30 30
43,20 51,30
Total
90
Spirulina 0,6%
30
45,53
Spirulina 0,4 % Spirulina 0,2%
30 30
49,50 41,47
Total
90
Spirulina 0,6%
30
42,32
Spirulina 0,4 % Spirulina 0,2%
30 30
47,12 47,07
Total
90
b. Uji Kruskall Wallis Test Statisticsa,b aroma Chi-Square Df Asymp. Sig.
warna
rasa
penampakan daya_sedot
6,155
,136
2,486
1,557
,714
2
2
2
2
2
,046
,934
,288
,459
,700
Keterangan: Konsentrasi Spirulina mempengaruhi nilai hasil uji hedonik bila sig < 0,05
58
c. Hasil uji Multiple Corparation terhadap data uji organoleptik parameter aroma Nilai kritis = 16.1483 Perlakuan Spirulina 0,4% Spirulina 0,2% Spirulina 0,6%
N 30 30 30
Subset for alpha = 0.05 a a
b c
Lampiran 6 Analisis ragam dan uji lanjut Duncan analisis protein jelly drink Spirulina komersial a. Analisis ragam kadar protein Sumber keragaman Perlakuan Error Total
Jumlah Derajat kuadrat bebas ,066 2 ,009 6 ,075 8
Kuadrat tengah F hitung Signifikasi ,033 21,510 ,002 ,002
Keterangan: konsentrasi Spirulina mempengaruhi nilai kadar protein bila nilai signifikasi < 0,05
b. Uji Duncana analisis kadar protein Duncana Subset for alpha = 0.05 Kode N 1 2 Spirulina 0,2% 3 ,16300 Spirulina 0,4% 3 ,30167 Spirulina 0,6% 3 ,36800 Signifikasi 1,000 ,083 Lampiran 7 Analisis ragam antioksidan jelly drink Spirulina komersial Analisis ragam aktivitas antioksidan IC50 Sumber Derajat keragaman Jumlah kuadrat bebas Kuadrat tengah F hitung Signifikasi Perlakuan 7338946.333 2 3669473,167 ,416 ,693 Error 2,649E7 3 8830775,000 Total 3,383E7 5 Keterangan: Konsentrasi Spirulina mempengaruhi nilai aktivitas antioksidan bila nilai signifikasi < 0,05
59
Lampiran 8 Penilaian Indeks kerja (metode Bayes) terhadap parameter sensori, kadar protein dan aktivitas antioksidan jelly drink Spirulinai komersial Indeks kepentingan Parameter Nilai kepentingan Rasa 7 Aroma 6 Warna 6 Kenampakan 5 Daya sedot 4 Protein 6 Antioksidan 5
x/y Rasa Aroma Warna Penampakan Daya sedot Protein Antioksidan
Rasa 1,00 0,86 0,86 0,71 0,57 0,86 0,71
Aroma 1,17 1,00 1,00 0,83 0,67 1,00 0,83
Warna 1,17 1,00 1,00 0,83 0,67 1,00 0,83
Penampakan 1,40 1,20 1,20 1,00 0,80 1,20 1,00
Daya sedot 1,75 1,50 1,50 1,25 1,00 1,50 1,25
Protein Antioksidan 1,16 1,4 1 1,2 1 1,2 0,83 1 0,67 0,8 1 1,2 0,83 1
Perkalian dengan matriks sekawan (matriks AxA=B) 1,00 0,86 0,86 0,71 0,57 0,86 0,71
1,17 1,00 1,00 0,83 0,67 1,00 0,83
1,17 1,00 1,00 0,83 0,67 1,00 0,83
1,40 1,20 1,20 1,00 0,80 1,20 1,00
1,75 1,50 1,50 1,25 1,00 1,50 1,25
8,17 7,00 7,00 5,83 4,67 7,00 5,83
9,80 8,40 8,40 7,00 5,60 8,40 7,00
12,25 10,50 10,50 8,75 7,00 10,50 8,75
1,16 1,4 1,00 1,17 1,17 1,40 1,75 1 1,.2 0,86 1,00 1,00 1,20 1,50 1 1,2 0,86 1,00 1,00 1,20 1,50 0,83 1 0,71 0,83 0,83 1,00 1,25 0,67 0,8 0,57 0,67 0,67 0,80 1,00 1 1,2 0,86 1,00 1,00 1,20 1,50 0,83 1 0,71 0,83 0,83 1,00 1,25
Matrik B = 7,00 6,00 6,00 5,00 4,00 6,00 5,00
8,17 7,00 7,00 5,83 4,67 7,00 5,83
7,19 6,00 6,00 4,86 3,78 6,00 4,86
9,80 8,40 8,40 7,00 5,60 8,40 7,00
1,16 1 1 0,83 0,67 1 0,83
1,4 1,2 1,2 1 0,8 1,2 1
60
Perkalian dengan matriks sekawan (matriks BxB=C) 7,0 6,0 6,0 5,0 4,0 6,0 5,0
8,17 7,00 7,00 5,83 4,67 7,00 5,83
8,17 7,00 7,00 5,83 4,67 7,00 5,83
9,8 8,4 8,4 7,0 5,6 8,4 7,0
12,25 10,50 10,50 8,75 7,00 10,50 8,75
7,19 6,00 6,00 4,86 3,78 6,00 4,86
9,8 8,4 8,4 7,0 5,6 8,4 7,0
7,0 6,0 6,0 5,0 4,0 6,0 5,0
8,17 7,00 7,00 5,83 4,67 7,00 5,83
8,17 7,00 7,00 5,83 4,67 7,00 5,83
9,8 8,4 8,4 7,0 5,6 8,4 7,0
12,25 10,50 10,50 8,75 7,00 10,50 8,75
7,19 6,00 6,00 4,86 3,78 6,00 4,86
Matrik C= 337,17 288,00 288,00 239,17 190,67 288,00 239,17
393,36 336,00 336,00 279,03 222,44 336,00 279,03
393,36 336,00 336,00 279,03 222,44 336,00 279,03
472,03 403,20 403,20 334,83 266,93 403,20 334,83
590,04 504,00 504,00 418,54 333,67 504,00 418,54
333,08 284,50 284,50 236,25 188,33 284,50 236,25
472,03 403,20 403,20 334,83 266,93 403,20 334,83
Pembobotan
337,17 288,00 288,00 239,17 190,67 288,00 239,17
393,36 336,00 336,00 279,03 222,44 336,00 279,03
393,36 336,00 336,00 279,03 222,44 336,00 279,03
472,03 403,20 403,20 334,83 266,93 403,20 334,83
590,04 504,00 504,00 418,54 333,67 504,00 418,54
333,08 284,50 284,50 236,25 188,33 284,50 236,25
472,03 403,20 403,20 334,83 266,93 403,20 334,83
Penjumlahan 2991,08 2554,90 2554,90 2121,68 1691,42 2554,90 2121,68 16590,56
Nilai bobot 0,180 0,154 0,154 0,128 0,102 0,154 0,128
Pembobotan jelly drink Spirulina komersial (metode Bayes) Parameter Rasa Aroma Warna Kenampakan Daya sedot Protein Antioksidan Total Rangking
Konsentrasi Spirulina (%) 0,6 0,4 0,2 1 2 3 3 1 2 1 2 3 2 3 1 1 3 2 3 2 1 3 2 1 2,00 2,08 1,92 2 1 3
Nilai bobot 0,180 0,154 0,154 0,128 0,102 0,154 0,128
9,8 8,4 8,4 7,0 5,0 8,4 7,0
61
Lampiran 9 Hasil perangkingan dan uji Kruskall wallis uji hedonik pada penelitian utama tahap 2 a. Perangkingan Ranks Kode Warna
Penampakan
Aroma
Daya_sedot
Rasa
N
Mean Rank
Spirulina komersial 0,4%
30
39,50
Kontrol
30
50,13
Spirulina kultur 0,4%
30
46,87
Total
90
Spirulina komersial 0,4%
30
48,65
Kontrol
30
44,90
Spirulina kultur 0,4%
30
42,95
Total
90
Spirulina komersial 0,4% Kontrol
30
44,58
30
51,75
Spirulina kultur 0,4%
30
40,17
Total Spirulina komersial 0,4%
90 30
46,07
Kontrol
30
49,75
Spirulina kultur 0,4%
30
40,68
Total
90
Spirulina komersial 0,4%
30
43,52
Kontrol
30
55,58
Spirulina kultur 0,4% Total
30 90
37,40
b. Uji Kruskall Wallis Test Statisticsa,b Warna Chi-Square df Asymp. Sig.
2,700 2 ,259
Penampakan ,781 2 ,677
Aroma 3,148 2 ,207
Daya_sedot 1,934 2 ,380
Rasa 7,775 2 ,020
Keterangan: Jenis Spirulina mempengaruhi nilai hasil uji hedonik bila nilai signifikasi < 0,05
62
a. Hasil uji Multiple Corparation rasa. Nilai kritis = 16.1483 Perlakuan Spirulina kultur 0.4% Spirulina komersial 0.4% Kontrol
terhadap data uji organoleptik parameter N 30 30
Subset for alpha = 0.05 a b a
30
b
Lampiran 10 Analisis sidik garam kadar abu jelly drink Spirulina a. Analisis Ragam Kadar Abu Jumlah kuadrat Perlakuan
Derajat bebas
Kuadrat tengah
14,382
2
7,191
Error
6,724
3
2,241
Total
21,106
5
F hitung
Signifikasi
3,208
0,180
Ket: Jenis Spirulina mempengaruhi nilai kadar abu bila nilai signifikasi < 0,05
Lampiran 11 Analisis sidik ragam kadar protein dan uji lanjut Duncan jelly drink Spirulina a. Analisis Ragam Kadar Protein Jumlah kuadrat
Derajat bebas
Kuadrat tengah
Perlakuan
3,720
2
1,860
Error
0,333
3
0,111
Total
4,053
5
F hitung 16,756
Signifikasi 0,024
Ket: Jenis Spirulina mempengaruhi nilai hasil uji hedonik bila nilai signifikasi < 0,05
b. Uji lanjut Duncan Duncana Subset for alpha = 0.05 Kode
N
1
Control
2
0,3960
Kultur
2
0,7800
komersial
2
Sig.
2
2,2250 0,333
1,000
63
Lampiran 12 Analisis sidik ragam kadar lemak jelly drink Spirulina a. Analisis Ragam Kadar Lemak Jumlah kuadrat
Derajat bebas
Kuadrat tengah
Perlakuan
0,125
2
0,062
Error
0,068
3
0,023
Total
0,193
5
F hitung
Signifikasi
2,732
0,211
Lampiran 13 Analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan kadar serat pangan jelly drink Spirulina a. Analisis Ragam Kadar Serat Pangan Jumlah kuadrat Perlakuan
Derajat bebas
Kuadrat tengah
42,608
2
21,304
Error
1,131
3
0,377
Total
43,739
5
F hitung
Signifikasi
56,528
0,004
Ket: Jenis Spirulina mempengaruhi serat pangan bila nilai signifikasi < 0,05
b. Uji lanjut Duncan Duncana Subset for alpha = 0.05 kode
N
1
2
kontrol
2
kultur
2
22,1050
komersial
2
23,6500
Sig.
17,3852
1,000
0,086
Lampiran 14 Analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan kadar karbohidrat jelly drink Spirulina a. Analisis Ragam Kadar Karbohidrat Jumlah kuadrat Perlakuan
Derajat bebas
Kuadrat tengah
108,872
2
54,436
Error
6,281
3
2,094
Total
115,154
5
F hitung
Signifikasi
25,998
Ket: Jenis Spirulina mempengaruhi kadar karbohidrat bila nilai signifikasi < 0,05
0,013
64
Lampiran 15 Uji T independen analisis antioksidan jelly drink Spirulina a. Analisis Ragam Antioksidan Jumlah kuadrat
Derajat bebas
Kuadrat tengah
Perlakuan
7.641x 107
2
3,820x 107
Error
1.861x 107
3
6,20 x 107
Total
9.502x 107
5
F hitung
Signifikasi
6,158
0,087
Ket: Jenis Spirulina mempengaruhi aktivitas antioksidan bila nilai signifikasi < 0,05
Lampiran 16 Perhitungan angka kecukupan gizi (AKG) jelly drink Spirulina kultur Data proksimat Sampel Jelly
Kadar protein
drink 0,122%
Kadar lemak
Karbohidrat
Serat pangan
0,069 %
11,237 %
3,404
Spirulina kultur % per 100 gram -
Kebutuhan kalori total 2000 kkal/hari menurut BPOM (2007) a. Karbohidrat : 60 % Kebutuhan kalori karbohidrat = 60/100x2000 kkal= 1200 kkal Kebutuhan karbohidrat perhari =1200 kkal/4 = 300 gram/hari b. Protein : 12 % Kebutuhan kalori protein = 10/100x2000 kkal = 240 kkal Kebutuhan protein perhari = 240 kkal/4 =60 gram/ hari c. Lemak : 28 % Kebutuhan kalori lemak = 28/100x2000kkal = 560 kkal Kebutuhan lemak perhari = 560 kkal/9 = 62 gram/hari d. Serat pangan : 25 gr/hari
Presentasi AKG untuk jelly drink Spirulina kultur 0,4%: -
-
Kadar karbohidrat
= 11,237 %
Serving size Kadar karbohidrat % AKG karbohidrat
= 200 gram = 11,237/100 x 200 gram = 22,474 gram = 22,474/300 x 100% = 7,49 %
Kadar protein
= 0,122%
Serving size Kadar protein
= 200 gram = 0,122/100 x 200 gram = 0,244 gram
65
-
-
% AKG protein
= 0,244/60 x 100% = 0,41 %
Kadar lemak
= 0,069 %
Serving size Kadar lemak % AKG lemak
= 200 gram = 0,069/100 x 200 gram = 0,138 gram = 0,138/62,2 x100% = 0,22 %
Serat pangan
= 3,198
Serving size = 200 gram Kadar serat pangan = 3,198/100 x 200 gram = 6,396 gram % AKG serat pangan = 6,396/25 x100% = 25,584 % Lampiran 17 Perhitungan angka kecukupan gizi (AKG) jelly drink Spirulina komersial Data proksimat Sampel Kadar protein Kadar lemak Karbohidrat Serat pangan Jelly drink
0,295%
0,02 %
9,545 %
3,129
Spirulina kultur % per 100 gram -
Kebutuhan kalori total 2000 kkal/hari menurut BPOM (2007) a. Karbohidrat : 60 % Kebutuhan kalori karbohidrat = 50/100x2000 kkal= 1200 kkal Kebutuhan karbohidrat perhari =1200 kkal/4 = 300 gram/hari b. Protein : 12 % Kebutuhan kalori protein = 10/100x2000 kkal = 240 kkal Kebutuhan protein perhari = 240 kkal/4 =60 gram/ hari c. Lemak : kurang dari 28% Kebutuhan kalori lemak = 28/100x2000kkal = 560 kkal Kebutuhan lemak perhari = 560 kkal/9 = 62,2 gram/hari d. Serat pangan : 25 gram/hari
Presentasi AKG untuk jelly drink Spirulina komersial 0,4%: -
-
Kadar karbohidrat
= 9,554 %
Serving size Kadar karbohidrat % AKG karbohidrat
= 200 gram = 9,554/100 x 200 gram = 19,11 gram = 19,11/300 x 100% = 6,37 %
Kadar protein
= 0,295%
Serving size Kadar protein % AKG protein
= 200 gram = 0,295/100 x 200 gram = 0,59 gram = 0,59/60 x 100% = 0,98 %
66
-
-
Kadar lemak
= 0,02 %
Serving size Kadar lemak % AKG lemak
= 200 gram = 0,02/100 x 200 gram = 0,04 gram = 0,04/62,2 x100% = 0,06 %
Serat pangan
= 2,951
Serving size = 200 gram Kadar serat pangan = 2,951/100 x 200 gram = 5,902 gram % AKG serat pangan = 5,902/25 x100% = 23,608 %
Lampiran 18 Dokumentasi Penelitian
Biomassa basah Spirulina platensis kultur
Rumput laut (Eucheuma cottonii)
Jelly drink Spirulina komersial
Biomassa kering Spirulina platensis komersial
Gula pasir
Jelly drink Spirulina
67
Spektrofotometer
Timbangan analitik
Proses pemasukan media
Soxhlet
Alat destilasi
Penimbangan sampel
Kultur Spirulina dalam toples
Water Quality meter
Pengarangan
Pengujian antioksidan
Kultur Spirulina dalam toples