BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Formulasi Permen Soba Tanpa Rumput Laut Eucheuma cottonii Pembuatan permen soba tanpa rumput laut Eucheuma cottonii merupakan
penelitian pendahuluan. Pada tahap ini dilakukan penentuan formulasi dasar permen soba. Pada penentuan formulasi ini menggunakan 3 komposisi berbeda dengan perbandingan gula merah dan santan yaitu : 1:1, 1:2, dan 1:5, seperti yang disajikan pada Tabel 7. Berdasarkan hasil percobaan yang disajikan pada tabel 5 diperoleh formulasi karakteristik permen soba seperti yang disajikan pada Tabel 10. Formulasi ini dilakukan secara coba-coba, mengingat belum ada formula permen soba yang paten. Tabel 10. Karakteristik Formula Permen Soba Perbandingan Karakteristik Permen yang Dihasilkan Permen dengan tekstur yang sangat keras sehingga tidak bisa 1:1 digigit Permen dengan tekstur yang keras tapi bisa digigit dengan 1:2 minyak yang sesuai Permen dengan tekstur yang tetap keras tapi bisa digigit dengan 1:5 minyak yang berlebih
Menurut Sundari (1984), penambahan santan pada produk akan memperbaiki kenampakan permen dan lebih mengkilap, memperbaiki tekstur dan menaikkan flavor serta rasa makin enak dan empuk. Namun pemakaian santan yang berlebih dapat mengganggu kesehatan seperti dapat menyebabkan jantung koroner, batu empedu dan lain sebagainya serta makanan yang mengandung banyak lemak yang tinggi bisa juga mengganggu pencernaan.
Hasil uji kesukaan terhadap 3 formula produk terpilih menunjukkan bahwa formula dengan perbandingan 1:2 memiliki nilai penerimaan tertinggi. Produk terpilih selanjutnya dijadikan sebagai dasar dalam pembuatan permen soba dengan tambahan rumput laut Eucheuma cottonii dan dilakukan analisis proksimat yang hasilnya adalah kadar air (9,94%), abu (0,92%), lemak (4,25%), protein (3,68%) dan karbohidrat (82,13%). 4.2
Formulasi Permen Soba dengan Tambahan Rumput Laut Eucheuma cottonii Pembuatan permen soba dengan penambahan rumput laut Eucheuma
cottonii merupakan penelitian utama dengan perlakuan penambahan rumput laut Eucheuma cottonii 30%, 40% dan 50% yang bertujuan untuk mencari produk yang terpilih berdasarkan tingkat penerimaan atau kesukaan panelis terhadap parameter warna, tekstur, penampakan, aroma dan rasa dengan menggunakan panelis sebagai wakil dari konsumen. Panelis yang digunakan dalam uji ini terdiri dari 30 orang mahasiswa Program Studi Teknologi Hasil Perikanan Jurusan Teknologi Perikanan Fakultas Ilmu-Ilmu Pertanian UNG. Adapun nilai mutu ratarata hasil uji organoleptik terhadap parameter warna, tekstur, penampakan, aroma dan rasa permen soba dengan penambahan rumput laut Eucheuma cottonii disajikan pada Lampiran 3 dan Lampiran 4. Produk pangan mempunyai keistimewaan yaitu mempunyai nilai mutu subyektif yang menonjol disamping mutu obyektif. Mutu obyektif dapat diukur dengan instrument fisik sedangkan sifat mutu subyektif hanya dapat diukur dengan panca indera manusia. Sifat subyektif pangan lebih umum disebut organoleptik atau sifat indrawi karena penilaiannya menggunakan organ indra
manusia, terkadang disebut juga sifat sensorik karena penilaiannya didasarkan pada rangsangan sensorik pada organ indra (Soekarto, 1985 dalam Riyadi 2007). Permen soba dengan tambahan rumput laut Eucheuma cottonii menghasilkan permen dengan tekstur yang lunak. Berdasarkan SNI 3547-2-2008 permen lunak terbagi atas 2 yaitu permen lunak bukan jelly dan permen lunak jelly. Bahan penyusun pembuatan permen lunak bukan jelly dan jelly berbeda, sehingga permen soba rumput laut dikategorikan sebagai permen lunak bukan jelly. 4.2.1 Parameter Penilaian (Tingkat Kesukaan) a.
Warna Warna merupakan faktor yang paling menarik perhatian konsumen dan
paling cepat memberi kesan disukai atau tidak disukai dalam komoditas pangan. Warna merupakan unsur yang pertama kali dilihat oleh konsumen atau panelis dalam menilai suatu produk (Soekarto, 1990 dalam Sembiring, 2002). Hasil uji hedonik warna pada permen soba rumput laut Eucheuma cottonii berada pada nilai 6,01 – 7,26 dengan skala penerimaan agak suka – suka. Formula dengan konsentrasi 30% memiliki nilai penerimaan terendah yaitu 6,01 dengan skala penerimaan agak suka. Sedangkan nilai penerimaan tertinggi 7,26 dengan skala penerimaan suka terdapat pada formula 40%. Sehingga dapat dikatakan bahwa panelis telah menerima permen soba dengan penambahan rumput laut ini karena skala penerimaan ≥ 5. Berdasarkan
uji
Kruskal-Wallis
pada
taraf
kepercayaan
95%,
menunjukkan bahwa permen soba dengan penambahan rumput laut Eucheuma
cottonii berbeda secara siqnifikan (Lampiran 5). Pengujian dilanjutkan dengan uji Muptiple comparison (Duncan). Hasil uji Duncan terhadap warna menunjukkan bahwa formula (40%) berbeda nyata dengan formula 30% (A) dan formula 50% (C). Namun formula 30% dan formula 40% berbeda tidak nyata. Hal ini disajikan
Nilai Organoleptik
pada Gambar 1. 8.00 7.00 6.00 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00
2 1
1
A
B
C
Konsentrasi Rumput Laut
Gambar 1. Hasil uji hedonik warna permen soba dengan penambahan rumput laut. (A. E. cottonii 30%; B. E. cottonii 40%; C. E. cottonii 50%). Nilai-nilai pada diagram yang diikuti angka berbeda (1,2, dan 3) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05).
Hasil uji henodik menunjukkan bahwa formula 40% ternyata lebih disukai oleh panelis. Warna permen soba dengan penambahan rumput laut yang berbeda menimbulkan warna yang berbeda pula pada hasil akhir permen soba rumput laut. Pada formula 30% warna yang dihasilkan coklat agak muda, formula 40% warna yang dihasilkan coklat cerah, sedangkan formula 50% coklat yang dihasilkan coklat gelap. Semakin tinggi konsentrasi bubur rumput laut warna yang terbentuk semakin coklat gelap. Hal ini sesuai dengan penelitian Herdiani (2003), pada selai dan dodol yang menggunakan rumput laut menunjukkan bahwa semakin banyak penambahan bubur rumput laut, warna yang terbentuk semakin kurang cerah atau
agak gelap, karena dengan penambahan rumput laut yang lebih banyak membutuhkan waktu pemasakan yang lebih lama sehingga terjadi reaksi pencoklatan. Terbentuknya warna coklat pada permen salah satu penyebabnya yaitu warna gula merah yang coklat. Warna coklat pada gula merah disebabkan karena adanya reaksi pencoklatan non-enzimatis yaitu reaksi karamelisasi. Proses karamelisasi tersebut adalah setiap molekul sukrosa dipecah menjadi molekul glukosa dan fruktosa. Suhu yang tinggi mampu mengeluarkan molekul air dari setiap molekul gula, sehingga terbentuk glukosan dan fruktosan (dehidrasi). Setelah proses pemecahan dan dehidrasi terjadi reaksi polimerisasi yaitu terbentuknya komponen polimer yang berwarna, menyebabkan larutan berwarna coklat (Winarno, 2008). Menurut Hodge dan Ozman (1976) dalam Astawan, et al., (2004), pada produk yang diberi penambahan gula bila dilakukan pemanasan yang lebih lama terjadi proses karamelisasi yaitu reaksi pencoklatan non enzimatik. Karamel yang terbentuk selama pemanasan memberi warna coklat pada produk pangan. Faktor lain yang menyebabkan warna permen coklat selain warna gula merah yaitu penggunaan rumput laut (E. cotonii). Rumput laut yang digunakan adalah kelompok alga merah. Jenis-jenis rumput laut umumnya memiliki zat warna pada jaringannya yang dikenal dengan pigmen. Pigmen yang dominan pada rumput laut (E. cotonii) adalah pigmen karoten dengan jenis pigmen yang dominan adalah β-karoten, zeaksantin, dan kriptosantin (Menda, 2000 dalam Yusuf 2012). Mantiri dan Kepel (1999) dalam Yusuf (2012) mengemukakan
bahwa jenis-jenis pigmen tersebut yang menyebabkan warna alga tersebut merah kecoklatan. b.
Tekstur Tekstur mempunyai peranan penting pada daya terima makanan. Penilaian
terhadap tekstur antara lain dengan cara menilai kehalusan dan kekenyalan terhadap produk yang dihasilkan dan merupakan salah satu parameter yang merupakan kombinasi dari keadaan fisik suatu makanan dan diindera oleh sentuhan penglihatan dan perabaan. Keadaan fisik suatu makanan meliputi ukuran, bentuk, jumlah, sifat dasar dan struktur elemennya (Carpenter, et al., 2000 dalam Riyadi 2007). Hasil uji hedonik tekstur permen soba rumput laut berada pada interval 5,01 – 6,77 dengan skala penerimaan biasa sampai suka. Dari uji ini nilai paling rendah terdapat pada formula 30% yaitu 5,01 dengan skala penerimaan biasa Sedangkan nilai paling tinggi yaitu 6,77 dengan skala penerimaan suka terdapat pada formula 40% dan formula 50% memiliki nilai 5,69 dengan skala penerimaan agak suka. Sehingga dapat dikatakan bahwa panelis telah menerima permen soba dengan penambahan rumput laut ini karena skala penerimaan ≥ 5. Uji Kruskal-Wallis pada taraf kepercayaan 95%, menunjukkan bahwa permen soba dengan penambahan rumput laut Eucheuma cottonii yang dihasilkan berbeda secara siqnifikan (Lampiran 5). Pengujian dilanjutkan dengan uji Muptiple comparison (Duncan). Hasil uji Duncan terhadap tekstur menunjukkan bahwa ketiga formula tersebut (30%, 40% dan 50%) masing-masing berbeda nyata yang disajikan pada Gambar 2.
Nilai Organoleptik
8.00 7.00 6.00 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00
3 2
1
A
B
C
Konsentrasi Rumput Laut
Gambar 2. Hasil uji hedonik tekstur permen soba dengan penambahan rumput laut. (A. E. cottonii 30%; B. E. cottonii 40%; C. E. cottonii 50%). Nilai-nilai pada diagram yang diikuti angka berbeda (1,2, dan 3) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05).
Berdasarkan hasil uji karakteristik tersebut ternyata formula 40% (B) lebih disukai oleh panelis. Hal ini terjadi diduga karena tekstur permen yang dihasilkan lunak sehingga disukai oleh panelis jika dibandingkan dengan permen soba dengan formula 30% (A) tekstur permen agak lunak dan pada formula 50% (C) tekstur permen lembek. Salah satu penyebab permen menjadi lunak yaitu dengan adanya penambahan rumput laut. Penambahan rumput laut dengan jumlah yang besar dapat mempengaruhi tekstur permen menjadi lembek yang kurang disukai panelis. Hasil penelitian Astawan, et al., (2004), pada selai dan dodol rumput laut menunjukkan semakin meningkatnya konsentrasi penambahan bubur rumput laut pada formula menyebabkan penerimaan panelis terhadap tekstur cenderung semakin menurun. Tekstur lunak pada permen disebabkan oleh pembentukan gel dari rumput laut. Menurut Fardiaz (1989), pembentukan gel adalah suatu fenomena penggabungan atau pengikatan silang rantai-rantai polimer sehingga terbentuk
suatu jala tiga dimensi bersambungan. Selanjutnya jala ini menangkap atau mengimobilisasikan air di dalamnya dan membentuk struktur yang kuat dan kaku. Sifat pembentukan gel ini beragam dari satu jenis hidrokoloid ke jenis lain, tergantung pada jenisnya. Gel mempunyai sifat seperti padatan, khususnya sifat elastis dan kekakuan. Kappa-karaginan dan iota-karaginan merupakan fraksi yang mampu membentuk gel dalam air dan bersifat reversible yaitu meleleh jika dipanaskan dan membentuk gel kembali jika didinginkan. Proses pemanasan dengan suhu yang lebih tinggi dari suhu pembentukan gel akan mengakibatkan polimer karaginan dalam larutan menjadi random coil (acak). Bila suhu diturunkan, maka polimer akan membentuk struktur double helix (pilihan ganda) dan apabila penurunan suhu terus dilanjutkan polimer-polimer ini akan terikat silang secara kuat dan dengan makin bertambahnya bentuk heliks akan terbentuk agregat yang bertanggung jawab terhadap terbentuknya gel yang kuat (Glicksman, 1969 dalam Samsuari, 2006). Jika diteruskan, ada kemungkinan proses pembentukan agregat terus terjadi dan gel akan mengerut sambil melepaskan air. Proses ini disebut sineresis (Fardiaz, 1989). c.
Penampakan Penampakan merupakan salah satu faktor fisik yang mempengaruhi
kesukaan panelis secara umum.
Pada umumnya konsumen memilih produk
makanan yang memiliki penampakan menarik. Bila kesan penampakan produk baik atau disukai, akan menjadikan daya tarik yang kuat bagi konsumen untuk menilai parameter lain seperti aroma, rasa dan tekstur. Ditambahkan pula bahwa
tingkat penerimaan konsumen terhadap penampakan suatu produk bukan hanya dilihat dari warna, akan tetapi bentuk dan keseragaman ukuran secara visual juga berpengaruh (Kilcast, 2004 dalam Yusuf, 2012). Penampakan pada produk pangan selain dinilai oleh mata juga dapat dilihat dari persepsi tekstur. Karakteristik bahan pangan yang termasuk kedalam kelompok penampakan adalah warna, ukuran, bentuk, tekstur permukaan dan kejernihan (cairan) (Carpenter et al. 2000 dalam Riyadi, 2007). Hasil uji hedonik penampakan permen soba rumput laut berada pada interval 5,17 – 6,91 dengan skala penerimaan agak suka sampai suka. Berdasarkan uji ini nilai paling rendah terdapat pada formula 30% yaitu 5,17 dengan skala penerimaan biasa. Sedangkan nilai paling tinggi yaitu 6,91 dengan skala penerimaan suka terdapat pada formula 40%, serta formula 50% memiliki nilai 5,69 dengan skala penerimaan agak suka. Hal ini menunjukkan bahwa permen soba rumput laut diterima oleh panelis karena memiliki skor ≥ 5. Berdasarkan
uji
Kruskal-Wallis
pada
taraf
kepercayaan
95%,
menunjukkan bahwa perlakuan yang dilakukan berbeda secara siqnifikan terhadap penampakan permen soba rumput laut yang dihasilkan (Lampiran 5). Hasil uji Duncan terhadap warna menunjukkan bahwa formula 40% berbeda nyata dengan formula 30% dan formula 50%. Namun formula 30% dan formula 50% berbeda tidak nyata. Hasil uji disajikan pada Gambar 3. Hasil uji henodik menunjukkan bahwa formula 40% ternyata lebih disukai oleh panelis. Hal ini diduga karena warna permen soba rumput laut ynag dihasilkan adalah warna coklat cerah sedangkan pada formula 50% warna coklat
yang dihasilkan warna coklat gelap. Hal ini sesuai dengan penelitian Herdiani (2003) pada selai dan dodol yang menyatakan semakin banyak penambahan bubur rumput laut, warna yang terbentuk semakin kurang cerah atau agak gelap. Hal tersebut disebabkan karena penambahan rumput laut yang lebih banyak membutuhkan waktu pemasakan yang lebih lama. Dengan semakin lamanya
Nilai Organoleptik
waktu pemasakan, maka reaksi pencoklatan dapat terjadi. 8.00 7.00 6.00 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00
2 1
1
A
B Konsentrasi Rumput Laut
C
Gambar 3. Hasil uji hedonik penampakan permen soba dengan penambahan rumput laut. (A. E. cottonii 30%; B. E. cottonii 40%; C. E. cottonii 50%). Nilai-nilai pada diagram yang diikuti angka berbeda (1,2, dan 3) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05).
Reaksi pencoklatan merupakan reaksi pencoklatan non-enzimatis yaitu reaksi Mailard. Reaksi tersebut merupakan karakteristik perubahan warna yang terjadi pada sebagian besar bahan pangan selama pemanasan dan penyimpanan. Reaksi Mailard terjadi antara karbohidrat khususnya gula reduksi dengan gugus amino primer yang biasanya terdapat pada bahan sebagai asam amino atau protein (Nursten 2005 dalam Yusuf 2012). Pembentukan warna pada reaksi maillard terjadi pada tahap reaksi amadori membentuk amino ketosa, selanjutnya senyawa amino ketosa yang terbentuk mengalami dehidrasi membentuk furfuraldehid misalnya hidroksil
metilfural yang berasal dari heksosa, proses dehidrasi selanjutnya menghasilkan produk antara yaitu metil α-dikarboksil, misalnya metilglioksal, asetol dan diasetil. Gugus-gugus aldehid aktif tersebut terpolimerisasi dengan mengikut sertakan gugus amino (disebut kondensasi aldol) atau dengan gugusan amino membentuk senyawa berwarna coklat yang disebut melanoidin (Villamiel et al. 2006 dalam Yusuf 2012) . d.
Aroma Aroma merupakan salah satu parameter yang menentukan rasa enak dari
suatu makanan. Dalam insdutri pangan, uji terhadap aroma dianggap penting karena dengan cepat dapat memberikan penilaian tehadap hasil produknya, apakah produk tersebut disukai atau tidak disukai oleh konsumen (Soekarto, 1985 dalam Ratna, 2004). Winarno (2008) menyatakan bahwa salah satu faktor yang menentukan suatu makanan dapat diterima oleh konsumen adalah aroma. Aroma makanan banyak menentukan kelezatan bahan makanan tersebut. Makanan yang tidak mengandung aroma kurang disukai oleh panelis/konsumen. Makanan yang enak dicirikan oleh aroma yang enak pula. Hasil uji hedonik menunjukkan bahwa aroma permen soba rumput laut berada pada interval 6,65 – 7,09 dengan skala penerimaan yang sama yaitu suka. Dari uji ini nilai paling rendah terdapat pada formula 30% yaitu 6,65, formula 50% yaitu 6,73, sedangkan nilai paling tinggi yaitu 7,09 dengan skala penerimaan yang sama pula yaitu suka terdapat pada formula 40%. Sehingga dapat dikatakan
berdasarkan uji organoleptik permen ini diterima oleh panelis karena memiliki skor penerimaan ≥ 5. Berdasarkan uji Kruskal-Wallis pada taraf kepercayaan 95% menunjukkan bahwa perlakuan yang dilakukan tidak berbeda nyata terhadap aroma permen soba rumput laut yang dihasilkan (Gambar 4). Hal ini sebabkan karena dominannya aroma gula merah dan santan yang menutupi aroma rumput laut, sehingga aroma dari masing-masing perlakuan dinilai oleh panelis dengan aroma yang sama.
8.00 Nilai Organoleptik
7.00
1
1
1
6.00
5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 A
B Konsentrasi Rumput Laut
C
Gambar 4. Hasil uji hedonik aroma permen soba dengan penambahan rumput laut. (A. E. cottonii 30%; B. E. cottonii 40%; C. E. cottonii 50%). Nilai-nilai pada diagram yang diikuti angka berbeda (1,2, dan 3) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05).
Hasil penelitian Ratna (2004), pada permen jelly menyatakan aroma pada permen jelly relatif tidak berbeda secara siqnifikan. Aroma tersebut didominasi oleh aroma karamelisasi oleh larutan sukrosa yang melebur pada proses pemasakan sampai kalis. Menurut Winarno (2008), bila larutan sukrosa diuapkan maka konsentrasi akan meningkat, demikian juga titik didihnya. Keadaam tersebut akan terus berlangsung sampai seluruh air menguap. Bila keadaan tersebut telah tercapai dan pemanasan diteruskan, maka cairan yang ada bukan
terdiri dari air tetapi cairan sukrosa yang melebur. Bila gula yang mencair terus dipanskan, maka mulailah terjadi karamelisasi. Aroma yang enak juga disebabkan oleh santan, karena santan mengandung senyawa nonylmethylketon yang pada suhu tinggi akan bersifat volatil dan menimbulkan bau yang enak (Khairulanam, 2008). Herdiani (2008) pada selai dan dodol rumput laut menambahkan bahwa pada penambahan rumput laut yang berlebih dapat menurunkan tingkat kesukaan panelis, karena rumput laut mempunyai bau yang khas yang kurang disukai oleh panelis yaitu bau amis. e.
Rasa Rasa merupakan respon lidah terhadap rangsangan yang diberikan oleh
suatu makanan yang merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi tingkat
penerimaan
panelis/konsumen
terhadap
suatu
produk
makanan.
Pengindraan rasa terbagi menjadi 4 rasa utama yaitu manis, asam, asin dan pahit (Winarno 1997). Walaupun produk pangan memiliki warna, aroma, penampakan dan tekstur yang baik, bila rasanya tidak enak tidak akan diterima oleh panelis/konsumen. Hasil uji hedonik rasa permen soba rumput laut menunjukkan bahwa rasa permen soba rumput laut berada pada interval 6,51 – 7,32 dengan skala penerimaan yang sma yaitu suka. Dari uji ini nilai paling rendah permen soba rumput laut adalah 6,51 terdapat pada formula 30% dan formula 50% yaitu 6,67 serta nilai paling tinggi yaitu 7,32 terdapat pada formula 40% dengan nilai penerimaan yang sama yaitu suka. Sehingga dapat dikatakan bahwa panelis menerima permen ini.
Berdasarkan uji Kruskal-Wallis pada taraf kepercayaan 95% menunjukkan bahwa perlakuan yang dilakukan tidak berbeda nyata terhadap rasa permen soba rumput laut yang dihasilkan (Gambar 5). 8.00 Nilai Organoleptik
7.00
1 1
1
6.00 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 A
B Konsentrasi Rumput Laut
C
Gambar 5. Hasil uji hedonik rasa permen soba dengan penambahan rumput laut. (A. E. cottonii 30%; B. E. cottonii 40%; C. E. cottonii 50%). Nilai-nilai pada diagram yang diikuti angka berbeda (1,2, dan 3) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05).
Rasa yang sama pada permen soba rumput laut disebabkan karena dominannya rasa gula merah dan santan yang menutupi rasa rumput laut, sehingga rasa yang sangat jelas dirasakan yaitu rasa manis gula merah dan gurih karena adanya santan. Pada penelitian Astawan, et al., (2004) pada selai dan dodol rumput laut, bahwa gula pasir dan gula merah pada pembuatan dodol dapat berperan sebagai penambah citarasa. Nurwati (2011), pada formulasi Hard candy menyatakan pula bahwa kadar sukrosa yang tinggi pada perlakuan akan berpengaruh terhadap rasa permen, semakin tinggi sukrosa maka rasa permen akan semakin manis.
4.2.2 Permen Soba dengan Penambahan Rumput Laut Terpilih Penentuan formula terpilih berdasarkan hasil uji organoleptik. Hal ini dilakukan untuk memastikan produk yang paling disukai dengan mengunakan uji Bayes. Metode ini merupakan salah satu teknik yang dapat digunakan untuk melakukan analisis dalam pengambilan keputusan terbaik dari sejumlah alternatif dengan tujuan menghasilkan perolehan yang optimal. Pengambilan keputusan yang optimal akan tercapai apabila mempertimbangkan berbagai kriteria. Kriteria yang menjadi penilaian penting dalam penentuan formula terpilih adalah parameter uji hedonik. Hasil penilaian kepentingan dari produk yang dihasilkan ditentukan oleh peneliti yang hasilnya disajikan pada Tabel 11. Tabel 11. Hasil pemberian nilai kepentingan permen soba rumput laut dengan pertimbangan parameter sensori No
Parameter
1
Rasa
2
Tekstur
3
Aroma
4
Penampakan
5
Warna
Dasar Pertimbangan Kepentingan Rasa menjadi parameter sangat penting sebelum parameter yang lain dalam organoleptik. Karena penambahan bahan penyusun dapat mempengaruhi rasa. Dalam penelitian ini penambahan rumput laut pada permen soba tidak mempengaruhi rasa karena dominan rasa permen soba. Penambahan rumput laut pada permen soba menghasilkan tekstur yang lunak. Dengan demikian dapat meningkatkan penerimaan panelis terhadap tekstur permen, karena pada permen lainnya yang tanpa menggunakan bahan pembentuk gel, akan menghasilkan tekstur yang sangat sulit untuk digigit sehingga tekstur menjadi parameter yang sangat penting. Aroma merupakan parameter yang penting karena aroma dapat memberi kesan disukai atau tidak. Pada penelitian ini aroma disukai oleh panelis karena dominan aroma permen soba yang menutupi aroma bahan tambahan (rumput laut) yang memiliki bau amis. Penampakan akan mempengaruhi penerimaan, karena merupakan salah satu parameter organoleptik yang dilihat oleh konsymen melalui sifat sensoriknya. Warna merupakan faktor menarik perhatian panelis dan cepat memberi kesan disukai atau tidak
Nilai Kepentingan
5
5
4
3 2
Menurut Marimin (2004), pemberian nilai kepentingan pada parameter ditentukan oleh Ahli, juga ditentukan sesuai dengan tujuan penelitian. Berdasarkan hasil nilai kepentingan diperoleh nilai bobot (Lampiran 10). Untuk mengetahui produk terpilih nilai bobot dikalikan dengan nilai mutu rata-rata uji hedonik yang sudah dirangking. Hasil perkalian disajikan pada Tabel 12. Tabel 12. Hasil perangkingan berdasarkan nilai mutu rata-rata uji hedonik (rangking) dan nilai bobot Perlakuan Parameter A (30%) B (40%) C (50%) R BNK Jlh R BNK Jlh R BNK Jlh Rasa 3 0.19 0.57 3 0.19 0.57 3 0.19 0.57 Tekstur 3 0.19 0.57 3 0.19 0.57 3 0.19 0.57 Aroma 2 0.37 0.74 3 0.37 1.11 2 0.37 0.74 Kenampakan 1 0.15 0.15 3 0.15 0.45 2 0.15 0.30 Warna 1 0.10 0.10 3 0.10 0,3 2 0.10 0.2 Total Nilai 2.13 3.00 2.38 Rangking III II I Keterangan :
R BNK Jlh
= Rangking nilai mutu rata-rata = Bobot Nilai Kepentingan = Jumlah
Berdasarkan Tabel 12 menunjukkan bahwa formula B permen soba dengan penambahan rumput laut Eucheuma cottonii 40% memiliki rangking pertama dengan nilai 3,00, selanjutnya rangking kedua yaitu formula C dengan penambahan rumput laut Eucheuma cottonii 50% dengan nilai 2,38 dan rangking terakhir yaitu formula A dengan penambahan rumput laut Eucheuma cottonii 30% dengan nilai 2,13. Sehingga dapat dikatakan bahwa permen soba dengan penambahan rumput laut Eucheuma cottonii 40% merupakan produk terpilih. Menurut Marimin (2004), total nilai yang tertinggi yang didapatkan dari hasil perkalian nilai bobot dan rangking merupakan produk terpilih.
4.3
Karakteristik Mutu Permen Soba Rumput Laut Terpilih Hasil permen soba rumput laut Eucheuma cottonii terpilih dikarakteristik
mutu yang meliputi karakteristik mutu organoleptik dan mutu kimia (analisis proksimat). 4.3.1 Karakteristik Mutu Secara Organoleptik Parameter penilaian karakteristik mutu organoleptik dengan menggunakan uji mutu hedonik dalam SEAFAST (2006) meliputi parameter bentuk, rasa dan aroma. Berdasarkan hal ini dilakukan uji mutu terhadap produk terpilih (Formula B dengan penambahan rumput laut Eucheuma cottonii 40%). a. Bentuk Hasil uji mutu hedonik terhadap produk terpilih untuk parameter bentuk memiliki nilai rata-rata 7,66 dengan tekstur lunak, kurang rapi. Hal ini disebabkan adanya penambahan rumput laut, sehingga teksturnya menjadi lunak dan karena belum menggunakan cetakan, sehingga bentuknya menjadi kurang rapi. Bentuk permen soba yang lunak mungkin disebabkan karena rumput laut memiliki kandungan karaginan yang tinggi yang dapat membentuk gel bila mendapat perlakuan panas. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kasim (2004) bahwa Eucheuma cottonii sebagai penghasil karaginan, dan Doty (1987) dalam Samsuari (2006) menyatakan bahwa karagenan mempunyai sifat pembentuk gel. b. Rasa Hasil uji mutu hedonik untuk rasa menunjukkan bahwa permen soba rumput laut Eucheuma cottonii terpilih mempunyai nilai mutu rata-rata 7,87 dengan kriteria enak, spesifik jenis. Enaknya rasa permen soba karena adanya
santan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sundari (1984) bahwa santan mempunyai fungsi sebagai penambah cita rasa. Rasa yang spesifik/khas karena bahan baku utamanya adalah gula merah. Menurut Nengah (1990), gula merah memiliki rasa manis dan rasa asam yang disebabkan oleh adanya kandungan asam-asam organik didalamnya. c. Aroma Berdasarkan hasil uji mutu hedonik terhadap aroma permen soba Eucheuma cottonii terpilih menunjukkan bahwa permen soba dengan penambahan rumput laut 40% memiliki nilai mutu rata-rata yaitu 8,03 dengan kriteria spesifik jenis, segar tanpa bau tambahan. Aroma permen soba rumput laut ini cenderung berbau gula merah dan santan, sedangkan aroma penambahan rumput laut tidak tercium karena ditutupi oleh gula merah dan santan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sundari (1984) bahwa penambahan santan dalam produk pangan sebagai penambah aroma. Nengah (1990) menyatakan bahwa adanya asam-asam organik yang terkandung didalam gula merah menyebabkan gula merah mempunyai aroma yang khas, sedikit asam dan berbau caramel. Hasil uji mutu hedonik permen soba rumput laut terpilih dan penilaian berdasarkan SNI permen lunak disajikan pada Tabel 13. Tabel 13. Hasil karakteristik mutu Permen Soba Rumput Laut Eucheuma cottonii No Kriteria Uji Produk Terpilih (40% Rumput Laut) SNI 3547-2-2008 1 Bentuk Lunak, kurang Rapi Lunak 2 Rasa Enak, Spesifik jenis Normal Spesifik Jenis, Segar tanpa bau 3 Bau/Aroma Normal tambahan
Tabel 13 menunjukkan bahwa berdasarkan SNI syarat mutu permen lunak bukan jelly, produk terpilih yaitu dengan penambahan rumput laut 40% mempunyai bentuk yang lunak, rasa normal dan bau/aroma juga normal. 4.3.2 Karakteristik Kimia Karakteristik kimia yang dilakukan pada produk terpilih (konsentrasi rumput laut Eucheuma cottonii 40%) yaitu analisis proksimat yang terdiri dari analisis kadar air, abu, lemak, protein dan karbohidrat. Adapun hasil analisis proksimat disajikan pada Tabel 14. Tabel 14. Hasil Analisis Proksimat Permen Soba Permen Soba Permen Soba No Proksimat Rumput Laut Tanpa Rumput (%) Laut (%) 1 Air 9,94 9,60 2 Abu 0.92 0,90 3 Lemak 4,25 4,39 4 Protein 3,68 3,25 5 Karbohidrat 82,13 82,75
a.
SNI 3547-2-2008 Permen Lunak Bukan Jelly Maks.7,5% Maks.2,0% tidak disyaratkan tidak disyaratkan tidak disyaratkan
Kadar Air Air adalah senyawa penting yang menyusun pangan, namun dengan
jumlah yang berbeda-beda. Air dalam pangan ada yang berada dalam keadaan bebas, terserap atau terikat dalam pangan. Air dalam pangan dapat dinyatakan dalam bentuk kadar air dan aktivitas air. Kadar air menyatakan jumlah air dalam pangan sebagai komponen pangan, sedangkan aktivitas air menunjukkan bagaimana air dapat berperan atau beraktivitas pada suatu reaksi kimia dan biologi dalam pangan tersebut (Kusnandar, 2010). Kadar air dalam suatu produk akan dipengaruhi oleh kadar lemak yakni semakin tinggi kadar lemak maka kadar air akan semakin kecil, artinya kadar
lemak akan berbanding terbalik dengan kadar air (Muryanto, 1999). Menurut Winarno (2008), kadar air sangat berpengaruh terhadap mutu pangan, sehingga dalam pengolahan pangan, air sering dikeluarkan atau dikurangi dengan cara penguapan dan pengeringan. Berdasarkan hasil penelitian, kadar air permen soba rumput laut Eucheuma cottonii mempunyai nilai rata-rata 9,94%, nilai ini lebih tinggi dibanding yang tanpa rumput laut yaitu sebesar 9,60% (Tabel 14), nilai ini berada di atas nilai maksimal untuk permen lunak bukan jelly yaitu 7,5%. b. Kadar abu Kadar abu merupakan syarat mutu penting pada produk permen. Abu adalah zat organik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Abu terdiri dari unsur-unsur mineral yang juga dikenal sebagai zat anorganik atau kadar abu (Winarno 2008). Berdasarkan data hasil uji gizi, kadar abu permen soba rumput laut Eucheuma cottonii adalah 0,92%, nilai ini lebih tinggi dibanding permen yang tanpa rumput laut yaitu 0,90%. Hal ini sesuai dengan penelitian Yuliarti (1999), pada dodol rumput laut, yang menyatakan bahwa penambahan rumput laut sangat mempengaruhi nilai kadar abu. Semakin banyak rumput laut yang ditambahkan, maka kadar abu produk akan semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena rumput laut memberikan sumbangan zat mineral yang cukup tinggi. Nilai ini sesuai dengan SNI permen lunak kadar abu maksimum 2,0%.
c.
Kadar lemak Lemak merupakan salah satu sumber energi yang dibutuhkan oleh tubuh
selain karbohidrat. Lemak pada bahan pangan terdiri dari lemak hewani dan lemak nabati (Muchtadi, 1989). Kandungan lemak pada permen tidak lepas dari penggunaan santan dalam pembuatan permen. Penggunaan santan dalam pembuatan permen selain untuk melarutkan gula merah dan rumput laut juga memiliki peranan penting untuk menghasilkan lemak, sehingga permen memiliki cita rasa yang enak dan tekstur yang kalis. Kadar lemak permen soba rumput laut Eucheuma cottonii yang diperoleh adalah sebesar 4.23%. Nilai ini lebih rendah jika dibanding dengan yang tanpa rumput laut yaitu 4.39%. Dalam SNI tidak mengisyaratkan kandungan lemak pada produk permen. d. Protein Protein merupakan kandungan yang sangat penting dalam bahan makanan. Hal ini disebabkan karena protein berfungsi sebagai bahan bakar dan bahan pembangun serta pengatur dalam tubuh manusia. Protein adalah sumber asam amino yang mengandung unsur C, H, O dan N yang tidak dimiliki oleh lemak dan karbohidrat (Winarno, 2008). Analisis kadar protein dimaksudkan untuk mengetahui kadar protein dalam permen soba dengan penambahan rumput laut Eucheuma cottonii dan tanpa penambahan rumput laut Eucheuma cottonii. Hasil analisis protein pada permen soba dengan penambahan rumput laut Eucheuma cottonii yaitu 3,69%, sedangkan permen soba tanpa penambahan rumput laut Eucheuma cottonii mempunyai kadar protein lebih rendah yaitu
3,25%. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penambahan rumput laut dapat meningkatkan kadar protein pada permen soba. e.
Karbohidrat Karbohidrat merupakan senyawa yang terdiri dari karbon, hydrogen dan
oksigen, tapi kadang-kadang juga nitrogen. Karbohidrat mempunyai peranan penting dalam menentukan karakteristik bahan makanan misalnya rasa, warna, tekstur dan lain-lain. Beberapa zat yang termasuk golongan karbohidrat adalah gula, dekstrin, pati, selulosa, hemiselulosa, pectin, gum dan beberapa karbohidrat lainnya (Winarno 2008). Kadar karbohidrat diperoleh dengan cara by difference yaitu pengurangan 100% dengan jumlah kadar protein, kadar air, kadar lemak dan kadar abu. Hasil uji gizi permen soba rumput laut Eucheuma cottonii untuk karbohidrat adalah 82.13%, nilai ini lebih rendah dibanding permen soba tanpa rumput laut yaitu 82.75%.