FORMULASI DAN EVALUASI SALEP EKSTRAK ETANOL 70% DAUN KEMANGI (Ocimum sanctum L.) DENGAN KOMBINASI BASIS PEG 400 DAN PEG 4000
Karya Tulis Ilmiah Diajukan Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Ahli Madya Farmasi Program Studi D III Farmasi
LOGO MUCIS
Oleh : MEILDA FITRIATUL BARKAH NIM. 13DF277034
PROGRAM STUDI D III FARMASI SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH CIAMIS 2016
FORMULASI DAN EVALUASI SALEP EKSTRAK ETANOL 70% DAUN KEMANGI (Ocimum sanctum L.) DENGAN KOMBINASI BASIS PEG 400 DAN PEG 4000 Meilda Fitriatul Barkah2 Anna L Yusuf S. Far.,3 Apt Nia Kurniasih, M. Sc., Apt4 ABSTRACT Medicinal plant consumption to effort for tackling healthy problem has been applied very much by societies in the middle of technologi and sciences advanced to day. Especially, the Indonesian economical situation causes the price of medicines more expensive. Kemangi (Ocimun sanctum L.) Is one of medicinal plants often used by people. Kemangi is not only used as dish of raw vegetables and spicy sause, but it also has some uses to overcome bad breath or body odor, body listless, and body heatness. Other hand, this plant is used which causes menstruation and ASI dropped ( Permadi, 2008). Salve contains of materials the most disolved or the dispersestmedicinein the base or salve bases to obserb the active subtances. Salve base used in a medicine formula must be ineradicable. In the other hand, it doesn’t damage or decrease theraphy effect of medicine in it. (Anief, 2007) The summary of this researh is the combination of PEG 400 and PEG 4000 has influenced for physical characteristic of kemangi leaves (Ocimun sanctum L.) etanol extract salve, such as more increasing PEG 400 will reduce the sticking power and increase the spread power salve, the different of salve colour in the spread power give the results of significant differently at 3 formulation. Combination of PEG 400 and PEG 4000 can compose the optimum concentration formulted differently, the first formule has the best results at the salve supplied power form, but it doesn’t have spread power parametre value and second and third formule have good farametre value of spread power. ABSTRAK Pemakaian tanaman obat sebagai upaya penanggulangan masalah kesehatan telah banyak diterapkan masyarakat di tengah-tengah kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan saat ini. Terlebih lagi keadaan perekonomian Indonesia saat ini yang mengakibatkan harga obat-obatan relatif mahal. Salah satu tanaman obat yang sering digunakan oleh masyarakat ialah Kemangi ( Ocimum sanctum L. ). Kemangi digunakan masyarakat sebagai sayur atau lalap. Kemangi juga mempunyai khasiat mengatasi bau mulut dan badan, badan lesu serta panas dalam. Selain itu, tanaman ini juga digunakan sebagai peluruh haid dan peluruh ASI (Permadi, 2008). Salep terdiri dari bahan obat yang terlarut ataupun terdispersi di dalam basis atau basis salep sebagai pembawa zat aktif. Basis salep yang digunakan dalam sebuah formulasi obat harus bersifat inert dengan kata lain tidak merusak ataupun mengurangi efek terapi dari obat yang dikandungnya ( Anief, 2007 ). Kesimpulan dari penelitian ini adalah kombinasi PEG 400 dan PEG 4000 berpengaruh terhadap sifat fisik salep ekstrak etanol daun kemangi (Ocimum sanctum L.), yaitu semakin banyak penambahan PEG 400 akan menurunkan daya lekat serta meningkatkan daya sebar salep, perbedaan warna salep, pada uji daya sebar memberikan hasil adanya perbedaan signifikan pada ketiga formulasi. Kombinasi PEG 400 dan PEG 4000 dapat membentuk formulasi yang optimum dengan konsentrasi yang berbeda, hasil paling baik yaitu pada formulasi 1 dan mempunyai konsistensi
bentuk sediaan salep yang baik, namun pada nilai uji daya sebar tidak memenuhi nilai parameter daya sebar, dan yang memenuhi nilai parameter daya sebar yang baik yaitu pada formulasi 2 dan 3. Kata kunci Keterangan
: Daun kemangi (Ocimum sanctum L.), salep,PEG. : 1 judul, 2 nama mahasiswa, 3 nama pembimbing I, 4 nama pembimbing II.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemakaian tanaman obat sebagai upaya penanggulangan masalah kesehatan telah banyak diterapkan masyarakat di tengahtengah kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan saat ini. Terlebih lagi keadaan perekonomian Indonesia saat ini yang mengakibatkan harga obat-obatan relatif mahal. Salah satu tanaman obat yang sering digunakan oleh masyarakat ialah Kemangi ( Ocimum sanctum L. ). Kemangi digunakan masyarakat sebagai sayur atau lalap. Selain sebagai lalapan, Kemangi juga mempunyai khasiat mengatasi bau mulut dan badan, badan lesu serta panas dalam. Selain itu, tanaman ini juga digunakan sebagai peluruh haid dan peluruh ASI (Permadi, 2008). Penelitian tentang khasiat daun Kemangi sebagai antibakteri telah dilakukan oleh Khalil (2013). Namun pada penelitian ini hanya meneliti pengaruh basis salep terhadap formulasi dan evaluasi salep ekstrak etanol 70% daun Kemangi ( Ocimum sanctum L. ) dengan kombinasi basis PEG 400 dan PEG 4000. Ekstrak etanol daun kemangi memiliki aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli dengan diameter zona hambat 21 mm pada konsentrasi 200 mg/ml untuk bakteri Escheria coli dan 16 mm pada konsentrasi 200
mg/ml
untuk
bakteri Staphyloccocus aureus.
Berdasarkan aktivitas antibakteri yang dimiliki daun Kemangi, maka perlu dikembangkan suatu sediaan famasi untuk meningkatkan penggunaannya.
Salah
satu
sediaan
farmasi
yang
dapat
memudahkan dalam penggunaannya adalah salep. Dipilih sediaan salep karena sediaan dengan konsentrasi yang cocok untuk terapi penyakit kulit yang disebabkan oleh bakteri. 1
Salep terdiri dari bahan obat yang terlarut ataupun terdispersi di dalam basis atau basis salep sebagai pembawa zat aktif. Basis salep yang digunakan dalam sebuah formulasi obat harus bersifat inert dengan kata lain tidak merusak ataupun mengurangi efek terapi dari obat yang dikandungnya ( Anief, 2007 ). Berdasarkan hal tersebut maka perlu diteliti lebih lanjut pengaruh penggunaan basis salep terhadap daya antibakteri sediaan salep ekstrak etanol 70% daun Kemangi ( Ocimum sanctum L. ). Manusia diberikan nikmat rohani dan jasmani serta kesempatan untuk mengambil manfaat dari alam semesta, diantaranya dengan memanfaatkan tumbuhan sebagai obat. Rasulullaah SAW bersabda “Tidaklah
suatu
penyakit
diturunkan
melainkan
Allah
juga
menyertakan obat-obatnya”. Allah SWT berfirman dalam surat Al-Isra ayat 82 : َّ َّل .ُِن َو ُن َن ِّز ُل َُ آن م ُِ ْْن َو َرحْ َمةُ شِ َفاءُ ه َُُو َما ا ْلقُر َُ لَ لِ ْلم ُْؤ ِمنِي ُ ْن َي ِز ْي ُُد َو َُ الظالِ ِمي ُ َِخ َسارً ا إ “Dan Kami turunkan dari Al-Qur`an suatu yang menjadi penyembuh dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al-Qur`an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang dzalim selain kerugian.” (AlIsra`: 82). Dari ayat diatas dapat disimpulkan bahwa kemangi termasuk tumbuhan yang dapat dijadikan penyembuh. Diantaranya mengatasi bau mulut dan badan, badan lesu serta panas dalam.
2
B. Batasan Masalah 1. Sampel yang digunakan daun kemangi (Ocimum sanctum L.). 2. Basis yang digunakan PEG 400 dan PEG 4000. 3. Metode ekstraksi yang digunakan adalah maserasi. C. Rumusan Masalah 1. Bagaimana formulasi sediaan salep ekstrak etanol 70% daun kemangi ( Ocimun sanctum L.) dengan kombinasi basis PEG 400 dan PEG 4000 ? 2. Bagaimana evaluasi sediaan salep ekstrak etanol 70% daun kemangi (Ocimum sanctum L.) dengan kombinasi basis PEG 400 dan PEG 4000 ? 3. Apakah sediaan salep tersebut memenuhi persyaratan ? D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Membuat sediaan salep dari ekstrak etanol 70% daun Kemangi (Ocimum sanctum L.) dengan kombinasi PEG 400 dan PEG 4000 yang memenuhi syarat pengujian salep. 2. Tujuan Khusus a. Membuat formulasi salep ekstrak etanol 70% daun Kemangi (Ocimum
sanctum L.) dengan kombinasi basis PEG 400 dan
PEG 4000. b. Mengetahui evaluasi salep ekstrak etanol 70% daun Kemangi (Ocimum sanctum L.) dengan kombinasi basis salep PEG 400 dan PEG 4000. D. Manfaat Penilitian 1. Manfaat Teoritis Menambah dan mengembangkan ilmu pengetahuan melalui metodologi
penelitian
terhadap
bidang
kesehatan
terutama
mengenai formulasi dan evaluasi salep ekstrak daun Kemangi (Ocimum sanctun L.). 3
2. Manfaat Praktis a.
Manfaat penelitian ini diharapkan bisa menjadi bahan acuan pengembangan formulasi daun Kemangi (Ocimum sanctum L.).
b. Institusi Pendidikan sebagai tambahan sumber data dan referensi bagi peneliti selanjutnya di instansi pendidikan. E. Keaslian Penelitian Tabel 1.1. Keaslian Penelitian Nama
Tahun
Tempat
Judul
Anggit, L
Khalil, A
2013
Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta
Formulasi Salep Ekstrak Herba Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban) dengan Basis Polietilenglikol dan Uji Aktivitas Antibakteri Sthaphylococcus aureus
Formulasi salep Basis PEG
Jenis simplisia
2013
Biotechnology from Saudi Arabia
Antimicrobial Activity of Ethanolic Extracts of (Ocimum basilicum)
Pelarut
Jenis simplisia
Olivia H. 2013 Naibaho, Paulina V. Y. Yamlean, Weny Wiyono
FMIPA UNSRAT Pengaruh Basis Manado Salep Terhadap Formulasi Sediaan Salep Ekstrak Daun Kemangi ( Ocimum sanctum L. ) Pada Kulit Punggung Kelinci Yang dibuat Infeksi Staphyloccocus aureus.
4
Persamaan
Perbedaan
Jenis Metode simplisia dan ekstraksi Basis PEG
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Daun Kemangi (Ocimum sanctum L.) a. Taksonomi
Gambar 2.1 Tanaman Daun Kemangi (Ocimum sanctum L.) Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Kelas
: Dicotyledonae
Ordo
: Amaranthaceae
Famili
: Lamiaceae
Genus
: Ocimum
Spesius
: Ocimum basilicum L. (Heyne,
1987). Kemangi
adalah
salah
satu
dari
dari
banyaknya
keanekaragaman hayati yang memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai
obat
tradisional.
Kemangi
merupakan
anggota
famili
Lamiaceae yang berarti kelompok tanaman dengan bunga berbibir. Nama genus kemangi adalah Ocimum yang berarti tanaman beraroma. Aroma khas muncul dari daunnya. Kemangi yang ada di Indonesia dikelompokkan ke dalam kelompok basil (bush basil) karena tumbuhnya menyemak (Heyne, 1987).
Tanaman Kemangi memiliki rasa yang lebih tajam dan lebih pedas dari pada Ocimum lainnya serta menyerupai rasa kulit jeruk. Tanaman ini merupakan sayuran yang lazim digunakan oleh masyarakat Jawa dan Bali bila dibanding dengan sayuran lain. Budidaya Kemangi di Jawa tidak dilakukan dengan baik, bahkan tumbuh secara liar . Kemangi dibiakkan dengan biji karena dengan stek hasilnya kurang baik (Heyne, 1987). b. Nama Simplisia Kemangi (Ocimum sanctum L.) adalah tumbuhan tahunan yang tumbuh tegak dengan cabang yang banyak. Tanaman ini berbentuk perdu yang tingginya dapat mencapai 100 cm. Bunganya tersusun di tandan yang tegak. Daunnya panjang, tegak, berbentuk taji, atau bulat telur, berwarna hijau muda dan berbau harum. Ujung daun bisa tumpul atau bisa juga tajam, panjangnya mencapai 5 cm. Permukaan bergigi atau juga rata. Wanginya seperti cengkeh dan rasanya pahit. Daun Kemangi memiliki kandungan penting seperti kandungan alkaloid, triterfenoid, flavonoid, yang mampu memberikan efek antibakteri (Pitojo, 1996). c.
Khasiat dan Manfaat Daun Kemangi biasa digunakan masyarakat sebagai obat gatal-gatal,
cara memanfaatkannya dengan resep tradisional yaitu
dengan cara meremas-remas beberapa helai daun dan digosokkan pada daerah yang gatal, atau dengan cara menumbuk daunnya yang ditambah dengan kapur sirih (Pitojo, 1996). d. Kandungan Daun Kemangi Ekstrak daun kemangi (Ocimum sanctum L.) mengandung diantaranya alkaloid, triterpenoid, flavonoid, yang mampu memberikan antibakteri (Heyne, 1987).
e. Deskripsi Tanaman Kemangi tidak hanya tumbuh di Indonesia tetapi juga di India, Taiwan, Cina, dan Asia Tenggara. Tanaman ini berasal dari daerah tropis. Kemangi ditanam di ladang, disela-sela tanaman pekarangan, pada tepi-tepi sawah, dan juga dihalaman rumah. Selain itu, dapat ditemukan diseluruh Pulau Jawa pada ketinggian 450-1100 meter di atas permukaan laut (WHO, 2002). Kemangi merupakan tanaman setahun yang tumbuhnya tegak dengan cabang yang banyak. Tanaman ini terbentuk perdu dengan tinggi 0,3 hingga 1,0 meter. Daunnya berwarna hijau, berbau harum, dan berbentuk elips dengan ukuran 2,5-5 cm x 1-2,5 cm. Bagian tangkai daun mempunyai panjang 2,5 cm (Siemonsma dan Piluek, 1994). Daun Kemangi berbentuk tunggal , tangkal daun sebesar 0,253 cm, dan tepi daun bergigi. Kemangi memiliki bunga yang susunannya majemuk, dan memiliki 5 kelopak yang berbentuk bibir. Biji Kemangi bertipe keras, berwarna cokelat tua, dan ketika dibasahi segera membengkak (Sudarsono et al., 2002). 2. Ekstraksi Ekstraksi adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlukan sedemikian rupa hingga memenuhi standar baku, yang ditetapkan. Proses ekstraksi bahan atau bahan obat alami dapat dilakukan berdasarkan teori tentang penyarian. Penyarian merupakan proses pemindahan massa. zat aktif yang semula berada didalam sel, ditarik oleh cairan penyari sehingga terjadi larutan zat aktif dalam cairan penyari tersebut ( Sharker et al., 2006).
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan zat yang dapat larut dari bahan yang dapat larut dengan pelarut cair sehingga terpisah dari bahan tak larut. Faktor yang mempengaruhi kecepatan penyarian difusi zat yang larut melalui lapisan-lapisan batas antara cairan penyari dengan bahan yang mengandung zat tersebut tujuan dilakukan ekstraksi adalah menarik komponen kimia yang ada didalam simplisia. Ekstraksi didasarkan pada perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka, kemudian berdifusi masuk kedalam pelarut. Menurut Darwis (2000), ada beberapa metode ekstraksi senyawa yang umum digunakan, diantaranya adalah: a. Maserasi Maserasi merupakan proses perendaman sampel dengan pelarut organik yang digunakan pada suhu ruangan. Proses ini sangat menguntungkan dalam isolasi senyawa bahan alam karena dengan perendaman sampel tumbuhan akan pemecahan dinding dan membran sel akibat perbedaan tekanan didalam dan diluar sel, sehingga metabolit sekunder yang ada dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut organik dan ekstraksi senyawa akan sempurna karena dapat diatur lama perendaman yang digunakan. Pemilihan pelarut untuk proses maserasi akan memberikan efektivitas yang tinggi dengan memperhatikan kelarutan senyawa bahan alam pelarut tersebut. b. Perkolasi Merupakan proses melewatkan pelarut organik pada sampel sehingga pelarut akan membawa senyawa organik bersama-sama pelarut. Efektivitas dari proses ini hanya akan lebih besar untuk senyawa organik yang sangat mudah larut dalam pelarut yang digunakan. Keuntungan dari metode ini adalah tidak diperlukannya proses pemisahan ekstrak sampel, sedangkan kerugiannya adalah selama proses tersebut, pelarut
menjadi dingin sehingga tidak melarutkan senyawa dari sampel secara efisien. c. Soxhletasi Merupakan
proses
ekstraksi
yang
menggunakan
penyarian berulang dan pemanasan. Penggunaan metode soxhletasi adalah dengan cara memanaskan pelarut hingga membentuk uap dan membasahi sampel. Pelarut yang sudah membasahi
sampel
kemudian
akan
turun
menuju
labu
pemanasan dan kembali menjadi uap untuk membasahi sampel, sehingga penggunaan pelarut dapat dihemat karena terjadi sirkulasi pelarut yang selalu membasahi sampel. Proses ini sangat baik untuk senyawa yang tidak terpengaruh oleh panas. d. Destilasi Uap Merupakan
suatu
metode
pemisahan
bahan
kimia
berdasarkan perbedaan kecepatan atau kemudahan menguap (volatilitas) bahan. Proses destilasi uap lebih banyak digunakan untuk senyawa organik yang tahan terhadap suhu tinggi, yang lebih tinggi dari titik didih pelarut yang digunakan. Pada umumnya
lebih
banyak
digunakan
untuk
minyak
atsiri.
Keuntungan dari metode ini adalah kualitas ekstrak yang dihasilkan cukup baik, suhu dan tekanan selama proses ekstraksi dapat diatur serta waktu yang diperlukan singkat. Maserasi adalah berasal dari bahasa latin macerace yang artinya merendam. Merupakan proses yang paling tepat dimana simplisia yang sudah halus dimungkinkan untuk merendam didalam menstrum (pelarut atau campuran pelarut) sampai meresap dan melarutkan sel, sehingga zat-zat yang mudah larut atau melarut (Ansel, 2005). Maserasi merupakan cara ekstraksi paling sederhana. Bahan simplisia yang dihaluskan sesuai syarat farmakope (umumnya
terpotong-potong
atau
berupa
serbuk
kasar)
disatukan dengan bahan pengekstraksi. Selanjutnya rendaman tersebut disimpan terlindung dari cahaya langsung sambil sesekali diadu. Lamanya waktu maserasi berbeda-beda, antara 4-10 hari. Maserasi menggunakan
adalah
proses
pengekstrakan
beberapa
pelarut
dengan
dengan
beberapa
kali
pengocokan atau pengadukan dengan temperatur ruangan. Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut stelah dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya (Ditjen POM, 2000). Waktu maserasi berbeda-beda, masing-masing farmakope mencantumkan 4-10 hari, menurut pengamatan 5 hari sudah memadai (voight, 1994).
Metode ini tidak menggunakan
pemanasan, sehingga zat aktif yang terkandung dalam bahan tidak rusak. Kelebihan dari metode maserasi adalah alat dan cara pengerjaan sederhana, serta mudah diusahakan (Mustofa, 2008). Kelemahannya adalah banyaknya pelarut yang terpakai dan waktu yang dibutuhkan cukup lama (Depkes RI, 2000). 3. Salep Salep merupakan sediaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian topical pada kulit atau selaput lendir (Anonim, 1994). Bahan obatnya harus larut atau terdispersi homogen dalam dasar salep yang cocok (Anonim, 1979). Salep terdiri dari bahan obat yang terlarut ataupun terdispersi didalam basis atau basis salep sebagai pembawa zat aktif. Basis salep yang digunakan dalam sebuah formulasi obat harus bersifat inert dengan kata lain tidak merusak ataupun mengurangi efek terapi dari obat yang dikandungnya (Anief, 2007). Salep tidak boleh berbau tengik. Kecuali dinyatakan lain kadar bahan obat dalam salep yang mengandung obat keras atau narkotik adalah 10% (Anief, 2005).
Komposisi salep terdiri dari bahan obat atau zat aktif dan basis salep atau biasa dikenal dengan sebutan zat pembawa bahan aktif ( Ansel,1989). Salep memiliki fungsi sebagai bahan pembawa zat aktif untuk mengobati penyakit pada kulit, sebagai pelumas pada kulit dan sebagai pelindung kulit (Anief, 2007). a. Fungsi salep (Anief, 2005) : 1) Sebagai bahan pembawa substansi obat untuk kulit. 2) Sebagai bahan pelumas pada kulit. 3) Sebagai pelindung untuk kulit yang mencegah kontak permukaan kulit dengan larutan berair dan rangsang kulit (Anief, 2005). b. Persyaratan salep menurut (Formularium Indonesia III, 1979) : 1) Pemerian yaitu tidak boleh berbau tengik. 2) Kadar yaitu kecuali dinyatakan lain dan untuk salep yang mengandung obat keras atau obat narkotik, kadar bahan obat adalah 10%. 3) Dasar salep yaitu kecuali dinyatakan lain, sebagai bahan dasar salep (basis salep) digunakan vaselin putih (vaselin album). Tergantung dari sifat bahan obat dan tujuan pemakaian salep, dapat dipilih beberapa bahan dasar salep sebagai berikut : a) Dasar salep hidrokarbon : vaselin putih, vaselin kuning (vaselin flavum), malam putih (cera album), malam kuning, (cera flavum), atau campurannya. b) Dasar salep serap : lemak bulu domba (adeps lanae), campuran 3 bagian kolesterol, 3 bagian stearil alkohol, 8 bagian malam putih dan 86 bagian vaselin putih, campuran 30 bagian malam kuning dan 70 bagian minyak wijen. c) Dasar salep yang dapat dicuci dengan air atau dasar salep emulsi misalnya emulsi minyak dalam air.
d) Dasar salep yang larut dalam air, misalnya PEG dan campurannya. 4) Homogenitas yaitu jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok, harus menunjukan susunan yang homogen. 5) Penandaan : pada etiket harus tertera “obat luar”. c.
Menurut sifat farmakologi/terapeutik dan penetrasinya dibagi : 1) Salep epidermis
: (salep penutup) guna melindungi kulit
dan menghasilkan efek lokal, tidak diabsorpsi, kadangkadang
ditambahkan
antiseptik
astringensia,
untuk
merendahkan rangsangan atau anestesi lokal. 2) Salep endodermis : salep yang bahan obatnya menembus kulit,
tetapi tidak
melalui
kulit,
terabsorpsi sebagian,
digunakan untuk melunakkan kulit atau selaput lendir. 3) Salep diadermis
: salep yang bahan obatnya menembus
kedalam tubuh melalui kulit dan mencapai efek yang diinginkan, misalnya salep yang mengandung senyawa merkuri iodida, beladona (Syamsuni, 2006). d.
Menurut dasar salepnya, salep dapat dibagi : 1) Salep hidrofobik yaitu salep yang tidak suka air atau salep dengan dasar salep berlemak (greasy bases)tidak dapat dicuci dengan air, misalnya : campuran lemak-lemak, minyak lemak, malam. 2) Salep hidrofobik salep yang suka air atau kuat menarik air, biasanya dasar salep Tipe M/A.
e. Menurut Formularium Nasional (Fornas, 1978) : 1) Dasar salep 1 (Dasar salep senyawa hidrokarbon) 2) Dasar salep 2 (Dasar salep serap) 3) Dasar salep 3 (Dasar salep yang dapat dicuci
dengan air
atau dasar salep EmulsiM/A) 4) Dasar salep 4 (Dasar salep yang dapat larut dalam air)
f.
Basis Salep Basis salep merupakan komponen dan faktor yang sangat penting
dalam
sediaan
salep.
Basis
salep
merupakan
komponen yang terbesar dalam sediaan salep, yang sangat menentukan baik/buruknya sediaan salep tersebut. Salah satu hal
penting
yang
yang
harus
diperhatikan
dalam
memformulasikan sediaan salep adalah seleksi basis yang cocok. Basis berfungsi sebagai pembawa, pelindung, dan pelunak kulit, harus dapat melepaskan obat secara optimum (tidak boleh merusak atau menghambat aksi terapi), dan sedapat mungkin cocok untuk penyakit tertentu dan kondisi kulit tertentu (Anief, 2008). 1) Basis Tercuci Basis terlarut adalah suatu basis yang dapat larut dalam air atau dapat membentuk gel. Contoh basis terlarut
adalah
basis
salep
dari
Polietilenglikol/Makrogol/Poligol
polietilenglikol.
adalah
produk
poliemerasi dan etilenoksida atau produk kondensasi dan etilenglikol. Salep polietilenglikol dibuat dengan pencampuran dan peleburan bersama 2 jenis PEG (cair dan padat/semi padat) dengan perbandingan tertentu sehingga akan diperoleh suatu konsistensi yang dikehendak. Contoh basis terlarut (Poliethylene glycol ointment) PEG 4000 40%, PEG 400 60% dibuat dengan peleburan (Anief, 2008). 2) Sifat-sifat dan salep basis PEG yaitu : a) PEG tidak merangsang b) Memiliki kemampuan lekat distribusi baik pada kulit. c) Tidak
mencegah pertukaran gas
keringat.
dan
produksi
d) Dapat dicuci dengan air dan dapat digunakan pada kulit yang berambut. e) PEG tidak dapat digunakan pada mata, karena aktivitas osmotik memungkinkan kemampuan hisap yang tinggi. f) PEG
memiliki
penyimpanan
sifat
bakterisida
beberapa
bulan
sehingga
pada
tidak
perlu
dikhawatirkan serangan bakteri. 4. Polietilenglikol PEG mempunyai daya hisap osmotik yang tinggi, maka salep basis PEG dapat menyerap kelembapan dari udara dan dapat menyebabkan penguraian otooksidasi dan PEG dan akan terbentuk hidroperoksida dari senyawa karbonil sebagai produk sekunder (aldehida, asam). Sehingga dibutuhkan pengemasan yang kedap udara dan terlindung cahaya. Bahan pembawa yang larut dalam air dibuat dalam campuran polietilen glikol dengan bobot molekul yang tinggi dan polietilen glikol dengan bobot molekul yang rendah. Dalam kelompok ini, glikol dengan bobot molekul yang rendah berupa cairan, glikol dengan bobot molekul agak lebih tinggi merupakan cairan yang agak kental, dan polietilen glikol dengan bobot molekul yang lebih tinggi berupa padatan. Kombinasi dari polietilen glikol dengan bobot molekul yang tinggi dan polietilen glikol dengan bobot molekul yang lebih rendah akan menghasilkan produk-produk dengan konsistensi seperti salep, yang melunak atau meleleh jika digunakan pada kulit. Pembuatan sediaan dengan bahan-bahan ini tidak memerlukan air (Agoes, 2008). 5. Metode Pembuatan Salep a. Peraturan salep pertama zat-zat yang dapat larut dalam campuran lemak dilarutkan kedalamnya, jika perlu dengan pemanasan. b. Peraturan salep kedua bahan-bahan yang dapat larut dalam air, jika tidak ada peraturan-peraturan lain dilarutkan terlebih dahulu
dalam air, asalkan air yang digunakan dapat diserap seluruhnya oleh basis salep. Jumlah air yang dipakai dikurangi dari basis. c. Peraturan salep ketiga adalah bahan-bahan yang sukar atau hanya sebagian dapat larut dalam lemak dan air, harus diserbuk lebih dahulu kemudian diayak denagn pengayak B40. d. Peraturan salep keempat salep-salep yang dibuat dengan jalan mencairkan, campurannya harus digerus sampai dingin (Anonim, 1995). 6. Evaluasi Salep a. Uji Organoleptik Pengamatan yang dilakukan oleh dalam uji ini adalah bentuk sediaan, bau dan warna sediaan. Parameter kualitas salep yang baik adalah bentuk sediaan setengah padat, salep berbau khas ekstrak yang digunakan dan berwarna seperti ekstrak (Anief, 1997). b. Homogenitas Uji
homogenitas
sediaan
dilakukan
dengan
cara
mengamati hasil pengolesan salep pada plat kaca.Salep yang homogen ditandai dengan tidak terdapatnya gumpalan pada hasil pengolesan sampai titik akhir pengolesan. Salep yang diuji diambil dari tiga tempat yaitu bagian atas, tengah dan bawah dai wadah salep (Anonim, 1979). c. Uji Pengukuran PH Pengukuran nilai Phmenggunakan alat bantu stik PH universal yang dicelupkan ke dalam 0,5 gsalep yang telah diencerkan dengan 5ml aquadest. Nilai PH salep yang baik adalah 4,5,-6,5 atau sesuai dengan nilai PH kulit manusia (Tranggono dan Latifa, 2007). d. Uji Daya Sebar Sebanyak 0,5 gr setiap diletakkan diatas kaca bulat yang berdiameter 15cm, kaca lainnya diletakkan diatasnya dan
dibiarkan selama 15 menit, kaca lainnya diletakkan diatasnya dan dibiarkan selama 1menit. Diameter sebar salep diukur. Setelahnya ditambahkan 100gr beban tambahan dan didiamkan selama 1menit lalu diukur diameter yang konstan (Astuti, et al, 2010). Sediaan salep yang nyaman digunakan memiliki daya sebar 5-7 cm (Grag et al., 2002). e. Uji Daya Lekat Salep yang akan diuji diambil sebanyak 1 gram, kemudian dioleskan pada sebuah plat kaca pada alat pengukur daya lekat, kemudian ditempelkan plat kaca yang kedua ditempelkan sampai plat menyatu diberi beban 1kg diletakkan selama 5menit. Diberi beban pelepasan 80gr, dan catat waktu sampai kedua plat itu terlepas. Adapun syarat waktu daya lekat yang baik adalah tidak kurang dari 4 detik (Miranti, 2009). B. Hasil Penelitian Yang Relevan Pada penelitian jurnal Olivia dkk, dengan judul Pengaruh Basis Salep Terhadap Formulasi sediaan Salep Ekstrak Daun Kemangi (Ocimum sanctum L.) Pada Kulit Punggung Kelinci Yang Dibuat Infeksi Staphylococcus aureus 2013 memiliki kesamaan pada ekstrak yang digunakan dan perbedaannya dengan penelitian ini tidak melakukan uji efektifitas pada kulit punggung kelinci yang dibuat infeksi Staphylococcus aureus, pada penelitian ini diperoleh hasil daun Kemangi mempunyai kandungan flavonoid sebagai antibakteri, dengan ditandai penyembuhan infeksi pada kulit punggung kelinci. Pada penelitian Khalil dengan judul Antimicrobial Activity of Ethanol Extract of (Ocimum basilicum) Pada penelitian ini diperoleh hasil ekstrak daun kemangi memiliki aktivitas antibakteri terhadap Sthapylococcus aureus dengan diameter zona hambat 21 mm pada konsentrasi 200 mg/ml untuk bakteri Escherichia coli 16 mm dan pada konsentrasi 200 mg/ml untuk bakteri Sthaphyloccocus aureus.
Pada penelitian Anggit dengan judul Formulasi Salep Ekstra Herba Pegagan (Centella asiatica
(L.) Urban) dengan Basis
Polietilenglikol dan Uji Aktivitas Antibakteri Terhadap Sthaphyloccocus aureus diperoleh hasil kombinasi PEG 400 dan PEG 4000 dapat membentuk formula optimum dengan perbandingan 100% : 0% atau formula 56 gram PEG 400 dan 24 gram PEG 4000 dalam rancangan formula. C. Kerangka Berfikir
Formulasi Ekstrak Etanol 70% Daun Kemangi (Ocimum sanctum L.)
Formulasi salep
Evaluasi salep -
Memenuhi standar
Uji Organoleptik Uji Homogenitas Uji pH Uji Daya Sebar Uji Daya Lekat
Tidak memenuhi standar
Gambar 2.1 Kerangka Berfikir
D.
Hipotesis Ekstrak daun kemangi (Ocimum sanctum L.) dapat dibuat formulasi menjadi salep dengan menggunakan kombinasi basis PEG 400 dan PEG 4000 dan memenuhi uji kualitas salep.
DAFTAR PUSTAKA
Anief, (1997). Ilmu Meracik Obat. UGM-Press, Yogyakarta. Anief, (2007). Farmasetika. UGM-Press, Yogyakarta. Anief, (2008). Ilmu Meracik Obat. UGM-Press, Yogyakarta. Anief, (2005). Farmasetika. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, Hal, 110125. Anonim, (1995). Farmakope Indonesia. Ed-4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Anonim, (1979). Farmakope Indonesia. Ed-3. Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Ansel, C. H. (2005). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: UI Press. Ansel, H C. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi 4. Jakarta: UI Press. Chhetri et al, (2010). Formulation And Evaluation Of Antimicrobial Herbal Ointment, Journal Of Science, Engineering And Technology. Darwis, D. (2000). Teknik Dasar Laboratorium Dalam Penelitian Senyawa Bahan Alami Hayati. Workshop Pengembangan Sumber Daya Manusia Dalam Bidang Kimia Organik Bahan Alam Hayati. FMIPA Universitas Andalas. Padang. Tidak Diterbitkan. Ditjen POM, (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta. Departemen Kesehatan RI. Grag, A et al, (2002). Spreading of Semisolid Formulation : An Update. Pharmaceutical Technology. 2002 : 84-102. Goeswin, Agoes. (2008). Pengembangan Sediaan Farmasi,.Bandung: ITB Press. Harborne, J.B., (1987). Metode Fitokimia. Edisi kedua. Penerbit ITB. Bandung. Hasyim, N., K, L, Pare, I. Junaid, A. Kurniati. (2012). Formulasi dan Uji Efektivitas Gel Luka Bakar Ekstrak Daun Cocor Bebek (Kalanchoe pinnata L.) pada Kelinci (Oryctolagus cuniculus). Majalah Farmasi dan Farmakologi. 16 (2) : 89-94. Khalil, A. (2013). Antimicrobial Activity of Ethanolic Extracts of Ocimum basilicum leaf from Saudi Arabia. Biotechnology. 41
Miranti, (2009). Pengaruh Konsentrasi Minyak Atsiri Kencur (Kaempferia galangan) dengan Basis Salep larut Air terhadap Sifat Fisik Salep dan Daya Hambat Bakteri Staphylococcus aureus secara In Vitro. Surakarta: Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah. Mustofa, (2008). Fitofarmaka. http://fkuii.org. 8 Februari 2016. Olivia, dkk. (2013). Pengaruh Basis Salep Terhadap Formulasi Sediaan Salep Ekstrak Daun Kemangi (Ocimum sanctum L.) Pada Kulit Punggung Kelinci Yang Dibuat Infeksi Staphylococus aureus, Jurnal Jurusan Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Wahid Hasyim Semarang, Vol. 2 No. 02 tahun 2014. Permadi, Adi. (2008). Ramuan Herbal Penumpas Hipertensi. Pustaka Bunda. Jakarta. Pitojo, Setijo. (1996). Kemangi dan Selasih. Trubus Agriwida : Unggara. Wathoni N, dkk. (2009). Formulasi Gel Antioksidan Ekstrak Rimpang Lengkuas (Alpinia galangal L. Willd) dengan Menggunakan Basis Aqupec 505 HV.
41