J URNAL F ISIKA DAN A PLIKASINYA
VOLUME 1, N OMOR 2
J ULI 2005
Formulasi Analitis Tetapan Propagasi Efektif Modus TE untuk Directional Coupler Linier Diturunkan dengan Metode Matrik Karakteristik Lapis Jamak Ali Yunus Rohedi, Gatut Yudoyono, Suryadi,∗ dan Agus Rubiyanto Jurusan Fisika, FMIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Kampus ITS Sukolilo, Surabaya 60111
Intisari Parameter terpenting untuk menentukan panjang kopling dan formula propagasi medan directional coupler adalah nilai tetapan propagasi efektif medan moda simetri dan moda asimetri. Pada makalah ini dilaporkan formulasi tetapan propagasi efektif dimaksud untuk cahaya modus TE (transverse electric) yang terpandu dalam directional coupler linier dalam bentuk analitis. Formulasi analitis diturunkan dengan menggunakan metode matrik karakteristik pandu gelombang berlapis jamak, dan berlaku untuk kedua moda simetri dan asimetri, baik untuk struktur directional coupler simetri maupun asimetri. K ATA KUNCI : directional coupler linier, perpindahan daya, transverse electric, moda terkopel, moda-moda normal, medan evanescent
I.
PENDAHULUAN
Pada bidang optika terpadu (integrated optics), directional coupler merupakan komponen kunci dalam pembuatan rangkaian optika terpadu. Hal ini karena kanal-kanal rangkaian optika terpadu dibuat membentuk struktur directionalcoupler. Struktur directional-coupler yang paling sederhana adallah tersusun atas dua buah pandu gelombang kanal sejajar yang ditumbuhkan pada satu substrat, dengan jarak pisah (lebar gap) beberapa panjang gelombang optik. Fungsi utama directional-coupler adalah sebagai devais pemindah daya optik, yang kinerjanya didasarkan antara lain pada kegayutan indeks bias efektifnya terhadap frekuensi, medan optik, dan atau medan luar. Indeks bias efektif dimaksud adalah nilai indeks bias dari seluruh kombinasi indeks bias bahan-bahan directional-coupler yang ”dirasakan” oleh setiap moda gelombang. Pada directional-coupler linier yang dibuat dari bahanbahan optik linier, perpindahan dayanya didasarkan pada kegayutan indeks bias efektif terhadap frekuensi dan kelinierannya terhadap penerapan medan luar, sehingga devais ini disamping dapat beroperasi secara pasif tanpa penerapan medan luar, juga dapat dioperasikan secara aktif melalui kendali tegangan. Sedangkan pada directional-coupler tak linier, indeks bias efektifnya gayut secara tak linier terhadap medan optik, dan untuk yang terbuat dari bahan-bahan optik mirip Kerr (Kerr-like) perpindahan dayanya dapat diatur melalui intensitas cahaya masukan. Directional-coupler linier lazim digunakan pada sistem komunikasi optik[1], antara lain sebagai saklar optik[2], modulator[3], polarisator[4], dan WDM[5]. Sedangkan directional-coupler tak linier disamping digunakan pada pengoperasian sistem komunikasi optik
∗ E- MAIL :
[email protected]
c Jurusan Fisika FMIPA ITS
secara optik seluruhnya[6, 7] (All Optical Switching), juga difungsikan sebagai gerbang logika optik (NOT, AND, NAND, OR, NOR) yang merupakan komponen utama dalam pembuatan komputer optis. Besaran yang sangat penting untuk mendesain directionalcoupler adalah nilai tetapan propagasi efektif β dari medan optik yang akan ditransmisikannya. Nilai eigen persamaan Helmholtz untuk directional coupler tersebut, disamping diperlukan untuk memperkirakan panjang kopling yaitu jarak pemindahan seluruh daya antar pandu gelombangnya, juga sebagai besaran utama dalam formula propagasi medan yang berguna untuk memvisualisasi dan mensimulasikan berbagai macam fungsinya. Persamaan nilai eigen untuk directionalcoupler linier yang indeks bias pandu gelombangnya homogen, umumnya diturunkan menggunakan metode matrik karakteristik berlapis jamak. Hal ini karena metode matrik karakteristik berlapis jamak disamping dapat menampilkan formulasi nilai eigen dalam bentuk analitis, juga memberikan nilai perhitungan tetapan propagasi efektif yang eksak [8, 9]. Kogelnik[8] memformulasikan dua persamaan nilai eigen analitis untuk directional-coupler linier simetri (indeks bias dan ukuran kedua pandu gelombangnya tepat sama) masingmasing untuk moda genap dan moda ganjil untuk cahaya modus TE (transverse elekctric). Perumusan dilakukan dengan memanfaatkan kesimetrian struktur, dan menetapkan pusat (center) lebar gap directional-coupl sebagai pusat koordinat. Pada makalah ini, penerapan metode matrik karakteristik lapis jamak diupayakan untuk menghasilkan sebuah persamaan nilai eigen directional-coupler linier modus TE, yang disamping berlaku untuk struktur asimetri (indeks bias dan ukuran kedua pandu gelombangnya tidak sama) juga berlaku semua ragam moda. 050204-1
J. F IS . DAN A PL ., VOL . 1, N O . 2, J ULI 2005 II.
A LI Y UNUS ROHEDI , dkk.
TINJAUAN PUSTAKA
Struktur directional coupler berisi dua pandu gelombang kanal ditunjukkan dalam Gambar 1. Proses pemindahan daya optik di dalam directional coupler linier secara tradisi dijelaskan dengan teori moda terkopel[10, 11] dengan didasarkan pada interaksi antar medan-medan evanescent dari masingmasing pandu gelombang. Sedangkan panjang koplingnya ditentukan dari kuat kopling yaitu kuantitas saling tumpangtindih (overlapping) antara medan di kanal satu dengan medan evanescent dari kanal dua. Secara kualitatif penjelasan teori moda terkopel ini telah sesuai dengan fakta eksperimen, namun secara kuantitatif, untuk directional-coupler yang lebar gapnya relatif kecil, panjang kopling dan porsi daya optik yang dipindahkannya masih jauh dari akurat. Metode pendekatan yang secara kuantitatif relatif lebih akurat dalam menjelaskan proses pemindahan daya optik dalam directional coupler linier adalah pendekatan modamoda normal[12, 13]. Menurut pendekatan ini, proses perpindahan daya optik terlaksana sebagai konsekuensi dari interferensi antar dua medan optik orde moda terendah yang disebut moda simetri dan moda asimetri, yang terpandu di sepanjang penampang transversalnya. Sedangkan panjang koplingnya ditentukan melalui Lc = π/(β0 − β1 ), dengan β0 dan β1 masing-masing adalah nilai tetapan propagasi efektif moda simetri dan moda asimetri. Adapun ekspresi medan kedua moda yang diperlukan dalam perhitungan tetapan propagasi efektifnya adalah medan-medan yang berlaku untuk seluruh struktur directional-coupler, bukan ekspresi medan dari masing-masing pandu gelombangnya sebagaimana yang direkomendasikan oleh teori moda terkopel. Namun demikian reduksi dimensi penampang transversal pandu gelombangnya dari dimensi dua ke dimensi satu sama-sama dilakukan dengan metode indeks efektif[13, 14]. Salah satu pendekatan normal yang sangat akurat dalam menyelesaikan persamaan Helmholtz adalah metode matrik karakteristik pandu gelombang berlapis jamak. Metode ini mulai dikenal luas pemakaiannya seiring dengan berkembangnya teknologi pelapisan
n1
y
n2
udara, ns
n1,2
ns
ns
(a)
(b)
udara, ns
tipis ini, disamping lazim digunakan dalam perancangan berbagai devais fotonik, sering dipakai pula pada perancangan cermin pembalik fasa[15], monokromator dan filter[16], kavitas laser semikonduktor[17], bahkan pada persoalan interaksi polariton-exciton[18, 19] dalam mikrokaviti. Implementasi metode matrik karakteristik lapis jamak pada perumusan nilai eigen persamaan directional-coupler linier diawali dengan proses reduksi dimensi penampang transversal pandu gelombangnya, dari dimensi dua ke dimensi satu. Reduksi dimensi tersebut lazim dilakukan dengan metode indeks efektif. Melalui penerapan metode indeks efektif ini, struktur directional-coupler cukup ditinjau dalam arah lateralnya, yang dalam hal ini membentuk struktur pandu gelombang berlapis jamak berisi lima buah lapisan tipis. Kedua pandu gelombang beserta daerah gapnya berfungsi sebagai stack pemandu gelombang, sedangkan dua lapisan lainnya masing-masing berfungsi sebagai substrat dan kover sebagaimana pada pandu gelombang papak (slab-waveguides). Karena itu secara prinsip penurunan persamaan nilai eigen Helmholtznya dapat dilakukan menggunakan kaidah yang berlaku pada pandu gelombang papak [8, 20, 21]. Pengembangan metode matrik karakteristik pandu gelombang berlapis jamak didasarkan pada kontinuitas komponenkomponen medan cahaya terpandu pada setiap perbatasan antar lapisannya. Penerapan syarat kontinuitas dimaksud dilakukan mengacu pada Gambar 2. Sebagaimana tampak pada Gambar 2, pandu gelombang berlapis jamak berupa sebuah stack berisi N buah lapisan yang tersisip diantara substrat dan kover. Penerapan syarat kontinuitas semua komponen medan cahaya pada setiap perbatasan lapisan di daerah stack dilakukan untuk menjamin keutuhan setiap komponen medan terpandu sebagimana pada daerah film pandu gelombang papak. Sedangkan kontinuitas komponen medan di perbatasan stack-substrat dan di perbatasan stack-kover dilakukan untuk menjamin keutuhan komponen medan terpandu dengan komponen medan yang ter-evanescent ke daerah substrat dan kover. Untuk setiap modus cahaya, Kogelnik[8], Emmanuel dkk[9], Uranus dkk[20], Rohedi dkk[21], menerapkan kontinuitas komponenkomponen medan tangensial dan menuliskanya secara kesatuan dalam sebuah vektor kolom. Untuk modus TE yaitu cahaya terpandu dengan medan listrik tegak lurus bidang datang, komponen medan tangensialnya adalah komponen listrik dan komponen medan magnet Hz (≈ ∂Ey /∂x). Penerapan syarat kontinuitas tersebut dilakukan dengan memanfaatkan medan
z
z
x
x
ns
n1,eff
ns
n1,eff
ns k 1 , h 1 k 2 , h 2
ns
ne nf ns
x0=0 x1=h x2=h+S x3=h+2S (c)
Gambar 1: Struktur Geometri Directional-coupler
ns
y X0=0 X1
X1
Xn=XN
Gambar 2: (a) Struktur pandu gelombang Papak, (b) Struktur pandu gelombang berlapis jamak
050204-2
J. F IS . DAN A PL ., VOL . 1, N O . 1, J ULI 2005
A LI Y UNUS ROHEDI , dkk.
listrik solusi umum persamaan Helmholtz untuk modus TE yang berbentuk Ey = A cos κx + B sin κx, dengan nilainilai faktor tetapan propagasi , tetapan A dan B adalah spesifik untuk setiap lapisan. Dari penerapan syarat kontinuitas tersebut, hubungan komponen medan tangensial antar dua perbatasan terdekat di daerah stack didapatkan dalam bentuk matrik berordo 2 × 2, yaitu : Mj =
"
cos κi hi jκi sin κi hi
# j sin κi hi κi cos κi hi
(1)
p √ dengan i = 1, 2, 3, · · · , N , j = −1, κi = k02 n2i − β 2 , ni adalah indeks bias setiap lapisan bahan, k0 = 2π/λ adalah bilangan gelombang dalam ruang hampa, λ adalah panjang gelombang optik, dan β adalah tetapan tetapan propagasi efektif moda cahaya terpandu. Maktrik dalam Pers.(1) dinamakan matrik karakteristik lapisan, yang berlaku untuk setiap lapisan di daerah Stack. Lebih lanjut didapatkan pula bahwa hubungan antar komponen medan tangensial di perbatasan stack-substrat dengan di perbatasan stack-kover juga dalam bentuk matrik berordo 2×2, yang didapatkan dari hasil perkalian semua matrik karakteristik lapisan-lapisannya, "
Eys ∂Eys ∂x
#
Eyc = m ∂Eyc ∂x "
#
(2)
dengan
daerah gap dengan lebar S, dan matrik lapisan pandu gelombang kedua dengan h2 , yaitu : m =M1 M2 M3 " # 1 cos(κ1 h1 ) sin(κ1 h1 ) = × κ1 jκ1 sin(κ1 h1 ) cos(κ1 h1 ) " # 1 sin(κs S) cos(κs S) × κs jκs sin(κs S) cos(κs S) " # 1 cos(κ2 h2 ) sin(κ2 h2 ) (5) κ2 jκ2 sin(κ2 h2 ) cos(κ2 h2 ) p p dengan, κ1 = k02 n21 − β 2 , κs = k02 n2s − β 2 , dan κ2 = p k02 n22 − β 2 . Kemudian memasukkan ke empat elemen matrik m dalam Pers.(5) ke dalam Pers.(4), hasilnya adalah κs κ2 κs + − γs T1 − γs T2 − γs T3 κ1 κs κ2 κ2 κ1 γs γc γs T4 + − T 5 κ1 + − κ1 κ2 κ1 γs γc γs γc κ 1 κ2 T 6 κs + − T 7 κs − − κs κ1 κ2 κs γs γc T 8 κ2 − = 0, (6) κ2 dengan
m11 m12 = M1 M2 cMn−1 Mn m= m21 m22
T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8
(3)
dengan s dan c menyatakan substrat dan kover. Adapun persamaan nilai eigen persamaan Helmholtz untuk pandu gelombang berlapis jamak didapatkan dalam bentuk[8, 9, 20, 21]: j(m11 γs + m22 γc ) + γs γc m12 − m21 = 0
(4)
p p β 2 − (k0 ns )2 dan γc = β 2 − (k0 nc )2 , dengan γs = masing-masing adalah tetapan propagasi dari komponen medan yang ter-evanescent ke daerah substrat dan kover, sedangkan ns dan nc berturut-turut adalah indeks bias substrat dan kover. Persamaan (4) di atas didapatkan dari penerapan syarat kontinuitas komponen medan tangensial pada perbatasan stack-substrat dan perbatasan stack-kover dalam Pers.(2) dengan komponen medan tangensial yang terevanescent ke daerah substrat dan kover.
III.
≡ cos(κ1 h1 ) cos(κs S) cos(κ2 h2 ), ≡ sin(κ1 h1 ) sin(κs S) cos(κ2 h2 ), ≡ cos(κ1 h1 ) sin(κs S) sin(κ2 h2 ), ≡ sin(κ1 h1 ) cos(κs S) sin(κ2 h2 ), ≡ sin(κ1 h1 ) cos(κs S) cos(κ2 h2 ), ≡ cos(κ1 h1 ) sin(κs S) cos(κ2 h2 ), ≡ sin(κ1 h1 ) sin(κs S) sin(κ2 h2 ), ≡ cos(κ1 h1 ) cos(κs S) sin(κ2 h2 ).
Penyederhanan persamaan nilai eigen dalam Pers.(6) dilakukan dengan memanfaatkan definisi faktor pergeseran fasa pantulan[8, 21] pada perbatasan substrat φs = arctan(γs /κ1 ), dan pada perbatasan kover φc = arctan(γc /κ2 ), hasilnya adalah κ1 T11 + tan(κs S) κ2 κs T22 = − κ1 κs 1 − T11 + tan(κs S) κs
(7)
dengan,
FORMULASI TETAPAN PROPAGASI EFEKTIF
Pada makalah ini, perumusan formulasi tetapan efektif cahaya modus TE untuk directional coupler linier dengan metode matrik karakteristik lapis jamak diawali dengan perumusan matrik karakteristik stack. Matrik stack dimaksud didapatkan dari perkalian matrik-matrik berikut :matrik lapisan pandu gelombang pertama dengan lebar h1 , matrik lapisan
T11 ≡ tan(κ1 h1 − φs ) T22 ≡ tan(κ2 h2 − φc ) Selanjutnya dengan mendefinisikan
050204-3
tan(φ1s ) =
κ1 T11 κs
(8)
J. F IS . DAN A PL ., VOL . 1, N O . 2, J ULI 2005
A LI Y UNUS ROHEDI , dkk.
TABEL I: Nilai tetapan propagasi efektif medan moda simetri directional-coupler linier struktur simetri S (µm) 0 0,5 1 2 3 4
Persamaan eigen (4) N1 β(1/µm) 2,149 10,1474 2,149 10,1434 2,149 10,1409 2,149 10,1381 2,149 10,1368 2,149 10,1361
N0 2,148 2,148 2,148 2,148 2,148 2,148
Analitis Pers.(9) N1 2,149 2,149 2,149 2,149 2,149 2,149
N0 2,148 2,148 2,148 2,148 2,148 2,148
β(1/µm) 10,1474 10,1434 10,1409 10,1381 10,1368 10,1361
N0 2,148 2,148 2,148 2,145 2,145 2,145
Kogelnik Pers.(11) N1 β(1/µm) 2,149 10,1474 2,149 10,1434 2,149 10,1409 2,146 10,1381 2,146 10,1368 2,146 -
TABEL II: Nilai tetapan propagasi efektif medan moda asimetri textitdirectional-coupler struktur simetri S (µm) 0 0,5 1 2 3 4
Persamaan eigen (4) N1 β(1/µm) 2,142 10.1221 2,142 10.1257 2,143 10.1286 2,144 10.1322 2,144 10.1339 2,144 0.1347
N0 2,141 2,141 2,142 2,143 2,143 2,143
Analitis Pers.(9) N1 2,142 2,142 2,143 2,144 2,144 2,144
N0 2,141 2,141 2,142 2,143 2,143 2,143
dengan φ1s adalah faktor pergeseran fasa pantulan pada perbatasan pandu gelombang pertama dan daerah gap, maka Pers.(8) tereduksi ke dalam bentuk : κ2 tan(κ2 h2 − φs ) = −κs tan(κs S + φ1s )
(9)
Persamaan nilai eigen dalam Pers.(9) berlaku untuk semua ragam moda (orde genap dan ganjil), serta berlaku untuk struktur directional coupler simetri atau asimetri. Perumusan matrik stack di atas berbeda dengan yang dilakukan oleh Kogelnik[8], yang menetapkan pusat (center) lebar gap directional-coupler sebagai pusat koordinat. Matrik stack untuk directional coupler simetri didapatkan dari m = M1 Ms Ms M1 , dengan M1 sama seperti pada Pers.(5), sedangkan Ms adalah: Ms =
cos κs2S jκs sin κs2S
j κs
sin κs2S cos κs2S
(10)
Dan setelah memasukkan elemen m ke dalam Pers.(4) dihasilkan dua buah persamaan nilai eigen, yang masing-masing berlaku untuk moda genap dan moda ganjil. Persamaan nilai eigen untuk moda genap berbentuk κs tan
κs S 2
= −κ tan(κ1 h1 − φ)
(11)
sedangkan untuk moda ganjil berbentuk κs tan
κs S 2
= κ tan(κ1 h1 − φ)
(12)
pada kedua persamaan nilai eigen tersebut terdefinisi φ = arctan κκ1s .
β(1/µm) 10,1221 10,1257 10,1286 10,1322 10,1339 0,1347
N0 2,141 2,141 2,142 2,143 2,144 2,144
Kogelnik Pers.(11) N1 β(1/µm) 2,142 10,1221 2,142 10,1257 2,143 10,1286 2,144 10,1322 2,145 10,1339 2,145 -
IV. HASIL PERHITUNGAN DAN DISKUSI
Bila ditinjau dari bentuk persamaannya, Pers.(9), Pers. (11), dan Pers.(12) adalah berbentuk persamaan nonlinier, sehingga nilai eigen tetapan propagasi efektifnya (β) hanya dapat ditentukan dengan metode numerik. Salah satu metode numerik yang lazim digunakan adalah metode secant[22]. Untuk memudahkan pemberian dua nilai tebakan awal yang diperlukan pada penerapan metode secant, maka β diganti dengan nilai indeks bias efektif N sesuai definisi β = k0 N , sehingga penyelesaian persamaan nonlinier tesebut berganti untuk menentukan nilai N . Untuk menghindari ketakkonvergenan penyelesaiannya, maka dua tebakan awal untuk N yang diberikan, harus mematuhi kriteria pemanduan gelombang, yaitu dalam rentang ns < (N0 dan N1 ) < n1 , n2 . Perlu diperhatikan, bahwa nilai indeks bias pandu gelombang n1 dan n2 adalah nilai indeks bias efektif arah kedalamannya, sebagaimana yang dipersyaratkan oleh metode indeks efektif. Nilai indeks bias efektif arah kedalaman ini seharusnya ditentukan melalui penyelesaian persamaan eigen pandu gelombang papak (moda dasar) yang merupakan struktur arah kedalaman directional coupler[8, 21], yaitu : s ! Nd2 − n2s 2π q 2 2 d nf − Nd − arctan λ n2f − Nd2 s ! Nd2 − n2s − arctan = 0 (13) n2f − Nd2 dengan d adalah tebal pandu gelombang, dan nc = 1 karena kovernya berupa udara. Tetapi untuk mempersingkat perhitungan, maka pada makalah ini nilai Nd tersebut ditetapkan. Penyelesaian persamaan nilai eigen dalam Pers.(89), Pers. (11) dan Pers. (12) dilakukan untuk directional coupler simetri, dengan data sebagai berikut : panjang gelombang op-
050204-4
J. F IS . DAN A PL ., VOL . 1, N O . 1, J ULI 2005
A LI Y UNUS ROHEDI , dkk.
tik λ = 1, 33µm, indeks bias efektif arah kedalaman kedua pandu gelombang n1 = n2 = Nd = 2, 15, indeks bias substrat dan daerah gap ns = NS = 2, 14, dan lebar kedua pandu gelombang h1 = h2 = h = 1, 5µm. Lebar pandu gelombang yang ditetapkan ini masih mematuhi kriteriap pemasokan energi cahaya moda tunggal, yaitu h < (λ/2)/ Nd2 − n2s , sehingga cahaya yang terpandu dalam directional-coupler terdistribusi atas moda simetri dan moda asimetri. Hasil perhitungan β moda simetri dan moda asimetri untuk lebar gap yang divariasi berturut-turut ditunjukkan dalam Tabel I dan Tabel II. Seperti tampak pada kedua tabel di atas, hasil perhitungan nilai tetapan propagasi efektif β medan moda simetri dan asimetri yang diperoleh dari persamaan nilai eigen yang dikembangkan penulis, identik dengan yang didapatkan Kogelnik[8]. Hasil perhitungan β nya sama sama identik dengan yang diperoleh dari Pers.(4) yang matrik stacknya dalam Pers.(5) diperkalikan secara langsung. Namun demikian persamaan eigen directional coupler yang dikembangkan penulis
[1] Ed.L.Wooten, Karl M.Kissa, Alfredo Yi-Yan,”A Review of Lithium Niobate Modulators for Fiber Optic Communication System”, IEEE Journal OF Selected Topics In Quantum Electronic, Vol 6, No.1, January/Pebruary, 2000. [2] Alferness,R.C, ,”Guided-wave devices for optical communications”, IEEE Journal Quantum Electronic, QE-17, 1981. [3] Per Danielsen, ”Two Dimensional Propagating Beam Analysis of an Electrooptic Waveguide Modulator”, IEEE Journal of Quantum Electronics, Vol.QF-20,No.9 September 1984. [4] Amalia N.Miliou, Ramakant Srivastava, and R.V.Ramasvamy: ”A1,3 Directional-coupler Polarization Splitter by Ion Exchanged” , Journal of Lightwave Technology, Vol.11, No.2, February 1993. [5] Ary Ternoven, Seppo Honkamen, S.Iraj Najafi :” Analysis of Symetrical Directional-coupler and Asymetric Mach-Zehnder Interferometer as 1,3 and 1,5 Dual Wavelength Demultiplexer /Multiplexer. [6] Pramono H, ”Studies on All-Optical Switching in Crossing Waveguides Consisting of Nonlinier Material”, Dissertasion of Doctor of Engineering in Electrical and Electronic System at the Graduate School of College of Engineering, Osaka Prefecture University, Maret 2000. [7] Harsoyono, RE Siregar, and M.O Tjia, ”A Studi of Nonlinier Coupling Between Two Identical Planar Waveguide”, Journal Nonlinear Optical Physics and Material. Enginering, 2001. [8] Kogelnik, ”Theory of Optical Waveguides in Guide-Wave Optoelectronics”, Editor Theodor Tamir, Chapter 1, 2nd edition, springer-verlag, New York, 1990. [9] Emmauel Anemogiannis, Elias Glytsis,”Multilayer Waveguides: Efficient Numerical Analysis of General Structures”, Journal of Lightwave of Technology, Vol 10, No.10, October 1992. [10] Herman A.Hauss, WP. Huang, ”Coupled-Mode Theory”, Proceeding of the IEEE, Vol 79,No.10, October 1991. [11] W.K.Burn and A.F.Milton,[1990],”Theory of Optical Waveguides in Guide-Wave Optoelectronics”, Editor Theodor Tamir, 2nd edition, springer-verlag, New York [12] F.J.Leonberger and J.P.Donnelly,[1990],”Theory of Optical
lebih sederhana karena dapat berlaku untuk kedua ragam moda, tergantung pada tebakan awal yang diberikan. Dua nilai tebakan N untuk moda simetri diberikan mendekati Nd , sebaliknya nilai tebakan untuk moda asimetri mendekati nilai ns .
V. KESIMPULAN
Metode matrik karakteristik pandu gelombang berlapis jamak dapat menghasilkan formulasi nilai tetapan propagasi efektif moda simetri dan asimetri cahaya yang terpandu dalam directional-coupler linier dalam bentuk analitis. Kesimetrian dari struktur directional coupler yang dgunakan dalam langkah formulasi sangat menentukan, apakah bentuk persamaan tetapan propagasi efektif tersebut berlaku hanya untuk masing-masing moda simetri dan moda asimetri, atau secara kesatuan.
[13]
[14] [15]
[16]
[17]
[18]
[19]
[20]
[21]
[22]
050204-5
Waveguides in Guide-Wave Optoelectronics”, Editor Theodor Tamir, 2nd edition, springer-verlag, New York Emanuel Marom et al,[1984],”Relation Between Normalmodes and Coupled-Modes Analysis of Parallel Waveguides”, Journal Of Qantum Electronics, Vol.QE-20,No.11, December. K.Chiang, [1986],”Dual Effective index method the analysis of rectanguler waveguides”, Applied Optic, Vol 25. Timo A. Laine, Ari T.Filberg,”Rigorous volune grating solution to distortion correction in nonliniear layered media near a phase-conjugate mirror”, Elsevier Optic Communication 159, 1999. Arif Bustomi, Ali Yunus Rohedi, Mahmud Zaki,”Filter Dielektrik dengan Daerah Penolakan Lebar”, Proceeding Simposium Fisika dan Aplikasinya”, Jurusan Fisika FMIPA-ITS, April 2002. H. Ghafouri-Shiraz, B.S.K,Lo,”Distributed Feedback Laser Diodes”, Principles and Physical Modelling John Wiley & Sons. M.R Vladimirova, A.V. Kurokin, M.A Kaliteevski, ”Dispersion of Bulk exciton in a semiconductor microcavity”, Physical Review B, Vol 54, No 20, Nopember 1996. Suryadi,”Study on the Coherent Excitonic Nonlinearity in Semiconductor Quantum Wells by Four Wave Mixing Spectroscopy”, Dissertasion of Doctor of Materials Engineering Graduate School of Engineering, Hiroshima University, 2002. Henry P. Uranus , John E. Batubara,”Analisis Moda pada Pandu Gelombang Optik Berlapis Jamak dengan Bantuan Matriks Karakteristik”, Prosiding Simposium Himpunan Fisika Indonesia, Ikip Surabaya, 1994. A.Y. Rohedi, G. Yudoyono, Mat Nafik, ”Calculating approximate for the propagation constant of Optical Waveguides Using Multilayer Characteristic Matrix”, Prosccding of Aplied Physics, Pysics Departement, Sepuluh Nopember Institute of Technology, April, 2002. Nakamura, [1990],”Applied Numerical Methods With Software”, Prentice Hall.
J URNAL F ISIKA DAN A PLIKASINYA
VOLUME 1, N OMOR 2
J ULI 2005
Metode rasio sisa cahaya terpolarisasi lingkaran untuk menentukan fase retarder Gatut Yudoyono∗ dan Ali Yunus Rohedi Lab. Optik dan Optoelektronika, Jurusan Fisika MIPA, ITS, Kampus ITS Sukolilo, Surabaya, 60111
Intisari Telah dilakukan perhitungan retardasi retarder melalui pengukuran rasio sisa cahaya terpolarisasi lingkaran. Pada penelitian ini digunakan keping seperempat gelombang sebagai retarder uji. Set-up peralatan menggunakan konstruksi polariskop lingkaran dengan keping gelombang pertama sebagai retarder uji. Perhitungan retardasi retarder berdasar pada vektor Stoke dan matriks Muller dari komponen optis yang digunakan. Retarder uji diputar untuk mendapatkan variasi retardasi retarder sebagai fungsi sudut datang. Hasil eksperimen menunjukkan bahwa retardasi retarder uji besarnya berubah terhadap sudut datang dan dapat difungsikan sebagai keping seperempat gelombang bila sudut datang berkas cahaya tidak lebih dari 20◦ . K ATA KUNCI : lingkaran
I.
Keping seperempat gelombang, Retardasi retarder, Rasio sisa cahaya terpolarisasi lingkaran, Polariskop
PENDAHULUAN
Keping seperempat gelombang λ/4 terbuat dari bahan kristal bias rangkap dengan retardasi π/2 radian, bila berkas cahaya datang tegak lurus sumbu optik keping gelombang. Retardasi keping gelombang terjadi karena berkas ordinari dan extra ordinari merambat dengan kecepatan berbeda pada lintasan yang sama sehingga ada beda phase gelombang. Besarnya retardasi tergantung pada indeks bias dan tebal keping gelombang. Bila cahaya datang dengan sudut datang tidak sejajar arah normal maka terjadi pemantulan berulang dalam keping gelombang sehingga tebal keping efektif menjadi lebih besar. Penggunaan keping gelombang (khususnya keping λ/4) dalam perangkat polariskop lingkaran dengan berkas cahaya yang tidak terkolimasi akan mempengaruhi pola frinji isokromatik. Penelitian Yudoyono dan Rohedi (2002) telah menunjukkan pengaruh kesejajaran berkas pada pola frinji isokromatik yang dipengaruhi retardasi retarder[1]. Hasil kualitatif menunjukkan perbedaan komposisi warna pada posisi yang sama dalam pola frinji isokromatik yang dihasilkan oleh kesejajaran berkas yang berbeda. Analisa kuantitatif akan lebih akurat bila secara tepat diketahui besarnya retardasi retarder untuk pemberian berkas cahaya dengan arah sudut datang yang berbeda.
II. METODOLOGI
Pengukuran retardasi retarder dapat dilakukan dengan beberapa macam cara, seperti yang dilakukan oleh penulis [2], dengan menggunakan modulator elektro-optik efek Kerr, atau metode analisator[3]. Sedangkan pada artikel ini pengukuran retardasi retarder dilakukan dengan metode rasio sisa cahaya terpolarisasi lingkaran.
A. Rasio Sisa Cahaya Terpolarisasi Lingkaran
Pengukuran retardasi retarder keping λ/4 dengan metode rasio sisa cahaya terpolarisasi lingkaran dilakukan menggunakan susunan peralatan seperti ditunjukkan secara skematis pada Gambar 1. Susunan peralatan ini serupa dengan perangkat fotoelastisitas polariskop lingkaran [4]. Sistem optik yang digunakan terdiri atas dua polarisator yang saling tegak lurus (P1 dan P2), satu keping λ/4 (QW2) dengan sumbu cepat tegak lurus terhadap sumbu cepat keping λ/4 uji (QW1). Sumbu polarisator membentuk sudut 45◦ terhadap sumbu cepat keping λ/4 untuk mendapatkan cahaya terpolarisasi lingkaran. Sumber cahaya yang digunakan berupa laser He-Ne (Melles Griot 05-LLR-831, λ = 0, 6328µm, 10 mW, diameter berkas 1 mm), dan detektor D berupa Laser Beam Reciever Ogawa Seiki, dengan dilengkapi multi meter digital Yu Fong tipe YF-3140. P1
Pada artikel ini dilaporkan tentang penggunaan metode rasio sisa cahaya terpolarisasi lingkaran untuk menentukan besarnya retardasi retarder keping λ/4 dan pengaruh arah/ sudut sinar datang dari berkas cahaya terhadap phase dari retarder.
LASER
QW1
QW2 P2
L
D
Gambar 1: Skema peralatan ukur rasio sisa cahaya terpolarisasi lingkaran. ∗ E- MAIL :
[email protected]
c Jurusan Fisika FMIPA ITS
050205-1
J. F IS . DAN A PL ., VOL . 1, N O . 2, J ULI 2005
G ATUT Y UDOYONO dkk.
Pada saat QW1 , sebagai keping gelombang uji, diposisikan dengan arah tegak lurus perambatan cahaya, maka secara teoritis tidak ada cahaya yang keluar dari analisator P2. Pemutaran QW1 (sumbu putar tegak lurus arah perambatan) sehingga sudut datang berkas cahaya dari polarisator pertama P1 yang mengenai QW1 tidak searah normal, maka akan mengakibatkan adanya cahaya sisa yang keluar dari sistem. Hal ini menunjukkan bahwa retardasi keping uji tidak π/2 rad, sehingga cahaya yang keluar dari keping uji mempunyai jenis polarisasi elips dan setelah melewati QW2 polarisasi cahaya bukan lagi terpolarisasi linier yang tegak lurus P2. Ketidak tegak lurusan ini mengakibatkan adanya cahaya yang keluar sistem. Pengukuran dilakukan dengan sudut datang dari 0◦ hingga 40◦ , untuk empat titik uji dengan posisi yang berbeda. B.
a12 a22 a32 a42
a13 a23 a33 a43
δ = arcsin(1 − C)
(3)
dengan C ≡ intensitas relatif rasio sisa cahaya terpolarisasi lingkaran
(2)
keping gelombang, kebalikannya untuk posisi 2 penambahan sudut datang akan menambah besarnya retardasi hingga sudut datang tertentu. Sedangkan posisi 4, terjadi pola yang serupa dengan posisi 2 tetapi dengan penambahan retardasi yang tidak terlalu besar. Pada posisi 3, grafik relatif landai hingga sudut datang yang relatif besar. Perubahan besarnya retardasi retarder sebagai fungsi sudut datang dapat dijelaskan sebagai berikut. Seberkas cahaya yang menjalar dalam medium setebal d, maka besarnya beda fase relatif kedua gelombang ”o” dan ”e” ∆=
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil pengukuran intensitas rasio sisa cahaya terpolarisasi lingkaran untuk ke-empat posisi yang berbeda dengan menggunakan Pers.(3) akan diperoleh nilai retardasi retarder. Besarnya retardasi retarder sebagai fungsi sudut datang berkas cahaya digambarkan berupa grafik seperti ditunjukkan oleh Gambar 2. Pemilihan posisi dilakukan secara acak dengan tetap memperhatikan koordinat titik uji sehingga dapat mewakili seluruh permukaan keping gelombang. Pada pengukuran rasio sisa cahaya terpolarisasi lingkaran dengan hasil ditunjuk-kan Gambar 2. tampak bahwa penambahan sudut datang memberikan grafik retardasi yang tidak sama untuk posisi pengujian berbeda. Posisi 1, penambahan sudut datang akan mengurangi besarnya retardasi
(1)
dan
1 0 0 0 a14 0 C4 sin2 (δ/2) + cos2 (δ/2) S4 sin2 (δ/2) −S2 sin2 (δ) a24 = 2 2 2 a34 0 S4 sin (δ/2) −C4 sin (δ/2) + cos (δ/2) C2 sin2 (δ) a44 0 S2 sin2 (δ) −C2 sin2 (δ) cos(δ)
Dari penurunan analitik bentuk matematis vektor Stokes dan matriks Mueller dengan susunan peralatan optik seperti ditunjukkan Gambar 1, diperoleh besarnya retardasi retarder sebagai fungsi intensitas relatif rasio sisa cahaya terpolarisasi lingkaran sebagai berikut
III.
S0 1 S1 cos(2ω) cos(2α) S = cos(2ω) sin(2α) 2 S3 sin(2ω)
Analisa Data
Analisa data dilakukan dengan memanfaatkan rumusan hasil manipulasi dan penurunan analitik dari vektor Stokes dan matriks Mueller yang merupakan bentuk matematis dari
a11 a21 a 31 a41
keadaan polarisasi cahaya dan komponen optik [5–8]. Suatu cahaya terpolarisasi dapat dinyatakan dalam bentuk vektor baris atau vektor kolom. Penulisan matematis ini akan mempermudah dalam analisis jenis polarisasi cahaya yang menjalar dalam sistem optik dengan melibatkan bentuk matrik dari komponen-komponen optik. Cahaya terpolarisasi dibentuk dalam empat besaran yang merupakan fungsi gelombang EM yang disebut parameter Stokes. Bentuk umum vektor Stokes dan matriks Mueller untuk cahaya terpolarisasi yang dinyatakan dalam besaran sudut azimuth (α), eliptisitas (tan ω), C2 = cos(2ρ), C4 = cos(4ρ), S2 = sin(2ρ), S4 = sin(4ρ), ρ = azimuth sumbu cepat retarder, dan δ = retardasi retarder sebagai
2π d |no − ne | λ0
(4)
dengan , λ0 adalah panjang gelombang dalam vakum, dan no dan ne berturut-turut adalah indeks bias medium yang dirambati gelombang ordinary dan extraordinari. Besarnya beda fase relatif pada retarder akan mempengaruhi jenis polarisasi cahaya yang keluar dari retarder. Bila ∆ = π/2, antara gelombang ”o” dan ”e” akan bergeser fasenya sebesar π/2 radian [9]. Proyeksi resultan medan listrik pada bidang tegak lurus arah perambatan berbentuk elips bila amplitudo gelombang yang saling orthogonal tidak sama Eox 6= Eoy , sedangkan untuk polarisasi lingkaran terjadi bila amplitudo kedua gelom-bang sama Eox = Eoy . Perangkat optik yang dibuat dengan syarat ini disebut keping λ/4 (Quarter Wave Plate).
050205-2
J. F IS . DAN A PL ., VOL . 1, N O . 2, J ULI 2005
G ATUT Y UDOYONO dkk.
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 2: Besarnya retardasi retarder sebagai fungsi sudut datang untuk posisi titik tinjau (a) kesatu, (b) kedua, (c) ke-tiga, (d) ke-empat
di dalam keping terjadi pemantulan berulang sehingga selain tebal keping efektif (d) berubah juga akan terjadi pembiasan ganda [3, 10]. Akibatnya juga akan mengubah besarnya retardasi keping gelombang, seperti ditunjukkan Gambar 3.
θi d
Idealnya pengujian di semua titik pada keping gelombang uji akan memberikan bentuk grafik yang sama. Perbedaan yang terjadi antara ke-empat titik uji mungkin dise-babkan karena keping uji tidak homogen, keping uji tidak sama tebalnya atau adanya kotoran pada sistem optik sehingga mempengaruhi besarnya intensitas yang ditangkap oleh detektor.
θre θro
x y
(a) z
θi
Dari hasil perhitungan memperlihatkan bahwa retardasi keping gelombang tidak sama dengan π/2 radian, berarti berkas cahaya yang keluar dari keping uji bukan merupakan cahaya terpolarisasi lingkaran.
p=1 p=0
d θro (b)
Gambar 3: (a) bias rangkap dan (b) pemantulan berulang pada keping gelombang.
Kondisi di atas berlaku untuk berkas cahaya yang datang sejajar normal keping. Tetapi bila berkas cahaya mengenai keping λ/4 dengan membentuk sudut datang θ 6= 0◦ maka
Pemberian sudut datang θl 6= 0◦ (tidak sejajar normal keping uji) akan menambah lintasan geometris berkas cahaya dalam keping uji (dapat dilihat pada Gambar 3), se-hingga menambah beda fase relatif dua gelombang yang merambat dalam keping uji. Penambahan beda phase relatif pada keping gelombang ini akan menambah retardasinya (Pers.4). Dengan acuan sudut datang 0◦ didapatkan retardasi pada pengukuran dengan sudut datang 10◦ yang lebih besar, tetapi pada pengukuran intensitas dengan sudut datang 20◦ besarnya retardasi rata-rata berkurang untuk ke-empat posisi yang diuji.
050205-3
J. F IS . DAN A PL ., VOL . 1, N O . 2, J ULI 2005
IV.
G ATUT Y UDOYONO dkk.
KESIMPULAN
Hasil pengukuran dan pembahasan menunjukkan bahwa perhitungan retardasi retarder dengan menggunakan metoda rasio sisa cahaya terpolarisasi diperoleh hasil yang beragam untuk posisi pengukuran yang berbeda. Hasil yang didapat nilainya selalu dibawah nilai teoritis. Tetapi ada satu kesamaan dari ke-empat posisi yang diukur, yakni retardasi akan menu-
[1] G. Yudoyono and A. Y. Rohedi, Jurnal MIPA 7, 71 (2002). [2] G. Yudoyono and A. Rohedi, Pengujian distribusi retardasi keping λ/4 polariskop lingkaran dengan menggunakan modulator elektro-optik efek Kerr (Laporan Penelitian, LP-ITS Surabaya, 1999). [3] L. H. Shyu, Appl.Opt. 32, 4228 (1993). [4] J. W. Dally and W. Riley, Experimental Stress Analysis (McGraw-Hill, New York, 1991). [5] E. Hecht, Optics (Addison Wesley, 2nd.ed., New York, 1987).
run tajam pada pemberian sudut datang berkas cahaya sebesar 20◦ . Sehingga pemakaian keping retarder λ/4 dalam polariskop lingkaran atau sistem optik lainnya disarankan dikenakan berkas cahaya dengan sudut datang yang lebih kecil dari 20◦ supaya retardasi retarder masih disekitar nilai idealnya sehingga bentuk polarisasi bekas cahaya yang keluar dari keping gelombang sesuai yang diharapkan.
[6] D. S. Klinger, J. W. Lewis, and C. E. Randall, Polarized Light in Optics and Spectroscopy (Academic Press, Inc., San Diego, 1990). [7] J. Poirson, Appl.Opt. 30, 6808 (1995). [8] X. Zhu, Appl.Opt. 33, 3505 (1994). [9] N. N. Nagib, Measurement Science and Technology 12, 1714 (2001). [10] M. Y. Darsht, Appl.Opt. 34, 3658 (1995).
050205-4