PROPOSAL SKRIPSI
PERANCANGAN DIRECTIONAL COUPLER “VARIABLE” MENGGUNAKAN DUA JENIS SERAT OPTIK MULTIMODE
INDRA SAIFUDIN
DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS AIRLANGGA 2009
LEMBAR PENGESAHAN PROPOSAL SKRIPSI
Judul
: Perancangan Directional Coupler “Variable” Menggunakan Dua Jenis Serat Optik Multimode
Penyusun
: Indra Saifudin
NIM
: 080513358
Pembimbing I
: Supadi, S.Si., M.Si
Pembimbing II
: Andi Hamim Zaidan, S.Si, M.Si
Disetujui oleh: Pembimbing I
Pembimbing II
Supadi, S.Si, M.Si
Andi Hamim Zaidan, S.Si, M.Si
NIP. 132 205 650
NIP. 132 318 596
Mengetahui : Ketua Program Studi Fisika FSAINTEK Universitas Airlangga
Drs.Siswanto, M.Si NIP. 131 836 618
KATA PENGANTAR Rasa puji syukur kehadirat Allah swt Tuhan semesta alam yang memberikan dan melimpahkan segala anugerah, nikmat, hidayat, dan karunia yang tidak terbatas kepada seluruh makhluk ciptaan-Nya. Atas rasa itu pula sehingga
penyusunan
proposal
“Perancangan
Directional
Coupler
Menggunakan Dua Jenis Serat Optik Multimode” dapat selesai dengan baik. Pada kesempatan ini penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Bapak Supadi, S.Si, M.Si, selaku dosen pembimbing I dan Bapak Andi Hamim Zaidan, S.Si, M.Si, selaku dosen pembimbing II, yang telah berperan banyak memberikan bimbingan hingga selesainya proposal ini, dan kepada Bapak Imam Sapuan, S.Si, M.Si, selaku dosen wali, serta Bapak Drs. Pujiyanto, MS selaku penguji I yang telah memberikan saran yang bermanfaat dalam perkembangan penelitian ini. Proposal ini disusun sebagai syarat awal untuk mengerjakan skripsi di Program Studi Fisika Departemen Fisika Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga. Penulis menyadari bahwa proposal skripsi masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna, sehingga segala kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan, demi kesempurnaan proposal ini. Akhir kata penulis berharap proposal ini dapat memberi manfaat dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Surabaya,
Mei 2009
Penulis
DAFTAR ISI Lembar Pengesahan………………………………………………………………. i Kata Pengantar………………………………………………………………….... ii Daftar Isi……………………………………………………………………....… iii Daftar Gambar……………...…………………………………………...……..… v Daftar Tabel…………………………………………………………..……....…. vi BAB I
BAB II
Pendahuluan……………………………………………………… 1 1.1
Latar Belakang…………………………………...………. 1
1.2
Rumusan Masalah………………………………………... 4
1.3
Batasan Masalah…….………………….…………….….. 4
1.4
Tujuan……………………………………………………. 5
1.5
Manfaat…………………………………………...…….... 5
Tinjauan Pustaka……………………………………...……….…. 6 2.1
Serat Optik…………………………………...……….….. 6
2.2
Teori Moda Pada Serat Optik Step-Index...…...……...…. 11 2.2.1
Serat Optik Multimode……………...……….….. 18
2.3
Penggunaan Desibel pada Rangkaian Serat Optik...……. 19
2.4
Penyambungan Serat Optik……………………...…….... 20
2.5
Rugi-Rugi Daya Serat Optik…………………...…….…. 20
2.7
2.5.1
Absorpsi…………………………………....…… 20
2.5.2
Pancaran Rayleigh…………………..……..……. 21
2.5.3
Pemantulan Fresnel……………...…..……...…... 22
Respon Beam Splitter………………………..………..… 23
BAB III
Metode Penelitian…………………………………..………..….. 26 3.1
Tempat dan Waktu Penelitian……………..………..…... 26
3.2
Bahan dan Alat………………………………………….. 26
3.3
Prosedur Penelitian…………………………….………... 28 3.3.1
Perancangan directional coupler “variable”…… 28
3.3.2
Fabrikasi directional coupler “variable”………. 30
3.3.3
Konversi Tegangan Keluaran Foto Detektor ke Daya Optik……………………………………… 32
3.4
Jadwal Penelitian………………………………………... 39
Daftar Pustaka……...……………………………………………….…………... 40
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Gambar 2.2 Gambar 2.3 Gambar 2.4 Gambar 2.5 Gambar 2.6 Gambar 2.7 Gambar 2.8 Gambar 2.9 Gambar 3.1 Gambar 3.2 Gambar 3.3 Gambar 3.4 Gambar 3.5 Gambar 3.6
Skema bagian penyusun serat optik Struktur serat optik multimode, step-index, graded-index serta profil indeks biasnya Dimensi core dan cladding serat optik dari bahan (a) gelas singlemode dan multimode (b) POF multimode Sketsa perambatan sinar pada serat optik step-index Geometri serat optik dalam koordinat silinder Distribusi amplitudo medan di core dan cladding untuk orde 0 dan1 Cahaya terpencar ke segala arah Pemantulan Fresnel Pemantulan Fresnel di setiap bidang batas Rancang konsep directional coupler “variable” Pandu gelombang pada serat optik dalam rancang bangun directional coupler “variable” Rancang bangun home directional coupler “variable” Susunan alat konversi tegangan keluaran detektor terhadap daya optik Contoh grafik hubungan linier antara tegangan keluaran detektor terhadap daya optik Set up alat directional coupler “variable”
Tabel 3.1 Tabel 3.2 Tabel 3.2
DAFTAR TABEL Data untuk konversi tegangan keluaran detektor terhadap daya optik keluaran Tabel untuk mencatat data keluaran pada directional coupler “variable” pada posisi masukan horizontal Tabel untuk mencatat data keluaran pada directional coupler “variable” pada posisi masukan vertikal
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Pada tahun 1880 Alexander Graham Bell menciptakan sebuah sistem
komunikasi cahaya yang disebut photophone. Photophone ini menggunakan cahaya matahari yang dipantulkan dari sebuah cermin suara termodulasi tipis untuk membawa percakapan pada penerima cahaya matahari temodulasi yang mengenai sebuah fotoconducting sel selenium, dan merubahnya menjadi arus listrik. Terobosan besar yang membawa teknologi komunikasi serat optik dengan kapasitas tinggi adalah penemuan laser pada tahun 1960, namun pada tahun tersebut kunci utama di dalam sistem serat praktis belum ditemukan yaitu serat yang efisien. Baru pada tahun 1970 serat dengan loss yang rendah dikembangkan dan komunikasi serat optik menjadi praktis. Serat optik yang digunakan berbentuk silinder seperti kawat pada umumnya, terdiri teras (core) yang dibungkus oleh kulit (cladding) dan keduanya dilindungi oleh jaket pelindung (buffer coating). Ini terjadi hanya 100 tahun setelah John Tyndall, seorang fisikawan Inggris, mendemonstrasikan kepada Royal Society bahwa cahaya dapat dipandu sepanjang kurva aliran air. Dipandunya cahaya oleh sebuah serat optik dan oleh aliran air adalah peristiwa dari fenomena yang sama yaitu pantulan internal total. Serat optik merupakan media transmisi atau pandu gelombang cahaya yang terbuat dari
bahan silica glass atau plastik yang berbentuk silinder dengan menggunakan cahaya sebagai sumber dalam mengirimkan informasi (data). Dalam
perkembangannya,
serat
optik
tidak
hanya
berfungsi
mentransmisikan informasi, tapi berkembang menjadi peranti optik dengan fungsi lebih luas. Peranti optik yang dikembangkan saat ini adalah directional coupler yang berfungsi sebagai komponen optical switching, multiplexing, demultiplexing pada perangkat WDM (Wavelength Division Multiplexing), pemecah berkas (splitter) dan pemecah daya atau power divider. Kajian teoritis dan eksperimen tentang directional coupler sebagai peranti multiplexing sudah dilakukan oleh peneliti-peneliti terdahulu diantaranya adalah pembuatan directional coupler menggunakan substrat LiNbO3, gelas, dan semikonduktor yang berbentuk pandu gelombang slab (Rohedi,2007). Fabrikasi directional coupler singlemode maupun multimode berbentuk pandu gelombang slab masih sangat sulit dilakukan dan membutuhkan peralatan dengan biaya yang mahal. Sementara itu directional coupler serat optik yang dibutuhkan sebagai sensor dan perangkat interferometri serat optik sangat sulit diperoleh dipasaran. Untuk mengatasi kendala tersebut telah dilakukan fabrikasi directional coupler dengan metode Fused Biconical Tapered (FBT) pada bahan serat optik plastic step index multimode tipe FD-320-05 (diameter serat optik 0,5 mm) sebagai pemecah daya (Supadi dkk, 2006). Directional coupler yang dihasilkan memiliki coupling ratio 0,31 dengan daerah panjang interaksi kopling antar serat optik 25 mm. Namun coupling ratio pada metode FBT hanya berlaku untuk satu directional coupler dengan panjang interaksi tertentu, dan coupling
ratio yang dihasilkan kurang akurat. Untuk memperoleh coupling ratio lain, diperlukan directional coupler baru dengan panjang interaksi kopling berbeda. Metode ini kurang efektif karena perlakuan penggosokan (fuse) serat optik dalam orde mikro sangat sulit dilakukan, dan kurang efektif sebagai alat pengujian dan eksperimen di laboratorium. Untuk mengatasi masalah tersebut, digunakan variable coupler pada bahan serat optik plastic step index multimode. Untuk memudahkan fabrikasi variable coupler menggunakan plastic step index multimode tipe FD-620-10 (serat optik diameter core besar) sebagai input, dan 2 buah plastic step index multimode tipe FD-320-05 sebagai output. Pada input diberikan micrometer posisi yang dapat mengatur posisi segmen secara akurat sehingga cahaya akan terbagi secara akurat pula saat dikeluarkan melalui segmen-segmen serat output. Variable coupler ini dapat mengubah rasio pembagiannya ke suatu nilai tertentu secara akurat. Pada penelitian ini, Directional coupler “Variable” akan dirancang sehingga dapat digunakan sebagai pembagi daya (power divider) dan pemecah berkas (splitter).
1.2
Rumusan Masalah Dari penjelasan latar belakang permasalahan, dapat dirumuskan :
1.
Bagaimanakah
perumusan
dan
perancangan
Directional
Coupler
“Variable” menggunakan serat optik yang berbeda? 2.
Apakah directional coupler menggunakan metode variable coupler hasil fabrikasi dapat digunakan sebagai pembagi daya (power divider) dan pemecah berkas (splitter)?
3.
Apakah directional coupler menggunakan metode variable coupler hasil fabrikasi
dan
karakterisasi
sesuai
dengan
hasil
perumusan
dan
perancangan directional coupler “variable” secara teoritis?
1.3
Batasan Masalah
1.
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah serat optik plastik (POF) step index multimode tipe FD-620-10 dan 2 buah serat optik plastik (POF) step index multimode tipe FD-320-05, karena menggunakan 2 buah serat optik yang memiliki diameter yang berbeda antara output dengan input, memungkinkan menghasilkan pembagi daya (power divider) dan pemecah berkas (splitter).
2.
Sumber cahaya yang digunakan untuk karakterisasi directional coupler yang dihasilkan adalah laser He-Ne, uniphase laser klasse 2 DIN 58126 dengan panjang gelombang keluaran 632,8 nm dan daya keluaran 1 mW.
1.4
Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah :
1.
Merancang peranti directional coupler serat optik step-index multimode yang berfungsi sebagai pembagi daya (power divider).
2.
Merancang peranti directional coupler serat optik step-index multimode yang berfungsi sebagai pemecah berkas (splitter).
3.
Merancang peranti directional coupler serat optik step-index multimode yang sesuai dengan hasil perumusan dan perancangan directional coupler “variable”.
1.5
Manfaat Hasil fabrikasi dan karakterisasi peranti directional coupler “variable”
serat optik step-index multimode dapat dimanfaatkan sebagai alat bantu untuk menemukan rasio pembagian yang paling cocok, sebelum membeli pengopel yang akan digunakan di laboratorium atau di lapangan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Serat Optik Serat optik adalah pandu gelombang dielektrik atau media transmisi
gelombang cahaya yang terbuat dari bahan silica atau plastik berbentuk silinder. Serat optik terdiri dari bagian core yang dikelilingi oleh bagian yang disebut cladding. Bagian terluar dari serat optik disebut coating yang berfungsi sebagai pelindung. Bagian core merupakan jalur utama pemanduan gelombang cahaya yang mempunyai indeks bias terbesar n1. Sedangkan bagian cladding mempunyai indeks bias n2 yang nilainya sedikit lebih rendah daripada n1 (Keiser, 1991). Skema bagian yang menyusun serat optik diperlihatkan pada Gambar 2.1 berikut:
Gambar 2.1. Skema bagian penyusun serat optik (Keiser, 1991) Berdasarkan struktur indeks bias bahan bagian core, serat optik terbagi menjadi dua jenis yaitu serat optik step-index dan serat optik graded-index. Serat optik step-index, bagian core mempunyai nilai indeks bias yang seragam, sedangkan serat optik graded-index bagian core mempunyai nilai indeks bias yang menurun secara gradual dari sumbu serat sampai ke bidang batas cladding.
Berdasarkan jumlah moda gelombang yang terpandu, serat optik dibedakan menjadi dua yaitu serat optik moda tunggal (singlemode) dan moda jamak (multimode). Disebut singlemode jika hanya satu moda gelombang yang dapat dipandu dan multimode jika moda gelombang yang terpandu lebih dari satu (Suematzu, 1982). Perbandingan struktur serat optik multimode step-index dan graded-index serta profil indeks biasnya diperlihatkan pada Gambar 2.2 berikut :
Gambar 2.2. Struktur serat optik multimode, step-index, graded-index serta profil indeks biasnya (Keiser, 1991). Secara umum, serat optik terbuat dari bahan gelas (silica) atau plastik. Dimensi core dan cladding untuk serat optik multimode dari bahan gelas seperti yang diperlihatkan oleh Gambar 2.2. Untuk serat optik dari bahan plastik atau POF (Plastic Optical Fiber) umumnya multimode dengan dimensi core dan cladding berbeda dari serat optik berbahan gelas. POF mempunyai dimensi core jauh lebih besar dari pada cladding, khususnya untuk POF berdiameter core besar
atau large core optical fiber. Perbedaan dimensi core dan cladding antara serat optik dari bahan gelas dan POF diperlihatkan pada Gambar 2.3 berikut :
Gambar 2.3. Dimensi core dan cladding serat optik dari bahan (a) gelas singlemode dan multimode (b) POF multimode. Mekanisme pemanduan gelombang cahaya dalam serat optik berdasar pada prinsip pemantulan dalam total pada bidang batas core dan cladding sesuai hukum Snellius. Untuk memudahkan pemahaman mekanisme pemanduan gelombang cahaya dalam serat optik step-index, digunakan teori sinar dalam mendeskripsikan perambatan muka gelombang cahaya seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.4 berikut :
Gambar 2.4. Sketsa perambatan sinar pada serat optik step-index.
Penerapan hukum Snellius dilakukan pada proses pemantulan dan pembiasan sinar pada bidang batas antara dua medium yang berbeda. Sinar yang datang dari medium rapat (n1) ke medium kurang rapat (n2) akan dibiaskan menjauhi garis normal. Pada bidang batas antara core dan cladding dalam Gambar 2.4, jika sudut ø diperbesar secara gradual maka pada sudut tertentu sinar akan dirambatkan pada bidang batas kedua medium yaitu bidang batas core dan cladding (sinar tidak dibiaskan pada cladding). Sudut ø pada keadaan tersebut dinamakan sudut kritis yang dilambangkan dengan øc. Dengan menggunakan hukum Snellius diperoleh nilai sudut øc seperti berikut : n1 sin ø = n2 sin ø1
dengan ø1 = 900 sehingga
n1 sin øc = n2 sin 900
n sin φ c = 2 , n1 n2 n1
φ c = arcsin
,
(2.1)
dengan n1 dan n2 menunjukkan indeks bias core dan indeks bias cladding. Dalam ungkapan sudut θ melalui hubungan θ c =
π 2
− φ c , sudut kritis dapat ditulis :
π sin φ c = sin − θ c , 2
n2 = cosθ c , n1 n2 . n 1
θ c = arccos
(2.2)
Untuk nilai sudut θc < θ dalam Gambar 2.4, tidak ada sinar yang dibiaskan kedalam selubung, sehingga seluruh sinar akan terpandu dalam core serat optik. Untuk mengetahui sudut sinar masukan pada bagian core serat optik agar sinar dapat terpandu, diterapkan hukum Snellius pada bidang batas antara core dan udara. Agar sinar dapat terpandu, maka sudut θ = θc dan θo = θo max demikian persamaan Snellius menjadi :
n sin θo max = n1 sin θc ,
(2.3)
dengan n adalah indeks bias udara yang nilainya 1. Berdasarkan persamaan (2.2), sin θ c =
1 nc
n12 − n 22 sehingga persamaan (2.3) menjadi persamaan berikut :
sin θ c max = n12 − n22 ,
(2.4)
Persamaan (2.4) menunjukkan hubungan antara sudut masukan sinar dengan indeks bias ketiga medium yang berinteraksi. Hubungan tersebut dinyatakan sebagai tingkap numeris atau NA (numerical aperture), sehingga nilai NA serat optik dapat ditulis sebagai berikut :
NA = n12 − n 22 .
(2.5)
Didefinisikan beda indeks bias antara core dan cladding (∆) menurut persamaan :
∆=
n1 − n2 . n1
(2.6)
Perbedaan nilai n1 dan n2 sangat kecil, sehingga nilai ∆ juga kecil, dengan demikian persamaan 2.6 dapat ditulis : NA = n1 2∆ .
(2.7)
Nilai NA untuk serat optik step-indeks berkisar antara 0,2 – 0,5 dan serat optik graded-index di sekitar 0,2 (Hoss, 1993). Untuk serat optik step-index multimode dari bahan plastik berdiameter core besar nilai NA antara 0,3 – 0,5 (Krohn, 2000).
2.2
Teori Moda Pada Serat Optik Step-Index Cahaya adalah gelombang elektromegnetik yang keterkaitan antara medan
listrik (E) dan medan magnetnya (H) diperlihatkan melalui persamaan Maxwell. Persamaan Maxwell secara umum sebagai berikut:
∇⋅ D = ρ ,
(2.8a)
∇⋅B = 0 ,
(2.8b)
∇× E = −
∂B , ∂t
∇× H = j +
∂D . ∂t
(2.8c)
(2.8d)
Bentuk persamaan Maxwell pada kondisi bebas muatan sumber adalah sebagai berikut:
∇⋅D = 0,
(2.9a)
∇⋅B = 0 , ∇× E = − ∇× H =
(2.9b)
∂B , ∂t
(2.9c)
∂D . ∂t
(2.9d)
Dengan hubungan D = εE dan B = µH, ε dan µ masing – masing adalah permitivitas
dan
permeabilitas
medium.
Persamaan
(2.9c)
dan
(2.9d)
menunjukkan bahwa antara E dan H saling terkopel satu sama lain. Dengan menerapkan operasi curl dan substitusi pada kedua persamaan sebagai berikut: ∇ × (∇ × E ) = −∇ ×
∂B , dari hukum ∇ × (∇ × A) = ∇(∇ ⋅ A) − ∇ 2 A , maka: ∂t
∇(∇ ⋅ E ) − ∇ 2 E = −∇ × ∇ 2 E = µ∇ × ∇2E = µ
∂B , karena ∇ ⋅ E = 0 , maka: ∂t
∂H , ∂t
∂ (∇ × H ) , ∂t
substitusi persamaan (2.9d) sebagai berikut: ∇2E = µ
∂ ∂D , ∂t ∂t
∇ 2 E = εµ
∇2E −
∂2E , ∂t 2
1 ∂2E =0, c 2 ∂t 2
(2.10)
1
dengan c =
εµ
adalah kecepatan gelombang elektromagnetik di medium, dan
pada ruang vakum c0 =
∇2H −
1
ε 0 µ0
1 ∂2H = 0, c 2 ∂t
maka persamaan (2.9d) menghasilkan:
(2.11)
persamaan (2.10) dan (2.11) memperlihatkan medan E dan H tidak saling terkopel satu sama lain. Secara umum persamaan (2.10) dan (2.11) dapat ditulis dalam persamaan sebagai berikut : 1 ∂ 2ψ ∇ψ − 2 2 = 0 , c ∂t 2
(2.12)
Fungsi gelombang ψ merepresentasikan medan harmonik E dan H yang tidak saling terkopel sedangkan c = (εµ )-1/2 adalah kecepatan cahaya dalam medium. Jika ψ = U e
− j ωt
maka dari persamaan (2.12) diperoleh persamaan Helmholtz
sebagai berikut : ∇ 2U + k 2U = 0 ,
dengan
n=
k=
ω c
(2.13)
yang merupakan konstanta perambatan. Dari hubungan
c 2π dan k 0 = , maka k = nk0 dengan indeks 0 menunjukkan medium c0 λ0
vakum.
Gambar 2.5. Geometri serat optik dalam koordinat silinder (Saleh, 1991). Dari geometri serat optik berbentuk silinder seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.5 n = n1 untuk r < a (core) dan n = n2 untuk r > α (cladding). Dalam koordinat silinder, persamaan Helmholtz mempunyai bentuk sebagai berikut. ∂ 2U 1 ∂U 1 ∂ 2U ∂ 2U + + 2 + 2 + n 2 k 02U = 0 , 2 2 r ∂r r ∂φ ∂r ∂z
(2.14)
dengan U = U(r,φ,z) adalah amplitudo kompleks medan E dan H serta r, φ dan z menyatakan posisi dalam koordinat silinder. Dalam koordinat silinder, U pada persamaan (2.11) merepresentasikan Ez dan Hz yaitu medan listrik dan magnet ke arah z. Jika diasumsikan amplitudo kompleks merambat ke arah z dan dinyatakan dalam bentuk :
U = U (r , φ , z ) = U (r ) e
− j ( lθ − β z )
,
(2.15)
dengan β adalah konstanta perambatan dan ℓ = 0, ± 1 , ± 2 … menunjukkan periodisitas φ dengan periode 2π, maka persamaan (2.11) akan berbentuk :
∂ 2U 1 ∂U 2 2 l2 2 + + n k 0 U − β − 2 U = 0 . ∂r 2 r ∂r r
(2.16)
Syarat gelombang terpandu adalah n2k0 <
β < n1k0 untuk itu didefinisikan
parameter sebagai berikut :
dan
kτ2 = n12 k 02 − β 2 ,
(2.17a)
y 2 = β 2 − n 22 k 02 .
(2.17b)
Untuk gelombang terpandu, kτ2 dan y 2 bernilai positif dan kτ dan γ bernilai real. kτ menyatakan komponen transversal gelombang terpandu di dalam core, sedangkan
menyatakan komponen transversal gelombang di cladding atau
gelombang evaniscent. Dengan demikian persamaan (2.11) dapat dipisahkan antara di core dan di cladding seperti persamaan berikut :
d 2U 1 dU 2 l 2 + + kT − 2 U = 0 , dr 2 r dr r
r ≤α
(2.18a)
d 2U 1 dU 2 l 2 + + γ − 2 U = 0 , dr 2 r dr r
r ≤α
(2.18b)
persamaan (2.15) berbentuk persamaan Bessel dengan solusi berupafungsi Bessel. Agar fungsi tidak bernilai ∞ di r = 0 (core) dan di r ∞ (cladding), maka solusi terbatas adalah sebagai berikut :
J (k r ), r ≤ α U (r )∞ 1 T , K1 (γr ), r ≤ α
(2.19)
Jl (x) dan Kl (x) adalah fungsi Bessel jenis pertama dan kedua orde l. Pada limit x 1, fungsi Bessel tersebut adalah sebagai berikut : 1
1π 2 2 J l ( x ) = cos x − l + , x ≥ 1 πx 2 2
(2.20a)
1
2 ∂ 2 4l − 1 − x K l ( x ) = 1 + e , x ≥ 1 . 8x 2x
(2.20b)
Persamaan (2.17) menunjukkan bahwa J 1 ( x ) berosilasi, sedangkan K l ( x ) menurun secara eksponensial seiring bertambahnya x (Saleh, 1991). Dengan demikian amplitudo kompleks medan berbentuk : U x (r < a ) = AJ l (kτ r )e − j (lφ + aˆz ) ,
r ≤α
(2.21a)
~ U x (r > a ) = AK l (a~r )e − j (lφ + a z ) ,
r ≥α .
(2.21b)
Untuk nilai kT besar, distribusi medan di dalam core berosilasi secara cepat, sedangkan untuk nilai a~ besar, penurunan amplitudo medan terjadi secara cepat sehingga penetrasi medan (gelombang) di dalam cladding menjadi kecil (Keiser, 1991). Distribusi amplitudo medan di core dan cladding untuk l = 0 dan
l=3
diperlihatkan pada Gambar 2.6 berikut :
Gambar 2.6. Distribusi amplitudo medan di core dan cladding untuk orde 0 dan 1 (Saleh, 1991). Jika persamaan (2.14a) dan (2.14b) dijumlahkan, diperoleh persamaan sebagai berikut :
(
)
kT2 + a~ 2 = n12 − n22 k 02 = ( NA) k 02 . 2
(2.22)
Ruas paling kanan persamaan (2.19) bernilai konstan, sehingga jika nilai kT besar, maka nilai
kecil, pada keadaan ini penetrasi medan ke cladding menjadi
besar (Saleh, 1991). Jika persamaan (2.19) dikalikan dengan a2 terdefinisi parameter V yang berkaitan dengan keadaan cut off dengan definisi sebagai berikut : V =
2δ aNA . e0
(2.23)
Jika nilai V = 2,405, maka serat optik bertipe singlemode (Keiser, 1991). Solusi bagi a~ ditentukan melalui syarat batas yaitu r = a komponen medan Ez dan Eφ di dalam core dan cladding harus bernilai sama, demikian juga Hz dan Hφ. Hubungan antara komponen Ez dan Eφ dan Hz dengan Hφ. dapat diperoleh dengan saling mensubstitusikan diantara persamaan (2.8c) dan (2.8d), dalam koordinat silinder hasilnya adalah sebagai berikut : Eφ = −
j n k 02
∂H z aˆ ∂E z − l ′u ′ ∂r r ∂φ
,
(2.24a)
Hφ = −
j n k 02
∂E aˆ ∂H − a&u ′ z ∂r r ∂φ
.
(2.24b)
2
2
Mengacu pada persamaan (2.18) untuk nilai Ez dan Hz maka akan diperoleh Eφ dan Hz di dalam core dan cladding. Dengan menerapkan syarat batas Ez1 – Ez2 = 0, Eφ 1 − Eφ 2 = 0 Hz1 – Hz2 = 0 dan H φ 1 − H φ 2 = 0 di r = a dengan indeks 1 dan 2 menunjukkan daerah core dan
cladding, akan diperoleh persamaan sebagai
berikut :
(lˆ + eˆ )(n k lˆ − n k eˆ ) = aˆal k1 2
l
l
2 1
2 0 l
2 2
2 0 l
2 a
+
1 aˆ 2
,
(2.25)
J ′ (k r ) K ′ (k r ) dengan : lˆl = l aˆ dan eˆl = l aˆ . k aˆ J l (k aˆ r ) aˆK l (aˆr ) Persamaan (2.22) adalah persamaan non linier, sehingga solusi bagi aˆ dengan batas n 2 k 0 < aˆ < n1 k 0 harus dilakukan dengan metode numerik (Keiser, 1991). Solusi bagi β bernilai diskrit dengan orde l dan m seperti persamaan berikut :
β lm = n1 k 0 1 −
(l + 2m ) ∆ ,
M
(2.26)
dengan M adalah jumlah moda yang didefinisikan sebagai berikut : M =
2.2.1
4
π
2
V2,
(2.27)
Serat Optik Multimode Pada serat optik step-index maupun gradded-index terdapat suatu nilai
parameter yang menentukan cacah ragam yang dapat dipandu. Parameter ini dinamakan parameter pancung dan dilambangkan dengan V, dengan V seperti persamaan :
V=
2πa
λ
(n
2 1
− n22
)
1 2
.
(2.28)
dengan a = jari-jari teras, λ = panjang gelombang. Bila nilai V serat optik < 2,408 maka mode (ragam) yang dapat dipandu hanya satu dan bila nilai V ≥ 2,408 maka mode yang dapat dipandu pada serat optik lebih dari satu (Keiser, 1984). Serat optik yang merambat lebih dari satu mode disebut serat optik multimode dan serat optik yang hanya merambatkan satu
mode disebut serat optik singlemode. Pada serat optik multimode step-index, cacah mode yang dapat dipandu sebesar
2.3
V2 (Snyder and Lavoe, 1983). 2
Penggunaan Desibel pada Rangkaian Serat Optik Konsep desibel berfungsi untuk membandingkan daya yang dihasilkan
oleh sebuah rangkaian atau bagian rangkaian tertentu dengan daya yang diberikan sebagai input. Secara sederhana desibel mengukur perbandingan antara daya output terhadap daya input. Rumus matematika untuk desibel adalah :
dayaout Gain = 10 log dayain
dB .
(2.29)
Sebuah perangkat penguat daya (amplifier) memberikan daya output yang lebih besar dari daya yang diterimanya sebagai input, sehingga perangkat ini dikatakan menghasilkan penguatan daya. Dan pada perangkat attenuator adalah kebalikan dari perangkat amplifier, yaitu bahwa perangkat tersebut menghasilkan daya output yang lebih kecil dari daya input yang diterimanya. Dengan menggunakan rumus yang sama untuk mencari loss (rugi daya). Jika nilai desibel yang diperoleh adalah negatif, maka yang terjadi adalah rugi daya (loss) atau pelemahan daya (atenuasi). Jika nilai desibel yang dihasilkan adalah positif, maka yang terjadi adalah perolehan daya (gain) atau penguatan daya (amplifikasi).
2.4
Penyambungan Serat Optik Penyambungan sebuah serat optik modus jamak dengan core berukuran
besar ke serat lainnya yang memiliki ukuran yang lebih kecil, maka hanya sebagian kecil dari cahaya yang datang dari core berukuran besar dapat masuk ke core berukuran kecil, dan akibatnya sebagian daya cahaya akan hilang. Besarnya rugi-rugi daya ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus: diamtercoremasuk Loss = −10 log diametercorekeluar
2
dB .
(2.30)
Efek serupa akan terjadi jika di titik persambungan terjadi perubahan nilai apertur numerik dari serat satu ke serat yang lainnya. Nilai aperture numeric menentukan besarnya kerucut (dan juga sudut) penerimaan (come of acceptance). Rumus untuk menghitung rugi daya karena perbedaan aperture numeric (dan kerucut penerimaan) adalah : NAmasuk Loss = −10 log NAkeluar
2
dB
2.5
Rugi-Rugi Daya Serat Optik
2.5.1
Absorpsi
.
(2.31)
Zat kotoran (impuritas) apapun yang masih tersisa di dalam bahan core akan menyerap sebagian dari energi cahaya yang merambat di dalam serat optik, kontaminan yang menimbulkan efek paling serius dalam ion-ion hidroksil dan zatzat logam.
Ion-ion hidroksil adalah wujud lain dari air yang akan menyerap secara besar-besaran energi gelombang dengan panjang gelombang 1380 nm, zat-zat logam akan menyerap energi gelombang dengan berbagai nilai panjang tertentu.
2.5.2
Pancaran Rayleigh Pancaran Rayleigh (Rayleigh scatter) adalah efek terpencarnya cahaya
akibat terjadinya perubahan kecil yang bersifat lokal pada indeks bias bahan core dan bahan mantel, karena terjadi di lokasi-lokasi tertentu saja di dalam bahan, dan ukuran daerah yang terkena pengaruh perubahan ini sangat kecil, yaitu kurang dari satu panjang gelombang cahaya. Terdapat dua hal yang menyebabkan terjadinya fenomena ini, dan keduanya timbul pada proses manufaktur. Pertama adalah terdapatnya ketidakmerataan di dalam campuran bahan-bahan serat optik. Ketidakmerataan dalam jumlah kecil dan bersifat acak mustahil untuk sepenuhnya dihilangkan. Kedua adalah pergeseran-pergeseran kecil pada kerapatan bahan yang biasanya terjadi saat kaca silica mulai membeku dan menjadi padat. Salah satu lokasi ‘cacat’ ini dan efek pancaran Rayleigh yang ditimbulkannya diilustrasikan dalam Gambar 2.7. Dalam Gambar diperlihatkan bahwa cahaya terpecah dan terpencar ke segala arah. Semua komponen pancaran sinar yang kini merambat dengan sudut datang kurang dari sudut kritis akan dapat menembus mantel dan hilang sebagai rugi daya. Intensitas pancaran Rayleigh bergantung pada ukuran daerah perubahan relatif terhadap panjang gelombang cahaya yang bersangkutan. Sehingga, cahaya
dengan panjang gelombang paling kecil, atau frekuensi tertinggi, akan paling besar terkena dampak pancaran ini.
Gambar 2.7. Cahaya terpencar ke segala arah (Crisp dan Elliott, 2008).
2.5.3
Pemantulan Fresnel Ketika sinar cahaya menumbuk sebuah titik perubahan indeks bias dan
terpencar ke segala arah, komponen pancaran yang merambat dengan sudut datang mendekati garis normal (900) akan langsung lewat menembus bidang perbatasan. Akan tetapi, tidak semua bagian dari cahaya yang datang dengan sudut mendekati garis normal akan menembus bidang perbatasan. Sebagian yang sangat kecil dari cahaya itu akan terpantul balik di bidang perbatasan. Efek ini dapat menjadi masalah bagi cahaya yang meninggalkan ujung output serat optik, seperti gambar 2.8. Di titik ini, terjadi perubahan seketika dari indeks bias core ke indeks bias udara yang ada di luar serat optik. Efek yang sama juga terjadi pada arah yang berlawanan. Sebagian sangat kecil dari cahaya yang datang dan hendak memasuki serat optik akan terpantul balik oleh bidang perbatasan udara dan core, seperti dalam Gambar 2.9.
Seberapa besar proporsi cahaya yang menembus bidang perbatasan dan seberapa besar yang terpantul balik ditentukan oleh besarnya perubahan indeks bias di bidang perbatasan, dan dapat ditentukan menggunakan rumus : n − n2 daya terpantul = 1 n1 + n 2
2
.
(2.32)
Gambar 2.8. Pemantulan Fresnel (Crisp dan Elliott, 2008)
Gambar 2.9. Pemantulan Fresnel di setiap bidang batas (Crisp dan Elliott, 2008).
2.7
Respon Beam Splitter Efisiensi dari Beam Splitter yang diberikan pada sebuah frekuensi yang
ditunjukkan pada rumusan :
ε = 4 R0T0 ,
(2.33)
dengan R0 dan T0 adalah nilai refleksi dan transmisi Beam Splitter. Hal ini terkait dengan frekuensi (ω) pada panjang gelombang yang satuannya sentimeter (cm), skala panjang gelombang linear dengan energi foton (1eV=80cm-1) dan kebalikan dari panjang gelombang ruang hampa. Efisiensi maksimum ditemukan pada R0
dan T0 = 0.5, dengan nilai ε = 1. Untuk material bebas, nonabsorbing, parallelside dan thin dielectric frekuensi tergantung pada refleksi dan transmisi yang dirumuskan : R0 =
T0 =
2 R 2 (1 − cos δ ) , 1 + R 2 − 2 R cos δ
(1 − R )
(2.34)
2
1 + R 2 − 2 R cos δ
,
(2.35)
dengan δ = 4πωnd cos θt adalah perubahan fase relatif diantara dua sinar tampak yang berdekatan, d adalah tebal film, n adalah indeks refraksi, θt adalah sudut beam di dalam film ke permukaan normal, dan R adalah refleksi pantulan tunggal dari bahan (untuk sudut bukan nol dari yang timbul dari R0 dan T0 tergantung dari polarisasi). Persamaan ini berosilasi dengan periode δ, pemantulan (refleksi) mencapai maksimum ketika transmisinya minimum dan sebaliknya. Kedua persamaan memenuhi kondisi R0 + T0 = 1. Demikian juga, efisiensi beam splitter terjadi saat δ = 2m π untuk m = 1, 2, 3, … dan kedekatan maksimalnya δ = (2m – 1) π; tapi ini dibatasi pada beam splitter pada interval pertama. Dengan catatan, jika R0 > 0.5 pada frekuensi δ = (2m – 1) π, yang akan menjadi sebuah nilai minimum pada saat δ maksimum. Radiasi polarisasi dengan permukaan elektrik paralel pada hasil yang ditimbulkan dinotasikan oleh p radiasi polarisasi dengan lapisan elektrik tegak lurus (perpendicular) pada hasil yang ditimbulkan dinotasikan oleh s. Untuk sudut tidak nol (nonzero) yang dihasilkan pada beam splitter, reflektansi untuk radiasi p-polarisasi dan s-polarisasi memiliki rumusan yang berbeda :
tan 2 (θ i − θ t ) , tan 2 (θ i + θ t )
(2.36a)
sin 2 (θ i − θ t ) Rs = , sin 2 (θ i + θ t )
(2.36b)
Rp =
dengan θi dan θt adalah sudut yang dihasilkan dan transmisi, berturut-turut, dan berhubungan dengan n =
sin θ i . sin θ t
BAB III METODE PENELITIAN
3.1
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dikerjakan di Laboratorium Optik dan Aplikasi Laser
Departemen Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga Kampus C pada Juli 2009 sampai Desember 2009.
3.2
Bahan dan Alat Bahan-bahan yang diperlukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Serat optik step index multimode tipe FD-620-10. Berdasarkan pengukuran pada penelitian sebelumnya, serat optik tipe ini memiliki diameter core dan cladding masing-masing sebesar 950 µm dan 50 µm. Diameter serat optik yang besar memudahkan dalam proses penelitian.
2.
Serat optik step index multimode tipe FD-320-05. Serat optik tipe ini memiliki diameter 500 µm. Dengan serat optik ini yang diameternya lebih kecil, diharapkan bisa menghasilkan pembagi daya (power divider) dan pemecah berkas (beam splitter).
3.
Mikrometer posisi Berfungsi untuk menggeser serat optik masukan, sehingga memberikan variasi kopling.
4.
Batang besi. Dipakai untuk membuat rumahan (home) serat optik yang akan digunakan sebagai variable coupler.
5.
Pegas Digunakan untuk memberikan daya dorong pada home pada saat dilakukan proses variasi kopling.
Alat-alat yang dibutuhkan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Pemotong serat Optik Berfungsi untuk memotong serat optik.
2.
Pengupas jaket serat optik Berfungsi untuk memudahkan pengupasan jaket serat optik supaya kebocoran sinar pada serat optik saat pengupasan dapat diminimalisasi.
3
Mikroskop dengan penggeser berskala (skala terkecil 5 µm) Mikroskop ini digunakan untuk melakukan pengukuran pergeseran berskala dalam menentukan diameter core dan tebal cladding pada serat optik. Pengukuran ini dilakukan karena nilai diameter core dan cladding tidak tercantum pada data spesifikasi, yang tercantum hanya diameter serat optik yaitu 1 mm.
4.
Mikrovoltmeter Berfungsi untuk mengukur besar nilai tegangan keluaran detektor optik.
5.
Detektor OPT 101 Detektor ini beroperasi baik pada daya rendah, mempunyai kepekaan yang tinggi pada daerah dekat panjang gelombang cahaya merah. Detektor ini berfungsi untuk mendeteksi perubahan daya optik cahaya optik akibat pergeseran.
6.
Laser He-Ne Laser He-Ne uniphase laser klasse 2 DIN 58126 dengan panjang gelombang 632,8 nm dan keluaran 1 mW. Panjang koherensi laser ini sekitar 20 cm (Vest, 1979) yang digunakan sebagai sumber cahaya.
7.
Statif Digunakan untuk menyangga home dari variable coupler.
3.3
Prosedur Penelitian
3.3.1
Perancangan Directional Coupler “Variable” Dalam penelitian perancangan directional coupler “variable” dengan
menggunakan dua jenis serat optik multimode ini dengan membuat home (rumahan) terlebih dahulu, konsep perancangan directional coupler “variable” dilihatkan pada gambar 3.1.
Gambar 3.1. Rancang konsep directional coupler “variable” Pada gambar terdapat dua serat optik multimode yang memiliki diameter yang berbeda-beda, pada port 1 (P) menggunakan serat optik 620-10 yang berdiameter 1000 µm, sedangkan port 2 (Q1 dan Q2) menggunakan 2 buah serat optik tipe 320-05 yang memiliki diameter 500 µm. Kedua port digabungkan dengan nilai gap adalah nol. Jika port P pada Gambar 3.1 bertindak sebagai port masukan, dengan mengambil analogi dari teori moda terkopel untuk pandu gelombang planar single mode, maka sebagian berkas cahaya (amplitude medan) akan terkopel masuk menuju port keluaran Q1 dan port keluaran Q2 dengan besar rasio kopling tertentu. Karena adanya perbedaan diameter serat optik antara port masukan (P) dan dua port keluaran (Q1 dan Q2), akibatnya tidak semua berkas cahaya terkopel ke port keluaran, sehingga timbul adanya losses (rugi daya) pada variable coupler.
port 1
serat optik input
port 2
serat optik output
Gambar 3.2. Pandu gelombang pada serat optik dalam rancang bangun directional coupler “variable” Pada saat berkas cahaya dari port 1 menuju kearah kedua port 2 dengan nilai gap adalah nol, maka berkas cahaya tersebut terkopel pada serat optik output.
3.3.2
Fabrikasi Directional Coupler “Variable”
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, proses fabrikasi directional coupler “variable” menggunakan dua jenis serat optik. Serat optik jenis FD 620-10 dengan diameter 1000 µm digunakan sebagai input berkas cahaya, dan dua buah serat optik jenis FD 320-05 berdiamater 500 µm digunakan sebagai output berkas cahaya
yang selanjutnya akan diukur daya keluarannya menggunakan
mikrovoltmeter. Langkah-langkah fabrikasi directional coupler “variable” sebagai berikut: 1.
Dua jenis serat optik dipotong ujungnya, diusahakan pemotongannya presisi dan rata, untuk mencegah terjadinya rugi daya yang terlalu besar.
2.
Kupas jaket kedua serat optik dengan memakai pengupas jaket serat optik pada ujung yang dipotong dengan panjang kurang lebih 50 mm, yang kemudian akan diletakkan pada home (rumahan) directional coupler ”variable” nanti.
3.
Sebelum meletakkan kedua serat optik, terlebih dahulu membuat 2 buah home dari batang besi yang telah diberi lubang sesuai dengan diameter serat optik FD 620-10 dan 2 buah serat optik FD 320-05.
4.
Home tersebut diberi dua buah mikrometer posisi di sebelah samping dan atas, dan juga diberi pegas yang letaknya berlawanan arah dengan mikrometer posisi yang ditunjukkan pada gambar 3.3.
Gambar 3.3. Rancang bangun home directional coupler “variable” 5.
Letakkan serat optik pada home, peletakan serat optik harus paten tidak boleh bergeser karena akan terjadi gap yang akan menyebabkan adanya rugi daya yang terlalu besar.
6.
Agar tidak terjadi pergeseran pada serat optik, maka serat optik tersebut diberi perekat yang kuat.
3.3.3
Konversi Tegangan Keluaran Detektor OPT ke Daya Optik Konversi dilakukan dengan cara mengumpankan cahaya keluaran laser ke
salah satu ujung serat optik tunggal dengan panjang tertentu melalui 2 buah polarisator. Selain itu, detektor diletakkan pada ujung yang lain untuk menerima cahaya keluaran dari ujung tersebut, kemudian data keluarannya bisa terbaca oleh
Mikrovoltmeter. Pada saat pengambilan data, keadaan awal sudut polarisator ditempatkan pada posisi 90o Selanjutnya pengambilan data tegangan keluaran detektor dilakukan setiap sudut polarisator bergeser 5o sampai sudut polarisasi pada posisi 0o. Nilai konversi tegangan keluaran detektor terhadap daya optik keluaran diperoleh dari nilai slop grafik hubungan linier antara tegangan keluaran detektor terhadap daya optik laser yang diumpankan pada serat optik. Jika nilai koefisien korelasi (R2) mendekati 1, artinya hubungan antara data daya optik terhadap tegangan keluaran detektor linier. Berikut merupakan contoh persamaan nilai slop grafik hubungan linier antara tegangan keluaran detektor terhadap daya optik.
Gambar 3.4. Susunan alat konversi tegangan keluaran detektor terhadap daya optik Pada saat pengambilan data, keadaan awal sudut polarisator ditempatkan pada posisi 900 selanjutnya pengambilan data tegangan keluaran detektor dilakukan setiap sudut polarisator bergeser 50 sampai sudut polarisasi pada posisi 00. Nilai konversi tegangan keluaran detektor terhadap daya optik keluaran, diperoleh dari nilai slop grafik hubungan linear antara tegangan keluaran detektor terhadap daya optik yang diumpankan pada serat optik. Jika nilai koefisien
korelasi (R2) mendekati 1, artinya hubungan antara daya optik terhadap tegangan keluaran detektor linear. Berikut contoh persamaan nilai slop grafik hubungan linear antara tegangan keluaran detektor terhadap daya optik. Y = AP + B .
(3.1)
Daya optik (P) dengan satuan mW, hasil konversi tegangan keluaran detektor ke daya optik adalah P = V x A. Dengan V merupakan tegangan keluaran pada detektor [V], dan A adalah faktor konversi tegangan keluaran detektor ke daya optik[mW/V]. Jika yang tertera 10 mW, sedangkan tegangan keluaran detektor yang terbaca a V, maka nilai konversi tegangan keluaran detektor terhadap daya adalah 1 V = 10/a mW. Berikut disajikan tabel pengambilan data untuk konversi tegangan keluaran detektor terhadap daya optik keluaran.
Gambar 3.5. Contoh grafik hubungan linier antara tegangan keluaran detektor terhadap daya optik
Tabel 3.1. Data untuk konversi tegangan keluaran detektor terhadap daya optik keluaran.
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Sudut Polarisator (θ ) 900 850 800 750 700 650 600 550 500 450 400 350 300 250 200 150 100 50 00
Daya Optik Awal P0 (mW) 0.95 0.95 0.95 0.95 0.95 0.95 0.95 0.95 0.95 0.95 0.95 0.95 0.95 0.95 0.95 0.95 0.95 0.95 0.95
Daya Optik P (mW) P = P0 Cos2 θ P = P0 Cos2 θ P = P0 Cos2 θ P = P0 Cos2 θ P = P0 Cos2 θ P = P0 Cos2 θ P = P0 Cos2 θ P = P0 Cos2 θ P = P0 Cos2 θ P = P0 Cos2 θ P = P0 Cos2 θ P = P0 Cos2 θ P = P0 Cos2 θ P = P0 Cos2 θ P = P0 Cos2 θ P = P0 Cos2 θ P = P0 Cos2 θ P = P0 Cos2 θ P = P0 Cos2 θ
Tegangan Keluaran Detektor (V)
Keluaran Detektor tanpa Noise (V)
Setelah dilakukan konversi tegangan keluaran detektor terhadap daya optik masukan, selanjutnya disusun set up alat directional coupler “variable” dengan menggunakan peralatan yang ditunjukkan pada gambar 3.6.
Gambar 3.6. Set up alat directional coupler “variable” Peralatan ini terdiri dari sumber laser He-Ne yang panjang gelombangnya 632,4 dengan daya keluaran 1 mW, 2 polarisator untuk memvariasi daya keluaran optik dari laser, dan detektor OPT untuk mendeteksi daya optik pada masingmasing port keluaran (Q1 dan Q2). Mikrovoltmeter digunakan untuk membaca tegangan keluaran detektor. Penelitian ini meenggunakan dua arah variasi pergeseran, yakni dengan memberikan pergeseran arah port input(P) secara horizontal dan vertikal. Cara kerjanya dengan mengumpankan cahaya keluaran laser ke port masukan (P) dan mengukur daya optik kedua port keluaran (Q1 dan Q2) yang terdeteksi oleh detektor OPT yang dikonversi menjadi tegangan keluaran detektor pada mikrovoltmeter secara bergantian. Pengambilan data dari sudut polarisator (θ) yang menghasilkan daya yang paling besar, kemudian dilakukan variasi kopling dengan posisi pertama tidak ada kopling cahaya kemudian digeser dengan mikrometer posisi setiap 0.01 mm, kemudian dicatat data tegangan keluaran detektor pada kedua port keluaran (Q1 dan Q2) secara bergantian dan posisi
pergeseran variasi kopling sampai didapatkan fungsi pembagi daya (power divider) dan pemecah berkas (beam splitter). Tabel 3.2 Tabel untuk mencatat data keluaran pada directional coupler “variable” pada posisi masukan horizontal
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 … …
Daya Port 1 (mW)
Pergeseran (mm) 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 0.07 0.08 0.09 0.1 0.11 0.12 0.13 0.14 0.15 0.16 0.17 0.18 0.19 … 1
Daya Output (mW) Q1 Q2
Tabel 3.2 Tabel untuk mencatat data keluaran pada directional coupler “variable” pada posisi masukan vertikal
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 … …
Daya Port 1 (mW)
Pergeseran (mm) 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 0.07 0.08 0.09 0.1 0.11 0.12 0.13 0.14 0.15 0.16 0.17 0.18 0.19 … 1
Daya Output (mW) Q1 Q2
DAFTAR PUSTAKA Crisp, John and Barry Elliott. 2006. Serat Optik : Sebuah Pengantar. Jakarta: Penerbit Erlangga. Hoss, R.J. 1993. Fiber Optics, second edition. New Jersey: Prentice – Hall. Keiser, G. 1984. Optical Fiber Communication. New York: Mc Graw Hill. Krohn, D.A. 2000. Fiber Optik Sensor, Fundamental and Aplication, 3rd. New York: ISA. Saleh, B.H.A., Teich, M.C. 1991. Fundamental of Photonics. John Wiley & Sons, Inc. Snyder, A.W., and Lavoe, J.D. 1983. Optical Wave Guide Theory. New York: Chapman & all. Suematzu, Y., Iga, K. 1982. Introduction to Optical Fiber Communication. John Willey & Sons, Inc. Supadi, Yono, H.D., Gatut, Y.,(2006). “Fabrikasi dan Karakterisasi Directional Coupler Sebagai Devais Pembagi Daya (Power Devider)”. JFA, Vol. 2, No.1, hal 060106-1 - 060106-6.