FORMULA RAMUAN TRADISIONAL BERBASIS MADU (Mel depuratum) SEBAGAI ANTIDIABETES PADA TIKUS Sprague Dawley Ratna Juita1, Min Rahminiwati2 dan Ike Yulia Wiendarlina3 Program Studi Farmasi, FMIPA, Universitas Pakuan, Bogor. 2 Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
1&3
ABSTRAK Bawang putih tunggal, jahe emprit, lemon, cuka apel dan madu digunakan oleh masyarakat sebagai ramuan tradisional untuk penanganan penyakit degeneratif seperti diabetes mellitus. Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektivitas dan mengetahui dosis serta waktu pengobatan yang paling efektif dari ramuan tradisional sebagai antidiabetes pada tikus putih jantan galur Sprague Dawley yang telah diinduksi aloksan. Hewan uji yang digunakan sejumlah 25 ekor tikus dibagi menjadi 5 kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 5 ekor tikus. Kelompok I memperoleh ramuan tradisional peroral dengan dosis 0,252 mL/200 g BB, kelompok II dosis 0,504 mL/200 g BB, kelompok III dosis 0,756 mL/200 g BB, kelompok kontrol positif diberi Metformin dengan dosis 12,6 mg/200 g BB dan kelompok kontrol negatif diberi pakan pellet tipe BR-12 dan minum ad. libitum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ramuan tradisional efektif menurunkan kadar glukosa darah pada tikus diabetes. Dosis III dengan dosis 0,756 mL/200 g BB mempunyai efektivitas paling baik terhadap penurunan kadar glukosa darah selama pengobatan 24 hari. Kata Kunci : Diabetes Mellitus, Antidiabetes, Ramuan Tradisional, Madu
ABSTRACT Garlic, ginger, lemon, apple vinegar, and honey have been used by the people as a traditional compound to treat the degenerative diseases such as diabetes mellitus. The research was aimed to sludy the effectivenees of extract, knowing the effectivedose and treatment of traditional compound as antidiabetic on white male rats of Sprague dawley strain induced by alloxan . Research was conducted in 25 rats that were divided into 5 group. Each treatment group consisted of 5 rats. Group I get the traditional compoud with oral dose 0,252 mL/200 g BW, Group II with a dose 0,504 mL/200 g BW, group III with a dose 0,756 mL/200 g BW, Positive control was given Metformin orally with a dose 12,6 mg/200 g BW and negative control with pellet tipe BR-12 and drink ad. libitum. The result showed traditional compound could be used as antidiabetes . The most effectivitnees dose to decrease blood glucose level is 0,756 mL/200 g BW for 24 day theraphy. Keyword : Diabetes Mellitus, Antidiabetic, Traditional Compound, Honey
karena penggunaannya yang berlangsung lama dan mengindikasikan resiko komplikasi. Optimalisasi pencegahan dan pengobatan diabetes mellitus serta untuk meminimalkan faktor resiko, kini dikembangkan pengobatan yang berbasis pada bahan alam atau pengobatan tradisional sebagai obat alternatif untuk menangani penyakit ini. Diabetes mellitus adalah suatu sindroma klinik yang ditandai oleh adanya poliuri, polidipsi, dan polipagi, disertai dengan adanya peningkatan kadar glukosa darah atau hiperglikemia (glukosa puasa ≥126 mg/dL atau postprandial ≥200 mg/dL atau glukosa sewaktu ≥200 mg/dL). Berbagai bahan alam tengah dikembangkan untuk penanganan diabetes mellitus. Salah satu ramuan yang penggunaannya tengah berkembang di masyarakat dan secara empiris berkhasiat dalam penanganan berbagai penyakit degeneratif adalah formula yang terdiri dari bawang putih tunggal (Allium sativum L.), jahe emprit (Zingiber
PENDAHULUAN Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit degeneratif yang paling banyak diderita masyarakat dan menyebabkan angka kematian cukup tinggi. Jumlah penderita diabetes mellitus mengalami peningkatan yang bermakna bersamaan dengan terjadinya perubahan gaya hidup, berkurangnya aktivitas fisik dan meningkatnya obesitas. Berdasarkan data dari International Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2013, Indonesia berada diperingkat ke 7 dengan jumlah penderita 8.5 juta jiwa. Tahun 2030, jumlah penderita diabetes mellitus diprediksi akan meningkat menjadi 12.0 juta jiwa (Shaw et al., 2010). Upaya pencegahan dan pengobatan diabetes mellitus telah jauh-jauh hari dikampanyekan oleh World Health Organization (WHO). Pengobatan terhadap penyakit ini terutama dilakukan dengan menggunakan bahan-bahan kimia sintetik, namun menjadi sangat melelahkan penderita diabetes 1
officinale Roscoe.), lemon (Citrus limon [L.] Osbeck.), cuka apel dan madu (Mel depuratum). Penelitian tentang bawang putih telah banyak dilakukan. Aktivitas farmakologinya diteliti dengan mengisolasi senyawa allicin, kemudian diberikan secara oral pada tikus diabetes yang diinduksi aloksan. Hasilnya mununjukkan bahwa pemberian allicin menyebabkan penurunan kadar glukosa darah dan meningkatkan sekresi insulin pada tikus diabetes (Ishita, 2004). Sebuah penelitian terhadap efektivitas lemon sebagai penurun glukosa darah pada tikus yang diinduksi aloksan dilakukan pada tahun 2013, hasilnya menunjukkan penurunan kadar glukosa darah pada hewan coba dengan lemon sangat signifikan (Riaz et al., 2013). Cuka apel pernah diuji cobakan pada penderita diabetes mellitus dan gastroporesis diabetes dengan jumlah penderita yang menjadi subjek penelitian sebanyak 10 orang. Subjek meminum cuka apel selama jangka waktu tertentu, hasilnya terjadi penurunan pengosongan lambung pada subjek-subjek tersebut, yang hasilnya berpengaruh terhadap penurunan glukosa darah (Hlebowlcz et al., 2007). Madu efektif dalam mengobati luka diabetes karena kandungan airnnya rendah, juga pH madu yang asam serta kandungan hidrogen peroksidanya yang mampu membunuh bakteri dan mikroorganisme yang masuk kedalam tubuh (Iqbal, 2008). Sedangkan jahe memiliki efek sebagai antioksidan yang diketahui mempengaruhi penurunan kadar glukosa darah pada tikus diabetes. Berdasarkan sebuah penelitian, dilaporkan bahwa ekstrak jahe efektif dalam menurunkan kadar kolesterol, glukosa darah, peroksidasi lipid dan menghambat perkembangan aterosklerosis setelah diberikan selama 6 (enam) minggu pada tikus yang diinduksi dengan aloksan (Elshater, 2009).
ukur kemudian ditambahkan akuades ad 1000 mL. Sari campuran bawang putih tunggal dan jahe emprit ditambahkan dengan perasan lemon segar 50mL, cuka apel 125mL dan madu 150mL secara berurutan. Ramuan yang sudah dicampur kemudian diukur volume totalnya. Volume total ramuan adalah 1325mL. Ramuan disimpan dalam wadah tertutup baik di tempat sejuk. Pemeliharaan Hewan Coba Hewan coba yang digunakan pada penelitian ini adalah tikus putih jantan galur Sprague Dawley berumur 3-3,5 bulan dengan bobot sekitar 200-250 g. Sebanyak 25 ekor tikus dibagi menjadi 5 kelompok perlakuan, masing-masing kelompok terdiri dari 5 ekor yang dipelihara dalam kandang plastik berbentuk kotak dengan tutup kawat. Pencucian kandang plastik dan penggantian sekam dilakukan seminggu dua kali agar kondisi kandang tetap kering dan sehat. Selama penelitian semua kelompok tikus diberi pakan pellet BR-12 dan minum ad. libitum. Pengujian Ramuan Tradisional Induksi Aloksan Tikus diberi Aloksan 150 mg/kg BB i.p. Hanya tikus dengan kadar glukosa ≥200 mg/dL yang digunakan dalam penelitian ini. Pemberian Ramuan Tradisional Tabel 1. Uji Pemberian Perlakuan Kelompok Perlakuan Dosis I Ramuan Tradisional 0,252 I mL/200 g BB Dosis II Ramuan Tradisional II 0,504 mL/200 g BB Dosis III Ramuan Tradisional III 0,756 mL/200 g BB Kontrol positif yang diberi IV Metformin 12,6 mg/200 g BB Kontrol positif yang diberi makan V dan minum ad.libitum Pemberian perlakuan pada tikus dilakukan secara oral selama 24 hari berturut-turut, dimulai dari terlihat adanya peningkatan kadar glukosa darah tikus setelah diinduksi aloksan. Kadar glukosa darah diukur pada keadaan normal yakni sebelum induksi, setelah induksi dan setelah pengobatan, dimana pengukuran kadar glukosa darah dilakukan 4 hari sekali setelah pengobatan selama 24 hari. Kadar glukosa darah dinyatakan dalam mg/dL. Pengujian Bobot Badan Tikus Bobot badan tikus merupakan salah satu parameter suatu hewan coba dapat dinyatakan diabetes atau tidak pada saat hewan coba mengalami hiperglikemia. Bobot badan tikus diamati selama proses aklimatisasi, pada keadaan normal sebelum induksi, setelah induksi (hari ke 0) dan selama pengobatan yaitu pada hari ke 7, hari ke 14 dan hari ke 21.
METODE PENELITIAN Pengumpulan Bahan Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan ramuan tradisional yaitu bawang putih tunggal, jahe emprit dan lemon segar yang diperoleh dari Toko Buah Segar di Kota Bogor. Adapun cuka apel dan madu yang digunakan diperoleh dari Toko Obat dan Makanan di Kota Bogor. Pembuatan Ramuan Tradisional Bawang putih tunggal dan jahe emprit yang masih segar sebanyak masing-masing 250 g dikupas, dipisahkan dari kulitnya kemudian dicuci hingga bersih agar terpisah dari kotoran yang menempel pada kulit bahan. Daging bawang putih tunggal dan jahe emprit yang sudah bersih ditambahkan 800 mL akuades kemudian dihaluskan menggunakan blender. Sari bahan yang sudah dihaluskan kemudian direbus dengan api kecil hingga mendidih selama ±30 menit. Rebusan campuran kedua bahan ini ditiriskan, disaring untuk mengambil sarinya, ditempatkan dalam labu 2
induksi. Rata-rata kadar glukosa darah srbelum induksi aloksan adalah 105,6 mg/dL, sedangkan setelah diinduksi aloksan kadar glukosa darah meningkat menjadi 318,7 mg/dL dengan presentase (%) peningkatan sebesar 201,685%. Peningkatan kadar glukosa darah terjadi karena pemberian Aloksan menyebabkan kerusakan pada sel β pankreas (Webb, 1996). Aloksan dalam darah berikatan dengan Glucose Transporter (GLUT-2) yang memfasilitasi masuknya aloksan ke dalam sitoplasma sel β pankreas. Secara in vitro ditunjukkan bahwa aloksan menginduksi pengeluaran ion kalsium dari mitokondria yang mengakibatkan proses oksidasi sel terganggu. Keluarnya ion kalsium dari mitokondria mengakibatkan gangguan homeostasis yang merupakan awal dari matinya sel, dimana peningkatan konsenterasi ion kalsium dapat mempercepat kerusakan sel β pankreas (Lanywati, 2001). Kenaikan kadar glukosa darah yang terjadi dengan cepat juga disebabkan rute pemberian (i.p) langsung ke rongga perut dan kerja aloksan yang spesifik pada sel β, sehingga sel β pada pangkreas mengalami kerusakan yang akan mengakibatkan sekresi insulin yang tidak dapat dikendalikan (Rohilla and Ali, 2012). Pengaruh Perlakuan terhadap Bobot Badan Rerata bobot badan tikus dalam keadaan normal, setelah induksi dan selama pengobatan menunjukkan adanya perubahan bobot badan setiap kelompok perlakuan.
Pengukuran Konsumsi Pakan, Air Minum dan Volume Urine Pengukuran konsumsi pakan, air minum dan volume urine dilakukan pada 3 hari terakhir masa pengobatan. Pengukuran ini dilakukan pada kandang metabolisme. Tiap kandang metabolisme diisi dengan 1 ekor tikus yang dilengkapi dengan pakan, air minum dan alat penampung urine. Banyaknya konsumsi pakan (g), air minum (mL) dan volume urine (mL) diukur pada jam ke 24 setelah dimasukkan ke kandang metabolisme. Analisis Data Data-data yang diperoleh dianalisa dengan analisis sidik ragam untuk Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan menggunakan program SPSS. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pembuatan Ramuan Tradisional Ramuan yang dihasilkan dari proses pengolahan bahan-bahan ramuan setelah diukur, didapatkan volume totalnya sebesar 1325 mL. Ramuan ini memiliki konsistensi yang agak kental dan akan mengendap bila didiamkan. Endapan yang terbentuk pada ramuan merupakan serat bawang putih dan jahe emprit yang terbawa saat proses penyaringan, sehingga perlu pengocokan sebelum ramuan digunakan. Saat disimpan, bagian bawah ramuan berwarna coklat muda sedangkan bagian atasnya membentuk cairan bening berwarna coklat seperti warna larutan madu. Aroma ramuan berbau khas bawang putih dan memiliki rasa asam. Rasa asam ramuan diakibatkan oleh adanya cuka apel, kemudian diperbaiki dengan penambahan madu sehingga tidak rasa asamnya tidak sama seperti rasa cuka apel.
Gambar 1. Ramuan Tradisional Peningkatan Kadar Glukosa Darah Tikus Setelah Induksi Aloksan
Kadar glukosa darah tikus diperiksa setelah 2 hari dilakukannya induksi. Tabel 2. Peningkatan Kadar Glukosa Darah Setelah Induksi Aloksan ± SD No
Sebelum Induksi
Setelah Induksi
I 110,504±17,20 336,2±68,05 II 109,4±17,96 333,4±86,46 III 101,8±10,27 304±37,25 IV 105,2±8,65 334,6±75,82 V 101±15,99 326,8±71,62 Rata2 105,6±4,34 318,7±13,35 Keterangan : - No = Kelompok Perlakuan
Gambar 2. Grafik Rerata Perubahan Bobot Badan Tikus Selama Perlakuan
Berdasarkan pengamatan selama penelitian, secara umum tikus mengalami penurunan bobot badan setelah diinduksi aloksan. Penurunan bobot badan setelah tikus diinduksi aloksan dapat terjadi karena aloksan menyebabkan sel-sel mengalami kerusakan sehingga asupan glukosa sebagai sumber energi utama ke perifer menjadi terganggu. Kerusakan ini mengakibatkan penurunan bobot badan akibat dari penggunaan lemak dan protein untuk menghasilkan energi dalam waktu yang cukup lama (Riyanti, 2010). Rerata bobot badan tikus selama pengobatan menunjukkan bahwa bobot badan tikus mengalami
Persentase Peningkatan (%) 198,62±44,27 218,06±30,96 223,56±99,50 203,98±92,01 204,75±32,01 201,685±10,51
Kadar glukosa darah tikus sudah mengalami peningkatan yang sangat tinggi pada 2 hari setelah 3
perbaikan pada hari ke 7. Bobot badan tikus pada perlakuan kontrol positif, perlakuan dosis I, II dan III memperlihatkan adanya perbaikan, sedangkan kelompok perlakuan kontrol negatif tidak mengalami perbaikan dan cenderung terus menurun. Penurunan yang terjadi secara berangsurangsur pada bobot badan tikus kelompok perlakuan kontrol negatif dapat terjadi karena sel pankreas mengalami degenerasi akibat pemberian aloksan dan tidak ada upaya pengobatan (Gambar 2). Pengaruh Perlakuan Ramuan Tradisional terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Perlakuan pada seluruh kelompok tikus dilakukan setelah tikus berada dalam kondisi hiperglikemia, dimana kadar glukosa darah telah mencapai ≥200 mg/dL setelah diinduksi. Dosis perlakuan sebagaimana tersaji dalam metode penelitian mengacu pada dosis yang digunakan secara empiris oleh masyarakat, kemudian dilakukan konversi dosis dari manusia pada dosis tikus sesuai bobot badan. Data rata-rata hasil pengukuran kadar glukosa darah selama perlakuan pemberian ramuan dapat dilihat pada Tabel 2. Pada Tabel 2 kelompok perlakuan kontrol positif mulai menunjukan penurunan kadar glukosa darah pada hari ke 12. Pada kelompok perlakuan dosis III penurunan kadar glukosa darah secara signifikan terjadi pada hari ke 16, kelompok perlakuan dosis II pada hari ke 20 dan kelompok perlakuan dosis I mengalami penurunan kadar glukosa darah yang bermakna pada hari ke 24. Tikus kelompok perlakuan kontrol negatif tidak menunjukkan adanya perbaikan kadar glukosa darah, hal ini terjadi dikarenakan adanya degenerasi pada sel pankreas akibat pemberian aloksan. Adapun terjadinya penurunan kadar glukosa darah pada tikus kontrol negatif diakibatkan oleh kondisi fisiologis tikus yang cukup baik dalam masa penelitian. Penurunan kadar glukosa darah pada kelompok tikus kontrol positif terjadi secara signifikan jika dibandingkan dengan perlakuan pada tikus menggunakan ramuan tradisional, meski pada ramuan dosis III terjadi penurunan yang hampir mendekati kontrol positif. Trend penurunan kadar glukosa darah pada tikus kelompok perlakuan kontrol positif relatif lebih stabil daripada perlakuan dengan ramuan yang terus mengalami penurunan sehingga dikhawatirkan menyebabkan keadaan hipoglikemia bila
pengobatan dilakukan lebih lama. Penurunan kadar glukosa darah pada tikus kontrol positif disebabkan mekanisme kerja metformin dalam menurunkan kadar glukosa darah. Metformin bekerja dengan menghambat proses glukoneogenesis dan meningkatkan daya serap glukosa perifer, sehingga mengurangi kadar glukosa darah. (Rohilla dan Ali, 2012). Grafik perubahan kadar glukosa darah tikus selama penelitian juga dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Grafik Rerata Penuruan Kadar Glukosa Darah Selama Perlakuan
Dari hasil uji lanjut (Duncan) terhadap perubahan kadar glukosa darah tikus berdasarkan kelompok perlakuan, dihasilkan bahwa penurunan kadar glukosa darah secara signifikan terjadi pada kelompok perlakuan kontrol positif. Hasil pengamatan memberikan gambaran bahwa pengaruh pemberian ramuan pada dosis III dan dosis II memiliki efektivitas yang hampir sama baiknya dengan metformin (kelompok kontrol positif) dalam menurunkan kadar glukosa darah tikus diabetes. Kemampuan ramuan uji dalam menurunkan kadar glukosa darah tikus diabetes yang cenderung lebih lama dapat dijadikan bahan acuan untuk memperbaiki profil kerja ramuan tradisional berkaitan dengan dosis efektif, intensitas pemberian maupun komposisi bahan ramuan. Kandungan senyawa dari komponenkomponen bahan ramuan yang diujikan pada tikus percobaan diduga memiliki potensi untuk mengatasi diabetes, dimana efektivitasnya sangat baik terutama dalam menurunkan kadar glukosa darah. Penurunan kadar glukosa darah pada tikus oleh bawang putih tunggal diketahui sebagai efek dari adanya senyawa allicin dan alliin yang memiliki mekanisme perangsangan pankreas untuk
Tabel 2. Rerata Kadar Glukosa Darah Tikus Selama Pengobatan ± SD Hari ke- (mg/dL) ± SD Dosis 0
4
Rata2 8
12
16
20
24
Dosis I
336,2±68,05
278,2±70,2
246,4±62,0
198,8±30,1
164,0±11,2
140,756±9,9
122,4±9,8
212,394±78,0b
Dosis II
333,4±86,46
261,8±79,0
198,2±35,1
168,6±11,3
136,2±7,7
109,0±9,8
117,4±7,7
189,229±82,6c
Dosis III
304±37,25
231,8±18,1
182,8±11,5
147,4±13,3
120,756±7,2
98,8±5,7
94,0±6,0
168,508±77,1c
Kontrol + Kontrol -
334,6±75,82 326,8±71,62
186,8±7,1 340,2±72,6
131,8±8,4 336,6±72,8
113,2±12,6 332,0±71,1
98,8±9,3 329±67,0
94,0±8,9 323,8±67,0
92,4±7,7 313,8±65,6
150,229±87,7d 328,886±8,7a
Rata2
318,7±13,35
259,76±74,1a
219,16±82,2b
192,00±83,6c
169,76±89,1cd
154,56±9,6d
146,32±90,5d
4
mengeluarkan sekret insulin lebih banyak (Banerjee and Maulik, 2002). Efek hipoglikemik dari ramuan dapat juga disebabkan oleh pengaruh jahe dan lemon yang berfungsi sebagai antioksidan. Dalam mengatasi diabetes, berbagai upaya pengobatan dilakukan salah satunya dengan mengkonsumsi sayur, buah atau bahan-bahan yang memiliki efek antioksidan kuat. Hal ini karena stres akibat oksidasi dan radikal bebas dianggap sebagai penyebab utama hiperglikemia (Kawahito et al., 2009). Hasil dari berbagai penelitian dengan menggunakan hewan percobaan menunjukkan apabila kerusakan akibat radikal bebas telah terjadi maka antioksidan dalam tubuh tidak dapat memperbaikinya, tetapi hanya dapat mencegah kerusakan lebih lanjut dengan mencegah terjadinya oksidasi. Oleh karena itu harus ada upaya untuk mempertinggi status antioksidan dalam tubuh yang dapat dilakukan dengan mengkonsumsi bahan pangan yang mengandung zat-zat gizi antioksidan maupun antioksidan non gizi. Sebagai antioksidan, senyawa fenol jahe mampu memutuskan reaksi berantai dengan cara bereaksi dengan radikal lipid dan mengubahnya menjadi produk yang stabil. Semua antioksidan yang terdapat dalam jahe bekerja sinergis untuk meredam radikal bebas pada diabetes mellitus dan keadaan hiperkolesterol (Sunaryo dkk., 2014). Efek antioksidan juga diperoleh dari flavonoid dan vitamin C yang berasal dari perasan lemon. Selain itu, senyawa naringin dalam lemon menghasilkan efek hipoglikemik karena sifat antioksidasi yang kuat (Pari dan Suman, 2010). Efek hipoglikemik dari ramuan bahan yang dicobakan pada penilitian ini diperkuat dengan penambahan cuka apel dan madu. Cuka apel mempengaruhi penurunan kadar glukosa darah dengan mekanisme penurunan glikemi setelah makan akibat perlakuan asam asetat pada tikus diabetes (Johnston and Gaas, 2006). Madu merupakan basis yang digunakan dalam ramuan ini karena sifat dan rasa yang dimiliki madu diharapkan dapat memperbaiki konsistensi sediaan ramuan dan berpengaruh pada tingkat konsumsi ramuan oleh penderita diabetes. Meski memiliki kandungan glukosa, madu tidak memberi efek hiperglikemi pada penderita diabetes. Kandungan glukosa dan keasaman madu bersifat sinergis yang ikut membantu fagositosis sel fagosit dalam menghancurkan bakteri. Kemampuan madu mengatasi diabetes dapat didasarkan pada hasil penelitian yang menunjukkan efektivitasnya dalam mengobati luka diabetes. Kandungan air yang rendah, pH yang asam serta kandungan hidrogen peroksidanya menunjukkan kemampuan madu dalam membunuh bakteri dan mikroorganisme yang masuk ke dalam tubuh (Iqbal, 2008). Selain itu, madu memiliki efek sebagai antioksidan dengan menghambat anion
superoksida, mengurangi kadar komplemen spesies oksigen reaktif (ROS) yang ada pada manusia, serta mempunyai efek antioksidan melalui kadar phenolic pada madu (Berg et al., 2008). Hasil Pengamatan Konsumsi Pakan, Air Minum dan Volume Urine Selain penurunan bobot badan, tikus yang mengalami diabetes mellitus tipe 1 juga menunjukkan gejala polifagia (banyak makan), polidipsia (banyak minum) dan poliuria (peningkatan volume urine) (Agung, 2006). Ketiga gejala ini terlihat dari pengamatan pada kelompok perlakuan kontrol negatif.
Gambar 4. Grafik Konsumsi Pakan Tikus Pada Hari Ke 22, Hari Ke 23 dan Hari Ke 24
Gambar 5. Grafik Konsumsi Air Minum Tikus Pada Hari Ke 22, Hari Ke 23 dan Hari Ke 24
Berdasarkan konsumsi pakan dan air minum yang diamati pada 3 hari terakhir penelitian, kelompok perlakuan kontrol positif dan kelompok perlakuan dosis 3 memperlihatkan rerata konsumsi pakan yang cenderung lebih rendah dari kelompok lainnya. Gejala polifagia dan polidipsia secara bermakna diperlihatkan oleh kelompok perlakuan kontrol negatif, dimana konsumsi pakan dan air minum jauh lebih banyak daripada kelompok perlakuan lainnya.
Gambar 6. Grafik Peningkatan Volume Urine Tikus Pada Hari Ke 22, Hari Ke 23 dan Hari Ke 24
5
Gejala poliuria terjadi pada kelompok perlakuan kontrol negatif, hal ini dapat diindikasikan karena meningkatnya konsumsi air minum pada tikus yang mengalami diabetes. Volume urine meningkat akibat adanya perbedaan tekanan osmotik yang sejalan dengan munculnya peningkatan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemik. Diuresis osmotik akan memicu kondisi dehidrasi, kelaparan dan shock. Gejala haus dan lapar merupakan akibat dari kehilangan cairan dan ketidak mampuan tubuh menggunakan nutrisi.
Apple Cider Vinegar on Delayed Gastric Emptying in Patients with Type Diabetes Mellitus. A pilot study: BMC Gastroenterol. Vol. 7. Page 46. Iqbal. 2008. Rumah Madu. http://209.85.175.132/search?q=cache:0UmusF0GosJ:rumahmadu.com/2008_01_01_ar chive.html+dr.jamal+burhan+dari+universitas +iskandariyah+madu+luka+bakar&hl=id&ct= clnk&cd=1&gl=id Diakses pada tanggal 29 Maret 2015. Johnston, C.S., and Gaas, C. A. 2006. Vinegar: Medicinal Uses and Antiglycemic Effect. MedGenMed. 8(2): Page 61. Kawahito, S., Kitahata, H., and Oshita, S. 2009. Problems Associated with Glucose Toxicity: Role of Hyperglycemia-Induced Oxidative Stress. World Journal Gastroentero. 15(33): Page 4137-4142. Lanywati, E. 2001. Diabetes Mellitus Penyakit Kencing manis. Jakarta: Kanisius. Pari, L., dan Suman, S. 2010. Antihyperglycemic and antilipidperoxidative effect of flavonoid naringin in streptozotocin-nictonamide induced diabetic rats. International Journal Biologic Medical Research. Vol. 1. Page 206210.Riaz, A., Rafiq, A.K., and Mansoor, A. 2013. Glycemic Response of Citrus Limon, Pomegranate and Their Combinations in Alloxan-Induced Diabetic Rats. Australian Journal of Basic and Applied Sciences. 7(10): Page 215-219. Riyanti. 2010. Pengaruh Pemberian Jangka Panjang Ekstrak Etanol Herba Sambiloto (Andrographis Paniculata [Burm. F] Nees) Terhadap Fungsi Dan Gambaran Histologi Organ Pankreas Pada Tikus. (skripsi) Fakultas Farmasi. Bagian Farmakologi. Jakarta: Fakultas Farmasi Universitas Pancasila. Rohilla, A., dan Ali, S. 2012. Alloxan Induced Diabetes: Mechanisms and Effects. International Journal of Research in Pharmaceutical and Biomedical Sciences. 3(2): Page 819-823. Shaw, J.E., Sicree, R.A., and Zimmet, P.Z. 2010. Global Estimets Of The Prevalance Of Diabetes For 2010 and 2030. Diabetes Research and Clinical Practice. Page 4-14. Sunaryo, H., Siska, Dwitiyanti, Rizki, A. R., dan Helmi. 2014. Aktivitas Ekstrak Jahe Gajah (Zingiber Officinale) Dengan Zinc Terhadap Kadar Glukosa Darah Mencit Yang Diinduksi Streptozotocin Dan Pakan Hiperkolesterol. Jurnal Lemlit UHAMKA. Jakarta: Fakultas Farmasi dan Sains UHAMKA.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa : 1. Ramuan tradisional berbasis madu memiliki efektivitas sebagai antidiabetes pada tikus putih jantan galur Sprague Dawley yang diinduksi aloksan. 2. Ramuan tradisional berbasis madu dengan dosis 0,756 mL/200 g BB memiliki pengaruh yang lebih efektif dari dosis ramuan lainnya dalam menurunkan kadar glukosa darah tikus, namun masih memerlukan pengamatan untuk dosis pemeliharaan agar tidak terjadi kondisi hipoglikemia. Saran Untuk mendapatkan ramuan yang memiliki efektivitas dengan dosis terukur sebagai antidiabetes, perlu dibuat standar atau acuan berkaitan dengan bahan baku, formula bahan dan cara pembuatan ramuan. Perlu juga pengamatan lebih lanjut dengan menambah waktu pengobatan untuk mengetahui efek hipoglikemia dari ramuan yang diujikan, sehingga dapat menjadi bahan acuan untuk menentukan dosis pemeliharaan. DAFTAR PUSTAKA Agung, E.N. 2006. Hewan Percobaan Diabetes Melitus: Patologi Dan Mekanisme Aksi Diabetogenik. Yogyakarta: Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada. Banerjee, S.K., and Maulik, S.K. 2002. Effect of Garlic on Cardiovasculer Disorders: a review. Nutrition Journal. 1(4): Page 1-14. Elshater, A.A., Salman, M.M.A., and Moussa, M.M.A. 2009. Effect of Ginger extract consumption on level of blood glucose, lipid profile and kidney functions in alloxan induce-diabetic rats. Acad Journal Biologi. Egypt. 2(1): Page 153-162. Berg, A.J.J.V.D., Worm, E.V.D., Ufford, H.C.Q.V., Hoekstra, M.J., and Beukelman, C.J. 2008. An in Vitro Examination of the Antioxidant and Antiiflamantpry Properties of Buckwheat Honey. Journal of Wound Care. 17(4): Page 172.Hlebowicz, J., Darwiche, G., Björgell, O., and Almér, L.O. 2007. Effect of 6