FORMULA BISKUIT KAYA PROTEIN BERBASIS Spirulina DAN KERUSAKAN MIKROBIOLOGIS SELAMA PENYIMPANAN
OKTARINA FAJAR SARI
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
RINGKASAN OKTARINA FAJAR SARI. C34080008. Formula Biskuit Kaya Protein Berbasis Spirulina dan Kerusakan Mikrobiologis Selama Penyimpanan. Dibimbing oleh IRIANI SETYANINGSIH dan WINI TRILAKSANI. Biskuit merupakan salah satu makanan ringan atau jajanan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Namun, biskuit komersial yang beredar di pasaran memiliki kandungan gizi yang kurang seimbang. Kandungan protein biskuit relatif rendah, sedangkan karbohidrat dan lemak cukup tinggi. Inovasi produk biskuit perlu dilakukan untuk meningkatkan kandungan gizi dari biskuit tersebut, terutama kandungan protein sebagai upaya mengatasi permasalahan kurang energi protein (KEP) yang masih dihadapi masyarakat Indonesia. Peningkatan kandungan gizi biskuit dapat dilakukan dengan cara menambahkan bahan pangan tertentu yang memiliki kandungan gizi tinggi. Spirulina merupakan mikroalga memiliki kandungan protein tinggi (50%-70%) yang dapat digunakan sebagai suplemen makanan (food supplement). Penambahan Spirulina pada pembuatan biskuit diharapkan dapat meningkatkan kualitas gizi biskuit melalui keunggulankeunggulan Spirulina. Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan formula terbaik biskuit berbasis Spirulina, membandingkan kandungan gizi makro dan antioksidan, serta kerusakan mikrobiologis selama penyimpanan pada biskuit yang ditambah Spirulina dengan kontrol (tanpa penambahan Spirulina). Penelitian terdiri dari tiga tahap, tahap pertama yaitu penentuan formula terbaik biskuit berbasis Spirulina komersial. Pembuatan biskuit Spirulina menggunakan tiga formulasi yaitu penambahan S. platensis sebanyak 4 gram (P1), 6 gram (P2), dan 9 gram (P3). Penentuan formula biskuit terpilih berdasarkan nilai hedonik dan aktivitas antioksidan. Tahap kedua yaitu kultivasi Spirulina. Tahap ketiga yaitu pembuatan biskuit kontrol dan biskuit formula terbaik berbasis Spirulina kultivasi. Biskuit terpilih kemudian dianalisis proksimat, antioksidan, dan dihitung angka kecukupan gizi (AKG), serta dibandingkan dengan biskuit tanpa penambahan Spirulina (kontrol). Biskuit disimpan pada suhu ruang dengan kemasan plastik jenis High Density Polyethylen (HPDE) selama satu bulan. Analisis yang dilakukan selama penyimpanan meliputi Total Plate Count (TPC) dan pengukuran aktivitas air (aw). Formula biskuit terpilih yaitu biskuit dengan penambahan Spirulina 9 gram yang memiliki aktivitas antioksidan tertinggi. Kadar abu biskuit Spirulina yaitu 3,81% (bk), protein 13,28% (bk), dan lemak 7,49% (bk), sedangkan biskuit kontrol memiliki kadar abu 2,61% (bk), protein 9,36% (bk), dan lemak 7,42% (bk). Aktivitas antioksidan biskuit kontrol pada nilai IC50 yaitu 9283 ppm, sedangkan pada biskuit Spirulina 8017 ppm. Penambahan Spirulina memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kadar protein dan abu biskuit (P<0,05). Selama penyimpanan, total mikroba dan aktivitas air biskuit Spirulina dan biskuit kontrol mengalami peningkatan yang tidak signifikan. Pada akhir masa simpan, kadar aw pada masing-masing biskuit kontrol dan biskuit Spirulina yaitu 0,607 dan 0,558, sedangkan total mikroba yaitu 4,8x103 cfu/g (3,68 log) dan 6,8x103 cfu/g (3,83 log). Total mikroba tersebut masih berada dibawah batas standar maksimum, yaitu 1x104 cfu/g.
FORMULA BISKUIT KAYA PROTEIN BERBASIS Spirulina DAN KERUSAKANMIKROBIOLOGIS SELAMA PENYIMPANAN
OKTARINA FAJAR SARI C34080008
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Nama
: Formula Biskuit Kaya Protein Berbasis Spirulina dan Kerusakan Mikrobiologis Selama Penyimpanan : Oktarina Fajar Sari
NIM
: C34080008
Program studi
: Teknologi Hasil Perikanan
Judul Skripsi
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr.Ir. Iriani Setyaningsih, MS NIP. 19600925 198601 2 001
Dr. Ir. Wini Trilaksani, M.Sc NIP. 19610128 198601 2 001
Mengetahui : Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan
Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS., MPhil NIP. 19580511 198503 1 002
Tanggal pengesahan :
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “Formula Biskuit Kaya Protein Berbasis Spirulina dan Kerusakan Mikrobiologis Selama Penyimpanan” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka dibagian akhir skripsi ini.
Bogor, Februari 2013
Oktarina Fajar Sari
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat serta karunia-Nya penulis mampu menyelesaikan skripsi dengan judul ”Formula Biskuit Kaya Protein Berbasis Spirulina dan Kerusakan Mikrobiologis Selama Penyimpanan” dengan baik. Penelitian ini merupakan rangkaian dari Penelitian Unggulan Strategis dengan judul “Pengembangan Kultivasi Mikroalga untuk Pangan Sehat Berbasis Mikroalga”. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya atas bimbingan, dorongan, bantuan dan doa dari berbagai pihak terutama kepada: 1 Dr. Ir. Iriani Setyaningsih, MS dan Dr. Ir. Wini Trilaksani, M.Sc selaku dosen pembimbing, atas segala bimbingan dan pengarahan yang diberikan kepada penulis. 2
Dr. Ir. Bustami Ibrahim, M.Sc selaku penguji, atas kritik dan saran yang membangun untuk penyempurnaan karya ilmiah ini.
3
Dr. Ir. Agoes Mardiono Jacoeb, Dipl-Biol sebagai Ketua Program Studi Teknologi Hasil Perairan.
4
Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, Mphil, selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
5
Kedua orangtua tercinta Bapak dan Mama, adik tersayang Seila Mawarni dan Adelia Nareswari, yang telah memberikan kasih sayang, doa, dan motivasi yang tiada batas kepada penulis.
6
Sancha Sadewa yang selalu setia mendukung, menemani, dan memberikan semangat kepada penulis.
7
Teman seperjuanganku : Nurrahman, Dwilina A, M. Andi Rahman, Hilma Azri, Ahmad Budiarto, dan Listiavani terima kasih atas kebersamaan dan pengalaman berharga selama ini.
8
Tim Spirulina : Dita Agustina B, Trinita RS, Desi Kinandari, Dita Masluha, dan Diah AW atas kerjasama dan kenangan yang telah tercipta selama penelitian.
9
Teman-teman lab Ombeng : Emen, Rico, Hardi, Aksar, Ukon, Bang Ucok, Cecep, Icha, Dwi Andri, Ipi, Mpit, Edo, Elka yang memberi semangat, doa, serta keceriaan pada saat penyelesaian skripsi.
10 Keluarga besar Departemen Teknologi Hasil Perairan, Staff Dosen dan Tata Usaha (TU), serta teman-teman THP, khususnya teman-teman “Getex” THP 45, THP 44, THP 43, THP 46, dan THP 47 yang telah memberi dukungan dan memberikan semangat kepada penulis. 11 Keluarga Kosan SQ : Kak Dayu, Kak Mumpuni, Kak Septi, Hana, Nia, Fida, Boncel, Dudu, Fitra, Lia, Ulfa, Hanna Afida, Mita, dan Nururu yang telah memberikan kenyamanan dalam sebuah keluarga. 12 Semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat penulis sebutkan nama satu persatu. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihak demi penyempurnaan skripsi ini. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.
Bogor, Februari 2013
Oktarina Fajar Sari
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Adiluwih, Lampung pada.tanggal 19 Oktober 1991. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan bernama Nurhadi dan Mariana. Pendidikan formal yang ditempuh penulis dimulai di SDN 1 Adiluwih pada tahun 1997 hingga tahun 2003. Penulis melanjutkan pendidikan pada tahun yang sama di SMPN 1 Adiluwih hingga tahun 2006. Pendidikan formal selanjutnya ditempuh di SMAN 1 Gadingrejo pada tahun 2006 dan lulus pada tahun 2008. Penulis diterima sebagai mahasiswa di Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) pada tahun 2008. Selama perkuliahan, penulis aktif berorganisasi dalam Himpunan Profesi HIMASILKAN (Himpunan Mahasiswa Teknologi Hasil Perikanan) sebagai Staf Pengembangan Sumber Daya Mahasiswa (PSDM) tahun 2009-2011. Selain itu, penulis juga aktif sebagai asisten mata kuliah Ikhtiologi (2010-2011), Diversifikasi dan Pengembangan Produk Perairan (2011-2012), dan Teknologi Pemanfaatan Hasil Samping dan Limbah Industri Perairan (2011-2012). Penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, dengan judul ”Formula Biskuit Kaya Protein Berbasis Spirulina dan Kerusakan Mikrobiologis Selama Penyimpanan”. Dibimbing oleh Dr. Ir. Iriani Setyaningsih, MS dan Dr. Ir. Wini Trilaksani, M.Sc.
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... x DAFTAR TABEL ................................................................................................ xi DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xii 1 PENDAHULUAN ........................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1 1.2 Tujuan ....................................................................................................... 2 2 TINJAUAN PUSTAKA................................................................................... 3 2.1 Spirulina platensis ..................................................................................... 3 2.2 Biskuit ........................................................................................................ 5 2.3 Formula Biskuit ......................................................................................... 2.3.1 Tepung terigu ................................................................................... 2.3.2 Gula .................................................................................................. 2.3.3 Baking powder .................................................................................. 2.3.4 Vanili ................................................................................................ 2.3.5 Garam ............................................................................................... 2.3.6 Ragi .................................................................................................. 2.3.7 Tepung beras .................................................................................... 2.3.8 Minyak/Lemak ................................................................................. 2.3.9 Air .....................................................................................................
6 6 7 7 7 8 8 8 9 9
2.4 Kerusakan Mikrobiologis........................................................................... 9 2.4.1 Total mikroba ................................................................................... 10 2.4.2 Aktivitas air (water activity)............................................................. 10 2.5 Antioksidan ................................................................................................ 11 3 METODOLOGI ............................................................................................... 13 3.1 Waktu dan Tempat ..................................................................................... 13 3.2 Bahan dan Alat ........................................................................................... 13 3.3 Metode Penelitian ...................................................................................... 13 3.3.1 Kultivasi Spirulina ........................................................................... 15 3.3.2 Pembuatan biskuit Spirulina ............................................................ 16 3.4 Prosedur analisis ........................................................................................ 18 3.4.1 Kadar air (AOAC 2005) ................................................................... 18 3.4.2 Kadar abu (AOAC 2005).................................................................. 18 3.4.3 Kadar protein (AOAC 2005) ............................................................ 19 3.4.4 Kadar lemak (AOAC 2005).............................................................. 20 3.4.5 Analisis aktivitas air (aw).................................................................. 20 3.4.6 Analisis Total Plate Count (TPC) (BSN 2006) ................................ 20
Halaman 3.4.7 Analisis antioksidan (Molynuex 2004) ............................................ 22 3.5 Uji hedonik (BSN 2011b) ........................................................................... 23 3.6 Perhitungan Angka Kecukupan Gizi (AKG) (Almatsier 2006) ................. 23 3.7 Rancangan Percobaan (Mattjik dan Jaya 2006) ......................................... 23 3.8 Analisis Data (Daniel 1990) ...................................................................... 25 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................ 27 4.1 Penentuan Formula Biskuit Spirulina Terpilih .......................................... 27 4.2.1 Pengujian hedonik ............................................................................ 27 4.2.2 Aktivitas antioksidan ........................................................................ 32 4.2.3 Penentuan formula terpilih ............................................................... 33 4.2 Karakteristik Spirulina platensis ............................................................... 33 4.3 Karakteristik Biskuit .................................................................................. 36 4.3.1 Komposisi kimia biskuit ................................................................... 37 4.3.2 Aktivitas antioksidan biskuit ............................................................ 39 4.3.3 Kerusakan mikrobiologis ................................................................. 40 4.3.4 Angka Kecukupan Gizi (AKG) Biskuit Spirulina ........................... 44 4.4 Saran Penyajian .......................................................................................... 45 5 SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 48 5.1 Simpulan .................................................................................................... 48 5.2 Saran .......................................................................................................... 48 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 49 LAMPIRAN ......................................................................................................... 55
ix
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1 Morfologi Spirulina platensis ....................................................................... 5 2 Diagram alir penentuan biskuit formula terpilih ........................................... 14 3 Diagram alir pembuatan dan karakteristik biskuit ....................................... 15 4 Diagram alir kultivasi Spirulina ................................................................... 16 5 Diagram alir pembuatan biskuit ................................................................... 17 6 Histogram nilai rata-rata penampakan biskuit Spirulina ............................. 28 7 Histogram nilai rata-rata tekstur biskuit Spirulina ....................................... 29 8 Histogram nilai rata-rata warna biskuit Spirulina ........................................ 30 9 Histogram nilai rata-rata rasa biskuit Spirulina ........................................... 31 10 Histogram nilai rata-rata aroma biskuit Spirulina ........................................ 32 13 Hasil uji aktivitas antioksidan biskuit Spirulina pada berbagai penambahan................................................................................................... 33 12 Histogram komposisi kimia biskuit ............................................................. 37 13 Aktivitas antioksidan biskuit pada berbagai penambahan Spirulina ............ 39 14 Perubahan nilai total mikroba selama penyimpanan .................................... 41 15 Perubahan aktivitas air biskuit selama penyimpanan ................................... 42 16 Hubungan aw dengan laju reaksi relatif (Winarno 2008) ............................. 43
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1 Kandungan gizi Spirulina platensis ............................................................... 4 2 Persyaratan mutu biskuit (SNI 2973-2011) ................................................... 6 3 Formula biskuit Spirulina .............................................................................. 17 4 Hasil karakterisasi Spirulina platensis ........................................................... 34 5 Informasi nilai gizi biskuit Spirulina ............................................................. 45 6 Informasi nilai gizi biskuit kontrol ................................................................. 45 7 Perbandingan nilai gizi biskuit Spirulina dan komersial ............................... 46 8 Kandungan gizi biskuit Spirulina dalam berbagai takaran saji ...................... 46
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1 Analisis ragam terhadap kandungan gizi makro biskuit ................................ 56 2 Score sheet uji hedonik (uji kesukaan) biskuit ............................................... 59 3 Hasil perankingan dan uji Kruskal-Wallis penentuan formula terpilih ......... 60 4 Penentuan penambahan Spirulina .................................................................. 61 5 Perhitungan angka kecukupan gizi ................................................................. 62 6 Media kultivasi Spirulina ............................................................................... 63
1
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Biskuit merupakan salah satu makanan ringan atau snack yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Produk ini merupakan produk kering yang memiliki kadar air rendah. Saksono (2012) menyatakan bahwa berdasarkan data asosiasi industri, tahun 2012 konsumsi biskuit diperkirakan meningkat 5%-8% didorong oleh kenaikan konsumsi domestik. Biskuit dikonsumsi oleh seluruh kalangan usia, baik bayi hingga dewasa namun dengan jenis yang berbeda-beda. Namun, biskuit komersial yang beredar di pasaran memiliki kandungan gizi yang kurang seimbang. Kebanyakan biskuit memiliki kandungan karbohidrat dan lemak yang tinggi, sedangkan kandungan protein yang relatif rendah. Sementara Indonesia masih menghadapi permasalahan gizi, salah satunya yaitu kurangnya konsumsi energi protein (KEP) oleh masyarakat. Kekurangan energi protein adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi (AKG). yang
dianjurkan
berdasarkan
Keputusan
Angka kecukupan protein
Menteri
Kesehatan
Nomor
1593/MENKES/SK/XI/2005 yaitu 50-60 gram per hari untuk dewasa berusia 20-49 tahun dan 45 gram per hari untuk anak-anak usia 7-9 tahun (Permenkes 2005). Data riset kesehatan dasar (Riskesdas) yang dilakukan pada tahun 2007 dan 2010 menunjukkan bahwa rata-rata asupan kalori dan protein anak balita masih di bawah Angka Kecukupan Gizi (Lestijaman 2012). Protein
sangat
penting
untuk
tubuh,
karena
membantu
proses
pertumbuhan. Fungsi protein antara lain sebagai zat pengatur pergerakan, pertahanan tubuh, sebagai enzim, penunjang mekanis, serta alat pengangkut (Winarno 2008). Kurang energi protein pada anak-anak dapat menghambat pertumbuhan, rentan terhadap penyakit infeksi dan mengakibatkan rendahnya tingkat kecerdasan. Penyakit akibat kurangnya energi dan protein ini dikenal dengan kuashiorkor dan marasmus (Almatsier 2006). Inovasi produk biskuit perlu dilakukan untuk meningkatkan kandungan gizi dari biskuit tersebut, terutama kandungan protein. Peningkatan kandungan
2
gizi biskuit dapat dilakukan dengan cara menambahkan bahan pangan tertentu yang memiliki kandungan gizi tinggi. Salah satu bahan pangan yang dianjurkan oleh FAO (2008) untuk ditambahkan kedalam biskuit guna meningkatkan gizi biskuit adalah Spirulina. Spirulina merupakan salah satu jenis mikroalga yang dapat dijadikan sumber pangan dalam bentuk bubuk dan digabungkan dengan makanan lain seperti sup, pasta, minuman instan, dan lain-lain. Spirulina merupakan mikroalga multiseluler dan memiliki filamen hijaubiru,
serta
memiliki
kandungan
protein
50%-70%
dari
berat
kering
(Richmond 1989). Spirulina platensis merupakan mikroalga dengan komposisi yang tepat untuk digunakan sebagai suplemen makanan (food supplement). Beberapa penelitian telah dilakukan guna mengetahui manfaat Spirulina. Colla et al. (2007) dalam penelitiannya melaporkan bahwa S. platensis memiliki aktivitas antioksidan, dengan komponen fenol sebanyak 4,997 µg/g Spirulina. Alvarenga et al. (2011) melaporkan bahwa S. platensis dalam keadaan kering mengandung protein (58,20%) yang terdiri dari asam amino seperti serine, glycine, arginine, threonine, alanine, tyrosine, valine, methionine, cystine, isoleucine, leucine, phenylalanine yang lebih banyak jika dibandingkan dengan protein yang berasal dari tepung kedelai (46,47%). Penambahan Spirulina pada pembuatan biskuit diharapkan dapat meningkatkan kualitas gizi biskuit melalui keunggulan-keunggulan Spirulina, serta memiliki added value berupa kandungan antioksidan. Kandungan biopigmen Spirulina merupakan bahan pewarna alami yang aman untuk bahan pangan, dengan demikian diharapkan menghasilkan biskuit dengan nilai tambah yang baik untuk kesehatan. Namun, biskuit berbasis Spirulina belum banyak diteliti, sehingga perlu diketahui formulasi dalam pembuatan biskuit tersebut.
1.2 Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan formula terbaik biskuit berbasis Spirulina, membandingkan kandungan gizi makro dan antioksidan, serta kerusakan mikrobiologis selama penyimpanan pada biskuit yang ditambah Spirulina dengan kontrol (tanpa penambahan Spirulina).
3
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Spirulina platensis Spirulina platensis merupakan cyanobakter (alga hijau-biru) yang sudah banyak digunakan sebagai bahan pangan. Spirulina platensis kaya akan protein, lemak, karbohidrat, dan elemen penting lainnya. Alvarenga et al. (2011) melaporkan bahwa Spirulina platensis dalam keadaan kering mengandung protein yang terdiri dari asam amino seperti serine, glycine, arginine, threonine, alanine, tyrosine, valine, methionine, cystine, isoleucine, leucine, phenylalanine yang lebih banyak jika dibandingkan dengan protein yang berasal dari tepung kedelai. Mikroalga ini banyak digunakan sebagai bahan untuk nutraceutical karena memiliki fitonutrien (fikosianin, karoten, xanthophylls), gamma linolenic acid (GLA), galactolipids, sulfolipids, klorofil, dan mineral (Thomas 2010). Spirulina memperlihatkan aktivitas biologi seperti anti-hipertensi dan antihiperlipemic (Torres-Duran et al. 2007), pencegahan terhadap kanker pada hewan tikus (Ismail et al. 2009) dan hepatoprotektif terhadap toksisitas kadmium (Karadeniz et al. 2008). Mikroalga ini juga memiliki aktivitas antioksidan (Estrada et al. 2001). Spirulina platensis telah dibuktikan dapat dijadikan suplemen untuk penderita malnutrisi dan HIV di Afrika, yang dapat meningkatkan berat badan dan sistem imun karena gizi tinggi yang dimiliki Spirulina (Kenfack et al. 2011). Spirulina platensis dapat dimanfaatkan sebagai suplemen bahan pakan, makanan, dan pengobatan. Mikroalga ini mengandung semua nutrien makanan dalam konsentrasi yang tinggi, dan telah diterima sebagai makanan yang mempunyai banyak fungsi, sebagai suplemen, atau sebagai makanan pelengkap. Spirulina telah dinyatakan aman untuk dikonsumsi manusia. Hal tersebut juga didukung oleh bukti digunakannya Spirulina sebagai sumber pakan sejak dahulu oleh penduduk Afrika dan Mexico (Kenfack et al. 2011). Spirulina platensis telah digunakan sebagai suplemen makanan di Amerika Utara. Di Afrika, Spirulina digunakan sebagai sumber makanan tradisional. Spirulina membantu sistem imun dalam melawan infeksi (Susanna et al. 2007). Antioksidan merupakan salah satu komponen yang dapat menjaga sistem imun tubuh karena dapat menangkal
4
radikal bebas. Antioksidan pada S. platensis salah satunya dapat diketahui dengan banyaknya komponen fenol yang terkandung. Colla et al. (2007) melaporkan komponen fenol tertinggi pada S. platensis yaitu 4,997±0,373 µg per gram S. platensis yang dikultivasi pada suhu 35°C dalam media yang ditambah sodium nitrat 1,875 g/L. Kandungan gizi S. platensis disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Kandungan gizi Spirulina platensis Kandungan Komposisi umum Protein Karbohidrat Lemak Mineral
60%-69% 16%-20% 5%-7% 6%-9%
Fitopigmen Total karotenoid Beta karoten Xanthopylls Zeaxanthin Chlorophyll Phycocyanin
mg/100 g 400-650 150-250 250–470 125–200 1300–1700 15000–19000
Asam lemak Myristic acid Palmitic acid Stearic acid Oleic acid Linoleic acid Gamma-linolenic acid
g/100 g 0,01–0,03 2,00–2,50 0,01–0,05 0,10–0,20 0,75–1,20
Vitamin Vitamin B1 (Thiamine) Vitamin B2 (Riboflavin) Vitamin B3 (Niacin) Vitamin B6 (Pyridoxine) Vitamin B12 (Analogue) Folic acid Inositol Vitamin K
mg/100 g
Sumber : Thomas (2010)
Jumlah
1,00–1,50
0,15–0,30 4,00–7,00 10,0–25,0 0,50–1,50 0,10–0,30 0,05–0,30 70,0–90,0 0,90–1,05
Kandungan Mineral Kalsium Fosfor Magnesium Besi Sodium Potassium Seng Tembaga Mangan Chromium Selenium
Jumlah mg/100 g 60–110 700–1000 200–300 25–40 700–1000 1000–1500 1,0–3,0 0,2–0,4 1,0–3,0 0,1–0,3 0,003–0,010
Asam amino Alanine Arginine Aspartic acid Cystine Glutamic acid Glycine Histidine Isoleucine Leucine Lysine Methionine Phenyl alanine Proline Serine Threonine Tryptophane Tyrosine Valine
g/100 g 4,0–5,0 3,0–5,0 1,5–3,0 0,5–0,75 6,0–9,0 2,0–4,0 0,5–1,5 3,0–4,0 3,0–5,0 3,0–6,0 1,0–6,0 2,5–3,5 2,0–3,0 3,0–4,5 1,5–3,0 1,0–2,0 1,0–3,0 1,0–3,5
5
Spirulina adalah kelompok alga biru hijau yang merupakan salah satu sumber pangan dan pakan potensial dengan kandungan pigmen fikosianin yang tinggi dan mencapai 20% dari total protein selnya, yaitu 15–19 gram (Thomas 2010). Kandungan pigmen fikosianin yang tinggi menjadi daya tarik bagi pengembangan dan dianggap memiliki pasar yang potensial dalam industri pangan dan kesehatan karena fikosianin memiliki karakteristik antioksidan dan dapat berfungsi inflamatori, menghambat tumor nekrosis, dan melindungi sel-sel syaraf (Chrismandha et al. 2006). Nagaraj et al. (2011) melaporkan bahwa perlakuan dengan C-fikosianin dari S. platensis (75 mg/kg berat badan) menunjukkan aktivitas antioksidan dan mengurangi stress oksidatif yang dihasilkan selama CCl4 (karbon tetraklorida) diinduksi pada tikus. Morfologi S. platensis disajikan pada Gambar 1.
(a)
(b)
Gambar 1 Morfologi Spirulina platensis (a) FAO (2008) (b) Koleksi pribadi. 2.2 Biskuit Biskuit merupakan produk makanan yang dibuat dari bahan dasar terigu yang dipanggang hingga kadar air kurang dari 5%. Biskuit adalah produk bakeri kering yang dibuat dengan cara memanggang adonan yang terbuat dari tepung terigu dengan atau subtitusinya, minyak atau lemak, dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan (BSN 2011a). Komponen terbesar dalam pembuatan biskuit yaitu tepung terigu (Manley 2000). Persyaratan mutu biskuit menurut Standar Nasional Indonesia tahun 2011 disajikan pada Tabel 2.
6
Tabel 2 Persyaratan mutu biskuit (SNI 2973-2011) Kriteria Uji Keadaan - Bau - Rasa - Warna Kadar air (b/b) Protein (b/b) Asam lemak bebas (sebagai asam oleat) (b/b) Cemaran logam - Timbal (Pb) - Cadmium (Cd) - Timah (Sn) - Merkuri (Hg) - Arsen (As) Cemaran mikroba - Angka Lempeng Total (ALT) - Coliform - Eschericia coli - Salmonella sp. - Staphylococcus aureus - Bacillus cereus - Kapang dan khamir
Persyaratan Normal Normal Normal Maksimal 5% Minimal 5% Maksimal 1,0
Maksimal 0,5 Maksimal 0,2 Maksimal 40 Maksimal 0,05 Maksimal 0,5 Maksimal 1x104 20 <3 Negatif Maksimal 1x102 Maksimal 1x102 Maksimal 2x102
Sumber : Badan Standarisasi Nasional (2011)
Penggolongan biskuit dilakukan berdasarkan beberapa hal, antara lain berdasarkan nama dan metode pembentukan adonan. Beberapa nama biskuit yang diketahui berdasarkan tekstur dan kekerasan yaitu biskuit, crackers, dan cookies, sedangkan metode pembentukan adonan antara lain fermentasi dan laminasi (lapisan) (Manley 2000).
2.3 Formula Biskuit Pembuatan biskuit dilakukan dengan pencampuran bahan-bahan tertentu. Beberapa bahan yang digunakan dalam pembuatan biskuit yaitu tepung terigu, gula, baking powder, vanili, garam, ragi, tepung beras, lemak, dan air. 2.3.1 Tepung terigu Tepung terigu merupakan bahan utama dalam pembuatan biskuit. Tepung ini tidak berkontribusi terhadap flavor dari biskuit, tetapi berkontribusi terhadap tekstur, kekerasan, serta bentuk atau potongan biskuit. Prinsip penentuan
7
penggunaan tepung terigu dalam pembuatan biskuit yaitu berdasarkan kualitas dan kuantitas protein, yang menentukan gluten yang akan terbentuk ketika tepung dicampur dengan air. Kebanyakan biskuit dapat dibuat dengan tepung terigu yang rendah protein dan memiliki gluten yang kurang baik. Tepung terigu yang memiliki kandungan protein kurang dari 9% baik untuk pembuatan biskuit, sedangkan untuk pembuatan adonan crackers fermentasi sebaiknya menggunakan tepung dengan kadar protein 10,5% atau lebih (Manley 2000). 2.3.2 Gula Fungsi gula dalam pembuatan biskuit adalah sebagai pemberi rasa manis, pembentuk tekstur, dan pemberi warna pada permukaan biskuit. Gula (sukrosa) dalam adonan biskuit yang ditambahkan ragi, membantu terbentuknya gas dalam adonan. Gula dalam adonan biskuit akan terlarut dan menyebar, tergantung dari kandungan air, dan kemudian akan mengkristal kembali setelah pemanasan (baking). Hal tersebut akan berimbas terhadap tekstur biskuit. Konsentrasi gula yang ditambahkan akan mempengaruhi aktivitas air dan pertumbuhan mikroba dalam biskuit. Gula juga berperan dalam memperpanjang masa simpan biskuit, karena sifatnya yang higroskopis (menahan air). Jenis gula yang biasa digunakan dalam pembuatan biskuit adalah sukrosa, yaitu pemanis yang mengandung kalori atau memberikan sumbangan energi pada bahan pangan (Manley 2000). 2.3.3 Baking powder Baking powder atau soda kue merupakan senyawa natrium bikarbonat (NaHCO3) yang memiliki sifat sebagai bahan pengembang. Bahan pengembang adalah senyawa kimia yang apabila terurai akan menghasilkan gas dalam adonan (Winarno 2008). Kelebihan baking soda dalam pembuatan biskuit dapat mengakibatkan biskuit terasa asam (rasa menyerupai rasa baking soda), tekstur yang remah, dan warna yang kurang menarik. Normalnya, pH biskuit adalah 7,0±0,5 dan untuk mencapai nilai pH tersebut dapat dengan menggunakan jumlah tertentu baking soda (Manley 2000). 2.3.4 Vanili Vanili adalah senyawa organik dengan rumus C8H8O3 (4-hidroksi-3metoksi benzaldehid). Vanili merupakan komponen utama dari sekitar 200 jenis senyawa beraroma yang terdapat dalam buah vanila (Vanillia spp.). Berat vanili
8
adalah sekitar 2-2,75% dari berat
kering buah vanila
yang terawat
(Suwarso et al. 2002). Vanili memiliki bau yang harum sehingga senyawa ini banyak digunakan untuk memberi aroma pada berbagai jenis makanan dan minuman seperti es krim, coklat, kue, biskuit, dan lain-lain (Yuliani 2008). Vanili berfungsi untuk pemberi flavor. Flavor merupakan komponen yang memiliki karakteristik yang dapat menimbulkan efek sensoris. Flavor dirasakan terutama oleh indera perasa dan indera penciuman dan secara umum oleh berbagai reseptor yang ada di dalam mulut. Flavor sintetik dibuat dari bahan organik dan bahan kimia yang telah diisolasi dari sumber-sumber alami (Kaya 2008). 2.3.5 Garam Garam digunakan sebagai pemberi rasa atau untuk meningkatkan rasa, efektif pada konsentrasi penambahan 1–1,5% dari banyaknya terigu. Garam yang ditambahkan ke dalam adonan juga menguatkan gluten dan adonan menjadi tidak terlalu lengket. Apabila tidak ditambahkan garam ke dalam adonan, maka adonan akan menjadi lebih lengket (Visireddy 2011). 2.3.6 Ragi Terdapat beberapa jenis ragi, tetapi umumnya ragi yang digunakan untuk fermentasi adonan yaitu Saccharomyces cerevisiae. Fungsi utama ragi adalah mengembangkan adonan. Pengembangan adonan terjadi karena ragi menghasilkan gas karbondioksida (CO2) dan alkohol dari gula selama fermentasi. Gas ini kemudian terperangkap dalam jaringan gluten yang menyebabkan adonan bisa mengembang (Manley 2000). Komponen lain yang terbentuk selama proses fermentasi adalah asam dan alkohol yang berkontribusi terhadap rasa dan aroma roti, namun alkohol akan menguap dalam proses pemanggangan roti (Rahayu 2012). 2.3.7 Tepung beras Tepung beras dibuat dari beras yang digiling. Tepung beras mempunyai sifat fisik dan sensori yang khas sehingga mempunyai potensi sebagai ingredient pangan. Satu sifat penting dari tepung beras adalah nonallergenic sehingga secara khusus dapat dimanfaatkan untuk mensubstiutsi tepung lain, khususnya tepung terigu (Hariyadi 2005). Ukuran partikel tepung beras juga berpengaruh terhadap sifat-sifat fungsionalnya. Tepung yang mempunyai ukuran lebih halus mempunyai
9
penyerapan air yang lebih tinggi. Kerusakan pati pada tepung yang berukuran kasar lebih rendah daripada tepung halus. Tepung jenis ini lebih banyak digunakan untuk pembuatan roti yang menggunakan bahan 100% tepung beras, sedangkan tepung halus yang mengalami kerusakan pati yang lebih tinggi lebih disukai untuk tepung campuran yang mengandung 36% tepung beras (Hutabarat 2001). Tepung beras sangat lunak. Tepung ini biasanya digunakan dalam skala kecil untuk mensubtitusi tepung terigu, sehingga dapat memberikan tekstur yang lebih lembut (Manley 2000). 2.3.8 Minyak/Lemak Lemak biasa digunakan untuk memberikan efek shortening sehingga memperbaiki struktur fisik seperti volume pengembangan, tekstur dan kelembutan, serta memberi flavor. Lemak berfungsi memperbaiki kualitas penerimaan, melembutkan, membantu pengembangan, membantu penyebaran dan memberikan flavor. Lemak dapat melembutkan, membuat renyah dengan cara melapisi molekul pati dan gluten dalam tepung serta memutuskan ikatannya, dan membatasi daya serap air (Manley 2000). 2.3.9 Air Air berperan sebagai katalis dalam melarutkan bahan-bahan lain agar bisa bercampur. Air yang ditambahkan kedalam adonan biskuit akan hilang selama proses pemanasan (pemanggangan), akan tetapi kualitas air dapat mempengaruhi adonan biskuit. Air yang digunakan harus memenuhi syarat air minum sehingga terhindar dari mikroorganisme yang merugikan (Manley 2000).
2.4 Kerusakan Mikrobiologis Kerusakan mikrobiologis tidak hanya terjadi pada bahan mentah, tetapi juga pada bahan setengah jadi maupun pada bahan hasil olahan. Kerusakan mirobiologis yang disebabkan pertumbuhan mikroba pada produk dapat menyebabkan perubahan organoleptik, penurunan nilai gizi, serta dapat menyebabkan penyakit dan keracunan. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kerusakan pada produk pangan, yaitu massa oksigen, uap air, cahaya, mikroorganisme, kompresi atau bantingan, dan bahan kimia toksik atau off flavor. Faktor-faktor tersebut dapat mengakibatkan terjadinya penurunan mutu
10
lebih lanjut, seperti oksidasi lipida, kerusakan vitamin, kerusakan protein, perubahan bau, reaksi pencoklatan, perubahan unsur organoleptik, dan kemungkinan terbentuknya racun (Herawati 2008). Kerusakan mikrobiologis pada bahan pangan dapat dilihat salah satunya dengan menghitung total mikroba. Angka Lempeng Total (ALT) atau Total Plate Count (TPC) merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengetahui pendugaan jumlah bakteri. Pertumbuhan mikroba berhubungan dengan adanya air. Air dalam bahan pangan yang dapat digunakan untuk pertumbuhan mikroba disebut dengan aktivitas air (aw) atau water activity. 2.4.1 Total mikroba Mikroba mempengaruhi mutu produk pangan juga menentukan keamanan produk tersebut dikonsumsi. Pertumbuhan mikroba pada produk pangan dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik mencakup keasaman (pH), aktivitas air (aw), equilibrium humidity (Eh), kandungan nutrisi, struktur biologis, dan kandungan antimikroba. Faktor ekstrinsik meliputi suhu penyimpanan, kelembapan relatif, serta jenis dan jumlah gas pada lingkungan (Arpah 2007). Media Plate Count Agar (PCA) umumnya digunakan pada metode TPC, yang ditujukan untuk seluruh mikroorganisme yang ada pada produk. Media PCA digunakan untuk menghitung jumlah bakteri aerobik (Amran dan Abbas 2011). Pada metode TPC, hanya bakteri hidup yang dapat dihitung sehingga hasil perhitungan tidak menunjukkan jumlah bakteri yang sesungguhnya karena beberapa
bakteri
yang
berdekatan
mungkin
membentuk
satu
koloni
(Sugihartuti at al. 2010). 2.4.2 Aktivitas air (water activity) Kandungan air dalam bahan makanan mempengaruhi daya tahan bahan makanan terhadap serangan mikroba yang dinyatakan dengan aktivitas air (aw). Aktivitas air (water activity) adalah jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroba
untuk
pertumbuhannya.
Istilah
aktivitas
air
digunakan
untuk
menjabarkan air bebas dalam suatu sistem yang dapat menunjang reaksi biologis dan kimiawi. Kandungan air dan aktivitas air mempengaruhi perkembangan reaksi pembusukan secara kimiawi dan mikrobiologi dalam makanan. Aktivitas air
11
merupakan faktor penting yang mempengaruhi kestabilan makanan kering selama penyimpanan. Aktivitas air merupakan faktor utama yang mempengaruhi kualitas simpan sejumlah makanan, dengan demikian diperlukan pengemasan untuk membantu mempertahankan kualitas makanan (Fennema 1996). Aktivitas air menggambarkan status energi air dalam sistem, yang didefinisikan sebagai perbandingan tekanan uap air dalam suatu bahan (P) terhadap tekanan uap air murni (Po) pada temperatur yang sama. Aktivitas air dinyatakan dalam angka antara 0 sampai 1,0 yang secara langsung juga sebanding dengan keadaan kelembaban relatif (relative humidity/RH) 0% sampai 100% (Fennema 1996).
Berikut beberapa hubungan antara aktivitas air dan mutu makanan. Pertumbuhan bakteri hampir tidak mungkin pada aktivitas air lebih kecil dari 0,90. Jamur dan ragi pertumbuhannya terhambat pada selang aw 0,80-0,88. Kebanyakan enzim seperti amilase, phenoloxidases, dan peroksidase tidak aktif ketika aktivitas air di bawah 0,85 (deMan 1999). Kisaran aw untuk pertumbuhan bakteri adalah 0,9, khamir 0,8–0,9, dan kapang 0,6-0,7 (Winarno 2008).
2.5 Antioksidan Antioksidan adalah suatu senyawa yang dapat menunda atau mencegah oksidasi lemak atau molekul lain dengan cara menghambat terjadinya proses inisiasi atau propagasi reaksi rantai oksidatif. Antioksidan saat ini banyak dimanfaatkan dalam bidang pangan. Makanan yang mengandung lemak dan minyak dapat teroksidasi secara perlahan selama penyimpanan. Proses oksidasi tersebut menyebabkan kemunduran mutu dan sensori dari produk. Autooksidasi lemak dan minyak pada makanan diduga dapat dicegah dengan menggunakan inhibitor (penghambat) oksidasi atau antioksidan. Antioksidan sintesis seperti Butylated Hydroxyl Anisole (BHA) dan Butylated hydroxyl Toluene (BHT) sering digunakan sebagai antioksidan untuk makanan. Kegunaan dari antioksidan sintesis telah
mulai
dibatasi
karena
mengandung
racun.
Antioksidan
sintesis
memberikan efek negatif yang dapat menyebabkan terjadinya kanker dan penyakit
12
hati (Lee et al. 2010). Tumbuhan cukup mendapat perhatian sebagai sumber komponen aktif biologi, termasuk antioksidan, anti-mutagen, dan anti-kanker. Penambahan antioksidan alami dapat meningkatkan umur simpan makanan yang mengandung minyak dan lemak. Selain itu, antioksidan alami aman digunakan serta memberi manfaat bagi kesehatan (Reddy et al. 2005). Beberapa reaksi biokimia dalam tubuh menghasilkan oksigen reaktif (reactive oxygen species) dan dapat menyebabkan penyakit. Bahaya radikal bebas dapat dicegah menggunakan antioksidan dengan cara mengikat radikal bebas dan mendetoksifikasi (Ebrahimzadeh et al. 2009). Penggunaan DPPH (2,2-DiPhenyl1-Picryl-Hydrazyl) sebagai pengujian antioksidan dapat untuk bermacam-macam sampel. Perubahan warna DPPH dari ungu menjadi kuning apabila terjadi reduksi donasi ion H- atau elektron. Beberapa komponen yang diduga memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi yaitu kelompok fenol, karotenoid, fikobiliprotein, klorofil, dan turunan klorofil (Wang et al. 2007). Berdasarkan mekanisme kerjanya antioksidan digolongkan menjadi 3 kelompok, yaitu antioksidan primer, sekunder, dan tersier. Suatu senyawa digolongkan sebagai antioksidan primer apabila dapat memberikan atom hidrogen secara cepat kepada senyawa radikal, contohnya enzim katalase dan glutation peroksidase. Antioksidan primer bekerja dengan cara mencegah pembentukan senyawa radikal bebas baru, atau mengubah radikal bebas yang telah terbentuk menjadi molekul yang kurang reaktif. Antioksidan sekunder (eksogenus atau nonenzimatis) merupakan antioksidan yang bersifat preventif. Terbentuknya senyawa oksigen reaktif dihambat dengan cara pengkelatan metal atau dirusak pembentukannya. Antioksidan sekunder meliputi vitamin E dan C, β-karoten, flavonoid, bilirubin, dan albumin. Antioksidan tersier meliputi sistem enzim DNArepair dan metionin sulfoksida reduktase. Enzim tersebut berfungsi dalam perbaikan
biomolekuler
(Winarsi 2011).
yang
rusak
akibat
reaktivitas
radikal
bebas
13
3 METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada Maret 2012 hingga November 2012. Penelitian diawali dengan pembuatan biskuit dilakukan di Laboratorium Preservasi dan Pengolahan Hasil Perikanan. Kultivasi Spirulina dilakukan di Laboratorium Bioteknologi 2 Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Pengujian kandungan gizi dan kerusakan mikrobiologis biskuit dilakukan di Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Laboratorium Bioteknologi 2 Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan dan Laboratorium Analisis Terpadu Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
3.2 Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian yaitu biomassa Spirulina, bibit Spirulina, media Walne, media Zarrouk teknis modifikasi, air laut, vitamin B12, akuades, tepung terigu, tepung beras, tepung gula, ragi, garam, vanili, baking powder (NaHCO3), minyak, air, tablet Kjeltab, H2SO4, akuades, NaOH, asam borat, HCl, n-heksana, MgCl2, Mg(NO3)2, NaCl, LiCl, Ba(Cl)2, Plate Count Agar (PCA), serta garam fisiologis. Alat-alat yang digunakan adalah aw meter Novasina ms1, spectro uv-vis RS spectrofotometer uv-2500 , tabung kjeltec, kertas saring, kapas, buret, tabung soxhlet, labu takar, tabung reaksi, gelas arloji, alumunium foil, pipet tetes, pipet mikro, oven, tanur, cawan, desikator, plankton net, pompa udara, akuarium, lampu UV, autoklaf, oven, baskom, timbangan, plastik, dan score sheet, water quality meter (WQM), dan filter.
3.3 Metode Penelitian Penelitian ini meliputi tiga tahap. Tahap pertama yaitu penentuan formula terbaik biskuit berbasis Spirulina komersial. Pembuatan biskuit Spirulina menggunakan tiga formulasi yaitu penambahan S. platensis sebanyak 4 gram (P1), 6 gram (P2), dan 9 gram (P3). Penentuan formula biskuit dilakukan dengan cara pengujian
hedonik
(BSN
2011b)
dan
pengujian
aktivitas
antioksidan
(Molyneux 2004). Tahap kedua yaitu kultivasi Spirulina. Spirulina hasil kultivasi
14
dan Spirulina komersial dikarakterisasi kandungan proksimat (kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak mengacu AOAC 2005) dan analisis antioksidan (Molyneux 2004). Tahap ketiga yaitu pembuatan biskuit kontrol dan biskuit formula terbaik dengan berbasis Spirulina kultivasi. Analisis yang dilakukan meliputi analisis proksimat (AOAC 2005), antioksidan (Molyneux 2004), dan kerusakan mikrobiologis. Produk disimpan pada suhu ruang dengan kemasan plastik High Density Polyethylen (HDPE) selama satu bulan. Analisis kerusakan mikrobiologis dilakukan dengan metode Total Plate Count (TPC) yang mengacu BSN (2006), dan uji aktivitas air (aw) dengan menggunakan alat aw meter Novasina ms1. Tahapan penelitian disajikan dalam diagram alir pada Gambar 2 dan Gambar 3. Bahan biskuit : tepung terigu, tepung beras, gula, ragi, garam, baking powder, minyak, air
Spirulina komersial 4 gram
Spirulina komersial 6 gram
Spirulina komersial 9 gram
Pembuatan biskuit
Pengujian antioksidan dan hedonik
Biskuit formula terpilih Gambar 2 Diagram alir penentuan biskuit formula terpilih.
15
Pembuatan biskuit tanpa ditambah Spirulina
Pembuatan biskuit ditambah 9 gram Spirulina
Biskuit kontrol
Biskuit Spirulina
- Pengujian proksimat - Pengujian antioksidan - Perhitungan AKG
Penyimpanan
- Analisis TPC - Pengukuran aw
Gambar 3 Diagram alir pembuatan dan karakteristik biskuit. 3.3.1 Kultivasi Spirulina Kultivasi Spirulina dilakukan dalam toples, akuarium, dan bak besar dengan intensitas cahaya tidak lebih dari 3000 lux dan diaerasi setiap hari. Stok Spirulina sebanyak 10% (v/v) dimasukkan kedalam air laut steril (salinitas 15 ppt) yang sudah ditambah media. Media yang digunakan merupakan media zarrouk teknis modifikasi yang terdiri dari MgSO4, K2SO4, CaCl2, Na 2 EDTA, FeCl3, urea, ZA, Na2HPO4, NaHCO3, dan vitamin B12. Alat dan bahan yang digunakan selama proses kultivasi harus dalam keadaan steril. Sterilisasi dilakukan dengan cara autoklaf atau di-UV. Air laut disterilisasi dengan penambahan klorin dan tiosulfat. Kultivasi dilakukan sampai nilai Optical Density (OD) atau kepadatan sel ≥ 0,5. Spirulina dipanen dengan disaring menggunakan plankton net. Biomasa yang didapatkan kemudian dibilas dengan air destilasi untuk menghilangkan komponen media kultur, lalu dikeringkan. Diagram alir kultivasi Spirulina disajikan pada Gambar 4.
16
Air laut
Penambahan media walne dan bibit Spirulina 10%*
Pemberian aerasi dan proses kultivasi
Perbesaran skala kultivasi dalam akuarium
Penambahan media Zarrouk dan bibit Spirulina 10%*
Pemberian aerasi dan proses kultivasi
Perbesaran skala kultivasi dalam bak besar
Penambahan media Zarrouk dan bibit Spirulina 15%*
Pemberian aerasi dan proses kultivasi
Pemanenan
Biomassa Spirulina Keterangan : * bagian yang dimodifikasi Gambar 4 Diagram alir kultivasi Spirulina (Suminto 2009). 3.3.2 Pembuatan biskuit Spirulina Pembuatan biskuit dilakukan dengan cara pencampuran bahan-bahan yaitu tepung terigu, tepung beras, ragi, baking powder, gula, vanili, garam, dan Spirulina, lalu dicampur hingga rata, kemudian ditambahkan minyak. Spirulina yang ditambahkan dalam bentuk bubuk. Tahap selanjutnya yaitu penambahan air hingga adonan kalis. Adonan kemudian dicetak dengan ketebalan kurang lebih 3 mm. Selanjutnya adonan tersebut dioven dengan suhu 180°C selama ± 15 menit.
17
Formula pembuatan biskuit dengan penambahan Spirulina disajikan pada Tabel 3. Diagram alir pembuatan biskuit disajikan dalam Gambar 5. Pencampuran tepung terigu, tepung beras, ragi
Pencampuran gula halus, garam, vanili, baking powder, Spirulina
Pencampuran bahan
Penambahan minyak*
Penambahan air sampai adonan kalis
Pencetakan dengan ketebalan ± 3 mm
Pemanggangan 180°C, 15 menit*
Biskuit Spirulina Keterangan : * bagian yang dimodifikasi Gambar 5 Diagram alir pembuatan biskuit Spirulina (modifikasi metode Hiswaty 2002). Tabel 3 Formula biskuit Spirulina Bahan Tepung terigu (gram) Tepung beras (gram) Baking powder (gram) Gula halus (gram) Ragi (gram) Vanili (gram) Garam (gram) Air (mL) Minyak (mL) Spirulina (gram)
Kontrol 50 20 0,25 7 1,25 1 1,5 35 5 0
Komposisi P1 P2 50 50 20 20 0,25 0,25 7 7 1,25 1,25 1 1 1,5 1,5 35 35 5 5 4 6
P3 50 20 0,25 7 1,25 1 1,5 35 5 9
18
Penambahan Spirulina didasarkan pada perhitungan jumlah kalori dan serving size (takaran saji) ketika mengkonsumsi snack atau makanan ringan satu kali dalam sehari, serta jumlah Spirulina yang dianjurkan dikonsumsi dalam satu hari. Serving size merujuk pada takaran saji salah satu biskuit komersial merk X. 3.4 Prosedur analisis Analisis yang dilakukan untuk mendapatkan formula biskuit Spirulina terpilih yaitu antioksidan dan nilai hedonik. Analisis yang dilakukan pada biskuit berbasis Spirulina hasil kultivasi yaitu analisis proksimat (kadar air, abu, protein, lemak) dan analisis antioksidan. Biskuit Spirulina tersebut kemudian disimpan selama satu bulan pada suhu ruang dengan kemasan plastik jenis HDPE (High Density Polyethylen). Analisis Total Plate Count (TPC) dan pengukuran aktivitas air (aw) dilakukan selama penyimpanan pada hari ke-1, hari ke-16, dan hari ke-31. 3.4.1 Kadar air (AOAC 2005) Cawan kosong dikeringkan pada suhu 105°C selama 30 menit, didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang hingga beratnya konstan. Sejumlah 5 gram sampel dimasukkan dalam cawan, kemudian dipanaskan menggunakan oven bersuhu 105°C selama 6 jam, kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang hingga diperoleh bobot tetap. Kadar air dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut :
Keterangan:
A = Berat cawan kosong (gram) B = Berat cawan dengan sampel (gram) C = Berat cawan dan sampel setelah dikeringkan (gram)
3.4.2 Kadar abu (AOAC 2005) Cawan dikeringkan pada suhu 105°C selama 30 menit, didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang hingga beratnya konstan. Sebanyak 5 gram sampel dimasukkan ke dalam cawan yang telah diketahui bobotnya. Cawan dipijarkan dalam tungku pengabuan bersuhu sekitar 105°C sampai tidak berasap. Selanjutnya cawan tersebut dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 600°C selama 6 jam. Proses pengabuan dilakukan sampai abu berwarna putih. Setelah itu cawan
19
didinginkan dalam desikator selama 30 menit, kemudian ditimbang beratnya. Kadar abu dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut :
Keterangan:
A = Berat cawan kosong (gram) B = Berat cawan dengan sampel (gram) C = Berat cawan dan sampel setelah dikeringkan (gram)
3.4.3 Kadar protein (AOAC 2005) Prinsip dari analisis protein yaitu untuk mengetahui kandungan protein kasar (crude protein) pada suatu bahan. Tahap-tahap yang dilakukan dalam analisis protein terdiri dari tiga tahap, yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi. 1) Tahap destruksi Sampel ditimbang seberat 1 gram, kemudian dimasukkan ke dalam tabung Kjeltec. Setengah butir Kjeltab dimasukkan ke dalam tabung tersebut dan ditambahkan 10 ml H2SO4. Tabung yang berisi larutan tersebut dimasukkan ke dalam alat pemanas dengan suhu 400°C. Proses destruksi dilakukan kurang lebih satu jam dan sampai larutan menjadi hijau bening. Setelah sampel dan larutan memadat, kemudian dicairkan dan ditepatkan dengan akuades sampai 100 ml. 2) Tahap destilasi Larutan hasil destruksi sebanyak 10 ml dituangkan ke dalam labu destilasi, lalu ditambahkan larutan NaOH 40% sebanyak 10 ml. Cairan dalam tabung kondensor ditampung dalam erlenmeyer 250 ml berisi 10 ml larutan asam borat yang ada dibawah kondensor. Destilasi dilakukan sampai larutan asam borat yang berwarna merah menjadi warna biru dalam waktu ±15 menit. 3) Tahap titrasi Titrasi dilakukan dengan menggunakan HCl 0,1028 N sampai terjadi perubahan warna menjadi merah (warna asam borat semula). Perhitungan jumlah nitrogen dalam bahan dihitung dengan menggunakan rumus :
% Kadar protein = % Nitrogen x faktor konversi (6,25)
20
3.4.4 Kadar lemak (AOAC 2005) Sampel sebanyak 5 gram (W1) dimasukkan ke dalam kertas saring dan dimasukkan ke dalam selongsong lemak, kemudian dimasukkan ke dalam labu lemak yang sudah ditimbang berat tetapnya (W2) dan disambungkan dengan tabung soxhlet, kemudian disiram dengan pelarut lemak. Tabung ekstraksi dipasang pada alat destilasi soxhlet, lalu dipanaskan pada suhu 40°C dengan menggunakan pemanas listrik selama 6 jam. Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak didestilasi hingga semua pelarut lemak menguap. Pada saat destilasi pelarut akan tertampung di tabung soxhlet, pelarut dikeluarkan sehingga tidak kembali ke dalam labu lemak, selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105°C, lalu labu didinginkan dalam desikator sampai beratnya konstan (W3). Kadar lemak sampel dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :
Keterangan:
W1 = berat sampel (gram) W2 = berat labu lemak tanpa lemak (gram) W3 = berat labu lemak dengan lemak (gram)
3.4.5 Analisis aktivitas air (aw) Aktivitas air (aw) dari produk diukur dengan menggunakan alat aw meter, dengan spesifikasi alat adalah aw meter Novasina ms1. Alat tersebut terlebih dahulu dikalibrasi dengan menggunakan garam jenuh MgCl2, Mg(NO3)2, NaCl, LiCl, dan Ba(Cl)2. Sejumlah sampel diletakkan ke dalam cawan plastik, kemudian cawan tersebut dimasukkan ke dalam cawan pengukur lalu ditutup dan dikunci. Alat aw meter dioperasikan sampai menunjukkan tanda selesai, selanjutnya nilai aw akan terbaca. 3.4.6 Analisis Total Plate Count (TPC) (BSN 2006) Penghitungan total mikroba dilakukan dengan analisis Total Plate Count (TPC) dengan metode agar tuang. Prinsip metode ini adalah bakteri mesofil aerob akan tumbuh dengan baik setelah sampel diinkubasi selama 24-48 jam. Sel bakteri akan tumbuh membentuk koloni yang dapat dilihat secara visual, sehingga dapat langsung dihitung. Mula-mula cawan petri, tabung reaksi, dan pipet disterilisasi dalam oven pada suhu 150°C selama 2 jam. Media Plate Count Agar (PCA) dibuat dengan cara melarutkan 3,5 gram PCA dalam 200 ml akuades. Media
21
tersebut disterilkan dalam autoklaf bersuhu 121°C selama 15 menit dengan tekanan 1 atm. Selanjutnya suhu media dipertahankan pada 45-55°C dalam penangas air untuk menjaga agar media tidak membeku. Pembuatan larutan pengencer (garam fisiologis) dengan cara melarutkan 8,5 gram NaCl dalam 1 liter akuades yang kemudian disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121°C dan tekanan 1 atm selama 15 menit. Sebanyak 10 gram sampel dihaluskan lalu dilarutkan dalam 90 ml larutan garam fisiologis sehingga didapatkan pengenceran 10-1. Larutan tersebut kemudian dipipet 1 ml, kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah berisi 9 ml larutan garam fisiologis steril untuk memperoleh pengenceran 10-2, demikian seterusnya hingga diperoleh pengenceran 10-5. Sebanyak 1 ml dipipet dari masing-masing pengenceran, lalu dimasukkan ke dalam cawan petri steril. Setiap pengenceran dilakukan duplo. Plate Count Agar (PCA) kemudian dituangkan hingga merata ke dalam cawan petri. Cawan petri tersebut kemudian digerakkan di permukaan yang rata dengan gerakan melingkar agar media PCA merata. Setelah PCA membeku, cawan petri diinkubasi dengan posisi terbalik dalam inkubator pada suhu 30°C selama 48 jam. Koloni yang tumbuh pada cawan petri dapat dihitung dengan jumlah koloni yang diterima 25-250 koloni per cawan. Nilai TPC dapat dihitung dengan memakai rumus berikut :
Data yang dilaporkan sebagai Standar Plate Count (SPC) harus mengikuti syarat-syarat sebagai berikut : 1) Hasil yang dilaporkan hanya terdiri dari dua angka, yaitu angka pertama dan kedua. Jika angka ketiga sama dengan atau lebih besar dari lima, harus dibulatkan satu angka lebih tinggi dari angka kedua. 2) Jika semua pengenceran yang dibuat untuk pemupukan menghasilkan kurang dari 25 koloni, hanya koloni pada pengenceran terendah yang dihitung, hasilnya dilaporkan sebagai kurang dari 25 dikalikan dengan faktor pengenceran, tetapi jumlah yang sebenarnya harus dicantumkan. 3) Jika semua pengenceran yang dibuat untuk pemupukan menghasilkan lebih dari 250 koloni, hanya jumlah koloni pada pengenceran tertinggi yang
22
dihitung. Hasilnya dilaporkan sebagai lebih dari 250 dikalikan dengan faktor pengenceran. 4) Jika cawan dari dua tingkat pengenceran menghasilkan koloni dengan jumlah antara 25-250, dimana perbandingan antara jumlah koloni tertinggi dan terendah dari kedua pengenceran tersebut lebih dari satu atau sama dengan dua,
maka
tentukan
rata-rata
dari
kedua
nilai
tersebut
dengan
memperhitungkan pengencerannya. Jika perbandingan antara nilai tertinggi dan nilai terendah lebih besar dari dua, maka yang dilaporkan hanya hasil nilai terkecil. 5) Jika digunakan dua cawan petri (duplo) pengenceran, data yang diambil harus dari kedua cawan tersebut. 3.4.7 Analisis antioksidan (Molyneux 2004) Sampel biskuit 0,02 gram dilarutkan dengan methanol sampai 20 ml untuk membuat stok 1000 ppm. Kemudian diambil sebanyak 2 ml, 4 ml, 6 ml, dan 8 ml dari stok 1000 ppm tersebut, lalu dilarutkan dengan methanol sampai 10 ml untuk membuat larutan 200 ppm, 400 ppm, 600 ppm, dan 800 ppm. Pengukuran aktivitas antioksidan dilakukan dengan penambahan DPPH (2,2-DiPhenyl-1Picryl-Hydrazyl). Sebanyak 2,25 ml dari masing-masing larutan campuran sampel dan methanol dicampur dengan 0,25 ml DPPH, kemudian diinkubasi pada suhu 37°C selama 30 menit, lalu diukur absorbannya dengan menggunakan spektometer pada panjang gelombang 517 nm. Larutan sampel dan DPPH sebaiknya tidak terpapar cahaya. Aktivitas antioksidan dinyatakan dalam bentuk persentase penghambatan terhadap radikal DPPH dengan rumus sebagai berkut:
Nilai konsentrasi sampel (ppm) dan persen inhibisinya diplot masingmasing pada sumbu x dan y pada persamaan regresi linear. Persamaan regresi linear yang diperoleh dalam bentuk persamaan y = a + bx, digunakan untuk mencari nilai IC50 (Inhibitor Concentration 50%) dari masing-masing sampel, dengan menyatakan nilai y sebesar 50 dan nilai x yang akan diperoleh sebagai IC50. Nilai IC50 menyatakan besarnya konsentrasi larutan contoh yang dibutuhkan untuk mereduksi radikal bebas DPPH sebesar 50%.
23
3.5 Uji hedonik (BSN 2011b) Uji hedonik yang dilakukan adalah uji kesukaan, panelis diminta untuk memberikan tanggapan tentang tingkat kesukaan atau ketidaksukaan dengan menggunakan score sheet. Pada tahap ini dilakukan uji subyektif untuk mengukur tingkat kesukaan panelis (hedonik), yaitu berupa uji hedonik yang dilakukan terhadap 30 orang panelis semi terlatih dari mahasiswa Teknologi Hasil Perairan. Uji hedonik dilakukan berdasarkan parameter penampakan, tekstur, aroma, warna, dan rasa. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software Stastical Package for Social Sciense (SPSS) dan menggunakan uji Dunn sebagai uji lanjut. Angka pada pengujian hedonik menunjukkan tingkat kesukaan panelis. Sembilan skala hedonik digunakan dalam penelitian ini yang menunjukkan tingkat kesukaan. Pelaksanaan uji dilakukan dengan cara menyajikan sampel biskuit yang telah diberi kode dan panelis diminta untuk memberikan penilaian pada score sheet yang telah disediakan.
3.6 Perhitungan Angka Kecukupan Gizi (AKG) (Almatsier 2006) Nilai energi makanan dapat ditetapkan menggunakan faktor Atwater melalui perhitungan menurut menurut komposisi karbohidrat, lemak, protein, serta nilai energi faali makanan tersebut. Faktor Atwater merupakan angka konversi karbohidrat, lemak, dan protein tiap gramnya dalam menghasilkan energi (Almatsier 2006). Faktor Atwater untuk karbohidrat yaitu 4 kkal/g, lemak 9 kkal/g, protein 4 kkal/g, dan alkohol 7 kkal/g. Nilai energi = faktor Atwater x gram gizi bahan pangan Nilai energi = (4 kkal x gram karbohidrat) + (9 kkal x gram lemak) + (4 kkal x gram protein)
3.7 Rancangan Percobaan (Mattjik dan Jaya 2006) Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dan rancangan acak lengkap dalam waktu (RAL in time). Rancangan acak lengkap menggunakan faktor tunggal yaitu penambahan Spirulina dengan tiga kali ulangan. Rancangan acak lengkap digunakan pada
24
analisis statistik komposisi kimia dan aktivitas antioksidan biskuit. Model matematika rancangan tersebut adalah sebagai berikut : Υij = µ + Ai + εij Keterangan : Υij
: respon percobaan karena pengaruh perlakuan penambahan Spirulina taraf ke-i, ulangan ke-j
µ
: nilai rata-rata
Ai
: pengaruh perlakuan penambahan Spirulina taraf ke-i
εij
: pengaruh kesalahan percobaan karena pengaruh perlakuan penambahan Spirulina taraf ke-i dan ulangan ke-j
i
: ulangan
j
: perlakuan Hipotesis yang diuji pada pembuatan biskuit dengan penambahan
konsentrasi Spirulina adalah sebagai berikut : H0 : Perlakuan konsentrasi penambahan Spirulina memberikan pengaruh yang sama terhadap karakteristik biskuit. H1 : Minimal ada satu perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap karakteritik biskuit. Rancangan acak lengkap dalam waktu (RAL in time) dengan satu faktor, yaitu penambahan Spirulina. Rancangan ini digunakan pada analisis statistik total mikroba dan aktivitas air biskuit selama penyimpanan. Waktu dianggap sebagai pengamatan berulang sehingga akan terlihat perkembangan respon selama penelitian berjalan. Perlakuan yang dilakukan terdiri dari limbah cair tanpa lumpur aktif dan limbah cair dengan penambahan lumpur aktif. Model rancangan percobaan yang digunakan adalah sebagai berikut : Yijk = μ + αi + δij + ωk + γjk + αωik + εijk
25
Keterangan : Yijk
: nilai respon faktor A taraf ke-i, ulangan ke-j, waktu pengamatan ke-k
Μ
: rataan umum
αi
: pengaruh faktor ke A taraf ke-i
δij
: komponen acak perlakuan
ωk
: pengaruh waktu pengamatan ke-k
γjk
: komponen acak waktu pengamatan
αωik
: pengaruh interaksi waktu dengan faktor A
εijk
: komponen acak dari interaksi waktu dengan perlakuan Apabila hasil analisis menunjukkan adanya pengaruh berbeda, maka
dilakukan uji lanjut Duncan yang bertujuan untuk mengetahui perlakuan mana saja yang memberikan pengaruh terhadap parameter yang dinilai pada selang kepercayaan 95%. Data diolah dengan software SAS 9.1.3.
3.8 Analisis Data (Daniel 1990) Analisis data hedonik dengan menggunakan uji Kruskal-Wallis dan uji lanjut Dunn. Uji Kruskal-Wallis adalah teknik statistika nonparametrik yang digunakan untuk menguji hipotesis awal bahwa beberapa contoh berasal dari populasi yang sama atau identik. Data diolah dengan software SPSS 17.0. Hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut : H0 : Perlakuan konsentrasi penambahan Spirulina memberikan pengaruh yang sama terhadap parameter biskuit. H1 : Minimal ada satu perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap parameter biskuit. Statistik uji Kruskal-Wallis ditentukan melalui prosedur berikut : 1) Gabungkan seluruh data contoh, sehingga akan ada sebanyak n1 + n2 + ··· + nk = N pengamatan. 2) Peringkatkan setiap pengamatan dari yang terkecil hingga terbesar. Jika terdapat yang sama, beri peringkat tengah. 3) Hitung jumlah peringkat untuk setiap contoh, nyatakan masing-masing sebagai Ri.
26
4) Statistik uji Kruskal-Wallis dapat diperoleh melalui rumus :
T = t3 - t
Keterangan =
Ri ni N t
: jumlah peringkat untuk contoh ke-i : jumlah pengamatan pada contoh ke-i : total pengamatan : banyaknya nilai yang sama
5) Kaidah keputusan yaitu tolah H0 jika H atau Hc > Hα Apabila uji Kruskal-Wallis memberikan penolakan terhadap H0, maka diperlukan uji lanjut dengan prosedur uji Dunn. Hipotesis yang diuji adalah : H0 : Semua perlakuan memberikan pengaruh yang sama. H1 : Terdapat perlakuan yang memberikan pengaruh berbeda. Tolak H0 apabila :
Keterangan =
dan
adalah rata-rata peringkat untuk perlakuan ke-i dan ke-j
k adalah jumlah perlakuan
27
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Penentuan Formula Biskuit Spirulina Terpilih Pembuatan biskuit Spirulina menggunakan tiga formula yaitu penambahan S. platensis sebanyak 4 gram (P1), 6 gram (P2), dan 9 gram (P3). Penentuan formula terpilih dengan menggunakan uji hedonik dan aktivitas antioksidan. 4.2.1 Pengujian hedonik Pengujian biskuit secara hedonik dilakukan melalui penilaian beberapa parameter kesukaan panelis terhadap biskuit. Parameter yang dinilai yaitu penampakan, tekstur, warna, rasa, dan aroma. 1) Penampakan Penampakan merupakan salah satu parameter yang menentukan tingkat penerimaan dari panelis yang dinilai dengan penglihatan antara lain bentuk, ukuran, warna dan sifat-sifat permukaan (halus, kasar, suram, mengkilap, homogen, heterogen dan datar bergelombang). Penampakan produk memegang peranan penting dalam hal penerimaan konsumen, karena penilaian awal dari suatu produk adalah penampakannya sebelum faktor lain dipertimbangkan secara visual (Kaya 2008). Hasil penilaian rata-rata panelis terhadap penampakan biskuit Spirulina berkisar antara 5,23 sampai 5,73 (netral). Histogram nilai rata-rata penampakan biskuit Spirulina disajikan pada Gambar 6. Analisis dengan menggunakan Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi penambahan Spirulina memberikan pengaruh yang sama terhadap parameter penampakan biskuit (P>0,05). Penampakan biskuit cenderung seragam, karena pembuatan biskuit dilakukan dengan bentuk dan ukuran yang relatif sama, sehingga penilaian panelis terhadap penampakan panelis cenderung sama dan tidak berbeda nyata antar biskuit meskipun dengan penambahan berbagai konsentrasi Spirulina.
Nilai kesukaan
28
7.00 6.00 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00
5.73a
4 gram
5.70a
5.23a
6 gram
9 gram
Konsentrasi Spirulina Huruf a dan b menunjukkan pengaruh yang berbeda antar perlakuan (P<0,05).
Gambar 6 Histogram nilai rata-rata penampakan biskuit Spirulina. 2) Tekstur Tekstur merupakan segi penting dari mutu makanan, seringkali lebih penting dari pada aroma, rasa, dan warna. Tekstur penting pada makanan lunak dan makanan renyah. Ciri yang paling penting diacu adalah kekerasan, kekohesifan, dan kandungan air dari makanan tersebut (deMan 1999). Nilai ratarata uji hedonik terhadap tekstur disajikan dalam Gambar 7. Hasil penilaian rata-rata kesukaan panelis terhadap tekstur biskuit yang dihasilkan berkisar antara 5,60 sampai 5,90 (agak suka). Hasil uji menggunakan Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi penambahan Spirulina memberikan pengaruh yang sama terhadap parameter tekstur biskuit (P>0,05). Penilaian panelis terhadap tekstur biskuit menunjukkan hasil agak suka. Hal ini diduga karena biskuit Spirulina memiliki tekstur yang berongga sehingga tingkat kerenyahan dengan biskuit komersial berbeda. Tekstur biskuit banyak dipengaruhi oleh proses pemanasan serta bahanbahan pembentuk adonan biskuit. Selain itu, proses pembuatan biskuit juga mempengaruhi tekstur biskuit yang dihasilkan. Metode pembentukan adonan seperti fermentasi dan laminasi, serta metode pemotongan adonan seperti datar atau timbul juga mempengaruhi tekstur biskuit yang dihasilkan. Penambahan tepung beras dalam jumlah kecil menyebabkan tekstur menjadi lebih renyah. Adanya tepung terigu (pati) dalam pembuatan biskuit, selama pemanasan akan mengalami gelatinisasi yang menyebabkan biskuit memiliki tektur yang sangat lembut (Manley 2000). Gelatinisasi adalah pembengkakan granula pati dengan
29
adanya air (Winarno 2008). Pemanasan atau pemanggangan biskuit dengan kondisi yang sama baik alat maupun suhunya menyebabkan biskuit memiliki tekstur yang seragam. Biskuit Spirulina dibuat dengan menggunakan metode serta proses pemanasan yang sama sehingga menghasilkan tekstur yang hampir
Nilai kesukaan
seragam. 7.00 6.00 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00
5.90a
4 gram
5.60a
5.77a
6 gram
9 gram
Konsentrasi Spirulina Huruf a dan b menunjukkan pengaruh yang berbeda antar perlakuan (P<0,05).
Gambar 7 Histogram nilai rata-rata tekstur biskuit Spirulina. 3) Warna Mutu bahan pangan pada umumnya tergantung pada beberapa faktor. faktor tersebut antara lain cita rasa, tekstur, nilai gizi, mikrobiologis, dan warna. Warna merupakan faktor yang penting untuk makanan, baik yang belum atau sudah diproses. Warna dengan rasa dan tekstur memainkan peran penting sebagai daya terima makanan tersebut. Selain itu, warna dapat memberikan tanda terjadinya perubahan kimia, seperti pencoklatan dan karamelisasi (deMan 1999). Sebelum faktor lain dipertimbangkan, secara visual faktor warna akan tampil terlebih dahulu. Suatu bahan pangan yang dinilai bergizi dan teksturnya sangat baik tidak akan dikonsumsi apabila memiliki warna yang tidak seharusnya (Winarno 2008). Hasil penilaian rata-rata panelis terhadap warna biskuit Spirulina berkisar antara 5,36 sampai 5,76 (netral). Histogram nilai rata-rata warna biskuit Spirulina disajikan pada Gambar 8.
Nilai kesukaan
30
7.00 6.00 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00
5.47a
4 gram
5.77a
5.37a
6 gram
9 gram
Konsentrasi Spirulina Huruf a dan b menunjukkan pengaruh yang berbeda antar perlakuan (P<0,05).
Gambar 8 Histogram nilai rata-rata warna biskuit Spirulina. Hasil uji menggunakan Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi penambahan Spirulina memberikan pengaruh yang sama terhadap parameter warna biskuit (P>0,05). Biskuit dengan penambahan Spirulina menghasilkan biskuit berwarna hijau kecoklatan. Warna hijau tersebut disebabkan oleh kandungan pigmen pada Spirulina yang disebut klorofil. Selain klorofil, Spirulina memiliki pigmen lain seperti fikosianin dan karotenoid. Chauhan dan Pathak (2010) menyatakan bahwa Spirulina disarankan untuk dijadikan pewarna alami, karena mikroalga tersebut adalah salah satu sumber terbesar klorofil di alam. Kandungan klorofil pada S. platensis yang dikultur dengan media Zarrouk pada suhu 28±1°C, intensitas cahaya 3000 lux dan dikultivasi selama
16 hari yaitu 13,8 mg/g.
Warna biskuit yang ditambah Spirulina yaitu hijau kecoklatan. Warna kecoklatan pada biskuit diduga karena adanya reaksi Maillard. Reaksi Maillard terjadi antara gugus aldehid dari gula pereduksi dengan gugus amina dari asam amino yang menyebabkan produk menjadi berwarna coklat. Reaksi ini tidak hanya pada biskuit, tetapi juga pada proses pembuatan roti, pemanggangan daging, dan lain-lain (Winarno 2008). Gugus aldehid diduga berasal dari asam amino dari protein, yang berasal salah satunya dari Spirulina. Alvarenga et al. (2011) melaporkan bahwa pada Spirulina mengandung berbagai asam amino, antara lain glutamat, aspartat, serin, glisin, histidin, arginin, treonin, alanin, prolin, tirosin, valin, metionin, sistein, isoleusin, leusin, fenilalanin, dan lisin. Gula pereduksi diduga berasal dari karbohidrat bahan-bahan pembuat
31
biskuit, antara lain gula dan tepung terigu. Ginting dan Suprapto (2005) melaporkan bahwa tepung terigu memiliki kandungan gula pereduksi 1,49% (bk). 4) Rasa Rasa (flavor) merupakan sensasi yang ditimbulkan oleh bahan di mulut, dirasakan terutama oleh indera rasa dan bau (deMan 1999). Rasa merupakan faktor penentu daya terima konsumen terhadap produk pangan. Rasa lebih banyak dinilai menggunakan indera pengecap atau lidah. Faktor rasa memegang peranan penting dalam pemilihan produk oleh konsumen, karena meskipun kandungan gizinya baik tetapi rasanya tidak dapat diterima oleh konsumen maka target meningkatkan gizi masyarakat tidak dapat tercapai dan produk tidak laku. Rasa lebih banyak melibatkan panca indera lidah. Penginderaan rasa dapat dibagi menjadi empat yaitu asam, asin, manis, dan pahit (Winarno 2008). Histogram nilai
Nilai kesukaan
rata-rata rasa biskuit Spirulina disajikan pada Gambar 9. 7.00 6.00 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00
6.10a
4 gram
5.97a
5.83a
6 gram
9 gram
Konsentrasi Spirulina Huruf a dan b menunjukkan pengaruh yang berbeda antar perlakuan (P<0,05).
Gambar 9 Histogram nilai rata-rata rasa biskuit Spirulina. Nilai hedonik rasa biskuit Spirulina berkisar antara 5,83 sampai 6,10 (agak suka). Hasil uji menggunakan Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi penambahan Spirulina memberikan pengaruh yang sama terhadap parameter rasa biskuit (P>0,05). Rasa dari biskuit cenderung dipengaruhi oleh bahan pembuat biskuit, seperti garam dan gula. Penambahan bahan-bahan tersebut jumlahnya sama yang kemudian menyebabkan rasa biskuit yang dihasilkan cenderung sama, sehingga penambahan Spirulina tidak mempengaruhi tingkat kesukaan panelis. Gula memberikan rasa manis terhadap biskuit yang dihasilkan.
32
5) Aroma Aroma makanan dapat menentukan kelezatan dari makanan itu sendiri. Aroma menjadi daya tarik tersendiri dalam menentukan rasa enak dari produk makanan. Aroma lebih banyak dipengaruhi oleh panca indera penciuman. Pada umumnya, aroma yang dapat diterima oleh hidung dan otak merupakan campuran empat macam aroma, yaitu harum, asam, tengik, dan hangus (Winarno 2008). Histogram nilai rata-rata aroma biskuit Spirulina disajikan pada Gambar 10. Nilai sensori aroma biskuit Spirulina berkisar antara 5,83 sampai 6,40 (agak suka). Hasil uji menggunakan Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi penambahan Spirulina memberikan pengaruh yang sama terhadap parameter aroma biskuit (P>0,05). Aroma biskuit yang dihasilkan dipengaruhi oleh bahan pembuat biskuit tersebut seperti vanili yang ditambahkan dalam adonan. Penambahan bahan tersebut memiliki komposisi yang sama,
Nilai kesukaan
sehingga aroma yang dihasilkan juga cenderung sama. 7.00 6.00 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00
6.40a
4 gram
5.97a
5.83a
6 gram
9 gram
Konsentrasi Spirulina Huruf a dan b menunjukkan pengaruh yang berbeda antar perlakuan (P<0,05).
Gambar 10 Histogram nilai rata-rata aroma biskuit Spirulina. 4.2.2 Aktivitas antioksidan Vitamin C, vitamin E, vitamin A, polifenol, selenium, β-karoten, dan karotenoid
yang
telah
banyak
digunakan
sebagai
antioksidan
alami
(McCarthy et al. 2001). Spirulina platensis mengandung beberapa vitamin serta pigmen yang dapat berfungsi sebagai antioksidan. Penambahan Spirulina dalam pembuatan biskuit diharapkan dapat meningkatkan aktivitas antioksidan pada biskuit. Hasil uji aktivitas antioksidan dengan penambahan DPPH (2,2-DiPhenyl1-Picryl-Hydrazyl) disajikan pada Gambar 11.
33
10000.00
9883
9748
IC50 (ppm)
8000.00 6108 6000.00 4000.00 2000.00 0.00 4 gram
6 gram
9 gram
Konsentrasi Spirulina
Gambar 11 Hasil uji aktivitas antioksidan biskuit Spirulina pada berbagai penambahan. Nilai IC50 yang terukur yaitu 9883 ppm pada sampel P1, 9748 ppm pada P2, dan 6180 ppm pada sampel P3. Gambar 10 menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan tertinggi terdapat pada biskuit P3. Hal ini berarti untuk mereduksi 50% DPPH dibutuhkan sebanyak 6180 ppm. Semakin kecil nilai IC50, maka aktivitas antioksidan semakin tinggi. Tingginya aktivitas antioksidan pada biskuit P3 sesuai dengan penambahan Spirulina dengan konsentrasi yang paling tinggi yaitu sebanyak 9 gram. 4.2.3 Penentuan formula terpilih Hasil uji menggunakan Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa penambahan Spirulina dengan berbagai konsentrasi memberikan pengaruh sama terhadap semua parameter hedonik yang dinilai (P>0,05), namun pada pengujian aktivitas antioksidan menunjukkan bahwa biskuit P3 memiliki aktivitas antioksidan paling tinggi. Berdasarkan kedua data tersebut, disimpulkan bahwa formula biskuit terpilih adalah biskuit P3 yaitu perlakuan penambahan Spirulina sebanyak 9 gram.
4.2 Karakteristik Spirulina platensis Karakterisasi dilakukan terhadap biomassa kering S. platensis komersial dan biomassa basah S. platensis hasil kultivasi. Hasil pengujian proksimat dan antioksidan dari S. platensis disajikan pada Tabel 4.
34
Tabel 4 Hasil karakterisasi Spirulina platensis Karakteristik
Kadar air (%) Kadar abu (%) Kadar protein (%) Kadar lemak (%) Karbohidrat (%) Antioksdian (IC50)
Hasil pengujian Spirulina kultivasi Spirulina komersil Basis Basis Basis Basis basah (bb) kering (bk) basah (bb) kering (bk) 93,15 4,28 0,95 13,87 5,99 6,26 3,85 56,20 61,06 63,79 1,65 24,09 0,14 0,15 0,4 5,84 28,53 29,81 1625 ppm 931 ppm
Kadar air pada S. platensis kultivasi cukup tinggi yaitu 93,15%, sedangkan kadar air S. platensis komersial yaitu 4,28%. Perbedaan ini dikarenakan Spirulina hasil kultivasi dianalisis dalam keadaan biomassa basah yang mengandung air cukup banyak, sedangkan Spirulina komersial yang dianalisis merupakan biomassa kering. Kadar abu S. platensis kultivasi yaitu 13,87% (bk), sedangkan kadar abu S. platensis komersial yaitu 6,26% (bk). Data tersebut menunjukkan bahwa kadar abu S. platensis kultivasi lebih besar dari S. platensis komersial. Abu yang terukur dalam analisis merupakan mineral yang terkandung dalam bahan. Thomas (2010) menyebutkan bahwa mineral yang terdapat pada S. platensis diantaranya kalsium, fosfor, magnesium, besi, sodium, potassium, seng, tembaga, mangan, chromium, dan selenium. Li et al. (2007) melaporkan bahwa mineral yang terkandung dalam Spirulina antara lain kalsium, magnesium, besi, seng, tembaga, mangan, nikel, dan stronsium. Spirulina platensis merupakan mikroalga yang telah diketahui memiliki kadar protein yang tinggi. Analisis protein yang dilakukan yaitu untuk mengetahui protein kasar (crude protein) atau untuk mengetahui total keseluruhan kandungan unsur N pada bahan. Kadar protein S. platensis kultivasi yaitu 56,20% (bk), sedangkan kadar protein S. platensis komersial yaitu 63,79% (bk). Perbedaan kandungan protein ini diduga karena perbedaan media kultur yang digunakan. Spirulina komersial ditumbuhkan dengan media Walne, sedangkan Spirulina kultivasi ditumbuhkan dalam media Zarrouk teknis modifikasi. Kedua media kultur tersebut memiliki komposisi yang berbeda. Media Walne memiliki komponen nutrien yang lebih lengkap dibanding media Zarrouk teknis modifikasi.
35
Goksan et al. (2007) menyatakan bahwa pada media yang kandungan N nya tercukupi akan mendukung produksi protein dan lemak, tetapi akan menurunkan sintesis karbohidrat. Colla et al. (2005) melaporkan bahwa kultivasi S. platensis dengan sumber N sodium nitrat (NaNO3) dengan jumlah 0,625 g/L dan 1,875 g/L pada suhu kultivasi 35°C memiliki kandungan protein berturut-turut 58,92±0,96% dan
70,15±0,82%,
sedangkan
kandungan
lemaknya
yaitu
berturut-turut
7,49±1,10% dan 10,37±0,63%. Komposisi kimia protein dalam S. platensis salah satunya dipengaruhi oleh sumber N pada media tumbuhnya. Potasium juga berpengaruh terhadap sintesis protein, karena merupakan kofaktor enzim sintesis protein. Nitrogen diperlukan pada proses sintesis asam amino sebagai penyusun protein dalam sel (Colla et al. 2005). Sumber N pada media Walne adalah sodium nitrat (NaNO3), sedangkan sumber N pada media Zarrouk teknis modifikasi adalah urea (N2H4CO). Kadar urea pada media Zarrouk teknis modifikasi yaitu 0,13 g/L, sedangkan kadar NaNO3 pada media Walne yaitu 100 g/L. Hal ini sesuai dengan kadar protein dari Spirulina komersial yang lebih tinggi dari Spirulina hasil kultivasi. Costa et al. (2001) menyatakan bahwa urea dimetabolisme oleh cyanobacter melalui aktivitas enzim seperti enzim urease, oleh karena itu urea merupakan sumber nitrogen yang baik. Selain urea, S. platensis juga bisa memanfaatkan nitrat sebagai sumber nitrogen, karena struktur tersebut yang paling umum di alam. Lemak merupakan salah satu gizi yang diperlukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan kalori sehari-hari. Kadar lemak pada S. platensis kultivasi yaitu 24,09% (bk), sedangkan kadar lemak S. platensis komersial yaitu 0,15% (bk). Hal ini menunjukkan bahwa kadar lemak S. platensis kultivasi lebih besar dari S. platensis komersial. Vonshak et al. (2004) menyatakan bahwa perbedaan oleh komposisi protein dan lemak pada mikroalga disebabkan perbedaan komposisi biokimia pada tubuhnya, dimana unsur yang paling penting berupa C dan N. Spirulina mengandung asam lemak tak jenuh berkisar 1,3–1,5%, yang didominasi oleh γ-linolenat 30–35% dari total lemak. Kandungan asam
36
lemak pada Spirulina yaitu diantaranya palmitic acid (44,6–54,1%), oleic acid (1–15,5%), linoleic acid (10,8–30,7%), dan γ-linolenic acid (8,0–31,7%) (FAO 2008). Berbeda dengan kadar lemak, kadar karbohidrat total pada S. platensis kultivasi lebih kecil daripada S. platensis komersial. Kadar karbohidrat S. platensis kutivasi yaitu 5,84% (bk), sedangkan kadar karbohidrat S. platensis komersial yaitu 29,81% (bk). Perbedaan kandungan karbohidrat tersebut diduga karena jumlah kandungan abu, protein, dan lemak pada Spirulina hasil kultivasi lebih tinggi dibanding jumlah kandungan protein, abu, dan lemak pada Spirulina komersial, sehingga karbohidrat pada Spirulina komersial lebih tinggi. Antioksidan merupakan suatu senyawa yang dapat menunda atau mencegah oksidasi lemak atau molekul lain dengan cara menghambat terjadinya proses inisiasi atau propagasi reaksi rantai oksidatif. Pengukuran aktivitas antioksidan dilakukan dengan penambahan DPPH (2,2-DiPhenyl-1-PicrylHydrazyl). Sampel akan mendonorkan ion H+ sehingga akan terjadi perubahan warna ungu menjadi kuning pucat. Semakin tinggi aktivitas antioksidannya, perubahan warna akan semakin jelas. Aktivitas antioksidan S. platensis kultivasi yang terukur yaitu pada IC50 adalah 1625 ppm, sedangkan pada S. platensis komersial 931 ppm. Nilai IC50 merupakan banyaknya ekstrak bahan (S. platensis) yang dibutuhkan untuk mereduksi 50% aktivitas radikal bebas oleh DPPH yang ditambahkan. Semakin rendah nilai IC50 maka semakin tinggi aktivitas antioksidannya, sehingga berdasarkan pernyataan tersebut maka dapat diketahui bahwa aktivitas antioksidan pada S. platensis komersial lebih tinggi. Hal tersebut diduga karena perbedaan bahan dalam analisis. Spirulina komersial yang digunakan untuk analisis adalah biomassa kering, sedangkan Spirulina kultivasi yang digunakan untuk analisis adalah biomassa basah. Biomasaa kering mengandung Spirulina yang lebih banyak dibandingkan biomassa basah, sehingga aktivitas antioksidan pada Spirulina komersial yang terukur lebih besar.
4.3 Karakteristik Biskuit Karakteristik yang diamati adalah biskuit dengan penambahan 9 gram Spirulina hasil kultivasi dan biskuit tanpa penambahan Spirulina (kontrol).
37
Parameter yang diamati yaitu komposisi kimia, aktivitas antioksidan, kerusakan mikrobiologis, dan Angka Kecukupan Gizi (AKG) biskuit. 4.3.1 Komposisi kimia biskuit Komposisi kimia pada biskuit ditentukan berdasarkan analisis proksimat yang meliputi pengukuran kadar abu, kadar protein, serta kadar lemak. Komposisi kimia biskuit kontrol (tanpa penambahan Spirulina) dan biskuit dengan penambahan 9 gram Spirulina kultivasi dapat dilihat pada Gambar 12. 13.28b
14.00 Kadar basis kering (%)
12.00 9.36a
10.00
a 7.24a 7.49
8.00 6.00 4.00
3.81b 2.61a
2.00 0.00 Kadar abu
Kadar protein
Kadar lemak
Pengujian Huruf a dan b menunjukkan pengaruh yang berbeda antar perlakuan (P<0,05).
Gambar 12 Histogram komposisi kimia biskuit ( : biskuit kontrol, : biskuit Spirulina). 1) Kadar abu Kadar abu dikenal sebagai unsur mineral atau zat anorganik. Sekitar 96% bagian pada bahan makanan terdiri bahan organik dan air, sedangkan sisanya yaitu unsur-unsur mineral (Winarno 2008). Hasil analisis menunjukkan bahwa pada kadar abu pada biskuit kontrol yaitu 2,61% (bk), sedangkan pada biskuit Spirulina yaitu 3,81% (bk). Hal tersebut menunjukkan bahwa kadar abu biskuit Spirulina lebih besar dibandingkan kadar abu biskuit kontrol. Penambahan Spirulina memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kadar abu (P<0,05). Abu biasanya banyak dihubungkan dengan banyaknya mineral yang terdapat pada bahan. Besarnya mineral yang terdapat pada biskuit dapat dipengaruhi dari bahan-bahan pembuat biskuit tersebut. Kadar abu pada biskuit kontrol diduga berasal dari tepung terigu, tepung beras, dan garam,
38
sedangkan pada biskuit Spirulina berasal dari tepung terigu, tepung beras, garam, dan Spirulina. Kadar abu pada tepung terigu yaitu 1,83% (Suarni 2001), sedangkan kadar abu pada tepung beras yaitu 0,59% (Rustanti et al. 2012). Garam yang digunakan dalam pembuatan biskuit merupakan garam komersial yang memiliki kandungan mineral antara lain natrium, klorida, iodium, besi, kalsium, magnesium, besi, dan kalium. Spirulina memberikan kontribusi terhadap tingginya kadar abu pada biskuit Spirulina. Spirulina kultivasi memiliki kadar abu 13,87% (bk). Tingginya kadar abu pada Spirulina tersebut diduga mempengaruhi kadar abu biskuit Spirulina. Biskuit Spirulina memiliki kadar abu yang lebih tinggi dibandingkan biskuit kontrol, sesuai dengan adanya penambahan Spirulina yang memiliki kadar abu cukup tinggi. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kaya et al. (2008) yang menunjukkan adanya peningkatan kadar abu biskuit setelah ditambahkan tepung tulang ikan patin yang kaya akan mineral dan penelitian Yanuar et al. (2009) melakukan penambahan tepung cangkang rajungan pada pembuatan crackers sehingga meningkatkan kadar abu crackers. 2) Kadar protein Protein merupakan zat makanan yang penting bagi tubuh karena berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur, serta sebagai bahan bakar yang digunakan untuk keperluan energi tubuh (Winarno 2008). Hasil analisis kadar protein menunjukkan bahwa kadar protein pada biskuit Spirulina yaitu 13,28%, sedangkan kadar protein pada biskuit kontrol yaitu 9,36%. Penambahan Spirulina memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kadar protein biskuit (P<0,05). Protein pada biskuit kontrol diduga berasal dari tepung terigu, tepung beras, gula, sedangkan pada biskuit Spirulina berasal dari tepung terigu, tepung beras, gula, dan Spirulina. Kadar protein pada tepung terigu yaitu 14,45% (bk) (Suarni 2001), tepung beras 9,59% (bk), dan gula 0,43% (bk) (Rustanti et al. 2012). Spirulina hasil kultivasi memiliki kadar protein yang cukup tinggi, yaitu 56,2% (bk). Tingginya kadar protein pada Spirulina diduga mempengaruhi kadar protein pada biskuit Spirulina. Kadar protein biskuit Spirulina lebih besar dibandingkan biskuit kontrol, sesuai dengan adanya penambahan Spirulina yang memiliki kandungan protein 56,2% (bk).
39
3) Kadar lemak Lemak memiliki efek shortening pada makanan yang dipanggang seperti biskuit, kue kering, dan roti. Lemak memecah struktur kemudian melapisi pati dan gluten sehingga dihasilkan biskuit yang renyah. Lemak dapat memperbaiki struktur
fisik
seperti
pengembangan,
kelembutan,
tekstur,
dan
aroma
(Manley 2000). Kadar lemak pada biskuit kontrol yaitu 7,24% (bk), sedangkan kadar lemak pada biskuit Spirulina yaitu 7,49% (bk). Penambahan Spirulina memberikan pengaruh yang sama terhadap kadar lemak biskuit (P>0,05). Kadar lemak pada biskuit relatif rendah, hal ini diduga karena penambahan lemak (minyak) pada pembuatan biskuit relatif kecil, yaitu 5 ml per adonan. Penelitian Asni (2004) menunjukkan bahwa penambahan lemak (margarin) 17,5 gram dan kuning telur 5 gram menghasilkan biskuit dengan kadar lemak 24,24%. 4.3.2 Aktivitas antioksidan biskuit Aktivitas antioksidan dinyatakan dalam IC50, yaitu banyaknya konsentrasi yang digunakan untuk mereduksi senyawa oksidan sebanyak 50%. Aktivitas antioksidan pada biskuit disajikan pada Gambar 13. 10000
9283a 8017a
IC50 (ppm)
8000 6000 4000 2000 0 biskuit kontrol biskuit Spirulina Jenis biskuit Huruf a dan b menunjukkan pengaruh yang berbeda antar perlakuan (P<0,05).
Gambar 13 Aktivitas antioksidan biskuit kontrol biskuit Spirulina ( : biskuit kontrol, : biskuit Spirulina). Nilai IC50 pada biskuit kontrol yaitu 9283 ppm, sedangkan pada biskuit Spirulina yaitu 8017 ppm. Penambahan Spirulina memberikan pengaruh yang sama terhadap aktivitas antioksidan biskuit (P>0,05). Spirulina platensis mengandung beberapa vitamin serta pigmen yang dapat berfungsi sebagai antioksidan. Senyawa antioksidan berperan penting untuk mengurangi kerusakan
40
oksidatif sel maupun jaringan yang disebabkan antara lain oleh Reactive Oxygen Species (ROS) seperti radikal superoksida, radikal nitrat hidroksida, radikal lipid peroksil, dan radikal hidroksil. Wang et al. (2007) melaporkan bahwa terdapat beberapa senyawa dari S. platensis yang berkontribusi terhadap aktivitas antioksidan. Komponen tersebut diantaranya flavonoid 85,1±7,3 g/kg, β-karoten 77,8±6,8 g/kg, vitamin A 113,2±2,7 g//kg, dan α-tokoferol 3,4±0,3 g/kg dari S. platensis bobot kering. Aktivitas antioksidan pada produk pangan tidak hanya bergantung pada aktivitas kimia dari antioksidan tersebut, tetapi juga pada beberapa faktor seperti interaksi dengan komponen bahan dan kondisi lingkungan. Salah satu faktor yang menyebabkan antioksidan mampu menangkap radikal bebas pada pangan adalah kebiasaan berpisah pada lemak dan air. Kecenderungan antioksidan yang bersifat lipofilik adalah bekerja pada kandungan air yang tinggi, sebaliknya antioksidan yang bersifat polar efektif pada minyak dalam jumlah besar yang biasa disebut dengan antioxidant paradox (Miron et al. 2010). Mau et al. (2002) menyatakan bahwa secara alamiah semua organisme memiliki mekanisme untuk mengatasi radikal bebas, misalnya dengan enzim superoksida dismutase dan katalase, atau dengan senyawa asam askorbat, tokoferol, dan glutation. 4.3.3 Kerusakan mikrobiologis Kerusakan mikrobiologis dapat diketahui diantaranya dengan menghitung total mikroba dan aktivitas air. Total mikroba dihitung dengan menggunakan metode Total Plate Count (TPC). Aktivitas air (aw) diukur dengan menggunakan alat aw meter Novasina ms1. 1) Total mikroba Daya simpan suatu produk pangan erat kaitannya dengan keadaan sanitasi pada waktu produk tersebut diproduksi dan ditangani. Hal ini terkait dengan kontaminasi mikroba yang dapat mempengaruhinya. Pengamatan yang dilakukan terhadap total mikroba pada penyimpanan hari pertama yaitu pada biskuit kontrol berjumlah 1,5x103 cfu/g (3,18 log) dan pada biskuit Spirulina yaitu 1,1x103 cfu/g (3,04 log), sedangkan total mikroba pada akhir masa simpan pada biskuit kontrol yaitu 4,8x103 cfu/g (3,68 log) dan pada biskuit Spirulina yaitu 6,8x103
41
cfu/g (3,83 log). Grafik hubungan antara total mikroba dengan lama penyimpanan biskuit disajikan pada Gambar 14. 4.00
3,66ax 3,18ax
3,04ax
3,68ax
3,83ax
3,23ax
Log TPC
3.00
2.00
1.00
0.00 1
16
31
Hari keHuruf a dan b menunjukkan pengaruh yang berbeda antar biskuit (P<0,05) Huruf x dan y menunjukkan pengaruh perbedaan nyata antar waktu penyimpanan
Gambar 14 Perubahan nilai total mikroba selama penyimpanan ( : biskuit kontrol, : biskuit Spirulina). Penambahan Spirulina dan waktu penyimpanan memberikan pengaruh yang sama terhadap total mikroba biskuit (P>0,05). Terdapat mikroba dari awal penyimpanan, namun masih memenuhi standar biskuit karena masih dibawah nilai batas maksimum total mikroba biskuit, yaitu 1,0x104 cfu/g (4 log) (BSN 2011a). Hal tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Nagi et al. (2012) yang menyebutkan bahwa biskuit yang dikemas dengan menggunakan kemasan plastik jenis HDPE dan disimpan selama tiga bulan pada suhu ruang memiliki total mikroba yang masih berada dibawah standar maksimum. Terdapat adanya mikroba pada biskuit kontrol dan biskuit Spirulina. Adanya mikroba tersebut diduga terjadi rekontaminasi dan atau kontaminasi silang pada saat pembuatan biskuit. Menurut Damongilala (2009), nilai TPC dipengaruhi oleh faktor ekstrinsik, yaitu kondisi lingkungan dan cara penanganan dan penyimpanan produk. Cara penanganan, pengolahan, dan penyimpanan yang tidak higiene terhadap bahan mentah maupun produk olahan, dapat menyebabkan kontaminasi bahan mentah/produk olahan dengan mikroba yang berasal dari lingkungan pengolahan dan penyimpanan.
42
2) Aktivitas air (aw) Aktivitas air (water activity) merupakan jumlah air yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhannya. Nilai aktivitas air selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 15.
Huruf a dan b menunjukkan pengaruh yang berbeda antar biskuit (P<0,05) Huruf x dan y menunjukkan pengaruh perbedaan nyata antar waktu penyimpanan
Gambar 15 Perubahan aktivitas air biskuit selama penyimpanan ( : biskuit kontrol, : biskuit Spirulina). Penambahan Spirulina dan waktu penyimpanan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap aktivitas air biskuit pada hari ke-1 (P<0,05). Pengukuran pada hari ke-1, nilai aw pada biskuit kontrol yaitu 0,433 dan pada biskuit Spirulina yaitu 0,125. Perbedaan nilai aktivitas air ini diduga karena bentuk biskuit yang diukur kurang seragam. Pencetakan dilakukan manual menggunakan roller, sehingga memungkinkan terjadinya ketidakseragaman bentuk biskuit. Pengukuran pada hari ke-16, nilai aw pada biskuit kontrol yaitu 0,535 dan pada biskuit Spirulina yaitu 0,557. Pengukuran pada hari ke-31, nilai aw pada biskuit kontrol yaitu 0,558 dan pada biskuit Spirulina yaitu 0,607. Penambahan Spirulina dan waktu pengamatan memberikan pengaruh yang sama terhadap aktivitas air biskuit pada pengamatan hari ke-16 dan hari ke-31 (P<0,05). Hal tersebut diduga karena biskuit telah mengalami absorbsi air dari udara selama penyimpanan. Kerusakan produk biskuit sering dihubungkan dengan kerusakan tekstur. Kerenyahan merupakan tekstur penting pada biskuit. Kerenyahan produk kering
43
akan menurun dengan meningkatnya aw produk. Arimi et al. (2010) menyatakan bahwa kerenyahan produk akan berkurang jika aw berkisar 0,5±0,2. Selain itu, bahan dasar tepung terigu juga dapat menyebabkan peningkatan aw selama penyimpanan. Hal ini diduga karena adanya tepung (pati). Pati yang telah tergelatenisasi dan dikeringkan masih mampu menyerap air dalam jumlah besar (Winarno 2008). Aktivitas air dapat diturunkan dengan cara pengeringan atau penambahan senyawa yang larut dalam air seperti gula dan garam. Mikroba hanya dapat tumbuh pada kisaran aktivitas air tertentu. Kisaran aw untuk pertumbuhan bakteri adalah 0,9, khamir 0,8–0,9, dan kapang 0,6-0,7 (Winarno 2008). Bahan yang mempunyai aktivitas air 0,7 atau pada kelembaban relatif dibawah 70% sudah dianggap cukup baik dan tahan selama penyimpanan (Saenab et al. 2010). Hubungan aktivitas air (aw) dengan laju reaksi relatif disajikan pada Gambar 16.
Gambar 16 Hubungan aw dengan laju reaksi relatif (Labuza 1971 dalam Winarno 2008). Gambar 16 menunjukkan bahwa pada aktivitas air 0-0,2 (Daerah I) tidak ada reaksi yang terjadi pada produk, sedangkan pada selang aw 0,25-0,8 (Daerah II) reaksi yang dapat terjadi yaitu browning nonenzimatis, oksidasi lemak, aktivitas enzim, dan reaksi hidrolisis. Biskuit Spirulina dan biskuit kontrol memiliki nilai aw 0,125-0,607, sehingga nilai aw tersebut termasuk dalam Daerah II. Reaksi yang terjadi pada biskuit yang dipengaruhi oleh nilai aw diduga adalah reaksi oksidasi lemak. Kandungan lemak pada biskuit kontrol 7,24% dan biskuit Spirulina 7,49%. Hal ini sesuai dengan pernyataan Arpah (2007) yang
44
menyebutkan bahwa oksidasi lemak dapat terjadi pada produk yang mengandung lemak. Reaksi oksidasi merupakan reaksi suatu senyawa lemak yang tidak (atau belum) mengandung radikal peroksida dan hidroperoksida mengalami serangan senyawa oksigen reaktif yang mampu melepaskan satu atom hidrogen dari asam lemak membentuk radikal. Aktivitas
air
pada
selang
0,7-0,9
adalah
nilai
aktivitas
yang
memungkinkan bakteri, kapang, dan khamir dapat tumbuh. Biskuit kontrol dan biskuit Spirulina memiliki aw 0,125-0,607, sehingga mikroba tidak dapat tumbuh. Adanya mikroba pada hari ke-1 yaitu 1,5x103 cfu/g dan 1,1x103 cfu/g, diduga karena adanya rekontaminasi dan atau kontaminasi silang pada saat pembuatan biskuit. 4.3.4 Angka Kecukupan Gizi (AKG) Biskuit Spirulina Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan atau Recommended Dietary Allowances (RDA) adalah taraf konsumsi zat-zat gizi esensial, yang dinilai cukup untuk memenuhi kebutuhan hampir semua orang sehat. Angka kecukupan gizi digunakan sebagai standar guna mencapai status gizi optimal. Kebutuhan akan energi dan zat gizi bergantung pada berbagai faktor seperti umur, gender, berat badan, iklim, dan aktivitas fisik (Almatsier 2006). Kebutuhan gizi per hari mengacu pada kebutuhan perhari untuk konsumen umum dari BPOM (2005) yaitu karbohidrat 300 g (1200 kkal), protein 60 g (240 kkal), dan lemak 62 g (560 kkal). Informasi gizi mengenai Angka Kecukupan Gizi biskuit Spirulina disajikan pada Tabel 5, sedangkan pada biskuit kontrol disajikan pada Tabel 6. Penentuan takaran saji merujuk pada takaran saji biskuit komersial yang terdapat di pasaran. Biskuit Spirulina per takaran saji dapat menyumbangkan energi 70,21 kkal, sedangkan pada biskuit kontrol dapat menyumbangkan energi total yang lebih besar yaitu 73,34 kkal. Namun, biskuit Spirulina mampu memenuhi kebutuhan protein 3,68% per hari, lebih tinggi jika dibandingkan dengan protein dari biskuit kontrol. Wanita dan pria pada usia 20–59 tahun memerlukan protein masing-masing 50 mg dan 60 mg (Permenkes 2005). Biskuit Spirulina per serving size mengandung protein 2,21 gram. Hal ini berarti dengan mengkonsumsi biskuit sebanyak 18 gram, maka kebutuhan terhadap protein akan
45
terpenuhi. Food and Agriculture Organization (FAO) (2008) menyatakan bahwa Spirulina merupakan pangan yang GRAS (Generally recognized as safe) atau yang sudah dinyatakan aman. Spirulina yang digunakan sebagai pangan, konsumsi per sajinya diperbolehkan pada kisaran 2,0 sampai 8,0 gram, yang berarti mengandung 60% protein berkisar 1,2–4,8 gram. Tabel 5 Informasi nilai gizi biskuit Spirulina Takaran saji Per sajian kemasan Energi total Nutrisi Karbohidrat (by different) Protein Lemak
18 g
Jumlah per sajian (g) 12,54 2,21 1,24
70,21 kkal *AKG 4,18 3,68 2,00
*Persen AKG berdasarkan kebutuhan energi 2000 kkal
Tabel 6 Informasi nilai gizi biskuit kontrol Takaran saji Per sajian kemasan Energi total Nutrisi Karbohidrat (by different) Protein Lemak
18 g
Jumlah per sajian (g) 13,85 1,60 1,27
73,34 kkal *AKG 4,62 2,68 2,05
*Persen AKG berdasarkan kebutuhan energi 2000 kkal
Angka kecukupan untuk protein dan zat-zat gizi lain dinyatakan sebagai taraf suapan terjamin (safe level of intake), yaitu rata-rata kebutuhan ditambah 2,5% dari kebutuhan tersebut. Hal tersebut bertujuan untuk memenuhi atau melebihi hampir semua individu. Apabila seseorang mengkonsumsi protein atau zat gizi lain pada nilai yang sama atau sedikit lebih besar dari konsumsi yang dianggap aman, jumlah yang sedikit lebih besar ini tidak akan menimbulkan akibat merugikan (Almatsier 2006).
4.4 Saran Penyajian Biskuit Spirulina memiliki kadar protein yang cukup tinggi yaitu 13,28%, sedangkan dalam BSN (2011a) disebutkan bahwa syarat minimal protein yaitu 5%. Berikut perbandingan jumlah karbohidrat, protein, dan lemak dari biskuit
46
Spirulina dan biskuit komersial merk X. Perbandingan nilai gizi biskuit Spirulina dan biskuit komersial disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Perbandingan nilai gizi biskuit Spirulina dan komersial Takaran saji Per sajian kemasan Nutrisi Karbohidrat Protein Lemak
18 g Biskuit Spirulina Jumlah per sajian (g) 12,54 2,21 1,24
Biskuit komersial Jumlah per sajian (g) 12,21 1,28 3,20
Kandungan protein pada biskuit komersial dengan takaran saji 18 gram adalah 1,28 gram, sedangkan lemak yang disumbangkan dari biskuit komersial yaitu 3,20 gram. Protein tersebut lebih kecil dibandingkan protein dari biskuit Spirulina, namun memiliki kandungan lemak yang lebih tinggi. Hal ini dikarenakan bahan baku pembuatan biskuit komersial ditambahkan telur, minyak nabati, margarin, dan susu bubuk. Penambahan bahan – bahan tersebut dapat meningkatkan lemak. Selain itu, telur mengandung kolesterol yang cukup tinggi. FAO (2008) menyatakan bahwa 10 gram Spirulina menyediakan 1,3 mg kolesterol dan 36 kkal energi, sedangkan dalam jumlah yang sama, telur menyediakan 300 mg kolesterol dan 80 kkal energi. Tabel 8 Kandungan gizi biskuit Spirulina dalam berbagai takaran saji Kandungan gizi Karbohidrat Protein Lemak Total kalori
Jumlah yang disumbangkan Takaran saji 18 g Takaran saji 27 g Takaran saji 36 g gram % AKG gram % AKG gram % AKG 12,54 4,18 18,81 6,27 25,08 8,36 2,21 3,68 3,31 5,52 4,42 7,36 1,25 2,00 1,87 3,00 2,49 4,00 70,21 kkal 105,32 kkal 140,43 kkal
Biskuit dengan takaran saji 18 gram, 27 gram, dan 36 gram memilki total kalori 70,21 kkal, 105,32 kkal, dan 140,43 kkal. Protein yang disumbangkan yaitu 2,21 gram, 3,31 gram, dan 4,42 gram. Jittanoonta et al. (1999) melaporkan bahwa dalam 9 gram Spirulina yang diujikan pada tikus memiliki kandungan asam nukleat 1,21 g/kg berat badan. Batas asam nukleat dalam tubuh berdasarkan acceptable daily intake (ADI) adalah 4,33 g/kg, sehingga penambahan 9 gram
47
Spirulina masih aman. Konsumsi 36 gram biskuit Spirulina menyumbangkan protein 4,42 gram (7,36% AKG) dan kalori 140,43 kkal. Konsumsi biskuit Spirulina dengan takaran saji tersebut tidak akan mendapatkan kalori berlebih, dengan syarat tidak mengkonsumsi makanan ringan (snack) yang lain. BPOM (2011) menyebutkan bahwa makanan dalam bentuk padat yang memiliki kandungan protein 35% AKG atau ALG per 100 gram merupakan makanan yang tinggi protein (high protein), sedangkan kandungan protein 20% ALG per 100 gram merupakan makanan sumber protein. Biskuit Spirulina memiliki kandungan protein 12,27% (bb). Acuan label gizi (ALG) berdasarkan BPOM (2005) menyebutkan bahwa kebutuhan protein perhari adalah 60 gram. Hal tersebut menunjukkan bahwa biskuit Spirulina memiliki kandungan protein 20,45% ALG, sehingga biskuit Spirulina merupakan makanan sumber protein. Protein merupakan substansi yang dibutuhkan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak. Selain itu, protein membantu membangun dan memperbaiki jaringan protein tubuh yang rusak. Kandungan protein pada biskuit Spirulina yang cukup tinggi sangat dianjurkan untuk anak-anak dan remaja karena fungsi protein yang sangat penting untuk masa pertumbuhan. Apabila konsumsi kebutuhan protein tercukupi, maka hal tersebut membantu mengatasi masalah gizi yaitu kurangnya konsumsi energi dan protein di Indonesia (KEP). Manfaat lain yang dapat diperoleh dari konsumsi biskuit Spirulina yaitu adanya kandungan antioksidan alami. Biskuit Spirulina memiliki aktivitas antioksidan, namun masih termasuk nilai aktivitas yang rendah. Antioksidan alami aman dikonsumsi.
48
5 SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan Formula biskuit terpilih yaitu biskuit dengan penambahan 9 gram Spirulina yang memiliki aktivitas antioksidan paling besar. Kandungan protein, abu, dan antioksidan biskuit berbasis Spirulina kultivasi lebih tinggi dari biskuit kontrol, tetapi kandungan lemaknya lebih rendah. Kandungan protein pada biskuit Spirulina yaitu 13,28% (bk), sedangkan batas minimal protein pada biskuit menurut SNI 2973-2011 yaitu 5%. Biskuit Spirulina memiliki aktivitas antioksidan yang merupakan nilai tambah untuk biskuit. Penambahan Spirulina memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kadar air dan abu biskuit. Selama penyimpanan, total mikroba dan aktivitas air biskuit Spirulina dan biskuit kontrol mengalami peningkatan yang tidak signifikan. Pada akhir masa simpan, kadar aw pada masing-masing biskuit kontrol dan biskuit Spirulina yaitu 0,607 dan 0,558, sedangkan total mikroba yaitu 4,8x103 cfu/g (3,68 log) dan 6,8x103 cfu/g (3,83 log). Total mikroba tersebut berada dibawah batas standar maksimum, yaitu 1x104 cfu/g. Biskuit Spirulina merupakan makanan sumber protein karena mengandung protein 20,45% AKG.
5.2 Saran Perbaikan formula biskuit perlu dilakukan untuk mendapatkan biskuit dengan nilai kesukaan tinggi oleh panelis. Pendugaan umur simpan terhadap biskuit yang ditambah Spirulina perlu dilakukan untuk penelitian selanjutnya guna mengetahui daya awet biskuit tersebut.
49
DAFTAR PUSTAKA [AOAC] Association of Official Analitycal of Chemist. 2005. Offical Method of Analysis of The Association of Official Analytical of Chemist. Arlington, Virginia, USA : Published by The Association of Official Analytical of Chemical, Inc. Almatsier S. 2006. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. 334 p. Alvarenga RR, Rodrigues PB, Cantarelli VS, Zangeronimo MG, Junior JWS, Silva LRD, Santos LMD, Pereira LJ. 2011. Energy values and chemical composition of spirulina (Spirulina platensis) evaluated with broilers. R. Bras. Zootec. 40(5):992-996. Amran AM, Abbas AA. 2011. Microbiological changes and determination of some chemical characteristics for local yemeni cheese. JJBS 4(2):93-100 Arimi JM, Duggan E, O’Sullivan M, Lyng JG, O’Riordan ED. 2010. Effect of water activity on the crispiness of a biscuit (Crackerbread): mechanical and acoustic evaluation. Food Res. Int. 43:1650-1655. Arpah. 2007. Penetapan Kadaluarsa Pangan. Bogor : Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor. Asni Y. 2004. Studi pembuatan biskuit dengan penambahan tepung tulang ikan patin (Pangasius hipothalmus) [skripsi]. Bogor : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Instutut Pertanian Bogor. [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2005. Acuan Label Gizi Produk Pangan. Jakarta : Pemerintahan Indonesia. [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2011. Pengawasan Klaim Dalam Label dan Iklan Pangan Olahan. Jakarta : Pemerintahan Indonesia. [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2006. Cara uji mikrobiologi – bagian 3 : Penentuan angka lempeng total (ALT) pada produk perikanan. SNI 012332.3-2006. Jakarta : Dewan Standarisasi Nasional. [BSN]a Badan Standarisasi Nasional. 2011. Biskuit. SNI 2973-2011. Jakarta : Dewan Standarisasi Nasional. [BSN]b Badan Standarisasi Nasional. 2011. Petunjuk pengujian organoleptik dan atau sensori pada produk perikanan. SNI 2346-2011. Jakarta : Dewan Standarisasi Nasional.
50
Chauhan UK, Pathak N. 2010. Effect of different conditions on production of chlorophyll by Spirulina platensis. JABU (4):89-99. Chrismandha T, Panggabean LM, Mardiati Y. 2006. Pengaruh konsentrasi nitrogen dan fosfor terhadap pertumbuhan, kandungan protein, karbohidrat, dan fikosianin pada kultur Spirulina fusiformis. Berita Biologi 8(3):163-169. Colla LM, Reinehr CO, Reichert C, Costa JAV. 2005. Production of biomass and nutraceutical compounds by Spirulina platensis under different temperature and nitrogen regimes. Biores. Techno. 1-5. Colla LM, Furlong EB, Costa JAV. 2007. Antioxidant properties of Spirulina (Arthrospira platensis) cultivated under different temperatures and nitrogen regimes. Braz. Arch. of Biol. and Techno. 50:161-167. Costa JAV, Cozza KL, Oliviera L, Magagnin G. 2001. Different nitrogen sources and growth responses of Spirulina platensis in microenvironment. Laboratory of Biochemical Engineering, Department of Chemistry, Federal University Foundation of Rio Grande (FURG), Rio Grande, RD, Brazil, pp. 1-5. Damongilala LJ. 2009. Kadar air dan total bakteri pada ikan roa (Hemirhampus sp) asap dengan metode pencucian bahan baku berbeda. Jurnal Ilmiah Sains 9(2):190-198. Daniel WW. 1990. Applied Nonparametric Satistics 2nd ed. Boston : PWS-KENT Publishing Company. 634 p. de Mann JM. 1999. Principles of Food Chemistry 2nd ed. Maryland: Aspen Publisher, Inc. 595 p. Ebrahimzadeh MA, Nabavi SF, Nabavi SM. 2009. Essential oil composition and antioxidant activity of Pterocarya fraxinifolia. PJBS 12(13):957-963. Estrada JEP, Bescos PB, del Fresno AMV. 2001. Antioksidant activity of different fractions of Spirulina platensis protean extract. IL Farmaco 56:497-500. Food and Agriculture Organization (FAO). 2008. Fisheries and Aquaculture Circular No. 1034 : A Review On Culture, Production and Use of Spirulina as Food For Humans and Feeds For Domestic Animals and Fish. Rome : ISBN 978-92-5-106106-0. Fennema OR. 1996. Food Chemistry 3rd ed. New York : Marcel Dekker, Inc. 1069 p.
51
Ginting E dan Suprapto. 2005. Pemanfaatan pati ubi jalar sebagai subtitusi terigu pada pembuatan roti manis. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian : Prosiding Seminar Nasional Teknologi Inovatif Pascapanen untuk Pengembangan lndustri Berbasis Pertanian. Goksan T, Zekeriyaoglu A, Ilknur AK. 2007. The growth of Spirulina platensis in different culture systems under greenhouse condition. Turk. J. Biol. 31: 47-52. Hariyadi P. 2005. Produk Samping Padi Jangan Buru-buru Dibuang. http://web.ipb.ac.id [23 September 2012] Herawati H. 2008. Penentuan umur simpan pada produk pangan. JLP 27(4):124130. Hiswaty. 2002. Pengaruh penambahan tepung ikan nila merah (Oreochromis sp.) terhadap karakteristik biskuit [skripsi]. Bogor : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Hutabarat TS. 2001. Koefisien difusi tepung beras pada berbagai suhu dan kelembapan udara lingkungan yang berbeda [skripsi]. Bogor : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor. Ismail M, Ali DA, Fernando A, Abdraboh ME. 2009. Chemoprevention of rat liver toxicity and carcenogenesis by Spirulina. J. Biol. Sci. 5:377-387. Jittanoonta P, Cuptapun Y, Hengsawadi D, Limpanussorn J, Klungsub P, Poungshompoo S, Boonsom J, Ingthamajit S. 1999. Food safety on utilization of solar-dried Thai Spirulina. Kasetsart J. Nat. Sci. 33:277-283. Karadeniz A, Yildirim A, Simsek N, Kalkan Y, Celebi F. 2008. Spirulina platensis protect against gentamicin-induced nephrotoxicity in rats. Phytotherapy Research 22:1506-1510. Kaya AOW. 2008. Pemanfaatan tepung tulang ikan patin (Pangasius sp.) sebagai sumber kalsium dan fosfor dalam pembuatan biskuit [tesis]. Bogor : Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Kaya AOW, Santoso J, Salamah E. 2008. Pemanfaatan tepung tulang ikan patin (Pangasius sp) sebagai sumber kalsium dan fosfor dalam pembuatan biskuit. Ichthyos 7(1):9-14. Kenfack MA, Dikosso SE, Loni EG, Onana EA, Sobngwi E, Gbaguidi E, Kana ALN, Tsague GN, Weid DVD, Njoya O, Ngogang J. 2011. Potential of Spirulina platensis as a nutritional supplement in malnourished hivinfected adults in Sub-Saharan Africa: a randomised, single-blind study. Nutrition and Metabolic Insight 4:29-37.
52
Lee SH, Lee JB, Lee KW, Jeon YJ. 2010. Antioxidant properties of tidal pool microalgae, Halochlorococcum porphyrae and Oltamannsiellopsis unicellularis from Jeju Island, Korea. Algae 25(1):45-56 Lestijaman T. 2012. Susu pertumbuhan untuk anak dalam beberapa tahapan usia. Food Review 7(6):1-5. Li ZY, Guo SY, Li L, Cai MY. 2007. Effects of electromagnetic field on the batch cultivation and nutritional composition of Spirulina platensis in an air-lift photobioreactor. Biores. Techno. 98:700-705. Manley D. 2000. Technology of Biscuits, Cracker, and Cookies 3rd ed. England : CRC Press. 499 p. Mattjik AA dan Jaya IM. 2006. Rancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Bogor : IPB Press. Mau JL, Lin HC, Chen CC. 2002. Antioxidant properties of several medicinal mushrooms. J. Agric. Food Chem. 50:6072-6077. McCarthy TL, Kerry JP, Kerry JF, Lynch PB, Buckley DJ. 2001. Evaluation of antioxidant potential of natural food/plant extracts as compared with synthetic antioxidants and vitamin E in raw and cooked pork patties. Meat Sci. 57:45-52. Miron TL, Gazi I, Moral MPD. 2010. Romanian aromatic plants as sources of antioxidants. IRFB 6:18-24. Molyneux P. 2004.The use of the stable free radikal diphenylpicrylhydrazyl (DPPH) for estimating antioxidant activity. J. Sci. Techno. 26(2):211-219. Nagaraj S, Arulmurugan P, Karuppasamy K, Jayappriyan KR, Sundararaj R, Vijayanand N, Rengasamy R. 2011. Hepatoprotective and antioxidative effects of C-phycocyanin in CCL4 induced hepatic damage rats. Academic J. Cancer Res. 4 (2): 29-34. Nagi HPS, Kaur J, Dar BN, Sharma S. 2012. Effect of storage period and packaging on the shelf life of cereal bran incorporated biscuits. Am. J. Food Technol. 7(5):301-310. [Permenkes] Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1593/MENKES/SK/XI/2005. 2005. Angka kecukupan gizi yang dianjurkan bagi bangsa Indonesia. Jakarta : Pemerintahan Indonesia. Rahayu DS. 2012. Ragi Bahan Utama Pengembangan Adonan Roti. http://www.bakerymagazine.com [23 September 2012]
53
Reddy V, Urooj A, Kumar A. 2005. Evaluation of antioxidant activity of some plant extracts and their application in biscuits. Food Chem. (90):317–321. Richmond A. 1988. Spirulina. Didalam Micro-algal Biotechnology. Borowitzka MA dan Borowitzka LJ, editor. Cambridge : Cambridge Universiti Press. p 85 - 248. Rustanti N, Noer ER, Nurhidayati. 2012. Daya terima dan kandungan zat gizi biskuit bayi sebagai makanan pendamping asi dengan substitusi tepung labu kuning (Cucurbita moshchata) dan tepung ikan patin (Pangasius spp). JATP 1(3):59-64. Saenab A, Laconi EB, Retnani Y, Mas’ud MS. 2010. Evaluasi kualitas pelet ransum komplit yang mengandung produk samping udang. JITV (1):31-39. Saksono H. 2012. Pasar Biskuit Diproyeksi Tumbuh 8% Didorong Konsumsi. http://www.indonesiafinancetoday.com [19 Juni 2012] Suarni. 2001. Tepung komposit sorgum, jagung, dan beras untuk pembuatan kue basah (cake). Jurnal Litbang Pertanian 6:55-60. Sugihartuti R, Siregar AZ, Tyasningsih W, Koestanty E. 2010. Pengaruh teat dipping sari buah mengkudu (Morinda citrifolia L) terhadap kasus mastitis subklinis pada sapi perah berdasarkan pemeriksaan total plate count [Artikel ilmiah]. Surabaya : Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga. Suminto. 2009. Penggunaan jenis media kultur teknis terhadap produksi dan kandungan nutrisi sel Spirulina platensis. Jurnal Saintek Perikanan 4(2):53-61. Susanna D, Zakianis, Hermawati E, Adi HK. 2007. Pemanfaatan Spirulina platensis sebagai suplemen protein sel tunggal (PST) mencit (Mus musculus). Makaira Kesehatan 11(1):44-49. Suwarso W, Budianto E, Jayadi I. 2002. Semi-sintesis vanili dari gluaiakol via reaksi reamer-tiemann yang dikatalisis dengan katalis transfer fase/PTC: [18]-crown ether-6. Makara Sains 6(2):70-77. Thomas SS. 2010. The role of parry organic spirulina in health management. India : Parry Nutraceuticals, Division of EID Parry (India) Ltd. Torres-Duran PV, Ferreira-Hermosillo A, Juarez-Opopeza MA. 2007. Antihyperlipemic and antihypertensive effect of Spirulina maxima in an open sample of Mexican population : a Preliminary Report. Lipids Health Disease 6:33-41.
54
Visireddy H. 2011. Dough fermentation properties as a function of physical and chemical changes [thesis]. Oklahoma : Oklahoma State University. Vonshak A, Boussiba S, Abeliovich A, Richmond A. 2004. Production of Spirulina platensis biomass : Maintenance of monoalgal culture outdoors. Biotechnol. Bioeng. 25(2):341-349. Wang L, Pan B, Sheng J, Xu J, Hu Q. 2007. Antioxidant activity of Spirulina platensis extracts by supercritical carbon dioxide extraction. Food Chem. 105:36–41 Winarno FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Bogor : Mbrio Press. 286 p. Winarsi H. 2011. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Yogyakarta : Kanisius. 282 p. Yanuar V, Santoso J, Salamah E. 2009. Pemanfaatan cangkang rajungan (Portunus pelagicus) sebagai sumber kalsium dan fosfor dalam pembuatan produk crackers. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan 12(1):59-72. Yuliani V. 2008. Sintesis ester laktovanilat dari asam vanilat dan laktosa serta uji aktivitas antioksidan [skripsi]. Depok : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia.
55
LAMPIRAN
56
Lampiran 1 Analisis ragam terhadap kandungan gizi makro biskuit Hasil uji statistik kadar abu (bk) Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Model
1
2.41935000
2.41935000
41.09
0.0030*
Error
4
0.23553333
0.05888333
Corrected Total
5
2.65488333
Keterangan = * : perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda (P<0,05), maka dilakukan uji lanjut. Hasil uji lanjut kadar abu (bk) Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
kode
a
3.8067
3
kultur
b
2.5367
3
kontrol
Huruf a dan b menunjukkan pengaruh yang berbeda antar perlakuan (P<0,05). Hasil uji statistik kadar protein (bk) Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Model
1
23.12806667
23.12806667
118.35
0.0004*
Error
4
0.78166667
0.19541667
Corrected Total
5
23.90973333
Keterangan = * : perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda (P<0,05), maka dilakukan uji lanjut.
57
Hasil uji lanjut kadar protein (bk) Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
kode
a
13.2867
3
kultur
b
9.3600
3
kontrol
Huruf a dan b menunjukkan pengaruh yang berbeda antar perlakuan (P<0,05). Hasil uji statistik kadar lemak (bk) Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Model
1
0.00426667
0.00426667
0.01
0.9327
Error
4
2.11213333
0.52803333
Corrected Total
5
2.11640000
Keterangan = perlakuan memberikan pengaruh yang sama (P>0,05)
Hasil uji statistik aktivitas antioksidan Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Model
1
2404134.0
2404134.0
0.07
0.8021
Error
4
134165389.3
33541347.3
Corrected Total
5
136569523.3
Keterangan = perlakuan memberikan pengaruh yang sama (P>0,05)
58
Hasil statistik uji total mikroba Source
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
perlakuan
1
0.01805000
0.01805000
0.10
0.7711
r(perlakuan)
2
0.18430000
0.09215000
0.49
0.6426
waktu
2
0.35063333
0.17531667
0.94
0.4622
r(waktu)
4
0.91933333
0.22983333
1.23
0.4216
perlakuan*waktu
2
1.04863333
0.52431667
2.82
0.1724
Keterangan = perlakuan memberikan pengaruh yang sama (P>0,05) Hasil statistik uji aktivitas air (aw) Source
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
perlakuan
1
0.07169422
0.07169422
162.06
0.0002*
r(perlakuan)
2
0.02043811
0.01021906
23.10
0.0063
waktu
2
0.32870678
0.16435339
371.51
<.0001*
r(waktu)
4
0.00384822
0.00096206
2.17
0.2352
perlakuan*waktu
2
0.07407811
0.03703906
83.73
0.0005
Keterangan = * : perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda (P<0,05), maka dilakukan uji lanjut. Hasil uji lanjut aktivitas air (aw) Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
waktu
a
0.58200
6
31
a
0.54550
6
16
b
0.27883
6
1
Huruf a dan b menunjukkan pengaruh yang berbeda antar perlakuan (P<0,05).
59
Lampiran 2 Score sheet uji hedonik (uji kesukaan) biskuit
LEMBAR PENILAIAN Nama produk
:
Nama panelis
:
Tanggal
:
Instruksi 1. Netralkan dengan air putih sebelum Anda mencicipi setiap sampel. 2. Nyatakan nilai kesukaan Anda terhadap parameter sampel pada kolom nilai kesukaan. Kode sampel P1 P2 P3
Penampakan
Tekstur
Warna
Rasa
Keterangan 1 : amat sangat tidak suka
6 : agak suka
2 : sangat tidak suka
7 : suka
3 : tidak suka
8 : sangat suka
4 : agak tidak suka
9 : amat sangat suka
5 : netral/biasa
Aroma
60
Lampiran 3 Hasil perankingan dan uji Kruskal-Wallis penentuan formula terpilih Ranks
penampakan
tekstur
warna
rasa
aroma
kode
N
Mean Rank
P1
30
49.87
P2
30
46.28
P3
30
40.35
Total
90
P1
30
48.62
P2
30
42.42
P3
30
45.47
Total
90
P1
30
44.92
P2
30
49.05
P3
30
42.53
Total
90
P1
30
48.28
P2
30
45.40
P3
30
42.82
Total
90
P1
30
52.17
P2
30
42.93
P3
30
41.40
Total
90 Test Statisticsa,b
penampakan
tekstur
warna
rasa
aroma
Chi-Square
2.143
.878
.991
.698
3.217
df
2
2
2
2
2
Asymp. Sig.
.342
.645
.609
.705
.200
a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: kode
61
Lampiran 4 Penentuan penambahan Spirulina Serving size (mengacu biskuit komersial), jumlah kalori untuk snack atau makanan ringan 100 – 150 kkal : 18 gram ≈ 80 kkal 27 gram ≈ 120 kkal 36 gram ≈ 180 kkal
Spirulina yang ditambahkan yaitu 2 g/serving size (mengacu pada jumlah konsumsi suplemen kapsul Spirulina komersial)
Biskuit yang dihasilkan ± 80 gram, sehingga : 1. Untuk serving size 18 gram bisa disajikan 4,5 kali ; Spirulina yang ditambahkan 9 gram 2. Untuk serving size 27 gram bisa disajikan 3 kali ; Spirulina yang ditambahkan 6 gram 3. Untuk serving size 36 gram bisa disajikan 2 kali ; Spirulina yang ditambahkan 4 gram
62
Lampiran 5 Perhitungan angka kecukupan gizi Kebutuhan gizi per hari mangacu pada kebutuhan perhari untuk umum dari BPOM (2005) yaitu karbohidrat 300 g (1200 kkal), protein 60 g (240 kkal), dan lemak 62 g (560 kkal).
Biskuit Spirulina Parameter Kadar (%) Kadar (%) dalam 18 gram Energi disumbangkan (kkal) Energi dibutuhkan (kkal) Kebutuhan (mg) % AKG
Karbohidrat 69,68 12,5424 50,1696 1200 300 4,1808
Protein 12,27 2,2086 8,8344 240 60 3,6810
% AKG protein =
Lemak 6,92 1,2456 11,2104 560 62 2,0018
= 3,681 %
Biskuit kontrol Parameter Kadar (%) Kadar (%) dalam 18 gram Energi disumbangkan (kkal) Energi dibutuhkan (kkal) Kebutuhan (mg) % AKG % AKG protein =
Karbohidrat 79,97 13,8546 55,4184 1200 300 4,6182
Protein 8,94 1,6092 6,4368 240 60 2,682
Lemak 7,09 1,2762 11,4858 560 62 2,0510
= 2,682 %
63
Lampiran 6 Media kultivasi Spirulina Media Zarrouk teknis modifikasi
Media Walne
Media
Komposisi
Media
Komposisi
(NH4)2CO
0,13 g/L
B12
0,5 g/L
K2SO4
0,04 g/L
B1
10 g/L
ZA
0,06 g/L
(NH4)Mo7O24.4H2O
0,9 g/L
MgSO4
0,02 g/L
CoCl2.6H2O
2 g/L
CaCl2
0,004 g/L
ZnCl2
2,1 g/L
Na2HPO4
0,04 g/L
CuSO4.5H2O
2 g/L
FeCl3
0,001 g/L
Trace metal solution
1 ml dari 100 larutan
Na2EDTA
0,008 g/L
H3BO3
33,6 g/L
NaHCO3
2 g/L
MnCl2.4H2O
0,36 g/L
Vit B12
1 µ/L
FeCl3.6H2O
1,3 g/L
NaH2PO4.2H2O
20 g/L
NaNO3
100 g/L
Na2EDTA
45 g/L