Fondasi Pendidikan Islam Multikultural di Indonesia: Analisis Q.S. ujurāt,[49]: Ayat 11-13 Q.S.AlAl-Ḥujurāt 11-13 dalam Tafsir dan Tafsir Al-Mishbâh: Fondasi unt jurāt [49]: 11-13 dalam TafsirMarā Marāḥ Labīd,Tafsir Labīd,Tafsir Al-Azhar, dalam Tafsir Al-Azhar, dan afsir Al-Mishbâh: Fondasi untuk Pendidikan Islam yangBerkarakter Multikultur Tafsir Al-Mishbâh Berkarakter Multikultural di Indonesia
Ahmad Darmadji
Ahmad Darm
Ahmad Darmadji Program Studi Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Agama Islam, Studi Pendidikan Agama Islam, Fakultas UniversitasProgram Islam Indonesia
[email protected] di Pendidikan Agama Islam, FakultasEmail: Ilmu Agama Islam, Universitas Islam Indonesia Indonesia
ahmad.darmadji@
AbstraCT
[email protected]
This article is intended for developing the foundation of multicultural Islamic eduAbstrak cation in accordance with the identity of Indonesia nation. This article reviewed the meaning contained in Q.S. Al-Hujarat (49): (11-13), often related to groups of verses Artikel ini dimaksudkan untuk membangu dimaksudkan untuk membangunspirit dasar-dasar pendidikan proposing the multicultural in a life. These verses were Islam then examined by referberkarakter multikultural yang sesuai deng multikultural sesuai dengan kepribadian ringyang to the comprehension of Indonesian tafseerbangsa expert inIndonesia. Tafseer Marah Labid, Tafseer Untuk itu, artikel ini mengkaji makna yang rtikel ini mengkaji yang terkandung dalam Q.S. Al-Ḥujurāt Al-Azhar, makna and Tafseer Al-Mishbah. Those three tafseers composed by Indonesian au- sebagai [49]: 11-13 yang seringkali dirujuk yang seringkali dirujuk sebagai kelompok ayat yang menawarkan thors are expected to be able to represent the peculiarity of Islamic experience in Indosemangat multikultural dalam kehidupan. Aya ultikultural dalam kehidupan. Ayat-ayat ini kemudian ditelaah dengan nesia. The result of the discussion towards the meaning ofpemahaman the verses indicated that theIndonesi mengacu ahli tafsir da pemahaman ahli tafsir Indonesia dalam Tafsir Marāḥpada Labīd, Tafsir multicultural spirit was recognized as an important part in dynamicsAl-Mishbâh. of the teachings Ketiga Al-Azhar, an Tafsir Al-Mishbâh. Ketiga tafsir yang dikarang dan olehTafsir orang of Islam since it mewakili is inevitability. If it is associated withini the Islam multicultural Indonesia diharapkan mamputhemewakil ni diharapkan mampu kekhasan pengalaman di education, of the teachingsterhadap of Alquran makna needs to beayat-ayat developed bytersebut reinforcing multicultural Indonesia. Hasil dari pembahasan terha Hasil darispiritpembahasan menunjukkan semangat multikultural d visions inmultikultural Islamic education in Indonesia, begun with thebahwa content and the development n bahwa semangat diakui sebagai bagian penting dalam ajaran dengan Islam karena merupakan k government policy. keniscayaan.dinamika aran Islam ofkarena merupakan Jika dikaitkan
pendidikan multikultural maka semangat ajaran Alquran ini perlumultikultural dibangun maka semangat aj dalam mperkuat visi multikultural dalam pendidikan Islammemperkuat di Indonesia, dengan visi multikultural konten hingga pengembangan kebijakan pemerintah. dimulai dari konten hingga pengembangan keb
multikulturalisme, pendidikan multikultural, Kata tafsir nusantara kunci:multikulturalisme, pendidikan mu
n Pendahuluan merupakan negara yang tidak hanya dianugerahi luasnya wilayahnegara yang tidak ha Indonesia merupakan budaya lautan yang luas, tetapi juga keanekaragaman darilautan penduduk daratan dan yang luas, tetapi juga kean
l di dalamnya. Data Badan Pusat Statistik menyebutkan bahwa
yang tinggal di dalamnya. Data Badan Pu
daknya 1.340 suku bangsa di Indonesia. Suku bangsa sebanyak ini
terdapat setidaknya 1.340 suku bangsa
i-bagi lagi ke dalam sejumlah anak suku di bawahnya. Suku Jawa
di Ind
dibagi-bagi lagi ke dalam sejumlah masih
an
236 Millah Vol. XIII, No. 2, Februari 2014
Keywords: multiculturalism, multicultural education, tafsir nusantara
A. Pendahuluan Indonesia merupakan negara yang tidak hanya dianugerahi luasnya wilayah daratan dan lautan yang luas, tetapi juga keanekaragaman budaya dari penduduk yang tinggal di dalamnya. Data Badan Pusat Statistik menyebutkan bahwa terdapat setidaknya 1.340 suku bangsa di Indonesia. Suku bangsa sebanyak ini masih dibagi-bagi lagi ke dalam sejumlah anak suku di bawahnya. Suku Jawa misalnya yang memiliki populasi terbesar, yaitu sejumlah 95,2 juta jiwa atau 40,2% populasi Indonesia, merupakan bagian dari suku Jawa, Osing, Tengger, Samin, Bawean/Boyan, Naga, Nagaring, dan suku lain yang tinggal di pulau Jawa.1 Sebaliknya suku-suku asal Papua yang jumlahnya mencapai 466 suku di Papua dan Papua Barat populasinya hanya sekitar 2,7 juta jiwa atau 1,14 % dari populasi total penduduk Indonesia.2 Komposisi penduduk ini juga nampak beragam jika dilihat dari sisi agama sebagaimana disajikan dalam tabel berikut. Umat Islam sebagai penduduk mayoritas jumlahnya mencapai lebih dari 200 juta jiwa dan juga memiliki beragam mażhab, aliran, organisasi masa, dan media aktualisasi keberagamaan yang beragam pula. Dalam Islam sendiri adanya keragaman dalam berbagai suku bangsa telah menjadi pengakuan sebagai sebuah sunnatullah atau hukum
Badan Pusat Statistik, Kewarganegaraan, Suku Bangsa, Agama, dan Bahasa Sehar-hari Penduduk Indonesia (Jakarta: Badan Pusat Statistik, 2010), hal. 8. 2 ibid. 1
Fondasi Pendidikan Islam Multikultural di Indonesia 237
Allah Swt dalam kehidupan sosial masyarakat.3 Tabel 1 Jumlah dan Presentase Penduduk Menurut Agama yang Dianut Tahun 20104 Agama (1)
Islam Kristen Katolik Hindu Budha Khong Hu Cu Lainnya Tidak Terjawab Tidak Ditanyakan Jumlah
Jumlah Pemeluk (Jiwa) (2) 207.176.162 16.528.513 6.907.873 4.012.116 1.703.254 117.091 229.617 139.582 757.118 237.641.326
Persentase (3) 87,18 6,96 2,91 1,69 0,72 0,05 0,13 0,06 0,32 100
Beragamnya budaya, agama, suku bangsa, dan pola hidup yang ada di Indonesia disadari memberi ruang bagi pengayaan falsafah hidup dan potensi bagi kemajuan. Untuk itulah wajar jika Bhineka Tunggal Ika dijadikan semboyan yang mewakili semangat kesatuan tersebut. Apalagi semboyan ini diambil dari basis tradisi yang berakar dari masa kejayaan Majapahit yang mewadahi sebagian besar wilayah di Nusantara. Upaya menjaga keragaman ini agar menjadi modal bagi pembangunan pun terus dilakukan pemerintah di berbagai tahapan perkembangan Indonesia, mulai dari memasyarakatkan Pancasila di masa Orde Baru hingga mengembangkan dan mensosialisasikan konsep Empat Pilar Kebangsaan di masa kini. Meskipun secara konseptual diyakini benar dan telah terus menerus diupayakan, hidup dalam nuansa perbedaan budaya, agama, kondisi sosial, dan perbedaan lainnya, terbukti tidak mudah dilakukan. Buktinya terlihat dari masih banyaknya konflik horizontal yang melibatkan masyarakat diakibatkan masalah-masalah di seputar perbedaan ini. Sejumlah konflik memang telah berhasil diurai dan diselesaikan, namun adanya keragaman tanpa kesiapan menghadapinya jelas menjadi peluang terulangnya konflik. Kondisi ini tentu saja menjadi potensi yang besar bagi timbulnya konflik sosial dengan beragam Muhammad Chirzin, “Kenekaragaman dalam al-Qur’an”, Tsaqafah: Jurnal Peradaban Islam (Gontor: Institut Studi Islam Darussalam, 2011), Vol. 7, No. 1, hal. 51-68. 4 ibid. 3
238 Millah Vol. XIII, No. 2, Februari 2014 latar belakang di masa mendatang. Jumlah potensi konflik ini bahkan mencapai lebih dari seribu titik yang oleh pemerintah terus dipantau.5 Berdasarkan kondisi di atas, adalah wajar jika kemudian muncul pandang an multikulturalisme yang kemudian melahirkan pendidikan multikultur. Harapan yang ingin dibangun dari keduanya adalah lahirnya generasi baru Indonesia yang tidak hanya mau dan mampu menghargai budaya, etnis, agama, aliran, dan sistem hidupnya semata tetapi juga mengakui keberadaan yang lain dan secara bersama mengambil manfaat dari adanya keragaman tersebut. Dalam konteks Indonesia modern dengan sistem politik dan ekonomi yang semakin terbuka, hal ini merupakan sebuah keniscayaan jika ingin membangun sebuah bangsa yang kuat berdasarkan keanekaragaman yang ada. Kajian singkat ini diarahkan untuk melihat peluang mengembangkan pendidikan multikultur sebagai salah satu upaya membentuk karakter yang multikulturalis dalam konteks Indonesia. Mengingat Islam menjadi agama mayoritas maka aspek ajarannya terutama dari sumber utama, yaitu Alquranlah yang secara khusus akan dibahas. Kajian dimulai dari penjelasan mengenai multikulturalisme dan pendidikan multikultur sebagai landasan pemikiran kemudian dilanjutkan dengan penjelasan data yang dianalisa yaitu berupa ayat-ayat yang berdimensi multikultural pada sejumlah kitab tafsir. Analisis terhadap makna aya-ayat ini kemudian dilakukan untuk selanjutnya dirumuskan sebuah mo del pendidikan Islam yang berkarakter multikultur beserta analisis mengenai penerapannya di Indonesia.
B. Karakteristik Multikulturalisme dan Pendidikan Multikultural Memahami multikulturalisme secara lebih holistik dapat dilakukan de ngan memahami budaya sebagai sebuah sistem yang secara historis diwarisi Kepolisian Republik Indonesia menginventarisir 1.629 potensi konflik sebagaimana disampaikan mantan Kapolri, Jenderal Timor Pradopo (3/9/2012). Lihat Detiknews, “Kapolri: Ada 1.629 Lokasi Potensi Konflik di Indonesia” diakses dari http://news.detik.com/ read/2012/09/03/171831/2006660/10/kapolri-ada-1629-lokasi-potensi-konflik-di-indonesia pada 20 Februari 2014. Sementara menurut Deputi Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam) Bidang Koordinasi Keamanan Nasional, Irjen. Pol. Bambang Suparno (29/8/2013) jumlahnya lebih besar, yaitu mencapai 1.804 potensi konflik. Lihat Medan Bisnis, “1.804 Potensi Konflik di Indonesia” diakses dari http://www.medanbisnisdaily.com/news/read/2013/08/30/47863/1804_potensi_konflik_di_indonesia/ pada 20 Februari 2014. 5
Fondasi Pendidikan Islam Multikultural di Indonesia 239
oleh seseorang. Melalui sistem yang ada dalam budaya inilah, seseorang sebagai pewaris suatu budaya melihat bagaimana sebuah masyarakat bekerja dan hubungan di dalamnya berlangsung. Dalam konteks saat ini hampir pasti kebanyakan manusia hidup dalam lingkungan yang multikultur, yaitu lingkungan dengan banyak budaya di dalamnya.6 Keragaman budaya yang hidup bersama ini pada dasarnya telah lama tumbuh dalam kehidupan manusia, hanya saja kesadaran historis dan ideologis akan adanya perbedaan untuk kemudian menjadikannya sumber daya relatif belum lama muncul.7 Multikulturalisme pun kemudian muncul sebagai sebuah teori tentang bagaimana kebebasan dan kesejateraan manusia secara mendasar dan bagaimana upaya mencapai konsepsi kehidupan yang baik (good life).8 Landasan utama yang dibangun dalam multikulturalisme adalah (a) bahwa manusia pada dasarnya telah terikat dalam suatu budaya sebagai warisan yang dibawa sejak lahir, (b) setiap budaya mewakili pandangan yang terbatas atas kehidupan yang baik dan manfaat dari dialog dengan budaya lain, dan (c) masyarakat yang baik (good society) adalah masyarakat yang mampu menyuburkan iklim dialog antara berbagai budaya yang ada.9 Pengakuan adanya keragaman dalam konteks multikulturalisme seringkali melahirkan kesalahpahaman sehingga penting dilakukan upaya memperjelas konsep ini dengan mengaitkannya dengan berbagai hal yang seolah tersirat di dalamnya, padahal sebenarnya tidak. Multikulturalisme misalnya tidak memaksa seseorang untuk selalu terkungkung dalam budaya yang diwarisinya karena jika ia mampu untuk bangkit dan meningkatkan diri di atas budaya tersebut, sangat mungkin baginya untuk menjadi lebih maju. Contoh lainnya multikulturalisme juga tidak menghendaki adanya pemisahan yang kuat berdasarkan budaya untuk kemudian masing-masing hidup dengan tujuan mencapai kehidupan yang baik. Multikulturalisme justru mengharapkan adanya kerjasama antar budaya untuk mencapai kesejahteraan bersama.10
Bhikhu Parekh, “Dialogue between cultures”, dalam Ramón Máiz dan Ferran Requejo (eds), Democracy, Nationalism and Multiculturalism, (New York, USA: Frank Cass & Co. Ltd, 2005), hal. 13. 7 ibid., hal. 14. 8 ibid., hal. 16. 9 ibid. 10 ibid., hal. 17-18. 6
240 Millah Vol. XIII, No. 2, Februari 2014 Adanya keragaman sebagaimana diakui multikulturalisme dan harapan akan kerjasama di dalamnya kemudian melahirkan pendidikan multikultural yang diharapkan akan menyemai semangat ini. Berbicara mengenai pendidik an multikultural paling tidak akan membahas pada dataran ide atau konsep, pergerakan reformasi pendidikan, dan sebuah proses. Pendidikan multikultural menggabungkan ide bahwa semua siswa dengan tanpa melihat gender, kelas sosial, etnis, rasial, atau karakteristik kebudayaan seharusnya siswa mempunyai kesempatan yang bsama untuk belajar di sekolah. Gagasan penting pada pendidikan multikultural adalah bagaimana siswa mampu memiliki kesempatan untuk belajar di sekolah sebagai suatu struktur yang ada pada saat ini daripada siswa yang dianggap menjadi bagian dari kelompok atau memiliki karakteristik budaya yang berbeda. Sebuah lembaga pendidikan dapat disebut sebagai multikultural jika secara khusus memberikan mandat untuk memasukkan berbagai perbedaan dalam anak didik sebagai bagian dari perumusan kebijakan pendidikan maupun program dan implementasinya.11Dengan demikian pendidikan multikultural adalah konsep luas dengan berbagai perbedaan dan dimensi yang meliputinya. Dimensi dari pendidikan multikultur dapat digunakan sebagai panduan sekolah dalam melakukan reformasi ketika mengimplementasikan pendidikan multikultural ini. Adapun dimensinya antara lain: (1) penyatuan materi (content integration), (2) bangunan pengetahuan (knowledge construction), (3) mengurangi pradua (prejudice reduction), (4) pedagogi berkeadilan (equality pedagogy), dan (5) memberdayakan budaya sekolah dan struktur sosial (empowering school culture and social structure).12 Penyatuan materi atau content integration merujuk pada ruang lingkup dimana guru menggunakan contoh dan materi dari beragam kebudayaan dan kelompok dalam memberi ilustrasi konsep utama, prinsip-prinsip, proses ge neralisasi, dan menjelaskan teori pada mata pelajaran atau disiplin ilmu tertentu. Proses ini berlangsung dengan atas dasar logika.13 Bangunan pengetahuan David M. Rosen, “Multicultural Education: An Anthropological Perspective”, Anthropology and Education Quarterly (1977) Vol. 8, No. 4, hal. 221-226. 12 James A. Banks, “Multicultural Education: Characteristics and Goals”, dalam James A. Banks dan Cherry A. McGee Banks (eds), Multicultural Education: Issues and Perspectives, Seventh Edition (Danvers, USA: John Wiley & Sons, Inc, 2010), hal. 20. 13 ibid. 11
Fondasi Pendidikan Islam Multikultural di Indonesia 241
atau knowledge construction process terkait pada lingkup dimana guru dapat membantu siswa untuk memahami, melakukan penyelidikan, dan menentukan bagaimana asumsi implisit suatu budaya, kerangka acuan, sudut pandang, dan bias yang mungkin terjadi diantara disiplin ilmu dalam memberi pengaruh pada pengetahuan tersebut dikonstruksi.14 Mengurangi praduga (prejudice reduction) dilakukan guru dengan membantu siswa membangun sikap yang positif dalam perbedaan ras, etnis, dan kelompok budaya ketika menerangkan pelajaran dan aktivitas.15 Pada dimensi pedagogi berkeadilan (equaty pedagogy), pembelajaran didesain oleh guru agar proses yang berlangsung dapat merefleksikan isu penting dari multikultural. Proses ini diharapkan mampu memfasilitasi prestasi belajar siswa dari bera gam ras, budaya, jender, dan kelompok kelas sosial yang ada.16 Memberdayakan budaya di sekolah dan struktur sosial di masyarakat (empowering school culture and social structure) antara lain tercermin pada pengorga nisasian budaya sekolah dan struktur sekolah, harus melibatkan seluruh siswa dan staf di sekolah, sehingga diharapkan semua sivitas sekolah akan berpartisipasi dalam pengorganisasian ini.17 Secara grafis hubungan kelima dimensi ini dapat disajikan dalam gambar berikut.
16 17 14 15
ibid. ibid., hal. 21. ibid., hal. 22. ibid.
242 Millah Vol. XIII, No. 2, Februari 2014
Bangunan Pengetahuan Pendidikan perlu membantu anak didik memahami, menyelidiki, dan menentukan bagaimana asumsi-asumsi implisit budaya, kerangka penunjukan, perspektif, dan praanggapan dalam satu disiplin mempengaruhi cara pengetahuan dibangun
Penyatuan Materi Penyatuan materi berkaitan dengan sejauh mana pendidik menggunakan contoh-contoh dan materi dari berbagai budaya dalam proses pengajaran yang mereka lakukan
Pedagogi Berkeadilan Satu sistem pedagogi yang adil muncul jika pendidik mengubah cara mereka mendidik menjadi lebih memfasilitasi capaian akademik anak didik dari ras, budaya, kelamin, dan kelompok sosial yang berbeda
Pendidikan Multikultur
Mengurangi Praduga Dimensi ini fokus pada karakteristik perilaku rasial anak didik dan bagaimana mengubahnya dengan mengajarkan berbagai metode dan materi
Memberdayakan Budaya Sekolah Praktek mengelompokkan dan melabeli, kesertaan olahraga, ketidaksebandingan dalam capaian, dan interaksi staf dan anak didik antar berbagai etnik dan ras harus ditinjau untuk menciptakan budaya sekolah yang memberdayakan anak didik dari berbagai kelompok ras, etnik, dan kelamin
Gambar Pendidikan Multikultur 18 Gambar11 Dimensi-dimensi Dimensi-dimensi Pendidikan Multikultur Sumber: James A. Banks, “Multicultural Education: Characteristics and Goals”, dalam James A. Banks dan Cherry A. McGee Banks (eds), Multicultural Education: Issues and Perspectives, Seventh Edition (Danvers, USA: John Wiley & Sons, Inc, 2010), hal. 23.
Dengan demikian pendidikan multikultural yang diharapkan dapat mewadahi cita-cita membangun masyarakat faham multikulturalisme Dengan demikian pendidikan multikulturalberdasarkan yang diharapkan dapat mewadahi citamembutuhkan kerjasama dari beragam pihak. Sebagaimana tergambar dalam cita membangun masyarakat berdasarkan faham multikulturalisme membutuhkan dimensi pendidikan multikultur di atas, terdapat guru, masyarakat, orang tua kerjasama dari beragam pihak. Sebagaimana tergambar dalam dimensi pendidikan dan pemerintah yang terlibat langsung dalam upaya membangun pendidikan multikultur di atas, terdapat guru, masyarakat, orang tua dan pemerintah yang multikultur. terlibat langsung dalam upaya membangun pendidikan multikultur. Ibid. hal. 23.
18
Halaman8dari26
Fondasi Pendidikan Islam Multikultural di Indonesia 243
Tafsir Marāh Labīd, Tafsir Al-Azhar, dan Tafsir Al-Mishbāh sebagai Tafsir Marāh Labīd, Tafsir Al-Azhar, dan Tafsir Al-MishbāhSebagai Sumber Local Genius Indonesia Sumber Local Genius Indonesia Tafsir mencakup Marāḥ Marā Labīd Tafsiryang yangdigunakan digunakan dalam dalam pembahasan pembahasan ini mencakup Labīdli li Kasyf
Ma‘nā al-Qur’ān al-Majīd, Tafsir Al-Azhar, dandan Tafsir Al-Mishbâh. Ketigāh Labīd, Kasyf Tafsir Al-Azhar, dan Tafsir Al-MishbāhSebagai Ma‘nā al-Qur’ān al-Majīd, Tafsir Al-Azhar, Tafsir Al-Mishbâh. Ketiganya anya disusun berdasar tartīb mushhafī yaitu pembahasan ayat per ayat mengacu al Genius Indonesia disusun berdasar tartīb mushhafī yaitu pembahasan ayat per ayat mengacu urutan urutan mushaf ‘Utsmānī. Hanya Marāḥ Marā Labīd Kasyf Ma‘nā al-Qur’ān al-Majīd igunakan dalam pembahasan ini mencakup Labīdli li Kasyf mushaf ‘Utsmānī. Hanya Marāḥ Labīd li Kasyf Ma‘nā al-Qur’ān al-Majīdyang yang menggunakan bahasa Arab, sedangkanKetiganya dua lainnya menggunakan Bar, dan Tafsir Al-MishbāhSebagai r’ān al-Majīd, Tafsir Al-Azhar, dan Tafsir Al-Mishbâh. hasa Indonesia atau Bahasa menggunakan bahasa Melayu. Arab, sedangkan dua lainnya menggunakan Bahasa sar tartīb mushhafī yaitu pembahasan ayat per ayat mengacu urutan Marā Labīd li liKasyf Ma‘nā al-Qur’ān al-Majīd atau biasa disingkat Marāh ini mencakup Marāḥ Labīd Kasyf Indonesia atau Bahasa Melayu. mānī. Hanya Labīd Marāḥmerupakan Labīd li Kasyf Ma‘nā al-Qur’ān al-Majīdyang karya Nawawî Al-Bantanî yang lahir di Kampung Tanara, ar, dan Tafsir Al-Mishbâh. Ketiganya Serang, Banten. Kitab tafsirnya mengalami sejumlah perubahan nama dari albahasa Arab, sedangkan lainnya menggunakan Bahasa Labīddua li Kasyf Ma‘nā al-Qur’ān al-Majīd atau biasa disingkat Marāh bahasan ayat per Marāḥ ayat mengacu urutan Tafsīr al-Munīr li Ma‘ālim al-Tanzīl kemudian menjadi Tafsīr al-Nawawī ketika u Bahasa Melayu.Labīd merupakan karya Nawawî Al-Bantanî yang lahir di Kampung Tanara, 19 Kasyf Ma‘nā al-Qur’ān al-Majīdyang dicetak di Arab Saudi. Nawawī Al-Bantanī banyak menggunakan metode
Serang, Kitabtafsīr tafsirnya mengalami sejumlah nama dari altahlīlī denganBanten. pendekatan bi al-ma’tsūr (tafsir dengan perubahan sumber riwayat) lainnya menggunakan Bahasa d dua li Kasyf Ma‘nā al-Qur’ān al-Majīd atau biasa disingkat Marāh dan tafsîr al-ra’y (tafsir denganal-Tanzīl sumber pemikiran) sebagaimana Tafsīrbi al-Munīr li Ma‘ālim kemudian menjadi Tafsīrkebanyak al-Nawawī ketika akan karya an Nawawî Al-Bantanî yang lahir di Kampung Tanara, kitab tafsir yang ditulis 17 berdasarkan tata urutan ayat dan surah Alquran. dicetak di Arab Saudi. Nawawī Al-Bantanībanyak menggunakan metode tahlīlī en. Kitab tafsirnya mengalami sejumlah posisi perubahan nama dari menafsirkan alHadis Nabi Saw menempati penting dalam ayat-ayat alal-Majīd atau biasa disingkat Marāh dengan pendekatan tafsīr bi al-ma’tsūr (tafsir dengan sumber riwayat) dan tafsîr Qur’ân sehingga perpaduan antara al-āyah biketika al-āyah (tafsir ayat dengan nīr li Ma‘ālim al-Tanzīl kemudian menjadi Tafsīrtafsīr al-Nawawī tanî yang lahir didan Kampung Tanara, al-ra’y sumber pemikiran) sebagaimana kebanyakan kitab tafsir ayat) bi tafsīr (tafsir al-āyahdengan bi al-sunnah (tafsir ayat dengan hadits) cukup menonjol ab Saudi.17 Nawawī Al-Bantanībanyak menggunakan metode tahlīlī 20 mi sejumlah dalam perubahan namaini. dari alkaryanya yang ditulis berdasarkan tata urutan ayat dan surah Alquran. Hadis Nabi Saw ekatan tafsīr bi al-ma’tsūr (tafsir dengan sumber dan Malik tafsîr Karim Amrullah atau Tafsiral-Nawawī Al-Azhar merupakan karyariwayat) Haji Abdul dian menjadi Tafsīr ketika menempati posisi penting dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’ân sehingga sir dengan sumber pemikiran) sebagaimana kebanyakan tafsir Molek, Maninjau, Sulebih dikenal dengan Hamka yang lahir di kitab Kampung nībanyak menggunakan metode tahlīlī perpaduan antara tafsīr al-āyah bi al-āyah (tafsir ayat dengan ayat) dan tafsīr alBarat.ayat Tafsir memberikan makna berdasarkan matera tata urutan daninisurah Alquran.penjelasan Hadis Nabi Sawayat-ayat Alquran dari fsir dengan sumber riwayat) dan tafsîr āyah bi al-sunnah (tafsir ayat dengan hadits) cukup dalam beragam aspek, dengan memperhatikan sebab turunya ayat,menonjol keterkaitan antarkaryanya posisi penting dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’ân sehingga 21 ) sebagaimana kebanyakan ayat-serta ayattafsir dengan hadis yang sesuai. Hamka menulis tafsir ini di ini.18 kaitankitab tara tafsīr al-āyah bi al-āyah (tafsir ayat dengan ayat) dan tafsīr di al-Indonesia selama 1964saat menjalani tahanan di berbagai penjara dan surah Alquran. Hadishukuman Nabi Saw unnah (tafsir ayatTafsir dengan hadits) merupakan cukup menonjol karyanya Al-Azhar karya dalam Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau lebih sirkan ayat-ayat al-Qur’ân sehingga
dikenal Hamka (tafsir ayat dengan ayat) dengan dan tafsīr al- yang lahir di Kampung Molek, Maninjau, Sumatera Barat.
ini Arsyad, memberikan penjelasan Marâh maknaLabîd ayat-ayat Alquran dari beragam 19 Tafsir dits)merupakan cukup menonjol dalam karyanya Mustamin “Signifikansi terhadap Perkembangan Studi aspek, har karya Haji Abdul Malik KarimTafsir Amrullah atau lebih Tafsir di Nusantara”, Jurnal Studi al-Qur’ān (Jakarta: Pusat Studi Al-Quran, 2006), Vol. 1, No. dengan memperhatikan sebab turunya ayat, keterkaitan antar ayat-serta kaitan ayat 3, hal. 615-636. n Hamka yang lahir di Kampung Molek, Maninjau, Sumatera Barat. 20 dengan ibid. hadis yang sesuai.19 Hamka menulis tafsir ini di saat menjalani hukuman 21 mberikan penjelasan makna ayat-ayat Alquran dariOrang beragam aspek, Penafsiran Hamka dalam Fatkhur Rochman, “Berbakti Kepada Tua Menurut dul Malik Karim Amrullah atau lebih di berbagai penjara didalam Indonesia selama(Study 1964-1966 akibat perbedaan Tafsir tahanan Al-Azhar dan Hasbi Ash-Shiddieqy Tafsir An-Nur Komparatif)”, Skripperhatikan sebab turunyaFakultas ayat, keterkaitan antar ayat-serta kaitan ayat si (Semarang: Ushuluddin IAIN Walisongo, 2010). ung Molek, Maninjau, Sumatera Barat. Mustamin Arsyad, Tafsir Marâh Labîd terhadap Perkembangan Studi Tafsir yang sesuai.19 Hamka 17menulis tafsir ini “Signifikansi di saat menjalani hukuman ayat-ayat Alqurandidari beragam aspek, Nusantara”, Jurnal Studi al-Qur’ān (Jakarta: Pusat Studi Al-Quran, 2006), Vol. 1, No. 3, hal. erbagai penjara di Indonesia selama 1964-1966 akibat perbedaan 615-636. keterkaitan antar ayat-serta 18 ibid.kaitan ayat 19
244 Millah Vol. XIII, No. 2, Februari 2014 1966 akibat perbedaan sikap politik dengan pemerintah.22Masyarakat Indonesia pada masa penulisan tafsir ini adalah masyarakat baru dan ingin memahami Alquran sehingga Hamka menghindari perbedaan pandangan madzhab. Hamka juga merujuk pada kitab tafsir semasanya, yaitu Tafsir Al-Manâr, Tafsir al-Marâghî, Tafsir al-Qâsimî dan Fî Zhilâl Al-Qur’ân.23 Tafsîr Al-Mishbâh: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an merupakan karya Muhammad Quraish Shihab yang lahir di Rappang, Sulawesi Selatan.24 Tafsir ini ditulis agar memberi kemudahan bagi umat Islam Indonesia untuk memahami pesan Alquran, tidak semata mengagumi seni baca atau bahkan manfaat sebagian surat diantaranya.25 Penulisan tafsir ini 15 jilid ini dilaksanakan selama sekitar lima tahun mulai 200026 dikajidalam sejumlah acara di televisi Indonesia. Ketiga tafsir ini dan juga sejumlah tafsir lainnya, sering disebut sebagai tafsir nusantara karena alasan geografis tempat lahir penulisnya dan penga ruhnya yang mencapai wilayah wilayah Indonesia saat ini, Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Filipina Selatan, dan Thailand Selatan. Alasan lain ka rena aspek rumpun Bahasa Melayu yang digunakan dan juga keluasan kajian tafsir ini di berbagai wilayah nusantara.27 Penggunaan ketiga tafsir yang diacu dalam kajian ini dilandasi fakta bahwa ketiganya dapat mewakili dinamika umat Islam dalam masyarakat Indonesia. Tafsir yang pertama, yaitu Marāh Labīd disusunpada saat bangsa Indonesia,
Blog Tafsir Buya HAMKA, “Tafsir Buya HAMKA”, Artikel blog diakses dari http:// tafsirbuyahamka.wordpress.com/ pada 20 Februari 2014. 23 Abad Badruzaman, “Studi Analisis atas Tafsir Al-Azhar Karya Prof. Dr. Hamka”, Artikel blog diakses dari http://abualitya.wordpress.com/2011/12/30/studi-analisis-atastafsir-al-azhar-karya-prof-dr-hamka/ pada 20 Februari 2014. 24 Rasul Karim, “Quraish Shihab dan Tafsir al-Misbah”, Artikel blog diakses dari http:// katakarim.blogspot.com/2010/03/quraish-shihab-dan-tafsir-al-misbah.html pada 20 Februari 2014 dan Syafieh, “Quraish Shihab dan Penafsiran Ayat-Ayat Gender”, Artikel blog diakses dari http://syafieh74.blogspot.com/2013/06/quraish-shihab-dan-penafsiran-ayatayat.html pada 20 Februari 2014. 25 Syafieh, “Quraish Shihab dan Penafsiran Ayat-Ayat Gender”, ibid. 26 Rasul Karim, “Quraish Shihab dan Tafsir al-Misbah”, ibid dan Syafieh, “Quraish Shihab dan Penafsiran Ayat-Ayat Gender”, ibid. 27 Yuli Andriansyah, “Kualitas Hidup Menurut Tafsir Nusantara: Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafûr dalam Tafsir Marâh Labîd, Tafsir Al-Azhar, Tafsir An-Nûr, Tafsir Departemen Agama, dan Tafsir Al-Mishbâh”, dalam Prosiding Seminar Nasional: Menuju Masyarakat Madani dan Lestari (Yogyakarta: Direktorat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, Universitas Islam Indonesia, 2013), hal. 305-316. 22
Fondasi Pendidikan Islam Multikultural di Indonesia 245
atau lebih tepatnya cikal bakal dari bangsa yang kemudian menamakan dirinya Indonesia, berada dalam belenggu penjajahan. Tafsir ini disusun oleh mufasir kebanggaan bangsa Indonesia karena di masa penjajahan, Nawawī Al-Bantanī termasuk ulama yang gigih menentang penjajahan dan tidak mau tunduk de ngan keinginan penjajah sehingga akhirnya memilih bermukim di Hijāz hingga akhir hayatnya.28 Tafsir kedua, yaitu Tafsir Al-Azhar disusun oleh Hamka dimana dinamika masyarakat Indonesia di awal masa kemerdekaan mulai diba ngun, termasuk di dalamnya adalah masa-masa “pembangunanisme” Orde Baru mulai menemukan bentuknya. Adapun tafsir ketiga, yaitu Tafsîr Al-Mishbâh merupakan karya yang muncul di masa kematangan masyarakat Indonesia mulai terbentuk seiring era Reformasi. Masa dimana kebebasan berfikir, berpendapat, dan berserikat mendapatkan ruang yang memadai menandakan bahwa tafsir ini mewakili masa dan masyarakat baru di Indonesia. Mengingat posisi ketiga tafsir ini yang muncul dalam berbagai waktu yang demikian dinamis tentunya wajar jika ketiganya diacu untuk mencari sejumlah ide orisinal khas Indonesia, termasuk dalam pendidikan. Ketiga tafsir ini dan juga tafsir nusantara lainnya juga menjadi penting untuk dikaji mengingat pemahaman akan tafsir Alquran memang akan selalu berkaitan dengan dinamika kehidupan mufassir itu sendiri.29 Oleh karenanya, tafsir yang disusun oleh ahli yang lahir, hidup, dan berperan aktif dalam kehidupan di Indonesia tentunya merupakan sumber utama bagi upaya membangun local genius sekaligus layak dan lebih tepat diacu dalam menjelaskan fenomena kehidupan di Indonesia.
Ayat 11-13 Surat Al-Ḥujurāt[49] dalam Tafsir Marāḥ Ayat 11-13 Al-Ḥujurāt[49] dalam Marāḥ Labīd, Tafsir Al-AlAyat 11-13 Surat Alujurāt[49] dalam Tafsir Marā Labīd, Tafsir AlAzhar, dan Tafsir Al-Mishbāḥ Ayat 11-13 Surat Al-Ḥujurāt[49] dalam Tafsir Marāḥ Labīd, Tafsir Analisis terhadap tafsir ayat tersebut dengan metode perba Azhar, dan Tafsir Al-Mishbāḥ Azhar, dan Tafsir Al-Mishbā Azhar, dan Tafsir Al-Mishbāḥ Analisis terhadap tafsir ayat tersebut dengan metode perbandingan (muqārin) Analisis terhadap tafsir ayat tersebut dengan metode perbandingan (muqārin) yaituayat dengan membandingkan penafsiran atas ayat-ayat y Analisis terhadap tafsir tersebut dengan metode perbandingan yaitu dengan membandingkan penafsiran atasatas ayat-ayat diacu menurut yaitu dengan membandingkan penafsiran ayat-ayatyang yang diacu menurut pandangan ketiga mufassir. Pembahasan dilakukan de (muqārin) yaitu dengan membandingkan penafsiran atas ayat-ayat yang diacu
pandangan ketiga Pembahasan dilakukan dengan menjelaskan pandangan ketigamufassir. mufassir. Pembahasan dilakukan dengan menjelaskan menurut pandangan ketiga mufassir. Pembahasan dilakukan dengan menjelaspandangan seorang mufasir terhadap rangkaian ayat yan pandangan terhadap ayat dikaji pandanganseorang seorangmufasir mufasir terhadaprangkaian rangkaian ayatyang yang dikajikemudian kemudiansecara dilanjutkan dengan pandangan mufasir lainnya
dilanjutkan dengan mufasir lainnya secara berurutan. Hasil 28 Mustamin Arsyad, “Signifikansi Tafsir Marâh Labîd terhadap Perkembangan Studi dilanjutkan denganpandangan pandangan mufasir lainnya secara berurutan. Hasil pembahasan ini selanjutnya dikaitkan dengan konsep pendidik Tafsir di Nusantara”, ibid. pembahasan ini ini selanjutnya dikaitkan dengan konsep pendidikan multikultur yang pembahasan selanjutnya dikaitkan dengan konsep pendidikan multikultur yang 29 Kaidah “Taghayyur Al-Ahwāl bi Taghayyur Al-Amkān wa Al-Azminah” atau perubahan secara teoritis telah banyak disusun.
kondisiteoritis mengikuti perubahan tempat dan masa dalam kajian Ushūl Fiqh dapat pula digusecara telah banyak disusun. secara teoritis telah nakan dalam konteks ini.banyak disusun. Nawawī Al-Bantanī dalam Tafsir Marāḥ Labīd menyebutkan Nawawī Al-Bantanī dalam Tafsir Marāḥ Labīd menyebutkan bahwa makna ayat Nawawī Al-Bantanī dalam Marāḥ Labīd menyebutkan bahwa makna ayat 11Tafsir dari Surat Al-Ḥujurāt larangan menghina dan merendahk 11 11 daridari Surat Al-Ḥujurāt larangan menghina dandan merendahkan sesama mukmin Surat Al-Ḥujurāt larangan menghina merendahkan sesama mukmin baik laki-laki maupun perempuan. Alasan menghina
ahasan dilakukan dengan menjelaskan yaitudengan dengan membandingkanpenafsiran penafsiranatas atasayat-ayat ayat-ayatyang yangdiacu diacumenurut menurut atas ayat-ayat yang diacu menurut tas ayat-ayat yang diacu menurut yaitu membandingkan 1-13 Surat Al-Ḥujurāt[49] dalam Tafsir Marāḥ Labīd, Tafsir Alpandangan seorang mufasir terhadap rangkaian ayat yan rangkaian ayatpandangan yang dikaji kemudian ketiga mufassir.Pembahasan Pembahasandilakukan dilakukandengan denganmenjelaskan menjelaskan ndan dilakukan dengan menjelaskan menjelaskan Tafsir Al-Mishbāḥ dilakukan dengan pandangan ketiga mufassir. dilanjutkan dengan pandangan mufasir lainnya secara lainnya secara berurutan. Hasil sfasir terhadap tafsir ayatVol. tersebut dengan metode perbandingan (muqārin) 246 Millah No. 2, Februari 2014 pandangan seorang mufasir terhadap rangkaian ayatyang yangdikaji dikajikemudian kemudian gkaian ayat yang dikaji XIII, kemudian kaian ayat yang dikaji kemudian pandangan seorang mufasir terhadap rangkaian ayat pembahasan ini selanjutnya dikaitkan dengan konsep pendidik konsep pendidikan multikultur yang engan penafsiran atas ayat-ayat mufasir yang diacu menurut dilanjutkan dengan pandangan lainnya secaraberurutan. berurutan.Hasil Hasil lainnyamembandingkan secara berurutan. Hasilpandangan lainnya secara berurutan. Hasil dilanjutkan dengan mufasir lainnya secara kan pandangan seorang mufasir terhadap rangkaian ayat yang dikaji kemusecara teoritis telah banyak disusun. gan ketiga mufassir. Pembahasan dilakukan dengan menjelaskan pembahasan ini selanjutnya dikaitkan dengan konsep pendidikan multikultur yang nkonsep konseppendidikan pendidikan multikultur yang multikultur yang selanjutnya dikaitkan dengan konsep pendidikan multikultur dian pembahasan dilanjutkan ini dengan pandangan mufasir lainnya secara berurutan. Hasil yang gan seorang mufasir terhadaptelah rangkaian ayat yang dikaji kemudian secara teoritis banyak disusun. secara teoritis telah banyak disusun. ini selanjutnya dikaitkan dengan konsep pendidikan multikultur Nawawī Al-Bantanī dalam Tafsir Marāḥ Labīd menyebutkan āḥ Labīd pembahasan menyebutkan bahwa makna ayat kan dengan pandangan mufasir lainnya secara berurutan. Hasil yang secara teoritis telah banyak disusun. 11 dari Surat Al-Ḥujurāt larangan menghina dan merendahk nghina dan merendahkan sesama mukmin Nawawī Al-Bantanī dalam Tafsir Marāḥ Labīd menyebutkan bahwa makna ayat bīdmenyebutkan menyebutkan bahwa makna ayat bīd bahwa makna ayat asan ini selanjutnya dikaitkan dengan konsep pendidikan multikultur yang bahwa Nawawī Al-Bantanī dalam Tafsir Marā Labīd menyebutkan makNawawī dalam Marāḥ Labīd menyebutkan bahwa makna ayat baik laki-laki maupun perempuan. Alasan menghina Alasan namenghina dan merendahkan ayat 11 dari Surat Al- ujurāt larangan menghina dan merendahkan sesama dari Surat Al-Ḥujurāt larangan menghina dan merendahkan sesama mukmin a dan dan merendahkan merendahkan sesama mukmin sesama mukmin eoritis telah banyak disusun. 1111 dari Surat Al-Ḥujurāt larangan menghina dan merendahkan sesama mukmin sebagaimana ditunjukkan sabab nuzūl ayat ini pada mukmin l ayat ini pada mukmin laki-laki berdasarkan mukmin baik laki-laki maupun perempuan. perempuan. Alasan menghina dan baik laki-laki maupun Alasanmenghina menghinadan danmerenmerendahkan san menghina menghina dan merendahkan san dan merendahkan baik laki-laki maupun perempuan. Alasan merendahkan sebagaimana ditunjukkan sabab ayat ini padaTsābit mukmin laki-laki riwayat Ibnnuzūl ‘Abbās berkaitan ibn Qays ibn Syāmas yan nī Qays ibndahkan Syāmas yang menghina seorang Al-Bantanī dalam Tafsir Marāḥ Labīd menyebutkan bahwa makna ayat sebagaimana ditunjukkan sabab nuzūl ayat ini pada mukmin laki-laki berdasarkan ni padamukmin mukmin laki-laki berdasarkan i pada laki-laki berdasarkan sebagaimana ditunjukkan sabab nuzūl ayat ini pada mukmin laki-laki berdasarkan berdasarkan riwayat Ibn ‘Abbās berkaitan ibn QaysJahiliyah. ibn Syāmas yang dalam riw Anshār terkaitTsābit ibunya di masa Sedangkan .Surat Sedangkan dalam riwayat Aḍ -Ḍ ahāk hal Al-Ḥujurāt larangan menghina dan merendahkan sesama mukmin riwayat Ibn ‘Abbās berkaitan Tsābit ibn Qays ibn Syāmas yang menghina seorang sibn ibnSyāmas Syāmas yang menghina seorang yang menghina seorang riwayatseorang Ibn ‘Abbās berkaitan ibn di Qays ibn Jahiliyah. Syāmas yang menghinadaseorang menghina Anshār terkaitTsābit ibunya masa Sedangkan inimenghina berkaitan dengan utusan Banī Tamīm yang memandang mīm yang maupun memandang rendah sekelompok aki-laki perempuan. Alasan dan merendahkan Anshār ibunya masa Jahiliyah. Sedangkan dalam riwayat -Ḍ ahāk angkan dalam riwayat Aḍ ahāk haldiinidi lam riwayat riwayat Aterkait --Ḍahāk hal berkaitan dengan utusan dalam Banī Tamīm yang mengkan dalam Aḍ -Ḍ ahāk Anshār terkait ibunya masa Jahiliyah. Sedangkan riwayat AḍAḍ -Ḍ ahāk halhal sahabat yang hidup dalam kemiskinan seperti nmana seperti ‘Ammār, Khubayb, Ibn ditunjukkan sabab nuzūl ayatFahīrah, iniutusan pada mukmin laki-laki berdasarkan mandang rendah sekelompok sahabat yang hidup dalam kemiskinan sepsekelompok erti‘Ammār, Kh berkaitan dengan Banī Tamīm yang memandang rendah ang memandang rendah sekelompok ng memandang rendah sekelompok iniini berkaitan dengan utusan Banī Tamīm yang memandang rendah sekelompok ‘Ammār, Khubayb, Ibn Qays Fahīrah, Salmān, dan Sālim Maulaseorang Ibn Ḥużaifah. użaifah. Adapun Salmān, dan Sālim Maula Ibn Adapun yang berkai h.Ibn Adapun yang berkaitan dengan mukmin ‘Abbās berkaitan Tsābit ibn ibn Syāmas yang menghina sahabat yang hidup dalam kemiskinan seperti ‘Ammār, Khubayb,IbnIbnFahīrah, Fahīrah, erti ‘Ammār, Khubayb, Khubayb, Ibn Fahīrah, rti ‘Ammār, Ibn Fahīrah, sahabat yang hidup dalam kemiskinan seperti ‘Ammār, Khubayb, yang berkaitan dengan mukmin perempuan, Anas meriwayatkan bahwa ayat perempuan, Anas meriwayatkan bahwa ayat ini turun berkait aterkait ayat ini turundiberkaitan dengan para istri ibunya masa Jahiliyah. Sedangkan dalam riwayat Aḍ -Ḍ ahāk hal Salmān, Sālim Maula Ibn Ḥużaifah. Adapun yang berkaitan dengan mukmin apun yang berkaitan dengan mukmin pun yang berkaitan dengan mukmin Salmān, dandan Sālim Maula Ibnistri Ḥużaifah. Adapun yang berkaitan dengan mukmin ini turun berkaitan dengan para Nabi Saw yang merendahkan Umu SalaSaw yang merendahkan Umu Salamah karena bada Salamah karena badannya yang pendek. kaitan dengan utusan Banī Tamīm yangNabi memandang rendah sekelompok perempuan, Anas meriwayatkan bahwa ayat ini turun berkaitan dengan para istri initurun turunmah berkaitan dengan para istri ini berkaitan dengan para istri karena badannya yang pendek.bahwa Sedangkan dalam riwayat ‘Ikrimah dari perempuan, Anas meriwayatkan ayat ini turun berkaitan dengan para istri Sedangkan dalam riwayat ‘Ikrimah dari Ibn ‘Abbās ayat ari Ibnhidup ‘Abbās ayatkemiskinan ini ini turun berkaitan yang dalam seperti ‘Ammār, Khubayb, Ibn Fahīrah, Ibn ‘Abbās ayat turun berkaitan dengan sebagian istri nabi yang memanggil Nabi Saw yang merendahkan Umu Salamah karena badannya yangpendek. pendek. mah karena badannya yang pendek. ah karena badannya yang pendek. Nabi Saw yang merendahkan Umu Salamah karena badannya yang dengan sebagian istri nabi yangperempuan memanggildari Shafiyah bint Shafiyah bint ayy dalam ibn Akh ab dengan “wanita Yahudi anak manggil Shafiyah bint ibn Adapun Akhṭ abyang , dan Sālim Maula Ibn Ḥayy Ḥużaifah. berkaitan dengan mukmin Sedangkan riwayat ‘Ikrimah dariIbn Ibn‘Abbās ‘Abbās ayatiniiniturun turunberkaitan berkaitan bn ‘Abbās ayat ayat ini turun turundalam berkaitan n ‘Abbās ini berkaitan Sedangkan riwayat ‘Ikrimah dari ayat 28 30 laki-laki Yahudi”. dengan “wanita Yahudi anak perempuan dari laki-laki Yahudi n dariAnas laki-laki Yahudi”. uan, meriwayatkan bahwa ayat ini turun berkaitan dengan para istri dengan sebagian istri nabiyang yangmemanggil memanggilShafiyah Shafiyahbint bintḤayy ḤayyibnibnAkhṭ Akhṭabab Shafiyah bint bint Ḥayysebagian ibn Akhṭ ab nabi lil Shafiyah Ḥayy ibn Akhṭ ab dengan istri Selain larangan menghina, ayat 11 ini juga berisikan larangan ghībah kepada aw yang merendahkan Umu Salamah karena badannya yang pendek. 28 28 28 28 dengan “wanita Yahudi anak perempuan dari laki-laki Yahudi”. laki-lakiYahudi”. Yahudi”. laki-laki dengan “wanita Yahudi anak perempuan dari laki-laki Yahudi”. sesama mukmin dan larangan memanggil dengan gelar yang buruk. Panggilan Selain larangan menghina, ayat 11 ini juga berisikan lara ni juga berisikan larangan ghībahkepada kan dalam riwayat ‘Ikrimah dari Ibn ‘Abbās ayat ini turun berkaitan yang burukyang seolahenggan merupakan penisbatandiri, sifat dengan fasik kepada seorang yang telah memperbaiki bertaubat dari perbuatan-perbuata sesama mukmin dan larangan memanggil dengan gelar yan ggil dengan gelar yanglarangan buruk. Panggilan 31 Selain menghina, ayat 11 ini juga berisikan larangan ghībahkepada ga berisikan larangan ghībahkepada asebagian berisikan larangan ghībahkepada istri nabisedangkan yang memanggil Shafiyah bintiniḤayy ibn Akhṭ beriman, hal tersebut merupakan salah satu yang ab terburuk. MereSelain larangan menghina, ayat 11 juga berisikan larangan ghībahkepada 30 tersebut digambarkan sebagai orang danmerupakan berbuat lalim (ẓ ulm). yang buruk seolah penisbatan sifat fasik kepada yang enggan memperbaiki diri, dengan bertaubat dari perbuatan-perbuatan tan sifat ka fasik kepada seorang yang telah 28 yang enggan memperbaiki diri, dengan bertaubat darigelar perbuatan-perbuatan sesama mukmin danlarangan larangan memanggil dengan gelaryang yang buruk.Panggilan Panggilan dengan gelar yang buruk. Panggilan engan yang buruk. Panggilan “wanitagelar Yahudi anak perempuan dari laki-laki Yahudi”. sesama mukmin dan memanggil dengan buruk. 30 yang29 enggan memperbaiki 32bertaubat beriman, sedangkan hal dengan tersebut merupakandari salahperbuatan-p satu yang pakan salah satuyang yang terburuk. Mereka tersebut digambarkan sebagai orang dan lalim (ẓ ulm). tersebut digambarkan sebagai orang dan berbuatdiri, ( ulm). buruk seolah merupakan penisbatan sifat fasik kepada seorang yang telah ifat fasik fasik kepada kepada seorang yang telah fat seorang yang telah Pada ayat 12, larang diperluas dimensinya sampai pada dugaan (ẓtelah yang buruk seolah merupakan penisbatan sifat fasik kepada seorang yang 30ann) yan tersebut digambarkan sebagai orang dan berbuat lalim (ẓ ulm). Pada ayat 12, larang diperluas dimensinya sampai pada dugaan ( ann) larangan menghina, ayat sedangkan 11 berisikan larangan ghībahkepada 29 ini juga 29 29 29 Mereka beriman, hal tersebut merupakan salah satu yang terburuk. salah satu satu yang terburuk. Mereka salah yang terburuk. Mereka beriman, sedangkan halsesama tersebut merupakan salah satu yang terburuk. berlebihan terhadap sesama mukmin. Nawawī Al-Bantanī menjelaskan yang berlebihan terhadap mukmin. Nawawī Al-Bantanī menjelaskan Padalarangan ayat 12,memanggil larang diperluas sampaiPanggilan pada dugaan (ẓ ann) Mereka yang wajibny mukmin dan dengan dimensinya gelar yang buruk. 28 berkontemplasi wajibnya berhati-hati (iayat tiyā12, ) ) dan berkontemplasi (ta’ammul) untuk setiap berhati-hati (iḥ tiyāṭ dan (ta’ammul) untuk setiap dugaan samp Nawawī Al-Bantanī, Tafsir Marāh Labīd (Istambul, Al-Mathb Padasesama larang diperluas dimensinya sampai pada dugaan (ẓ a Labīd (Istambul, Al-Mathba‘ah Al-‘Utsmāniyyah: berlebihan terhadap mukmin. Nawawī Al-Bantanī menjelaskan wajibnya uruk seolah merupakan penisbatan sifat fasik kepada seorang yang telah 1886), Juz II, hal. 316-317. dugaan sampai pada keyakinan mengenai jenisdugaan dari dugaan tersebut. ini 29 jenis keyakinan dari tersebut. Hal ini Hal mengingat sejumla berlebihan terhadap sesama mukmin. Nawawī Al-Bantanī menjelaskan Nawawī Al-Bantanī, Marāh Labīd, ibid. Juz II, hal. 317. 28 bīd, ibid. Juz II, hal. 317.28pada berhati-hati (iḥNawawī tiyāṭ )Al-Bantanī, danmengenai berkontemplasi (ta’ammul) untuk setiap dugaan sampai Tafsir Marāh Labīd (Istambul, Al-Mathba‘ah Al-‘Utsmāniyyah: 29Tafsir (Istambul, Al-Mathba‘ah Al-‘Utsmāniyyah: Al-Mathba‘ah Al-‘Utsmāniyyah: Nawawī Al-Bantanī, Tafsir Marāh Labīd (Istambul, Al-Mathba‘ah Al-‘Utsmāniyyah: n,Istambul, sedangkan hal tersebut merupakan salah satu yang terburuk. Mereka mengingat sejumlah dugaan seperti dugaan dugaan atas hal yang tidak ter1886), Juz 316-317. dugaan seperti dugaan dugaan atasberkontemplasi hal yang Hal tidakini(ta’ammul) terpotong seperti amaliyah da 1886), Juz II, II, hal.hal. 316-317. berhati-hati (iḥ dari tiyāṭ ) dan untuk setiap dugaa 29 pada keyakinan mengenai jenis dugaan tersebut. mengingat sejumlah
Nawawī Al-Bantanī, Tafsir Marāh Labīd, ibid. II, 317.bersifat wajib potong amaliyah danTafsir dugaan kebaikan atas Allah Swt 29 JuzII, II,hal. hal. 317. seperti d.d.Juz 317. Nawawī Al-Bantanī, Marāh Labīd, ibid. JuzJuz II, hal.hal. 317.
Halaman12dari26 dugaan kebaikan atasatas Allah bersifat wajib untuk diikuti. Sebaliknya terdap pada keyakinan mengenai jenis dugaan tersebut. Hal ini dan mengingat dugaan seperti dugaan dugaan halSwt yang tidakdari terpotong seperti amaliyah 30 Nawawī Al-Bantanī, Tafsir Marāh Labīd (Istambul, Al-Mathba‘ah Al-‘Utsmāniyyah: Nawawī Al-Bantanī, Halaman12dari26 Tafsir (Istambul, Al-Mathba‘ah Al-‘Utsmāniyyah: pula Marāh dugaan yang dilarang seperti dugaan dalam ilahiyyah, nubuwwa dugaan seperti dugaan atas hal yangmasalah tidakHalaman12dari26 terpotong seperti ama Halaman12dari26 Halaman12dari26 dugaan kebaikan atasLabīd Allah Swtdugaan bersifat wajib untuk diikuti. Sebaliknya terdapat 1886), Juz II, hal. 316-317.
z II, hal. 316-317. 31 Nawawī Al-Bantanī, Tafsir Marāh Labīd, ibid. JuzSwt II, mukmin. hal. 317. 31wajib danMarāh dugaan keburukan atas sesama Dugaan buruk terhada dugaan kebaikan Allah bersifat untukyang diikuti. Sebaliknya Nawawī Al-Bantanī, Tafsir Labīd, ibid. Juz II, hal. 317. pula dugaan yang dilarang seperti dugaan dalam masalah ilahiyyah, nubuwwah, 32 ibid.
sesama mukmin ini selanjutnya dilarang diteruskan dengan cara mencar 31 untuk pula dugaan yang dilarang seperti dugaan dalamburuk masalah ilahiyyah, nu dan dugaan keburukan atas sesama mukmin. Dugaan yang terhadap 31 cari aibdan untuk membenarkan dugaan sebelumnya. Larangan juga diberikan pad dugaan keburukan atasHalaman12dari26 sesama mukmin. Dugaan yang buruk sesama mukmin ini selanjutnya dilarang untuk diteruskan dengan cara mencari-
penyebutan sisimukmin negatif seorang mukmindilarang dalam ghībah. Dosa daridengan perbuatan sesama ini selanjutnya untuk diteruskan carai
keyakinan mengen dari perbuatan-perbuatan pula dugaan seperti sejumlah dugaan dalam masalahpada ilahiyyah, nubuwwah engenai jenis dari dugaan tersebut.yang Haldilarang ini mengingat pula dugaan yang dilarang seperti dugaan dalam masalah ilahiyyah, nubuw 30 31 dugaan (ẓ ulm). keburukan atas amaliyah sesama mukmin. Dugaandugaan yang seperti buruk terhadap gaan dugaan atas hal dan yangdugaan tidak terpotong seperti dan dan dugaan keburukan atas sesama mukmin.31 Dugaan yang buruk terh Pendidikan Islam Multikultural di Indonesia cara 247 mencariatas A sesama mukmin ini Fondasi selanjutnya dilarang untuk diteruskandugaan dengankebaikan atas Allah Swt bersifat wajib untuk diikuti. sesama mukmin iniSebaliknya selanjutnyaterdapat dilarang untuk diteruskan dengan cara men pada dugaan (ẓ ann) yang pulajuga dugaan yang dilar cari aib untuk membenarkan dugaan sebelumnya. Larangan diberikan pada dilarang seperti dugaan dalam ilahiyyah, nubuwwah, cari aibmasalah untukterdapat membenarkan dugaanyang sebelumnya. Larangan juga diberikan untuk diikuti. Sebaliknya pula dugaan dilarang seperti dugaan tanī menjelaskan wajibnya 31 dan dugaan keburukan penyebutan Dugaan sisi negatif seorang mukmin dalam ghībah. Dosa dari perbuatan ini rukan atas dalam sesamamasalah mukmin. yang buruk terhadap ilahiyyah, sisi nubuwwah, dan dugaan keburukan atas sesama penyebutan negatif seorang mukmin dalam ghībah. Dosamukdari perbuata untuk setiap dugaan sampai sesama mukmin adalah ini sel 33 dianalogkan denganterhadap memakan manusia status hukumnya min. Dugaan yang buruk sesama mukmin ini yang selanjutnya dilarang ni selanjutnya dilarang untuk diteruskan dengan caramayat mencaridianalogkan dengan memakan mayat manusia yang status hukumnya ad Hal ini mengingat aib untuk memben untuk sejumlah diteruskan dengan carakondisi mencari-cari untuk membenarkan dugaan haram kecuali “dalam darurataib dan dengan batasancari tertentu” (al-muḍ ṭ arr mbenarkan dugaan sebelumnya. Larangan juga diberikan pada haram kecuali “dalam kondisi darurat dan dengan batasan tertentu” (al-muḍ ṭ 32 otong sepertisebelumnya. amaliyah dan Larangan juga diberikan pada penyebutan sisi negatif seorang penyebutan sisi negatif bi qadar). 32 egatif seorang mukmin dalam ghībah. Dosa dari perbuatan ini bi qadar). mukmin dalam ghībah. Dosa dari perbuatan ini dianalogkan dengan memakandengan m dianalogkan diikuti. Sebaliknya terdapat an memakan mayat manusia yang status hukumnya adalah mayat manusia status hukumnya adalah kecuali “dalam kondisi Ayat 13yang menggunakan panggilan yang haram lebih luas untuk seluruh manusia yangk haram kecuali “dalam alah ilahiyyah, nubuwwah, Ayat 13 menggunakan panggilan yang lebih luas untuk seluruh manusia 34 dengan batasan batasan tertentu” tertentu”(al-muḍ (al-mu ṭ arr lam kondisi darurat darurat dan dengan arrbi qadar). pada dasarnya adalah sama karena berasal dari Adam dan Hawa,32 berasal dari bi qadar). gaan yang buruk terhadap pada dasarnya panggilan adalah sama karena dari seluruh Adam dan Hawa, berasal Ayat 13 menggunakan yang lebihberasal luas untuk manusia bapak dan ibu, sehingga tidak ada ruang bagi kebanggaan berlebihan dasarnya adalah sama karena dari Adam dan Hawa, be-(tafākhur) skan denganyang cara pada mencaribapak dan ibu, sehingga tidak berasal ada ruang bagi kebanggaan berlebihan (tafāk 33 Ayat 13 umat menggunakan hanya karena nasab. Dari sumber yang sama ini kemudian manusia rasal dari bapak dan ibu, sehingga tidak ada ruang bagi kebanggaan berlebihan 33 angan panggilan juga diberikan hanya Dari sumber nakan yang pada lebih luaskarena untuk nasab. seluruh manusia yangyang sama ini kemudian umat man 35 pada dasarnya adalah (tafākhur)diciptakan hanya karena nasab. Daritingkatan sumber nasab yang sama ini kemudian umat menjadi beberapa yang jika mengacu pada penyebutan ah. perbuatan ini diciptakan menjadi beberapa tingkatan nasab yang jika mengacu pada penyeb alahDosa samadari karena berasal dari Adam dan Hawa, berasal dari manusia diciptakan menjadi beberapa tingkatan nasab yang jika mengacu pada bapak dan ibu, sehingg dalam masyarakat Arab maka tingkatannya adalahsya‘b, qabīlah, ‘imārah, baṭ n ghingga statustidak hukumnya adalah dalam masyarakat Arab maka tingkatannya adalahsya‘b, qabīlah, ‘imārah, 33 ba ada ruang bagi kebanggaan berlebihan (tafākhur) penyebutan dalam masyarakat Arab maka tingkatannya adalahsya‘b, qabīlah, hanya karena nasab. fakhż, faṣ īlah, dan sya‘īrah. Tingkatan yang disebutkan lebih awal memiliki ba fakhż, faini īlah, dan Tingkatan yang disebutkan lebih awalawal mem fakhż, īlah, dansya‘īrah. sya‘īrah. Tingkatan yang disebutkan lebih san33tertentu” (al-muḍ ṭ n, arr sab. Dari ‘imārah, sumber yang samafaṣ kemudian umat manusia diciptakan menjadi beb kedudukan lebih tinggi dibandingkan yang disebutkan kemudian. Sebagai memiliki kedudukan lebih tinggi dibandingkan yangyang disebutkan kemudian. kedudukan lebih tinggi dibandingkan disebutkan kemudian. Seb i beberapa tingkatan nasab yang jika mengacu pada penyebutan dalam masyarakat Arab Sebagai contoh uzaimah adalah adalah sya‘b, sya‘b, Kinānah adalah contohḤuzaimah Kinānah adalah adalah qabīlah, qabīlah,Quraysy Quraysy adalah ‘imārah contohḤuzaimah adalah‘imārah, sya‘b, Kinānah adalah qabīlah, Quraysy adalah ‘imā Arab maka ‘imārah, tingkatannya adalahsya‘b, qabīlah, baṭ n, Qu ba fakhż, Hāsyim adalah fa īlah, Quṣ ay adalah ‘Abdu Manāf adalah īlah, Quṣay ayadalah adalah baṭ baṭn,n, n,‘Abdu ‘AbduManāf Manāfadalah adalah fakhż, fakhż, Hāsyim Hāsyim adalah adalah faṣ īlah, dan Alfakhż, faṣ faṣ īlah,dan danAlsy ntuk seluruh manusia yang 36 an sya‘īrah.dan Tingkatan yang disebutkan awal memiliki 34 34 Al-‘Abbās adalah sya‘īrah. ‘Abbās adalah sya‘īrah. ‘Abbās adalah sya‘īrah.lebih kedudukan lebih ting m dan Hawa, berasal dari Tujuan dari bertingkat-tingkat manusia tinggi dibandingkan yangpenciptaan disebutkanyang kemudian. Sebagai ini adalah agar contohḤuzaimah adalah gaan berlebihan (tafākhur) 30 saling mengetahui asal manusia, sehingga seorang menyadari bahwa ibid. Tujuan dari yang bertingkat-tingkat ini agar manusia Tujuan dari penciptaan yang bertingkat-tingkat ini adalah adalah agardirinya manusia saling saling 30 penciptaan adalah sya‘b, Kinānah adalah qabīlah, Quraysy adalah ‘imārah, ibid. 31 ibid. terikat 31 pada nenek moyangnya dan membanggakannya dan agar kemudian tidak umat semata manusia ibid. 32 mengetahui asal mengetahui asal manusia, manusia, sehingga sehingga seorang seorang menyadari menyadari bahwa bahwa dirinya dirinya tidak tidak ibid.
32 37 ibid.Al-Bantanī, manusia tidak 33menyeru pada perbedaan (tafāwut) nasab. tertinggi Nawawī Tafsir Marāh Labīd, ibid. Juz II,Kemuliaan hal. 318. mengacu pada penyebutan 33 Nawawī Al-Bantanī, Tafsir Marāh Labīd, ibid. Juz II, hal. 318. semata terikat pada nenek moyangnya dan membanggakannya dan agar semata terikat pada nenek moyangnya dan membanggakannya dansebaagar manusia manusia di hadapan Allah Swt sebagaimana ditegaskan ayat ini adalah takwa 30 ibid. 35 35 b, qabīlah, ‘imārah, baṭ n, menyeru pada perbedaan nasab. Kemuliaan tertinggi di tidak menyeru padabahwa perbedaan (tafāwut) nasab. Kemuliaan tertinggi di hadapan hadapan gaimanatidak sabda Nabi Saw siapa(tafāwut) yang ingin menjadi manusia termulia 31 ibid. Halaman13dari26 32 Halaman13da utkan lebih hendaklah awal memiliki ibid. sabda ia bertakwa kepada Allah. Nawawī melengkapi penjelas Allah Swt ditegaskan ayat ini sebagaimana Allah Swt sebagaimana sebagaimana ditegaskan ayatAl-Bantanī ini adalah adalah takwa takwa sebagaimana sabda Nabi Nabi 33 Nawawī Al-Bantan an dengan mengutip pernyataan Ibn ‘Abbās yang menyebutkan bahwa “kemuutkan kemudian. Sebagai Saw Saw bahwa bahwa siapa siapa yang yang ingin ingin menjadi menjadi manusia manusia termulia termulia hendaklah hendaklah iaia bertakwa bertakwa Bantanī, Tafsir liaan Marāhdunia Labīd,ada ibid.pada Juz II,harta hal. 318. dan kemuliaan akhirat ada pada takwa”.38
h, Quraysy adalah ‘imārah, kepada kepada Allah. Allah. Nawawī Nawawī Al-Bantanī Al-Bantanī melengkapi melengkapi penjelasan penjelasan dengan dengan mengutip mengutip
l. 318.
pernyataan menyebutkan pernyataan Ibn Ibn ‘Abbās ‘Abbās yang yang menyebutkan bahwa bahwa “kemuliaan “kemuliaan dunia dunia ada ada pada pada Halaman13dari26 34 35 36 37 38 33
36 36
hartadan dankemuliaan kemuliaanakhirat akhiratada adapada padatakwa”. takwa”. ibid.harta ibid. Nawawī Al-Bantanī, Tafsir Marāh Labīd, ibid. Juz II, hal. 318. Sementara Sementara itu, itu, dalam dalam Tafsir Tafsir Al-Azhar, Al-Azhar, Hamka Hamka menulis menulis bahwa bahwa ayat ayat 11 11 Surat Surat AlAlibid. ibid.Ḥujurāt Ḥujurāt merupakan merupakan “peringatan “peringatan dan dan nasehat nasehat sopan sopan santun santun dalam dalam pergaulan pergaulan ibid.
hidup”. hidup”. Larangan Larangan mengolok-olok mengolok-olok orang orang lain lain merupakan merupakan indikasi indikasi bahwa bahwa seorang seorang
mukmin mukmin hendaknya hendaknya tidak tidak mencari mencari kesalahan kesalahan orang orang lain. lain. Bahkan Bahkan yang yang lebih lebih utama utama Halaman13dari26
adalah adalah menghisab menghisab diri diri sendiri sendiri untuk untuk mencari mencari kesalahan kesalahan dan dan kekurangan. kekurangan.3737
kepada Allah. Nawawī Al-Bantanī melengkapi penjelasan dengan mengutip pernyataan Ibn ‘Abbās yang menyebutkan bahwa “kemuliaan dunia ada pada harta dan pada takwa”. 248 Millah Vol.kemuliaan XIII, No. 2, akhirat Februariada 2014
36
Sementara dalamTafsir Tafsir Al-Azhar,Hamka Hamkamenulis menulisbahwa bahwaayat ayat11 11SuSurat AlSementara itu,itu, dalam Al-Azhar, merupakan “peringatan “peringatan dan dan nasehat nasehat sopan sopan santun santun dalam dalamperpergaulan rat Al-Ḥujurāt ujurāt merupakan gaulanhidup”. hidup”.Larangan Laranganmengolok-olok mengolok-olok orang lain merupakan indikasi bah-seorang orang lain merupakan indikasi bahwa wa seorang mukmin hendaknya tidak mencari kesalahan orang lain. Bahkan mukmin hendaknya tidak mencari kesalahan orang lain. Bahkan yang lebih utama yang lebih utama adalah menghisab diri sendiri untuk mencari kesalahan dan adalah menghisab diri sendiri untuk mencari kesalahan dan kekurangan.37 kekurangan.39 Penekanan larangan yang tidak hanya kepada laki-laki tetapi Penekanan merupakan larangan yang tidak agar hanya“memakai kepada laki-laki juga perempuan, juga perempuan, anjuran peringaitetapi tawadhu’, me 40 rendahkan diri, menginsafi merupakan anjuran kekurangan”. agar “memakai peringai tawadhu’, merendahkan diri, Berkaitan dengan larangan38mencela diri sendiri, Hamka menjelaskan bahmenginsafi kekurangan”. wa hal tersebut merupakan gambaran seorang yang terbiasa mencela orang lain, maka celaan serupa juga sangat mungkin dilakukan orang lain terhadap Berkaitan dengan terbiasa laranganmenggembala mencela diri sendiri, Hamka menjelaskan bahwasihal kuda digelari Zaid Al-Khail (Zaid pengge diri sendiri.41 Sedangkan larangan memanggil dengan gelar yang buruk berasal tersebut merupakan gambaran seorang yang terbiasa mencelaZaid orang lain, maka Khail (Zaid penggembala sebelum akhirnya namanya diubah menjadi Al-Khair (Zaid ya darisitradisi sebelumkuda), Islam yang biasa menyebutkan gelar seseorang berdasar39 40 celaan juga sangat mungkin dilakukan lain terhadap sendiri. kan (Zaid kebiasaannya. sebuah riwayat misalnya, seorang bernama Zaid aid Al-Khair yangserupa baik)Dalam olehNabi Saw. Pergantian namaorang kepada yang baik inidiri menurut Hamka j Sedangkan larangan memanggil dengan gelar yang buruk berasal dari tradisi yangHamka terbiasa menggembala kudake digelari Zaid Al-Khail (Zaid si penggembala k ini menurut juga memiliki pengaruh dalam jiwa.41 kuda), sebelum sebelum akhirnya namanya menjadi Zaid Al-Khair (Zaid yang Islam yang biasadiubah menyebutkan gelar seseorang berdasarkan 42 baik) oleh Nabi Saw. Pergantian nama kepada yang baik ini menurut Hamka Terkait prasangka pada ayat 12, seorang Hamka menjelaskannya kebiasaannya. Dalam sebuah riwayat misalnya, bernama Zaid sebagai yang “t juga memiliki pengaruh ke dalam jiwa.43 jelaskannya sebagai “tuduhan yangbukan-bukan, persangkaan yang tidak beralasan, hanya semata-mata Terkait prasangka pada ayat 12, Hamka menjelaskannya sebagai “tuduh 34 ibid. an, hanya an semata-mata tuhmat yang tidak pada tempatnya saja”. Prasangka menjadi dosa mengingat dam 35 yang bukan-bukan, persangkaan yang tidak beralasan, hanya semata-maibid. 36 42 ibid.tidak di dosa mengingat yang dapattempatnya menghancurkan hubungan menjadi baik antar Hamka ta tuhmatdampaknya yang pada saja”. Prasangka dosamanusia. meng 37 Hamka, Tafsir Al Azhar, Juzu’ XXVI (Surabaya: Yayasan Latimojong, 1980), hal. 235 44 42 dampaknya ingat yang menghancurkan antarseperti manusia. ibid. hal. 236.dapat r manusia. Hamka 38memperkuat pandangannya denganhubungan sejumlahbaik hadis larangan berbu 39 ibid. Hamka memperkuat pandangannya dengan sejumlah hadis seperti larangan perti larangan berburuk sangka (diriwayatkan Al-Bukharī, Muslim, dan Abū Dāwūd), larangan men berburuk sangka (diriwayatkan Al-Bukharī, Muslim, dan Abū Dāwūd), larang Dāwūd), larangan menjauhi saudarasesama muslim lebih dari tiga hari (diriwayatkan Muslim), berb Halaman14dari26 an menjauhi saudara sesama muslim lebih dari tiga hari (diriwayatkan Musyatkan Muslim), berburuk sangka sebagai satu diantara tiga masalah yang menghancurkan lim), berburuk sangka sebagai satu diantara tiga masalah yang menghancurkan umat (diriw hancurkanumat umat(diriwayatkan (diriwayatkan Aṭ A -Ṭ- abrānī), merusak,terutama terutama oleh pe abrānī), kecenderungan kecenderungan merusak, oleh penguasa, bila ter nguasa, terlalu berburuk sangka orang lain, termasuk rakyat (diri- Abū Dāwūd oleh penguasa, bilabila terlalu berburuk sangka kepadakepada orang lain, termasuk rakyat (diriwayatkan 45 wayatkan Abū43Dāwūd).
iwayatkan Abū Dāwūd).
Larangan mencari kesalahan orang lain jika dibawa dalam konte
Hamka, Tafsir Al Azhar, Juzu’ XXVI (Surabaya: Yayasan Latimojong, 1980), hal. 235 40 dibawa dalam konteks menurut Hamka melahirkan pemerintahan yang terlalu banyak m ibid. hal. 236.bernegara 41 ibid. yang terlalu 42banyak menghabiskanwaktu untuk mengawasi rakyatnya. Pengawasan berlebih yang ber ibid. hal. 237. ibid. hal. 239. san berlebih 43yang berpangkal padaburuk sangka ini justru tidak akan disukai rakyat dan tidak produk 44 ibid. 45 produktif bagi tugas kyat dan tidak pemerintah itu sendiri.44Terkait larangan menggunjing, yaitu “mem ibid. hal. 240-241. 39
ggunjing, yaitu “membicarakan aibdan keburukan seseorang sedang dia tidak hadir, sedang dia bera
hadir, sedang dia berada di tempatlain”, Hamka menyebutnya sebagai “mata rantai dari kemunafikan”.4
Fondasi Pendidikan Islam Multikultural di Indonesia 249
Larangan mencari kesalahan orang lain jika dibawa dalam konteks bernegara menurut Hamka melahirkan pemerintahan yang terlalu banyak menghabiskan waktu untuk mengawasi rakyatnya. Pengawasan berlebih yang berpangkal pada buruk sangka ini justru tidak akan disukai rakyat dan tidak produktif bagi tugas pemerintah itu sendiri.46 Terkait larangan menggunjing, yaitu “membicarakan aib dan keburukan seseorang sedang dia tidak hadir, sedang dia berada di tempat lain”, Hamka menyebutnya sebagai “mata rantai dari kemunafikan”.47 Membicarakan seseorang tanpa kehadirannya dianggap sedemikian hina sama dengan memakan “bangkai yang busuk”. Disebut hina dan bahkan pengecut mengingat tanpa kehadiran seseorang, maka yang muncul dalam pembicaraan adalah segala jenis keburukan yang bersangkutan, namun sekiranya seseorang itu muncul, maka tiba-tiba berubah menjadi pujian yang jadi bahan pembicaraan. Akhir ayat ini kemudian menyinggung tentang takwa yang menurut Hamka menunjukkan bahwa mereka yang berperangai buruk semacam ini hendaklah menghentikannya dan bertaubat kepada Allah Swt yang “membuka pintu selebar-lebarnya menerima kedatangan hamba-Nya yang ingin menukar perbuatan yang salah dengan perbuatan yang baik”.48 Berkaitan dengan awal ayat 13, Hamka berpandangan terdapat dua tafsir yang dapat digunakan, yaitu (1) Adam dan Hawa merupakan laki-laki dan perempuan pertama yang menjadi sumber keturunan manusia dan (2) manusia sejak dulu kala diciptakan dari hubungan laki-laki dan perempuan. Asal penciptaan manusia dengan demikian jika dikembalikan ke proses awalnya adalah sama dalam hal warna dan sama-sama berasal dari percampuran saripati kedua jenis kelamin ini.49 Perbedaan “iklim bumi, hawa udara, letak tanah, dan peredaran musim”lah yang kemudian membuat perbedaan pada warna wajah dan diri manusia, bahasa yang digunakan, pekerjaan yang ditekuni, kemudah an dan kesusahan hidup, dan sebagainya. Hal ini pada akhirnya melahirkan beragam bangsa di muka bumi.50
48 49 50 46 47
ibid. hal. 242. ibid. ibid. hal. 243. ibid. hal. 243-244. ibid. hal. 244.
semata terikat pada nenek moyangnya dan membanggakannya dan
35 menyeru 250 Millah Vol. XIII, No. 2,tidak Februari 2014 pada perbedaan (tafāwut) nasab. Kemuliaan tertin
Allah Swt sebagaimana ditegaskan ayat ini adalah takwa sebagaima
“Kenal mengenal” menurut Hamka kemudian menjadi tujuan dari dicipSaw bahwa siapa yang ingin menjadi manusia termulia hendakla takannya berbagai bangsa, suku, dan anak suku di bawahnya tersebut, bukan kepada Allah. Nawawī Al-Bantanī melengkapi penjelasan den agar “bertambah lama bertambah jauh”.51 Mengakhiri pembahasan ayat ini, pernyataan Ibn ‘Abbās yang menyebutkan bahwa “kemuliaan d Hamka menekankan “tidaklah ada perbedaan antara yang satu dengan yang harta dan kemuliaan akhirat ada pada takwa”.36menginlain dan tidak ada perlunya membangkit-bangkit perbedaan, melainkan safi adanya persamaan keturunan”.52 Sementara itu, Al-Mishbâh dalam Tafsirmenggabungkan Al-Azhar, Hamkapembamenulis bahwa aya M. Quraish Shihab dalam Tafsîr merupakan “peringatan dan nasehat sopan hasan ayat 11-13 Surat Al-Ḥujurāt ujurāt pada kelompok 3 pembahasan pada surat ini. santun dal Larangan mengolok-olokhidup”. di awalLarangan ayat 11 karena berpotensi membawa pada indikasi b mengolok-olok orang lain merupakan pertikaian dan kerenggangan hubungan. Penyebutan khusus wanita, meskipun mukmin hendaknya tidak mencari kesalahan orang lain. Bahkan ya sebenarnya dapat dimasukkan dalam kaum, mengindikasikan kecenderungan adalah menghisab diri sendiri untuk mencari kesalahan dan merumpi di kelompok ini.53 Larangan mengejek diri sendiri merupakan isyarat Penekanan yang tidaksatu hanya kepada akan persatuan masyarakat dimanalarangan hinaan terhadap bagian jugalaki-laki ber- tetapi jug dampak pada yang lain sekaligus seseorang seharusnya merupakanpetunjuk anjuranbagaimana agar “memakai peringai tawadhu’, mere 54 merasakan penderitaan dan hinaan yang diterima38orang lain. menginsafi kekurangan”. Ukuran kemuliaan yang digunakan Allah Swt terhadap hamba-Nya bisa jadi sangat bertolak belakang dengan apa yang diyakini manusia. Hal ini memBerkaitan dengan larangan mencela diri sendiri, Hamka menjelask bawa implikasi bahwa seorang yang menilai dirinya baik, belum tentu baik tersebut merupakan gambaran seorang yang terbiasa mencela ora menurut Allah Swt. Jika kesadaran semacam ini muncul, menurut M. Quraish juga sangatatau mungkin dilakukan Shihab, tentunya manusiacelaan tidakserupa akan menghina mengejek orangorang lain.55lain terhadap Sedangkan memanggil dengandinilai gelar dapat yang buruk beras Adanya larangan memanggil denganlarangan gelar yang buruk karena memancing pihak lain untuk juga memanggil yang buruk gelar atau seseorang sebelum Islam yangdengan biasagelar menyebutkan bahkan lebih buruk lagi sebagai pembalasan. Meskipun demikian, dalam kebiasaannya. Dalam sebuah riwayat misalnya, seorang bernam kebiasaan pada masyarakat, ada sejumlah panggilan berkonotasi negatif tapi tidak dianggap sebagai panggilan yang buruk mengingat fungsinya sebagai 34 ibid. 35 penanda dan karena yang bersangkutan tidak keberatan.56 ibid.
ibid. Hamka, Tafsir Al Azhar, Juzu’ XXVI (Surabaya: Yayasan Latimojong, 1 38 ibid. hal. 236. 39 ibid. 36 37
ibid. ibid. hal. 245. 53 M. Quraish Shihab, Tafsîr Al-Mishbâh: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’ân, Edisi Baru, Cetakan I, Volume 12, Surah Fushilat, Surah asy-Syûra, Surah az-Zukhruf, Surah adDukhân, Surah al-Jâtsiyah, Surah Al-Ahqâf, Surah Muhammad, Surah al-Fath, dan Surah al-Hujurât (Ciputat: Penerbit Lentera Hati, 2009), hal. 605-606. 54 ibid. hal. 606. 55 ibid. hal. 606-607. 56 ibid. hal. 607. 51 52
Ha
Fondasi Pendidikan Islam Multikultural di Indonesia 251
Lanjutan ayat ini juga menyinggung sebutan paling buruk terhadap seorang yang telah beriman adalah panggilan yang memiliki konotasi sifat fasik. Panggilan semacam ini dianggap sebagai yang paling buruk mengingat hal tersebut “memperkenalkan seseorang dengan perbuatan dosa yang pernah Bilāl, ‘Ammār, dan Khubayb, Khubayb, serta berkaitan dengan Umu Salamah. M M ‘Ammār, dan dengan Umu Salamah. dilakukannya”.57 Bilāl, Mengakhiri pembahasan ayatserta ini, berkaitan M. Quraish Shihab menyebutkan sejumlah riwayatsejumlah terkait sabab nuzūlterkait ayat inisebab diantaranya terkait ki-ayat, memiliki sejumlah riwayat terkait sebab diturunkannya ayat, yan yan memiliki riwayat diturunkannya 56 sah Tsābit ibn Qays, Banī Tamīm dankasus-kasus sahabat Nabi Saw yang miskin digarisbawahi adalah kasus-kasus yang tertampung dalamseperti ayat ini. ini.56 digarisbawahi adalah yang tertampung dalam ayat Bilāl, ‘Ammār, dan Khubayb, serta berkaitan dengan Umu Salamah. Meskipun memiliki sejumlah riwayatlarangan terkait sebab diturunkannya ayat, perlu di masih Sejumlah larangan yang muncul muncul pada pada ayat ayat 12 yang pada dasarnya dasarnya masih me m Sejumlah yang 12 pada 58 garisbawahi adalah kasus-kasus yang tertampung dalam ayat ini. lanjutan dari dari tuntunan tuntunan amal amal yang yang disebutkan disebutkan pada pada ayat ayat sebelumnya, sebelumnya, nam na lanjutan Sejumlah larangan yang muncul pada ayat 12 pada dasarnya masih meru57 ini ditekankan ditekankanamal padayang “hal-hal buruk pada yang ayat sifatnya tersembunyi”.57 ini pada “hal-hal buruk yang sifatnya tersembunyi”. L pakan lanjutan dari tuntunan disebutkan sebelumnya, dimulai dari dari prasangka buruk yang kemudian diikuti dengan dengan59 larangan larangan dimulai prasangka diikuti namun kali ini ditekankan pada “hal-halburuk burukyang yangkemudian sifatnya tersembunyi”. 58 58 Larangan dimulaikesalahan dari prasangka buruk yang kemudian dengan larangan kesalahan sebagai konsekuensi lanjutandiikuti yang biasa biasa terjadi. Larangan sel se sebagai konsekuensi lanjutan yang terjadi. Larangan 60 mencari kesalahan sebagai konsekuensi lanjutan yang biasa terjadi. Larangan adalah ghībah ghībah yang yang pelakunya pelakunya dianggap dianggap sebagai sebagai pemakan pemakan bangkai bangkai adalah selanjutnya adalah ghībah yang pelakunya dianggap sebagai pemakan bang-59 Dampa tersebut secara secara naluriah naluriah dianggap dianggap menjijikan menjijikan oleh oleh setiap setiap orang. orang.59 Dampa tersebut kai dan hal tersebut secara naluriah dianggap menjijikan oleh setiap orang.61 dari ghībah ghībah ini inisebagaimana sebagaimanadisampaikan disampaikan M. M.Quraish QuraishShihab Shihab dari dari pa pa dari ghībah ini sebagaimana disampaikan M. Quraish Shihab Dampak negatif dari dari pandangan ṬṬabā gagalnya upayamewujudkan mewujudkan hubungan abāṭabā‘ī abā‘īadalah adalah gagalnya gagalnya upaya upaya mewujudkan hubungan yang harmon harmon abāṭ abā‘ī adalah hubungan yang 62 60 60 yang harmonis dalam masyarakat merusak dari menggunjing. masyarakat akibatakibat prosesproses merusak dari menggunjing. menggunjing. masyarakat akibat proses merusak dari Penggunaan frase akhīhi (saudaranya) dalam ayat ini membawa sejumlah ulama untuk Penggunaan memahami frase bahwa menggunjing yangdalam dilarang yang sejumla Penggunaan frase akhīhi akhīhi (saudaranya) dalam ayatadalah ini membawa membawa sejuml (saudaranya) ayat ini berhubungan dengan saudara seiman seagama. Namun pandangan ini tidak untuk memahami memahami bahwa bahwa menggunjing menggunjing yang yang dilarang dilarang adalah adalah yang yang berh berh untuk disepakati oleh M. Quraish Shihab yang menekankan bahwa kata akh (saudengan saudara seiman seagama. Namun pandangan ini tidak tidak disepakati saudara seiman seagama. Namun ini dara) tidak selaludengan bermakna saudara seagama. Selain itu,pandangan watak ajaran Islamdisepakati Quraish Shihab yangmengajak menekankan bahwa kata akh (saudara) (saudara) tida tida Shihab yang menekankan bahwa akh cenderung pada Quraish universalitas dalam seluruh umatkata manusia pada kebaikan dan logika sederhana bahwa sesuatuSelain yang itu, buruk, misalnya bermakna saudara seagama. Selain itu, watak ajaranmengIslam cenderu cenderu bermakna saudara seagama. watak ajaran Islam gunjing, bagi seorang mukmin atau muslim, tentulah juga bernilai buruk jika
universalitas dalam dalam mengajak mengajak seluruh seluruh umat umat manusia manusia pada pada kebaikan kebaikan da da universalitas
sederhana bahwa bahwa sesuatu sesuatu yang yang buruk, buruk, misalnya misalnya menggunjing, menggunjing, bagi bagi sederhana 58 59 60 61 62 57
ibid. ibid. hal. 608. ibid. ibid. hal. 609. ibid. hal. 612. ibid.
mukmin atau atau muslim, muslim, tentulah tentulah juga juga bernilai bernilai buruk buruk jika jika dilakukan dilakukan kepa kepa mukmin 61 lain.61 lain.
Mengakhiri pembahasan pembahasan ayat ayat ini, ini, M. M. Quraish Quraish Shihab Shihab menjelaskan menjelaskan Mengakhiri
seorang muslim muslim kepada kepada saudaranya saudaranya sebagaimana sebagaimana dijelaskan dijelaskan dalam dalam sejum sejum seorang
Nabi Saw Saw adalah adalah menghindari menghindari melakukan melakukan hal-hal hal-hal yang yang buruk buruk seperti seperti men men Nabi 56 56
252 Millah Vol. XIII, No. 2, Februari 2014
dilakukan kepadamenyerahkan orang lain.63 kepada musuh, saling membenci, saling membelakangi dan i, saling membelakangi sifat Mengakhiridan pembahasan ayat ini, M. Quraish Shihab menjelaskan karakter buruk lainnya. Menghindari sesuatu yang negarif terhadap orang lain inilah if terhadap orang lain inilah yang saudaranya seorang muslim kepada sebagaimana dijelaskan dalam sejumlah disebut menghindari sebagai damaimelakukan pasif (as-salâm as-salbi) yang dapat ditingkatkan m hadis Nabi Sawmenjadi adalah hal-hal yang buruk seperti yang dapat ditingkatkan damai aktifkepada (as-salâm al-ijâbi) dan puncaknya ihsân.62 menganiaya, menyerahkan musuh, saling membenci,menjadi saling membe62 menjadi ihsân. lakangi dan sifat buruk lainnya. Menghindari sesuatu yang negarif terhadap orang lain inilah yang sebagai damai (as-salâm as-salbi) yang dapat Ayatdisebut 13 yang tidak lagipasif menggunakan panggilan untuk kaum be anggilan untuk kaum beriman, ditingkatkan menjadi damai aktif dan puncaknya menjadi ih- Shihab meru sebagaimana pada(as-salâm beberapaal-ijâbi) ayat sebelumnya, bagi M. Quraish agi M. Quraish 64 Shihab merupakan sân. peralihan dari “petunjuk tata krama pergaulan sesama muslim” menuju “p sesama muslim” “prinsip Ayatmenuju 13 yang tidak lagi menggunakan panggilan untuk kaum beriman, se63 dasar antar-manusia”. Penciptaan manusia bagaimana pada beberapa ayat sebelumnya, bagi M. Quraish Shihab merupa-dari laki-lak an manusia dari laki-laki dan hubungan perempuan pendahuluan untuk menegaskan kan peralihan “petunjuk merupakan tata krama pergaulan sesama muslim” menuju kesamaan d menegaskan kesamaandari derajat 65 “prinsip dasar hubungan antar-manusia”. Penciptaan manusia di sisi Allah Swt, sehingga tidak dari ada laki-laki kelebihan dari suatu k ada kelebihan dari suatukemanusiaan suku dan perempuan merupakan pendahuluan untukyang menegaskan kesamaan bangsa terhadap suku bangsa lain, termasuk tidakderaada kelebihan se asuk tidakjatada kelebihan seorang kemanusiaan di sisi Allah Swt, sehingga tidak ada kelebihan dari suatu suku laki-laki terhadap perempuan.64 bangsa terhadap suku bangsa yang lain, termasuk tidak ada kelebihan seorang laki-laki terhadap perempuan.66 Persamaan derajat kemanusiaan ini diperkuat dengan berbagai riwayat me engan berbagai riwayat mengenai Persamaan derajat kemanusiaan ini diperkuat dengan berbagai riwayat sabab nuzūl ayatdari ini, dari Dāwūd, yaitu tentangpermintaan permintaan Nabi Saw k mengenai nuzūl ayat ini, AbūAbū Dāwūd, yaitu tentang tang permintaan Nabisabab Saw kepada Nabi Saw kepada Banī Bayaḍ Baya ah salahseorang seorangwanita wanitamereka mere- dengan Abū ah untuk untuk menikahkan menikahkan salah wanita mereka dengan AbūBanī Hind ka dengan Abū Hind pekerjaannya adalah pembekam. Permintaan di- karena m yangyang pekerjaannya adalah pembekam. Permintaan ini ini ditolak ntaan ini ditolak karena mereka tolak karena mereka merasa tidak pantas mengingat Abū Hind pernah menjadi merasa tidak pantas mengingat Abū Hind pernah menjadi budak salah sat ah menjadi budak salahsatu satu darimereka. budak salah dari Riwayat lain berkaitan dengan Usaid ibn Abī mereka. Riwayat berkaitan dengan Usaid ibn Abī al-‘Īṣ dan lainnya al-‘Ī dan komentar kurang menyenangkan kepada ibn Abī al-‘Īṣ danlainnya lainnyayang yangmemberikanlain komentar kurangwarna menyenangkan kepada Bilāl saat mengumandangkan adzan semata karena kulit dan statusnya angkan Bilāl kepada Bilāl memberikan saat 67 yang bekas budak. Penguat lain jugaadzan berasal dari khutbah Nabi Saw semata karena warna kulitpada dan haji statusnya yang a kulit dan statusnya yang mengumandangkan bekas wada’, dalam riwayat Al-Bayhaqī dari Jābir ibn ‘Abdillāh, yang menegaskan 65 budak. Penguat lain juga berasal dari khutbah Nabi Saw pada haji wada’, Nabi Sawkembali pada haji wada’, dalam kesamaan derajat antara manusia.68 riwayat Al-Bayhaqī dari Jābir ibn ‘Abdillāh, yang menegaskan kembali kes ng menegaskanKesatuan kembali asal-usul kesamaan yang berimplikasi pada kesamaan derajat kemanusiaan
derajat antara manusia.66
ibid. hal. 613. Kesatuan asal-usul yang berimplikasi pada kesamaan derajat kemanusia ibid. hal. 614-615. esamaan derajat kemanusiaan ini 65 ibid. hal. 615. menyebabkan tidak wajarnya sifat seseorang untuk bangga dan merasa 66 untuk bangga danhal. merasa ibid. 616. lebih 67 ibid. 68 ibid. hal. 617. 62 ibid. hal. 614-615. 63 ibid. hal. 615. 64 ibid. hal. 616. 65 ibid. 63 64
66
dibanding yang lain hanya karena alasan suku bangsa, s
Fondasi Pendidikan IslamTujuan Multikultural Indonesia 253 derajat jenis kelamin. akhir didari kesamaan
meningkatkan ketakwaan agar menjadi yang terbaik
ini menyebabkan tidak wajarnya sifat seseorang untuk bangga dan merasa lebih Ketakwaan kepada Allah Swt ini akan tercermin dibanding yang lain hanya karena alasan suku bangsa, suku, warna kulit atauhidup duniawi dan adalah kebahagiaan pun jenis kelamin. Tujuan akhir kesejahteraan dari kesamaan derajat tersebut upayaukhrawi” y 69 tersebutyang diperlukan Saling mengenal ak meningkatkan ketakwaan agar menjadi terbaiksaling di sisimengenal. Allah Swt. Ketakwaan kepada Allah Swt ini akan tercermin pada “kedamaian dan kesejahteraan untuk saling belajar dan berbagi pengalaman dari berba hidup duniawi dan kebahagiaan ukhrawi” yang dalam mencapai hal tersebut meningkatkan takwa.68 diperlukan saling mengenal. Saling mengenal akan membuka kesempatan untuk saling belajar dan berbagi pengalaman dari berbagai pihak sebagai modal M. Quraish Shihab menutup pembahasan ayat ini den meningkatkan takwa.70 ‘alīm dan khabīrayat sebagai dua sifatmenjelaskan Allah Swt yang men M. Quraish Shihab menutup pembahasan ini dengan penekanan yang berbeda: yang pertama makna ‘alīm dan khabīr sebagai dengan dua sifat Allah Swt yang menunjukkan ke- pada dz mahatahuan dengan penekanan sedangkan yang berbeda: pada dzat-Nya yang yang keduapertama pada jangkauan yang diketahui-N Yang Maha Tahu sedangkan yang kedua pada jangkauan yang diketahuiini terdapat dalam tiga tempat dalam Alquran yang se Nya.71 Gabungan dua sifat ini terdapat dalam tiga tempat dalam Alquran yang kondisi dimana manusia mustahil atau sangat sulit me semuanya menunjuk pada kondisi dimana manusia mustahil atau sangat sutempatkematian kematian (Q.S. (Q.S. Luqmān Luqmān [31]: [31]: 34), 34),pada pada bisik-bis lit mengetahuinya, yaitu pada tempat At-Taḥrīm rīm [66]: [66]:33), 33),dan danpada pada takwa s bisik-bisik antara dua orang istri Nabi Nabi Saw Saw (Q.S. (Q.S. At-Ta 72 takwa sebagaimana dibahas ayatini. ini.70
Pendidikan Multikultural Islam yang Berkarakter Multikultural di C. Pendidikan Islam yang Berkarakter di Indonesia Sebagaimana pembahasan para mufasir Indonesia di at
Sebagaimana pembahasan para mufasir Indonesia di atas, Alquran secara mengakui keragaman sebagai suatudihormati keniscayaan yan nyata mengakui keragaman sebagai suatu keniscayaan yang harus dijadikan modal untukdunia mencapai kesejahteraan dan dijadikan modal untuk mencapai kesejahteraan dan akhirat. Jika dunia d dibawa dalam konteks Indonesiadalam yang berpenduduk mayoritas muslim, maka konteks Indonesia yang berpenduduk mayoritas rangkaian ayat dan pembahasannya di atas sangat relevan. Posisi umat Islam ayat dan pembahasannya di atas sangat relevan. Pos sebagai mayoritas tentunya menghendaki adanya peran yang lebih besar damayoritas tentunya menghendaki adanya peran yang leb lam menjaga kebersamaan dalam kehidupan bangsa yang memang multikulkebersamaan dalam kehidupan bangsa yang memang m tur ini. Peran ini tentunya berbeda dengan yang terjadi di negara lain dimana umat Islamlah yang menjadi minoritas multikulturalisme tentunyasehingga berbeda dengan yang terjadi biasanya di negara lain dim diarahkan pada mayoritas yang non-muslim. Di sejumlah negara seperti Belgia,biasanya d menjadi minoritas sehingga multikulturalisme 71 72 69 70
ibid. hal. 616-617. ibid. hal. 618. ibid. hal. 619. ibid. hal. 619-620.
ibid. hal. 616-617. ibid. hal. 618. 69 ibid. hal. 619. 70 ibid. hal. 619-620. 67 68
254 Millah Vol. XIII, No. 2, Februari 2014 Inggris, Denmark, Prancis, Spanyol, Italia dan lainnya, masalah-masalah aktualisasi keagamaan muslim mulai dari pemakaian hijab, pembangunan masjid dan sebagainya kerap menjadi isu yang dikaitkan dengan multikulturalisme.73 Salah satu yang diandalkan untuk membangun kesadaran umat Islam akan tugas besarnya dalam menjaga multikulturalnya bangsa ini adalah melalui du nia pendidikan. Pendidikan Islam sejatinya telah lama menjadi ujung tombak dalam menyemaikan ajaran Islam sekaligus membangun generasi muslim. Tugas ini awalnya memang dipegang terutama oleh lembaga pendidikan indiginious Indonesia, yaitu pesantren, surau, dan lainnya kemudian berkembang menjadi lembaga pendidikan formal yang tidak hanya dikelola oleh umat Islam secara swadaya, tetapi juga oleh pemerintah. Di satu sisi meluasnya cakupan pendidikan Islam yang dilakukan berbagai lembaga membawa angin segar akan makin luasnya partisipasi dalam membangun generasi muslim. Namun pada sisi lain, banyaknya lembaga pendidikan Islam juga berpotensi mempersempit wawasan keislaman anak didik karena pengelola lembaga memang memiliki atribut keislaman khusus. Akibatnya potensi konflik pemahaman antara sesama muslim sendiri sedemikian besar dan terbukti kerap terjadi. Hal ini menandakan bahwa anjuran Alquran tentang menjaga diri dari menyakiti sesama muslim baik melalui sangkaan, bisikan, ucapan, hingga perbuatan sebagaimana dikaji dalam bagian terdahulu menjadi sangat kontekstual. Dengan demikian membawa semangat multikulturalisme dalam pendidikan Islam di Indonesia merupakan keniscayaan mengingat yang terjadi tidak semata-mata multikultur eksternal yang berbentuk etnis, suku, bahasa, dan sebagainya, dalam konteks pendidikan Indonesia, multikultur internal atau multisubkultur yang tergambar dalam keragaman pemahaman juga sangat kuat mengakar. Merujuk pada dimensi-dimensi sebagaimana disinggung di atas, maka menerapkan pendidikan multikultur dalam pendidikan Islam di Indonesia tidaklah mudah. Pendidikan Islam di Indonesia saat ini lebih banyak merujuk pada model in the wall, yaitu “model pendidikan agama yang hanya memper-
Anna Triandafyllidou, Tariq Modood dan Ricard Zapata-Barrero, “European Challenges to Multicultural Citizenship: Muslims, Secularism and Beyond”, dalam Anna Triandafyllidou, Tariq Modood dan Ricard Zapata-Barrero, Multiculturalism, Muslims and Citizenship: A European Approach (New York: Routledge, 2006), hal. 1-2. 73
Fondasi Pendidikan Islam Multikultural di Indonesia 255
hatikan agama sendiri tanpa mendialogkan dengan agama lain”74 atau bahkan lebih dalam lagi dari model ini. Kondisi ini juga diperkuat oleh karakter masyarakat yang semenjak Reformasi memang memiliki kecenderungan kesukuan, keagamaan, dan keetnisan yang makin kuat. Indikasinya sejumlah besar kasus konflik biasanya memiliki latar belakang suku, ras, dan agama. Apalagi era otonomi daerah dengan pemilihan kepala daerah langsung telah memberi ruang untuk mengagungkan identitas suku di atas kepentingan politik berupa persatuan. Mengingat kompleksnya permasalahan di atas, maka upaya untuk memasukkan karakter multikultur dalam pendidikan Islam memang membutuhkan kerja keras dan komitmen yang tinggi. Upaya ini dapat dimulai dengan menyiapkan konten materi pembelajaran yang mencakup keragaman budaya di Indonesia. Tahapan ini dilakukan tidak hanya untuk mengenalkan adanya keragaman tetapi juga adanya perbedaan di berbagai budaya tersebut sebagai sesuatu yang nyata. Selama ini realitas keragaman telah dirasakan namun pengakuan adanya perbedaan yang kemudian memunculkan saling menghormati dirasa masih kurang. Konten materi pembelajaran yang mengakomodasi keragaman ini juga selayaknya masuk dalam dimensi internal Islam sendiri sehingga anak didik mampu menyadari adanya beragam pemahaman yang berada diluar pemahaman umum yang dimilikinya. Hal ini sama sekali dimaksudkan untuk mencampurbaurkan pemahaman atau aliran dalam Islam yang telah ada sejak lama, tetapi lebih menitikberatkan keberadaan sesama muslim dengan pemahaman yang lain. Sesama muslim dengan pemahaman yang berbeda ini pun sebagaimana prinsip universalitas Islam berhak mendapat ruang dalam kehidupan. Tahapan selanjutnya adalah membangun kesadaran pendidik dan orang tua akan pentingnya pendidikan multikultural tidak hanya di sekolah tetapi juga di rumah dan masyarakat. Saat ini upaya ini tentunya menjadi semakin Model lainnya adalah at the wall, yaitu “tidak hanya mengajar siswa tentang agama mereka sendiri, tetapi juga agama lain” dan beyond the wall, yaitu “membantu siswa untuk bekerjasama dengan siswa lain meski berbeda agama demi tegaknya perdamaian, keadilan, dan harmoni”. Lihat M. Agus Nuryanto, “Islamic Education in A Pluralistic Society”, AlJāmi‘ah: Journal of Islamic Studies (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2011), Vol. 49, No. 2, hal. 411-430. 74
256 Millah Vol. XIII, No. 2, Februari 2014 berat dilakukan mengingat orientasi pada nilai akhir ujian dan kelulusan telah menggerus semangat pendidikan di tanah air. Lembaga pendidikan Islam layak untuk kembali menyadarkan pendidik dan orang tua bahwa pendidikan tidak semata transfer of knowlegde tetapi juga transfer of value yang berkaitan erat dengan beragam dimensi kehidupan anak didik. Tahapan ini juga akan membawa konsekuensi pada tahapan selanjutnya yang melibatkan masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya untuk melihat pendidikan multikultur sebagai kebutuhan mendesak bagi bangsa Indonesia. Tanpa keterlibatan masyarakat secara lebih luas, rasanya sangat sulit bagi pendidikan Islam untuk mewujudkan semangat multikultural dalam bingkai Indonesia. Proses menyadarkan masyarakat saat ini memang tidak mudah mengingat kecenderungan keberagamaan yang mengarah pada formalitas dan terkadang dibingkai pemahaman yang dangkal masih mendominasi. Pada tahapan terakhir peranan pemerintah dalam mengembangkan pendidikan multikultur termasuk di dalam pendidikan Islam, menjadi mutlak harus dilakukan. Hal ini mengingat kontrak sosial bernegara memang menempatkan pemerintah sebagai pihak paling bertanggung jawab untuk melaksanakan tugas menjaga keamanan hidup warganya. Pendidikan multikultur sebagaimana disinggung di atas, menjadi salah satu bagian penting untuk menjaga stabilitas dan pada akhirnya membawa kesejahteraan bangsa. Namun upaya ini jelas tidak mudah dilakukan mengingat dinamika politik dan tantangan global kerapkali membuat kebijakan pendidikan di Indonesia bersifat sangat temporal. Kebijakan pendidikan seringkali dirumuskan berdasarkan kepentingan jangka pendek pemangku jabatan dan bukan dalam kerangka jangka panjang yang melihat beragam aspek. Indikasinya dapat dengan mudah dilihat dari cepatnya perubahan peraturan mengikuti perubahan pejabat bersangkutan. Evaluasi menyeluruh terhadap sistem pendidikan yang sedang berlangsung belum dilaksanakan, tetapi revisi atau bahkan penggantian total langsung dilakukan.
D. Penutup Pembahasan di atas menunjukkan bahwa multikulturalisme sebagai keniscayaan dalam kehidupan berbangsa di Indonesia memiliki potensi karena sifatnya yang memperkaya khazanah bangsa. Tetapi jika tidak dikelola, terbukti kekayaan ini justru menjadi sumber masalah baru. Dalam konteks Indonesia,
meningkatkan takwa.
meningkatkan tidak menyerutakwa. pada perbedaan (tafāwut) nasab
Allah Swt sebagaimana ditegaskan ayat ini ada M. Quraish Shihab menutup pembahasan ayatM. ini Quraish dengan Shihab menjelaskan menutup makna pembahasan aya Fondasi Pendidikan Multikultural di Indonesia 257 manusi SawIslam bahwa siapa yang ingin menjadi ‘alīm dan khabīr sebagai dua sifat Allah Swt yang ‘alīmmenunjukkan dan khabīr sebagai kemahatahuan dua sifat Allah Swt kepada Allah. Nawawī Al-Bantanī melengk dengan penekanan yang tidak berbeda: yang berkaitan pertama dengan pada dzat-Nya penekanan yang Maha berbeda: Tahu yang multikulturalisme semata dengan suku,Yang bangsa, agama, ras, pertama pernyataan 69Ibn ‘Abbās yang menyebutkan ba dan lainnya tetapipada juga jangkauan memiliki dimensi internal termasuk dalam dirijangkauan umat Is- yang di sedangkan yang kedua yang diketahui-Nya. sedangkan yang Gabungan kedua pada dua sifat harta dan kemuliaan akhirat ada pada takwa”.36 lam dengan beragam pemahaman yang secara alamiah telah dan terus berkemini terdapat dalam tiga tempat dalam Alquran ini yang terdapat semuanya dalammenunjuk tiga tempat padadalam Alquran bang. Untuk mengatasi potensi konflik dan potensi negatif lainnya yang mun-
kondisi dimana manusia mustahil atau sangat kondisi sulit mengetahuinya, dimana manusia yaitu mustahil pada atau sangat Sementara itu,sejumlah dalam Tafsir Al-Azhar, cul dalam keragaman ini, diperlukan analisis mengenai konsep dasar Hamka tempat kematian (Q.S. Luqmān [31]: 34), pada bisik-bisik antara (Q.S. dua orang Luqmān istri[31]: pada Ḥujurāt merupakan “peringatan dan34), nasehat sebagaimana dilakukan terhadap Q.S. Al-tempat ujurātkematian [49]: 11-13 dengan mengacu
Nabi pada Saw (Q.S. rīm [66]: 33),Al-Azhar, dan pada Nabi takwa Saw sebagaimana (Q.S. At-Taḥ dibahas rīm [66]: ayatsum33), dan padm TafsirAt-Taḥ Marā Labīd, Tafsir dan Tafsir Al-Mishbā sebagai hidup”. Larangan mengolok-olok orang lain
70 dinamika masyarakat dalam ini.70ber local genius khas Indonesia sekaligus mewakili ini. mukmin hendaknya tidak mencari kesalahan or
beberapa tahapan perkembangan bangsa. adalah menghisab diri sendiri untuk menc Hasil kajian menunjukkan bahwa para memiliki Multiku Pendidikan Islam yanginiBerkarakter Multikultural Pendidikan di mufasir Indonesia IslamIndonesia yang Berkarakter Penekanan larangan yang para tidak hanya kepada perhatianpembahasan yang besar para terhadap pengakuan Alquran perbedaan yang Sebagaimana mufasir Indonesia Sebagaimana di atas, terhadap Alquran pembahasan secara nyatamufasir Indone bersifat alamiah seperti ras, suku, bangsa,merupakan gender dananjuran lainnya.agar Perbedaan ini pering “memakai mengakui keragaman sebagai suatu keniscayaan mengakui yang keragaman harus dihormati sebagai dansuatu kenisca dan pengakuan terhadapnya juga terjadi dalam konteks umat Islam 38 sendiri semenginsafi kekurangan”. dijadikan modal untuk mencapai kesejahteraandijadikan dunia danmodal akhirat. untuk Jikamencapai dibawa kesejahteraa hingga sisi multikultural internal juga diakui sebagaimana tergambar dalam dalamberbagai kontekslarangan Indonesiauntuk yang menyakiti berpenduduk mayoritas dalam konteks muslim, Indonesia maka rangkaian yang berpenduduk m sesama muslim, bahkan sesama manusia. Berkaitan dengan larangan mencela diri sendi ayat Pengakuan dan pembahasannya di ataslandasan sangat relevan. Posisi dan pembahasannya umat prinsip Islam sebagai di atas sangat rele ini juga menjadi bagiayat pengembangan pendidikan tersebut merupakan gambaran seorang yang t yang tentunya berkarakter multikultur dalamperan konteks di Indonesia. mayoritas menghendaki adanya mayoritas yangpendidikan lebihtentunya besar Islam dalam menghendaki menjaga adanya peran celaan serupa juga sangat Pendidikan Islam berkarakter multikultur dalam konteks Indonesiamungkin dapat di-dilakukan kebersamaan dalam kehidupan bangsa yang memang kebersamaan multikultur dalamini. kehidupan Peran inibangsa yang m Sedangkan larangan memanggil dengan gela laksanakan melalui sejumlah tahapan mulai dari penyusunan konten hingga tentunya berbeda dengan yang terjadi di negaratentunya lain dimana berbeda umatdengan Islamlah yang yang terjadi di negar pelibatan pemerinyan dan harus diakui bahwa hal tersebut hal yang sebelum Islam bukanlah yang biasa menyebutkan menjadi minoritas sehingga multikulturalisme biasanya menjadi diarahkan minoritas pada sehingga mayoritas multikulturalisme b mudah dilakukan. Kondisi masyarakat yang makin tersegmentasi pada pilihan kebiasaannya. Dalam sebuah riwayat misaln pemahaman agama dan dinamika sosial politik menjadikan kecenderungan ke67 ibid. hal. 616-617. 616-617. sukuan makin meningkat dan menjadi masalah6734ibid. bagihal. pengembangan pendidi68 68 ibid. ibid. hal. 618. ibid. hal. 618. 35 kan multikultur. Namun demikian, mengingat potensi 69 69 ibid. sedemikian besar dalam ibid. hal. 619. ibid. hal. 619. 36 70 70 ibid. ibid. hal. 619-620. ibid. hal. 619-620. Islam sudah membangun kehidupan bangsa yang lebih baik 37maka pendidikan Hamka, Tafsir Al Azhar, Juzu’ XXVI (Surabaya 38 sepantasnya membangun strategi yang lebih holistik dalam ibid. hal. 236. membangun pen39 ibid. didikan multikultur. Halaman20dari26 Sebagai kajian akademik, artikel ini memiliki keterbatasan karena hanya difokuskan pada topik multikultural dalam konteks ayat-ayat yang dikaji. Untuk itu, kajian lanjutan pada topik di berbagai ayat lain dan juga pada sejumlah kitab tafsir lainnya perlu terus dikembangkan terutama untuk mengembangkan pendidikan multikultural yang khas Indonesia.
258 Millah Vol. XIII, No. 2, Februari 2014
Daftar Pustaka Al-Bantanī, Nawawī. Tafsir Marāh Labīd. Istambul, Al-Mathba‘ah Al-‘Utsmāniyyah: 1886. Andriansyah, Yuli. “Kualitas Hidup Menurut Tafsir Nusantara: Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafûr dalam Tafsir Marâh Labîd, Tafsir AlAzhar, Tafsir An-Nûr, Tafsir Departemen Agama, dan Tafsir Al-Mishbâh”, dalam Prosiding Seminar Nasional: Menuju Masyarakat Madani dan Lestari. Yogyakarta: Direktorat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, Universitas Islam Indonesia, 2013. Arsyad, Mustamin. “Signifikansi Tafsir Marâh Labîd terhadap Perkembangan Studi Tafsir di Nusantara”, Jurnal Studi al-Qur’ān. Jakarta: Pusat Studi Al-Quran, 2006, Vol. 1, No. 3, hal. 615-636. Badan Pusat Statistik, Kewarganegaraan, Suku Bangsa, Agama, dan Bahasa Seharhari Penduduk Indonesia. Jakarta: Badan Pusat Statistik, 2010. Badruzaman, Abad. “Studi Analisis atas Tafsir Al-Azhar Karya Prof. Dr. Hamka”, Artikel blog diakses dari http://abualitya.wordpress.com/2011/12/30/ studi-analisis-atas-tafsir-al-azhar-karya-prof-dr-hamka/ pada 20 Februari 2014. Banks, James A. “Multicultural Education: Characteristics and Goals”, dalam James A. Banks dan Cherry A. McGee Banks (eds), Multicultural Education: Issues and Perspectives, Seventh Edition. Danvers, USA: John Wiley & Sons, Inc, 2010. Bhikhu Parekh, “Dialogue Between Cultures”, dalam Ramón Máiz dan Ferran Requejo (eds), Democracy, Nationalism and Multiculturalism. New York, USA: Frank Cass & Co. Ltd, 2005, hal. 13-24. Blog Tafsir Buya HAMKA, “Tafsir Buya HAMKA”, Artikel blog diakses dari http://tafsirbuyahamka.wordpress.com/ pada 20 Februari 2014. Chirzin, Muhammad. “Kenekaragaman dalam al-Qur’an”, Tsaqafah: Jurnal Peradaban Islam. Gontor: Institut Studi Islam Darussalam, 2011, Vol. 7, No. 1, hal. 51-68. Detiknews, “Kapolri: Ada 1.629 Lokasi Potensi Konflik di Indonesia” diakses dari http://news.detik.com/read/2012/09/03/171831/2006660/10/ kapolri-ada-1629-lokasi-potensi-konflik-di-indonesia pada 20 Februari 2014.
Fondasi Pendidikan Islam Multikultural di Indonesia 259
Hamka. Tafsir Al Azhar, Juzu’ XXVI. Surabaya: Yayasan Latimojong, 1980. Karim, Rasul. “Quraish Shihab dan Tafsir al-Misbah”, Artikel blog diakses dari http://katakarim.blogspot.com/2010/03/quraish-shihab-dan-tafsiral-misbah.html pada 20 Februari 2014. Medan Bisnis, “1.804 Potensi Konflik di Indonesia” diakses dari http://www. medanbisnisdaily.com/news/read/2013/08/30/47863/1804_potensi_konflik_di_indonesia/ pada 20 Februari 2014. Nuryanto, M. Agus. “Islamic Education in A Pluralistic Society”, Al-Jāmi‘ah: Journal of Islamic Studies. Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2011, Vol. 49, No. 2, hal. 411-430. Rochman, Fatkhur. “Berbakti Kepada Orang Tua Menurut Penafsiran Hamka dalam Tafsir Al-Azhar dan Hasbi Ash-Shiddieqy dalam Tafsir An-Nur (Study Komparatif)”, Skripsi. Semarang: Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo, 2010. Rosen, David M. “Multicultural Education: An Anthropological Perspective”, Anthropology and Education Quarterly (1977) Vol. 8, No. 4, hal. 221-226. Shihab, M. Quraish. Tafsîr Al-Mishbâh: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an, Edisi Baru, Cetakan I, Volume 12, Surah Fushilat,Surah asy-Syûra, Surah az-Zukhruf, Surah ad-Dukhân, Surah al-Jâtsiyah, Surah AlAhqâf, Surah Muhammad, Surah al-Fath, dan Surah al-Hujurât. Ciputat: Penerbit Lentera Hati, 2009. Syafieh. “Quraish Shihab dan Penafsiran Ayat-Ayat Gender”, Artikel blog diakses dari http://syafieh74.blogspot.com/2013/06/quraish-shihabdan-penafsiran-ayat-ayat.html pada 20 Februari 2014. Triandafyllidou, Anna, Tariq Modood dan Ricard Zapata-Barrero, “European Challenges to Multicultural Citizenship: Muslims, Secularism and Beyond”, dalam Anna Triandafyllidou, Tariq Modood dan Ricard Zapata-Barrero (eds). Multiculturalism, Muslims and Citizenship: A European Approach. New York: Routledge, 2006, hal. 1-22.