Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
FLU BURUNG: FUNGSI EKONOMI, SOSIALISASI DAN PENDIDIKAN KELUARGA DI SUNGGAL DAN HAMPARAN PERAK SUMATERA UTARA (Avian Influenza: Economic Function, Socialization and Family Education in Sunggal and Hamparan Perak, North Sumatera) WASITO Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Jl. Tentara Pelajar No. 10 Cimanggu, Bogor
ABSTRACT Avian Influenza (AI) have attacked poultry and became epidemic in Indonesia since year 2003, and caused big economics losses of breeder, and positive in North Sumatra, since May, 2005. Various effort have been conducted by central government and local government so that AI to minimize losses of human being, livestock, and poultry industry, through macro approach. The purpose of this assessment was to know preventive effort and controlling of AI through micro approach in breeder storey and household. The assessment conducted in Sunggal Sub-district (Medan District and Deli Serdang District) and Hamparan Perak (Deli Serdang District) at May, 2004, October, 2004, December, 2004, and June 2005. The assessment used survey approach, interview technique with focus group discussion of pioneer household or exponent that role as key informant for the intake of primary data. The result of asessement are communities perception toward media messages which as delivered not the same. Avian influenza news very significant to influence part system of broiler agribussines, to be implicated by cultivation and base agribussines. Economic function of household showed that they fear to consume poultry egg and meat, as psychological impact, so their expenditure and consumption significant different (P < 0,01). At 2004 happened degradation of sale chicken's egg and meat 30 – 60% and 20 – 30%, respectively, the price decrease 30 – 50% and 25 – 40%, respectively, and also processed product of restaurant also decrease 40 – 70%; so that gave wide economic impact to poultry industry. These case as also become for sum of breeding farm, poultry shop, breeder seed of broiler and medicine. These social and psychological impact increased again after positive diagnosis AI at human being (zoonosis), caused severe pneumonia within short period and deadly. Micro approach, by realizing household existence as smallest unit of social system or society which have socialization function or duty and education of implementation to be able to be preventive and operation of AI not yet been adopted, because poor understanding or not understand. Because of AI as a new zoonosis disease become pandemic, and they did not realized that AI virus might mutate and catching directly to human being through poultry secrecy, so understanding of social system interaction and ecology system needed. Key Words: Avian Influenza, Family, Economic, Socialization, Education ABSTRAK Flu burung (Avian Influenza) telah menyerang unggas dan mewabah di Indonesia sejak tahun 2003, serta menimbulkan kerugian ekonomi cukup besar bagi peternak, dan positif di Sumatera Utara sejak Mei 2005. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah pusat dan daerah agar flu burung tidak menimbulkan kerugian pada manusia, ternak, dan industri perunggasan melalui pendekatan makro. Untuk mengetahui upaya pencegahan dan pengendalian flu burung secara mikro, di tingkat peternak dan keluarga kami melakukan kajian di kecamatan Sunggal (Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang) dan Hamparan Perak (Kabupaten Deli Serdang) pada Mei, Oktober, Desember 2004, serta Juni 2005. Pendekatan survei, teknik wawancara dengan fokus grup diskusi (focus group discussion) terhadap keluarga perintis atau pelopor, dan berperan sebagai informan kunci yang kami lakukan untuk pengambilan data primer. Hasil kajian menunjukkan terjadi persepsi non equivalent pada masyarakat terhadap pesan media yang disajikan. Berita flu burung sangat significant mempengaruhi subsistem pemasaran agribisnis ayam ras, berimplikasi pada subsistem budidaya dan agribisnis hulu. Fungsi ekonomi keluarga menunjukkan mereka takut mengkonsumsi daging dan telur unggas sebagai dampak psikologis, sehingga pengelu aran dan tingkat konsumsinya berbeda sangat nyata (p <
1032
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
0,01). Pada 2004 terjadi penurunan penjualan daging dan telur ayam ras berkisar 30 – 60% dan 20 – 30%, harga 30 – 50% dan 25 – 40%, serta hasil olahan di rumah makan atau warung 40 – 70%; sehingga memberi dampak ekonomi cukup yang luas kepada industri perunggasan. Hal ini juga terjadi terhadap jumlah dan pemeliharaan peternak ayam ras, usaha pakan ternak, pembibitan dan obat-obatan. Dampak psikologis dan sosial ini lebih menyeruak lagi setelah diagnosa positif flu burung pada manusia (zoonosis), menimbulkan pneumonia berat dalam jangka waktu singkat dan mematikan. Pendekatan mikro, dengan mewujudkan eksistensi keluarga sebagai unit terkecil dari masyarakat atau sistem sosial yang mempunyai tugas atau fungsi sosialisasi dan pendidikan untuk dapat mengimplementasikan pencegahan dan pengendalian flu burung belum teradopsi, karena tingkat pemahaman yang masih rendah, atau tidak paham. Karena flu burung sebagai penyakit zoonosis baru menjadi pandemi, dan mereka tidak paham kalau virus flu burung dapat bermutasi dan menular secara langsung ke manusia melalui sekresi unggas, sehingga perlu pemahaman interaksi sistem sosial dan sistem ekologi. Kata Kunci: Flu Burung, Keluarga, Ekonomi, Sosialisasi, Pendidikan
PENDAHULUAN Mata rantai subsistem agribisnis ayam ras, dari agribisnis: hulu (usaha pembibitan, obat, pakan), budidaya (usaha produksi), hilir (usaha pemasaran), dan agribisnis jasa penunjang (lembaga keuangan dan informasi teknologi) di Sumatera Utara telah berjalan cukup memadai. Flu burung (Avian Influenza) telah menyerang unggas dan mewabah di Indonesia sejak tahun 2003, dan menimbulkan kerugian ekonomi cukup besar pada peternak, dan positif di Sumatera Utara sejak Mei 2005. Sejak Sumatera Utara menjadi daerah terancam flu burung (sebelum Mei 2005), letaknya yang menyatu dengan Lampung dan Sumatera Selatan (daerah tertular). Antisipasi yang dilakukan pemerintah Sumatera Utara, berupa penerbitan SKGubernur, SK Bupati dan SK Walikota tentang pelarangan pemasukan ternak unggas/produknya secara ketat, pemusnahan secara selektif produk dari daerah tertular AI, bio sekuriti pada breeding farm dan farm komersial, monitoring dan evaluasi, serta hotline/website telah dilakukan. Satgas operasional pengamanan dan pemulihan dampak sosial masyarakat dibentuk, pembuatan brosur/leaflet, temu press, talk shown, spanduk, publikasi mass media, makan ayam dan telur secara massal, atau sosialisasi langsung ke masyarakat. Berita flu burung adalah laporan tentang peristiwa atau pendapat flu burung yang memiliki nilai yang penting, menarik bagi sebagian khalayak, masih baru dan dipublikasikan secara luas melalui media massa secara periodik (WAHYUDI, 1991). Berita ini cukup dominan diterima masyarakat Sumatera Utara karena media televisi, radio
atau media cetak telah menyiarkan hal ini sejak Indonesia dinyatakan positif flu burung pada unggas. Virus flu burung atau AI memiliki karakteristik akan mati pada: 80oC – 1 menit, 60oC – 30 menit (daging), 64oC – 45 menit (telur), tahan hidup selama 32 hari, sangat labil, mudah berubah bentuk, akan mati pada sediaan desinfektan (BALITVET, 2004; DITKESWAN, 2004). Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah pusat dan daerah agar flu burung tidak menimbulkan kerugian manusia, ternak, dan industri perunggasan melalui pendekatan makro. Selain memberikan dampak langsung kematian ternak, flu burung memberi dampak tidak langsung kepada keluarga peternak, atau keluarga non peternak berupa penurunan konsumsi telur, daging unggas, dan hasil olahan produk unggas. Hal ini berpengaruh pada penurunan daya beli keluarga, sehingga mendorong penurunan harga-harga telur dan daging unggas sangat tajam. Wabah flu burung memberi dampak ekonomi luas kepada industri perunggasan, antara lain pengusaha pabrik pakan, pembibitan, perusahaan obat ternak, industri pengolahan hasil ternak, dan keluarga peternak. Fungsi keluarga menurut SUMARDJAN (1993) dalam RAHMAWATI (1999) secara umum sebagai mekanisme, yaitu mengadakan keturunan manusia yang selanjutnya melestarikan eksistensi masyarakat; fungsi sebagai kesatuan masyrakat; fungsi pemersatu dan pelindung bagi warganya; fungsi sosialisasi anak-anak melalui pendidikan dan fungsi sebagai unit produksi di dalam masyarakat. Menurut BKKBN dan UU no. 10 tahun 1992 untuk pembangunan keluarga sejahtera dilakukan dengan pendekatan delapan fungsi
1033
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
keluarga secara optimum, yaitu fungsi keagamaan, fungsi cinta kasih, fungsi reproduksi, fungsi sosialisasi dan pendidikan, fungsi perlindungan, fungsi budaya, fungsi ekonomi, dan fungsi pelestarian lingkungan. Pada kajian ini kami hanya menelaah fungsi ekonomi, sosialisasi dan pendidikan keluarga akibat krisis flu burung; dengan tujuan mempelajari penerapan ketiga fungsi dalam pencegahan dan pengendalian flu burung tersebut. MATERI DAN METODE Untuk mengetahui upaya pencegahan dan pengendalian flu burung secara mikro, di tingkat peternak, atau keluarga kami melakukan kajian di desa/dusun Sunggal Kanan, Medan Krio, Sawit Rejo, Pasar Tiga, Payageli, Sei Mencirim, Serba Jadi, Tanjung Selamet (kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli Serdang, dan di Kelurahan Sunggal dan Kampung Lalang (kecamatan Sunggal, Kota Medan), serta desa Tandan Hulu Pasar I, II, III, IV, V, VI, VII Cina (Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang), di daerah sentra perdagangan dan peternakan ayam ras (purposive sampling), dipilih sebagai wakil sebagian sentra agribisnis ayam ras di Sumatera Utara, dan juga populasi padat ayam buras, pada Mei, Oktober, Desember 2004, serta Juni 2005. Pendekatan survei, teknik wawancara dan diskusi dengan fokus grup diskusi (focus group discussion) (10 – 15 responden) terhadap keluarga, berperan perintis (innovator), atau pelopor (early adopter), dan berperan sebagai informan kunci yang kami lakukan untuk pengambilan data primer. Disamping itu kami melakukan wawancara mendalam (indepth interview) terhadap 5 responden per fokus grup diskusi. Data sekunder diperoleh dari instansi terkait yang menangani flu burung, seperti Dinas Peternakan, Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner (BPPV Wil. I Medan). Data kualitatif hasil wawancara dan diskusi, dianalisis dengan prinsip ”analisis data kualitatif (BUNGIN, 2003), yaitu dengan mengedit, mengkode dan mentabulasi data, disusun dalam kelompok jawaban yang setara untuk dihitung, dan diintrepretasi.
1034
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik wilayah dan responden Kabupaten Deli Serdang telah ditetapkan sebagai daerah pengembangan kawasan agribisnis berbasis ayam ras, sesuai dengan tiga acuan, yaitu rencana umum tata ruang (RUTR) daerah, kajian analisis potensi wilayah oleh Direktorat Jenderal Peternakan, dan data serta informasi tentang program kegiatan yang selama ini telah berkembang dan dikembangkan daerah. Kecamatan Sunggal letaknya berdampingan dengan pusat kota propinsi (Medan), sebagai cikal bakal kota metropolitan. Sedangkan Hamparan Perak dipilih mewakili sentra usaha peternak ayam petelur. Beternak ayam ras petelur dilakukan mereka sejak periode starter, grower dan layer. Kandang batere hanya digunakan untuk pemeliharaan periode layer. Jumlah ayam saat periode starter dan grower diselaraskan dengan kapasitas kandang layer. Kepemilikan ayam secara keseluruhan > 50.000 ekor. Kepemilikan periode layer 10.000 ekor < X < 50.000 ekor hanya 40 persen, mayoritas > 50.000 ekor. Pada ayam broiler (pedaging), skala usaha kepemilikan mayoritas < 10.000 ekor per peternak. Peternak inti rakyat (PIR) pada ayam pedaging ini mencapai ≥ 50 persen, sisanya peternak pribadi (modal sendiri). Alokasi tenaga kerja menggambarkan pola curahan tenaga kerja pada usaha ternak ayam ras. Penggunaan tenaga kerja laki-laki luar keluarga pada usaha ternak ayam ras petelur sangat dominan. Tenaga kerja dalam keluarga bertindak sebagai pengawas. Tenaga kerja lakilaki luar keluarga juga banyak digunakan pada peternak pribadi atau pola PIR. Pada pola PIR telah ada pengaturan antara inti – plasma, sehingga kurang dominan. Fungsi ekonomi Fungsi ekonomi untuk mengembangkan kemampuan ekonomi keluarga, agar semua anggota keluarga mengembangkan kemampuan ekonominya untuk mandiri, sehingga uang yang tersedia dapat memenuhi kebutuhan keluarga. Besarnya uang yang dimiliki keluarga menunjukkan berapa banyak sumberdaya uang
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
menyebar lebih cepat dan menjangkau sejumlah masyarakat yang lebih besar. Senada pendapat SUBARNA (1993), terdapat pola yang khas: hampir mendekati kurva yang membentuk huruf S (curve of diffusion). Berita flu burung sangat significant mempengaruhi subsistem pemasaran agribisnis ayam ras, berimplikasi pada subsistem budidaya dan agribisnis hulu. Terjadi penurunan penjualan daging dan telur ayam ras berkisar 30 – 60% dan 20 – 30% (Tabel 1), harga di tingkat petani turun 30 – 50% dan 25 – 40% (Tabel 2 dan 3), juga hasil olahannya di rumah makan 40 – 70% (Tabel 4). Omset penjualan daging ayam ras broiler terendah (35 – 50%) (Tabel 1) terjadi selama dua bulan, sejak minggu ketiga Januari 2004
yang dimilikinya. Manajemen tidak bisa membuat sumberdaya yang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan, dan keinginan menjadi cukup, akan tetapi manajemen dapat membantu menetapkan penggunaan sumberdaya yang terbatas untuk item yang disetujui oleh semua anggota keluarga (GUHARDJA et al., 1992). Penerapan fungsi ekonomi pada kajian ini kami batasi berkaitan dengan aspek pendapatan dan pengeluaran keluarga berimplikasi pada konsumsi terhadap produk unggas. Periode < 2005 Berita flu burung sebagai peristiwa sangat vital ini dapat mempengaruhi keluarga,
Tabel 1. Rataan persentase omset penjualan daging dan telur ayam ras di pasar daerah kajian, 2004 Komoditi
11/03
12/2003
01/2004
02/2004
03/2004
04/2004
05/2004
1–4
1–2
3–4
1–2
3–4
1–2
3–4
1–2
3–4
1–2
3–4
1–2
3–4
Daging (%)
100
95
85
75
40
35
40
40
50
60
75
80
50
Telur (%)
100
95
90
85
70
70
65
70
70
75
80
85
70
1 – 2, 3 – 4 = minggu ke .., 100% = nilai penjualan Nopember 2003 Sumber: DATA PRIMER (2004)
Tabel 2. Rataan harga ayam bloiler hidup (kg/bh) di peternak dan konsumen di daerah kajian, 2004 11/03
Komoditi Peternak (Rp. 000) Konsumen (Rp. 000)
12/2003
01/2004
02/2004
03/2004
04/2004
05/2004
1–4
1–2
3–4
1–2
3–4
1–2
3–4
1–2
3 –4
1–2
3–4
1–2
8
7,5
7,5
6,5
4
3
2,5
2,5
3
4
4
7
3–4 8
11,5
10,5
11,5
9
8
6
5
4,5
5
6,5
7
10,5
13
1 – 2, 3 – 4 = minggu ke .., Sumber: DATA PRIMER dan DISNAK SUMUT (2004)
Tabel 3. Rataan harga telur ayam ras (Rp./butir) di peternak dan konsumen di daerah kajian, 2004 Komoditi
11/03
12/2003
01/2004
02/2004
03/2004
04/2004
05/2004
1–4
1–2
3–4
1–2
3–4
1–2
3–4
1–2
3–4
1–2
3–4
1–2
3–4
Peternak (Rp.)
375
375
360
320
300
240
215
225
240
270
310
340
310
Konsumen (Rp.)
400
400
385
335
325
260
230
240
260
290
330
370
330
1 – 2, 3 – 4 = minggu ke .., Sumber: DATA PRIMER dan DISNAK SUMUT (2004)
1035
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
Tabel 4. Rataan harga ayam petelur afkir hidup (ekor) di peternak & konsumen di daerah kajian, 2004 Komoditi
11/03
12/2003
01/2004
02/2004
03/2004
04/2004
05/2004
1–4
1–2
3–4
1–2
3–4
1–2
3–4
1–2
3–4
1–2
3–4
1–2
3–4
Peternak (Rp. 000)
10
10
9
7,5
7
5,5
5
4,5
5
6
7
8
6
Konsumen
14
12
11
10
9
7,5
7
6
7
8
9
10
8
Ket. : 1 – 2, 3 – 4 = minggu ke .., Sumber: DATA PRIMER (2004)
sampai akhir Maret 2004. Menurut pedagang di pasar, sebelum ada berita flu burung ratarata 150 – 200 ekor ayam broiler hidup per pedagang terjual, sejak flu burung hanya laku terjual 50 ekor (25 – 30%). Akibatnya terjadi penumpukan persediaan ayam ras broiler di tingkat pedagang pengumpul, atau pedagang di pasar. Implikasinya terganggu sistem pemasaran di tingkat peternak, perlu kajian lanjutan pada banyak pasar tradisional dan swalayan sentra perdagangan. Pada pertengahan Mei 2004 omset penjualan menurun lagi (50%), hal ini terjadi bukan karena berita flu burung, tetapi karena harga yang cukup tinggi (lihat Tabel 2). Penurunan omset penjualan telur kurang nyata terjadi, diduga telur sebagai bahan dasar pembuatan kue dan roti yang dibutuhkan masyarakat, perlu kajian lebih lanjut. Rataan harga daging ayam broiler hidup terendah (turun > 60%) ditingkat peternak, terjadi selama 3,5 bulan (mulai minggu ketiga Januari 2004 – akhir April 2004) (Tabel 2). Interaksi antara Tabel 1 dengan Tabel 2 tentunya berbeda apabila kita bandingkan pada kondisi tidak ada berita flu burung (kondisi normal), dimana harga daging ayam ras broiler memberikan pengaruh positif dan sangat nyata (P < 0,01) terhadap penawaran industri peternakan ayam ras broiler. Fenomena ini sangat memukul peternak untuk melanjutkan usahanya, mereka enggan untuk tetap mengisi kandang ayam untuk masa periode berikutnya setelah produksi. Akibatnya terjadi PHK sementara pada tenaga kerja luar keluarga, dan mereka akan dipekerjakan kembali apabila keadaan telah normal. Hanya sebagian kecil peternak tetap berusaha mengisi kandang sesuai periodenya dengan alasan untunguntungan, tergantung nasib. Hal ini berimbas pada penurunan omset perdagangan DOC, pakan dan obat-obatan ayam ras broiler.
1036
Menurut peternak, saat gencarnya berita flu burung breeding farm atau poultry shop menawarkan harga DOC broiler Rp. 400 – Rp. 1.000 tetapi peternak tetap menolak, mereka enggan melanjutkan beternak. Pada peternak pola PIR mereka dianjurkan memperpanjang usia pemeliharaan menjadi 60 hari, biasanya 40 hari. Tetapi mereka tetap saja merugi, karena harus tetap memberi pakan selama masa perpanjangan, dan cenderung beresiko karena tingkat kematian yang dialami menjadi lebih tinggi, akibat berbagai faktor. Pada daerah dimana peternak akses terhadap informasi harga, maka peternak akan berusaha selalu mengikuti dan mengetahui perkembangan harga tersebut, sebaliknya pada daerah dimana peternak tidak akses pada informasi harga. Permasalahan besar pada peternak ayam ras broiler, tidak mutlak terjadi pada peternak ayam ras petelur. Seperti telah dijelaskan di atas, diduga telur banyak digunakan sebagai bahan makanan, atau persepsi masyarakat yang berbeda terhadap telur dan flu burung. Penurunan harga telur tidaklah terjadi sangat significant (Tabel 6), tetapi peternak tetap merasa rugi. Menurut mereka titik impas terjadi apabila harga telur Rp. 300 per butir, perlu kajian lebih lanjut. Pada kasus ini tidak terjadi PHK sementara pada tenaga kerja luar keluarga peternak ayam ras petelur (Tabel 3), karena pola pemeliharaan yang sifatnya jangka waktu panjang, yaitu dari periode starter, grower dan layer. Imbas pada penurunan omset perdagangan DOC, pakan dan obat-obatan lebih kecil dibanding pada broiler. Ayam ras petelur afkir sangat diminati masyarakat pedesaan, terutama menjelang harihari pesta atau hari besar. Harga yang terjangkau sebagai pilihan mereka, walaupun harus tahu cara pengolahannya. Saat terjadi pandemi flu burung, harga ayam ini turut
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
terimbas, harga terendah mencapai 4.500 – 5.000 rupiah/ekor di peternak (Tabel 4). Pada keluarga di pedesaan, daya beli pada ayam afkir tersebut cukup tinggi. Persepsi mereka terhadap flu burung pada ayam petelur afkir tidak nyata, dan mereka tetap mengkonsumsi, karena mereka sudah terbiasa makan ayam buras (kampung) sakit lalu diolah, dan belum pernah menimbulkan penyakit atau kematian pada manusia. Pada saat krisis flu burung sebagian peternak mencoba mempercepat periode afkir (2 – 3 bulan sebelumnya), terutama pada ayam yang kurang produktif. Pilihan keluarga di sekitar perkotaan tidak beralih ke ayam ras petelur afkir, walaupun harganya murah. Umumnya memiliki persepsi makan daging ayam broiler berbahaya, karena kurang atau ketidaktahuan mereka, produksi dari penduduk yang berpendidikan, dan mempunyai akses terhadap fasilitas sosial ekonomi lebih baik, dibandingkan penduduk pedesaan, memberikan pengaruh positif, namun tidak nyata terhadap konsumsi daging dan telur ayam ras, perlu kajian lebih lanjut. Ayam ’goreng, panggang, gulai’, soto, sup, sate ayam, atau telur ’dadar, mata sapi, rebus’ sebagai bahan olahan daging atau telur ayam ras banyak dijumpai di restoran dan rumah makan. Sejak pandemi flu burung di Indonesia, tingkat pembelian produk tersebut menurun, omset penjualan terendah (30 – 50%) terjadi sejak pertengahan Januari 2004 – akhir Maret 2004 (Tabel 5). Rasa was-was, atau adanya persepsi yang salah terhadap flu burung pada masyarakat diduga sebagai faktor utama penyebabnya. Omset penjualan terhadap produk atau bahan olahan unggas, terutama ayam ras tentunya berkorelasi dengan tingkat konsumsi keluarga. Pada krisis flu burung, fungsi
ekonomi keluarga menunjukkan mereka takut mengkonsumsi daging dan telur unggas sebagai dampak psikologis, sehingga pengeluaran dan tingkat konsumsinya berbeda sangat nyata (P < 0,01). Adanya berita flu burung memberikan fenomena baru, dimana pola konsumsi keluarga terhadap produk ayam ras tidak hanya ditentukan oleh pendapatan, tingkat pendidikan dan aksesibilitas terhadap fasilitas sosial ekonomi yang ada, tetapi juga ditentukan oleh persepsi mereka terhadap tingkat keamanan produk yang akan dikonsumsi. Harga daging dan telur ayam ras tidak selalu berpengaruh negatif dan nyata terhadap konsumsi, artinya tingkat konsumsi daging dan telur ayam ras tidak selalu responsif terhadap perubahan harga, perlu kajian lebih lanjut. Daging ayam broiler, telur ayam ras, ikan, tahu dan tempe sebagai sumber protein memiliki hubungan atau bersifat substitusi. Umumnya ikan merupakan salah satu komoditi substitusi utama daging atau telur ayam ras, sedangkan tahu dan tempe substitusi kedua. Artinya pada saat harga daging atau telur ayam ras tinggi/mahal, atau tingkat keamanan produk tersebut rendah, dan sebaliknya untuk ikan, maka tingkat konsumsi ikan akan meningkat. Sejak adanya berita flu burung omset penjualan dan konsumsi daging ayam ras menurun, implikasinya terjadi peningkatan omset penjualan dan konsumsi ikan karena pada waktu yang bersamaan harganya rendah/murah, atau aman dikonsumsi. Sebaliknya terjadi pada tahun 2002, ada berita ikan diberi pengawet formalin, daging atau telur ayam ras harga relatif rendah/murah dan aman, maka tingkat konsumsi daging atau telur ayam ras akan meningkat. Sejak Mei 2004 tidak ada berita flu burung, harga daging ayam ras broiler atau telur ayam ras tinggi/mahal,
Tabel 5. Rataan omset penjualan hasil olahan daging dan telur ayam ras di daerah kajian, 2004 Komoditi
11/03
12/2003
01/2004
02/2004
03/2004
04/2004
05/2004
1–4
1–2
3–4
1–2
3–4
1–2
3–4
1–2
3–4
1–2
3–4
1–2
3–4
Daging (%)
100
95
90
85
50
30
35
35
45
65
75
80
60
Telur (%)
100
95
90
90
75
70
70
75
70
80
80
85
75
1 – 2, 3 – 4 = minggu ke.., 100% = nilai penjualan Nop’ 2003, olahan = ayam goreng, sayur, soto, sop, sate Sumber: DATA PRIMER (2004)
1037
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
dibarengi harga ikan laut tinggi/mahal, sehingga omset penjualan dan konsumsinya menurun, implikasinya terjadi peningkatan omset penjualan dan konsumsi terhadap tahu dan tempe karena harganya relatif rendah/murah. Periode 2005 Dampak ekonomi masih ada tetapi tidak sedahsyat pada tahun 2003 – 2004, karena tingkat pengetahuan banyak keluarga tentang flu burung telah meningkat. Ada peran satgas operasional pengamanan dan pemulihan dampak sosial masyarakat yang dibentuk di tingkat propinsi dan kabupaten/kota, dengan pembuatan brosur/leaflet, temu press, talk shown, spanduk, publikasi mass media, makan ayam dan telur secara massal, atau sosialisasi langsung ke masyarakat efektif untuk memberi pengetahuan dan sikap para ibu dan kepala keluarga. Dampak psikologis yang berimplikasi pada sosial ekonomi menyeruak kembali setelah diagnosa positif flu burung pada manusia (zoonosis), menimbulkan pneumonia berat dalam jangka waktu singkat dan mematikan di daerah luar Sumatera Utara. Hal ini juga terasa setelah Sumatera Utara resmi dinyatakan positif flu burung pada Mei 2005. Namun dampak psikologis, atau tingkat kepanikan mereka cenderung lebih terarah dibandingkan tahun 2004 yang untuk pertama kali mereka mendengar apa dan bagaimana flu burung itu. Fungsi sosialisasi dan pendidikan Keluarga merupakan dasar pembantu utama struktur sosial yang lebih luas, dengan pengertian bahwa lembaga lainnya tergantung pada eksistensinya. Maka fungsi pemasyarakatan dan kontrol sosial, termasuk fungsi sosialisasi tanggung jawab keluarga (GOODE, 1985). Adanya keterlibatan orang tua dan anak saat berinteraksi merupakan faktor yang lebih menentukan, dan ini yang disebut kualitas waktu. Disamping itu, keluarga merupakan ajang pendidikan yang pertama dan terutama bagi anak, karenanya fungsi pendidikan merupakan salah satu tanggung jawab orang tua. Pendidikan dalam rumah atau keluarga merupakan faktor yang dominan dalam
1038
pembentukan kepribadian anak (BOFENBEENER, 1979 dalam MEGAWANGI et al., 1994). Dengan mewujudkan eksistensi keluarga sebagai unit terkecil dari masyarakat atau sistem sosial yang mempunyai fungsi sosialisasi dan pendidikan, bagaimana dapat mengimplementasikan pencegahan dan pengendalian flu burung. Karena virus flu burung dapat bermutasi dan menular secara langsung ke manusia melalui sekresi unggas, sehingga perlu pemahaman interaksi sistem sosial dan sistem ekologi. Tingkat penerapan fungsi sosialisasi dan pendidikan di dalam keluarga pada kajian ini hanya mengukur peubah ”kebiasaan hidup sehat”. Fungsi sosialisasi dan pendidikan, bagaimana responden dapat menerapkan pencegahan dan pengendalian flu burung belum bahkan tidak teradopsi, karena tingkat pemahaman yang masih rendah, atau bahkan tidak paham sama sekali, seperti hal penting: • Flu burung merupakan penyakit viral yang dapat menyerang unggas, manusia, babi, bersifat zoonosis, cara penanggulangannya menjadi semakin kompleks dan mahal. • Penularan dapat terjadi melalui kontak langsung antara unggas yang sakit dengan unggas yang peka, atau sekresi dari saluran pernafasan, konjungtiva, dan tinja unggas sakit. Dapat bermutasi dan menular secara langsung ke manusia melalui sekresi unggas, sehingga perlu pemahaman interaksi sistem sosial dan sistem ekologi. Sumber infeksi dapat juga berasal dari burung peliharaan, burung liar, atau hewan lain. • Gejala flu burung pada manusia: demam suhu badan di atas 38°C, batuk dan nyeri tenggorokan, radang saluran pernapasan atas, pneumonia, sakit kepala, tidak nafsu makan, muntah, nyeri perut, diare, infeksi mata, dan nyeri otot. Masa inkubasi 1 – 3 hari, dengan masa infeksi satu hari sebelum sampai 3 – 5 hari sudah timbul gejala, dan pada anak sampai dengan 21 hari. • Kerja yang hiegienis, salah satu upaya yang harus dilakukan oleh mereka yang kontak dengan unggas, baik dalam keadaan mati, apalagi ketika hidup. Pencegahan pada unggas, yakni pemusnahan unggas yang terinfeksi dan vaksinasi pada unggas yang
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
sehat. Pada manusia kelompok beresiko tinggi (pekerja peternakan dan pedagang unggas), hindari kontak langsung dengan unggas yang terinfeksi dengan memakai alat pelindung (masker dan kacamata), tinggalkan pakaian kerja di tempat kerja, dan sering mencuci tangan dengan sabun. Bersihkan kotoran unggas setiap hari, gunakan desinfektan. Masak produk unggas secara benar sesuai rekomendasi sebelum memakan. • Laporkan ke petugas peternakan jika ada unggas yang memiliki gejala flu burung; dan laporkan ke petugas kesehatan apabila melihat ada keluarga, atau masyarakat sekitar mengindap gejala penyakit flu burung. Keluarga, atau masyarakat tidak perlu resah berlebihan, kendati memang perlu waspada, dan mengikuti perkembangan yang ada. Karena program penanggulangan telah dan sedang dilakukan oleh berbagai negara, bahkan oleh organisasi kesehatan hewan dan kesehatan manusia di dunia. Pemahaman tentang flu burung tersebut diatas menyebabkan peubah orang tua dalam menanamkan kebiasaan hidup sehat, atau menerapkan pencegahan dan pengendalian flu burung menunjukkan pada tingkatan kategori sangat rendah sampai rendah (85 – 100%). Menurut KOHN dan SCHOOKLER dalam RAHMAWATI (1999), bahwa perilaku orang tua kelas pekerja bawah erat kaitannya dengan pengalaman orang tuanya (ayah) di dalam pekerjaan, yaitu harus melaksanakan tugastugas yang diperintahkan untuk dilaksanakan. Mereka berasumsi bahwa anak-anak juga akan mempunyai pekerjaan sejenis dengan pekerjaannya. Pada orang tua dari kelas menengah, anak-anaknya diantisipasi supaya dapat memasuki pekerjaan yang memerlukan self-direction, kemampuan mengarahkan diri dan tanggung jawab, supaya kelak dapat menduduki pekerjaan manajerial dan profesional, dan akan menunjukkan keberhasilan diri.
KESIMPULAN Terjadi persepsi non equivalent pada keluarga terhadap berita flu burung yang disajikan televisi, radio atau surat kabar. Hal ini berdampak sangat significant pada subsistem pemasaran, berimplikasi pada subsistem budidaya dan agribisnis hulu. Terjadi penurunan sangat significant omset penjualan daging ayam ras broiler di pasar tradisional, dan harga di tingkat petani, serta hasil olahannya di restoran dan rumah makan. Akibatnya perdagangan pakan, bibit dan obatobatan terutama pada ayam ras broiler terasa imbasnya. Persepsi terhadap berita flu burung dan tingkat keamanan produk berpengaruh pada fungsi ekonomi keluarga (pendapatan dan pola konsumsi produk unggas). Krisis flu burung tidak dapat menerapkan fungsi ekonomi yang ditentukan oleh faktor pendapatan, tingkat pendidikan dan aksesibilitas terhadap fasilitas sosial ekonomi yang ada. Fungsi sosialisasi dan pendidikan responden, yang diukur melalui peubah ”kebiasaan hidup sehat” dalam kategori sangat rendah untuk dapat menerapkan pencegahan dan pengendalian flu burung belum bahkan tidak teradopsi, karena tingkat pemahaman yang masih rendah, atau bahkan tidak paham sama sekali. DAFTAR PUSTAKA BALAI PENELITIAN VETERINER BOGOR. 2004. Perkembangan Penyakit Highly Pathogenic Avian Influenza (Flu Burung) di Indonesia & Beberapa Negara. Bahan Apresiasi di Bogor. BUNGIN, B. 2003. Analisis data penelitian kualitatif, pemahaman filosofis dan metodologis ke arah penguasaan model aplikasi. PT Raja Grafindo Persada. DIREKTORAT KESEHATAN HEWAN. 2004. Pengenalan Penyakit Avian Influenza dan Langkahlangkah Penanganannya. Ditjen. Bina Produksi Peternakan. Jakarta. Bahan Diskusi dan Apresiasi di Bogor. GOODE, W.S. 1985. Sosiologi Keluarga. Bina Aksara, Jakarta.
1039
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
MEGAWANGI, R., U. SUMARWAN, HARTOYO dan E. KARSIN. 1994. Peranan suami dalam pening katan kampanye ibu sehat dan sejahtera, bekerjasama dengan BKKBN. Jurusan GMSK, Fakultas Pertanian IPB, Bogor.
SUBARNA, T. 1993. Perubahan Sosial: Penyebaran Inovasi. Terjemahan DEFLEUR, M.L. and DENNIS, E.E. 1988. Social Change: The Spread of Innovations in Understanding Mass Communications, Boston, Honghton, Mifflin Coy. WAHYUDI, J.B. 1991. Komunikasi Jurnalistik. Bandung. Alumni.
DISKUSI Pertanyaan: Apakah data yang dipaparkan berdasarkan kasus flu burung sudah terdapat pada lokasi tempat penelitian tersebut? Jawaban: Data pengkajian sebelum Mei 2005 merupakan data dampak dari berita flu burung pada media massa. Pada Mei 2005 kasus flu burung positif pada daerah kajian.
1040