ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN OPTIMALISASI POLA TANAM SAYURAN DI KELOMPOK TANI PONDOK MENTENG DESA CITAPEN, KECAMATAN CIAWI KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT
SKRIPSI
FLORENT ROSTRINA IDANI H34104026
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
RINGKASAN FLORENT ROSTRINA IDANI. Analisis Pendapatan Usahatani dan Optimalisasi Pola Tanam Sayuran di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan NUNUNG KUSNADI). Sayuran merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki peranan penting dalam pertumbuhan perekonomian bangsa. Pada tahun 2011 sebesar 41,49 juta penduduk Indonesia memiliki pekerjaan dalam sektor pertanian. Oleh sebab itu, usaha-usaha dalam meningkatkan perkembangan sektor pertanian sangat dibutuhkan guna menjamin kesejahteraan penduduk. Diversifikasi pertanian merupakan salah satu program yang ditetapkan oleh pemerintah dalam rangka meningkatkan hasil pertanian, peningkatan pendapatan, perluasan kesempatan kerja, dan penanggulangan kemiskinan. Diversifikasi pertanian dilakukan dengan mengatur pola tanam, yakni memilih kombinasi jenis komoditi yang akan diusahakan pada lahan tertentu dengan memanfaatkan sumberdaya yang tersedia. Dalam pengaturan pola tanam, pemilihan jenis komoditi yang diusahakan mempengaruhi pendapatan pertanian yang akan diperoleh, dimana tingkat pendapatan petani merupakan salah satu gambaran keberhasilan kegiatan pertanian yang dilaksanakan. Tujuan penelitian ini adalah 1) menganalisis pendapatan usahatani sayuran Kelompok Tani Pondok Menteng, 2) mengidentifikasi pola tanam dan tingkat diversifikasi usahatani sayuran di Kelompok Tani Pondok Menteng, dan 3) menentukan pola tanam optimal dan menganalisis pengaruh perubahan harga dan lahan terhadap pola tanam, pendapatan usahatani, dan indeks diversifikasi. Penelitian dilaksanakan di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Kelompok Tani Pondok Menteng merupakan salah satu kelompok tani yang melakukan usahatani sayuran. Penelitian dilakukan pada bulan Juni sampai bulan Juli 2012. Teknik penentuan responden dilakukan melalui metode probability sampling (random sampling) dengan simple random sampling. Jumlah responden adalah sebanyak 30 petani dari 104 anggota Kelompok Tani Pondok Menteng. Petani responden tersebut dibagi menjadi dua golongan berdasarkan luas lahan yang diolah, yaitu golongan petani luas dan golongan petani sempit. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Juni-Juli 2012. Tujuan utama petani melakukan kegiatan usahatani adalah untuk memperoleh pendapatan yang maksimal. Berdasarkan hasil analisis, pendapatan usahatani golongan petani luas lebih besar dibandingkan dengan golongan petani sempit. Petani luas memiliki pendapatan sebesar Rp 11.922.199,80 per hektar per tahun, sedangkan golongan petani sempit sebesar Rp 8.153.092,09. Nilai R/C ratio petani luas juga lebih besar daripada petani sempit, yakni 1,10 untuk golongan petani luas dan 1.06 untuk golongan petani sempit. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan usahatani sayuran yang dilakukan oleh petani luas lebih efisien daripada petani sempit.
Berdasarkan hasil analisis optimal, pola tanam optimal yang dianjurkan untuk diterapkan oleh petani luas adalah kacang panjang+caisin pada MT I, tomat+caisin pada MT II, dan cabai keriting+caisin pada MT III dengan pendapatan sebesar Rp 42.828.061,07 per hektar per tahun. Sedangkan pola tanam petani sempit adalah buncis+caisin pada MT I, tomat+caisin pada MT II, dan jagung masin+caisin pada MT III dengan pendapatan sebesar Rp 20.000.608,06 per hektar per tahun. Hasil perhitungan indeks diversifikasi menunjukkan bahwa nilai diversifikasi petani luas lebih kecil daripada petani sempit. Petani sempit memiliki nilai indeks diversifikasi sebesar 0,800 dan petani luas sebesar 0,769. Hal ini menunjukkan bahwa petani sempit lebih berdiversifikasi daripada petani luas. Namun, tambahan pendapatan yang diperoleh petani luas (259,23%) lebih besar daripada petani sempit (145,31%). Hasil analisis post optimal perubahan harga jual pada skenario pertama menghasilkan pola tanam yang sama dengan pola tanam optimal pada petani luas maupun petani sempit. Tingkat pendapatan usahatani golongan petani luas maupun golongan petani sempit bertambah masing-masing sebesar 79,08 persen dan 361,16 persen. Skenario kedua, yaitu menurunkan harga sebesar harga jual sayuran menunjukkan bahwa pola tanam pada petani luas dan petani sempit tidak mengalami perubahan. Pada skenario ini, tingkat pendapatan usahatani petani luas dan petani sempit berkurang masing-masing sebesar 40,08 persen dan 75,63 persen. Skenario ketiga adalah menambah luas lahan sebesar luas lahan tertinggi yang diolah oleh petani. Berdasarkan hasil analisis, kondisi ini tidak mengubah pola tanam optimal untuk golongan petani luas dan petani sempit. Selain itu, tingkat pendapatan usahatani mengalami penurunan untuk petani luas sebesar 21,92 persen dan petani sempit memperoleh peningkatan pendapatan sebesar 167,18 persen. Skenario ke-empat adalah dengan menurunkan luas lahan sebesar luas terendah pada masing-masing golongan petani. Hasil analisis menunjukkan bahwa pola tanam golongan petani luas dan sempit tidak mengalami perubahan. Namun, pendapatan usahataninya berkurang sebesar 77,75 persen untuk golongan petani luas dan 73,27 persen untuk petani sempit.
ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN OPTIMALISASI POLA TANAM SAYURAN DI KELOMPOK TANI PONDOK MENTENG DESA CITAPEN, KECAMATAN CIAWI KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT
FLORENT ROSTRINA IDANI H34104026
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
Judul Skripsi
: Analisis Pendapatan Usahatani dan Optimalisasi Pola Tanam Sayuran di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat
Nama
:
Florent Rostrina Idani
NIM
:
H34104026
Disetujui, Pembimbing
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002
Diketahui Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002
Tanggal Lulus:
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Pendapatan Usahatani dan Optimalisasi Pola Tanam Sayuran di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Desember 2012
Florent Rostrina Idani H34104026
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tarutung, Sumatera Utara pada tanggal 22 Maret 1988. Penulis adalah anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Adong Manullang dan Rosdiana Simbolon. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di Sekolah Dasar Negeri No. 173105 Tarutung pada tahun 2000. Kemudian melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Tarutung hingga tahun 2003. Pada tahun 2006 penulis lulus dari Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Tarutung. Pada tahun yang sama, penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor pada Program Diploma melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memperoleh gelar Ahli Madya pada tahun 2009 dari Program Keahlian Akuntansi dengan predikat sangat memuaskan. Penulis diterima di Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajeman, Institut Pertanian Bogor melalui jalur regular pada tahun 2010.
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas kasih karuniaNya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Pendapatan Usahatani dan Optimalisasi Pola Tanam Sayuran di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pendapatan usahatani dan pola tanam optimal untuk memaksimalkan pendapatan usahatani sayuran di Kelompok Tani Pondok Menteng. Penulis berharap skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak dan dapat menambah pengetahuan para pembaca tentang “Analisis Pendapatan Usahatani dan Optimalisasi Pola Tanam Sayuran” yang diterapkan oleh petani.
Bogor,
Desember 2012
Florent Rostrina Idani
UCAPAN TERIMAKASIH Penulis menyadari keterbatasan pengetahuan yang dimiliki dalam penulisan skripsi ini sehingga tanpa adanya dukungan semangat, bantuan, bimbingan, dorongan, dan doa dari berbagai pihak, penulis tidak mungkin dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dalam penyusunan skripsi ini. 1.
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, saran, waktu, dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.
2.
Ir. Harmini, MSi selaku dosen evaluator dalam seminar proposal penelitian atas saran dan ilmu yang bermanfaat dalam perbaikan skripsi ini.
3.
Ir. Dwi Rachmina, MSi selaku dosen penguji utama yang telah memberikan masukan dalam perbaikan skripsi ini.
4.
Dra. Yusalin, MSi selaku dosen penguji wakil Departemen Agribisnis yang telah memberikan masukan dalam perbaikan skripsi ini.
5.
Pihak Gabungan Kelompok Tani Rukun Tani, khususnya petani yang tergabung dalam Kelompok Tani Pondok Menteng atas waktu, kesempatan, dan informasi yang diberikan kepada penulis.
6.
Kedua orang tua tercinta (Adong Manullang dan Rosdiana Simbolon), abang dan adik tersayang (Agus, Nasrul, dan Gito), dan seluruh keluarga besar atas semua cinta, kasih sayang, perhatian, doa, materi, dukungan, dan semangat yang selalu diberikan.
7.
Rekan-rekan “White House” dan Alih Jenis Agribisnis I atas semangat dan motivasi selama penelitian hingga penulisan skripsi.
8.
Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu penyelesaian skripsi ini.
Bogor,
Desember 2012
Florent Rostrina Idani
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ....................................................................................
v
DAFTAR GAMBAR ...............................................................................
viii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................
ix
I
PENDAHULUAN .......................................................................... 1.1 Latar Belakang ...................................................................... 1.2 Perumusan Masalah............................................................... 1.3 Tujuan Penelitian................................................................... 1.4 Manfaat Penelitian................................................................. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian .....................................................
1 1 7 8 9 9
II
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 2.1 Pola Tanam Diversifikasi ...................................................... 2.2 Analisis Pendapatan Usahatani ............................................. 2.3 Optimalisasi Pola Tanam ......................................................
10 10 11 13
III
KERANGKA PEMIKIRAN........................................................... 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ................................................ 3.1.1 Kombinasi Produk Optimum..................................... 3.1.2 Penerimaan Usahatani, Biaya Usahatani, Pendapatan Usahatani, dan Efisiensi Usahatani ........ 3.1.3 Pola Tanam ................................................................ 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional..........................................
24 24 24
IV
METODE PENELITIAN ............................................................... 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian................................................. 4.2 Jenis dan Sumber Data .......................................................... 4.3 Metode Penentuan Responden .............................................. 4.4 Metode Pengolahan Data ...................................................... 4.4.1 Analisis Pendapatan Usahatani ................................. 4.4.2 Indeks Diversifikasi ................................................... 4.4.3 Analisis Optimalisasi Pola Tanam ............................ 4.4.3.1 Penentuan Variabel Keputusan ................... 4.4.3.2 Penentuan Fungsi Tujuan ............................ 4.4.3.3 Penentuan Fungsi Kendala .......................... 4.4.3.4 Koefisien-koefisien dari Input dan Output .. 4.5 Definisi Operasional ..............................................................
33 33 33 34 34 34 36 36 39 39 41 42 43
V
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ........................... 5.1 Lokasi dan Keadaan Geografis ............................................. 5.2 Keadaan Penduduk ................................................................ 5.3 Karakteristik Petani Responden ............................................ 5.4 Gambaran Umum Usahatani Sayuran Kelompok Tani Pondok Menteng ................................................................... 5.4.1 Gambaran Umum Usahatani Cabai Keriting............. 5.4.2 Gambaran Umum Usahatani Timun..........................
44 44 46 48
25 27 29
50 57 59
5.4.3 5.4.4 5.4.5 5.4.6 5.4.7
Gambaran Umum Usahatani Tomat .......................... Gambaran Umum Usahatani Jagung Manis .............. Gambaran Umum Usahatani Kacang Panjang .......... Gambaran Umum Usahatani Buncis ......................... Gambaran Umum Usahatani Caisin ..........................
60 61 62 63 63
ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI .................................. 6.1 Penerimaan Usahatani ........................................................... 6.2 Pengeluaran Usahatani .......................................................... 6.3 Pendapatan Usahatani dan R/C Ratio....................................
65 65 66 68
VII OPTIMALISASI POLA TANAM SAYURAN ............................. 7.1 Penentuan Aktivitas............................................................... 7.1.1 Aktivitas Produksi ..................................................... 7.1.2 Aktivitas Pembelian Pupuk ....................................... 7.1.3 Aktivitas Menyewa Tenaga Kerja ............................. 7.1.4 Aktivitas Penjualan.................................................... 7.2 Penentuan Kendala ................................................................ 7.2.1 Kendala Lahan ........................................................... 7.2.2 Kendala Transfer Pembelian Pupuk .......................... 7.2.3 Kendala Tenaga Kerja Keluarga ............................... 7.2.4 Kendala Transfer Penjualan ...................................... 7.2.5 Kendala Modal Sendiri .............................................. 7.3 Pola Tanam Optimal.............................................................. 7.3.1 Analisis Primal .......................................................... 7.3.2 Analisis Dual ............................................................. 7.3.3 Analisis Sensitivitas .................................................. 7.3.4 Analisis Post Optimal ................................................ 7.3.5 Perbandingan Kondisi Aktual dan Optimal...............
73 73 73 74 75 76 77 77 78 78 79 81 81 81 85 87 88 90
VIII KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 8.1 Kesimpulan............................................................................ 8.2 Saran ......................................................................................
92 92 93
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................
94
LAMPIRAN .............................................................................................
96
VI
iv
DAFTAR TABEL Nomor 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18.
Halaman Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja menurut Lapangan Pekerjaan Utama Tahun 2008-2010 (Juta Orang) .....
1
Pertumbuhan Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Hortikultura di Indonesia Tahun 2005-2008..............................
2
Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Sayuran di Indonesia Tahun 2006-2010 .......................................................................
4
Produksi Sayuran Tahun 2006-2010 menurut Kabupaten dan Kota di Jawa Barat .....................................................................
5
Produksi Sayuran di Kelompok Tani Pondok Menteng Tahun 2010-2011 ..................................................................................
6
Perkembangan Rata-rata Harga Sayuran di Kecamatan Ciawi Tahun 2010-2011 .......................................................................
8
Matriks Variabel Keputusan Produksi Sayuran Selama Periode Satu Tahun .................................................................................
39
Nama, Jumlah Anggota, Luas, dan Jenis Usaha Anggota Kelompok Tani Gapoktan Rukun Tani Tahun 2012..................
44
Penggunaan Lahan Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor Tahun 2012 ...................................................
45
Struktur Penduduk Desa Citapen Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2011.................................................................
46
Jumlah Penduduk Desa Citapen Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2011 .............................................................
47
Jumlah Penduduk Desa Citapen Berdasarkan Jenis Pekerjaan Tahun 2011 ................................................................................
47
Karakteristik Petani Responden di Kelompok Tani Pondok Menteng Berdasarkan Luas Lahan.............................................
48
Karakteristik Petani Responden di Kelompok Tani Pondok Menteng Berdasarkan Status Usaha...........................................
48
Karakteristik Petani Responden di Kelompok Tani Pondok Menteng Berdasarkan Umur ......................................................
49
Karakteristik Petani Responden di Kelompok Tani Pondok Menteng Berdasarkan Tingkat Pendidikan ................................
49
Karakteristik Petani Responden di Kelompok Tani Pondok Menteng Berdasarkan Pengalaman Bertani ...............................
50
Karakteristik Petani Responden di Kelompok Tani Pondok Menteng Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan .....................
50
19.
Pola Tanam Usahatani Sayuran Golongan Petani Luas di Kelompok Tani Pondok Menteng Agustus 2011-Juli 2012.......
51
20. Pola Tanam Usahatani Sayuran Golongan Petani Sempit di Kelompok Tani Pondok Menteng Agustus 2011-Juli 2012.......
52
21.
Jumlah Kebutuhan Rata-rata Benih Per Hektar Golongan Petani Luas dan Petani Sempit di Kelompok Tani Pondok Menteng Agustus 2011-Juli 2012 ..............................................
53
Jumlah Kebutuhan Rata-rata Pupuk Per Hektar Golongan Petani Luas dan Petani Sempit di Kelompok Tani Pondok Menteng Agustus 2011-Juli 2012 ..............................................
53
23. Jumlah Produksi Rata-rata Sayuran (Kg) Per Hektar Petani Luas dan Petani Sempit di Kelompok Tani Pondok Menteng Agustus 2011-Juli 2012 .............................................................
54
24. Jumlah Kebutuhan Tenaga Kerja (HOK) Per Hektar Petani Luas dan Petani Sempit di Kelompok Tani Pondok Menteng Tahun 2012 ................................................................................
56
25. Penerimaan Usahatani Per Hektar Per Tahun Petani Luas dan Petani Sempit di Kelompok Tani Pondok Menteng Agustus 2011-Juli 2012 ...........................................................................
65
22.
26.
27.
Penggunaan Input Usahatani Sayuran Per Hektar Golongan Petani Luas dan Petani Sempit di Kelompok Tani Pondok Menteng Agustus 2011-Juli 2012 ..............................................
67
Pendapatan Usahatani Sayuran Per Hektar Golongan Petani Luas dan Petani Sempit di Kelompok Tani Pondok Menteng Agustus 2011-Juli 2012 .............................................................
69
28. Penerimaan, Biaya, Pendapatan, dan R/C Ratio Per Hektar Per Tahun Petani Luas dan Petani Sempit di Kelompok Tani Pondok Menteng Agustus 2011-Juli 2012 .................................
71
29. Indeks Diversifikasi Usahatani Petani Luas dan Petani Sempit di Kelompok Tani Pondok Menteng Agustus 2011-Juli 2012...
72
30. Return to Labor dan Return to Capital Petani Luas dan Petani Sempit Agustus 2011-Juli 2012 .................................................
72
31. Jumlah Biaya Lain Per Hektar Golongan Petani Luas dan Petani Sempit di Kelompok Tani Pondok Menteng Agustus 2011-Juli 2012 ...........................................................................
74
32.
Data Harga Pupuk Per Kilogram di Gapoktan Rukun Tani Agustus 2011-Juli 2012 .............................................................
75
33. Tingkat Upah Tenaga Kerja Pria dan Tenaga Kerja Wanita di Kelompok Tani Pondok Menteng Agustus 2011-Juli 2012.......
76
34. Daftar Harga Jual Rata-rata Sayuran di Gapoktan Rukun Tani Agustus 2011-Juli 2012 .............................................................
77 vi
35.
Kebutuhan Rata-rata Tenaga Kerja Per Hektar Golongan Petani Luas Kelompok Tani Pondok Menteng Agustus 2011Juli 2012 .....................................................................................
79
Kebutuhan Rata-rata Tenaga Kerja Per Hektar Golongan Petani Sempit Kelompok Tani Pondok Menteng Agustus 2011-Juli 2012 ...........................................................................
79
Produksi Rata-rata Sayuran Per Hektar Golongan Petani Luas Kelompok Tani Pondok Menteng Agustus 2011-Juli 2012.......
80
Produksi Rata-rata Sayuran Per Hektar Golongan Petani Sempit Kelompok Tani Pondok Menteng Agustus 2011-Juli 2012............................................................................................
80
Jumlah Petani yang Menerapkan Pola Tanam Optimal Golongan Petani Luas dan Petani Sempit Agustus 2011-Juli 2012............................................................................................
82
Penggunaan Input Usahatani Sayuran per Hektar Golongan Petani Luas dan Petani Sempit di Kelompok Tani Pondok Menteng Agustus 2011-Juli 2012 ..............................................
83
41. Penerimaan Usahatani Sayuran per Hektar Menurut Golongan Petani Luas dan Petani Sempit di Kelompok Tani Pondok Menteng Agustus 2011-Juli 2012 ..............................................
83
36.
37. 38.
39.
40.
42.
Pendapatan Usahatani Sayuran per Hektar Menurut Golongan Petani Luas dan Petani Sempit di Kelompok Tani Pondok Menteng Agustus 2011-Juli 2012 ..............................................
84
43. Nilai Reduced Cost Pola Tanam Golongan Petani Luas dan petani Sempit Agustus 2011-Juli 2012 ......................................
84
44.
Sumberdaya Berlebih Golongan Petani Sempit Berdasarkan Hasil Optimalisasi ......................................................................
86
45. Hasil Analisis Post Optimal Berdasarkan Skenario di Kelompok Tani Pondok Menteng Agustus 2011-Juli 2012.......
89
46.
47.
Perbandingan Nilai Input Usahatani Sayuran Per Hektar Golongan Petani Luas dan Petani Sempit di Kelompok Tani Pondok Menteng Agustus 2011-Juli 2012 .................................
90
Perbandingan Pendapatan Usahatani Per Hektar Golongan Petani Luas dan Petani Sempit di Kelompok Tani Pondok Menteng Agustus 2011-Juli 2012 ..............................................
91
vii
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Kurva Kemungkinan Produksi .......................................................
24
2. Kerangka Pemikiran Operasional ..................................................
32
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1.
Luas Panen Sayuran (Ha) di Indonesia Tahun 2006-2010 .........
97
2.
Produksi Sayur (Ton) di Indonesia Tahun 2006-2010 ...............
98
3.
Produktivitas Sayur (Ton/ Ha) di Indonesia Tahun 2006-2010 .
99
4.
Analisis Pendapatan Usahatani Sayuran per Hektar Golongan Petani Luas di Kelompok Tani Pondok Menteng ......................
100
Analisis Pendapatan Usahatani Sayuran per Hektar Golongan Petani Luas di Kelompok Tani Pondok Menteng ......................
101
Harga Sayuran (Rp) di Gapoktan Rukun Tani Desa Citapen Tahun 2010 ................................................................................
102
Harga Sayuran (Rp) di Gapoktan Rukun Tani Desa Citapen Tahun 2011 ................................................................................
102
Harga Sayuran (Rp) di Gapoktan Rukun Tani Desa Citapen Tahun 2012 ................................................................................
103
Harga Sayuran (Rp) di Gapoktan Rukun Tani Agustus 2011 Juli 2012 .....................................................................................
103
10. Model Pola Tanam Optimal Golongan Petani Luas di Kelompok Tani Pondok Menteng .............................................
104
11. Model Pola Tanam Optimal Golongan Petani Sempit di Kelompok Tani Pondok Menteng .............................................
112
12. Rincian Aktivitas yang Dimasukkan dalam Linear Programming .............................................................................
120
5. 6. 7. 8. 9.
13.
Kebutuhan Rata-rata Pupuk Per Hektar Golongan Petani Luas Kelompok Tani Pondok Menteng ..............................................
122
14. Kebutuhan Rata-rata Pupuk Per Hektar Golongan Petani Sempit Kelompok Tani Pondok Menteng..................................
123
15. Penggunaan Input Usahatani Sayuran per Hektar Golongan Petani Luas dan Petani Sempit di Kelompok Tani Pondok Menteng .....................................................................................
124
16. Selang Kepekaan Nilai Fungsi Tujuan Golongan Petani Luas ..
125
17.
Selang Kepekaan Nilai Fungsi Tujuan Golongan Petani Sempit ........................................................................................
126
I 1.1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sumber pendapatan yang memiliki
peranan penting dalam meningkatkan perekonomian Indonesia. Hal ini disebabkan oleh sebagian besar penduduk Indonesia hidupnya tergantung pada sektor pertanian. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2011 sebesar 41,49 juta penduduk Indonesia memiliki pekerjaan dalam sektor pertanian. Jumlah tersebut merupakan jumlah paling tinggi jika dibandingkan dengan sektor lainnya. Sejak tahun 2008 hingga tahun 2010, sektor pertanian menyediakan lapangan pekerjaan hampir 40 persen dari total lapangan pekerjaan yang tersedia, seperti yang terlihat pada Tabel 1. Tabel 1. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja menurut Lapangan Pekerjaan Utama Tahun 2008-2010 (Juta Orang) No.
Lapangan Pekerjaan
2008
Utama
Agustus
2009 Februari
2010 Agustus
Februari
Agustus
1.
Pertanian
41,33
43,03
41,61
42,83
41,49
2.
Industri
12,55
12,62
12,84
13,05
13,82
3.
Konstruksi
5,44
4,61
5,49
4,84
5,59
4.
Perdagangan
21,22
21,84
21,95
22,21
22,49
5.
Transportasi, pergudangan, dan komunikasi Keuangan
6,18
5,95
6,12
5,82
5,62
1,46
1,48
1,49
1,64
1,74
13,10
13,61
14,00
15.62
15,96
1,27
1,35
1,39
1,40
1,50
102,55
104,49
104,87
107,41
108,21
6. 7. 8.
Jasa kemasyarakatan Lainnya * Jumlah
Keterangan Sumber
: *) Lapangan pekerjaan utama/ sektor lainnya, yaitu sektor pertambangan, listrik, gas, dan air. : Badan Pusat Statistik, 2011
Sektor pertanian terdiri dari beberapa subsektor, yaitu subsektor pangan, hortikultura, dan perkebunan. Salah satu subsektor yang memiliki peranan yang cukup penting adalah subsektor hortikultura. Subsektor hortikultura terdiri dari buah-buahan, sayuran, tanaman hias, dan tanaman obat. Dalam Pedoman Umum Pelaksanaan Pengembangan Hortikultura Tahun 2012, Direktorat Jenderal Hortikultura menyebutkan bahwa Pembangunan
hortikultura bertujuan untuk mendorong berkembangnya agribisnis hortikultura yang mampu menghasilkan produk hortikultura yang berdaya saing, mampu menyerap tenaga kerja, meningkatkan pendapatan petani dan pelaku, memperkuat perekonomian wilayah, serta mendukung pertumbuhan pendapatan nasional. Sejak tahun 2005 sampai tahun 2008, subsektor hortikultura sebagian besar mengalami peningkatan, baik dari segi produksi, luas panen, maupun produktivitasnya. Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa pertumbuhan produksi, luas panen, dan produktivitas sayuran, buah-buahan, tanaman hias, dan tanaman biofarmaka mengalami peningkatan kecuali pada luas panen tanaman hias dan produktivitas tanaman biofarmaka. Kelompok komoditi sayuran menunjukkan pertumbuhan produktivitas yang stabil setiap tahunnya, yakni pada angka sembilan persen. Tabel 2. Pertumbuhan Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Hortikultura di Indonesia Tahun 2005-2008 Uraian
Tahun 2005
2006
Pertumbuhan* 2007
2008
(%)
Sayuran Produksi (Ton) Luas Panen (Ha) Produktivitas (Ton/ Ha) Buah-buahan Produksi (Ton) Luas Panen (Ha) Produktivitas (Ton/ Ha) Tanaman Hias Produksi (Tangkai) Luas Panen (m)
9,101,986
9,527,463
9,455,463
10,035,093
10.25
944,695
1,007,839
1,001,606
1,026,990
8.71
9.63
9.45
9.44
9.77
1.42
14,786,599
16,171,130
17,116,622
18,027,889
21.92
717,428
728,218
756,766
781,333
8.91
20.61
22.21
22.62
23.07
11.95
173,240,364
166,645,684
179,374,218
205,564,659
18.66
14,791,004
6,205,093
9,189,976
10,877,307
-26.46
Produktivitas (Tangkai/ m) Tanaman Biofarmaka Produksi (Kg)
11.71
26.86
19.52
18.90
61.35
321,889,429
416,870,624
444,201,067
398,808,803
23.90
Luas Panen (m)
182,917,951
222,662,711
245,253,798
227,952,040
24.62
Produktivitas 1.76 1.87 1.81 1.75 (Kg/ m) Keterangan : *) Pertumbuhan tahun 2008 atas tahun 2005 Sumber : Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura, 2009 (diolah)
-0.58
2
Sayuran merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki peranan penting bagi masyarakat. Sayuran berperan dalam rangka pemenuhan kecukupan pangan dan gizi masyarakat di masa yang akan datang. Hal ini disebabkan karena sayuran merupakan sumber vitamin, mineral, dan serat yang diperlukan untuk kesehatan tubuh dan peningkatan kualitas sumberdaya manusia. Seiring
dengan
peningkatan
jumlah
penduduk,
pendapatan,
dan
pendidikan, tingkat kesadaran masyarakat terhadap kesehatan tubuh juga meningkat. Minat masyarakat terhadap sayuran terus meningkat karena pola hidup sehat yang telah menjadi gaya hidup masyarakat. Hal ini menyebabkan permintaan sayur terus meningkat. Pada tahun 2005, tingkat konsumsi sayuran penduduk Indonesia adalah sebesar 35,30 kilogram per kapita per tahun, tahun 2006 sebesar 34,06 kilogram per kapita per tahun, tahun 2007 sebesar 40,90 kilogram per kapita per tahun, dan 51,31 kilogram per kapita per tahun pada tahun 2008. Sedangkan konsumsi sayuran saat ini adalah sebesar 41,9 kilogram per kapita per tahun (Dirjen Hortikultura Kementerian Pertanian). Nilai tersebut masih jauh dari standar konsumsi yang direkomendasikan oleh Food and Agriculture Organization (FAO), yaitu 73 kilogram per kapita per tahun. Oleh sebab itu, produksi tanaman sayuran Indonesia diharapkan dapat memenuhi konsumsi yang dibutuhkan oleh masyarakat. Namun, hingga saat ini para petani masih sering menghadapi berbagai kendala dalam mengembangkan pertaniannya. Salah satu kendala yang dihadapi oleh petani adalah keterbatasan sumberdaya yang dimiliki, seperti penguasaan lahan, modal, tenaga kerja, dan input produksi pertanian lainnya. Kendala tersebut berpengaruh pada tingkat produksi sayuran. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2011), luas panen, produksi, dan produktivitas sayuran Indonesia selama lima tahun terakhir (2006-2011) cenderung meningkat seperti digambarkan pada Tabel 3.
3
Tabel 3. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Sayuran di Indonesia Tahun 2006-2010 No
Tahun
Luas Panen (Ha)
Produksi (Ton)
Produktivitas (Ton/Ha)
1
2006
1,007,839
9,527,463
9.45
2
2007
1,001,606
9,455,464
9.44
3
2008
1,026,991
10,035,094
9.77
4
2009
1,078,159
10,628,285
9.86
5
2010
1,110,586
10,706,386
9.64
5,225,181
50,352,692
9.64
Total
Sumber: Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura, 2011 (diolah)
Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa produksi sayuran di Indonesia tahun 2006-2011 relatif mengalami peningkatan. Peningkatan produksi tersebut disebabkan oleh peningkatan luas panen yang berpengaruh pada peningkatan produktivitas juga. Namun, pada tahun 2007, penurunan luas panen sayuran menyebabkan penurunan pada produksi dan produktivitas sayuran. Penurunan luas panen diduga karena adanya konversi lahan pertanian menjadi lahan industri dan pemukiman yang semakin meningkat, terutama di daerah perkotaan. Hal ini terjadi karena pertumbuhan jumlah penduduk yang relatif tinggi, sehingga membutuhkan lahan yang lebih luas untuk dijadikan sebagai tempat pemukiman. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi sayuran di Indonesia. Berdasarkan data Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat, pada tahun 2006 hingga 2010, Jawa Barat telah memproduksi sayuran sebesar 47.330.951 ton atau dengan rata-rata produksi sebesar 9.466.190,2 kilogram setiap tahunnya. Bogor merupakan sentra produksi sayuran terbesar ke enam di Jawa Barat setelah Karawang, Bandung, Subang, Cianjur, dan Garut. Total produksi sayuran Bogor sejak tahun 2006 hingga 2010 adalah 2.170.747 ton atau 434.149,4 kg per tahun, yaitu sebesar 4,59 persen dari total produksi sayuran Jawa Barat.
4
Tabel 4. Produksi Sayuran Tahun 2006-2010 menurut Kabupaten dan Kota di Jawa Barat No
Kabupaten/ Kota
Tahun 2006
2007
Jumlah
2008
2009
2010
(Kg)
1
Karawang
109,852
106,765
3,856,287
1,923,602
7,351,864
13,348,370
2
Bandung
999,402
1,037,057
1,296,036
2,092,598
5,568,161
10,993,254
3
Subang
45,642
28,973
385,605
736,431
4,708,205
5,904,856
4
Cianjur
431,445
476,821
342,857
3,353,943
1,093,124
5,698,190
5
Garut
560,679
602,476
650,464
807,675
701,571
3,322,865
6
Bogor
166,989
162,407
761,950
255,995
823,406
2,170,747
7
Sukabumi
133,741
128,312
143,829
123,724
628,850
1,158,456
8
Majalengka
173,408
160,710
242,918
157,547
203,002
937,585
9
Tasikmalaya
113,511
98,166
144,707
233,573
276,527
866,484
10
Bekasi
72,849
120,403
85,156
241,948
169,187
689,543
11
Indramayu
38,810
76,008
93,121
126,078
89,566
423,583
12
Sumedang
52,140
70,960
66,717
129,501
76,707
396,025
13
Cirebon
54,514
53,598
54,223
64,561
144,457
371,353
14
Kuningan
53,493
51,435
65,109
76,190
114,131
360,358
15
Purwakarta
37,004
34,665
36,035
50,146
121,595
279,445
16
Ciamis
26,915
18,234
20,782
27,766
65,398
159,095
17
Kota Cimahi
1,054
2,489
3,673
7,260
116,968
131,444
18
Kota Banjar
3,359
5,626
4,567
32,837
39,741
86,130
19
Kota Depok
6,501
8,967
5,255
6,411
6,034
33,168
3,081,308
3,244,072
8,259,291 10,447,786
22,298,494
47,330,951
Jumlah
Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat, 2011 (diolah)
Kabupaten Bogor terdiri dari 40 kecamatan, dimana salah satu kecamatan yang memproduksi komoditi sayuran adalah Kecamatan Ciawi. Karakteristik tanah dan iklim yang dimiliki Kecamatan Ciawi sangat mendukung untuk pertumbuhan berbagai jenis sayuran. Kemiringan tanah antara 5-40 persen dengan curah hujan yang tinggi menjadikan Kecamatan Ciawi cocok dijadikan sebagai sentra produksi sayuran. Kelompok Tani Pondok Menteng yang terletak di Desa Citapen Kecamatan Ciawi merupakan kelompok tani yang menghasilkan sayuran. Pondok Menteng memberi kontribusi produksi sayuran sebesar 534.404 kilogram pada tahun 2010 dan 289.856 kilogram pada tahun 2011. Selama dua tahun tersebut,
5
produksi sayuran Kelompok Tani Pondok Menteng mengalami fluktusi. Hal ini terjadi karena masih terdapat kendala yang dihadapi oleh petani dalam kegiatan usahataninya, seperti hama dan penyakit tanaman, modal pertanian, maupun ketersediaan input pertanian lainnya. Hasil produksi sayuran Kelompok Tani Pondok Menteng dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Produksi Sayuran di Kelompok Tani Pondok Menteng Tahun 2010-2011 Tahun No 1 2 3 4 5 6 7
Jenis Komoditi
2010 Caesin 49,674 Timun 134,418 Kacang Panjang 132,034 Buncis 129,887 Jagung Manis 64,334 Cabe Keriting 22,039 Tomat 2,018 Total 534,404 Sumber: Gapoktan Rukun Tani Desa Citapen, 2012 (diolah)
2011 65,208 86,235 15,156 37,968 34,151 21,582 29,556 289,856
Jumlah (Kg) 114,882 220,653 147,190 167,855 98,485 43,621 31,574 824,260
Kendala yang dihadapi oleh petani berpengaruh terhadap hasil pertanian yang kurang maksimal, termasuk pada pertanian sayuran. Oleh sebab itu, usahausaha dalam peningkatan hasil pertanian sangat dibutuhkan dalam pengembangan sektor pertanian. Salah satu usaha yang dilakukan adalah melalui diversifikasi pertanian. Diversifikasi pertanian merupakan bagian dari program yang ditetapkan oleh pemerintah dalam rangka meningkatkan hasil pertanian, peningkatan pendapatan, perluasan kesempatan kerja, dan penanggulangan kemiskinan. Program lainnya antara lain intensifikasi pertanian, ekstensifikasi pertanian, mekanisasi pertanian,
dan rehabilitasi pertanian. Diversifikasi pertanian
merupakan usaha penganekaragaman jenis usaha atau tanaman pertanian untuk menghindari ketergantungan pada salah satu hasil pertanian. Diversifikasi pertanian dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan memperbanyak jenis kegiatan pertanian, seperti bertani dan beternak, atau bertani dan memelihara ikan. Cara kedua adalah dengan memperbanyak jenis tanaman pada suatu lahan, seperti menanam jagung dan padi pada suatu lahan tertentu. Diversifikasi pertanian dilakukan dengan mengatur pola tanam, yakni memilih kombinasi jenis komoditi yang akan diusahakan pada lahan tertentu dengan memanfaatkan sumberdaya yang tersedia. Hal ini dilakukan dengan tujuan 6
untuk meminimalkan risiko kegagalan pertanian. Jika salah satu komoditas mengalami gagal panen, maka komoditas lain akan menutupi atau mengurangi kerugian yang dialami oleh petani. Dalam pengaturan pola tanam, pemilihan jenis komoditi yang diusahakan mempengaruhi pendapatan pertanian yang akan diperoleh. Jenis tanaman yang semakin beragam tidak menjamin pendapatan petani yang semakin tinggi. Oleh sebab itu, dibutuhkan optimalisasi pola tanam sayuran dalam memaksimalkan pendapatan usahatani karena pada akhirnya suatu kegiatan usahatani akan dinilai dari pendapatan atau keuntungan yang dinikmati oleh petani.
1.2
Perumusan Masalah Pondok Menteng merupakan kelompok tani yang terletak di Desa Citapen
Kecamatan Ciawi yang bergabung dalam Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Rukun Tani. Anggota kelompok tani ini terdiri dari 104 orang anggota yang memiliki mata pencahariaan utama sebagai petani. Kegiatan pertanian yang diusahakan oleh Kelompok Tani Pondok Menteng adalah usahatani sayuran. Adapun jenis sayuran yang diusahakan antara lain cabai keriting, buncis, kacang panjang, tomat, timun, jagung manis, dan caisin. Selain komoditi sayuran, Kelompok Tani Pondok Menteng juga mengusahakan komoditi padi sawah. Sayuran merupakan salah satu komoditas komersial yang permintaannya dipengaruhi oleh pasar. Usahatani sayuran dilakukan tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga petani, melainkan untuk memenuhi permintaan pasar (market oriented). Oleh sebab itu, pada umumnya petani memanfaatkan informasi pasar dalam menentukan jenis sayuran yang akan diusahakan. Salah satunya adalah harga jual sayuran. Berdasarkan informasi tersebut, petani cenderung melakukan usahatani dengan sistem spesialisasi dengan mengusahakan jenis sayuran yang memiliki harga lebih tinggi. Namun, kenyataannya petani sayuran di Kelompok Tani Pondok Menteng masih menerapkan sistem usahatani diversifikasi. Sistem usahatani diversifikasi dilakukan melalui pengaturan pola tanam, yaitu kombinasi jenis sayuran yang akan diusahakan. Usahatani sayuran merupakan usahatani yang memiliki banyak kendala dan risiko. Kendala dan risiko yang mungkin terjadi antara lain kendala musim, 7
sifatnya yang mudah rusak, dan harga yang fluktuatif. Salah satu risiko yang dihadapi oleh petani di Pondok Menteng adalah harga jual yang berfluktuasi. Fluktuasi harga yang terjadi akan berpengaruh terhadap keputusan petani dalam menentukan jenis tanaman yang diusahakan. Adapun harga rata-rata sayuran yang berlaku di Kecamatan Ciawi dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Perkembangan Rata-rata Harga Sayuran di Kecamatan Ciawi Tahun 2010-2011 Rata-Rata Per Tahun (Rp) No
Nama Komoditi
2010
2011
2012
1
Caesin
2,617
1,054
1,186
2
Timun
1,550
1,617
1,457
3
Cabe Kriting
18,413
14,917
11,143
4
Tomat
3,000
1,600
1,857
5
Buncis
2,867
3,917
3,500
6
Kacang Panjang
2,242
3,208
3,214
7
Jagung Manis
1,692
1,867
1,171
Sumber: Gapoktan Rukun Tani Desa Citapen, 2012 (diolah)
Berdasarkan Tabel 6, dapat diketahui bahwa tingkat harga yang berlaku di Kecamatan Ciawi sangat berfluktuasi. Harga komoditi caesin pada tahun 2010 adalah Rp 2,617, kemudian mengalami penurunan pada tahun 2011 menjadi Rp 1.054, dan Rp 1.186 pada tahun 2012. Hal tersebut juga terjadi pada komoditi lainnya. Berdasarkan uraian tersebut, yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah 1.
Bagaimana pola tanam dan pendapatan usahatani sayuran Kelompok Tani Pondok Menteng?
2.
Bagaimana pengaruh perubahan harga output terhadap pola tanam, pendapatan, dan indeks diversifikasi?
1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka
tujuan penelitian ini adalah: 1.
Menganalisis pendapatan usahatani sayuran Kelompok Tani Pondok Menteng. 8
2.
Mengidentifikasi pola tanam dan tingkat diversifikasi usahatani sayuran di Kelompok Tani Pondok Menteng.
3.
Menentukan pola tanam optimal serta menganalisis pengaruh perubahan harga dan lahan terhadap pola tanam, pendapatan usahatani, dan indeks diversifikasi.
1.4
Manfaat Penelitian Pelaksanaan penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi
semua pihak, baik bagi petani sayuran, penulis, maupun masyarakat. 1.
Bagi Kelompok Tani Pondok Menteng, penelitian ini diharapkan dapat membantu dalam mengambil keputusan sebagai pertimbangan dalam pemilihan pola tanam yang akan dilakukan.
2.
Sebagai bahan informasi dan rujukan untuk penelitian selanjutnya.
3.
Sebagai sarana bagi penulis untuk mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh dari bangku kuliah.
1.5
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mengkaji tanaman sayuran yang dibudidayakan oleh
Kelompok Tani Pondok Menteng di Desa Citapen Kecamatan Ciawi Bogor, Jawa Barat. Lingkup kajian masalah yang diteliti adalah analisis pendapatan usahatani dan optimalisasi pola tanam sayuran. Pada analisis pendapatan usahatani, nilai yang dihitung adalah penerimaan, biaya, dan pendapatan usahatani tunai (cash).
9
II 2.1
TINJAUAN PUSTAKA
Pola Tanam Diversifikasi Secara
umum
diversifikasi
dapat
diartikan
sebagai
upaya
penganekaragaman produksi dengan cara pengembangan jenis atau bentuk. Diversifikasi aktivitas ekonomi memberi dampak pada pendapatan dan mampu mempengaruhi alokasi sumberdaya (Sumaryanto, 2006). Diversifikasi berpeluang dalam meningkatkan kesempatan kerja, penggunaan modal, dan sumberdaya lainnya. Dalam kegiatan pertanian, diversifikasi usahatani dilakukan dengan tujuan untuk memperkecil risiko akibat terjadinya fluktuasi harga, perubahan cuaca, dan serangan hama dan penyakit. Diversifikasi usahatani sudah dikembangkan sejak Pelita II (1974-1978) dalam rangka menuju swasembada pangan. Program ini dikembangkan untuk mendorong intensifikasi dan ekstensifikasi tanaman palawija dan hortikultura. Pada awalnya, alasan petani melakukan diversifikasi usahatani adalah untuk memenuhi kebutuhan keluarga yang beragam. Namun, seiring dengan perkembangannya, diversifikasi usahatani dilakukan untuk memenuhi permintaan pasar dan untuk meningkatkan pendapatan petani (Rusastra, et al, 2004). Dalam melakukan diversifikasi usahatani petani memiliki pertimbanganpertimbangan dalam memutuskan pola tanam yang akan dilakukan. Selain untuk meningkatkan pendapatan usahatani, hal tersebut juga dilakukan untuk memperkecil risiko usahatani yang sedang dilakukan. Oleh sebab itu, pengelolaan sumberdaya dilakukan seoptimal mungkin untuk memaksimalkan pendapatan. Terdapat beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam penyusunan pola tanam (Rusastra, et al, 2004, Sumaryanto, 2006, Saliem, dan Supriyati, 2006). Faktor pertama yang harus dipertimbangkan adalah kondisi fisik tanah yang meliputi ketersediaan air, keadaan tanah, serta kondisi iklim dan cuaca. Komoditas yang akan diusahakan disesuaikan dengan kondisi fisik tanah yang tersedia. Hal ini dilakukan dengan harapan agar kegiatan usahatani dapat berjalan dengan baik. Keadaan rumah tangga petani juga menjadi salah satu pertimbangan bagi petani dalam pemilihan pola tanam usahataninya. Keadaan rumah tangga petani terkait dengan kemampuan permodalan, ketersediaan tenaga kerja, kontribusi
pendapatan dari usahatani, pemilikan peralatan (pompa irigasi), serta luas dan status garapan. Ketersediaan modal, peralatan, dan kepemilikan lahan pertanian berkaitan dengan keberhasilan dan keberlanjutan usahatani yang dijalankan. Sedangkan kontribusi pendapatan usahatani terkait dengan bagaimana hasil kegiatan usahatani yang telah dijalankan mampu meningkatkan pendapatan petani. Hama
dan
penyakit
merupakan
salah
satu
faktor
yang
harus
dipertimbangkan dalam pemilihan pola tanam. Hama merupakan binatang pengganggu tanaman, seperti serangga, ulat, dan kutu tanaman. Sedangkan penyakit adalah gangguan pada tanaman yang disebabkan oleh mikroorganise yang tidak terlihat oleh mata, seperti cendawan dan bakteri. Untuk mendapatkan hasil produksi yang maksimal, pengendalian hama dan penyakit dalam kegiatan budidaya sayuran harus dilakukan dengan baik. Hal ini karena hama dan penyakit tanaman berpotensi menyebabkan kegagalan panen dan berdampak pada pendapatan petani. Selain itu, faktor lain yang menjadi pertimbangan petani dalam memilih pola tanam adalah ketersediaan dan aksesibilitas bahan tanaman, aksesibilitas dan kelancaran pemasaran, karakteristik sosial budaya masyarakat terkait dengan adopsi teknologi. Ketersediaan dan aksesibilitas bahan tanam terkait dengan ketersediaan input-input pertanian yang akan digunakan. Sedangkan aksesibilitas dan kelancaran pemasaran terkait dengan pemasaran/ penjualan hasil (output) pertanian.
2.2
Analisis Pendapatan Usahatani Pendapatan usahatani merupakan besarnya balas jasa yang diterima oleh
petani sebagai hasil dari usaha yang telah dilakukan dalam pengelolaan maupun keikutsertaannya dalam menyediakan modal. Analisis pendapatan usahatani dilakukan untuk melihat keadaan usahatani sekarang dan sebagai dasar dalam perencanaan usahatani yang akan datang. Selain itu, pendapatan usahatani dapat digunakan untuk melihat berhasil atau tidaknya suatu kegiatan usahatani (Sunarno, 2004). Penelitian-penelitian tentang analisis pendapatan usahatani
11
sudah banyak dilakukan. Di antaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Yuningsih (1999), Wicaksono (2006), dan Sitanggang (2008). Yuningsih (1999) melakukan analisis optimalisasi pendapatan usahatani pada keragaman jenis usaha petani nenas di Desa Buni Bayu, Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang, Propinsi Jawa Barat. Dalam penelitiannya, Yuningsih menghitung pendapatan bersih dengan mengurangkan total penerimaan dengan total biaya usahatani tanaman nenas. Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, diperoleh hasil bahwa pendapatan bersih petani lahan sempit golongan pemilik-penyewa penggarap sebesar Rp 22.318.120 per hektar, Rp 14.324.883 per hektar untuk petani lahan sempit golongan pemilik penggarap, dan Rp 11.753.807 per hektar untuk petani lahan sempit golongan penyewa penggarap. Sedangkan petani lahan luas golongan pemilik-penyewa penggarap memperoleh pendapatan Rp 46.014.514 per hektar dan Rp 30.997.250 per hektar untuk petani luas golongan pemilik penggarap. Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa petani lahan luas golongan pemilik-penyewa penggarap memperoleh pendapatan paling besar. Setelah melakukan analisis terhadap pendapatan usahatani, Yuningsih kemudian melakukan analisis terhadap nilai R/C ratio dan B/C ratio untuk melihat efisiensi usahatani nenas. Nilai R/C ratio dan B/C ratio berturut-turut untuk petani berlahan sempit adalah 2,02 dan 1,02 untuk petani pemiliki-penyewa penggarap, 1,64 dan 0,64 untuk petani pemilik penggarap, 1,40 dan 0,40 untuk petani penyewa penggarap. Sedangkan untuk petani berlahan luas, nilai R/C ratio dan B/C ratio masing-masing adalah 4,22 dan 3,22 untuk petani pemiliki-penyewa penggarap, 4,04 dan 3,05 untuk petani pemilik penggarap. Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa usahatani nenas yang dilakukan oleh petani lahan luas golongan pemilik-penyewa penggarap adalah yang paling efisien. Wicaksono (2006) melakukan analisis pendapatan usahatani dan optimalisasi pola tanam sayuran di Desa Cipendawa, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Analisis pendapatan usahatani dilakukan dengan menghitung selisih antara penerimaan dengan total biaya. Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, pendapatan usahatani sayuran yang diperoleh petani luas adalah Rp 2.747.675 untuk MT I, Rp 2.318.932 untuk MT II, dan Rp 12
2.831.588 untuk musim tanam III. Sedangkan petani berlahan sempit memperoleh pendapatan sebesar Rp 1.254.366 untuk MT I, Rp 1.800.632 untuk MT II, dan Rp 1.964.352 untuk musim tanam III. Wicaksono (2006) kemudian melakukan analisis R/C ratio untuk melihat efisiensi usahatani sayuran di Desa Cipendawa. Nilai R/C ratio yang diperoleh untuk petani berlahan luas luas adalah adalah 2,03 untuk MT I, 1,89 untuk MT II, dan 2,14 untuk musim tanam III. Sedangkan petani berlahan sempit memperoleh nilai 1,26 untuk MT I, 1,49 untuk MT II, dan 1,54 untuk musim tanam III. Sehingga, rata-rata nilai R/C ratio untuk petani berlahan luas adalah 2,02 dan 1,41 untuk petani berlahan sempit. Hasil analisis ini menunjukkan bahwa petani berlahan luas lebih efisien dibandingkan dengan petani berlahan sempit. Sitanggang (2008) melakukan analisis usahatani dan tataniaga lada hitam di Desa Lau Simere, Kecamatan Tiga Lingga, Kabupaten Dairi. Dalam menganalisis tingkat pendapatan petani, Sitanggang menggunakan metode penghitungan pendapatan usahatani terhadap 44 kepala keluarga petani, yakni selisih antara total penerimaan dengan total biaya usahatani lada hitam. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa penerimaan rata-rata yang diterima oleh setiap petani per ha per tahun adalah Rp 15.367.666 dengan total biaya sebesar Rp 8.412.999, sehingga diperoleh pendapatan usahatani sebesar Rp 6.954.667.
2.3
Optimalisasi Pola Tanam Penelitian tentang optimalisasi pola tanam sudah banyak dilakukan oleh
peneliti-peneliti terdahulu. Namun, tidak semua penelitian melakukan kajian terhadap komoditas sayuran. Penelitian-penelitian terdahulu antara lain dilakukan oleh Nasution (2000), Purba (2000), Asmara (2002), Sunarno (2004), Kastaman, et al (2005), Lestari (2006), Wicaksono (2006), dan Chaerunnisa (2007). Nasution (2000) melakukan analisis optimalisasi pola tanam dan efisiensi pemasaran pada usahatani pisang barangan (Musa paradisiacal) di Desa Namo Tualang, Kecamatan Biru-biru, Kabupaten Deli Serdang, Propinsi Sumatera Utara. Secara aktual, pola tanam pisang barangan terdiri dari tiga tipe, yaitu pola tanam A, pola tanam B, dan pola tanam C. Pola tanam A merupakan pola tanam yang menanam pisang barangan dengan cara monokultur. Pola tanam B menanam 13
pisang barangan dengan pola tanam polikultur, yaitu pisang barangan ditumpangsarikan dengan pepaya. Sedangkan pola tanam C menanam pisang barangan dengan tanaman sela, yakni jagung. Analisis optimalisasi dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Linear Programming. Fungsi tujuan yang ingin dicapai adalah memaksimalkan pendapatan petani pisang barangan. Sedangkan fungsi kendala terdiri dari kendala lahan, kendala tenaga kerja, kendala modal, dan kendala ketersediaan sarana produksi. Hasil analisis menunjukkan pola tanam yang paling optimal dari ketiga pola tanam tersebut adalah pola tanam A dan pola tanam B. Agar pola tanam C optimal, maka pola tanam C harus diubah menjadi pola tanam monokultur jagung. Total pendapatan yang diperoleh pada kondisi optimal adalah Rp 1.284.734 per hektar untuk pola tanam A, Rp 989.735 per hektar untuk pola tanam B, dan Rp 2.754.148 per hektar untuk pola tanam C. Maka, total pendapatan dengan pola tanam optimal adalah sebesar Rp 1.334.604 per hektar atau meningkat sebesar 28,39 persen dari pendapatan aktual. Purba (2000) melakukan analisis optimalisasi pola tanam jahe dengan berbagai jenis kombinasi tanaman di Desa Tajinan, Kecamatan Tajinan, Kabupaten Malang. Purba melakukan analisis pola tanam terhadap 30 orang petani jahe. Usahatani jahe pada penelitian ini pada umumnya dilakukan secara tumpang sari. Tanaman yang biasanya ditumpangsarikan dengan jahe adalah cabai rawit, talas, ketela pohon, jagung, dan buncis. Petani pada umumnya mengusahakan jahe dengan dua atau tiga tanaman sela. Pola tanam yang paling dominan adalah tanaman jahe yang ditumpangsarikan dengan cabai rawit, talas, dan ketela pohon. Analisis
optimalisasi
dilakukan
dengan
menggunakan
Linear
Programming. Fungsi tujuan dalam penelitian ini adalah memaksimalkan pendapatan bersih petani jahe dengan kombinasi jenis tanaman dan alokasi sumberdaya yang optimal. Pendapatan bersih diperoleh dengan mengurangkan penerimaan total dengan pengeluaran total. Aktivitas-aktivitas ekonomi dalam penelitian ini adalah aktivitas produksi, aktivitas pembelian bibit tanaman, aktivitas pembelian pupuk, aktivitas 14
penyewaan tenaga kerja luar keluarga, aktivitas penjualan hasil produksi, dan aktivitas pengambilan modal kredit. Sedangkan yang menjadi kendala adalah kendala luas lahan, kendala tenaga kerja keluarga, kendala modal kredit, dan kendala modal sendiri. Berdasarkan analisis optimalisasi yang dilakukan, pola tanam yang paling optimal adalah jahe ditumpangsarikan dengan tanaman cabai rawit pada petani berlahan sempit dan jahe ditumpangsarikan dengan tanaman buncis pada petani berlahan luas. Dalam keadaan optimal, petani berlahan sempit memperoleh pendapatan sebesar Rp 2.824.557.973 per hektar per tahun atau meningkat sebesar 37,77 persen dari pendapatan sebelum optimal. Sedangkan petani berlahan luas memperoleh pendapatan sebesar Rp 11.746.726.682 per hektar per tahun atau meningkat sebesar 7.08 persen dari pendapatan sebelum optimal. Asmara (2002) menganalisis optimalisasi pola usahatani tanaman pangan pada lahan sawah dan ternak domba di Kecamatan Sukahaji, Majalengka. Dalam penelitiannya dipaparkan bahwa berdasarkan kemampuan lahan sawah untuk ditanami dalam satu tahun, sumberdaya lahan yang dikuasai oleh petani dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu lahan sawah satu kali tanam per tahun, lahan sawah dua kali tanam per tahun, dan lahan sawah tiga kali tanam per tahun. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Linear Programming. Fungsi tujuan dalam model analisis ini adalah memaksimumkan tingkat pendapatan rumah tangga petani dari usahatani yang dijalankannya. Aktivitas yang dipertimbangkan dalam model Linear Programming tingkat petani meliputi aktivitas pola tanam, aktivitas memelihara ternak, aktivitas menyewa tenaga kerja, dan aktivitas meminjam kredit. Sedangkan kendala yang dipertimbangkan dalam model ini adalah kendala lahan, kendala tenaga kerja keluarga, kendala hijauan, kendala bibit tanaman, kendala pupuk anorganik, kendala modal sendiri, dan kendala kredit usahatani. Hasil penelitian juga menunjukkan berbagai jenis tanaman yang diusahakan oleh petani pada setiap musim tanam. Untuk musim tanam I (MT I) dan musim tanam II (MT II), padi merupakan komoditas utama yang dibudidayakan oleh petani. Hal ini berkaitan dengan pola konsumsi masyarakat 15
Indonesia yang menempatkan padi sebagai sumber makanan pokok. Sedangkan untuk musim tanam III (MT III), padi bukan merupakan tanaman yang dominan diusahakan oleh petani. Ketersediaan air merupakan salah satu faktor dalam penentuan komoditas ini. Usahatani optimal pada tingkat petani meliputi aktivitas pola tanam padibera untuk lahan satu kali tanam/ tahun, pola tanam padi-padi dan padi-bawang merah untuk lahan dua kali tanam/ tahun, serta pola tanam padi-bawang merahbawang merah, padi-bawang merah-ubi jalar, dan padi-(padi+bawang merah)(padi+bawang merah) untuk lahan tiga kali tanam/ tahun. Usahatani optimal tingkat wilayah meliputi aktivitas pola tanam padi-bera pada lahan satu kali tanam/ tahun, pola tanam padi-ubi jalar dan padi-bawang merah pada lahan dua kali tanam/ tahun, pola tanam padi-padi-padi, padi-padi-bawang merah, padibawang merah-bawang merah, dan padi-bawang merah-ubi jalar pada lahan tiga kali tanam/ tahun. Pola tanam optimal pada skenario I meliputi pola tanam padibera, padi-padi, padi-bawang merah, padi-padi-bawang merah, dan padi-padi-ubi jalar. Pada skenario II meliputi pola tanam padi-bera, padi-bawang merah, dan padi-bawang merah-bawang merah. Pendapatan petani pada kondisi optimal untuk kategori lahan satu kali tanam per tahun adalah Rp 1.904.199 atau meningkat sebesar 36,64 persen dari Rp 1.393.605 pendapatan sebelum optimal. Untuk kategori lahan dua kali tanam per tahun, pendapatan petani adalah Rp 3.305.674 atau meningkat sebesar 36,14 persen dari Rp 2.428.160 pendapatan sebelum optimal. Sedangkan pendapatan optimal untuk kategori lahan dua kali tanam per tahun adalah Rp 3.829.634 atau meningkat sebesar 37,84 persen dari Rp 2.778.233 pendapatan sebelum optimal. Aktivitas memelihara domba merupakan aktivitas optimal yang dapat dilakukan petani bersamaan dengan aktivitas pola tanam baik pada solusi tingkat usahatani maupun solusi wilayah. Pada solusi optimal, terjadi peningkatan jumlah pemeliharaan ternak domba. Untuk tingkat petani terjadi peningkatan dari lima unit ternak menjadi tujuh sampai delapan unit ternak. Sunarno (2004) melakukan analisis pendapatan dan optimalisasi pola tanam komoditi sayuran di Desa Sukatani, Kemacatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat. Sunarno membagi petani berdasarkan 16
luas lahan yang diolah, yakni petani berlahan luas dan petani berlahan sempit. Rata-rata luas lahan yang dimiliki oleh petani adalah 3.056 m2. Petani berlahan luas memiliki lahan di atas luas lahan rata-rata petani. Sedangkan petani berlahan sempit memiliki lahan di bawah luas lahan rata-rata petani. Sama seperti penelitian sebelumnya, penelitian ini juga menggunakan alat analisis Linear Programming dengan fungsi tujuan memaksimalkan pendapatan bersih dengan kombinasi jenis tanaman dan alokasi sumberdaya yang optimal. Aktivitas-aktivitas yang terjadi adalah aktivitas produksi, aktivitas pembelian pupuk, aktivitas menyewa tenaga kerja luar keluarga, dan aktivitas penjualan. Sedangkan kendala yang dihadapi adalah kendala lahan, kendala transfer pembelian pupuk, kendala tenaga kerja keluarga, kendala transfer penjualan, dan kendala modal sendiri. Hasil analisis optimalisasi pola tanam untuk petani berlahan luas menunjukkan bahwa pola tanam yang memberikan pendapatan maksimal adalah horinso, brokoli, dan wortel+bawang daun. Sedangkan untuk petani berlahan sempit adalah horinso, brokoli, dan horinso. Hasil optimal petani berlahan luas lebih kecil dibandingkan petani berlahan sempit. Tetapi, tambahan pendapatan per hektar yang diperoleh petani berlahan luas lebih besar dibandingkan petani berlahan sempit. Hal ini disebabkan oleh petani berlahan luas kebih berdiversifikasi. Kastaman (2005) melakukan penelitian tentang model optimalisasi pola tanam pada lahan kering di Desa Sarimukti, Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut. Dalam penelitiannya diuraikan bahwa rata-rata luas lahan yang dimiliki oleh petani adalah kurang dari 0,5 Ha. Pola tanam dilakukan secara bergilir, sehingga satu tanaman umumnya ditanam hanya satu kali dalam setahun, yaitu kentang – kol/ kubis – tomat. Dari pola tanam tersebut, diperoleh keuntungan sebesar Rp 63.000.000 per ha setiap tahunnya. Komoditi andalan petani Kabupaten Garut adalah kentang, kol/ kubis, tomat, wortel, cabai, kacang merah, sawi, buncis, kembang kol, dan bawang daun. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pola tanam optimal dalam memaksimalkan pendapatan petani. Alat analisis yang digunakan adalah Linear Programming
dengan
fungsi
tujuan
memaksimalkan
pendapatan
dan 17
meminimalkan biaya. Sedangkan fungsi kendala yang digunakan adalah kendala luas lahan dan kendala tenaga kerja. Pola tanam optimal dalam penelitian ini terdiri dari tiga alternatif, yaitu alternatif satu dengan urutan pola tanam MT I, MT II, MT III, alternatif dua dengan pola tanam MT II, MT III, MT I, dan alternatif dua dengan pola tanam MT II, MT III, MT I. Pada alternatif I, komoditi yang diusahakan adalah kembang kol dan kol/ kubis pada MT I, kembang kol, kol/ kubis, dan sawi pada MT II, kembang kol, kentang, sawi, dan buncis pada MT III. Pada alternatif II, komoditi yang diusahakan adalah kembang kol, kentang, sawi, kacang merah, cabai, dan buncis pada MT I, kembang kol, kol/ kubis pada MT II, dan kembang kol, kol/ kubis, dan sawi pada MT III. Sedangkan pada alternatif III, komoditi yang diusahakan adalah dan kembang kol, kol/ kubis, dan sawi pada MT I, kembang kol, kentang, sawi, kacang merah, cabai, dan buncis pada MT II, dan kembang kol, kol/ kubis pada MT III. Hasil optimalisasi merekomendasikan alternatif III sebagai pola tanam terbaik yang memberikan keuntungan paling besar, yaitu sebesar Rp 82.304.000 atau meningkat sebesar Rp 30.340.700 dari Rp Rp 51.963.300 sebelum dilakukan optimalisasi. Lestari (2006) melakukan analisis optimalisasi pola tanam sayuran organik di Desa Sukagalih, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Lestari melakukan analisis dengan menggunakan dua alternatif, yaitu alternatif I dan alternatif II. Kedua alternatif tersebut dibatasi oleh pergiliran tanaman yang telah dilakukan, yaitu kacang-kacangan pada musim tanam I, sayuran buah pada musim tanam II, sayuran daun pada musim tanam III, dan umbi pada musim tanam IV. Alternatif I menganalisis permasalahan pola tanam sayuran organik berdasarkan pergiliran tanaman selama setahun. Sedangkan alternatif II menganalisa permasalahan pola tanam sayuaran organik dengan cara menganalisa setiap jenis sayuran pada setiap musim tanam dan tetap memperhatikan pergiliran pola tanam yang telah ditentukan. Lahan yang diolah oleh petani dalam penelitian ini adalah berupa lahan garapan. Rata-rata luas lahan yang digarap oleh petani adalah 0,8-1,6 ha. Sebagian besar petani membudidayakan tanaman sayuran secara monokultur dan hanya sedikit yang membudidayakan secara tumpang sari. 18
Alat analisis yang digunakan oleh Lestari adalah Linear Programming. Fungsi tujuan pada permasalahan pola tanam alternatif I adalah memaksimumkan tingkat pendapatan bersih petani dari pola tanam sayuran organik selam setahun yang telah ditentukan. Sedangkan pola tanam alternatif II bertujuan untuk memaksimumkan tingkat pendapatan petani dari usahatani sayuran organik yang akan dilakukan. Aktivitas-aktivitas yang diamati dalam permasalahan pola tanam alternatif I dan II tidak memiliki perbedaan. Adapun aktivitas-aktivitas tersebut meliputi aktivitas penjualan hasil, aktivitas pembelian bibit/ benih, aktivitas pembelian pupuk organik, dan aktivitas menyewa tenaga kerja luar keluarga. Begitu juga dengan kendala yang terdapat pada pola tanam alternatif I sama dengan kendala yang terdapat pada pola tanam alternatif II, yaitu kendala lahan, kendala ketersediaan tenaga kerja luar keluarga, kendala benih, dan kendala pupuk organik. Berdasarkan kedua alternatif yang digunakan, pola tanam yang disarankan tidak jauh berbeda. Alternatif I dan alternatif II masing-masing menyarankan buncis (0,238 ha dan 0,236 ha)-kacang merah (0,498 ha dan 0,5 ha)-tomat (0,763 ha)-bit (0,736 ha)-wortel (0,736 ha). Sumberdaya pembatas utama pada alternatif I adalah lahan, pada alternatif II adalah lahan pama musim tanam III. Pola tanam optimal alternatif I lebih peka terhadap perubahan pendapatan dan ketersediaan sumberdaya dari pada pola tanam optimal alternatif II. Aktivitas pola tanam yang disarankan setelah ketersediaan bibit/ benih diturunkan adalah buncis (0,236 ha dan 0,361 ha)-kacang merah (0,5 ha dan 0,375 ha)-tomat (0,736 ha)-bit (0,736 ha)-wortel (0,736 ha)-wortel (0,736 ha). Pendapatan pola tanam optimal alternatif I dan II mengalami penurunan setelah terjadi perubahan ketersediaan bibit/ benih dimana penurunan pendapatan alternatif II lebih besar. Pada skenario II, aktivitas pola tanam yang disarankan untuk masingmasing alternatif adalah (buncis 0,2736 ha dan 0,236 ha)-kacang merah (0,499 ha dan 0,5 ha)-tomat (0,736 ha)-bit (0,736 ha)-wortel (0,736 ha). Pendapatan pola tanam optimal alternatif I dan II mengalami penurunan dari pendapatan sebelum ketersediaan pupuk organik disesuaikan dengan kebutuhan dan pendapatan alternatif II mengalami penurunan terbesar. Sumberdaya pembatas utama pada 19
alternatif I adalah pupuk organik musim tanam III dan pada alternatif II adalah sumberdaya lahan musim tanam III. Wicaksono (2006) menganalisis pendapatan usahatani dan optimalisasi pola tanam sayuran di Desa Cipendawa, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Wicaksono membagi petani menjadi dua kelompok berdasarkan luas lahan yang diolah, yaitu petani berlahan sempit dan petani berlahan luas. Usahatani sayuran dilakukan secara monokultur dan tumpang sari. Untuk mengetahui pola tanam optimal, Wicaksono menggunakan alat analisis Linear Programming dengan fungsi tujuan untuk memaksimalkan pendapatan bersih dengan kombinasi jenis tanaman dan alokasi sumberdaya yang optimal. Aktivitas-aktivitas yang terjadi adalah aktivitas pembelian pupuk, aktivitas menyewa tenaga kerja, aktivitas produksi, dan aktivitas penjualan. Sedangkan kendala yang dihadapi adalah kendala lahan, kendala transfer pembelian pupuk, kendala tenaga kerja keluarga, kendala transfer penjualan, dan transfer modal sendiri. Pola tanam optimal untuk petani berlahan luas adalah wortel pada musin tanam I. bawang daun pada musim tanam II, dan wortel tumpang sari dengan bawang daun pada musim tanam III. Sedangkan pola tanam optimal untuk petani berlahan sempit adalah bawang daun pada musim tanam I wortel tumpangsari dengan bawang daun pada musim tanam II, dan bawang daun pada musim tanam III. Petani berlahan luas dan berlahan sempit dihadapkan pada pilihan komoditas dan input yang ada sehingga untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal, petani harus merencanakan kombinasi tanaman dan input secara optimal. Petani berlahan luas dan petani berlahan sempit masih dapat dipotimalkan pendapatnnya. Pada petani berlahan luas, kenaikan dan penurunan harga jual output berpengaruh pada perubahan pola tanam. Sedangkan kenaikan dan penurunan luas lahan, modal, harga input (pupuk urea) tidak menyebabkan perubahan pola tanam. Namun, pendapatan, R/C ratio, indeks diversifikasi mengalami kenaikan dan penurunan. Pada petani berlahan sempit, kenaikan harga jual output tidak berpengaruh pada perubahan pola tanam. Kenaikan dan penurunan luas lahan, modal, harga input (pupuk urea) tidak menyebabkan perubahan pola tanam. Namun, pendapatan, R/C ratio, indeks diversifikasi mengalami kenaikan dan 20
penurunan. Secara umum, pengaruh harga jual lebih mempengaruhi pengambilan keputusan petani dalam memilih pola tanam. Chaerunnisa (2007) melakukan optimalisasi pola tanam sayuran di Kawasan Agropolitan Babelan, Jawa Barat. Pada penelitian ini diuraikan bahwa lahan yang dimiliki petani relatif kecil, yaitu kurang dari 0,2 ha untuk petani yang tinggal di daerah atas (dataran tinggi) dan lebih dari 0,2 ha untuk petani yang tinggal di daerah bawah (pesisir). Hal tersebut mengaibatkan terjadinya perubahan pola tanam yang dilakukan. Petani daerah atas memilih jenis tanaman yang memiliki umur yang relatif singkat agar dapat dipanen lebih cepat juga akibat keterbatasan lahan yang dimiliki. Sedangkan petani daerah bawah memilih jenis tanaman yang memiliki umur relatif lebih lama karena lahan yang dimiliki dapat dibagi-bagi untuk berbagai jenis tanaman. Hal ini memungkinkan petani untuk memperoleh pendapatan yang lebih tinggi dengan mengatur pola tanam secara bergilir. Alat
analisis
yang
digunakan
oleh
Chaerunnisa
adalah
Linear
Programming dengan fungsi tujuan untuk memaksimumkan pendapatan bersih dengan kombinasi jenis tanaman dan alokasi sumberdaya yang optimal. Penelitian ini menguraikan bahwa kendala yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah kendala luas lahan, kendala jumlah benih/ bibit, kendala jumlah pupuk, kendala jumlah obat-obatan, kendala jumlah tenaga kerja keluarga, dan kendala permintaan pasar. Analisis yang dilakukan menunjukkan bahwa pada kondisi aktual, alokasi lahan untuk caisin adalah 178 ha, kacang panjang 25 ha, cabai merah 4 ha, paria 20 ha, ketimun 7 ha, labu air 32 ha, kangkung 280 ha, bayam 276 ha, dan blewah 6 ha. Sedangkan analisis pendapatan usahatani petani menunjukkan bahwa pendapatan per hektar paling tinggi adalah sebesar Rp 11.930.536,00 untuk komoditas mentimun dan pendapatan terendah adalah Rp 369.835,00 untuk komoditas labu air. Pendapatan per hektar untuk komoditas lainnya adalah Rp Rp 7.217.500,00 untuk caisin, Rp 803.000,00 untuk kacang panjang, Rp 8.821.750,00 untuk cabai merah, Rp 664.000,00 untuk terong, Rp 1.031.000,00 untuk paria, Rp 5.300.400,00 untuk kangkung, Rp 4.460.100,00 untuk bayam, dan Rp 3.142.000,00 untuk blewah. 21
Pengalokasian lahan pada kondisi optimal berbeda dengan alokasi lahan pada kondisi aktual. Pada kondisi optimal, alokasi lahan untuk tanaman caisin, kangkung, bayam, paria, dan ketimun lebih besar daripada kondisi aktual. Pada tanaman lainnya, alokasi lahan pada kondisi optimal lebih rendah dari kondisi aktual. Pada kondisi optimal, alokasi lahan untuk caisin seluas 198 ha, kacang panjang 16 ha, cabai merah 3,5 ha, paria 20,94 ha, ketimun 8,4 ha, labu air 8 ha, kangkung 330 ha, bayam 308 ha, dan blewah 4 ha. Pendapatan yang diperoleh pada kondisi tersebut mencapai Rp 4.732.964.247,40 dalam satu tahun. Pendapatan yang diperoleh pada kondisi optimal lebih tinggi Rp 521.719.175,40 atau sekitas 12,39 persen dibandingkan dengan pendapatan aktualnya. Pada kondisi optimal tersebut, input produksi merupakan sumberdaya yang berlebih. Input yang habis terpakai adalah bibit ketimun dan pestisida alami. Kedua input tersebut merupakan input yang digunakan untuk menanam ketimun. Penambahan pendapatan akan diperoleh jika dilakukan penambahan jumlah bibit ketimun dan pestisida alami. Penambahan pestisida alami sebesar satu liter akan menambah pendapatan sebesar Rp 10.889.536,00. Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu yang telah dikemukakan, dapat diketahui bahwa tujuan yang ingin diperoleh dari suatu kegiatan usahatani, baik usahatani sayuran maupun usahatani bukan sayuran adalah untuk memaksimalkan pendapatan usahatani dengan kombinasi komoditi yang optimal. Penelitian ini juga akan mengkaji kombinasi optimal jenis sayuran yang diusahakan dalam memaksimalkan pendapatan petani. Terdapat perbedaan dan persamaan antara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya. Adapun perbedaan penelitian yang dilakukan adalah dari jenis komoditi dan lokasi penelitian. Komoditi yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah komoditi sayuran yang terdapat di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor. Sebagian besar penelitianpenelitian yang telah dilakukan tidak mengkaji komoditi sayuran, kecuali yang dilakukan oleh Wicaksono (2006), Sunarno (2004), Lestari (2006), dan Chaerunnisa (2007). Sedangkan persamaan yang terdapat antara penelitian yang akan dilakukan dengan penelitian sebelumnya adalah alat analisis yang 22
digunakan. Untuk menghitung pendapatan usahatani, penelitian ini menggunakan analisis pendapatan dan R/C ratio. Sedangkan untuk melihat kombinasi jenis sayuran optimal, penelitian ini menggunakan Linear Programming. Kendalakendala yang terdapat dalam penelitian ini adalah kendala lahan, kendala transfer pembelian pupuk, kendala tenaga kerja, kendala transfer penjualan, dan kendala modal.
23
III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1
Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1 Kombinasi Produk Optimum Penentuan kombinasi produksi dilakukan untuk memperoleh lebih dari satu output dengan menggunakan satu input. Hal ini terjadi karena terbatasnya jumlah input (sumberdaya produksi). Keterbatasan sumberdaya produksi yang dimiliki untuk menghasilkan suatu barang atau jasa ditunjukkan oleh batas kemungkinan produksi (Production Possibility Frontier). Sedangkan kombinasi produksi yang optimum untuk memperoleh keuntungan maksimum dapat diperoleh dengan menggunakan Kurva Kemungkinan Produksi (KKP) dan garis isorevenue. KKP (production possibility curve) memperlihatkan seluruh kombinasi dari dua barang (output) yang dapat diproduksi dengan sejumlah sumberdaya yang tersedia dalam perekonomian (Nicholson, 2002). Sedangkan garis isorevenue menunjukkan kombinasi produk yang dapat dijual yang akan memberikan penerimaan tertentu. Kombinasi output yang optimal akan memberikan keuntungan maksimal. Penentuan kombinasi output optimal tercapai pada saat satu titik pada kurva kemungkinan produksi tepat bersinggungan dengan garis isorevenue. Garis isorevenue merupakan garis yang menunjukkan kombinasi produk yang akan memberikan penerimaan tertentu. Kombinasi produk optimal dapat dilihat pada Gambar 1 berikut. X1
a1
a2
A
B isorevenue
X2 0 b1 b2 Gambar 1. Kurva Kemungkinan Produksi
Berdasarkan Gambar 1, petani diasumsikan menghasilkan dua jenis sayuran, yaitu X1 dan X2. Jika harga X1 lebih tinggi daripada harga X2, maka petani akan mengusahakan sayuran pada titik A dengan jumlah X1 sebesar a1 dan X2 sebesar b1. Sebaliknya, jika harga X2 lebih besar daripada X1, petani akan mengusahakan sayuran pada titik B dengan jumlah X1 sebesar a2 dan X2 sebesar b2. Apabila petani memproduksi pada titik A, maka jumlah X1 yang diproduksi lebih besar dibandingkan dengan X2. Sebaliknya, jika produksi dilakukan pada titik B, jumlah produk X1 yang diproduksi lebih kecil dibandingkan dengan X2. Hal ini menunjukkan bahwa setiap kenaikan X1 akan mengurangi X2 dan setiap kenaikan X2 akan mengurangi X1. Oleh sebab itu, agar diperoleh produksi yang optimal, jumlah output X1 yang dikurangi harus sama dengan jumlah X2 yang ditambah. 3.1.2 Penerimaan Usahatani, Biaya Usahatani, Pendapatan Usahatani, dan Efisiensi Usahatani 1.
Penerimaan Usahatani Penerimaan usahatani adalah hasil perkalian dari jumlah produksi dengan
harga satuan produksi. Menurut Soekartawi, et al (1986), penerimaan usahatani adalah nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Penerimaan mencakup produk yang dijual, dikonsumsi sendiri, baik yang digunakan kembali untuk bibit atau yang disimpan di gudang. Menurut Hernanto (1991), penerimaan usahatani merupakan penerimaan dari semua sumber usahatani. Penerimaan ini terdiri dari jumlah penambahan inventaris, nilai penjualan hasil, dan produk yang dikonsumsi rumah tangga. 2.
Biaya Usahatani Soekartawi, et al (1986) mengatakan bahwa biaya atau pengeluaran
usahatani adalah semua nilai masuk yang habis dipakai atau dikeluarkan di dalam produksi, tetapi tidak termasuk tenaga kerja keluarga petani. Menurut Hernanto (1991), biaya atau pengeluaran usahatani adalah semua biaya operasional dengan tanpa memperhitungkan bunga dari modal usahatani dan nilai kerja pengelola usahatani. Biaya usahatani diklasifikasikan menjadi dua, yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost). Biaya tetap diartikan sebagai pengeluaran 25
usahatani yang tidak bergantung kepada besarnya produksi. Sedangkan biaya tidak tetap (biaya variabel) didefinisikan sebagai pengeluaran yang digunakan untuk tanaman atau ternak tertentu dan jumlahnya berubah kira-kira sebanding dengan besarnya produksi tanaman atau ternak tersebut (Soekartawi, et al, 2011). Biaya usahatani mencakup pengeluaran tunai dan tidak tunai. Biaya tunai usahatani didefinisikan sebagai jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani, seperti biaya pembelian sarana produksi, biaya pembelian bibit, pupuk dan obat-obatan serta biaya upah tenaga kerja. Sedangkan biaya tidak tunai terdiri dari biaya penyusutan alat-alat pertanian dan biaya sewa lahan (Soekartawi, et al, 2011). 3.
Pendapatan Usahatani Pendapatan usahatani merupakan balas jasa terhadap penggunaan faktor
produksi. Menurut Soeharjo dan Patong (1973), pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan usahatani yang diperoleh dengan biaya yang dikeluarkan. Pendapatan usahatani akan berbeda untuk setiap petani, dimana perbedaan tersebut terjadi karena perbedaan faktor produksi, tingkat produksi yang dihasilkan, dan harga jual yang tidak sama nilainya. Analisis pendapatan usahatani bermanfaat bagi petani dalam menjalankan kegiatan usahataninya. Tujuan utama dari analisis pendapatan adalah (Soeharjo dan Patong, 1987; Soekartawi, et. al, 1986): a.
Menggambarkan keadaan sekarang suatu kegiatan usaha
b.
Menggambarkan keadaan yang akan datang dari perencanaan atau tindakan. Bagi seorang petani, analisis pendapatan bermanfaat dalam membantu
mengukur apakah usahataninya berhasil atau tidak. Suatu usahatani dikatakan berhasil apabila pendapatannya memenuhi syarat sebagai berikut (Soeharjo dan Patong, 1973). a.
Cukup untuk membayar semua pembelian sarana produksi termasuk biaya angkutan dan biaya administrasi yang mungkin melekat pada pembelian tersebut.
b.
Cukup untuk membayar bunga modal yang ditanamkan (termasuk pembayaran sewa tanah atau pembayaran dana depresiasi modal).
26
c.
Cukup untuk membayar tenaga kerja yang dibayar atau bentuk-bentuk upah lainnya untuk tenaga kerja yang tidak diupah. Bentuk dan jumlah pendapatan yang diperoleh oleh petani memiliki
manfaat yang sama, yakni untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari serta sebagai pembentukan modal usahatani yang akan digunakan untuk mengembangkan usahatani. Dengan demikian, jumlah pendapatan yang diperoleh petani dapat menentukan tingkat hidup petani. Selain itu, perhitungan imbalan terhadap tenaga kerja (return to labor) dan imbalan terhadap modal (return to capital) juga dilakukan. Perhitungan ini dilakukan untuk menilai keuntungan investasi terhadap penggunaan tenaga kerja dan modal usahatani (Soekartawi, et. al, 2011). Imbalan terhadap tenaga kerja (return to labor) dihitung dengan mengurangkan modal dari penerimaan bersih usahatani. Sedangkan imbalan terhadap modal (return to capital) dihitung dengan mengurangkan nilai tenaga kerja dari penerimaan bersih usahatani. 4.
Efisiensi Usahatani Nilai R/C ratio dapat menunjukan ukuran efisiensi suatu usahatani.
Semakin besar nilai R/C maka semakin efisien usaha yang dilakukan. Rasio antara besar penerimaan dengan total biaya (R/C) dalam usahatani bisa digunakan untuk melihat apakah kegiatan usahatani menguntungkan (profitable) atau tidak. Besar atau nilai R/C menunjukan besaran penerimaan yang akan diperoleh dari setiap rupiah yang dikeluarkan dalam produksi usahatani. Jika nilai R/C meningkat maka menunjukan adanya peningkatan penerimaan dan semakin efisien biaya yang digunakan. Nilai R/C > 1, menujukan bahwa penerimaan lebih besar daripada biaya yang dikeluarkan sehingga usaha menguntungkan atau profitable untuk dijalankan. Nilai R/C = 0, menunjukkan bahwa penerimaan sama dengan biaya yang dikeluarkan atau usaha berada pada posisi impas. Sedangkan nilai R/C < 1, menunjukkan bahwa penerimaan lebih kecil daripada biaya yang dikeluarkan sehingga usaha yang dijalankan tidak menguntungkan. 3.1.3 Pola Tanam Usahatani Pola tanam adalah usaha untuk mengatur penanaman komoditas tertentu pada sebidang tanah/ lahan selama periode tertentu. Pengaturan yang dilakukan adalah pengaturan tata letak, urutan tanaman, serta masa pengolahan tanah, yakni 27
kapan akan dilakukan pengolahan dan kapan akan dilakukan bera. Dalam menjalankan usahanya, sebagian petani tidak hanya mengusahakan satu cabang usahatani melainkan terdiri dari berbagai cabang usahatani, seperti cabang usahatani tanaman pangan dan ternak. Hal ini dilakukan oleh petani atas dasar berbagai pertimbangan. Salah satunya adalah dengan harapan agar memperoleh pendapatan yang lebih tinggi karena mampu mengurangi risiko kerugian akibat gagal panen pada salah satu cabang usahatani. Usahatani pada satu cabang usahatani memiliki risiko yang lebih tinggi dibandingkan usahatani pada lebih dari satu cabang usahatani. Tujuan dari pola tanam adalah untuk mengoptimalkan penggunaan sumberdaya alam, sumberdaya manusia, modal, dan manajemen yang dimiliki oleh petani sehingga dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani. Hal yang harus diperhatikan oleh petani dalam mengatur pola tanammnya adalah bahwa semua kombinasi tanaman yang dipilih harus memenuhi persyaratan teknis, lingkungan, ekonomi, dan sosial, seperti pemilihan jenis tanaman yang sesuai dengan kondisi lahan dan iklim (Sunarno, 2004). Soeharjo dan Patong (1973) membagi usahatani berdasarkan polanya menjadi usahatani khusus, usahatani tidak khusus, dan usahatani campuran. Usahatani khusus adalah usahatani yang memiliki satu cabang usaha. Sedangkan usahatani tidak khusus adalah usahatani yang dilakukan terdiri dari berbagai cabang usaha pada sebidang tanah. Usahatani campuran adalah usaha yang dilakukan secara bercampur antara tanaman dengan ternak. Optimalisasi adalah suatu persoalan untuk membuat nilai suatu fungsi beberapa variabel menjadi maksimum atau minimum dengan memperhatikan pembatasan-pembatasan yang ada. Pembatasan tersebut meliputi lahan bagi suatu usahatani, tenaga kerja (man) yang merupakan jumlah ketersediaan tenaga kerja keluarga dalam kegiatan usahatani, modal (money) merupakan ketersediaan modal (uang) yang dimiiki petani untuk kegiatan usahatani (Lestari, 2006). Tujuan akhir dari suatu usaha adalah untuk memaksimalkan pendapatan dengan menggunakan input seoptimal mungkin. Demikian juga dalam kegiatan usahatani. Tujuan yang ingin dicapai adalah produksi maksimal suatu komoditi pertanian dengan memanfaatkan faktor-faktor produksi seoptimal mungkin. Oleh 28
karena itu, optimalisasi pola tanam membantu petani dalam membuat suatu pola tanam menjadi optimal dengan menggunakan sumberdaya yang terbatas sehingga menghasilkan pendapatan yang maksimal.
3.2
Kerangka Pemikiran Operasional Menurut Taha (1996), tahap-tahap yang harus dilalui dalam melakukan
suatu studi riset operasi adalah: a.
Identifikasi Persoalan Aspek utama yang berkaitan dengan definisi masalah adalah: (a) deskripsi tentang sasaran dan tujuan sistem model yang dihadapi, (b) identifikasi alternatif keputusan dari sistem tersebut, (c) pengenalan tentang keterbatasan, batasan, dan persyaratan sistem tersebut.
b.
Pengembangan Model Kegiatan yang dilakukan adalah: (a) memilih model yang cocok dan sesuai dengan permasalahannya, (b) merumuskan segala macam faktor yang terkait di dalam model yang bersangkutan secara simbolik ke dalam rumusan model matematik, (c) menentukan peubah-peubah beserta kaitan satu sama lain, (d) menetapkan fungsi tujuan dan kendala-kendalanya dengan nilai-nilai dan parameter yang jelas.
c.
Pemecahan Model/ Analisis Model Hal penting dari kegiatan ini adalah: (a) melakukan analisis terhadap model yang telah disusun dan dipilih tersebut, (b) memilih hasil-hasil yang terbaik/ optimum, dan (c) melakukan uji kepekaan dan analisis pasca optimal terhadap hasil-hasil analisis model tersebut.
d.
Pengesahan Model Kegiatan ini menyangkut penilaian terhadap model tersebut dengan cara mencocokkannya dengan keadaan dan data nyata, serta menguji dan mengesahkan asumsi-asumsi yang membentuk model tersebut secara struktural, yaitu peubahnya, hubungan-hubungan fungsionalnya, dan lainlain.
29
e.
Implementasi Hasil Akhir Hasil-hasil yang diperoleh berupa nilai-nilai yang akan dipakai dalam kriteria pengambilan keputusan yang dapat dipakai dalam perumusan strategistrategi, target-target, dan langkah-langkah kebijakan yang akan diambil oleh pengambil keputusan dalam bentuk alternatif-alternatif. Pengaturan pola tanam merupakan suatu cara yang dilakukan oleh petani
dalam kegiatan usahataninya. Pengaturan pola tanam dilakukan dengan menentukan jenis tanaman apa yang akan diusahakan, berapa jumlahnya, kapan akan diusahakan, baik dengan cara monokultur atau dengan tumpangsari. Tujuan yang ingin diperoleh petani dalam menentukan pola tanam adalah untuk memperoleh pendapatan maksimum dengan memanfaatkan sumberdaya yang ada dengan optimal. Kelompok Tani Pondok Menteng merupakan salah satu kelompok tani yang terletak di Desa Citapen Kecamatan Ciawi yang melakukan kegiatan usahatani sayuran. Jenis sayuran yang paling sering diusahakan oleh Kelompok Tani Pondok Menteng adalah cabai keriting, buncis, kacang panjang, tomat, timun, jagung manis, dan caisin. Kelompok tani ini melakukan kegiatan usahatani sayuran secara diversifikasi dengan pola tanam tertentu. Penentuan jenis sayuran yang akan diusahakan dalam satu musim tanam dilakukan berdasarkan pertimbangan tertentu. Berdasarkan penelitian terdahulu, penentuan pola tanam diperkirakan dipengaruhi oleh kondisi fisik lahan, keadaan rumah tangga petani, hama dan penyakit tanaman, ketersediaan dan aksesibilitas input pertanian, dan aksesibilitas dan kelancaran pemasaran hasil pertanian, serta harga jual sayuran. Oleh sebab itu, penelitian ini akan mengkaji optimalisasi pola tanam sayuran di Kelompok Tani Pondok Menteng untuk melihat pola tanam optimal dalam memberikan pendapatan maksimal bagi petani. Dalam penelitian ini, Linear Programming digunakan untuk mengetahui kombinasi tanaman sayuran optimal yang memberikan pendapatan maksimal bagi petani. Kombinasi pola tanam sayuran yang akan dikaji adalah kombinasi jenis sayuran yang diusahakan dalam satu tahun, yang terdiri dari tiga musim tanam. Petani Kelompok Tani Pondok Menteng akan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu petani luas dan petani sempit. Petani berlahan luas merupakan petani yang 30
memiliki luas lahan di atas luas rata-rata lahan yang dimiliki oleh petani di Kelompok Tani Pondok Menteng. Sedangkan petani sempit merupakan petani dengan luas lahan lebih kecil dari luas rata-rata lahan. Tingkat pendapatan petani akan dianalisis dengan menggunakan analisis pendapatan usahatani. Analisis pendapatan dilakukan untuk melihat tingkat pendapatan Kelompok Tani Pondok Menteng dari kombinasi pola tanam yang diterapkan saat ini untuk setiap musim tanam. Selain itu, analisis R/C ratio juga dilakukan untuk mengetahui tingkat efisiensi usahatani antara petani luas dan petani sempit. Berdasarkan uraian tersebut, kerangka pemikiran operasional dalam penelitian ini dapat dilihat gambar kerangka pemikiran operasional berikut.
31
Kelompok Tani Pondok Menteng
Usahatani sayuran
Pola Tanam Diversifikasi - Cabai keriting - Buncis - Caisin - Kacang panjang - Tomat - Mentimun - Jagung manis
Tujuan Pondok Menteng Memaksimalkan Pendapatan
Analisis Pendapatan Usahatani dan R/C ratio
Analisis Optimalisasi Pola Tanam dengan Linear Programming - Analisis Primal-Dual - Analisis Sensitivitas - Analisis Post Optimal
- Kombinasi jenis tanaman optimal - Alokasi sumberdaya optimal
Kondisi Aktual
Evaluasi
Rekomendasi
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Pendapatan Usahatani dan Pola Tanam Sayuran di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat
32
IV METODE PENELITIAN 4.1
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa
Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan mempertimbangkan bahwa Kelompok Tani Pondok Menteng merupakan salah satu kelompok tani yang melakukan usahatani sayuran. Hal lain yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan lokasi penelitian yang dilakukan adalah ketersediaan data dan ketersediaan pihak Kelompok Tani Pondok Menteng untuk dijadikan sebagai lokasi penelitian. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Juni sampai bulan Juli 2012.
4.2
Jenis dan Sumber Data Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan langsung di lapangan. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan petani responden. Data ini digunakan untuk mengetahui karakteristik petani dan menganalisa pendapatan usahatani, serta pola tanam yang diterapkan oleh petani. Wawancara dilakukan dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah dibuat sebelumnya dalam bentuk kuesioner, antara lain mengenai nama, umur, tingkat pendidikan, pengalaman bertani, dan luas lahan yang diolah. Pertanyaan tentang jenis tanaman yang diusahakan, produksi yang dihasilkan, kebutuhan tenaga kerja, benih, pupuk, dan pestisida yang digunakan untuk satu jenis tanaman sayuran digunakan untuk menganalisa pendapatan usahatani dan pola tanam. Data sekunder adalah data yang diperoleh dan dikumpulkan dari sumbersumber yang telah ada. Data sekunder digunakan sebagai data pelengkap dan penunjang yang diperoleh dari penelitian-penelitian terdahulu, buku, artikel, skripsi, disertasi, jurnal, Departemen Pertanian, Badan Pusat Statistik, perpustakaan, serta situs-situs yang terkait dengan penelitian. Sifat data yang diperoleh dari kegiatan pengumpulan data tersebut adalah data berbentuk kualitatif dan kuantitatif.
4.3
Metode Penentuan Sampel Teknik penentuan sampel dilakukan melalui metode Probability Sampling
(Random Sampling) dengan Simple Random Sampling, dimana setiap petani yang menjadi anggota Kelompok Tani Pondok Menteng memiliki kesempatan yang sama untuk terpilih. Hal ini dilakukan karena semua anggota Kelompok Tani Pondok Menteng melakukan kegiatan usahatani sayuran. Kelompok Tani Pondok Menteng memiliki anggota sebanyak 104 petani (populasi). Sampel yang dipilih dalam penelitian ini adalah sesuai dengan kriteria sebaran normal, yakni sebanyak 30 orang petani. Petani sampel dipilih dengan sistem arisan, dimana ke-30 sampel tersebut kemudian akan digolongkan menjadi petani luas dan petani sempit.
4.4
Metode Pengolahan Data Metode pengolahan data yang digunakan adalah metode kuantitatif dan
kualitatif. Pengolahan data kualitatif dilakukan secara deskriptif dengan memberikan gambaran tentang pendapatan usahatani petani. Data yang dianalisa dalam penelitian ini adalah data usahatani sayuran. Analisis yang digunakan adalah analisis terhadap biaya, penerimaan, pendapatan, dan efisiensi usahatani dengan menggunakan rasio penerimaan atas biaya (R/C). Data kuantitatif diperoleh setelah dilakukan proses pengolahan untuk menemukan variabel dan koefisien yang ditabulasikan berdasarkan aktivitas-aktivitas yang ada dan akan dianalisis dengan menggunakan Linear Programming. 4.4.1 Analisis Pendapatan Usahatani Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan usahatani dan pengeluaran total usahatani (Soekartawi. et al, 1986). Pendapatan usahatani menjadi ukuran yang digunakan untuk melihat penggunaan faktor-faktor produksi, pengelolaan, dan penggunaan modal petani. Penerimaan merupakan hasil kali jumlah fisik output dengan harga yang diterima oleh petani. Sedangkan pengeluaran adalah pengeluaran usahatani untuk benih/ bibit, tenaga kerja, pupuk, obat-obatan, penyusutan alat, serta sewa lahan. Menurut Sokartawi. et al (1986), pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya yang dirumuskan dengan: 34
Pd = TR – TC Dimana: Pd = Pendapatan usahatani TR = Total penerimaan TC = Total biaya Metode perhitungan pendapatan usahatani yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada uraian berikut ini. Pendapatan usahatani diperoleh dengan menghitung selisih total penerimaan dengan total biaya pada setiap musim tanam. 1. Penerimaan: a. Hasil penjualan cabai keriting b. Hasil penjualan caisin c. Hasil penjualan kacang panjang d. Hasil penjualan tomat e. Hasil penjualan timun f. Hasil penjualan bawang daun g. Hasil penjualan buncis Total penerimaan 2. Biaya variabel a. Sarana produksi - Bibit - Pupuk kandang - Pupuk kimia - Pestisida b. Tenaga kerja luar c. Tenaga kerja keluarga Total Biaya Variabel 3. Biaya tetap a. Sewa lahan b. Penyusutan Total biaya tetap Total biaya (2 + 3) Pendapatan usahatani (1-2-3)
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
Selain analisis pendapatan, analisis efisiensi pendapatan juga dilakukan, yaitu analisis rasio penerimaan dan biaya total (R/C Ratio atas total biaya). Rasio penerimaan dan biaya merupakan perbandingan antara penerimaan kotor yang diterima petani dari setiap rupiah yang dikeluarkan dalam proses produksi. Suatu 35
usahatani dapat dikatakan efisien jika R/C > 1. Semakin besar nilai R/C, maka usahatani tersebut semakin efisien. R/C ratio atas total biaya dirumuskan sebagai berikut. R/C ratio atas biaya total = Dimana, TR TC
: Total penerimaan, merupakan hasil kali jumlah produk dengan harga : Total biaya, merupakan penjumlahan total biaya variabel dengan total biaya P : Harga produk Q : Total produksi TVC : Total biaya variabel TFC : Total biaya tetap 4.4.2 Indeks Diversifikasi Indeks diversifikasi merupakan indeks untuk mengukur keragaan diversifikasi dalam konteks perusahaan atau usahatani. Indeks diversifikasi pertanian dapat diukur dengan menggunakan rumus Indeks Diversifikasi Simpson. Semakin besar nilai diversifikasi Simpson, maka semakin banyak jenis komoditi yang ditanam, artinya semakin kegiatan usahatani yang dilakukan semakin terdiversifikasi. Indeks diversifikasi pertanian dituliskan dalam bentuk persamaan berikut.
Dimana, q1 = penerimaan masing-masing komoditi q = penerimaan total usahatani 4.4.3 Analisis Optimalisasi Pola Tanam Tujuan utama yang diinginkan oleh petani dari kegiatan usahataninya adalah memperoleh keuntungan maksimum guna meningkatkan kesejahteraan keluarga dan untuk mengembangkan kegiatan usahanya. Upaya yang dapat dilakukan oleh petani dalam memaksimalkan pendapatannya adalah dengan memilih kombinasi jenis tanaman serta alokasi sumberdaya yang optimal. Kombinasi jenis tanaman dan sumberdaya yang optimal dapat diperoleh dengan melakukan analisis optimalisasi dengan menggunakan Linear Programming.
36
Hasil
analisis
yang
dilakukan
dapat
digunakan
oleh
petani
dalam
mempertimbangkan komoditas apa yang akan diusahakan. Menurut Soekartawi (1995), Linear Programming adalah metode perhitungan untuk perencanaan terbaik di antara kemungkinan-kemungkinan tindakan yang dapat dilakukan. Linear Programming akan menghasilkan berbagai alternatif pemecahan masalah dalam pengambilan keputusan. Namun, hanya akan ada satu pemecahan masalah yang optimum (maksimum atau minimum). Umumnya, penerapan model ini menggunakan asumsi bahwa alokasi sumberdaya sebelum penerapan perencanaan belum optimal atau belum efisien dan sesudah penerapan pola alokasi sumberdaya menjadi optimal. Linear
programming
pada
hakekatnya
merupakan
suatu
teknik
perencanaan yang bersifat analitis dengan menggunakan model matematik dengan tujuan menemukan beberapa kombinasi alternatif pemecahan masalah. Dari alternatif tersebut kemudian dipilih mana yang terbaik dalam rangka menyusun strategi dan langkah-langkah kebijakan lebih lanjut tentang alokasi sumberdaya optimal. Pilihan alternatif tersebut berkaitan dengan alokasi sumberdaya yang terbatas guna mencapai tujuan dan sasaran perusahaan secara optimal (Nasendi dan Anwar, 1985). Pendekatan dengan metode Linear Programming memiliki lima asumsi (Nasendi dan Anwar, 1985), yaitu: 1.
Linearitas, fungsi tujuan dan faktor-faktor pembatas harus dinyatakan sebagai faktor linear.
2.
Proporsionalitas, naik turunnya nilai tujuan (Z) dan penggunaan sumberdaya atau fasilitas yang tersedia akan berubah secara sebanding dengan perubahan tingkat kegiatan.
3.
Aktivitas, nilai tujuan setiap kegiatan tidak saling mempengaruhi atau kenaikan dapat ditambah tanpa mempengaruhi bagian nilai Z yang diperoleh dari kegiatan lain.
4.
Divisiblitas, keluaran (output) yang dihasilkan setiap kegiatan dapat berupa bilangan pecahan, demikian pula dengan nilai Z yang dihasilkan.
5.
Deterministik, semua parameter dalam program linear adalah tetap, diketahui, dan tidak dapat diperkirakan secara pasti. 37
Analisis
optimalisasi
dilakukan
dengan
menggunakan
Linear
Programming. Data yang diperoleh ditabulasikan berdasarkan aktivitas yang ada dan dimasukkan ke dalam bentuk Linear Programming. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan bantuan komputer, yaitu melalui program LINDO (Linear, Interactive, and Discrete Optimizer). Hasil analisis ini akan berupa analisis primal, analisis dual, analisis sensitivitas, dan post optimal. a.
Analisis Primal Analisis primal memberikan informasi tingkat kegiatan yang terbaik dan menghasilkan tujuan yang maksimum dengan keterbatasan sumberdaya yang tersedia. Dari analisa ini juga dapat diketahui kegiatan-kegiatan apa yang tidak menghasilkan tujuan maksimum dan berapa besar kerugian per satuan kegiatan bila kegiatan tersebut dipaksa diusahakan.
b.
Analisis dual Pada analisis dual akan diperoleh hubungan antara tingkat kegiatan optimal dengan keterbatasan sumberdaya yang dimilikinya. Nilai slack/ surplus memberikan jumlah kelebihan dan kekurangan pemanfaatan sumberdaya pada tingkat kegiatan optimal. Apabila nilai slack-nya nol, berarti sumberdaya tersebut habis terpakai (langka). Sebaliknya, jika nilai slack-nya tidak sama dengan nol, berarti sumberdaya tersebut tersedia dalam jumlah yang berlebih, dimana angka slack-nya menunjukkan jumlah kelebihan (surplus). Nilai bayangan (dual prices) sumberdaya yang langka tidak sama dengan nol, sedangkan sumberdaya yang tidak langka mempunyai nilai bayangan sama dengan nol. Dari nilai bayangan tersebut, akan diketahui sumberdaya yang menjadi kendala utama dalam mencapai hasil yang optimal, dimana sumberdaya yang menjadi kendala merupakan sumberdaya yang memiliki nilai bayangan tertinggi. Sumberdaya ini dapat memberikan tambahan pendapatan bersih paling tinggi jika ketersediaannya ditambah satu satuan.
c.
Analisis Sensitivitas Setelah menemukan kombinasi optimal dan melihat hubungannya dengan sumberdaya yang tersedia, melalui slack/ surplus, maka selanjutnya akan dilakukan analisis sensitivitas (kepekaan). Analisis ini memberikan informasi 38
tentang berapa perubahan (naik atau turun) harga atau biaya kegiatan yang diperbolehkan agar tidak merubah hasil optimal dan berapa perubahan (naik atau turun) kuantitas sumberdaya yang masih diperbolehkan sehingga hasil optimal tidak berubah. d.
Anaisis Post Optimal Analisis post-optimal digunakan untuk mempelajari nilai-nilai dari peubah pengambilan keputusan dalam suatu model. Jika satu atau beberapa parameter model tersebut berubah, maka kondisi optimal akan berubah. Analisis postoptimal dilakukan setelah diketahui kondisi optimal awal dari suatu model.
4.4.3.1 Penentuan Variabel Keputusan Variabel keputusan ditentukan berdasarkan pola tanam sayuran yang akan dioptimalkan. Variabel keputusan menunjukkan kegiatan usahatani sayuran yang dilakukan oleh Kelompok Tani Pondok Menteng. Pola tanam yang dipilih adalah pola tanam aktual yang paling dominan dilakukan oleh petani. Jenis sayuran yang diusahakan oleh Kelompok Tani Pondok Menteng terdiri dari tujuh jenis. Jenis kombinasi sayuran yang diusahakan berbeda untuk setiap musim tanam yang dilakukan. Variabel keputusan yang ditentukan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 7. Matriks Variabel Keputusan Produksi Sayuran Selama Periode Satu Tahun Musim Tanam
Jenis Komoditas Caisin
Timun
Tomat
Buncis
MT I
Cabai Keriting X11
X51
Kacang Panjang X61
Jagung Manis X71
X21
X31
X41
MT II
X12
X22
X32
X42
X52
X62
X72
MT III
X13
X23
X33
X43
X53
X63
X73
4.4.3.2 Penentuan Fungsi Tujuan Fungsi tujuan dari penelitian ini adalah memaksimumkan pendapatan bersih petani dengan kombinasi jenis tanaman dan alokasi sumberdaya yang optimal. Pendapatan usahatani diperoleh dengan mengurangi biaya total dari seluruh penerimaan. Penerimaan merupakan hasil perkalian antara harga per satuan kegiatan dengan jumlah produksi yang dihasilkan. Sedangkan biaya total 39
merupakan seluruh biaya yang dikeluarkan dalam melaksanakan kegiatan produksi. Penentuan jenis aktivitas diawali dengan menggolongkan kegiatankegiatan ekonomi dan permasalahan menjadi aktivitas-aktivitas yang berdiri sendiri. Adapun aktivitas-aktivitas tersebut adalah: 1.
Aktivitas produksi merupakan kegiatan memproduksi jenis sayuran tertentu untuk dijual. Aktivitas ini dibedakan berdasarkan musim tanam, yaitu musim tanam 1, 2, dan 3. Aktivitas produksi diukur dalam satuan hektar lahan yang diusahakan. Nilai koefisien fungsi tujuan yang diperoleh merupakan rata-rata biaya produksi di luas biaya pembelian pupuk dan sewa tenaga kerja. Biaya tersebut meliputi biaya pembelian benih, pestisida, dan sarana produksi lainnya, seperti bambu, mulsa, tali rapia, karet gelang, sewa lahan, dan penyusutan.
2.
Aktivitas pembelian pupuk dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pupuk dalam kegiatan produksi tanaman sayuran. Aktivitas ini dibedakan berdasarkan jenis pupuk. Pembedaan atas musim tanam terdiri dari musim tanam 1, 2, dan 3. Nilai koefisien fungsi tujuan sama dengan harga beli per kilogram pupuk yang dinyatakan dalam satuan rupiah.
3.
Aktivitas menyewa tenaga kerja luar keluarga dilakukan karena tenaga kerja keluarga yang dimiiliki tidak cukup untuk melakukan kegiatan produksi sayuran. Tenaga kerja yang digunakan adalah tenaga kerja pria dan tenaga kerja wanita. Pembedaan tenaga kerja atas musim tanam terdiri dari musim tanam 1, 2, dan 3. Nilai koefisien fungsi tujuan sama dengan tingkat upah per hari kerja yang dinyatakan dalam rupiah.
4.
Aktivitas penjualan yang meliputi seluruh hasil tanaman yang diproduksi dari lahan yang tersedia untuk dijual. Aktivitas ini dibedakan berdasarkan jenis tanaman. Nilai koefisien fungsi tujuan sama dengan harga jual hasil produksi per kilogram yang dinyatakan dalam rupiah.
Secara matematis, model linear programming ditunjukkan dalam persamaan berikut. Maks Z =
40
Dimana, i j k a Z Cij Lij Uik Pik Oik T H Q
: musim tanam, i=1,2,3 : jenis komoditi, j=1,2,3,…,7 : jenis pupuk, k=1,2,3,…,8 : jenis tenaga kerja, a=1,2 : maksimumkan pendapatan : biaya lain yang dikeluarkan (Rp/ha) untuk komoditi j pada MT ke i : luas lahan (hektar) yang digunakan untuk komoditi j pada MT ke i : harga beli pupuk (Rp/kg) jenis k pada MT ke i : jumlah pupuk (kg) jenis k yang dibeli pada MT ke i : tingkat upah (Rp/HOK) tenaga kerja jenis a pada MT ke i : jumlah tenaga kerja (HOK) jenis a yang disewa pada MT ke i : tingkat harga jual (Rp) komoditi yang dihasilkan pada MT ke i : jumlah komoditi j (kg) yang diproduksi pada MT ke i
4.4.3.3 Penentuan Fungsi Kendala Kendala yang ditetapkan untuk fungsi tujuan adalah kendala lahan, kendala transfer pembelian pupuk, kendala tenaga kerja, kendala transfer penjualan, dan kendala modal. 1.
Kendala lahan adalah ketersediaan lahan yang digunakan pada musim tanam ke i (bi) dimana lahan yang digunakan untuk usahatani komoditi j pada musim tanam ke i (Lij) lebih kecil atau sama dengan ketersediaan lahan. Secara matematis dapat dilihat pada persamaan berikut. Kendala lahan =
2.
Kendala transfer pembelian pupuk merupakan perpindahan (transfer) pupukdari aktivitas produksi ke aktivitas pembelian pupuk. Besarnya rata-rata kebutuhan pupuk per hektar komoditi j pada MT ke i (dLij) harus lebih kecil atau sama dengan pembelian pupuk jenis k pada musim tanam ke i (Pik). Secara matematis dapat
dilihat pada persamaan berikut. Kendala transfer pembelian = 3.
Kendala tenaga kerja adalah ketersediaan jumlah tenaga kerja yang dapat digunakan untuk kegiatan produksi. Tenaga kerja luar keluarga akan digunakan jika tenaga kerja keluarga tidak memenuhi kebutuhan tenaga kerja. Koefisien tenaga kerja dinyatakan dalam HKP untuk tenaga kerja pria dan
41
HKW untuk tenaga kerja wanita. Secara matematis dapat dilihat pada persamaan berikut. Kendala tenaga kerja = 4.
Kendala transfer penjualan adalah hasil dari aktivitas produksi ke aktivitas penjualan (fLij) yang jumlahnya lebih kecil atau sama dengan jumlah produksi (Qij). Secara matematis dapat dilihat pada persamaan berikut. Kendala transfer penjualan = - fLij + Qij ≤ 0
5.
Kendala modal sendiri adalah jumlah modal sendiri yang dimiliki petani pada musim ke i (Mi) dimana modal yang diperlukan per hektar lahan (yLij) lebih kecil atau sama dengan jumlah modal yang dimiliki. Secara matematis dapat dilihat pada persamaan berikut. Kendala modal sendiri = Setelah dilakukan analisis model optimalisasi, selanjutnya adalah analisis
post optimal yang akan dibuat menjadi beberapa pengaruh. Analisis post optimal dilakukan untuk melihat perubahan-perubahan yang terjadi pada pendapatan usahatani dan R/C ratio akibat perubahan harga output dan lahan. Penentuan besarnya nilai-nilai perubahan pada harga output tersebut dilakukan secara sengaja dengan melihat perkembangan harga yang terjadi di lokasi penelitian. Perubahan harga output terdiri atas peningkatan dan penurunan harga jual. Perubahan terhadap luas lahan terdiri atas peningkatan dan penurunan luas lahan. Perubahan terhadap harga komoditi sayuran dan perubahan luas lahan dilakukan untuk menguji adanya pengaruh terhadap pola tanam dan pendapatan usahatani. 4.4.3.4 Koefisien-koefisien dari Input dan Output Koefisien kendala lahan adalah luas lahan yang dibutuhkan untuk usahatani sayuran dengan satuan hektar. Koefisien kendala tenaga kerja ditentukan dari kebutuhan tenaga kerja untuk usahatani, satuannya adalah HOK (Hari Orang Kerja). Koefisien kendala pupuk adalah jumlah pupuk yang dibutuhkan dalam satu musim tanam. Koefisien kendala modal ditentukan dari jumlah modal yang diperlukan untuk usahatani dengan satuan rupiah.
42
4.5 1.
Definisi Operasional Luas lahan adalah satuan areal lahan yang dikuasai oleh petani untuk melakukan usahatani sayuran dengan satuan hektar.
2.
Total biaya adalah semua jenis pengeluaran dalam usahatani baik yang tunai maupun yang tidak tunai dengan satuan rupiah.
3.
Penerimaan usahatani adalah nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani dengan satuan rupiah.
4.
Pendapatan usahatani adalah pendapatan yang diperolah petani setelah penerimaannya dikurangi total biaya yang dikeluarkan dengan satuan rupiah.
5.
Pola tanam adalah suatu pola bercocok tanam yang terdiri dari beberapa kali bertanam dari satu atau beberapa jenis tanaman secara bergiliran, sisipan, atau secara tumpangsari dengan maksud untuk meningkatkan produksi usahatani atau meningkatkan pendapatan petani tiap satuan luas per satuan waktu.
6.
Biaya tunai adalah semua jenis pegeluaran yang dibayarkan secara tunai untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani dengan satuan rupiah.
7.
Biaya sewa lahan adalah biaya yang dikeluarkan untuk membayar sewa lahan. Pembayarannya dilakukan untuk jangka waktu satu tahun dengan satuan rupiah.
8.
Biaya penyusutan adalah biaya yang terjadi karena pemakaian alat. Biaya penyusutan dihitung dengan menggunakan metode garis lurus, dengan rumus sebagai berikut.
43
V 5.1
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Lokasi dan Keadaan Geografis Kelompok Tani Pondok Menteng merupakan salah satu dari tujuh anggota
Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Rukun Tani yang sebagian besar anggotanya memiliki mata pencaharian sebagai petani. Adapun Kelompok Tani lainnya yang tergabung dalam Gapoktan Rukun tani adalah Bina Mandiri, Sukamaju, Silih Asih, Sawah Lega, Tani Jaya, dan KWT Citapen Berkarya. Setiap kelompok tani memiliki jumlah anggota, luas lahan, dan jenis usaha yang berbeda seperti pada Tabel 8. Tabel 8. Nama, Jumlah Anggota, Luas, dan Jenis Usaha Anggota Kelompok Tani Gapoktan Rukun Tani Tahun 2012 No.
1.
Kelompok
Luas Lahan
Jumlah
Tani
(Ha)
Anggota
Pondok Menteng
Jenis Usaha Padi sawah, cabai keriting, buncis,
75
104
kacang panjang, tomat, timun, caisin, dan jagung manis.
2.
Bina Mandiri
5
20
Kelinci
3.
Sukamaju
5
20
Domba, sapi potong, dan kambing
4.
Silih Asih
5
5
5.
Sawah Lega
70
20
6.
Tani Jaya
35
20
10
43
7.
KWT Citapen Berkarya
Sale pisang, keripik pisang, dan kerajinan betek Padi sawah, bengkoang, dan ubi jalar Padi sawah, jagung manis, terung, buncis, dan caisin Keripik pisang, keripik jamur, dan pangsit
Sumber: Gapoktan Rukun Tani, 2012
Tabel 8 menunjukkan bahwa Kelompok Tani Pondok Menteng merupakan salah satu anggota Gapoktan Rukun Tani dengan usahatani hortikultura yang memiliki jumlah anggota paling banyak. Sedangkan kelompok tani lainnya sebagian besar tidak bergerak dalam usahatani hortikultura. Kelompok Tani Pondok Menteng terletak di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor. Jaraknya ke Kantor Kecamatan adalah ±10 Km dan ±25 Km ke Ibukota Kabupaten. Sedangkan jarak ke Pasar Teknik Umum (TU) Induk Kemang dan Pasar Induk Jakarta berturut-turut adalah ±25 Km dan ±60 Km.
Desa Citapen merupakan salah satu dari 13 desa di Kecamatan Ciawi dengan luas wilayah sebesar 268.066 Ha. Menurut WKBP3K (Wilayah Kerja Penyuluh Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan), luas Desa Citapen adalah 393 Ha dengan lahan sawah seluas 153 Ha dan 240 Ha lahan kering. Luas lahan yang diusahakan oleh Kelompok Tani Pondok Menteng adalah 75 Ha yang terdiri dari 40 Ha lahan sawah dan 35 Ha lahan kering. Penggunaan lahan sawah dan lahan kering di Desa Citapen dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Penggunaan Lahan Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor Tahun 2012 No. 1.
Keterangan Lahan Sawah Pengairan Teknis
-
Pengairan Sederhana
115
Sawah Tadah Hujan
38
Jumlah Lahan Sawah 2.
Luas (Ha)
153
Lahan Darat Pekarangan dan Perumahan
65
Tegal/ kebun
42
Kolam Hutan Rakyat Perkebunan Lain-lain
2 18 102 11
Jumlah Lahan Darat
240
Total
393
Sumber: Gapoktan Rukun Tani, 2012
Berdasarkan Tabel 9 dapat dilihat bahwa penggunaan lahan terbesar adalah sawah, yakni 153 Ha (38,93%). Hal tersebut menunjukkan bahwa mata pencaharian utama penduduk Desa Citapen adalah bertani. Sementara itu, lahan yang digunakan untuk kegiatan usahatani hortikultura adalah sebesar 42 Ha (10,69%). Desa Citapen merupakan dataran tinggi yang berada pada ketinggian antara 450 m dpl sampai dengan 800 m dpl dengan iklim tropis/ basah. Suhu ratarata berkisar antara 200 C sampai dengan 320 C dengan keasaman (pH) tanah antara antar 4,5 sampai 7,0. Pemanfaatan lahan sawah dan lahan darat Desa Citapen dapat ditanami sepanjang tahun/ tidak ada lahan bera. Jenis tanah adalah 45
latosol, andosol, inseptisol sehingga cocok untuk ditanami berbagai komoditi tanaman pangan, hortikultura, dan pemeliharaan ternak. 5.2
Keadaan Penduduk Jumlah penduduk Desa Citapen pada tahun 2011 adalah 8.496 orang yang
terdiri dari 4.324 orang laki-laki dan 4.172 orang perempuan. Jumlah terbesar penduduk Desa Citapen, baik perempuan maupun laki-laki berada pada golongan umur 14-45 tahun dan jumlah yang paling kecil adalah golongan umur di atas 45 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk Desa Citapen berada pada usia produktif. Struktur kependudukan Desa Citapen berdasarkan umur dan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Struktur Penduduk Desa Citapen Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2011 Jenis Kelamin
Jumlah
No.
Golongan Umur
1
0-14 Tahun
1,332
1,013
2,345
27.60
2
14-45 Tahun
2,443
2,229
4,672
54.99
3
>45 Tahun
667
812
1,479
17.41
4,442
4,054
8,496
100.00
Jumlah
Laki-laki
Perempuan
Jiwa
Persentase
Sumber: Kantor Kepala Desa Citapen, Kecamatan Ciawi 2011, (diolah)
Tingkat pendidikan penduduk Desa Citapen sebagian besar adalah tamat SD/ Sederajat, yakni sebesar 35,6 persen dan diikuti oleh penduduk dengan tingkat pendidikan belum sekolah sebesar 25,84 persen. Sedangkan penduduk dengan tingkat pendidikan Diploma dan Sarjana relatif sedikit, yaitu sebesar 29 persen dan 33 persen. Jumlah penduduk Desa Citapen pada tahun 2011 berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 11.
46
Tabel 11. Jumlah Penduduk Desa Citapen Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2011 No
Tingkat Pendidikan
1
Belum Sekolah
2
Usia 7-45 tahun tidak pernah sekolah
3
SD tidak tamat
4
Tamat SD/Sederajat
5
Jumlah (Jiwa)
Persentase (%)
967
25,84
0
0,00
125
3,34
1312
35,06
SLTP/Sederajat
783
20,92
6
SLTA/Sederajat
493
13,17
7
Diploma (1,2,3)
29
0,77
8
S-1, S-2, S-3
33
0,88
3742
100,00
Jumlah Penduduk
Sumber: Kantor Kepala Desa Citapen, Kecamatan Ciawi 2011, (diolah)
Mata pencaharian penduduk Desa Citapen sebagian besar adalah sebagai buruh tani, yaitu sebesar 1950 jiwa atau 55,61 persen. Urutan kedua adalah sebagai petani sebesar 710 jiwa atau 20,25 persen diikuti oleh buruh industri kerajinan, buruh, pegawai negeri, pedagang, tukang kayu, pegawai swasta, tukang batu, peternak, pengrajin, guru swasta, dan TNI/ POLRI. Jumlah penduduk Desa Citapen berdasarkan jenis pekerjaannya diuraikan pada Tabel 12. Tabel 12. Jumlah Penduduk Desa Citapen Berdasarkan Jenis Pekerjaan Tahun 2011 No
Jenis Pekerjaan
1
Petani
2
Buruh Tani
3
Buruh
4
Jumlah penduduk (Jiwa)
Persentase (%)
710
20,25
1950
55,61
250
7,13
Pegawai Swasta
25
0,71
5
Pegawai Negeri
76
2,16
6
Pengrajin/Penjahit/Jasa
7
0,19
7
Pedagang
76
2,16
8
Peternak
8
0,22
9
TNI/POLRI
2
0,05
10
Tukang Kayu
50
1,42
11
Tukang Batu
25
0,71
12
Guru Swasta
7
0,19
13
Buruh Industri Kerajinan
320
9,12
3506
100,00
Total
Sumber: Kantor Kepala Desa Citapen, Kecamatan Ciawi 2011, (diolah)
47
5.3
Karakteristik Petani Responden Petani responden dalam penelitian ini adalah petani yang melakukan
kegiatan usahatani sayuran yang merupakan anggota Kelompok Tani Pondok Menteng. Responden yang dipilih adalah petani yang melakukan kegiatan usahatani sayuran dalam setahun terakhir, yaitu antara bulan agustus 2011 hingga Juli 2012. Hal ini dilakukan agar data yang diperoleh lebih akurat. Rata-rata luas lahan petani responden adalah 3.697 m2. Petani responden dibagi menjadi dua kelompok, yaitu petani luas dan petani sempit. Petani luas adalah petani yang memiliki luas lahan di atas luas rata-rata. Sedangkan petani sempit adalah petani yang memiliki luas lahan di bawah luas rata-rata. Karakteristik penguasaan lahan petani responden dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Karakteristik Petani Responden di Kelompok Tani Pondok Menteng Berdasarkan Luas Lahan No
Jumlah
Luas Lahan (m2)
Orang
Persentase (%)
1
Petani luas (>3.697)
13
43.33
2
Petani Sempit (<3697)
17
56.67
30
100
Jumlah
Sebagian besar petani responden menjadikan kegiatan bertani sebagai usaha utama. Sebanyak 76,92 persen petani luas menjadikan bertani sebagai usaha utama dan hanya tiga persen sebagai usaha sampingan. Sedangkan pada petani sempit, 100 persen menjadikan bertani sebagai usaha utama. Karakteristik status usaha petani responden dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Karakteristik Petani Responden di Kelompok Tani Pondok Menteng Berdasarkan Status Usaha No
Status Usaha
1
Utama
2
Sampingan Jumlah
Petani Luas Orang
Petani Sempit
Persentase (%)
Orang
Total
Persentase
Orang
(%)
Persentase (%)
10
76.92
17
100
27
90.00
3
23.08
0
0
3
10.00
13
100.00
17
100
30
100.00
Petani luas dan petani sempit didominasi oleh golongan umur 41-50 tahun, yaitu sebanyak 76,92 persen untuk petani luas dan 46,67 persen untuk petani
48
sempit. Untuk golongan umur di atas 50 tahun untuk petani luas adalah 23,08 persen dan 23,33 persen untuk petani sempit. Golongan umur 30-40 tahun hanya terdapat pada petani sempit sebanyak 30 persen. Karakteristik umur petani responden dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Karakteristik Petani Responden di Kelompok Tani Pondok Menteng Berdasarkan Umur Petani Luas No
Golongan Umur
Orang
Petani Sempit
Persentase (%)
Orang
Persentase (%)
Total Orang
Persentase (%)
1
30-40 tahun
0
0.00
9
52.94
9
30.00
2
41-50 tahun
10
76.92
4
23.53
14
46.67
3
>50 tahun
3
23.08
4
23.53
7
23.33
Jumlah
13
100.00
17
100.00
30
100.00
Berdasarkan tingkat pendidikan, 69,23 persen petani luas memiliki tingkat pendidikan SD, 15,38 persen SLTP, dan 15,38 persen SLTA. Sedangkan petani sempit memiliki jumlah sebesar 66,67 persen SD, 16,67 persen tidak sekolah, 10 persen SLTA, dan 6,67 persen SLTP. Karakteristik status usaha petani responden dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Karakteristik Petani Responden di Kelompok Tani Pondok Menteng Berdasarkan Tingkat Pendidikan No
Tingkat Pendidikan
Petani Luas Orang
Petani Sempit
Persentase (%)
Orang
Persentase (%)
Total Orang
Persentase (%)
1
Tidak Sekolah
0
0.00
5
29.41
5
16.67
2
SD
9
69.23
11
64.71
20
66.67
3
SLTP
2
15.38
0
0.00
2
6.67
4
SLTA
2
15.38
1
5.88
3
10.00
13
100.00
17
100.00
30
100.00
Jumlah
Pengalaman bertani petani luas sebagian besar adalah 10-20 tahun, yaitu sebanyak 38,46 persen diikuti dengan pengalaman 21-30 tahun sebesar 30,77 persen, pengalaman di bawah 10 tahun sebesar 23,08 persen, dan pengalaman di atas 30 tahun sebesar 7,69 persen. Petani sempit juga didominasi oleh pengalaman bertani selama 10-20 tahun sebanyak 46,67 persen diikuti dengan pengalaman 2130 tahun sebesar 23,33 persen, pengalaman di bawah 10 tahun sebesar 16,67 49
persen, dan pengalaman di atas 30 tahun sebesar 3,33 persen. Karakteristik pengalaman bertani petani responden dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Karakteristik Petani Responden di Kelompok Tani Pondok Menteng Berdasarkan Pengalaman Bertani No
Pengalaman
Petani Luas
Petani Sempit
Persentase
Persentase
Total Persentase
Bertani
Orang
1
< 10 tahun
3
23.08
1
5.88
4
3.33
2
10-20 tahun
5
38.46
9
52.94
14
46.67
3
21-30 tahun
4
30.77
3
17.65
7
23.33
4
>30 tahun
1
7.69
4
23.53
5
16.67
13
100.00
17
100.00
30
100.00
Jumlah
(%)
Orang
(%)
Orang
(%)
Status kepemilikan lahan dibagi menjadi dua, yaitu pemilik dan penyewa. Persentasi status kepemilikan penyewa pada petani luas adalah yang paling besar, yaitu 61,54 persen. Begitu juga dengan petani sempit. Sebagian besar petani merupakan petani penyewa dengan persentasi sebesar 60,00 persen. Karakteristik status kepemilikan lahan petani responden dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Karakteristik Petani Responden di Kelompok Tani Pondok Menteng Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan Petani Luas No
5.4
Uraian
Orang
Persentase (%)
Petani Sempit Orang
Persentase (%)
Total Orang
Persentase (%)
1
Pemilik
5
38.46
7
41.18
12
40.00
2
Penyewa
8
61.54
10
58.82
18
60.00
Jumlah
13
100.00
17
100.00
30
100.00
Gambaran Umum Usahatani Sayuran Kelompok Tani Pondok Menteng Lahan yang diolah petani Desa Citapen terdiri dari dua jenis, yaitu lahan
sawah dan lahan tegalan. Lahan sawah digunakan untuk kegiatan usahatani padi dan lahan tegalan untuk usahatani sayuran. Jenis sayuran yang diusahakan adalah cabai keriting, tomat, timun, kacang panjang, buncis, jagung manis, dan caisin. Usahatani sayuran yang dilakukan di Desa Citapen adalah usahatani dengan sistem monokultur dan tumpangsari. Jenis sayuran yang paling sering dijadikan sebagai tanaman tumpangsari adalah caisin. Caisin ditumpangsarikan 50
dengan jenis sayuran lainnya, yaitu cabai keriting, kacang panjang, buncis, tomat, timun, dan jagung manis pada awal penanaman. Hal ini dilakukan karena sayuran caisin tidak mempengaruhi pertumbuhan jenis sayuran lainnya. Jenis sayuran yang berada dalam satu rumpun memiliki risiko kerusakan yang tinggi karena rentan terserang penyakit. Oleh sebab itu, petani menumpangsarikan sayuran yang berbeda rumpun. Misalnya, cabai keriting dengan kacang panjang atau buncis, tomat dengan caisin, serta timun dengan jagung. Pola tanam yang dilakukan terdiri dari tiga musim tanam dalam satu tahun. Ketujuh jenis sayuran tersebut ditanam secara bergiliran sepanjang tahun tanpa adanya masa bera lahan. Tanaman cabai biasanya hanya dapat diusahakan sekali dalam setahun karena usia tanamnya yang panjang, yaitu selama tujuh bulan. Tanaman caisin dapat diusahakan hingga delapan kali dalam setahun karena umur tanamnya hanya 1,5 bulan. Jenis sayuran lainnya dapat diusahakan tiga hingga empat kali dalam setahun tergantung umur tanamnya. Pada umumnya, petani melakukan metode tumpang gilir dalam kegiatan usahanya, yakni tidak menanam jenis sayuran yang sama selama dua kali periode berturut-turut. Misalnya, menanam jagung pada MT I dan menanam timun pada MT II. Hal tersebut dilakukan agar tanaman tidak diserang penyakit dan untuk menjaga kesuburan tanah. Selain itu, harga jual komoditas juga merupakan salah satu pertimbangan bagi petani dalam menentukan jenis sayuran yang akan ditanam. Informasi harga jual sayuran diperoleh dari Gapoktan Rukun Tani. Pola tanam sayuran yang diterapkan petani luas dan petani sempit Pondok Menteng dapat dilihat pada Tabel 19 dan Tabel 20. Tabel 19. Pola Tanam Usahatani Sayuran Golongan Petani Luas di Kelompok Tani Pondok Menteng Agustus 2011-Juli 2012 MT I
MT II Jumlah
Pola Tanam
Petani
MT III Jumlah
Pola Tanam
Petani
Jumlah Pola Tanam
Petani
B+C
6
To + C
3
KP + C
3
KP + C
5
C
7
CK + C
5
To + KP
1
To + JM
1
CK + B
2
C
1
JM + C
1
CK + JM
1
Ti + C
1
Ti + C
1
JM + C
1
51
Berdasarkan Tabel 19 dan Tabel 20, dapat diketahui bahwa jenis sayuran yang selalu diproduksi oleh petani luas dan petani sempit sepanjang tahun adalah caisin. Hal ini terjadi karena tanaman caisin merupakan jenis tanaman yang memiliki usia tanam paling pendek. Selain itu, perawatan tanaman caisin relatif lebih mudah dibandingkan dengan tanaman lainnya. Tabel 20. Pola Tanam Usahatani Sayuran Golongan Petani Sempit di Kelompok Tani Pondok Menteng Agustus 2011-Juli 2012 MT I Pola Tanam
MT II Jumlah Petani
Pola Tanam
MT III Jumlah Petani
Pola Tanam
Jumlah Petani
KP + C
4
To + C
10
KP + C
3
B+C
9
B+C
3
Ti + C
3
JM + C
2
JM + C
3
B + To
1
To + C
2
Ti + C
1
JM + C
9
B+C
1
Keterangan: B C KP To
: Buncis : Caisin : Kacang Panjang : Tomat
JM : Jagung Manis Ti : Timun CK : Cabai Keriting
Usahatani sayuran yang dilakukan oleh petani Kelompok Menteng terdiri dari beberapa tahap, yaitu persemaian, pengolahan lahan, penanaman, perawatan tanaman, serta panen dan pasca panen. Keseluruhan tahap tersebut dilakukan dengan menggunakan peralatan sederhana berupa cangkul, koret, parang, ember, dan sprayer. Benih yang digunakan oleh petani sebagian besar diperoleh dari Gapoktan Rukun Tani. Hanya beberapa petani yang menggunakan benih sendiri. Adapun jumlah kebutuhan rata-rata benih per hektar dalam satu kali musim tanam dapat dilihat pada Tabel 21.
52
Tabel 21. Jumlah Kebutuhan Rata-rata Benih Per Hektar Golongan Petani Luas dan Petani Sempit di Kelompok Tani Pondok Menteng Agustus 2011Juli 2012 No.
Benih
Satuan
Petani Luas
Petani Sempit
MT I
MT II
MT III
MT I
MT II
MT III
1
Cabai Keriting
Kg
-
-
0.28
-
-
-
2
Buncis
Kg
4.29
-
1.45
4.81
1.50
1.29
3
Kacang Panjang
Kg
4.30
-
1.77
2.15
-
1.52
4
Tomat
Kg
0.04
0.18
-
0.07
0.37
0.04
5
Timun
Kg
-
0.05
0.05
-
0.03
0.09
6
Jagung Manis
Kg
-
0.94
0.94
0.88
1.23
3.61
7
Caisin
Kg
1.39
1.38
1.31
2.16
2.16
2.07
Dalam menjalankan kegiatan usahanya, petani menggunakan pupuk yang berbeda berdasarkan jenis sayuran yang diusahakan. Adapun jenis pupuk yang digunakan oleh petani sayuran di Pondok Menteng adalah pupuk kandang, NPK, Urea, SP 36, KCL, TSP, ZA, dan kapur dolomit. Penggunaan rata-rata pupuk per hektar dalam satu kali musim tanam yang dilakukan oleh petani luas dan petani sempit dapat dilihat pada Tabel 22. Pupuk kandang merupakan jenis pupuk yang paling banyak digunakan oleh petani luas maupun petani sempit. Hal ini disebabkan oleh pupuk kandang digunakan dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan pupuk lainnya. Pupuk kandang digunakan pada saat pengolahan lahan dan merupakan pupuk dasar yang selalu digunakan pada awal penanaman semua jenis sayuran. Tabel 22. Jumlah Kebutuhan Rata-rata Pupuk Per Hektar Golongan Petani Luas dan Petani Sempit di Kelompok Tani Pondok Menteng Agustus 2011Juli 2012 No
Jenis Pupuk
Satuan
Petani Luas
Petani Sempit
MT I
MT II
MT III
MT I
MT II
MT III
1
Kandang
Kg
21,228.07
12,059.62
23,292.51
20,183.82
20,729.69
15,967.72
2
NPK
Kg
110.52
57.31
120.73
126.12
104.69
196.76
3
Urea
Kg
583.94
472.69
540.12
631.93
621.64
636.20
4
SP 36
Kg
244.47
186.54
413.07
228.29
357.14
241.74
5
KCL
Kg
223.49
111.54
240.51
218.98
208.68
244.26
6
TSP
Kg
95.83
-
38.46
94.75
16.67
32.91
7
ZA
Kg
17.48
70.77
117.43
24.51
132.84
56.65
8
Dolomit
Kg
153.85
761.54
1,197.89
235.29
1,294.12
689.08
53
Kegiatan pemanenan dilakukan pada waktu yang berbeda sesuai dengan jenis sayuran yang ditanam. Cabai keriting dapat dipanen pada umur 105 hari, buncis pada umur 50 hari, kacang panjang pada umur 60 hari, tomat pada umur 60 hari, timun pada umur 50 hari, jagung manis pada umur 95 hari, dan caisin pada umur 35 hari. Hasil produksi rata-rata sayuran per hektar petani luas dan petani sempit di Kelompok Tani Pondok Menteng dapat dilihat pada Tabel 23. Tabel 23. Jumlah Produksi Rata-rata Sayuran (Kg) Per Hektar Petani Luas dan Petani Sempit di Kelompok Tani Pondok Menteng Agustus 2011-Juli 2012 No
1 2 3
Jenis Sayuran Cabai Keriting Buncis Kacang Panjang
Petani Luas MT I
MT II
Petani Sempit MT III
MT I
MT II
MT III
-
-
2,970.24
-
-
-
2,696.15
-
1,384.62
4,253.50
1,862.75
1,624.65
3,846.86
-
1,923.08
2,997.20
-
2,156.86
4
Tomat
1,538.46
5,326.92
-
2,578.43
12,872.55
1,260.50
5
Timun
-
969.23
961.54
-
794.12
2,782.91
6
Jagung Manis
-
1,288.46
1,634.62
1,147.06
1,722.69
5,166.67
7
Caisin
12,039.07
12,088.02
10,203.40
13,927.17
13,927.17
12,918.77
Berdasarkan Tabel 23, dapat diketahui bahwa petani sempit tidak mengusahakan cabai keriting. Hal tersebut terjadi karena adanya keterbatasan lahan, dimana usahatani cabai keriting membutuhkan waktu tanam yang paling panjang, yaitu 6-7 bulan. Jika petani sempit memilih untuk mengusahakan cabai keriting, kemungkinan tidak dapat mengusahakan jenis sayuran yang lain dalam waktu yang sama. Dalam menjalankan kegiatan usahataninya, petani di Kelompok Tani Pondok Menteng pada umumnya menggunakan tenaga kerja dari luar keluarga. Penggunaan tenaga kerja luar keluarga terjadi karena adanya keterbatasan tenaga kerja dalam keluarga untuk melakukan kegiatan usahataninya. Tenaga kerja yang digunakan adalah tenaga kerja pria dan tenaga kerja wanita. Penggunaan rata-rata tenaga kerja per hektar dapat dilihat pada Tabel 24. Berdasarkan Tabel 24 dapat diketahui bahwa penggunaan tenaga kerja pria dan wanita berbeda sesuai dengan jenis kegiatannya. Petani di Kelompok Tani 54
Pondok Menteng pada umumnya hanya menggunakan tenaga kerja pria pada kegiatan pemasangan mulsa dan penyemprotan. Sedangkan pada kegiatan persemaian benih dan penyiangan, tenaga kerja yang lebih banyak digunakan adalah tenaga kerja wanita. Hal ini terlihat dari jumlah hari kerja pria dan wanita pada kegiatan tersebut. Begitu juga dengan kegiatan pengolahan, tenaga kerja yang paling banyak digunakan adalah tenaga kerja pria. Pada kegiatan lainnya, penggunaan tenaga kerja pria dan wanita relatif seimbang.
55
Tabel 24. Jumlah Kebutuhan Tenaga Kerja (HOK) Per Hektar Petani Luas dan Petani Sempit di Kelompok Tani Pondok Menteng Tahun 2012 Petani Luas No
Kegiatan
MT I HKP
1
Persemaian Benih
2
Pemasangan Mulsa
3
Petani Sempit
MT II
HKW
HKP
MT III
HKW
HKP
MT I
HKW
HKP
MT II
HKW
HKP
MT III
HKW
HKP
HKW
1.82
1.12
4.73
5.65
8.53
22.93
2.75
3.14
14.80
8.43
1.68
4.20
-
-
-
-
15.87
-
-
-
-
-
-
-
Pengolahan Lahan
157.59
42.30
104.03
25.58
148.25
23.46
358.99
-
343.31
-
329.30
-
4
Penanaman Benih
47.67
24.39
30.61
19.90
52.57
40.40
69.50
36.41
72.91
35.32
64.47
39.78
5
Pemasangan Ajir
32.82
5.30
9.81
4.04
20.30
17.16
56.22
3.14
37.75
5.49
45.62
-
6
Penyiangan
21.79
53.83
28.95
61.49
31.84
85.58
27.18
56.92
36.34
77.98
29.30
54.48
7
Pemupukan
59.82
15.01
42.14
22.05
83.48
15.89
110.90
-
126.89
2.35
109.64
7.90
8
Penyemprotan
98.51
-
67.34
-
137.06
-
109.41
-
127.45
-
116.99
-
9
Pemanenan
229.24
249.63
69.76
62.20
252.02
267.71
424.96
302.80
333.59
280.70
273.05
222.10
56
Kegiatan usahatani yang dilakukan oleh petani di Kelompok Tani Pondok Menteng berbeda sesuai dengan jenis sayuran yang diusahakan. Komoditas cabai merah dan tomat membutuhkan proses persemaian terlebih dahulu, sedangkan komoditas lain tidak. Begitu juga dengan kegiatan lainnya, seperti pemupukan dan penyemprotan. Frekuensi dan waktu pemupukan pada setiap komoditas berbeda. Hal tersebut tergantung kebutuhan nutrisi dan penyakit yang menyerang sayuran yang ditanam. Adapun gambaran umum kegiatan usahatani ketujuh sayuran yang diusahakan oleh petani di Kelompok Tani Pondok Menteng akan diuraikan sebagai berikut. 5.4.1 Gambaran Umum Usahatani Cabai Keriting Cabai kerirting merupakan tanaman yang peka terhadap kondisi alam khususnya curah hujan. Hal ini berpengaruh pada kualitas produksi cabai. Curah hujan yang ideal untuk cabai keriting adalah 1.000 mm/ tahun dengan kelembaban 79-80 persen. Proses produksi cabai keriting yang dilakukan oleh petani Pondok Menteng dimulai dengan kegiatan persemaian benih. Persemaian benih dilakukan di dalam media polybag berukuran 12 cm x 8 cm. Bahan yang dimasukkan ke dalam polybag adalah campuran tanah dan pupuk kandang. Benih yang disemaikan dalam polybag diletakkan pada bedengan tersendiri yang sudah dipasang mulsa. Pemasangan mulsa bertujuan untuk melindungi benih dalam polybag dari terpaan sinar matahari langsung, dari siraman air hujan, menjaga kelembaban, serta melindungi dari serangan hama penyakit. Persemaian ini dilakukan selama 25 hari hingga bibit cabai tumbuh ke permukaan polybag. Selama persemaian, dilakukan penyemprotan setelah cabai berumur 10 hari. Tahap kedua yang dilakukan dalam proses produksi cabai keriting adalah pengolahan lahan. Lahan ini akan digunakan untuk menaman benih yang telah disemaikan. Pengolahan lahan yang dilakukan adalah membersihkan gulma dan bekas tanaman sebelumnya, menggemburkan tanah, dan membuat bedengan. Penggemburan tanah dilakukan agar akar tanaman cabai keriting mudah menyerap nutrisi dari dalam tanah. Pembuatan bedengan bertujuan untuk mempermudah pengaturan sirkulasi air. Panjang, lebar, dan tinggi bedengan adalah 10 m x 100 cm x 50 cm. Selanjutnya, tanah dicangkul kembali, diberi kapur dolomit, dan 57
kemudian dibuat lubang tanam. Kapur dolomit bertujuan untuk menetralkan pH tanah. pH tanah yang cocok untuk cabai keriting adalah 6-7. Lubang tanam dibuat dengan kedalaman 30 cm dan dimeter 5 cm. Pada lubang tanam diberi pupuk kandang dan pupuk kimia. Tahap ketiga adalah penanaman bibit. Bibit ditanam dengan memindahkan bibit dari polybag ke lahan yang telah diolah. Bibit ditanam dengan melepas polybag terlebih dahulu pada lubang tanam yang telah dibuat dengan jarak tanam sebesar 40 cm x 60 cm. Penanaman dilakukan pada sore hari agar bibit tidak terkena sinar matahari terik. Setelah
penanaman,
hal
penting
yang
harus
dilakukan
adalah
pemeliharaan. Kegiatan pemeliharaan cabai keriting yang dilakukan oleh petani Pondok Menteng terdiri dari penyulaman, pengajiran, penyiangan, pemupukan, dan pengandalian hama dan penyakit. Penyulaman merupakan penggantian bibit yang mati dan pertumbuhannya lamban dengan bibit baru dari persemaian yang sama. Penyulaman dilakukan setelah tanaman berumur satu minggu di lahan. Pengajiran adalah kegiatan pemasangan ajir (penopang tanaman yang terbuat dari bambu) agar tanaman cabai keriting tetap tumbuh tegak. Pengajiran dilakukan setelah tanaman berumur 25 hari di lahan. Penyiangan dilakukan untuk membersihkan gulma di sekitar tanaman cabai keriting. Selain mengganggu, gulma juga dapat merebut makanan tanaman. Pemupukan dilakukan untuk menjaga tingkat kesuburan tanah sehingga tanaman cabai keriting memperoleh nutrisi yang cukup. Pemupukan dilakukan sebanyak lima kali selama proses produksi cabai keriting. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan menyemprotkan obat-obatan kepada tanaman. Penyemprotan dilakukan secara rutin, yakni sekali dalam seminggu agar tanaman cabai keriting terhindar dari kerusakan akibat hama dan penyakit tanaman. Tahap terakhir dari proses produksi cabai keriting adalah panen dan pasca panen. Pada umumnya, tanaman cabai keriting yang diusahakan petani Pondok Menteng dapat dipanen pada saat tanaman sudah berusia 95-105 hari. Frekuensi pemanenan mampu mencapai 15-20 kali hingga tanaman berusia tujuh bulan tergantung perawatan yang dilakukan. Satu tanaman cabai mampu memproduksi sebanyak 0,3 kilogram hingga satu kilogram. Rata-rata produksi cabai keriting di 58
Kelompok Tani Pondok Menteng mencapai sepuluh ton per hektar. Hasil produksi tanaman cabai keriting akan dijual oleh petani ke Gapoktan Rukun Tani yang dimasukkan dalam karung. 5.4.2 Gambaran Umum Usahatani Timun Kegiatan usahatani timun diawali dengan pengolahan lahan. Pengolahan lahan bertujuan untuk menggumburkan tanah, membuang gulma dan sisa tanaman sebelumnya, serta membuat bedengan. Penggemburan tanah dilakukan secara manual dengan menggunakan cangkul yang bertujuan agar akar tanaman mudah menembus tanah untuk mengambil zat-zat makanan. Bedengan dibuat dengan panjang 120 cm, lebar 50 cm dan tinggi bedengan 30 cm. Pada tahap pengolahan lahan, pembuatan lubang tanam juga dilakukan. Lubang tanam dibuat dengan kedalaman 5-10 cm dengan jarak tanam 50 × 60 cm. Pada lubang tanam diberikan pupuk kandang dan pupuk kimia. Tahap kedua adalah penanaman benih. Pada umumnya, petani Pondok Menteng melakukan penanaman pada sore hari. Hal ini dilakukan agar bibit tidak akan terkena sinar matahari yang terik dan dapat beradaptasi dengan keadaan lahan hingga pagi hari. Setelah penanaman benih, tahap selanjutnya adalah pemasangan ajir. Pemasangan ajir bertujuan untuk menopang tanaman agar dapat tumbuh tegak. Meskipun tanaman timun sebenarnya menjalar dipermukaan tanah, ajir berguna penopang timun agar buahnya menggantung. Buah timun yang menggantung menjadikan permukaan kulitnya mulus, warnaya tidak berbelang, dan tidak mudah busuk. Tahap berikutnya adalah pemeliharaan. Pemeliharaan tanaman bertujuan untuk menjaga pertumbuhan tanaman normal dan baik, sehingga mampu menghasilkan tanaman timun yang berkualitas. Pemeliharaan tanaman yang dilakukan meliputi pemupukan, penyiangan, serta perlindungan hama dan penyakit. Pemupukan bertujuan untuk meningkatkan nutrisi dalam tanah agar kebutuhan tanaman dapat terpenuhi. Pemupukan dilakukan sebanyak dua kali, yaitu pada saat tanaman berumur tujuh hari dan 25 hari. Penyiangan dilakukan untuk membersihkan gulma yang mengganggu tanaman. Penyiangan dilakukan sebelum pemberian pupuk kimia. Hal ini bertujuan agar tanaman dapat menyerap 59
pupuk kimia secara maksimal. Pencegahan dan pemberantasan hama dan penyakit tanaman dilakukan untuk melindungi tanaman dari ancaman kerusakan yang ditimbulkan. Pemberantasan hama dan penyakit dilakukan melalui penyemprotan rutin dengan selang waktu sekali dalam satu minggu. Tahap terakhir dalam usahatani timun adalah panen dan pasca panen. Pemanenan timun dilakukan ketika timun sudah berusia 45-50 hari. Frekuensi pemanenan timun dapat dilakukan sebanyak 10-15 kali hingga tanaman berusia 2,5 bulan. Satu tanaman mentimun mampu memproduksi tiga kilogram hingga empat kilogram. Hasil produksi ini kemudian dimasukkan ke dalam karung untuk dijual ke Gapoktan Rukun Tani. 5.4.3 Gambaran Umum Usahatani Tomat Kegiatan usahatani tanaman tomat hampir sama dengan tanaman cabai keriting. Hal pertama yang harus dilakukan adalah persemaian benih dalam media tanam polybag. Biji tomat dimasukkan ke dalam polybag yang telah diisi tanah dan pupuk kandang. Persemaian ini berlangsung selama 25 hari hingga bibit tanaman muncul ke permukaan tanah dalam polybag. Sebelum bibit tomat dipindahkan ke lahan, lahan harus diolah terlebih dahulu. Pengolahan lahan yang dilakukan adalah membersihkan gulma dan sisa tanaman
sebelumnya,
menggemburkan
tanah,
dan
membuat
bedengan.
Penggemburan tanah dilakukan agar akar tanaman mudah menyerap nutrisi dari dalam tanah. Bedengan dibuat dengan ukuran panjang 10 m, lebar 100 cm, dan tinggi 50 cm. Selanjutnya, tanah diberi kapur dolomit, dan kemudian dibuat lubang tanam. Lubang tanam dibuat dengan kedalaman 30 cm dan dimeter 5 cm. Pada lubang tanam diberi pupuk kandang dan pupuk kimia. Tahap ketiga adalah penanaman bibit. Bibit ditanam dengan memindahkan dari polybag pada lubang tanam yang telah dibuat. Jarak tanam tanaman tomat adalah 40 cm x 60 cm. Penanaman dilakukan pada sore hari agar bibit tidak terkena sinar matahari terik. Hal penting yang harus dilakukan adalah pemeliharaan. Kegiatan pemeliharaan tomat yang dilakukan sama seperti yang dilakukan pada tanaman cabai keriting, yakni penyulaman, pengajiran, penyiangan, pemupukan, dan pengandalian hama dan penyakit. Penyulaman dilakukan untuk mengganti bibit 60
yang mati dan pertumbuhannya lamban dengan bibit baru dari persemaian yang sama. Pengajiran dilakukan agar tanaman tetap tumbuh tegak. Penyiangan dilakukan untuk membersihkan gulma di sekitar tanaman. Pemupukan dilakukan untuk menjaga tingkat kesuburan tanah sehingga tanaman tomat memperoleh nutrisi yang cukup. Pemupukan dilakukan sebanyak enam kali. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan menyemprotkan obat-obatan. Penyemprotan dilakukan secara rutin, yakni sekali dalam seminggu agar tanaman terhindar dari kerusakan akibat hama dan penyakit tanaman. Tahap terakhir adalah panen dan pasca panen. Pada umumnya, tanaman tomat dapat dipanen pada saat tanaman sudah berusia 65 hari. Frekuensi pemanenan mampu mencapai 10-14 kali hingga tanaman berusia tiga bulan. Satu tanaman tomat mampu memproduksi sebanyak 3-4 kilogram. Hasil produksi tanaman cabai keriting akan dijual oleh petani ke Gapoktan Rukun Tani yang dimasukkan dalam kotak persegi yang terbuat dari papan. Satu kotak memuat 50 kilogram tomat. 5.4.4 Gambaran Umum Usahatani Jagung Manis Budidaya tanaman jagung manis diawali dengan pengolahan lahan. Pada tahap ini, dilakukan permbersihan lahan dari gulma dan tanaman sebelumnya. Selain itu, penggemburan tanah dan pembuatan bedengan juga dilakukan. Panjang bedengan yang dibuat adalah 10 m dengan lebar 120 cm dan tinggi 30 cm. Selanjutnya, dilakukan pembuatan lubang tanam dengan kedalaman 5 cm dan diberi pupuk kandang. Benih jagung manis kemudian dimasukkan ke dalam lubang tanam dengan jarak tanam sebesar 30 cm x 30 cm. Jarak tanam menentukan kualitas buah yang akan dihasilkan. Jika jarak tanam renggang, ukuran buah yang dihasilkan lebih besar. Kegiatan penanaman jagung relatif lebih sederhana dibandingkan jenis sayuran lainnya. Tahap perawatan tanaman jagung manis terdiri dari kegiatan pemupukan dan pengendalian hama dan penyakit tanaman. Kegiatan pemupukan dilakukan sebanyak dua kali, yaitu ketika tanaman berumur 10 hari dan 30 hari. Pupuk yang diberikan adalah pupuk kimia. Hama dan penyakit yang mengganggu pertumbuhan jagung manis dapat dikendalikan dengan penyemprotan obat-obatan 61
kepada tanaman. Frekuensi penyemprotan dilakukan berdasarkan ada atau tidaknya penyakit yang menyerang. Penyemprotan pertama dilakukan ketika tanaman berumur 15 hari. Setelah berumur 90-95 hari, tanaman jagung siap untuk dipanen. Tanaman jagung manis hanya dapat dipanen sebanyak satu kali. Hal ini berbeda dengan jenis sayuran lain yang dapat dipanen sebanyak lebih dari satu kali. Jagung yang sudah dipanen dimasukkan ke dalam karung dan kemudian akan dijual ke Gapoktan Rukun Tani. 5.4.5 Gambaran Umum Usahatani Kacang Panjang Tahap pertama dalam usahatani kacang panjang adalah pengolahan lahan. Lahan dibersihkan dari gulma dan sisa tanaman sebelumnya. Kemudian lahan digemburkan, diberikan pupuk kandang, dan dilakukan pembuatan bedengan. Bedengan dibuat dengan ukuran panjang 10 m, lebar 50 cm, dan tinggi 30 cm. Setelah pembuatan bedengan, dilakukan pembuatan lubang tanam. Lubang tanam dibuat sesuai dengan jarak tanam kacang panjang, yaitu 40 cm x 50 cm dan diberi pupuk kandang. Tahap berikutnya adalah kegiatan penanaman. Benih kacang panjang dimasukkan ke dalam lubang tanam yang telah disediakan. Benih kacang panjang dimasukkan sebanyak dua biji pada setiap lubang tanam. Pemeliharaan yang dilakukan pada tanaman kacang panjang adalah pemasangan ajir, pemupukan, dan pengendalian hama dan penyakit tanaman. Pemasangan ajir dilakukan agar tanaman kacang panjang menjalar ke atas mengikuti ajir tersebut. Pemupukan dilakukan sebanyak dua kali, yaitu ketika kacang panjang berusia 10 hari dan 30 hari. Pupuk yang diberikan adalah pupuk kimia. Hama dan penyakit tanaman kacang panjang dapat dikendalikan dengan penyemprotan obat-obatan yang dilakukan hingga lima kali. Penyemprotan pertama dilakukan ketika tanaman berumur 10 hari. Penyemprotan selanjutnya dilakukan setiap sekali dalam seminggu. Tanaman kacang panjang dapat dipanen ketika sudah berusia 55-60 hari. Pemanenan dapat dilakukan sebanyak 14 kali dengan jarak panen selama tiga atau empat hari. Kacang panjang yang dipanen diikat dengan menggunakan karet
62
gelang, dimana satu ikat memiliki berat satu kilogram. Ikatan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam karung dan dijual ke Gapoktan Rukun Tani. 5.4.6 Gambaran Umum Usahatani Buncis Kegiatan usahahatani buncis hampir sama dengan kegiatan usahatani kacang panjang. Tahap pertama yang dilakukan adalah pengolahan lahan. Pengolahan lahan dilakukan untuk membersihkan lahan dari gulma dan sisa tanaman lainnya, penggemburan, dan pembuatan bedengan. Penggemburan tanah dilakukan dengan mencangkul dan membalikkan tanah, kemudian diberikan pupuk kandang. Sedangkan ukuran bedengan yang dibuat adalah 10 untuk panjang, lebar 50 cm, dan tinggi 30 cm. Pada tahap ini, kegiatan pembuatan lubang tanam dilakukan dengan kedalaman 4-6 cm. Tahap selanjutnya adalah penanaman. Benih buncis ditanam pada lubang tanam yang memiliki jarak tanam 20 cm x 30 cm. Benih kacang panjang dimasukkan sebanyak dua biji pada setiap lubang tanam. Setelah penanaman, hal yang harus diperhatikan adalah perawatan tanaman buncis. Kegiatan pemeliharaan meliputi pemupukan, pemasangan ajir, serta pengendalian hama dan penyakit. Pemupukan bertujuan untuk memberikan tambahan unsur hara bagi tanaman. Pemupukan dilakukan sebanyak dua kali, yaitu ketika tanaman buncis berumur 10 hari dan 30 hari. Pemasangan ajir dilakukan dengan menancapkan ajir di dekat tanaman dengan tujuan agar tanaman buncis dapat tumbuh dengan tegak. Pengendalian hama dan penyakit tanaman dilakukan
melalui
penyemprotan
obat-obatan
kepada
tanaman
buncis.
Penyemprotan dilakukan sebanyak enam kali. Penyemprotan pertama dilakukan ketika tanaman buncis berusia 10 hari. Penyemprotan berikutnya dilakukan secara rutin, yaitu sekali dalam seminggu. Pemanenan buncis dapat dilakukan pada saat tanaman berumur 50-60 hari. Pemanenan dapat dilakukan hingga 15 kali yang dilakukan secara bertahap setiap 2 atau 3 hari sekali. Hasil pemanenan buncis dimasukkan ke dalam karung dan dijual ke Gapoktan Rukun Tani. 5.4.7 Gambaran Umum Usahatani Caisin Sama seperti jenis sayuran lainnya, kegiatan budidaya sayuran caisin dimulai dengan pengolahan lahan. Pengolahan lahan yang dilakukan adalah 63
pembersihan lahan, penggemburan, dan pembuatan bedengan. Pembersihan lahan yang dimaksudkan adalah membersihkan lahan dari gulma dan sisa tanaman sebelumnya. Penggemburan tanah dilakukan dengan cara mencangkul tanah agar tanah pada lapisan dalam dapat terangkat ke permukaan. Setelah lahan digemburkan, dilakukan pembuatan bedengan. Bedengan dibuat dengan ukuran panjang 10 m, lebar 120 cm, dan tinggi 30 cm. Untuk budidaya caisin, persemaian benih tidak dibutuhkan. Benih caisin langsung di tanam pada lubang tanam dengan jarak tanam 20 x 20 cm. Benih dimasukkan ke dalam lubang tanam dan ditutupi dengan pupuk kandang. Tahap selanjutnya adalah pemeliharaan. Pemeliharan yang dilakukan meliputi
penyiraman,
penyulaman
dan
penyiangan,
pemupukan,
serta
pengendalian hama dan penyakit. Penyiraman dilakukan untuk menjaga ketersediaan air yang dibutuhkan oleh tanaman caisin. Penyulaman dilakukan bersamaan dengan penyiangan. Penyulaman dilakukan untuk mengganti tanaman yang mati kemudian ditanam kembali bibit caisin yang berasal dari tanaman caisin yang tumbuh banyak dalam satu lubang tanam. Penyiangan dilakukan untuk membersihkan gulma yang mengganggu. Pemupukan tanaman caisin dilakukan sebanyak 2-3 kali selama satu kali musim tanam, yaitu pada umur 7 hari dan 25 hari. Pengendalian hama dan penyakit yang menyerang dilakukan dengan penyemprotan obat-obatan. Penyemprotan dilakukan sebanyak 4-5 kali dalam satu kali musim tanam dengan priode seminggu sekali. Penyemprotan pertama dilakukan setelah tanaman berusia 35 hari. Pemanenan caisin dilakukan sebanyak 1-2 kali. Panen pertama dilakukan setelah tanaman berumur 35 hari Panen kedua dilakukan 10 hari setelah panen pertama, yaitu pada umur 45 hari. Pemanenan dilakukan pada pagi hari agar caisin yang dipenen tidak layu terkena panas matahari terik. Sayur caisin yang dipanen dimasukkan ke dalam karung dengan kapasitas 50 kilogram per karung. Hasil panen petani caisin dujual ke Gapoktan Rukun Tani.
64
VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI 6.1
Penerimaan Usahatani Penerimaan usahatani merupakan nilai yang diperoleh dari total produksi
usahatani sayuran per hektar yang dikelola oleh petani di Kelompok Tani Pondok Menteng dalam satu tahun. Nilai penerimaan merupakan hasil perkalian jumlah produksi dengan harga jual sayuran. Harga jual sayuran ditetapkan oleh Gapoktan Rukun Tani, yaitu tempat dimana para petani menjual hasil produksi sayurannya. Penerimaan rata-rata usahatani sayuran per hektar petani luas dan petani sempit dapat dilihat pada Tabel 25. Tabel 25. Penerimaan Usahatani Per Hektar Per Tahun Petani Luas dan Petani Sempit di Kelompok Tani Pondok Menteng Agustus 2011-Juli 2012 No
1 2 3
Petani Luas
Jenis Sayuran
MT I
MT II
Petani Sempit MT III
MT I
MT II
MT III
Cabai Keriting Buncis
-
-
32,622,419
-
-
-
10,671,377
-
5,480,308
16,835,359
7,372,745
6,430,364
14,264,154
-
7,593,785
11,113,613
-
7,997,647
Kacang Panjang
4
Tomat
2,396,923
9,098,385
-
4,403,961
21,986,314
2,152,941
5
Timun
-
1,510,062
1,498,077
-
1,237,235
4,335,779
-
2,007,423
2,546,731
1,787,118
2,683,950
8,049,667
Caisin
13,595,747
13,649,789
11,264,559
16,090,420
16,090,420
14,977,143
Total
40,928,202
26,265,659
61,005,878
50,230,471
49,370,664
43,943,541
6 7
Jagung manis
Berdasarkan Tabel 25, diketahui bahwa penerimaan usahatani petani luas dan petani sempit bervariasi. Petani sempit memiliki penerimaan yang lebih besar daripada petani luas untuk setiap musim tanam. Hal ini menunjukkan bahwa produktivitas usahatani sayuran petani sempit lebih tinggi dibandingkan dengan petani luas. Penerimaan terbesar diperoleh oleh petani luas, yaitu sebesar Rp 61.005.878 pada MT III. Sedangkan pada MT I dan MT II, penerimaan petani luas adalah sebesar Rp 40.928.202 dan Rp 26.265.659. Komoditas cabai keriting merupakan komoditas unggulan petani luas. Hal ini dapat dilihat dari angka
penerimaan dari komoditas cabai keriting, dimana komoditas cabai keriting memberikan penerimaan yang terbesar pada MT III, yaitu sebesar 32.622.419. Total penerimaan petani sempit pada MT I, MT II, dan MT III berturutturut adalah Rp 50.230.471, Rp 49.370.664, dan Rp 43.943.541. Pada petani sempit, penerimaan terbesar pada MT I berasal dari komoditas buncis sebesar Rp 16.835.359 dengan pendapatan terkecil dari komoditas jagung manis sebesar Rp 1,787,118. Pada MT II, penerimaan terbesar berasal dari komoditas tomat sebesar Rp 21.986.314 dan penerimaan terkecil sebesar Rp 1.237.235 dari tanaman timun. Penerimaan terbesar pada MT III berasal dari komoditas caisin sebesar Rp 14.977.143 dan pendapatan terkecil dari tomat sebesar Rp 2.152.941.
6.2
Pengeluaran Usahatani Pengeluaran usahatani sayuran petani di Kelompok Tani Pondok Menteng
terdiri dari biaya-biaya input seperti bibit, pupuk, dan obat-obatan, biaya tenaga kerja, dan sewa lahan. Bibit, pupuk, dan obat-obatan yang digunakan oleh petani sebagian besar diperoleh dari Gapoktan Rukun Tani. Tenaga kerja yang digunakan dalam kegiatan usahatani sayuran di Kelompok Tani Pondok Menteng adalah tenaga kerja luar keluarga yang terdiri dari tenaga kerja pria dan tenaga kerja wanita. Penggunaan rata-rata input usahatani sayuran di Kelompok Tani Pondok Menteng dapat dilihat pada Tabel 26. Berdasarkan Tabel 26, dapat diketahui bahwa komponen biaya terbesar untuk petani luas dan petani sempit adalah biaya tenaga kerja. Biaya tenaga kerja pada petani sempit lebih besar dibandingkan dengan petani luas. Hal ini terjadi karena petani sempit mengharapkan penerimaan yang lebih tinggi dari kegiatan usahataninya. Namun, keterbatasan tenaga kerja keluarga menyebabkan petani harus menggunakan tenaga kerja luar keluarga yang menimbulkan bertambahnya biaya tenaga kerja keluarga. Upah tenaga kerja yang diberikan oleh petani adalah Rp 20.000,00 hingga Rp 32.000,00 per hari untuk tenaga kerja pria dan Rp 10.000,00 hingga Rp Rp 16.000,00 per hari untuk tenaga kerja wanita.
66
Tabel 26. Penggunaan Input Usahatani Sayuran Per Hektar Golongan Petani Luas dan Petani Sempit di Kelompok Tani Pondok Menteng Agustus 2011-Juli 2012 No
Uraian
Petani Luas
Petani Sempit
MT I
MT II
MT III
MT I
MT II
MT III
1
Benih
1,039,816
1,088,023
2,216,167
1,172,444
2,086,611
1,424,965
2
Pupuk
8,182,952
5,160,634
10,528,920
7,902,210
8,545,405
7,063,405
3
Obat-obatan
2,627,379
1,561,327
5,523,870
2,783,535
2,712,576
2,584,046
4
Tenaga Kerja
20,490,399
11,734,105
24,686,091
31,439,559
27,503,592
25,445,861
5
Sewa Lahan
2,163,194
2,163,194
2,163,194
1,766,111
1,766,111
1,766,111
6
Perlengkapan
3,051,274
1,817,193
7,183,644
3,110,861
2,407,395
3,153,718
965,387
965,387
965,387
252,355
252,355
252,355
38,520,401
24,489,864
53,267,274
48,427,076
45,274,045
41,690,462
7
Penyusutan Peralatan Total
Komponen biaya terkecil adalah penyusutan peralatan, baik untuk petani luas maupun petani sempit. Dalam hal ini, biaya penyusutan peralatan petani luas lebih besar jika dibandingkan dengan petani sempit. Hal tersebut terjadi karena jumlah peralatan yang dimiliki oleh petani luas lebih banyak daripada petani sempit. Pada umumnya, para buruh tani membawa peralatan sendiri pada saat melakukan kegiatan usahatani. Sehingga petani tidak perlu menyediakan peralatan dalam jumlah yang banyak. Umur ekonomis peralatan yang dimiliki oleh petani relatif sama. Adapun jenis peralatan yang digunakan dalam kegiatan usahatani sayuran di Kelompok Tani Pondok Menteng terdiri dari cangkul dengan umur ekonomis empat tahun, koret dengan umur ekonomis tiga tahun, parang dengan umur ekonomis tiga tahun, ember dengan umur ekonomis satu tahun, ajir dengan umur ekonomis satu tahun, dan sprayer dengan umur ekonomis empat tahun. Besarnya biaya pengadaan benih tergantung pada jenis sayuran yang diusahakan, dimana harga benih untuk setiap jenis sayuran berbeda. Harga benih cabai keriting adalah Rp 120.000,00 per sachet, buncis seharga Rp 30.000,00 per liter, kacang panjang seharga Rp 135.000,00 per kilogram, tomat seharga Rp 120.000,00 per sachet, timun seharga Rp 33.000,00 per sachet, jagung manis seharga Rp 135.000,00 per kilogram untuk jenis Jambore, seharga Rp 370.000,00 per kilogram untuk jenis Bonanza, seharga Rp 180.000,00 untuk jenis Sweetboy, dan caisin seharga Rp 100.000,00 per kilogram. Jumlah biaya pengadaan benih petani sempit lebih besar jika dibandingkan dengan petani luas. Hal ini terjadi 67
karena petani sempit kurang mampu mengukur kebutuhan pupuk yang akan digunakan. Pupuk yang digunakan terdiri dari pupuk kandang dan pupuk kimia. Pupuk kandang yang digunakan berasal dari kotoran ternak yang telah diolah terlebih dahulu. Harga pupuk kandang adalah Rp 280 per kilogram. Pupuk kimia terdiri dari NPK dengan harga Rp 2.500 per kilogram, Urea dengan harga Rp 1.740 per kilogram, SP 36 dengan harga Rp 1.500 per kilogram, KCL dengan harga Rp 1.700 per kilogram, TSP dengan harga Rp 1.200 per kilogram, ZA dengan harga Rp 1.700 per kilogram, dan kapur Dolomit dengan harga Rp 300 per kilogram. Dalam pengendalian hama dan penyakit tanaman, pada umumnya petani melakukan kegiatan penyemprotan. Adapun jenis obat-obatan yang digunakan antara lain Curacrol, Lanet, Antracol, Pelengket, Atonik, Supergro, Decis, Cardan, Sevin, Agrimex, Winder, Delouise, Gandazil D, Gandazil B, Detan, Bion M, dan Puradan. Besarnya biaya yang dikeluarkan dalam pengadaan pupuk dan obatobatan pada petani luas dan petani sempit relatif sama. Hal tersebut tergantung pada kebiasaan petani dalam menggunakan pupuk dan obat-obatan. Komponen biaya lain yang dikeluarkan oleh petani adalah biaya sewa lahan dan biaya perlengkapan. Sewa lahan yang dibebankan kepada petani berbeda berdasarkan lokasi dan keadaan lahan. Lahan yang dekat dengan pemukiman dan sumber air, biasanya dikenakan biaya sewa yang lebih mahal. Biaya perlengkapan yang dikeluarkan tergantung pada jenis perlengkapan yang digunakan. Perlengkapan yang digunakan oleh petani terdiri dari karung, mulsa, tali rapia, dan karet gelang. Karung digunakan sebagai wadah sayuran pada saat pemanenan, mulsa digunakan untuk menutupi bedengan cabai keriting pada saat persemaian, tali rapia untuk mengikatkan batang tanaman pada ajir yang dipasang agar tanaman tumbuh dengan tegak. Karet gelang digunakan untuk mengikat hasil panen kacang panjang, dimana satu ikat terdiri dari satu kilogram.
6.3
Pendapatan Usahatani dan R/C Ratio Pendapatan usahatani merupakan salah satu indikator dari keberhasilan
kegiatan usahatani. Pendapatan usahatani juga dapat memberikan gambaran mengenai keuntungan dari kegiatan usahatani. Pendapatan usahatani sayuran di 68
Kelompok Tani Pondok Menteng merupakan selisih dari penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan oleh petani dalam kegiatan usahatani yang dilakukan. Selain analisis terhadap pendapatan usahatani, analisis R/C ratio juga dilakukan dalam penelitian ini untuk melihat berapa penerimaan yang akan diperoleh petani dari setiap biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan usahatani sayuran. Analisis R/C ratio juga digunakan untuk melihat keberhasilan usahatani petani responden. Pendapatan usahatani dan R/C ratio per hektar golongan petani luas dan petani sempit di Kelompok Tani Pondok Menteng dapat dilihat pada Tabel 27. Tabel 27. Pendapatan Usahatani Sayuran Per Hektar Golongan Petani Luas dan Petani Sempit di Kelompok Tani Pondok Menteng Agustus 2011-Juli 2012 No
Uraian
Petani Luas
Petani Sempit
MT I
MT II
MT III
MT I
MT II
MT III
1
Penerimaan
40,928,202
26,265,659
61,005,878
50,230,471
49,370,664
43,943,541
2
Total Biaya
38,520,401
24,489,864
53,267,274
48,427,076
45,274,045
41,690,462
3
Pendapatan
2,407,801
1,775,795
7,738,604
1,803,395
4,096,619
2,253,078
4
R/C Ratio
1.06
1.07
1.15
1.04
1.09
5
R/C Ratio
1.10
1.05
1.06
Usahatani petani luas mampu memberikan keuntungan yang lebih tinggi daripada petani sempit. Hal ini dapat dilihat dari nilai pendapatan dan nilai R/C petani luas yang yang lebih besar daripada petani sempit. Pendapatan terbesar diperoleh oleh petani luas pada MT III, yaitu sebesar Rp 7.738.604. Hal ini terjadi karena pada musim tanam tersebut, petani luas melakukan kegiatan usahatani cabai keriting, dimana rata-rata nilai jual cabai keriting lebih tinggi dibandingkan sayuran lainnya. Sedangkan petani sempit tidak mengusahakan cabai keriting karena adanya keterbatasan lahan dan biaya yang cukup tinggi dalam mengusahakan cabai keriting. Meskipun penerimaan petani sempit lebih besar dibandingkan dengan petani luas, namun pendapatan petani luas lebih besar daripada petani sempit. Hal tersebut terjadi karena total biaya yang dikeluarkan oleh petani sempit juga lebih besar. Seperti yang telah diuraikan pada Tabel 26, biaya input terbesar yang dikeluarkan oleh petani sempit adalah biaya tenaga kerja. Besarnya biaya tenaga 69
kerja yang dikeluarkan terjadi karena petani sempit berusaha untuk meningkatkan pendapatan usahataninya. Petani sempit melakukan perawatan berupa pemupukan dan penyemprotan pestisida dengan frekuensi yang lebih besar, sehingga membutuhkan tenaga kerja untuk melakukan kegiatan tersebut. Penggunaan tenaga kerja tersebut berdampak pada bertambahnya biaya tenaga kerja yang harus dikeluarkan sehingga tingkat pendapatannya pun berkurang. Berdasarkan nilai R/C yang diperoleh, penerimaan terhadap biaya yang dikeluarkan oleh petani luas dan petani kecil tidak berbeda jauh. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani sayuran yang dilakukan oleh petani luas memberikan penerimaan yang relatif sama dengan petani sempit. Nilai R/C petani luas adalah 1,10 yang artinya, dari setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan dapat menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1,10. Sedangkan nilai R/C ratio petani sempit adalah 1,06 yang artinya, dari setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan oleh petani sempit dapat menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1,06. Analisis pendapatan dan R/C ratio lebih jauh dianalisis per petani. Hal ini dilakukan untuk mengetahui keadaan usahatani per petani. Hasil analisis menunjukkan bahwa penerimaan rata-rata, maksimal dan minimum petani sempit lebih besar daripada petani luas. Hal ini menunjukkan bahwa produktivitas usahatani sayuran yang dilakukan oleh petani sempit lebih tinggi daripada petani luas. Sedangkan biaya usahatani rata-rata petani sempit lebih besar daripada petani luas. Perbedaan biaya ini dipengaruhi oleh penggunaan input dan tenaga kerja usahatani. Selain itu, petani sempit juga memiliki pendapatan yang lebih tinggi daripada petani luas baik pada pendapatan rata-rata maupun pendapatan maksimumya. Nilai rata-rata R/C ratio petani luas adalah 1,17 dengan nilai maksimal sebesar 1,44 dan nilai minimal sebesar 0.65. Sedangkan nilai rata-rata R/C ratio petani sempit adalah 1,22 dengan nilai maksimal sebesar 1,65 dan nilai minimal sebesar 0,65. Hal ini menunjukkan bahwa petani sempit lebih efisien daripada petani luas jika dilihat dari R/C ratio rata-ratanya. Perbedaan nilai R/C ratio petani luas dan petani sempit dapat dijelaskan dengan melihat faktor-faktor produksi yang digunakan. Penggunaan pupuk dan benih petani sempit lebih besar daripada petani luas. Penggunaan tenaga kerja petani sempit juga lebih banyak daripada petani luas. Hal ini menunjukkan bahwa 70
pemeliharaan yang dilakukan petani sempit lebih intensif sehingga mampu menghasilkan penerimaan yang besar. Hasil analisis pendapatan dan R/C ratio per petani dapat dilihat pada Tabel 28. Tabel 28. Penerimaan, Biaya, Pendapatan, dan R/C Ratio Per Hektar Per Tahun Petani Luas dan Petani Sempit di Kelompok Tani Pondok Menteng Agustus 2011-Juli 2012 No 1
2
3
Uraian
Petani Luas
Petani Sempit
n= 13
n=17
Penerimaan Maksimal
155,775,000
197,320,000
Minimal
102,317,500
117,108,000
Rata-rata
128,199,738
134,731,396
Maksimal
199,942,667
282,276,583
Minimal
81,231,992
70,863,167
Rata-rata
115,416,198
117,077,921
42,675,708.33
64,872,541.67
Minimal
(69,932,666.67)
(99,899,916.67)
Rata-rata
12,783,539.54
17,653,474.82
Maksimal
1.44
1.65
Minimal
0.65
0.65
Rata-rata
1.17
1.22
Biaya
Pendapatan Maksimal
4
R/C Ratio
Berdasarkan hasil perhitungan indeks diversifikasi, petani sempit memiliki nilai tingkat diversifikasi yang lebih tinggi daripada petani luas. Hal ini menunjukkan bahwa petani sempit lebih berdiversifikasi daripada petani luas. Akan tetapi, pendapatan usahatani petani luas lebih besar daripada petani sempit. Artinya, hubungan antara diversifikasi dengan tingkat pendapatan tidak selalu positif. Nilai rata-rata indeks diversifikasi petani luas adalah 0,769 dengan nilai minimal sebesar 0,723 dan nilai maksimal sebesar 0,820. Sedangkan nilai indeks diversifikasi petani sempit adalah sebesar 0,800 dengan nilai minimal sebesar 0,788 dan nilai maksimal sebesar 0,821. Nilai indeks diversifikasi petani luas dan petani sempit dapat diihat pada Tabel 29.
71
Tabel 29. Indeks Diversifikasi Usahatani Petani Luas dan Petani Sempit di Kelompok Tani Pondok Menteng Agustus 2011-Juli 2012 Petani Luas
Petani Sempit
(n=13)
(n=17)
Minimal
0.723
0.788
Maksimal
0.820
0.821
Rata-rata
0.769
0.800
Uraian
Pada tingkat usahatani, diversifikasi dilakukan dengan tujuan untuk menghindari faktor risiko dan ketidakpastian, baik terhadap produksi maupun harga. Oleh karena itu, apabila petani tidak hanya mengusahakan satu jenis komoditi tertentu, maka variasi pendapatan akan lebih banyak. Dengan demikian, diversifikasi merupakan keputusan yang tepat untuk mengurangi risiko usahatani. Hasil perhitungan imbalan terhadap tenaga kerja (return to labor) dan imbalan terhadap modal (return to capital) petani luas dan petani sempit dapat dilihat pada Tabel 30. Berdasarkan Tabel 30 dapat diketahui bahwa nilai rata-rata imbalan terhadap tenaga kerja petani luas maupun petani sempit lebih tinggi dari nilai upah rata-rata tenaga kerja di Kelompok Tani Pondok Menteng, yakni Rp 18.000 per hari. Hal ini menunjukkan bahwa pilihan petani responden untuk melakukan kegiatan usahatani sayuran sudah tepat daripada menjadi buruh tani. Hasil perhitungan Return to Capital menunjukkan bahwa pilihan petani responden untuk menginvestasikan modalnya pada kegiatan usahatani yang dilakukan sudah tepat. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata Return to Capital yang lebih besar daripada nilai suku bunga pinjaman yang berlaku, yakni 9.06 persen (Suku Bunga Dasar Kredit, September 2012, Bank Indonesia). Tabel 30. Return to Labor dan Return to Capital Petani Luas dan Petani Sempit Agustus 2011-Juli 2012 Uraian
Petani Luas Return to Labor
Petani Sempit
Return to Capital
Return to Labor
Return to Capital
Maksimal
42,368.28
175.26
40,122.42
126.63
Minimal
7,823.07
(56.33)
9,412.75
(144.55)
Rata-rata
27,844.94
55.37
26,824.33
24.52
72
VII 7.1
OPTIMALISASI POLA TANAM SAYURAN
Penentuan Aktivitas Aktivitas usahatani sayuran yang dilakukan oleh Kelompok Tani Pondok
Menteng terdiri dari tiga musim tanam, yaitu Musim Tanam I (AgustusNovember), Musim Tanam II (Desember-Maret), dan Musim Tanam III (AprilJuli). Aktivitas-aktivitas tersebut terdiri dari aktivitas produksi, aktivitas pembelian pupuk, aktivitas penyewaan tenaga kerja, dan aktivitas penjualan hasil produksi. 7.1.1 Aktivitas Produksi Aktivitas produksi adalah kegiatan memproduksi sayuran yang akan dijual oleh petani. Aktivitas ini dapat berupa kegiatan memproduksi satu komoditas atau lebih pada waktu yang bersamaan. Aktivitas produksi diukur dalam satuan hektar lahan yang diusahakan. Nilai koefisien fungsi tujuan pada aktivitas produksi adalah rata-rata biaya produksi tanaman sayuran selain biaya pembelian pupuk dan sewa tenaga kerja. Biaya-biaya
tersebut
terdiri
dari
biaya
pembelian
benih,
obat-obatan,
perlengkapan, sewa lahan, dan penyusutan. Jumlah biaya lain yang diperlukan untuk setiap jenis sayuran di Kelompok Tani Pondok Menteng dapat dilihat pada Tabel 31. Tabel 31 menjelaskan jumlah biaya lain yang dibutuhkan dalam kegiatan usahatani sayuran. Pada tabel tersebut biaya lain yang dibutuhkan oleh tanaman cabai keriting lebih besar daripada tanaman lainnya. Hal ini disebabkan oleh harga benih dan obat-obatan yang dibutuhkan oleh cabai keriting lebih mahal daripada tanaman lainnya. Selan itu, tanaman cabai keriting juga membutuhkan perlengkapan tertentu berupa mulsa yang digunakan pada saat persemaian benih. Sedangkan jenis tanaman yang membutuhkan biaya lebih kecil adalah tanaman caisin. Hal ini disebabkan oleh harga benih yang lebih murah. Selain itu, caisin tidak membutuhkan obat-obatan dengan jenis dan jumlah yang banyak seperti tanaman lainnya.
Tabel 31. Jumlah Biaya Lain Per Hektar Golongan Petani Luas dan Petani Sempit di Kelompok Tani Pondok Menteng Agustus 2011-Juli 2012 No
Jenis Tanaman
Simbol
Musim Tanam
Biaya Lain (Rp) Petani Luas
Petani Sempit
1
Buncis + Caisin
BC1
1
4,356,941.24
4,167,850.96
2
Kacang Panjang + Caisin
KPC1
1
3,908,932.28
2,497,838.24
3
Tomat + Kacang Panjang
ToKP1
1
969,514.92
-
4
Caisin
C1
1
228,994.87
-
5
Jagung Manis + Caisin
JMC1
1
-
801,580.07
6
Tomat + Caisin
ToC1
1
-
890,815.36
7
Tomat + Caisin
ToC2
2
2,377,252.56
5,016,102.47
8
Caisin
C2
2
2,143,603.90
-
9
Tomat + Jagung Manis
ToJM2
2
631,382.48
-
10
Jagung Manis + Caisin
JMC2
2
514,247.86
1,285,958.33
11
Timun + Caisin
TiC2
2
649,366.45
477,395.42
12
Buncis + Caisin
BC2
2
-
1,718,369.28
13
Kacang Panjang + Caisin
KPC3
3
2,106,051.28
1,975,685.46
14
Cabai Keriting + Caisin
CKC3
3
8,046,496.04
-
15
Cabai Keriting + Buncis
CKB3
3
3,494,214.10
-
16
Cabai Keriting + Jagung Manis
CKJM3
3
2,349,083.33
-
17
Timun + Caisin
TiC3
3
669,094.02
1,564,639.71
18
Jagung Manis + Caisin
JMC3
3
968,652.78
3,627,496.27
19
Buncis + Tomat
BTo3
3
-
849,764.47
20
Buncis + Caisin
BC3
3
-
436,388.07
7.1.2 Aktivitas Pembelian Pupuk Aktivitas pembelian pupuk merupakan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan pupuk dalam kegiatan produksi sayuran selama setahun. Aktivitas pembelian pupuk dibedakan berdasarkan musim tanam dan jenis pupuk yang digunakan. Adapun jenis pupuk yang digunakan oleh petani sayuran di Kelompok Tani Pondok Menteng adalah pupuk kandang dan pupuk kimia yang terdiri dari NPK, Urea, SP 36, KCL, TSP, ZA, dan kapur Dolomit. Pupuk-pupuk tersebut diperoleh oleh petani dari Gapoktan Rukun Tani. Nilai koefisien fungsi tujuan sama dengan harga beli per kilogram pupuk yang dinyatakan dalam satuan rupiah dan dinyatakan dengan tanda negatif. Rincian harga pupuk di Gapoktan Rukun Tani per kilogram berdasarkan jenisnya dapat dilihat pada Tabel 32.
74
Tabel 32. Data Harga Pupuk Per Kilogram di Gapoktan Rukun Tani Agustus 2011-Juli 2012 No
Jenis Pupuk
Simbol
Musim Tanam
Harga (Rp/Kg)
1
Pupuk Kandang
P11
1
280
2
NPK
P21
1
2,500
3
Urea
P31
1
1,740
4
SP 36
P41
1
1,500
5
KCL
P51
1
1,700
6
TSP
P61
1
1,200
7
ZA
P71
1
1,700
8
Dolomit
P81
1
300
9
Pupuk Kandang
P12
2
280
10
NPK
P22
2
2,500
11
Urea
P32
2
1,740
12
SP 36
P42
2
1,500
13
KCL
P52
2
1,700
14
TSP
P62
2
1,200
15
ZA
P72
2
1,700
16
Dolomit
P82
2
300
17
Pupuk Kandang
P31
3
280
18
NPK
P32
3
2,500
19
Urea
P33
3
1,740
20
SP 36
P34
3
1,500
21
KCL
P35
3
1,700
22
TSP
P36
3
1,200
23
ZA
P37
3
1,700
24
Dolomit
P38
3
300
Sumber: Gapoktan Rukun Tani, 2012 (diolah)
7.1.3 Aktivitas Menyewa Tenaga Kerja Aktivitas menyewa tenaga kerja merupakan kegiatan penggunaan tenaga kerja luar keluarga untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja dalam kegiatan produksi sayuran apabila tenaga kerja keluarga tidak mencukupi. Aktivitas menyewa tenaga kerja dibedakan atas jenis tenaga kerja dan musim tanam. Jenis tenaga kerja yang digunakan adalah tenaga kerja pria dan tenaga kerja wanita. Musim tanam dibedakan menjadi MT I, MT II, dan MT III. Nilai koefisien fungsi tujuan sama dengan tingkat upah per hari kerja dengan satuan rupiah dan 75
dinyatakan dengan tanda negatif. Tingkat upah tenaga kerja pria dan tenaga kerja wanita di Kelompok Tani Pondok Menteng dapat dilihat pada Tabel 33. Tabel 33. Tingkat Upah Tenaga Kerja Pria dan Tenaga Kerja Wanita di Kelompok Tani Pondok Menteng Agustus 2011-Juli 2012 No
Jenis Tenaga Kerja
Simbol
Musim Tanam
Upah (Rp/Hari)
1
Tenaga Kerja Pria
TKP1
1
24,000
2
Tenaga Kerja Wanita
TKW1
1
12,000
3
Tenaga Kerja Pria
TKP 2
2
24,000
4
Tenaga Kerja Wanita
TKW2
2
12,000
5
Tenaga Kerja Pria
TKP3
3
24,000
6
Tenaga Kerja Wanita
TKW3
3
12,000
Berdasarkan Tabel 33, diketahui bahwa upah tenaga kerja pria lebih tinggi daripada upah tenaga kerja wanita. Upah tenaga tenaga kerja wanita hanya 50 persen dari upah tenaga kerja pria. Hal ini terjadi karena pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga kerja pria lebih berat daripada pekerjaan tenaga kerja wanita. Pada umumnya, pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga kerja pria adalah pemasangan mulsa, pengolahan lahan, pemasangan ajir, dan penyemprotan. Sedangkan pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga kerja wanita adalah persemaian benih, penanaman benih, penyiangan, pemupukan, dan pemanenan. Lama bekerja antara tenaga kerja pria dan tenaga kerja wanita sama, yaitu lima jam per hari mulai dari pukul 07.00 WIB sampai dengan 12.00 WIB. 7.1.4 Aktivitas Penjualan Aktivitas penjualan merupakan kegiatan penjualan semua hasil produksi sayuran. Produksi sayuran dijual dalam satuan kilogram. Nilai koefisien fungsi tujuan sama dengan harga jual sayuran per kilogram yang dinyatakan dalam rupiah dengan tanda positif. Para petani di Kelompok Tani Pondok Menteng menjual hasil produksi sayurannya ke Gapoktan Rukun Tani. Adapun daftar harga jual rata-rata sayuran di Gapoktan Rukun Tani dapat dilihat pada Tabel 34.
76
Tabel 34. Daftar Harga Jual Rata-rata Sayuran di Gapoktan Rukun Tani Agustus 2011-Juli 2012 No
Jenis Sayuran
Simbol
Musim Tanam
Harga (Rp/Kg)
CK1
1
11,000
B1
1
4,500
1
Cabai Keriting
2
Buncis
3
Kacang Panjang
KP1
1
4,500
4
Tomat
To1
1
1,500
5
Timun
Ti1
1
1,875
6
Jagung manis
JM1
1
2,250
7
Caisin
C1
1
988
8
Cabai Keriting
CK2
2
10,500
9
Buncis
B2
2
3,500
10
Kacang Panjang
KP2
2
2,750
11
Tomat
To2
2
1,750
12
Timun
Ti2
2
1,125
13
Jagung manis
JM2
2
1,175
14
Caisin
C2
2
825
15
Cabai Keriting
CK3
3
12,000
16
Buncis
B3
3
3,875
17
Kacang Panjang
KP3
3
3,875
18
Tomat
To3
3
1,875
19
Timun
Ti3
3
1,675
20
Jagung manis
JM3
3
1,250
21
Caisin
C3
3
1,500
Sumber: Gapoktan Rukun Tani, 2012 (diolah)
Berdasarkan uraian tersebut, maka model Linear Programming fungsi tujuan golongan petani luas dan petani sempit dapat dituliskan dalam persamaan pada Lampiran 10 dan Lampiran 11.
7.2
Penentuan Kendala Jenis kendala dalam penelitian ini terdiri dari kendala lahan, kendala
transfer pembelian pupuk, kendala tenaga kerja keluarga, kendala transfer penjualan, dan kendala modal sendiri. 7.2.1 Kendala Lahan Kendala lahan adalah ketersediaan lahan yang digunakan untuk kegiatan usahatani sayuran pada setiap musim dalam satu tahun. Luasan lahan yang 77
digunakan dalam analisis optimalisasi adalah satu hektar sehingga nilai koefisien dari kendala lahan bernilai satu. Sedangkan nilai ruas kanan (right hand side) lahan merupakan rata-rata luas lahan yang tersedia untuk diusahakan oleh petani. Lahan yang tersedia untuk petani luas adalah sebesar 6,746 m2 atau 0,6746 hektar. Sedangkan ketersediaan lahan golongan petani sempit adalah sebesar 1,365 m2 atau 0,1365 hektar. 7.2.2 Kendala Transfer Pembelian Pupuk Kendala transfer pembelian pupuk merupakan pemindahan (transfer) pupuk dari aktivitas produksi ke aktivitas pembelian pupuk. Besarnya jumlah pupuk yang digunakan harus lebih kecil atau sama dengan jumlah pupuk yang dibeli. Satuan kendala transfer pembelian pupuk adalah kilogram. Nilai koefisiennya merupakan rata-rata kebutuhan pupuk per hektar untuk setiap musim tanam. Kebutuhan rata-rata pupuk per hektar golongan petani luas dan petani sempit di Kelompok Tani Pondok Menteng dapat dilihat pada Lampiran 13 dan Lampiran 14. 7.2.3 Kendala Tenaga Kerja Keluarga Kendala tenaga kerja keluarga adalah ketersediaan tenaga kerja keluarga yang digunakan dalam kegiatan produksi sayuran dalam setahun. Tenaga kerja dibedakan berdasarkan jenis kelamin dan musim tanam. Pembedaan menurut jenis kelamin terdiri dari tenaga kerja pria dan tenaga kerja wanita. Sedangkan pembedaan menurut musim tanam adalah MT I, MT II, dan MT III. Besarnya ketersediaan tenaga kerja dihitung berdasarkan konsep angkatan kerja yang tersedia pada rumah tangga petani dengan asumsi bahwa jumlah hari kerja efektif untuk pria adalah 300 hari dalam setahun dan jumlah hari kerja untuk wanita adalah 220 hari dalam setahun (Rukasah, 1974 dalam Sunarno). Dalam penelitian ini terdapat tiga musim tanam. Dengan demikian, jumlah ketersediaan tenaga kerja dalam satu musim tanam adalah 100 hari untuk pria dan 73.33 untuk wanita. Nilai koefisien tenaga kerja merupakan kebutuhan rata-rata tenaga kerja per hektar dan dinyatakan dengan tanda positif. Rata-rata kebutuhan tenaga kerja per hektar golongan petani luas dapat dilihat pada Tabel 35.
78
Tabel 35. Kebutuhan Rata-rata Tenaga Kerja Per Hektar Golongan Petani Luas Kelompok Tani Pondok Menteng Agustus 2011-Juli 2012 MT I No
Pola
MT II
HOK
Pola
MT III
HOK
HOK
Pola
Tanam
HKP
HKW
Tanam
HKP
HKW
Tanam
HKP
1
B+C
292.87
176.46
To+C
142.14
97.56
KP+C
106.74
60.87
2
KP+C
195.27
138.44
C
112.42
64.69
CK+C
303.65
241.07
3
To+KP
123.80
67.55
To+JM
31.85
22.69
CK+B
138.38
81.31
4
C
49.81
30.09
JM+C
40.19
9.42
CK+JM
124.29
41.03
Ti+C
30.77
6.54
Ti+C
66.35
36.15
JM+C
10.50
12.69
5 6
HKW
Rata-rata kebutuhan tenaga kerja per hektar golongan petani sempit lebih besar daripada golongan petani luas. Hal ini terjadi karena perawatan yang dilakukan oleh petani sempit juga lebih intensif, sehingga membutuhkan lebih banyak tenaga kerja. Adapun rata-rata kebutuhab tenaga kerja per hektar petani sempit dapat dilihat pada Tabel 36. Tabel 36.
Kebutuhan Rata-rata Tenaga Kerja Per Hektar Golongan Petani Sempit Kelompok Tani Pondok Menteng Agustus 2011-Juli 2012 MT I
No
1 2 3 4
Pola Tanam KP+C B+C JM+C To+C
MT II
HOK HKP
HKW
384.22
117.06
546.18
222.61
62.06
10.59
167.45
52.16
Pola Tanam To+C B+C JM+C Ti+C
MT III
HOK HKP
HKW
610.50
267.51
288.92
84.71
145.38
38.66
48.24
19.41
Pola Tanam KP+C Ti+C B+To JM+C B+C
5
HOK HKP
HKW
328.63
101.18
215.18
87.48
124.37
57.98
283.05
68.29
18.82
13.53
7.2.4 Kendala Transfer Penjualan Kendala transfer penjualan merupakan kegiatan pemindahan hasil dari aktivitas produksi ke aktivitas penjualan. Jumlah sayuran yang dijual harus lebih kecil atau sama dengan jumlah yang diproduksi. Satuan kendala transfer penjualan adalah kilogram. Nilai koefisien transfer penjualan sama dengan rata-rata produksi sayuran per hektar yang dinyatakan dengan tanda negatif. Jumlah produksi sayuran per hektar golongan petani luas dapat dilihat pada tabel 37. 79
Tabel 37. Produksi Rata-rata Sayuran Per Hektar Golongan Petani Luas Kelompok Tani Pondok Menteng Agustus 2011-Juli 2012 MT I No
Pola
Produksi
Tanam 1
MT II
B+C
2,696.15
Pola Tanam To + C
KP + C
3,182.52
Produksi 4,096.15
6,123.08 2
MT III Pola Tanam KP + C
1,923.08
2,980.77 C
7,068.79
3,076.92 CK + C
1,893.32
4,896.76 3
To + KP
1,538.46
5,203.40 To + JM
1,230.77
664.34 4
C
1,019.23
CK + B
692.31
615.38 JM + C
673.08
1,384.62 CK + JM
384.62
961.54 5
Produksi
Ti + C
969.23
865.38 Ti + C
961.54
1,076.92 6
961.54 JM + C
769.23 961.54
Produksi rata-rata sayuran petani sempit lebih tinggi daripada petani luas. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat produktivitas petani sempit lebih tinggi daripada petani luas. Adapun jumlah produksi sayuran per hektar golongan petani sempit dapat dilihat pada tabel 38. Tabel 38.
Produksi Rata-rata Sayuran Per Hektar Golongan Petani Sempit Kelompok Tani Pondok Menteng Agustus 2011-Juli 2012 MT I
Pola Tanam KP + C
MT II Produksi 2,997.20
Pola Tanam To + C
3,655.46 B+C
4,253.50
1,147.06
B+C
2,578.43 1,470.59
12,872.55
Pola Tanam KP + C
1,862.75
JM + C
1,722.69
Ti + C
794.12
2,156.86
2,782.91 2,605.04
B + To
2,731.09 Ti + C
Produksi
2,647.06
2,588.24
1,705.88 To + C
Produksi
20,598.04
7,095.24 JM + C
MT III
840.34 1,260.50
JM + C
882.35
5,166.67 7,078.43
B+C
784.31 588.24
80
7.2.5 Kendala Modal Sendiri Modal sendiri yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendapatan usahatani sayuran. Asumsinya adalah bahwa tingkat pendapatan usahatani sayuran petani sama setiap tahunnya. Jumlah rata-rata modal sendiri yang dimiliki oleh golongan petani luas adalah Rp 2.859.698,13 pada MT I, Rp 3.055.065,78 pada MT II, dan Rp 6.868.775,63 pada MT III. Sedangkan jumlah modal golongan petani sempit untuk MT I, MT II, dan MT III berturut-turut adalah Rp 2.530.617,06, Rp 4.823.841,15, dan Rp 2.980.300,54. 7.3
Pola Tanam Optimal Analisis optimalisasi dengan menggunakan Linear Programming terdiri
dari analisis primal, analisis dual, analisis sensitivitas, dan analisis post-optimal. Analisis primal menunjukkan kombinasi jenis sayuran yang dapat memberikan pendapatan maksimal. Analisis dual merupakan penilaian terhadap penggunaan sumberdaya dengan melihat nilai slack atau surplus. Analisis sensitivitas digunakan untuk melihat tingkat kepekaan terhadap perubahan yang dilakukan. Sedangkan analisis post-optimal digunakan untuk melihat perngaruh perubahan parameter terhadap solusi optimal. 7.3.1 Analisis Primal Analisis data menunjukkan pola tanam sayuran optimal yang disarankan kepada petani untuk diusahakan. Analisis pola tanam optimal dilakukan sesuai dengan golongan luas lahan petani. Pola tanam optimal golongan petani luas dan petani sempit dapat dilihat dari nilai reduced cost pada pola tanam tersebut bernilai nol. Jenis sayuran yang terpilih dalam skema optimal adalah sayuran yang dapat memberikan pendapatan maksimum dengan keterbatasan sumberdaya yang ada. Pola tanam yang memiliki nilai reduced cost yang tidak sama dengan nol tidak disarankan untuk diterapkan oleh petani. Jika pola tanam tersebut diterapkan, maka pendapatan usahatani akan berkurang sebesar nilai reduced cost pada masing-masing pola tanam. Pola tanam optimal petani luas dan petani sempit berbeda pada setiap musim tanamnya, kecuali pada MT II. Adapun pola tanam optimal untuk golongan petani luas adalah kacang panjang+caisin pada MT I, tomat+caisin pada 81
MT II, dan cabai keriting+caisin pada MT III. Sedangkan pola tanam optimal untuk golongan petani sempit adalah buncis+caisin pada MT I, tomat+caisin pada MT II, dan jagung manis+caisin pada MT III. Jumlah petani yang telah menerapkan pola tanam optimal dapat dilihat pada Tabel 39. Tabel 39. Jumlah Petani yang Menerapkan Pola Tanam Optimal Golongan Petani Luas dan Petani Sempit Agustus 2011-Juli 2012 Petani Luas Pola Tanam
Petani Sempit
Jumlah Petani
Persentasi
Pola Tanam
Jumlah Petani
Persentasi
KPC
5
38.46
BC
9
52.94
ToC
3
23.08
ToC
10
58.82
CKC
5
38.46
JMC
9
52.94
Berdasarkan Tabel 39, dapat diketahui bahwa sebagian besar petani belum menerapkan pola tanam optimal, khususnya petani luas. Dari 13 petani luas, tidak lebih dari 50 persen petani yang telah menerapkan pola tanam optimal untuk setiap musim tanam. Pada petani sempit, dari 17 petani lebih dari 50 persen sudah menerapkan pola tanam optimal pada setiap musim tanam. Terdapat tujuh petani sempit yang telah menerapkan pola tanam optimal untuk ketiga musim tanam (pola tanam setahun). Namun, tidak satu pun petani luas yang telah menerapkan pola tanam optimal. Hal ini menunjukkan bahwa pendapatan usahatani masih dapat ditingkatkan dengan menerapkan pola tanam optimal yang disarankan. Hasil analisis optimalisasi golongan petani luas (0,6746 ha) menunjukkan bahwa nilai fungsi tujuan, yakni pendapatan usahatani pada kondisi optimal adalah sebesar Rp 28.891.810 per tahun atau Rp 42.828.061,07 per hektar per tahun. Sedangkan pendapatan usahatani optimal petani sempit (0,1365 ha) adalah sebesar Rp 2.730.083 per tahun atau Rp 20.000.608,06 per hektar per tahun. Analisis primal menunjukkan besarnya biaya yang dikeluarkan pada setiap aktivitas dalam skema optimal. Penggunaan input usahatani yang dianjurkan sesuai dengan hasil analisis optimalisasi dapat dilihat pada Tabel 40. Berdasarkan Tabel 40 dapat diketahui bahwa total biaya usahatani petani luas lebih besar dibandingkan dengan petani sempit. Penggunaan tenaga kerja petani sempit secara umum sudah optimal, sehingga apabila dilakukan penambahan tenaga kerja akan mengurangi pendapatan sebesar nilai reduces cost-nya. Rincian penggunaan input usahatani petani luas dan petani sempit dapat dilihat pada Lampiran 15. 82
Tabel 40. Penggunaan Input Usahatani Sayuran per Hektar Golongan Petani Luas dan Petani Sempit di Kelompok Tani Pondok Menteng Agustus 2011-Juli 2012 Uraian
Total Petani Luas
Petani Sempit
Total Biaya Pupuk
9,665,251.50
11,451,707.67
Total Biaya Tenaga Kerja
6,804,037.69
-
Total Biaya Saprodi Lain
43,524,057.83
33,589,182.74
Total Biaya
59,993,347.03
45,040,890.41
Penerimaan usahatani petani luas lebih besar daripada petani sempit pada skema optimal karena produktivitas petani luas lebih tinggi dibandingkan dengan petani sempit. Penerimaan terbesar petani luas berasal dari tanaman cabai keriting. Hal ini disebabkan oleh harga jual cabai keriting lebih tinggi daripada harga jual sayuran lainnya. Sedangkan penerimaan tertinggi petani sempit berasal dari penjualan buncis. Penerimaan usahatani per hektar petani luas dan petani sempit pada skema optimal dapat dilihat pada Tabel 41. Tabel 41. Penerimaan Usahatani Sayuran per Hektar Menurut Golongan Petani Luas dan Petani Sempit di Kelompok Tani Pondok Menteng Agustus 2011-Juli 2012 Uraian Kacang Panjang MT I
Penerimaan Petani Luas
Petani Sempit
23,660,762.43
-
Caisin MT I
5,248,078.84
6,286,287.48
Buncis MT I
-
19,063,644.73
Tomat MT II
7,687,088.22
12,270,551.62
Caisin MT II
3,376,345.54
12,762,614.42
52,557,547.76
-
8,783,479.74
8,200,062.42
-
6,458,337.80
101,313,302.53
65,041,498.46
Cabai Keriting MT III Caisin MT III Jagung Manis MT III Total Penerimaan
Pendapatan usahatani optimal dapat diperoleh melalui pengurangan penerimaan usahatani dengan total biaya usahatani. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, diketahui bahwa usahatani petani luas mampu memberikan pendapatan yang lebih tinggi daripada petani sempit. Pendapatan usahatani sayuran golongan petani luas adalah sebesar Rp 42.828.061,07 dengan nilai R/C ratio sebesar 1,73. 83
Nilai tersebut lebih besar dibandingkan dengan pendapatan usahatani golongan petani sempit, yaitu sebesar Rp 20.000.608,06 dengan nilai R/C ratio sebesar 1,44. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani sayuran golongan petani luas lebih efisien sehingga mampu memberikan pendapatan yang lebih besar, seperti diuraikan pada Tabel 42. Tabel 42. Pendapatan Usahatani Sayuran per Hektar Menurut Golongan Petani Luas dan Petani Sempit di Kelompok Tani Pondok Menteng Agustus 2011-Juli 2012 Uraian
Petani Luas
Petani Sempit
Penerimaan
101,313,302.53
65,041,498.46
Total Biaya
59,993,347.03
45,040,890.41
Pendapatan
42,828,061.07
20,000,608.06
1.73
1.44
R/C Ratio
Nilai reduced cost dari masing-masing tanaman yang tidak masuk dalam skema optimal menunjukkan bahwa penguasaan satu hektar lahan pada tanaman tersebut akan mengurangi pendapatan sebesar nilai reduced cost-nya. Adapun nilai reduced cost pada tanaman yang tidak termasuk dalam pola tanam optimal golongan petani luas dan petani sempit dapat dilihat pada tabel 43. Tabel 43. Nilai Reduced Cost Pola Tanam Golongan Petani Luas dan petani Sempit Agustus 2011-Juli 2012 No
Musim Tanam
Jenis Tanaman
Petani Luas
Petani Sempit
1
1
Caisin
10,107,505.00
2
1
Jagung Manis + Caisin
17,794,504.00
3
1
Tomat + Caisin
17,428,898.00
4
2
Caisin
5
2
Jagung Manis + Caisin
6
2
Timun + Caisin
5,906,535.00
7
3
Jagung Manis + Caisin
1,413,415.75
8
3
Timun + Caisin
9,120,198.00
9
3
Buncis + Tomat
12,716,521.00
10
3
Buncis + Caisin
12,565,137.00
2,538,521.50 434,119.63
29,838,968.00
Berdasarkan Tabel 43, dapat diihat bahwa terdapat beberapa jenis tanaman yang tidak dianjurkan untuk diusahakan petani. Jenis tanaman yang tidak dianjurkan pada petani luas adalah caisin pada MT I, caisin pada MT II, jagung
84
manis+caisin pada MT II, timun+caisin pada MT II, dan jagung manis+caisin pada MT III. Pada petani sempit, pola tanam yang tidak dianjurkan terdiri dari jagung manis+caisin pada MT I, tomat+caisin pada MT I, jagung manis+caisin pada MT II, timun+caisin pada MT III, buncis+tomat pada MT III, dan buncis+caisin pada MT III. Nilai reduced cost pada tanaman tersebut menunjukkan bahwa keuntungan petani akan berkurang sebesar nilai reduced cost-nya apabila tanaman tersebut tetap diusahakan. 7.3.2 Analisis Dual Berdasarkan hasil analisis, sebagian besar sumberdaya yang digunakan oleh petani sayuran di Kelompok Tani Pondok menteng merupakan sumberdaya pembatas atau tidak berlebih. Semua sumberdaya yang habis terpakai merupakan sumberdaya pembatas. Pada golongan petani luas, tenaga kerja pria dan wanita menjadi sumberdaya pembatas. Namun, pada petani sempit, selain tenaga kerja pria dan tenaga kerja wanita, modal juga menjadi sumberdaya pembatas. Hal ini dapat dilihat dari nilai dual prices yang tidak bernilai nol. Nilai dual dari sumberdaya yang langka atau sumberdaya pembatas merupakan shadow price dari sumberdaya tersebut. Penambahan satu satuan sumberdaya akan menyebabkan perubahan nilai tujuan sebesar nilai shadow price-nya. Sumberdaya yang merupakan kendala utama adalah sumberdaya yang memiliki nilai shadow price terbesar. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai dual price terbesar pada golongan petani luas adalah kendala lahan pada musim tanam ketiga, yaitu sebesar Rp 16.462.507,00. Nilai tersebut menunjukkan penambahan satu hektar lahan akan meningkatkan pendapatan usahatani sebesar Rp 16.462.507,00. Nilai sumberdaya berlebih golongan petani luas dan petani sempit dapat dilihat pada tabel 44. Hasil analisis optimal menunjukkan bahwa kendala lahan merupakan sumberdaya pembatas bagi golongan petani luas maupun petani sempit. Lahan yang tersedia habis terpakai pada ketiga musim tanam. Nilai dual prices kendala lahan golongan petani luas untuk MT I, MT II, dan MT III berturut-turut adalah Rp 9.396.523, Rp 7.244.864, dan Rp 16.462.507. Sedangkan dual prices kendala lahan golongan petani sempit adalah Rp 21.638.390 untuk MT I, Rp 33.278.806 untuk MT II, dan Rp 16.365.462 untuk MT III. 85
Tabel 44. Sumberdaya Berlebih Petani Luas dan Petani Sempit Berdasarkan Hasil Optimalisasi No
Sumber Daya
Musim Tanam
Petani Luas
Petani Sempit
1
Tenaga Kerja Pria
1
-
25.45
2
Tenaga Kerja Wanita
1
4.11
16.67
3
Tenaga Kerja Pria
2
-
61.36
4
Tenaga Kerja Wanita
2
-
42.94
5
Tenaga Kerja Pria
3
7.52
36.81
6
Tenaga Kerja Wanita
3
-
64.01
7
Modal
1
-
1,914,666.50
8
Modal
2
-
3,971,870.75
9
Modal
3
-
2,883,314.50
Sumberdaya pupuk merupakan sumberdaya langka atau sumberdaya pembatas pada golongan petani luas maupun golongan petani sempit. Nilai dual prices sumberdaya pupuk pada ketiga musim tanam golongan petani luas dan petani sempit tidak sama dengan nol. Hal ini menunjukkan bahwa pupuk yang tersedia habis terpakai atau merupakan sumberdaya terbatas. Sumberdaya tenaga kerja pada golongan petani luas maupun petani sempit merupakan sumberdaya berlebih. Pada petani luas, terdapat kelebihan sumberdaya tenaga kerja wanita pada MT I sebesar 4,11 dan 7,52 pada MT III untuk tenaga kerja pria. Pada golongan petani sempit, terdapat kelebihan sumberdaya tenaga kerja pria dan wanita di setiap musim tanam. Hal ini menunjukkan bahwa tidak semua tenaga kerja dapat dialokasikan dalam kegiatan usahatani sayuran. Kelebihan tenaga kerja tersebut harus dapat dimanfaatkan oleh petani agar tidak terjadi pemborosan biaya upah tenaga kerja. Sumberdaya modal pada golongan petani luas merupakan sumberdaya pembatas, dimana seluruh modal habis terpakai. Sedangkan pada golongan petani sempit, terdapat kelebihan sumberdaya modal pada ketiga musim tanam masingmasing sebesar Rp 1.914.666,50 pada MT I, Rp 3.971.870,75 pada MT II, dan Rp 2.883.314,50 pada MT III. Sumberdaya modal yang berlebihan menunjukkan bahwa terjadi pemborosan dalam mengalokasikan sumberdaya pertanian.
86
7.3.3 Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas merupakan analisis untuk melihat perubahan fungsi tujuan akibat perubahan harga jual komoditi atau harga input produksi yang digunakan serta perubahan ketersediaan sumberdaya terhadap kondisi optimal. Analisis sensitivitas memberikan kepekaan bagi solusi optimal yang ditunjukkan oleh selang yang dibatasi oleh nilai maksimum (allowable increase) dan nilai minimum (allowable decrease). Solusi optimal tidak akan berubah selama perubahan pada fungsi tujuan berada pada selang kepekaan. Hasil analisis sensitivitas dibagi menjadi dua, yaitu analisis sensitivitas untuk jenis kegiatan dan analisis sensitivitas untuk kendala. Analisis sensitivitas untuk jenis kegiatan adalah selang perubahan harga atau biaya yang tidak mengubah nilai optimal. Sedangkan analisis sensitivitas untuk kendala menunjukkan batas perubahan ketersediaan sumberdaya yang tidak mengubah nilai optimal. Selang kepekaan nilai fungsi tujuan golongan petani luas dan petani sempit dapat dilihat pada Lampiran 16 dan Lampiran 17. Berdasarkan Lampiran 16, dapat diketahui bahwa penjualan caisin pada MT II memiliki batas maksimum kenaikan dengan selang kepekaan paling rendah. Harga jual maksimum caisin yang masih diizinkan adalah Rp 1.174,81 atau sebesar 42,40 persen dari harga awal. Sedangkan batas minimum penurunan yang memiliki selang kepekaan paling kecil adalah penjualan cabai keriting pada MT III, yaitu sebesar 21,33 persen, dimana harga jualnya diizinkan turun sampai pada harga Rp 9.440,61. Berdasarkan Lampiran 17, dapat diketahui bahwa batas maksimum kenaikan yang memiliki selang kepekaan paling kecil adalah penjualan buncis pada MT I. Harga jual maksimum buncis pada MT I yang masih diizinkan adalah sebesar Rp 5.585,00 atau 24 persen dari harga awalnya. Batas minimum penurunan yang memiliki selang kepekaan paling kecil juga terdapat pada penjulan buncis MT I, yaitu sebesar 24,25 persen dari harga awalnya. Harga jual kacang panjang diizinkan turun pada harga Rp 3.408,70. Selain analisis sensitivitas fungsi tujuan, analisis sensitivitas Ruas Kanan Kendala (Right Hand Side) juga dilakukan. Analisis ini berguna untuk melihat berapa besar perubahan ketersediaan sumberdaya yang masih diizinkan tanpa 87
merubah nilai dual price. Selang kepekaan ditunjukkan dengan batas bawah dan batas minimum. Analisis sensitivitas ruas kanan kendala dalam penelitian ini terdiri dari analisis sensitivitas kendala lahan, kendala pembelian pupuk, kendala tenaga kerja, dan kendala modal. Analisis RHS terhadap kendala menunjukkan bahwa lahan untuk golongan petani luas tidak memiliki batas bawah. Sedangkan pada golongan petani sempit menunjukkan bahwa kendala lahan pada MT III mendekati nilai optimal, yaitu sebesar 0.216794. Analisis sensitivitas RHS terhadap kendala transfer pembelian pupuk golongan petani luas dan petani sempit menunjukkan bahwa sebagian besar input pupuk tidak memiliki batas bawah. Analisis sensitivitas RHS terhadap kendala tenaga kerja menunjukkan bahwa tenaga kerja golongan petani luas tidak memiliki batas bawah. Sedangkan golongan petani sempit tidak memiliki batas atas terhadap tenaga kerja wanita. Analisis sensitivitas RHS terhadap modal menunjukkan bahwa golongan petani luas tidak memiliki batas bawah pada ketiga musim tanam. Sedangkan golongan petani sempit, analisis sensitivitas RHS terhadap modal tidak memiliki nilai batas atas pada ketiga musim tanam. 7.3.4 Analisis Post Optimal Analisis post optimal dilakukan untuk melihat perubahan-perubahan yang terjadi pada fungsi tujuan dan kendala apabila terjadi perubahan harga output dan lahan. Dalam penelitian ini akan dilakukan empat skenario perubahan yang memiliki kemungkinan terhadap perubahan pendapatan petani. Hasil analisis post optimal mengenai pola tanam dan tingkat pendapatan per hektar untuk masingmasing skenario dapat dilihat pada Tabel 45. Skenario pertama adalah dengan meningkatkan harga sayuran sebesar harga tertinggi pada setiap musim tanam. Skenario ini menghasilkan pola tanam yang sama dengan pola tanam optimal pada petani luas maupun petani sempit. Tingkat pendapatan usahatani juga bertambah pada skenario ini, baik golongan petani luas maupun golongan petani sempit masing-masing sebesar 79,08 persen dan 361,16 persen. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan harga jual sayuran mampu meningkatkan pendapatan usahatani sayuran. 88
Tabel 45. Hasil Analisis Post Optimal Berdasarkan Skenario di Kelompok Tani Pondok Menteng Agustus 2011-Juli 2012 Perubahan Skenario 0
1
2
3
4
Golongan
Pola Tanam
Pendapatan
(%)
ID
Petani Luas
KPC - ToC – CKC
42,828,061
-
0.659
Petani Sempit
BC - ToC – JMC
20,000,608
-
0.805
Petani Luas
KPC - ToC – CKC
76,697,436
79.08
0.755
Petani Sempit
BC - ToC – JMC
92,235,092
361.16
0.800
Petani Luas
KPC - ToC – CKC
25,661,177
(40.08)
0.755
Petani Sempit
BC - ToC – JMC
4,873,832
(75.63)
0.800
Petani Luas
KPC - ToC – CKC
33,441,755
(21.92)
0.755
Petani Sempit
BC - ToC – JMC
53,438,425
167.18
0.743
Petani Luas
KPC - ToC – CKC
9,530,310
(77.75)
0.755
Petani Sempit
BC - ToC – JMC
5,346,200
(73.27)
0.800
Keterangan: Skenario 0 : skenario optimal Skenario 1 : menaikkan harga jual sayuran Skenario 2 : menurunkan harga jual sayuran Skenario 3 : meningkatkan luas lahan Skenario 4 : mengurangi luas lahan Skenario kedua adalah menurunkan harga sebesar harga terendah pada setiap musim tanam. Skenario ini dilakukan untuk melihat pola tanam dan tingkat pendapatan petani dalam kondisi harga jual terkecil. Hasil analisis menunjukkan bahwa pola tanam pada petani luas tidak mengalami perubahan. Begitu juga dengan pola tanam petani sempit. Pada skenario ini, tingkat pendapatan usahatani petani luas dan petani sempit berkurang masing-masing sebesar 40,08 persen dan 75,63 persen. Skenario ketiga adalah menambah luas lahan sebesar luas lahan tertinggi yang diolah oleh petani. Luas lahan terbesar yang diolah golongan petani luas adalah 20,000 m2 (2 ha). Luas lahan terbesar golongan petani sempit adalah 4,000 m2 (0.4 ha). Berdasarkan hasil analisis, kondisi ini tidak mengubah pola tanam optimal untuk golongan petani luas dan petani sempit. Selain itu, tingkat pendapatan usahatani mengalami penurunan untuk petani luas sebesar 21,92 persen dan petani sempit memperoleh peningkatan pendapatan sebesar 167,18 persen. Penurunan pendapatan petani luas kemungkinan karena petani menggunakan jumlah input produksi yang sama pada lahan yang lebih luas. Hal 89
tersebut mengakibatkan berkurangnya pendapatan usahatani petani luas. Sebaliknya, petani sempit mendapatkan peningkatan pendapatan karena pada kondisi aktual petani sempit menggunakan input produksi yang berlebihan. Sehingga, ketika luas lahan bertambah, kelebihan sarana produksi dapat dialokasikan pada lahan tersebut. Skenario terakhir adalah dengan menurunkan luas lahan sebesar luas terendah pada masing-masing golongan petani. Luas lahan terkecil golongan petani luas adalah 4.000 m2 (0,4 ha). Sedangkan luas lahan terkecil golongan petani sempit adalah 300 m2 (0,03 ha). Hasil analisis menunjukkan bahwa pola tanam golongan petani luas dan sempit tidak mengalami perubahan. Namun, pendapatan usahataninya berkurang sebesar 77,75 persen untuk golongan petani luas dan 73,27 persen untuk petani sempit. Indeks diversifikasi kondisi optimal dan perubahan pada petani luas lebih kecil daripada kondisi aktual (0,769). Namun, pada petani sempit memiliki nilai yang cenderung sama dengan kondisi aktual (0,800). Artinya, pada kondisi aktual maupun optimal, petani sempit lebih berdiversifikasi daripada petani luas. Secara umum, berdasarkan hasil analisis, tanaman yang memberikan keuntungan maksimal pada petani luas adalah kacang panjang+caisin, tomat+caisin, dan cabai keriting+caisin. Sedangkan untuk petani sempit adalah kacang buncis+caisin, tomat+caisin, dan jagung masin+caisin. 7.3.5 Perbandingan Kondisi Aktual dan Optimal Nilai input usahatani yang digunakan oleh petani luas dan petani sempit pada kondisi aktual berbeda dengan kondisi optimal. Perbandingan penggunaan input usahatani sayuran di Kelompok Tani Pondok Menteng dapat dilihat pada tabe 46. Tabel 46. Perbandingan Nilai Input Usahatani Sayuran Per Hektar Golongan Petani Luas dan Petani Sempit di Kelompok Tani Pondok Menteng Agustus 2011-Juli 2012 Uraian
Petani Luas
Petani Sempit
Aktual
Optimal
Aktual
Optimal
Pupuk
23,872,506
9,665,252
23,511,020
11,451,708
Tenaga Kerja
45,123,334
6,804,038
47,981,742
Biaya Lain
35,494,437
43,524,058
27,491,551
33,589,183
104,490,277
59,993,347
98,984,313
45,040,890
Total
-
90
Berdasarkan Tabel 46 dapat diketahui bahwa penggunaan input usahatani yang dilakukan oleh petani belum optimal. Hal ini terlihat dari biaya aktual yang lebih besar dibandingkan dengan nilai optimalnya. Biaya tenaga kerja petani sempit pada keadaan optimal menunjukkan angka nol. Hal ini berarti bahwa tenaga kerja keluarga sudah dapat memenuhi kebutuhan tenaga kerja petani sempit sehingga luar keluarga tidak dibutuhkan lagi. Penggunaan input usahatani pada skema optimal dapat menghemat biaya yang dikeluarkan oleh petani, sehingga pendapatan usahataninya juga meningkat. Tingkat pendapatan usahatani aktual dan optimal juga berbeda, baik golongan petani sempit maupun petani luas. Perbandingan pendapatan usahatani pada kondisi aktual dan optimal dapat dilihat pada Tabel 47. Tabel 47. Perbandingan Pendapatan Usahatani Per Hektar Golongan Petani Luas dan Petani Sempit di Kelompok Tani Pondok Menteng Agustus 2011Juli 2012 Tambahan No
Golongan
1
Petani Luas
2
Petani Sempit
Aktual
Optimal
Peningkatan
Persentasi (%)
11,922,200
42,828,061
30,905,861
259.23
8,153,092
20,000,608
11,847,516
145.31
Pada Tabel 47 dapat diketahui bahwa perubahan peningkatan pendapatan golongan petani luast lebih besar daripada petani sempit. Petani luas mampu meningkatkan pendapatan usahataninya sebesar 259,23 persen, sedangkan petani sempit memperoleh peningkatan pendapat sebesar 145,31 persen per hektar per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi usahatani golongan petani luas dalam keadaan optimal lebih efisien daripada usahatani golongan petani sempit, sehingga dapat memberikan tambahan pendapatan yang lebih besar daripada golongan petani luas. Selain itu, pada kondisi aktual, sebanyak tujuh petani sempit telah menerapkan pola tanam yang sama dengan pola tanam yang disarankan. Sedangkan pada petani luas, belum ada satu pun petani yang menerapkan pola tanam yang disarankan. Hal tersebut menyebabkan tambahan peningkatan pendapatan petani luas lebih besar daripada petani sempit pada kondisi optimal. Berdasarkan hasil optimalisasi tersebut, dapat disimpulkan bahwa petani memiliki kesempatan untuk meningkatkan pendapatan usahataninya dengan menerapkan pola tanam optimal yang disarankan. 91
VIII 8.1
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat diperoleh hasil sebagai
berikut: 1.
Analisis pendapatan usahatani sayuran di Kelompok Tani Pondok Menteng pada kondisi aktual menunjukkan bahwa tingkat pendapatan golongan petani luas lebih tinggi dibandingkan dengan petani sempit. Pendapatan petani luas pada MT I, MT II, dan MT III berturut-turut adalah Rp 2.407.801, Rp 1.775.795, dan Rp 7.738.604. Sedangkan pendapatan petani sempit adalah Rp 1.803.395 untuk MT I, Rp 4.096.619 pada MT II, dan Rp 2.253.078 pada MT III. Selain itu, nilai R/C ratio petani luas juga lebih besar daripada petani sempit, yakni 1,10 untuk petani luas dan 1,06 untuk petani sempit. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani yang dilakukan oleh petani luas lebih efisien dibandingkan dengan petani sempit. Namun, nilai indeks diversifikasi petani luas lebih kecil dibandingkan petani sempit. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara diversifikasi dengan pendapatan tidak selalu positif.
2.
Hasil analisis optimalisasi menunjukkan bahwa pola tanam optimal bagi petani luas adalah kacang panjang+caisin pada MT I, tomat+caisin pada MT II, dan cabai keriting+caisin pada MT III. Sedangkan pola tanam optimal untuk golongan petani sempit adalah kacang buncis+caisin pada MT I, tomat+caisin pada MT II, dan jagung masin+caisin pada MT III. Tingkat pendapatan dan nilai R/C Ratio petani luas lebih besar dibandingkan dengan petani sempit pada kondisi optimal.
3.
Hasil analisis post optimal dengan menggunakan empat skenario tidak menyebabkan perubahan pola tanam pada petani luas maupun petani sempit. Peningkatan harga jual sayuran menyebabkan peningkatan pendapatan pada petani luas dan petani sempit. Penurunan harga menyebabkan penurunan pendapatan pada petani luas dan petani sempit. Penambahan luas lahan menyebabkan penurunan pendapatan petani luas dan peningkatan pendapatan petani sempit. Pengurangan luas lahan mengurangi pendapatan usahatani petani luas dan petani sempit.
8.2
Saran Berdasarkan kendala yang ada, petani di Kelompok Tani Pondok Menteng
sebaiknya menerapkan pola tanam yang dianjurkan, yakni kacang panjang+caisin pada MT I, tomat+caisin pada MT II, dan cabai keriting+caisin pada MT III untuk petani luas dan buncis+caisin pada MT I, tomat+caisin pada MT II, dan jagung masin+caisin pada MT III untuk petani sempit. Selain itu, perubahan harga jual sayuran yang terjadi dapat menyebabkan perubahan pendapatan usahatani. Oleh sebab itu, peranan pihak Gapoktan Rukun Tani sangat dibutuhkan dalam memberikan informasi mengenai harga jual sayuran. Bimbingan dan penyuluhan juga dapat bermanfaat bagi petani dalam menentukan pola tanam guna memaksimalkan pendapatan usahatani.
93
94
DAFTAR PUSTAKA [BPS] Badan Pusat Statistik, 2011. Luas Panen Sayuran di Indonesia Tahun 2006-2010. Jakarta: Badan Pusat Statistik. [BPS] Badan Pusat Statistik, 2011. Produksi Sayuran di Indonesia Tahun 20062010. Jakarta: Badan Pusat Statistik. [BPS] Badan Pusat Statistik, 2010. Produktivitas Sayuran di Indonesia Tahun 2006-2010. Jakarta: Badan Pusat Statistik. Asmara, A. 2002. Optimalisasi Pola Usahatani Tanaman Pangan pada Lahan Sawah dan Ternak Domba di Kecamatan Sukahaji, Majalengka [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Chaerunnisa. 2007. Optimalisasi Pola Tanam Sayuran di Kawasan Agropolitan Babelan, Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Hernanto, Fadholi. 1991. Ilmu Usahatani. Jakarta: Penebar Swadaya. Kastaman, R. 2005. Model Optimalisasi Pola Tanam Pada Lahan Kering di Desa Sarimukti, Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut. Jurnal Teknologi Industri Pertanian, Universitas Padjajaran. Lestari, AD. 2006. Analisis Optimalisasi Pola Tanam Sayuran Organik di Desa Sukagalih, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Nasendi, B. dan A. Anwar. 1985. Program Linear dan Variasinya. Jakarta: PT. Gramedia. Nasution, YS. 2000. Analisis Optimalisasi Pola Tanam dan Efisiensi Pemasaran pada Usahatani Pisang Barangan (Musa paradisiacal) di Desa Namo Tualang, Kecamatan Biru-biru, Kabupaten Deli Serdang, Propinsi Sumatera Utara [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Nicholson, W. 2002. Mikroekonomi Intermediate dan Aplikasinya. Edisi ke Delapan. Jakarta: Erlangga. Purba, SN. 2000. Optimalisasi Pola Tanam Jahe dengan Berbagai Jenis Kombinasi Tanaman di Desa Tajinan, Kecamatan Tajinan, Kabupaten Malang [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Rusastra, W. et al. 2004. Prospek Pengembangan Pola Tanam dan Diversifikasi Tanaman Pangan di Indonesia. Jurnal Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Saliem, HP dan Supriyati. 2006. Diversifikasi Usahatani dan Tingkat Pendapatan Petani di Lahan Sawah. Jurnal Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Sitanggang, E. 2008. Analisis Usahatani dan Tataniaga Lada Hitam di Desa Lau Simere, Kecamatan Tiga Lingga, Kabupaten Dairi [skripsi]. Medan:
Departemen Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Soeharjo, A dan Dahlan Patong. 1973. Sendi-sendi pokok Ilmu Usahatani. Departemen Sosial Ekonomi. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Soekartawi, et al. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. Jakarta: Penerbit UI. Soekartawi, et al. 2011. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. Jakarta: Penerbit UI. Soekartawi. 1995. Linear Programming Teori dan Aplikasinya Khususnya dalam Bidang Pertanian. Jakarta: Rajawali Pers. Sumaryanto. 2005. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Petani Menerapkan Pola Tanam Diversifikasi. Jurnal Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Sunarno. 2004. Analisis Pendapatan dan Optimalisasi Pola Tanam Komoditi Sayuran di Desa Sukatani, Kemacatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Taha, H. A. 1996. Riset Operasi Suatu Pengantar. Jilid 1. Jakarta: Binarupa Aksara. Wicaksono, D. 2006. Analisis Pendapatan Usahatani dan Optimalisasi Pola Tanam Sayuran di Desa Cipendawa, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Yuningsih, Y. 1999. Analisis Optimalisasi Pendapatan Usahatani pada Keragaman Jenis Usaha Petani Nenas di Desa Buni bayu, Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang, Propinsi Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
95
LAMPIRAN
Lampiran 1. Luas Panen Sayuran (Ha) di Indonesia Tahun 2006-2010 No
Tahun
Komoditas 2006
2007
2008
2009
2010
Growth (%)* 2010
1
Bawang Merah
89,188
93,694
91,339
104,009
109,634
5.41
2
Bawang Putih
3,107
2,690
1,922
2,293
1,816
-20.80
3
Bawang Daun
51,343
47,491
52,101
53,637
57,593
7.38
4
Kentang
59,748
62,375
64,151
71,238
66,531
-6.61
5
Kubis
57,732
60,711
61,540
67,793
67,531
-0.39
6
Kembang Kol
9,941
9,295
8,898
8,088
8,728
7.91
7
Petsai/Sawi
57,318
54,973
54,589
56,414
59,450
5.38
8
Wortel
23,069
23,695
24,640
24,095
27,149
12.67
9
Lobak
3,652
3,160
2,297
1,897
2,083
9.80
10
Kacang Merah
32,747
24,915
24,231
22,659
22,251
-1.80
11
Kacang Panjang
84,798
85,469
83,493
83,796
85,828
2.42
12
Cabe Besar
113,079
107,362
109,178
117,178
122,755
4.76
13
Cabe Rawit
91,668
96,686
102,388
116,726
114,350
-2.04
14
Paprika
-
-
87
197
161
-18.27
15
Jamur
298
377
637
700
684
-2.29
16
Tomat
53,492
51,523
53,128
55,881
61,154
9.44
17
Terung
49,327
47,589
48,434
48,126
52,157
8.38
18
Buncis
34,787
31,330
31,276
30,695
36,483
18.86
19
Ketimun
58,647
56,634
55,795
56,099
56,921
1.47
20
Labu Siam
12,458
11,019
12,431
11,523
10,693
-7.20
21
Kangkung
44,405
47,024
47,586
48,944
55,164
12.71
22
Bayam
42,847
43,774
44,711
44,975
48,844
8.60
23
Melinjo
14,615
14,252
26,060
17,028
14,905
-12.47
24
Petai
19,573
25,568
17,133
26,537
20,778
-21.70
25
Jengkol
-
-
8,946
7,631
6,943
-9.02
Total
1,007,839
1,001,606
1,026,991
1,078,159
1,110,586
13
Keterangan Sumber
: *) Pertumbuhan tahun 2010 atas tahun 2009 : Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura, 2011
97
Lampiran 2. Produksi Sayur (Ton) di Indonesia Tahun 2006-2010 No
1
2
3
Tahun
Komoditas Bawang Merah Bawang Putih Bawang Daun
2010
Growth (%)* 2010
2006
2007
2008
2009
794,929
802,810
853,615
965,164
1,048,934
8.68
21,052
17,312
12,339
15,419
12,295
-20.26
571,264
479,924
547,743
549,365
541,374
-1.45
4
Kentang
1,011,911
1,003,732
1,071,543
1,176,304
1,060,805
-9.82
5
Kubis
1,267,745
1,288,738
1,323,702
1,358,113
1,385,044
1.98
135,517
124,252
109,497
96,038
101,205
5.38
6
Kembang Kol
7
Petsai/Sawi
590,400
564,912
565,636
562,838
583,770
3.72
8
Wortel
391,370
350,170
367,111
358,014
403,827
12.80
9
Lobak
49,344
42,076
48,376
29,759
32,381
8.81
125,251
112,271
115,817
110,051
116,397
5.77
461,239
488,499
455,524
483,793
489,449
1.17
10
11
Kacang Merah Kacang Panjang
12
Cabe Besar
736,019
676,828
695,707
787,433
807,160
2.51
13
Cabe Rawit
449,040
451,965
457,353
591,294
521,704
-11.77
14
Paprika
-
-
2,114
4,462
5,533
24.00
15
Jamur
23,559
48,247
43,047
38,465
61,376
59.56
16
Tomat
629,744
635,474
725,973
853,061
891,616
4.52
17
Terung
358,095
390,846
427,166
451,564
482,305
6.81
18
Buncis
269,533
266,790
266,551
290,993
336,494
15.64
19
Ketimun
598,892
581,205
540,122
583,139
547,141
-6.17
20
Labu Siam
212,697
254,056
394,386
321,023
369,846
15.21
21
Kangkung
292,950
335,086
323,757
360,992
350,879
-2.80
22
Bayam
149,435
155,863
163,817
173,750
152,334
-12.33
23
Melinjo
239,209
205,728
213,536
221,097
214,355
-3.05
24
Petai
148,268
178,680
230,654
183,679
139,927
-23.82
25
Jengkol
-
-
80,008
62,475
50,235
-19.59
9,527,463
9,455,464
10,035,094
10,628,285
10,706,386
65
Total Keterangan Sumber
: *) Pertumbuhan tahun 2010 atas tahun 2009 : Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura, 2011
98
Lampiran 3. Produktivitas Sayur (Ton/ Ha) di Indonesia Tahun 2006-2010 No
Tahun
Komoditas 2006
2007
2008
2009
2010
Growth (%)* 2007
1
Bawang Merah
8.91
8.57
9.35
9.28
9.57
3.13
2
Bawang Putih
6.78
6.44
6.42
6.72
6.77
0.74
3
Bawang Daun
11.13
10.11
10.51
10.24
9.4
-8.20
4
Kentang
16.94
16.09
16.7
16.51
15.94
-3.45
5
Kubis
21.96
21.23
21.51
20.03
20.51
2.40
6
Kembang Kol
13.63
13.37
12.31
11.87
11.6
-2.27
7
Petsai/Sawi
10.3
10.28
10.36
9.98
9.82
-1.60
8
Wortel
16.97
14.78
14.9
14.86
14.87
0.07
9
Lobak
13.51
13.32
21.06
15.69
15.55
-0.89
10
Kacang Merah
3.82
4.51
4.78
4.86
5.23
7.61
11
Kacang Panjang
5.44
5.72
5.46
5.77
5.7
-1.21
12
Cabe Besar
6.51
6.3
6.37
6.72
6.58
-2.08
13
Cabe Rawit
4.9
4.67
4.47
5.07
4.56
-10.06
14
Paprika
-
-
24.3
22.65
34.37
51.74
15
Jamur
79.07
127.98
67.58
54.93
0.9
-98.36
16
Tomat
11.77
12.33
13.66
15.27
14.58
-4.52
17
Terung
7.26
8.21
8.82
9.38
9.25
-1.39
18
Buncis
7.75
8.52
8.52
9.48
9.22
-2.74
19
Ketimun
10.21
10.26
9.68
10.39
9.61
-7.51
20
Labu Siam
17.07
23.06
31.73
27.86
34.59
24.16
21
Kangkung
6.6
7.13
6.8
7.38
6.36
-13.82
22
Bayam
3.49
3.56
3.66
3.86
3.12
-19.17
23
Melinjo
16.37
14.44
8.19
12.98
14.38
10.79
24
Petai
7.58
6.99
13.46
6.92
6.73
-2.75
25
Jengkol
8.94
8.19
7.24
-11.60
349.54
326.89
286.45
-91.00
Total Keterangan Sumber
-
307.97
357.87
: * Pertumbuhan tahun 2010 atas tahun 2009 : Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura, 2011
99
Lampiran 4. Analisis Pendapatan Usahatani Sayuran per Hektar Golongan Petani Luas di Kelompok Tani Pondok Menteng No 1
Uraian
MT I
MT II
MT III
Penerimaan Cabai Keriting
-
-
32,622,419.03
Buncis
10,671,376.92
-
5,480,307.69
Kacang Panjang
14,264,154.21
-
7,593,784.62
Tomat
2,396,923.08
9,098,384.62
-
Timun
-
1,510,061.54
1,498,076.92
Jagung manis
-
2,007,423.08
2,546,730.77
13,595,747.37
13,649,789.33
11,264,558.56
40,928,201.58
26,265,658.56
61,005,877.59
Benih
1,039,815.67
1,088,023.25
2,216,167.34
Pupuk
8,182,952.31
5,160,634.19
10,528,919.86
Obat-obatan
2,627,378.60
1,561,327.08
5,523,870.45
15,911,714.39
9,321,875.23
19,889,744.39
Tenaga Kerja Keluarga
4,578,684.21
2,412,230.09
4,796,346.15
Perlengkapan
3,051,274.29
1,817,192.68
7,183,644.15
Total Biaya Variabel
35,391,819.48
21,361,282.52
50,138,692.34
2,163,194.44
2,163,194.44
2,163,194.44
965,386.75
965,386.75
965,386.75
3,128,581.20
3,128,581.20
3,128,581.20
38,520,400.67
24,489,863.71
53,267,273.54
2,407,800.91
1,775,794.84
7,738,604.04
164,456.82
164,456.82
164,456.82
2,243,344.09
1,611,338.03
7,574,147.23
1.06
1.07
1.15
Caisin Total Penerimaan 2
Petani Luas
Biaya Usahatani Biaya Variabel
Tenaga Kerja Luar Keluarga
Biaya Tetap Sewa Lahan Penyusutan Peralatan Total Biaya Total Pengeluaran Usahatani 3
Pendapatan Usahatani
4
Pajak Lahan
5 6
Pendapatan Bersih Usahatani (Net Benefit) R/C Ratio
100
Lampiran 5. No 1
Analisis Pendapatan Usahatani Sayuran per Hektar Golongan Petani Luas di Kelompok Tani Pondok Menteng Uraian
MT I
MT II
MT III
Penerimaan Cabai Keriting
-
-
-
Buncis
16,835,358.54
7,372,745.10
6,430,364.15
Kacang Panjang
11,113,613.45
-
7,997,647.06
Tomat
4,403,960.78
21,986,313.73
2,152,941.18
Timun
-
1,237,235.29
4,335,778.71
1,787,117.65
2,683,949.58
8,049,666.67
16,090,420.17
16,090,420.17
14,977,142.86
50,230,470.59
49,370,663.87
43,943,540.62
Benih
1,172,443.98
2,086,610.64
1,424,964.99
Pupuk
7,902,210.08
8,545,404.76
7,063,404.76
Obat-obatan
2,783,535.01
2,712,575.63
2,584,046.22
Tenaga Kerja Luar Keluarga
18,077,866.65
15,429,938.81
14,473,936.74
Tenaga Kerja Keluarga
13,361,692.18
12,073,653.63
10,971,924.60
Perlengkapan
3,110,861.34
2,407,394.96
3,153,718.49
Total Biaya Variabel
46,408,609.24
43,255,578.43
39,671,995.80
1,766,111.11
1,766,111.11
1,766,111.11
252,355.39
252,355.39
252,355.39
2,018,466.50
2,018,466.50
2,018,466.50
48,427,075.75
45,274,044.93
41,690,462.30
1,803,394.84
4,096,618.93
2,253,078.31
271,895.42
271,895.42
271,895.42
1,531,499.42
3,824,723.51
1,981,182.89
1.04
1.09
1.05
Jagung manis Caisin Total Penerimaan 2
Petani Sempit
Biaya Usahatani Biaya Variabel
Biaya Tetap Sewa Lahan Penyusutan Peralatan Total Biaya Total Pengeluaran Usahatani 3
Pendapatan Usahatani
4
Pajak Lahan
5 6
Pendapatan Bersih Usahatani (Net Benefit) R/C Ratio
101
Lampiran 6. Harga Sayuran (Rp) di Gapoktan Rukun Tani Desa Citapen Tahun 2010 Bulan No.
Nama Komoditi
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Rata-Rata
1.
Cesin\ Sawi
3,000
1,200
1,500
1,000
1,500
700
1,000
12,500
3,000
3,000
1,000
2,000
2,617
2.
Timun
2,000
1,500
1,500
1,200
1,200
1,000
1,500
1,700
2,000
1,500
2,000
1,500
1,550
3.
Cabe Kriting
35,000
18,000
14,000
15,000
20,000
25,000
28,000
1,250
8,000
9,000
16,000
31,700
18,413
4.
Tomat
1,500
2,000
2,500
15,000
2,000
1,500
1,000
1,000
2,000
2,000
3,500
2,000
3,000
5.
Buncis
3,000
3,000
3,000
3,000
2,000
1,000
2,000
1,700
4,000
4,000
5,000
2,700
2,867
6.
Kacang Panjang
2,000
2,000
2,000
2,000
1,500
1,500
1,200
1,500
1,700
3,000
4,500
4,000
2,242
7.
Jagung Manis
2,000
2,500
1,000
1,500
1,000
1,500
1,500
2,000
2,100
1,500
2,000
1,700
1,692
9
10
11
12
Rata-Rata
Sumber : Gapoktan Rukun Tani Desa Citapen Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor, 2012
Lampiran 7. Harga Sayuran (Rp) di Gapoktan Rukun Tani Desa Citapen Tahun 2011 Bulan / Harga No
Nama Komoditi
1
Cesin\ Sawi
2
Timun
3
Cabe Kriting
4
1
2
3
4
5
6
7
8
500
1,200
1,500
1,000
2,000
500
1,000
700
1,500
1,000
750
1,000
1,054
1,700
1,500
1,000
1,500
1,700
2,000
1,500
2,000
2,000
2,000
1,500
1,000
1,617
35,000
25,000
20,000
15,000
6,000
4,000
5,000
4,000
10,000
15,000
15,000
25,000
14,917
Tomat
1,700
1,000
1,500
2,500
3,000
1,000
1,000
1,000
1,000
3,000
1,000
1,500
1,600
5
Buncis
3,000
3,500
3,000
3,500
3,000
4,000
4,000
5,000
4,000
5,000
4,000
5,000
3,917
6
Kacang Panjang
2,000
2,000
2,000
2,500
3,000
3,000
2,000
4,000
3,000
6,000
5,000
4,000
3,208
7
Jagung Manis
1,900
2,500
2,000
1,300
1,700
1,500
1,000
2,000
2,500
2,500
2,000
1,500
1,867
Sumber : Gapoktan Rukun Tani Desa Citapen Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor, 2012
102
Lampiran 8. Harga Sayuran (Rp) di Gapoktan Rukun Tani Desa Citapen Tahun 2012 No
Bulan / Harga
Nama Komoditi 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Rata-Rata
1
Cesin\ Sawi
1,000
500
800
500
1,000
2,000
2,500
-
-
-
-
-
1,186
2
Timun
1,500
1,000
1,000
1,500
1,700
2,000
1,500
-
-
-
-
-
1,457
3
Cabai Kriting
7,000
5,000
5,000
25,000
10,000
13,000
13,000
-
-
-
-
-
11,143
4
Tomat
2,000
1,500
2,000
3,000
2,000
1,200
1,300
-
-
-
-
-
1,857
5
Buncis
3,000
3,000
3,000
3,500
3,000
4,500
4,500
-
-
-
-
-
3,500
6
Kacang Panjang
1,500
3,000
2,500
3,000
3,500
4,500
4,500
-
-
-
-
-
3,214
1,000
1,200
-
-
-
-
-
1,171
7 Jagung Manis 700 1,000 1,500 1,500 1,300 Sumber : Gapoktan Rukun Tani Desa Citapen Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor, 2012
Lampiran 9. Harga Sayuran (Rp) di Gapoktan Rukun Tani Agustus 2011 - Juli 2012 No
Bulan/ Harga
Jenis Sayuran 8
9
10
11
12
1
Rata-rata
2
3
4
5
6
7
1
Caisin
700
1,500
1,000
750
1,000
1,000
500
800
500
1,000
2,000
2,500
1,104
2
Timun
2,000
2,000
2,000
1,500
1,000
1,500
1,000
1,000
1,500
1,700
2,000
1,500
1,558
3
Cabai Keriting
4,000
10,000
15,000
15,000
7,000
7,000
5,000
5,000
25,000
10,000
13,000
13,000
10,750
4
Tomat
1,000
1,000
3,000
1,000
1,500
2,000
1,500
2,000
3,000
2,000
1,200
1,300
1,708
5
Buncis
5,000
4,000
5,000
4,000
5,000
3,000
3,000
3,000
3,500
3,000
4,500
4,500
3,958
6
Kacang Panjang
4,000
3,000
6,000
5,000
4,000
1,500
3,000
2,500
3,000
3,500
4,500
4,500
3,708
700
1,000
1,500
1,500
1,300
1,000
1,200
1,558
7 Jagung Manis 2,000 2,500 2,500 2,000 1,500 Sumber : Gapoktan Rukun Tani Desa Citapen Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor, 2012
103
Lampiran 10. Model Pola Tanam Optimal Golongan Petani Luas di Kelompok Tani Pondok Menteng Max-4356LBC1-3908LKPC1-969LToKP1-228LC1-2377LToC2-2143LC2-631LToJM2514LJMC2-649LTiC2-2106LKPC3-8046LCKC3-3494LCKB3-2349LCKJM3-669LTiC3968LJMC3-280P11-2500P21-1740P31-1500P41-1700P51-1200P61-1700P71-300P81280P12-2500P22-1740P32-1500P42-1700P52-1200P62-1700P72-300P82-280P132500P23-1740P33-1500P43-1700P53-1200P63-1700P73-300P83-24000TKP112000TKW1-24000TKP2-12000TKW2-24000TKP312000TKW3+4500QB1+4500QKP1+1500QTo1+988QC1+1750QTo2+1125QTi2+1175QJM 2+825QC2+12000QCK3+3875QB3+3875QKP3+1675QTi3+1250QJM3+1500QC3 ST Lahan) LBC1+LKPC1+LToKP1+LC1 <= 0.6746 LToC2+LC2+LToJM2+LJMC2+LTiC2 <= 0.6746 LKPC3+LCKC3+LCKB3+LCKJM3+LTiC3+LJMC3 <= 0.6746 Pupuk) 9230.77LBC1+8920.38LKPC1+2692.31LToKP1+384.62LC1-P11 <= 0 46.15LBC1+51.08LKPC1+13.29LToKP1-P21 <= 0 273.85LBC1+242.61LKPC1+36.71LToKP1+30.77LC1-P31 <= 0 92.31LBC1+94.47LKPC1+57.69LToKP1-P41 <= 0 92.31LBC1+94.47LKPC1+36.71LToKP1-P51 <= 0 38.46LBC1+51.08LKPC1+6.29LToKP1-P61 <= 0 17.48LToKP1-P71 <= 0 153.85LToKP1-P81 <= 0 5769.23LToC2+2692.31LC2+1607.69LToJM2+451.92LJMC2+1538.46LTiC2-P12 <= 0 23.08LToC2+15.38LToJM2+7.69LJMC2+9.23LTiC2-P22 <= 0 138.46LToC2+212.31LC2+30.77LToJM2+46.15LJMC2+43.08LTiC2-P32 <= 0 115.38LToC2+46.15LToJM2+38.46LJMC2+15.38LTiC2-P42 <= 0 46.15LToC2+30.77LToJM2+15.38LJMC2+15.38LTiC2-P52 <= 0 46.16LToC2+15.38LToJM2+9.23LTiC2-P72 <= 0 453.85LToC2+153.85LToJM2+153.85LJMC2+153.85LTiC2-P82 <= 0 4615.38LKPC3+9696.36LCKC3+5385.62LCKB3+1605.77LCKJM3+1538.46LTiC3+451.92LJ MC3-P13 <= 0 23.08LKPC3+36.12LCKC3+32.69LCKB3+15.38LCKJM3+5.77LTiC3+7.69LJMC3-P23 <= 0 135.38LKPC3+223.00LCKC3+61.54LCKB3+30.77LCKJM3+43.27LTiC3+46.15LJMC3-P33<=0 46.15LKPC3+190.96LCKC3+107.69LCKB3+46.15LCKJM3+14.42LTiC3+7.69LJMC3-P43<= 0 46.15LKPC3+72.24LCKC3+61.54LCKB3+30.77LCKJM3+14.42LTiC3+15.38LJMC3-P53<= 0 23.08LKPC3+15.38LCKB3-P63 <= 0 56.85LCKC3+30.77LCKB3+15.38LCKJM3+14.42LTiC3-P73 <= 0 582.51LCKC3+307.69LCKB3+153.85LCKJM3+153.85LTiC3-P83 <= 0 TK) 292.87LBC1+195.27LKPC1+123.80LToKP1+49.81LC1-TKP1 <= 100 142.14LToC2+112.42LC2+31.85LToJM2+40.19LJMC2+30.77LTiC2-TKP2 <= 100 106.74LKPC3+303.65LCKC3+138.38LCKB3+124.29LCKJM3+66.35LTiC3+10.50LJMC3-TKP3 <= 100
104
176.46LBC1+138.44LKPC1+67.55LToKP1+30.09LC1-TKW1<= 73.33 97.56LToC2+64.69LC2+22.69LToJM2+9.42LJMC2+6.54LTiC2-TKW2 <= 73.33 60.87LKPC3+241.07LCKC3+81.31LCKB3+41.03LCKJM3+36.15LTiC3+12.69LJMC3-TKW3 <= 73.33 Pnjulan) -2696.15LBC1+QB1 <= 0 -3182.52LKPC1-664.34LToKP1+QKP1 <= 0 -1538.46LToKP1+QTo1 <= 0 -6123.08LBC1-4896.76LKPC1-1019.23LC1+QC1 <= 0 -4096.15LToC2-1230.77LToJM2+QTo2 <= 0 -615.38LToJM2-673.08LJMC2+QJM2 <= 0 -969.23LTiC2+QTi2 <= 0 -2980.77LToC2-7068.79LC2-961.54LJMC2-1076.92LTiC2+QC2 <= 0 -1923.08LKPC3+QKP3 <= 0 -1893.32LCKC3-692.31LCKB3-384.62LCKJM3+QCK3 <= 0 -1384.62LCKB3+QB3 <= 0 -865.38LCKJM3-769.23LJMC3+QJM3 <= 0 -961.54LTiC3+QTi3 <= 0 -3076.92LKPC3-5203.40LCKC3-961.54LTiC3-961.54LJMC3+QC3 <= 0 Modal) 4356LBC1+3908LKPC1+969LToKP1+228LC1+280P11+2500P21+1740P31+1500P41+1700 P51+1200P61+1700P71+300P81+24000TKP1+12000TKW1-M1 <= 2859698.13 2377LToC2+2143LC2+631LToJM2+514LJMC2+649LTiC2+280P12+2500P22+1740P32+15 00P42+1700P52+1200P62+1700P72+300P82+24000TKP2+12000TKW2-M2 <= 3055065.78 2106LKPC3+8046LCKC3+3494LCKB3+2349LCKJM3+669LTiC3+968LJMC3+280P13+2500P 23+1740P33+1500P43+1700P53+1200P63+1700P73+300P83+24000TKP3+12000TKW3M3 <=6868775.63
105
LP OPTIMUM FOUND AT STEP
87
OBJECTIVE FUNCTION VALUE 1) VARIABLE LBC1 LKPC1 LTOKP1 LC1 LTOC2 LC2 LTOJM2 LJMC2 LTIC2 LKPC3 LCKC3 LCKB3 LCKJM3 LTIC3 LJMC3 P11 P21 P31 P41 P51 P61 P71 P81 P12 P22 P32 P42 P52 P62 P72 P82 P13 P23 P33 P43 P53 P63
0.2889181E+08 VALUE 0.000000 0.674600 0.000000 0.000000 0.674600 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.674600 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 6017.688477 34.458569 163.664703 63.729462 63.729462 34.458569 0.000000 0.000000 3891.922607 15.569768 93.405113 77.835350 31.132790 0.000000 31.139536 306.167206 6541.164551 24.366552 150.435806 128.821609 48.733105 0.000000
REDUCED COST 0.000000 0.000000 0.000000 10107505.000000 0.000000 2538521.500000 0.000000 434119.625000 5906535.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 1413415.750000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 1700.000000 300.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 1200.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000
106
P73 P83 TKP1 TKW1 TKP2 TKW2 TKP3 TKW3 QB1 QKP1 QTO1 QC1 QTO2 QTI2 QJM2 QC2 QCK3 QB3 QKP3 QTI3 QJM3 QC3 M1 M2 M3
38.351009 392.961243 31.729143 20.061625 0.000000 0.000000 104.842293 89.295822 0.000000 3547.011185 0.000000 3583.354238 2963.262695 0.000000 0.000000 2760.827515 2954.610143 6071.399902 0.000000 0.000000 0.000000 3994.000001 446337.343750 0.000000 0.000000
0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 24000.000000 12000.000000 0.000000 0.000000 1440.214600 0.000000 5778.187012 0.000000 0.000000 0.000000 8294.961914 0.000000 0.000000 6655.776855 4914.221680 16716.707031 17308.525391 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000
ROW LAHAN) 3) 4) PUPUK) 6) 7) 8) 9) 10) 11) 12) 13) 14) 15) 16) 17)
SLACK OR SURPLUS 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000
DUAL PRICES 9396523.000000 7244864.000000 16462507.000000 280.000000 2500.000000 1740.000000 1500.000000 1700.000000 1200.000000 0.000000 0.000000 280.000000 2500.000000 1740.000000 1500.000000 1700.000000
107
18) 19) 20) 21) 22) 23) 24) 25) 26) 27) TK) 29) 30) 31) 32) 33) PNJULAN) 35) 36) 37) 38) 39) 40) 41) 42) 43) 44) 45) 46) 47) MODAL) 49) 50) NO. ITERATIONS=
0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 4.112355 0.000000 0.000000 7.516024 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 1447808.375000 662218.250000
1700.000000 300.000000 280.000000 2500.000000 1740.000000 1500.000000 1700.000000 1200.000000 1700.000000 300.000000 24000.000000 0.000000 24000.000000 12000.000000 0.000000 12000.000000 5940.214844 4500.000000 7278.187012 988.000000 1750.000000 9469.961914 1125.000000 825.000000 8789.221680 12000.000000 10530.777344 18558.525391 18391.707031 1500.000000 0.000000 0.000000 0.000000
87
108
RANGES IN WHICH THE BASIS IS UNCHANGED:
VARIABLE LBC1 LKPC1 LTOKP1 LC1 LTOC2 LC2 LTOJM2 LJMC2 LTIC2 LKPC3 LCKC3 LCKB3 LCKJM3 LTIC3 LJMC3 P11 P21 P31 P41 P51 P61 P71 P81 P12 P22 P32 P42 P52 P62 P72 P82 P13 P23 P33 P43 P53 P63 P73 P83
CURRENT COEF -4356.000000 -3908.000000 -969.000000 -228.000000 -2377.000000 -2143.000000 -631.000000 -514.000000 -649.000000 -2106.000000 -8046.000000 -3494.000000 -2349.000000 -669.000000 -968.000000 -280.000000 -2500.000000 -1740.000000 -1500.000000 -1700.000000 -1200.000000 -1700.000000 -300.000000 -280.000000 -2500.000000 -1740.000000 -1500.000000 -1700.000000 -1200.000000 -1700.000000 -300.000000 -280.000000 -2500.000000 -1740.000000 -1500.000000 -1700.000000 -1200.000000 -1700.000000 -300.000000
OBJ COEFFICIENT RANGES ALLOWABLE ALLOWABLE INCREASE DECREASE 3883035.250000 INFINITY INFINITY 3883035.250000 8889510.000000 INFINITY 10107505.000000 INFINITY 4629961.000000 2538521.500000 2538521.500000 INFINITY 5104554.000000 396905.031250 434120.000000 INFINITY 5906535.000000 INFINITY 9450441.000000 INFINITY INFINITY 9215722.000000 9215722.000000 INFINITY 14978451.000000 1590086.000000 16073782.000000 INFINITY 1413415.500000 INFINITY 280.000000 1053.376953 2500.000000 183956.984375 1740.000000 38730.980469 1500.000000 99465.679688 1700.000000 99465.679688 1200.000000 183956.984375 1700.000000 INFINITY 300.000000 INFINITY 280.000000 567.054260 2500.000000 62301.761719 1740.000000 47400.441406 1500.000000 22001.400391 1700.000000 31124.359375 1200.000000 INFINITY 1700.000000 34746.375000 300.000000 5593.305176 280.000000 688.539612 2500.000000 141421.312500 1740.000000 57077.433594 1500.000000 25910.728516 1700.000000 70679.226562 1200.000000 INFINITY 1700.000000 70714.578125 300.000000 7015.263672
109
TKP1 TKW1 TKP2 TKW2 TKP3 TKW3 QB1 QKP1 QTO1 QC1 QTO2 QTI2 QJM2 QC2 QCK3 QB3 QKP3 QTI3 QJM3 QC3 M1 M2 M3
-24000.000000 -12000.000000 -24000.000000 -12000.000000 -24000.000000 -12000.000000 4500.000000 4500.000000 1500.000000 988.000000 1750.000000 1125.000000 1175.000000 825.000000 12000.000000 3875.000000 3875.000000 1675.000000 1250.000000 1500.000000 0.000000 0.000000 0.000000
ROW
CURRENT RHS 0.674600 0.674600 0.674600 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000
LAHAN 3 4 PUPUK 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 18
24000.000000 12000.000000 24000.000000 12000.000000 24000.000000 12000.000000 1440.214844 INFINITY 5778.187012 3166.412598 INFINITY 6094.048828 8294.961914 349.807251 INFINITY 6655.777344 4914.221680 16716.707031 17308.525391 3686.488525 0.000000 0.000000 0.000000
48120.667969 67874.335938 INFINITY INFINITY 10570.109375 27951.958984 INFINITY 1220.113403 INFINITY 988.000000 451.220215 1125.000000 INFINITY 825.000000 2559.388428 INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY 1500.000000 0.962481 INFINITY INFINITY
RIGHTHAND SIDE RANGES ALLOWABLE ALLOWABLE INCREASE DECREASE INFINITY 0.045718 0.028932 0.674600 0.047091 0.345273 1594.061890 INFINITY 34.458569 INFINITY 163.664703 INFINITY 63.729462 INFINITY 63.729462 INFINITY 34.458569 INFINITY INFINITY 0.000000 INFINITY 0.000000 3891.922607 5170.744141 15.569768 579.123352 93.405113 832.073792 77.835350 965.205566 31.132790 851.651978 31.139536 851.651978
110
19 20 21 22 23 24 25 26 27 TK 29 30 31 32 33 PNJULAN 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 MODAL 49 50
0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 100.000000 100.000000 100.000000 73.330002 73.330002 73.330002 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 2859698.250000 3055065.750000 6868775.500000
306.167206 6541.164551 24.366552 150.435806 128.821609 48.733105 0.000000 38.351009 392.961243 18.597389 INFINITY 104.842293 20.061625 INFINITY 89.295822 0.000000 INFINITY 0.000000 INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY 0.000000 0.000000 0.000000 INFINITY 446337.343750 INFINITY INFINITY
4826.027832 2365.065186 264.887299 380.585205 441.478821 389.540161 551.848572 389.540161 2207.394287 INFINITY 4.112355 27.592426 INFINITY 7.516024 55.184853 1818.822754 2146.927979 0.000000 3303.354248 2763.262695 5396.799805 0.000000 2010.827515 952.957886 1277.233643 773.915771 386.296814 419.000122 3510.213623 INFINITY 1447808.375 662218.25
111
Lampiran 11. Model Pola Tanam Optimal Golongan Petani Sempit di Kelompok Tani Pondok Menteng Max–4167LBC1–2497LKPC1–801LJMC1–890LToC1–5016LToC2–1285LJMC2–477LTiC2– 1718LBC2-1975LKPC3–1564LTiC3–3627LJMC3–849LBTo3–436LBC3–280P11–2500P21– 1740P31–1500P41–1700P51–1200P61–1700P71–300P81–280P12–2500P22–1740P32– 1500P42–1700P52–1200P62–1700P72–300P82–280P13–2500P23–1740P33–1500P43– 1700P53–1200P63–1700P73–300P83–24000TKP1–12000TKW1–24000TKP2– 12000TKW2–24000TKP312000TKW3+4500QB1+988QC1+4500QKP1+2250QJM1+1500QTo1+1750QTo2+1175QJ M2+1125QTi2+3500QB2+825QC2+3875QKP3+1675QTi3+1250QJM3+3875QB3+1875QT o3+1500QC3 ST Lahan) LBC1+LKPC1+LJMC1+LToC1 <= 0.1365 LToC2+LJMC2+LTiC2+LBC2 <= 0.1365 LKPC3+LTiC3+LJMC3+LBTo3+LBC3 <= 0.1365 Pupuk) 4779.41KPC1+11764.71LBC1+698.53LJMC1+2941.18LToC1-P11 <= 0 32.91KPC1+66.74LBC1+13.24LJMC1+13.24LToC1-P21 <= 0 145.52KPC1+338.87LBC1+76.47LJMC1+71.08LToC1-P31 <= 0 38.24KPC1+118LBC1+13.24LJMC1+58.82LToC1-P41 <= 0 52.94KPC1+118LBC1+23.53LJMC1+24.51LToC1-P51 <= 0 28.01KPC1+66.74LBC1-P61 <= 0 208.33LToC1-P71 <= 0 2000LToC1-P81 <= 0 15000LToC2+3529.41LBC2+1931.37LJMC2+1176.47TiC2-P12 <= 0 64.71LToC2+16.67LBC2+15.97LJMC2+7.35LTiC2-P22 <= 0 375.84LToC2+112.75LBC2+97.76LJMC2+35.29LTiC2-P32 <= 0 294.12LToC2+35.29LBC2+15.97LJMC2+11.76LTiC2-P42 <= 0 125.49LToC2+35.29LBC2+36.13LJMC2+11.76LTiC2-P52 <= 0 16.67LBC2-P62 <= 0 125.49LToC2+7.35LTiC2-P72 <= 0 1176.47LToC2+117.65LTiC2-P82 <= 0 3602.94LKPC3+3529.41LTiC3+1176.47LJMC3+3415.20LBTo3+5.10LBC3-P13 <= 0 83.33LKPC3+23.04LTiC3+29.41LJMC3+55.88LBTo3+5.10LBC3-P23 <= 0 114.22LKPC3+97.48LTiC3+46.22LJMC3+342.02LBTo3+36.27LBC3-P33 <= 0 44.12LKPC3+33.33LTiC3+96.64LJMC3+55.88LBTo3+11.76LBC3-P43 <= 0 44.12LKPC3+33.33LTiC3+46.22LJMC3+108.82LBTo3+11.76LBC3-P53 <= 0 19.61LKPC3+8.40LBTo3+4.90LBC3-P63 <= 0 23.04LTiC3+33.61LBTo3-P73 <= 0 352.94LTiC3+336.13LBTo3-P83 <= 0 TK) 546.18LBC1+384.22LKPC1+62.06LJMC1+167.45LToC1–TKP1 <= 100 610.50LToC2+145.38LJMC2+48.24LTiC2+288.92LBC2–TKP2 <= 100 328.63LKPC3+215.18LTiC3+283.05LJMC3+124.37LBTo3+18.82LBC3–TKP3 <= 100
112
222.61LBC1+117.06LKPC1+10.59LJMC1+52.16LToC1–TKW1 <= 73.33 267.51LToC2+38.66LJMC2+19.41LTiC2+84.71LBC2–TKW2 <= 73.33 101.18LKPC3+87.48LTiC3+68.29LJMC3+57.98LBTo3+13.53LBC3–TKW3 <= 73.33 Pnjualn) -2997.20LKPC1+QKP1 <= 0 -4253.50LBC1+QB1 <= 0 -1147.06LJMC1+QJM1 <= 0 -2578.43LToC1+QTo1 <= 0 -3555.46LKPC1-7095.24LBC1-1705.88LJMC1-1470.59LToC1+QC1 <= 0 -12872.55LToC2+QTo2 <= 0 -1862.75LBC2+QB2 <= 0 -1722.69LJMC2+QJM2 <= 0 -794.12LTiC2+QTi2 <= 0 -20598.04LToC2-2588.24LBC2-2731.09LJMC2-882.35LTiC2+QC2 <= 0 -2156.86LKPC3+QKP3 <= 0 -2782.91LTiC3+QTi3 <= 0 -840.34LBTo3-784.31LBC3+QB3 <= 0 -5166.67LJMC3+QJM3 <= 0 -1260.50LBTo3+QTo3 <= 0 -2647.06LKPC3-2605.04LTiC3-7078.43LJMC3-588.24LBC3+QC3 <= 0 Modal) 4167LBC1+2497LKPC1+801LJMC1+890LToC1+280P11+2500P21+1740P31+1500P41+170 0P51+1200P61+1700P71+300P81+24000TKP1+12000TKW1-M1<= 2530617.06 5016LToC2+1285LJMC2+477LTiC2+1718LBC2+280P12+2500P22+1740P32+1500P42+17 00P52+1200P62+1700P72+300P82+24000TKP2+12000TKW2-M2 <= 4823841.15 1975LKPC3+1564LTiC3+3627LJMC3+849LBTo3+436LBC3+280P13+2500P23+1740P33+1 500P43+1700P53+1200P63+1700P73+300P83+24000TKP3+12000TKW3-M3<= 2980300.54
113
LP OPTIMUM FOUND AT STEP
50
OBJECTIVE FUNCTION VALUE 1) VARIABLE LBC1 LKPC1 LJMC1 LTOC1 LTOC2 LJMC2 LTIC2 LBC2 LKPC3 LTIC3 LJMC3 LBTO3 LBC3 P11 P21 P31 P41 P51 P61 P71 P81 P12 P22 P32 P42 P52 P62 P72 P82 P13 P23 P33 P43 P53 P63 P73 P83
2730083.
VALUE 0.136500 0.000000 0.000000 0.000000 0.136500 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.136500 0.000000 0.000000 1605.882935 9.110010 46.255756 16.107000 16.107000 9.110010 0.000000 0.000000 2047.500000 8.832915 51.302162 40.147381 17.129385 0.000000 17.129385 160.588150 160.588150 4.014465 6.309030 13.191360 6.309030 0.000000 0.000000 0.000000
REDUCED COST 0.000000 0.000000 17794504.000000 17428898.000000 0.000000 29838968.000000 0.000000 0.000000 0.000000 9120198.000000 0.000000 12716521.000000 12565137.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 1700.000000 300.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 1700.000000 300.000000
114
TKP1 TKW1 TKP2 TKW2 TKP3 TKW3 QB1 QC1 QKP1 QJM1 QTO1 QTO2 QJM2 QTI2 QB2 QC2 QKP3 QTI3 QJM3 QB3 QTO3 QC3 QKPC1 QTIC2 M1 M2 M3
0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 578.263890 868.500244 0.000000 0.000000 0.000000 957.103026 0.000000 0.000000 0.000000 2111.632568 0.000000 0.000000 705.250488 0.000000 0.000000 746.205680 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000
24000.000000 12000.000000 24000.000000 12000.000000 24000.000000 12000.000000 0.000000 0.000000 1548.342407 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 40073.492188 13949.605469 0.000000 2605.464355 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 1854684.625000 329411.593750 0.000000 0.000000 0.000000
ROW LAHAN) 3) 4) PUPUK) 6) 7) 8) 9) 10) 11) 12) 13) 14) 15)
SLACK OR SURPLUS 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000
DUAL PRICES 21638390.000000 33278806.000000 16365462.000000 280.000000 2500.000000 1740.000000 1500.000000 1700.000000 1200.000000 0.000000 0.000000 280.000000 2500.000000 1740.000000
115
16) 17) 18) 19) 20) 21) 22) 23) 24) 25) 26) 27) 28) TK) 30) 31) 32) 33) 34) PNJUALN) 36) 37) 38) 39) 40) 41) 42) 43) 44) 45) 46) 47) 48) 49) 50) MODAL) 52) 53) NO. ITERATIONS=
0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 25.446430 16.666750 61.363674 42.943733 36.814884 64.008415 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 1914666.500000 3971870.750000 2883314.500000
1500.000000 1700.000000 1200.000000 1700.000000 300.000000 280.000000 2500.000000 1740.000000 1500.000000 1700.000000 1200.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 6048.342285 4500.000000 2250.000000 1500.000000 988.000000 1750.000000 17449.605469 1175.000000 41198.492188 825.000000 6480.464355 1675.000000 3875.000000 1250.000000 1875.000000 1500.000000 0.000000 0.000000 0.000000
50
116
RANGES IN WHICH THE BASIS IS UNCHANGED:
VARIABLE LBC1 LKPC1 LJMC1 LTOC1 LTOC2 LJMC2 LTIC2 LBC2 LKPC3 LTIC3 LJMC3 LBTO3 LBC3 P11 P21 P31 P41 P51 P61 P71 P81 P12 P22 P32 P42 P52 P62 P72 P82 P13 P23 P33 P43 P53 P63 P73 P83 TKP1 TKW1
CURRENT COEF -4167.000000 -2497.000000 -801.000000 -890.000000 -5016.000000 -1285.000000 -477.000000 -1718.000000 -1975.000000 -1564.000000 -3627.000000 -849.000000 -436.000000 -280.000000 -2500.000000 -1740.000000 -1500.000000 -1700.000000 -1200.000000 -1700.000000 -300.000000 -280.000000 -2500.000000 -1740.000000 -1500.000000 -1700.000000 -1200.000000 -1700.000000 -300.000000 -280.000000 -2500.000000 -1740.000000 -1500.000000 -1700.000000 -1200.000000 -1700.000000 -300.000000 -24000.000000 -12000.000000
OBJ COEFFICIENT RANGES ALLOWABLE ALLOWABLE INCREASE DECREASE INFINITY 4640691.500000 4640691.500000 INFINITY 17794504.000000 INFINITY 17428898.000000 INFINITY INFINITY 25984628.000000 29838968.000000 INFINITY 31823160.000000 INFINITY 25984628.000000 INFINITY 5619622.000000 INFINITY 9120198.000000 INFINITY INFINITY 5619622.000000 12716521.000000 INFINITY 12565137.000000 INFINITY 280.000000 394.458649 2500.000000 69533.88281 1740.000000 13694.60742 1500.000000 39327.89453 1700.000000 39327.89453 1200.000000 69533.88281 1700.000000 INFINITY 300.000000 INFINITY 280.000000 2121.544189 2500.000000 514276.093750 1740.000000 88545.140625 1500.000000 100392.640625 1700.000000 265190.906250 1200.000000 INFINITY 1700.000000 207065.328125 300.000000 22086.945312 280.000000 10726.872070 2500.000000 516871.093750 1740.000000 354077.500000 1500.000000 106999.656250 1700.000000 354077.500000 1200.000000 INFINITY 1700.000000 INFINITY 300.000000 INFINITY 24000.000000 INFINITY 12000.000000 INFINITY
117
TKP2 TKW2 TKP3 TKW3 QB1 QC1 QKP1 QJM1 QTO1 QTO2 QJM2 QTI2 QB2 QC2 QKP3 QTI3 QJM3 QB3 QTO3 QC3 QKPC1 QTIC2 M1 M2 M3
ROW LAHAN 3 4 PUPUK 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
-24000.000000 -12000.000000 -24000.000000 -12000.000000 4500.000000 988.000000 4500.000000 2250.000000 1500.000000 1750.000000 1175.000000 1125.000000 3500.000000 825.000000 3875.000000 1675.000000 1250.000000 3875.000000 1875.000000 1500.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000
CURRENT RHS 0.136500 0.136500 0.136500 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000
24000.000000 12000.000000 24000.000000 12000.000000 1084.688965 INFINITY 1548.342285 15513.138672 6759.501953 INFINITY 17321.15039 40073.49219 13949.60547 INFINITY 2605.464355 3277.216309 INFINITY 15132.589844 10088.47363 INFINITY 1854684.625000 329411.593750 0.000000 0.000000 0.000000
INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY 1091.028931 988.000000 INFINITY 2250.000000 1500.000000 1750.000000 1175.000000 INFINITY INFINITY 825.000000 INFINITY 1675.000000 1087.667969 3875.000000 1875.000000 1268.145508 INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY
RIGHTHAND SIDE RANGES ALLOWABLE ALLOWABLE INCREASE DECREASE 0.046590 0.136500 0.027300 0.136500 0.216794 0.136500 1605.882935 6838.094727 9.110010 765.866577 46.255756 1100.383057 16.107000 1276.444336 16.107000 1126.274414 9.110010 1595.555420 INFINITY 0.000000 INFINITY 0.000000 2047.500000 14185.252930 8.832915 1588.748291 51.302162 2282.684326
118
16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 TK 30 31 32 33 34 PNJUALN 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 MODAL 52 53
0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 100.000000 100.000000 100.000000 73.330002 73.330002 73.330002 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 2530617.000000 4823841.000000 2980300.500000
40.147381 17.129385 0.000000 17.129385 160.588150 160.588150 4.014465 6.309030 13.191360 6.309030 0.000000 INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY 0.000000 INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY 0.000000 INFINITY 0.000000 INFINITY 0.000000 INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY
2647.913818 2336.394531 3309.892334 2336.394531 13239.569336 10297.551758 1153.325806 1657.077271 1922.209717 1696.067383 2402.761963 0.000000 1.000000 25.446430 16.666750 61.363674 42.943733 36.814884 64.008415 409.117798 580.602783 0.000000 0.000000 968.500244 1757.103027 254.265366 0.000000 108.397377 2811.632568 294.411407 0.000000 0.000000 705.250488 0.000000 966.205688 1914666.500000 3971870.750000 2883314.500000
119
Lampiran 12. Rincian Aktivitas yang Dimasukkan dalam Linear Programming No
Aktivitas
Satuan
Simbol
1
Luas Lahan Tanaman Buncis + Caisin MT I
Ha
LBC1
2
Luas Lahan Tanaman Kacang Panjang + Caisin MT I
Ha
LKPC1
3
Luas Lahan Tanaman Tomat + Kacang PanjangMT I
Ha
LToKP1
4
Luas Lahan Tanaman Caisin MT I
Ha
LC1
5
Luas Lahan Tanaman Jagung Manis + Caisin MT I
Ha
LJMC1
6
Luas Lahan Tanaman Tomat + Caisin MT I
Ha
LToC1
7
Luas Lahan Tanaman Tomat + Caisin MT II
Ha
LToC2
8
Luas Lahan Tanaman Caisin MT II
Ha
LC2
9
Luas Lahan Tanaman Tomat + Jagung Manis MT II
Ha
LToJM2
10
Luas Lahan Tanaman Jagung Manis + Caisin MT II
Ha
LJMC2
11
Luas Lahan Tanaman Timun + Caisin MT II
Ha
LTiC2
12
Luas Lahan Tanaman Buncis + Caisin MT II
Ha
LBC2
13
Luas Lahan Tanaman Kacang Panjang + Caisin MT III
Ha
LKPC3
14
Luas Lahan Tanaman Cabai Keriting + Caisin MT III
Ha
LCKC3
15
Luas Lahan Tanaman Cabai Keriting + Buncis MT III
Ha
LCKB3
16
Luas Lahan Tanaman Cabai Keriting + Jagung Manis MT III
Ha
LCKJM3
17
Luas Lahan Tanaman Timun + Caisin MT III
Ha
LTiC3
18
Luas Lahan Tanaman Jagung Manis + Caisin MT III
Ha
LJMC3
19
Luas Lahan Tanaman Buncis + Tomat MT III
Ha
LBTo3
20
Luas Lahan Tanaman Buncis + Caisin MT III
Ha
LBC3
21
Penjualan Buncis MT I
Kg
QB1
22
Penjualan Kacang Panjang MT I
Kg
QKP1
23
Penjualan Tomat MT I
Kg
QTo1
24
Penjualan Caisin MT I
Kg
QC1
25
Penjualan Jagung Manis MT I
Kg
QJM1
26
Penjualan Tomat MT II
Kg
QTo2
27
Penjualan Caisin MT II
Kg
QC2
28
Penjualan Jagung Manis MT II
Kg
QJM2
29
Penjualan Timun MT II
Kg
QTi2
30
Penjualan Buncis MT II
Kg
QB2
31
Penjualan Kacang Panjang MT III
Kg
QKP3
32
Penjualan Caisin MT III
Kg
QC3
33
Penjualan Cabai Keriting MT III
Kg
QCK3
34
Penjualan Buncis MT III
Kg
QB3
35
Penjualan Jagung Manis MT III
Kg
QJM3
36
Penjualan Timun MT III
Kg
QTi3
120
No
Aktivitas
Satuan
Simbol
37
Penjualan Tomat MT III
Kg
QTo3
38
Pembelian Pupuk Kandang MT I
Kg
P11
39
Pembelian Pupuk NPK MT I
Kg
P21
40
Pembelian Pupuk Urea MT I
Kg
P31
41
Pembelian Pupuk SP 36 MT I
Kg
P41
42
Pembelian Pupuk KCL MT I
Kg
P51
43
Pembelian Pupuk TSP MT I
Kg
P61
44
Pembelian Pupuk ZA MT I
Kg
P71
45
Pembelian Dolomit MT I
Kg
P81
46
Pembelian Pupuk Kandang MT II
Kg
P12
47
Pembelian Pupuk NPK MT II
Kg
P22
48
Pembelian Pupuk Urea MT II
Kg
P32
49
Pembelian Pupuk SP 36 MT II
Kg
P42
50
Pembelian Pupuk KCL MT II
Kg
P52
51
Pembelian Pupuk TSP MT II
Kg
P62
52
Pembelian Pupuk ZA MT II
Kg
P72
53
Pembelian Dolomit MT II
Kg
P82
54
Pembelian Pupuk Kandang MT III
Kg
P13
55
Pembelian Pupuk NPK MT III
Kg
P23
56
Pembelian Pupuk Urea MT III
Kg
P33
57
Pembelian Pupuk SP 36 MT III
Kg
P43
58
Pembelian Pupuk KCL MT III
Kg
P53
59
Pembelian Pupuk TSP MT III
Kg
P63
60
Pembelian Pupuk ZA MT III
Kg
P73
61
Pembelian Dolomit MT III
Kg
P83
62
Menyewa Tenaga Kerja Pria MT I
HKP
TKP I
63
Menyewa Tenaga Kerja Pria MT II
HKP
TKP II
64
Menyewa Tenaga Kerja Pria MT III
HKP
TKP III
65
Menyewa Tenaga Kerja Wanita MT I
HKW
TKW I
66
Menyewa Tenaga Kerja Wanita MT II
HKW
TKW II
67
Menyewa Tenaga Kerja Wanita MT III
HKW
TKW III
121
Lampiran 13. Kebutuhan Rata-rata Pupuk Per Hektar Golongan Petani Luas Kelompok Tani Pondok Menteng No
MT I
Jenis
MT II
Pupuk
B+C
1
Kandang
9,231
8,920
2,692
385
5,769
2
NPK
46
51
13
-
3
Urea
274
243
37
4
SP 36
92
94
5
KCL
92
6
TSP
7 8
KP+C
To+KP
C
To+C
C
MT III
To+JM
JM+C
Ti+C
KP+C
CK+C
CK+B
CK+JM
Ti+C
JM+C
2,692
1,608
452
1,538
4,615
9,696
5,385
1,606
1,538
452
23
-
15
8
9
23
36
33
15
6
8
31
138
212
31
46
43
135
223
62
31
43
46
58
-
115
-
46
38
15
46
191
108
46
14
8
94
37
-
46
-
31
15
15
46
72
62
31
14
15
38
51
6
-
-
-
-
-
-
23
-
15
-
-
-
ZA
-
-
17
-
46
-
15
-
9
-
57
31
15
14
-
Dolomit
-
-
154
-
454
-
154
154
154
-
583
308
154
154
-
122
Lampiran 14. Kebutuhan Rata-rata Pupuk Per Hektar Golongan Petani Sempit Kelompok Tani Pondok Menteng No
MT I
Jenis Pupuk
KP + C
B+C
1
Kandang
4,779.41
11,764.71
2
NPK
32.91
3
Urea
4
MT II
JM + C
MT III
To + C
To + C
B+C
JM + C
Ti + C
KP + C
Ti + C
B + To
JM + C
B+C
698.53
2,941.18
15,000.00
3,529.41
1,931.37
1,176.47
3,602.94
3,529.41
1,176.47
3,415.20
5.10
66.74
13.24
13.24
64.71
16.67
15.97
7.35
83.33
23.04
29.41
55.88
5.10
145.52
338.87
76.47
71.08
375.84
112.75
97.76
35.29
114.22
97.48
46.22
342.02
36.27
SP 36
38.24
118.00
13.24
58.82
294.12
35.29
15.97
11.76
44.12
33.33
96.64
55.88
11.76
5
KCL
52.94
118.00
23.53
24.51
125.49
35.29
36.13
11.76
44.12
33.33
46.22
108.82
11.76
6
TSP
28.01
66.74
-
-
-
16.67
-
-
19.61
-
8.40
-
4.90
7
ZA
-
-
-
24.51
125.49
-
-
7.35
-
23.04
33.61
-
-
8
Dolomit
-
-
-
235.29
1,176.47
-
-
117.65
-
352.94
336.13
-
-
123
Lampiran 15. Penggunaan Input Usahatani Sayuran per Hektar Golongan Petani Luas dan Petani Sempit di Kelompok Tani Pondok Menteng Uraian Pembelian Pupuk (Kg) Kandang MT I NPK MT I Urea MT I SP 36 MT I KCL MT I TSP MT I ZA MT I Dolomit MT I Kandang MT II NPK MT II Urea MT II SP 36 MT II KCL MT II TSP MT II ZA MT II Dolomit MT II Kandang MT III NPK MT III Urea MT III SP 36 MT III KCL MT III TSP MT III ZA MT III Dolomit MT III Total Biaya Pupuk Tenaga Kerja Tenaga Kerja Pria MT I Tenaga Kerja Pria MT II Tenaga Kerja Pria MT III Tenaga Kerja Wanita MT I Tenaga Kerja Wanita MT II Tenaga Kerja Wanita MT III Total Biaya Tenaga Kerja Saprodi Lain Tomat+Kacang Panjang Tomat+Jagung Manis Cabai Keriting+Buncis Kacang Panjang+Caisin Tomat+Caisin Buncis+Tomat Total Biaya Saprodi Lain Total Biaya
Total Petani Luas
Petani Sempit
2,497,706.45 127,700.00 422,141.39 141,705.00 160,599.00 61,296.00 1,615,384.42 57,700.00 240,920.39 173,070.00 78,455.00 78,472.00 136,155.00 2,714,980.84 90,300.00 388,020.02 286,439.98 122,808.00 96,645.00 174,753.00 9,665,251.50
3,294,118.84 166,850.00 589,633.81 177,000.00 200,600.00 80,088.00 4,200,000.00 161,775.00 653,961.63 441,180.01 213,333.00 213,333.00 352,940.99 329,411.59 73,525.00 80,422.80 144,960.00 78,574.00 11,451,707.67
1,128,816.23 356,862.59 3,729,936.31 1,588,422.57 6,804,037.69
-
12,603,693.94 8,207,972.22 22,712,391.67 43,524,057.83 59,993,347.03
10,615,812.50 8,527,374.21 14,445,996.03 33,589,182.74 45,040,890.41
124
Lampiran 16. Selang Kepekaan Nilai Fungsi Tujuan Golongan Petani Luas No
Variabel
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39
Biaya lain KPC1 Biaya lain ToC2 Biaya lain CKC3 P11 P21 P31 P41 P51 P61 P71 P81 P12 P22 P32 P42 P52 P62 P72 P82 P13 P23 P33 P43 P53 P63 P73 P83 TKP MT I TKP MT II TKP MT III TKW MT I TKW MT II TKW MT III Penjualan C1 Penjualan KP1 Penjulan To2 Penjulan C2 Penjulan CK3 Penjualan C3
Koefisien 3,908 2,377 8,046 280 2,500 1,740 1,500 1,700 1,200 1,700 300 280 2,500 1,740 1,500 1,700 1,200 1,700 300 280 2,500 1,740 1,500 1,700 1,200 1,700 300 24,000 12,000 24,000 12,000 24,000 12,000 988 4,500 1,750 825 12,000 1,500
Batas Maksimum
Batas Minimum
Infinity 4,629,961 Infinity 280 2,500 1,740 1,500 1,700 1,200 1,700 300 280 2,500 1,740 1,500 1,700 1,200 1,700 300 280 2,500 1,740 1,500 1,700 1,200 1,700 300 24,000 12,000 24,000 12,000 24,000 12,000 3,166.41 Infinity 1,605.29 349.81 Infinity 3,686
3,883,035.25 2,538,521.50 9,215,722 1,053.38 183,956.98 38,730.98 99,465.68 99,465.68 183,956.98 Infinity Infinity 567.05 62,301.76 47,400.44 22,001.40 31,124.36 Infinity 34,746.38 5,593.31 688.54 141,421.31 57,077.43 25,910.73 70,679.23 Infinity 70,714.58 7,015.26 48,120.67 67,874.34 Infinity Infinity 10,570.11 27,951.96 988 1,220.11 473.10 825.00 2,559.39 1,500.00
Kenaikan yang Diizinkan (%) Infinity 194,781.70 Infinity 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 320.49 Infinity 91.73 42.40 Infinity 245.77
Penurunan yang Diizinkan (%) 99,361.19 106,795.18 114,537.93 376.21 7,358.28 2,225.92 6,631.05 5,850.92 15,329.75 Infinity Infinity 202.52 2,492.07 2,724.16 1,466.76 1,830.84 Infinity 2,043.90 1,864.44 245.91 5,656.85 3,280.31 1,727.38 4,157.60 Infinity 4,159.68 2,338.42 200.50 565.62 Infinity Infinity 44.04 232.93 100.00 27.11 27.03 100.00 21.33 100.00
125
Lampiran 17. Selang Kepekaan Nilai Fungsi Tujuan Golongan Petani Sempit No
Variabel
Koefisien
Batas Maksimum
Batas Minimum
Kenaikan yang Diizinkan
Penurunan yang Diizinkan
1
Biaya lain BC1
4,167
Infinity
4,640,691.50
Infinity
111,367.69
2
Biaya lain ToC2
5,016
Infinity
25,984,628.00
Infinity
26,600,208
3
Biaya lain JMC3
3,627
Infinity
5,619,622.00
Infinity
154,938.57
4
P11
280
280
394.46
100
140.88
5
P21
2,500
2,500
69,533.88
100
2,781.36
6
P31
1,740
1,740
13,694.61
100
787.05
7
P41
1,500
1,500
39,327.89
100
2,621.86
8
P51
1,700
1,700
39,327.89
100
2,313.41
9
P61
1,200
1,200
69,533.88
100
5,794.49
10
P71
1,700
1,700
Infinity
100
Infinity
11
P81
300
300
Infinity
100
Infinity
12
P12
280
280
2,121.54
100
757.69
13
P22
2,500
2,500
514,276.09
100
20,571.04
14
P32
1,740
1,740
88,545.14
100
5,088.80
15
P42
1,500
1,500
100,392.64
100
6,692.84
16
P52
1,700
1,700
265,190.91
100
15,599.47
17
P62
1,200
1,200
Infinity
100
Infinity
18
P72
1,700
1,700
207,065.33
100
12,180.31
19 20
P82 P13
300 280
300 280
22,086.95 10,726.87
100 100
7,362.32 3,831.03
21
P23
2,500
2,500
516,871.09
100
20,674.84
22
P33
1,740
1,740
354,077.50
100
20,349.28
23
P43
1,500
1,500
106,999.66
100
7,133.31
24
P53
1,700
1,700
354,077.50
100
20,828.09
25
P63
1,200
1,200
Infinity
100
Infinity
26
P73
1,700
1,700
Infinity
100
Infinity
27
P83
300
300
Infinity
100
Infinity
28
TKP1
24,000
24,000
Infinity
100
Infinity
29
TKP2
12,000
12,000
Infinity
100
Infinity
30
TKP3
24,000
24,000
Infinity
100
Infinity
31
TKW1
12,000
12,000
Infinity
100
Infinity
32
TKW2
24,000
24,000
Infinity
100
Infinity
33
TKW3
12,000
12,000
Infinity
100
Infinity
34
Penjualan B1
4,500
1,085
1,091.03
24
24.25
35
Penjualan C1
988
Infinity
988.00
Infinity
100.00
36
Penjulan To2
1,750
Infinity
1,750.00
Infinity
100.00
37
Penjulan C2
825
Infinity
825.00
Infinity
100.00
38
Penjulan JM3
1,250
Infinity
1,087.67
Infinity
87.01
39
Penjualan C3
1,500
Infinity
1,268.15
Infinity
84.54
126