1
FILSAFAT AL-QUR’AN (Suatu kajian dari segi pendidikan) Oleh : H.M. Amir HM. Abstrac The Qur’an
is not
a
book
of philosophy,
but
it
is loaded
with
philosophical values that should be explored by anyone who wants to find the study of the Qur’an philosophically. Thes also proves that the Qur’an the more it is explored the more it shows it is universality and integrality in the sense thet all problems are found in the Qur’an, including educational problems that make the Qur’an as a normative basis. Thus, the philosophy of the Qur’an on education are; (1) comprehensive, the objects of study are all beings (God, nature, and man), (2) integrated in the sense of combining the material and spiritual interests, between this world and the hereafter, (3) contains the development and change in the sense of inviting people towards a better and more perfect way in terms of both creativity and morality. Therefore, the educational referred to in this paper is a study based on ontology, epistemology and axiology of education in the Qur’an. Kata kunci: Filsafat, Qur’an dan pendidikan 1. Pendahuluan Al-Qur’an memperkenalkan dirinya sebagai kitab yang didalamnya tercakup segala sesuatu (QS. Al-An’am/6: 38, sekalipun pada umumnya hanya bersifat global. Karena terdapatnya ayat-ayat al-Qur’an yang bersifat global sehingga memerlukan sentuhan akal pikiran manusia untuk memahami rinciannya, agar semua ayat dalam alQur’an dapat teraplikasi maknanya dalam kehidupan umat manusia. Karena itu, alQur’an turun untuk berdialog dengan setiap umat manusia yang ditemuinya, sekaligus memecahkan segala problema yang dihadapinya, kapan pun dan dimana pun mereka berada.1 Agil Husain al-Munawwar, Al- Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakik i (Cet. III; Jakarta: Ciputat Pres, 2004, h. XII. Lihat pula M. Qurais h Shihab, Membumikan Al-Qur’an Fungsi dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan Masyarakat (Cet. VII; Bandung: Mizan, 1994, h. 23. 1 Said
2
Setiap kata dan kalimat dalam al-Qur’an mengandung makna yang amat mendalam dan tidak terbatas kedalamannya. Boleh jadi setiap orang yang membaca, meneliti, mengkaji dan menafsirkan suatu ayat dari al-Qur’an itu merasa puas dengan apa yang dia capai atau dia rasakan, tetapi tidak menutup kemungkinan adanya orang lain yang membaca, meneliti, dan menafsirkan ayat yang sama justru menemukan maknamakna lain, dan mungkin lebih mendalam dari apa yang dicapai oleh orang-orang sebelumnya dan disinilah cara kerja filsafat. Filsafat hadir sebagai bagian dari ilmu pengetahuan
menjadikan akal sebagai
andalan utamanya untuk menemukan hakikat segala sesuatu, termasuk menyelami makna-makna ayat-ayat al-Qur’an. Ia tidak berhenti dan tidak puas sebelum menemukan hakikat sesuatu yang ia yakini sebagai
suatu kebenaran, sekalipun kebenaran yang ia
capai bersifat spekulatif. Bagi kaum filosof, bahwa akal yang terdapat dalam diri manusia merupakan suatu daya yang dengannya manusia menjadi makhluk termulia. Karena dengan akal itu, manusia dapat mengatasi dan memikirkan problema-probelma yang dihadapinya serta dapat mengetahui apa yang harus dikerjakan dan apa yang harus ditinggalkan. Al Gazali (1059-1111 M.) mengemukakan bahwa akal adalah suatu potensi diri manusia
yang
membedakannya
dengan
hewan.
Dengan
Akal,
manusia bersedia
menerima berbagai macam ilmu nadhari (ilmu yang memerlukan pemikiran) dan memecahkan berbagai masalah pelik yang memerlukan pemikiran. 2 Lebih dipertegas lagi oleh Ahmad Mahmud Ashbahy, bahwa jika manusia telah sempurna akal pikirannya, maka wajib atasnya memikirkan sesuatu yang menyebabkan memilki ilmu pengetahuan. 3
2 Al
Gazali, Ihya al Ulumuddin, Juz I (Qairo: Dar al Ihya al Arabiyyah, t,th.), h. 84
3 Ahmad
Muhammad Ashbahy, Al- Falasifah al- Akhlaqiyah fi Fikri al-Islami (Mesir: Dar alMa’arif, t,th), h. 69
3
Dengan membedakan
demikian,
manusia
hakikat
dengan
akal yang
makhluk
lain
sebenarnya yang
adalah
menjadikan
sesuatu
manusia
yang
berilmu
pengetahuan. Dengan ilmu pengetahuan itu, ia dapat mengalami perubahan dan kemajuan dalam hidupnya. Keinginan manusia
untuk mengalami perubahan dan kemajuan dalam hidupnya,
merupakan potensi dasar yang dibawa sejak lahir, dan terus mengalami perkembangan seiring
dengan
perkembangan
psikis
dan
psikologi
manusia.
Ketika
manusia
menghendaki kemajuan dalam hidupnya, maka timbulah gagasan untuk melakukan pengalihan, pelestarian dan pengembangan kebudayaan melalui pendidikan. Karenai itu, dalam sejarah pertumbuhan masyarakat, pendidikan senantiasa menjadi perhatian utama dalam rangka memajukan kehidupan generasi
ke generasi sejalan dengan tuntutan
masyarakatnya.4 Dengan demikian,
dalam kehidupan masyarakat yang semakin berbudaya
dengan tuntutan kehidupan yang semakin global, maka pendidikan seharunya menjadi alat perekat dalam mengatasi segala persoalan kehidupan. Agar pendidikan tidak salah arah, maka kajian-kajian terhadap dasar normatif sebuah pendidikan menjadi suatu keharusan yang tidak dapat diabaikan. Pendidikan Islam, adalah salah satu bentuk pendidikan yang harus tumbuh dan berkembang, khususnya di kalangan umat Islam, maka yang menjadi dasar normatifnya adalah al-Qur’an al-Hadis. Agar tulisan ini lebih terarah dan fokus, maka kajiannya lebih dititip beratkan kepada al-Qur’an, sehingga semakin ditemukan keluasan dan kedalaman makna-makna yang terkandung dalam alQur’an termasuk nilai-nilai filsafat, sekalipun diyakin bahwa al-Qur’an bukanlah kitab filsafat.
4 M.
Arifin, Ilmu Pendidikan Islam; Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), h. 1
4
II. Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang tersebut, muncul beberapa masalah yang hendak dijawab dalam tulisan ini; yakni Apa yang dimaksud filsafat al-Qur’an dan bagaimana hakikat, wujud dan tujuan pendidikan dalam al-Qur’an ?. III. Metode Penelitian Penelitian
ini bersifat
deskriftif analisis,
yakni memaparkan apa adanya
berdasarkan sumber-sumber rujukan yang ada disertai analisis yang mendalam atau analisis filosofis, sehingga memberi pemahaman yang aktual dan akuntabilitas. Karena itu, sumber datanya berasal dari telaah kepustakaan (library research) yang terdiri atas data primer yakni kitab-kitab tafsir, buku-buku filsafat dan buku-buku pendidikan. Sedangkan data skunder berasal dari sumber lain yang ada relevansinya dengan pembahasan untuk keperluan analisis. Kemudian interpretasi data tersebut diolah dengan menggunakan metode kualitatif serta di analisis dengan conteks analisis (analisis isi) dengan menggunakan pendekatan filosofis dan paedagogik. IV. Kerangka Teori Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, dikemukakan bahwa kata filsafat berarti (1) pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab, asal dan hukum-hukumnya; (2) teori yang mendasari alam pikiran atau suatu kegiatan; (3) ilmu yang berintikan logika, estetika, metafisika dan epistemologi. 5
lebih
lanjut dikemukakan oleh Al-Farabi, seperti yang dikutip oleh Toto Suharto bahwa istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani yakni Philosophia.
Philo berarti cinta, sedangkan
Sophia berarti hikmah.6 Sehingga filsafat berarti cinta kepada kebijaksanaan. Orang yang 5 Departemen
Pendidikan Nasional, Jakarta: Balai Pustaka, 2012) , h. 317 6 Toto
Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi
III (Cet:
Suharto, Filsafat Pendidikan Islam (Cet. I; Jogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), h. 16
5
mendalami filsafat
atau cinta kepada kebijaksanaan dinamakna filosof. Para filosof
menjadikan akal (berpikir) sebagai landasan utamanya untuk memperoleh kebenaran. Namun, tidak berarti semua orang yang berpikir dinamakna berfilsafat, karena berpikir yang dimaksud dalam filsafat adalah berpikir secara radikal, integral, dan universal. Ketika filsafat dirangkai dengan al-Qur’an, mengandung makna bahwa makna-makna yang tercakup dalam al-Qur’an
akan digali melalui cara kerja filsafat tersebut,
sehingga semakin dirasakan demikian luas dan dalamnya kandungan al-Qur’an yang harus digali dan diamalkan dalam kehidupan umat manusia. Term al-Qur'an berasal dari bahasa Arab yakni قـرأberakar kata dari huruf qaf, ra dan al-harf mu’tal menelaah,
membaca,
yang berarti menghimpun atau mengumpulkan, 7 menyampaikan, mendalami,
meneliti,
mengetahui ciri-cirinya dan sebagainya,
kesemuanya dapat dikembalikan kepada hakikat "menghimpun",8 kemudian diartikan dengan “membaca” karena semua orang yang membaca berarti menghimpun berbagai ilmu pengetahuan. Dari segi Terminologi, menurut Muhammad Ali al-Sabuniy, al-Qur’an adalah; Kalamullah yang diturunkan kepada Muhammad saw. Dengan perantaraan malaikat Jibril yang disampaikan kepada umatnya secara mutawatir, dan membacanya atau mempelajarinya merupakan suatu ibadah, dimulai dengan suarat al-Fatiha dan diakhiri dengan suarat al-Nass.9 Al-Qur’an yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah sesuatu yang diwahyukan kepada Muhammad saw. Melalui perantaraan malaikat Jibril QS. An Najm (53): 4-5, sebagai obat dan rahmat QS. Al Isra' (17): 82, sebagai peringatan QS. Al Qalam (68): 52, sebagai petunjuk dan rahmat bagi orang yang beriman QS. Al A'raf (7): 203, sebagai 7 Abiy 8 M.
al Husain Ahmad ibn Faris ibn Zakariyah, op. cit., jilid V, h. 78
Quraish Shihab, "Membumikan", op. cit., h. 167
9 Lihat
Muhammad Ali al-Sabuniy, Al- Tibyan fi 'Ulum al-Qur’an (Bairut-Libanon: Dar Al Irsyad, 1970), h. 8
6
peraturan yang benar QS. Al Ra'd (13): 37. bagi kehidupan umat manusia untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan keselamatan di akhirat. Dengan batasan
al-Qur’an
seperti ini, pembahasan yang dilakukan tidak bermaksud menguji kebenaran yang terkandung dalam al-Qur’an, tetapi berusaha untuk menemukan dan merumuskan maknamakna filsafat dalam al-Qur’an dikaitkan dengan pendidikan yang berorientasi pada ontologi, epistemologi dan aksiologi. Bila diperhatikan makna dan fungsi al-Qur’an seperti yang telah diuraikan, maka setidaknya
tulisan ini akan mengungkap benang merah makna dan hakikat pendidikan
yang dikembangkan berdasarkan logika manusia modern dengan petunjuk yang ada dalam al-Qur’an sebagai pegangan hidup bagi umat Islam. V. Pembahasan 1. Pengertian filsafat al-Qur’an Filsafat akan dapat dipertahankan sepanjang diletakkan secara relevan dan konsisten
meneliti
dan
menilai
sesuatu
berdasarkan
petimbangan
dari
ontologi,
epistemologi dan aksiologi dengan memposisikan akal sebagai alat instrument vital baginya. Al-Qur’an juga, menghargai akal dan memberi peran yang cukup besar bagi kehidupan umat manusia. Orang yang tidak berakal, mendekati shalat pun tidak dibolehkan apalagi mengerjakannya (QS. An-Nisa/4: 43). Term akal dalam al-Qur’an ditemukan sebanyak 49 kali semuanya dalam bentuk fi’il (kata kerja). Bentuk-bentuk yang dimaksud adalah aqaluh, 1 kali, ta’qilun 24 kali, na’qilu 1 kali, ya’qiluha 1 kali, ya’qiluna 24 kali.10 Term akal yang digambarkan al-Qur’an tersebut hanya menggunakan fi’il yakni fi’il madi dan fi’il mudari’, namun tidak berarti bahwa tidak ada yang mengandung unsur
10 Muhammad
h. 468-469.
Fuad Abdu al-Baqy, Al- Mu’jam Al-Mufahras li al Fadz al-Qur’an (Angkasa, t.th.)
7
perintah dalam penggunaannya. Karena 14 kali dari bentuk fi’il mudari’ tersebut didahului dengan istifham al-ingkari yakni afala yang berkonotasi perintah. Selain itu, akal juga mengandung makna al-istimrari (kontinutas). Ini berarti bahwa akal merupakan aktivitas yang bergerak terus menerus. Apabila akal seseorang tidak berfungsi maka hilanglah nilai-nilai kemanusiaan pada diri manusia. Al-Qur’an ketika menunjuk perintah berpikir, selain menggunakan term al-aql, juga menggunakan al-tafakkur, al-tadabbur dan ulu al-bab. Bila metode/karakteristik filsafat dikaitkan dengan makna berpikir dalam alQur’an maka posisinya dapat dilihat sebagai berikut; Filsafat al-Qur’an -Universal = tafakkur -Integral = tadabbur -Radikal = ulu al bab
= = =
aql aql aql
Apabila diperhatikan titik temu antara filsafat dengan al-Qur’an tersebut, semakin bertambahlah keyakinan dan memperkuat ligtimasi bahwa pada dasarnya ayatayat al-Qur’an mengandung makna filsafat, sejauh manusia mampu menggali dan memahaminya. Tugas filsafat adalah menggali sesuatu sampai keakar-akarnya dan tidak berhenti sebelum menemukan hakikat sesungguhnya dari suatu permasalahan yang dihadapinya, tidak terkecuali ayat-ayat al-Qur’an dan itulah dimaksud Filsafat Al-Qur’an, yang secara umum objek kajiannya Tuhan, alam dan
mausia termasuk di dalamnya
masalah pendidikan. 2. Hakikat Pendidikan dalam al-Qur’an Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa pendidikan adalah “proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan”. 11 Atau “proses
11
Departemen Pendidikan Nasional, op. cit., h. 263
8
bimbingan manusia dari kegelapan, kebodohan, kekecerdasan pengetahuan”. 12 Hasan Langgulung mengemukakan bahwa pendidikan adalah “suatu proses yang mempunyai tujuan yang biasanya diusahakan untuk menciptakan pola-pola tingkah laku tertentu pada murid-murid atau orang yang sedang dididik”.13 Sedangkan menurut Rasyid Ridha “Pendidikan adalah “bimbingan daya manusia baik jasmani, akhlak maupun jiwa yang menjadikannya tumbuh dan berkembang serta bergerak
sehingga sampai kepada
kesempurnaan dirinya”.14 Al-Qur’an,
ketika
menginformasikan
tentang
pendidikan
menggunakan
beberapa istilah antara lain: 1. Tarbiyyatun ) ( تـريـةyang berasal dari kata يـربـوا، رباyang berarti bertambah.15 Atau berasal dari kata بـربي، ربيyang berarti tumbuh dan berkembang, juga boleh jadi berasal dari kata يـرب، ربyang berarti memperbaiki, menguasai, memimpin, menjaga, mengatur dan memelihara.16 Menurut Abd. Muin Salim, bahwa kata تـربـيةberasal dari kata ربي yang berarti tumbuh dan bertambah. Karena itu,
kata تـربـيـةberkonotasi dengan
perkembangan, sedangkan ربوبـيـةberkonotasi pada pemeliharaan.17 Dalam Kamus alMunawwir, kata تـربـيةberarti pendidikan, pengasuhan, pemeliharaan. 18 12 Hasan
Shadili (ed) Ensiklopedia Indonesia, jilid V (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoever, 1984), h.
13 Hasan
Langgulung, Manusia dan Pendidikan (Jakarta: Pustaka al Husna, 1986), h. 32
2626
Rasyid Ridha, Al-Tarbiyah al-Islamiah al-Ta’lim al-Islamiyah, XXXIV No. 7 (t.t; alManar, 1939), h. 544-545 14 Lihat
15 Abi al-Husain
Ahmad bin Faris bin Zakariya al-Razy, Mu’jam al-Lugah min al-Ushul (Bairut:
Dar al-Fikr, 1994), h. 314 16 Lihat
ibid., h. 278
17 Abd.
Muin Salim, Jalan Lurus Menuju Hati Sejahtera; Tafsir Surah al -Fatihah (Cet. I; Jakarta: Yayasan Kalimah, 1999), h. 39 18 Ahmad
Warson Munawwir, Al-Munawwir Yogyakarta: Pondok Pesantren Al-Munawwir, 1984), h. 505
Kamus
Arab
Indonesia
(Krapyak
9
Salah satu ayat dari al-Qur’an yang sepadan dengan pengertian tarbiyah tersebut adalah QS. Al-Isra’/17: 24:
Terjemahnya: Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, “Wahai Tuhanku! Sayangilah keduanya sebagaimanaaaa mereka keduanya telah mendidik aku pada waktu kecil. 19 Term ربـيانيadalah fi’il madi, huruf alif sebagai tanda mutsanna berfungsi sebagai fa’il, huruf nun adalah nun al-wiqayah, huruf ya adalah ya al-mutakalli wahdah berfungsi sebagai maf’ul bih.20 Dari term tersebut, terbentuklah term تـربـيـةyang berarti tumbuh dan bertambah seperti yang dikemukakan oleh Abd. Muin Salim tersebut. Sesuatu yang tumbuh dan bertamabah memerlukan pendidikan dan pemeliharaan,
kemudian diartikan dengan
pendidikan. M. Quraish Shihab ketika menafsirkan kalimat كما ربـيـاني صـغـيـراmengatakan bahwa harus diterjemahkan dengan “karena mereka telah mendidikku waktu kecil, bukan sebagaimana
telah mendidikku waktu kecil.
“sebagaimana” itu
Karena kalau diterjemahkan dengan
berarti yang dimohonkan oleh si anak
adalah kualitas dan
kuantitasnya, sama dengan yang diperoleh dari kedua orang tua. Sedangkan kalau
19 Departem
Agama
RI.,
Al-Qur’an
dan Terjemahnya
(Semarang: PT. Karya
Toha
Putra, 2002), h. 387 al-Darwisy, I’rab al-Qur’an al-Karim wa Bayanuh, jilid I (Bairut: Dar Ibnu Katsir, t.th.), h. 339. 20 Muhyiddin
10
diterjemahkan dengan “disebabkan karena”
maka limpahan rahmat yang dimohonkan
oleh seorang anak kepada kedua orang tuanya tidak terbatas diserahkan sepenuhnya kepada kemurahan Allah swt.21
2. ‘Allama Term ‘allama berasal dari term ‘alima fi’il madi stulasti yang berarti mengecap, memberi tanda.22 Kemudian berubah menjadi fi’il madi ruba’iy dengan menambah tasydid pada lam fi’ilnya menjadilah ‘allama yang berarti mengajar sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Rahman/55: 1-4 Terjemahnya: (1) (Tuhan) Yang Maha Pemurah (2) Yang telah mengajarkan Al-Qur’an. (3) Dia menciptakan manusia, (4) mengajarnya pandai berbicara23 Menurut Thabataba’i seperti yang dikutip oleh M. Quraish Shihab mengatakan bahwa yang menjadi objek kata allama pada ayat ke 2 adalah manusia dan jin. Namun, M. Quraish Shihab berpendapat bahwa selain jin dan manusia, juga yang menjadi objek adalah malaikat Jibril yang menerima langsung al-Qur’an dari Allah
dan Jibril manpu
mengajarkan Firman Allah itu kepada Muhammad saw. karena telah memperoleh pengajaran dari Allah swt. Sedangkan kata ‘Allama pada ayat keempat, menunjukkan 21 M.
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Peran, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, Vol 5 (Cet. II, Jakarta: Lentera Hati, 2004), h, 447. 22 Ahmad
Warson Munawwir, op. cit., h. 1036
23 Departemen
Agama RI., op. cit., h. 773
11
bahwa mengajar tidak selamanya dalam bentuk penyampaian kata-kata atau ide, tetapi boleh jadi dalam bentuk mengasah potensi sesorang sehingga pada akhirnya potensi itu terasah dan dapat melahirkan berbagai ilmu pengetahuan. 24 Dari keterangan tersebut, dipahami bahwa yang menjadi pendidik pertama dalam Islam adalah Allah swt. Bahkan pada dasarny semua ilmu yang dimiliki oleh umat manusia pada dasarnya bersumber dari Allah swt. Karena itu, pendidikan dalam Islam pada hakikatnya tidak hanya pencapaian pengetahuan dalam wilayah kognisi semata, tetapi juga menjangkau wilayah psikomotor dan afeksi.25 Sebagaimana Firman Allah dalam QS. Al-Baqarah/2: 151 Terjemahnya: Sebagaimana kami telah mengutus kepadamu seorang Rasul (Muhammad dari (kalangan) kamu yang membaca ayat-ayat kami, menyucikan kamu, dan mengajarkan kepadamu Kitab (Al-Qur’an) dan hikmah (sunnah), serta mengajarkan apa yang belum kamu ketahui.26
Dari ayat tersebut dipahami bahwa, Rasulullah mendapat amanah untuk mengajar umatnya, tidak hanya berorientasi pada kemampuan membaca ayat-ayat Allah (al-Qur’an dan alam semesta), tetapi juga bagaimana umatnya membersihkan dirinya dengan tidak melakukan dosa, baik
dosa terhadap Allah swt. maupun terhadap umat
manusia. Hal ini lebih dipertegas lagi oleh Abd. Fattah Jalal, bahwa pendidikan membaca 24 Lihat
M. Quraish Shihab, “Tafsir Al Misbah” op. cit., vol. 7, h. 494
25 Hery
Nur Aly, Ilmu Pendidikan Islam (Cet. I; Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 1999), h. 8
26 Departemen
Agama RI., op. cit., h. 29
12
ayat al-Qur’an tidak hanya berorientasi pada kemampuan membaca hurufnya semata, tetapi juga mereka harus memahami, menghayatinya dan mengamalkannya.
Melalui
pendidikan seperti ini, Rasulullah telah mengangkat derajat para sahabatnya kepada tingkat penyucian diri (tazkiyah). Dengan begitu, mereka mampu mengaplikasikan makna al-Qur’an dan sunnah Nabi (hikmah)27 Karena itu,
hakikat pendidikan menurut
al-Qur’an
adalah pengintegrasian
antara ilmu, ucapan dan perbuatan. Untuk mewujudkan hal itu,
diperlukan pendidikan
yang berkesinambungan melalui pengembangan potensi dasar yang dimiliki manusia sejak lahir yakni pendengaran, penglihatan dan hati, sekali pun manusia lahir tampa pengetahuan sedikit pun dan kemudian mereka berpengetahuan lalu bersyukur kepada Allah swt. ( QS. An-Nahl/16: 78 3. Wujud Pendidikan Dalam al-Qur’an Wujud pendidikan yang dimaksudkan dalam tulisan ini terdiri dari; subjek pendidikan, objek pendidikan dan metode pendidikan. a. Subjek pendidikan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indoensia Subjek berarti
antara lain pokok
pembicaraan, pokok bahasan, bagian klausa yang mamadai apa yang dikatakan oleh pembicara serta pelaku dalam pengkajian itu. 28 Subjek yang dimkasuk dalam tulisan ini adalah pelaku pendidikan, sebagai yang dicontohkan oleh
Malaikat Jebril ketika
mengajarkan al-Qur’an kepada Nabi Muhammad saw. Jibril memiliki kekuatan fisik,
27 Abd.
Fattah Jalal, Ushul Tarbiyah fi al-Islam diterjemahkan oleh dengan judul “Azas-Azas Pendidikan Islam” (Bandung: Diponegoro, 1988), h. 28. 28 Departemen
Pendidikan Nasional, op.cit., h. 1095
Hery Noer Aly
13
kecerdasan, keteguhan dalam melaksanakan tugasnya serta menampakkan dirinya dalam bentuk aslinya (rupa yang bagus dan perkasa), sebagaimana firman Allah dalam QS. AnNajm/53: 5-6
Terjemahnya: (5) Yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat (6) Yang mempunyai akal yang cerdas. 29
Karena itu, setiap orang yang menjadi subjek atau pelaku pendidikan harus memiliki kemampuan fisik,
kecerdasan serta
wawasan yang luas dibandingkan dengan
peserta didiknya. M. Quraish Shihab ketika menafsirkan ayat tersebut menjelaskan bahwa bukanlah berarti wahyu tersebut bersumber dari malaikata Jibril. Akan tetapi Jibril menerima wahyu dari Allah dengan tugas menyampaikan secara baik dan benar kepada Muhammad saw., dan itulah yang dimaksud sebagai pengajar. Seperti halnya seseorang yang mengajar anaknya membaca, tetapi sesungguhnya bacaan yang diajarkan itu bukan karyanya.30 Namun,
boleh jadi penulis sendiri yang menjadi pengajarnya atau
pendidiknya. Seperti halnya Allah swt. Yang mengajarkan langsung
al-Qur’an kepada
Muhammad saw. (QS. Ar-Rahman/55:1-2) b. Objek Pendidikan Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Objek berarti antara lain; (1) hal, perkara atau orang yang menjadi pokok pembicaraan; (2) benda, hal dsb. yang menjadi sasaran
29 Departemen 30 M.
Agama Ri., op. cit., h.
Quraish Shihab, “Tafsir al-Misbah” op. cit., Vol. 13, h. 410-111
14
untuk diteliti, diperhatikan dsb.31 Karena itu, yang dimaksud objek pendidikan dalam tulisan ini adalah yang menjadi sasaran pendidikan berdasarkan isyarat al-Qur’an. Salah satu firman Allah yang membahas tentang hal tersebut adalah QS. Asy-Syu’araa/26: 214
Terjemahnya; Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat.32
Ayat tersebut mengisyaratkan bahwa yang menjadi sasaran pendidikan adalah keluarga. Karena ayat tersebut diawalai dengan fi’il amr (Perintah) memberi kesan bahwa membina
dan
mendidik
keluarga
wajib
hukumnya.
Itulah sebabnya Allah swt.
memerintahkan kepada Muhammad saw., dan juga kepada umatnya agar selalu mengingatkan keluarganya tentang azab yang menanti mereka sekiranya
mengingkari
atau mempersekutukan Allah dengan yang lain-Nya ataupun melakukan kegiatan yang bertentangan dengan ajaran agama Islam. c. Metode Pendidikan Metode, dalam bahasa Arab, dikenal dengan istilah thariqah yang berarti langkah-langkah strategis dipersiapkan untuk melakukan suatu pekerjaan. 33 Metode Pendidikan yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah cara yang digunakan oleh pendidik
dalam
berlangsungnya
mengadakan
proses
hubungan
pembelajaran.
dengan
Al-Qur’an
31 Departemen
Pendidikan RI. op., cit., 793
32 Departemen
Agama RI., op. cit., h. 528
peserta ketika
didiknya
pada
menginformasikan
saat tentang
Abd. Aziz, Al-Tarbiyah al-Haditsah Maddatuha, Mubadi’uha,Tatliiqatuha al-Amaliyah (al-Tarbiyah wa Thuruqu al-Tadris), Qairo: Dar al-Maarif, t.th.), h, 196 33 Shalih
15
pendidikan, juga ditemukan berbagai metode pendidikan antara lain metode keteladanan. Allah swt. menjadikan Muhammad saw. sebagai ikutan yang baik (uswatun hasanatun). Karena itu, semua ucapan dan perbutannya mencerminkan nilai-nilai kebenaran yang patut diikuti oleh umatnya. Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Ahzab/33: 21 Terjemahnya: Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari akhirat dan yang banyak mengingat Allah.34
Dalam al-Qur’an
keteladanan
diistilahkan
dengan
(uswah).35
Allah swt.
mengutus Nabi Muhammad saw. agar menjadi teladan bagi seluruh manusia. Ibnu Kastir, mengemukakan bahwa ayat ini merupkan dasar atau petunjuk
untuk
mengikuti
Rasulullah dari segala perbuatanya, ucapannya, dan tingkah lakunya. 36 Karena itu, kepribadian, Rasulullah
benar-benar
merupakan
tingkah laku dan pergaulannya sesama manusia, interpretasi
praktis
yang
manusiawi
dalam
menghidupkan hakikat, ajaran, adab tasyri’ al-Qur’an yang melandasi pendidikan Islam. Dengan begitu, sikap
keteladanan Rasulullah seperti itu,
seyogianya
diikuti oleh
umatnya, karena pada dasarnya makna keteladanan adalah hal-hal yang dapat ditiru atau dicontoh oleh seseorang dari orang lain. Namun, keteladanan yang dimaksudkan di sini
34 Departemen
Agama RI., op. cit., h. 595
uswatun di dalam al-Qur’an terulang sebanyak 3 (tiga) kali yakni QS. Al-Ahzab/33: 21, QS. Al- Mumtahanah/60: 4 dan 6. Lihat Muhammad Fuwad Abdul Bagy, op. cit , h. 34. 35 Term
al-Din Abi al-Fidai Ismai’il Ibn Katsir al-Qurasyi al-Dimisyqy, Tafsir al-Qur’an al-‘Adhim , juz III (t.t; Dar al-Fikr, t.th.,), h. 474. 36 Imad
16
adalah keteladanan yang dapat dijadikan sebagai metode pendidikan Islam, seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah saw. Karena itu, kepribadian,
tingkah laku dan pergaulan
seorang guru akan dicontoh atau diikuti oleh muridnya, dan itulah makna hakiat uswah yang dimaksudkan dalam al-Qur’an dalam kaitannya dengan pendidikan. 4. Tujuan Pendidikan Dalam al-Qur’an Tujuan berarti arah, haluan (jurusan), yang dituju, maksud dan tuntutan. 37 Yang dimaksud
tujuan dalam tulisan ini adalah kualifikasi yang diharapkan dimiliki murid
setelah dia menerima atau menyelesaikan program pendidikan pada lembaga pendidikan tertentu.38 Karena itu, yang dimaksud tujuan pendidikan
Islam, menurut M. Arifin,
“membentuk manusia yang prilakunya didasari dan dijiwai oleh iman dan takwa kepada Allah, yaitu nanusia yang dapat merealisasikan idealitas Islami, yang menghambakan dirinya sepenuhnya kepada Allah.39 Lebih diperjelas lagi oleh M. Nasir bahwa tujuan pendidikan
Islam
adalah
untuk
merealisasikan
tujuan
hidup
umat
Islam,
yaitu
menghambakan diri sepenuhnya kepada Allah swt. Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Dzariyat/51: 56
Terjemahnya; Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepadaKu.40
37 Departemen 38 Lihat 39 M.
Pendidikan Nasional, op. cit., h. 1216
ibid.,
Arifin, Filsafat Pendidikan Islam (Cet. I; Jakarta: Bina Aksara, 1987), h. 119
40 Departemen
Agama RI., op. cit., h. 756.
17
Menurut al-Maragy, bahwa Allah swt. menciptakan jin dan manusia agar mereka merendahkan diri, tunduk
atas segala putusan-Nya, patuh kepada kehendak-Nya
menuruti apa yang ditakdirkan kepadanya. Bahkan mengenal Allah.41
mereka diciptakan
dan
agar mereka
Melalui pelaksanaan ibadah, mereka mengenal Allah yang pantas
disembah. “Ibadah yang dimaksudkan pada ayat di atas, bukan sekedar ketaatan dan ketundukan, tetapi harus ada rasa keagungan dalam jiwa seseorang terhadap siapa yang dia tempati mengabdi”.42 Karena itu, segala prsoses yang berkaitan dengan pendidikan apabila dilakukan sebagai bagian dari pengabdian kepada Yang Maha Agung (Allah swt.) maka itu akan menjadi bagian dari ibadah dan sekaligus menjadi tali penghubung antara seorang hamba dengan khaliknya. Menurut Muhammad Qutub pendidikan Islam harus bertujuan membimbing atau mengarahkan manusia agar selalu merasa dekat dan sekaligus memiliki hubungan dengan Tuhan-Nya.43 Sejalan dengan hal tersebut, Abu al-‘Ainain mengemukakan bahwa tujuan akhir dari pendidikan Islam harus terpenuhi dua hal, yakni nilai spiritual (ruhiyyah) dan nilai ibadah (ubudiyyah).44 Nilai spritual adalah berkaitan dengan Allah swt. sebagai pemilik sifat yang sempurna, karena itu manusia sebagai pelaku pendidikan harus memiliki hubungan spritual dengan-Nya, sedangkan ibadah berkaitan dengan kemaslahatan umat
41 Ahmad
Musthafa al-Maragy, Tafsir al-Maragy, juz 27 (Cet. I; maktabatun wa matba’atun Musthafa al-bab al-Halaby, 1946 M./1365 H.), h. 13 42 M.
Mesir: Syarikatun
Quraish Shihab, op. cit., vol. 13, h. 356
43 Muhammad
Qutub, Manhaj al-Tarbiyah al-Islamiyah (Qairo: Dar al-Kutub, 1967), h. 13
Ali Khalik Abu al-‘Ainain, Falsafah al-Tarbiyah al-Islamiyah fi al-Qur’an al-Karim (Cet. I; t.t: Dar al-Fikr al-Arabiyah, 1980), h. 149 44 Lihat
18
manusia, dalam arti setiap orang yang terlibat dalam suatu proses pendidikan dengan niat ibadah akan memperoleh paha dari Allah swt.
VI. Penutup Dari uraian terdahulu dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Filsafat al-Qur’an mendalam
adalah upaya
manusia untuk
memahami al-Qur’an
secara
dan sungguh-sungguh dengan menggunakan metode berpikir secara
radika, integral dan universal atau dalam bahasa la-Quran dikenal dengan tafakkur, tadabbur dan ulul al-bab.
Sekalipun apa yang mereka capai senantiasa berbeda,
karena memang al-Qur’an tidak dapat dijangkau kedalamannya secara pasti, termasuk kajian tentang pendidikan yang meliputi hakikat, wujud maupun tujuannya. 2. Hakikat pendidikan dalam filsafat al-Qur’an adalah pengintegrasian antara ilmu, ucapan dan perbuatan. tidak hanya pencapaian pengetahuan dalam wilayah kognisi semata, tetapi juga dalam wilayah psikomotorik dan afeksi 3. Wujud pendidikan
yang dimaksudkan dalam tulisan ini meliputi ;(1) subjek
pendidikan, yakni pelaku pendidikan termasuk Allah swt. Karena itu dalam Islam pendidik pertama adalah Allah swt,
(2) Objek pendidikan yakni seluruh yang
menjadi sasaran pendidikan, (3) metode pendidikan yakni cara yang ditempuh oleh seorang pendidik untuk memperoleh pengajaran yang maksimal, bahkan metode lebih penting dari sekedar hanya menguasai materi. 4. Tujuan pendidikan dalam filsafat al-Qur’an adalah upayah yang dilakukan secara sistimatis dan bersungguh-sungguh untuk membentuk manusia yang
beriman dan
19
bertakwa kepada Allah, yaitu nanusia yang dapat merealisasikan idealitas Islami, yang menghambakan dirinya sepenuhnya kepada Allah swt.
DAFTAR PUSTAKA
Ashbahy, Ahmad Muhammad, Al- Falasifah al- Akhlaqiyah fi Fikri al-Islamy. Mesir: Dar al Ma’arif, t,th. Arifin, M., Ilmu Pendidikan Islam; Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner. Jakarta: Bumi Aksara, 1997 --------, Filsafat Pendidikan Islam. Cet. I; Jakarta: Bina Aksara, 1987. Abdu al-Baqy, Muhammad Fuad, Al- Mu’jam Al-Mufahras li al- Fadz al-Qur’an. Angkasa, t.th. Abd. Aziz, Shalih, Al-Tarbiyah al-Haditsah Maddatuha, Mubadi’uha,Tatliiqatuha alAmaliyah (al-Tarbiyah wa Thuruqu al-Tadris). Qairo: Dar al-Ma’arif, t.th. Abu al-‘Ainain, Ali Khalik, Falsafah al-Tarbiyah al-Islamiyah fi al-Qur’an al-Karim. Cet. I; t.t: Dar al-Fikr al-Arabiyah, 1980. Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi III. Cet: Jakarta: Balai Pustaka, 2002. Departem Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya. Semarang: PT. Karya Toha Putra, 2002 al-Darwisy, Muhyiddin, I’rab al-Qur’an al-Karim wa Bayanuh, jilid I. Bairut: Dar Ibnu Katsir, t.th. al-Dimisyqy, Imad al-Din Abi al-Fidai Ismai’il ibn Katsir al-Qurasyi, Tafsir al-Qur’an al-‘Adhim , juz III. t.t; Dar al-Fikr, t.th. al Gazali, Ihya al Ulumuddin, Juz I. Qairo: Dar al Ihya al Arabiyyah, t,th. Jalal, Abd. Fattah, Ushul Tarbiyah fi al-Islam diterjemahkan oleh Hery Noer Aly dengan judul “Azaz-Azaz Pendidikan Islam’. Bandung: Diponegoro, 1988. Langgulung , Hasan, Manusia dan Pendidikan. Jakarta: Pustaka al Husna, 1986 al-Munawwar, Said Agil Husain, , Al- Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki. Cet. III; Jakarta: Ciputat Pres, 2004 Munawwir, Ahmad Warson, Al-Munawwir Kamus Arab Indonesia. Krapyak Yogyakarta: Pondok Pesantren Al-Munawwir, 1984 al-Maragy, Ahmad Mustafa, Tafsir al-Maragy, juz 27. Cet. I; Mesir: Syarikatun maktabatun wa matba’atun Mustafa al-bab al-Halaby, 1946 M./1365 H. Nur Aly, Hery, Ilmu Pendidikan Islam. Cet. I; Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 1999 Ridha, Rasyid, Al-Tarbiyah al-Islamiah al-Ta’lim al-Islamiah, XXXIV No. 7. t.t; alManar, 1939. al-Razy, Abi al-Husain Ahmad bin Faris bin Zakariya, Mu’jam al-Lugah. Bairut: Dar alFikr, 1994 Shihab, M. Quraish, Membumikan Al-Qur’an Fungsi dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan Masyarakat. Cet. VII; Bandung: Mizan, 1994
20
--------
Tafsir Al-Misbah Peran, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, Vol 7. Cet. II, Jakarta: Lentera Hati, 2004 Suharto, Toto, Filsafat Pendidikan Islam. Cet. I; Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011. Al-Sabuniy, Muhammad Ali, Al Tibyan fi 'Ulum al-Qur’an. Bairut-Libanon: Dar Al Irsyad, 1970. Shadili, Hasan, (ed) Ensiklopedia Indonesia, jilid V. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoever, 1984 Salim, Abd. Muin, Jalan Lurus Menuju Hati Sejahtera; Tafsir Surah al-Fatihah. Cet. I; Jakarta: Yayasan Kalimah, 1999 Qutub, Muhammad, Manhaj al-Tarbiyah al-Islamiyah. Qairo: Dar al-Kutub, 1967.