ANALISIS YUIRIDIS MATERI MUATAN NORMA YANG TERMUAT DALAM PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA PONTIANAK
FERRY HAIRADI. SH, NIM: A2021141020
Pembimbing I : Prof. Dr.H. Kamarullah, SH. MHum Pembimbing II : Drs. Arief Rahman, Msi.MH.
ABSTRACT This thesis focuses on the analysis of the substance of the juridical norms contained in the regulations of the Regional Representatives Council Pontianak City No. 1 Year 2014 About Rules Legislative Council Pontianak. By using the method of normative legal research conclusion: 1). Pontianak City Council that Regulation No. 1 Year 2014 About Pontianak City Council Standing Orders are not in accordance with the establishment of laws and regulations. it can be seen from the juridical basis is not appropriate, especially concerning the procedure or the procedure of its formation, which in the discussion of harmonization and synchronization between chapters done improperly. With that, the Regulation DPRD Pontianak City No. 1 of 2014 did not follow the principle of "Establishment of Legislation invitation" and "Principle of Material Content Laws Invite as mandated in Law No. 12 of 2011 Concerning the Establishment of Laws Invitation particularly on the" principle can implemented "," principles of usability and kehasilgunaan and "clarity formulation" and "the principle of legal certainty". In addition, the City Council Regulation No. 1 Year 2014 Pontianak article of manufacture is not followed as required under 77, 78, 251, 271 and 272 of Annex II of Law No. 12 of 2011. 2). Pontianak City Council that Regulation No. 1 Year 2014 About the Rules of Conduct of DPRD Pontianak is invalid because it did not meet the cumulative elements of the validity of a regulation perundanga invitation as regulated in Law No. 12 of 2011. Thus Pontianak City Council Regulation No. 1 2014 also does not have the binding force mewskipun has been promulgated in the Regional News Pontianak city. It disebakan is Substantive clauses or the substance of the norms contained Pontianak City Council Regulation No. 1 of 2014 conflicts withth enorm. Suggestion. 1). Institutions Pontianak City Council immediately revoke and replace Pontianak City Council Regulation No. 1 Year 2014 About Code Pontianak City Council, because it is loaded with conflicts of norms. 2). In preparing the draft regulation Pontianak City Council, both in his own apartment by the local legislative bodies or handed over to third parties compile, then in pembahasaannya must apply the principle of harmonization and synchronization, so that does not happen again clauses are not appropriate in formation. 1
ABSTRAK Tesis ini menitikberatkan pada analisis yuridis materi muatan norma yang termuat dalam peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Pontianak Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Tata tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Pontianak. Dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif diperoleh kesimpulan : 1). Bahwa Peraturan DPRD Kota Pontianak Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Tata Tertib DPRD Kota Pontianak tidak sesuai dengan pembentukan peraturan perundang undangan. hal ini dapat diketahui dari landasan yuridis yang tidak tepat khususnya mengenai tata cara atau prosedur pembentukannya, dimana dalam pembahasannya harmonisasi dan sinkronisasi antara pasal dilakukan secara tidak cermat. Dengan dasar tersebut, maka Peraturan DPRD Kota Pontianak Nomor 1 Tahun 2014 tidak mengikuti asas “ Pembentukan Peraturan Perundangan undangan “ dan “asas Materi Muatan Peraturan Perundang Undangan sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang Undangan khususnya pada “ asas dapat dilaksanakan”, “asas kedayagunaan dan kehasilgunaan dan ” kejelasan rumusan” serta “ asas kepastian hukum”. Selain itu, Peraturan DPRD Kota Pontianak Nomor 1 Tahun 2014 pembuatan pasalnya tidak mengikuti sebagai yang dipersyaratkan dalam 77, 78, 251, 271 dan 272 Lampiran II Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011. 2). Bahwa Peraturan DPRD Kota Pontianak Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Tata Tertib DPRD Kota Pontianak adalah tidak sah, karena tidak memenuhi secara komulatif unsur-unsur sahnya suatu peraturan perundanga undangan sebagaimana di atur dalam Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011. Dengan demikian Peraturan DPRD Kota Pontianak Nomor 1 Tahun 2014 juga tidak mempunyai kekuatan mengikat mewskipun telah diundangkan dalam Berita Daerah kota Pontianak. Hal ini disebakan secara Substantif pasal-pasal atau materi muatan norma yang terdapat Peraturan DPRD Kota Pontianak Nomor 1 Tahun 2014 terjadi konflik antar norma. Saran. 1). Lembaga DPRD Kota Pontianak segera mencabut dan menggantikan Peraturan DPRD Kota Pontianak Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Tata Tertib DPRD Kota Pontianak, karena sarat dengan konflik norma . 2). Dalam penyusunan Rancangan Peraturan DPRD Kota Pontianak, baik yang di susun sendiri oleh lembaga DPRD atau diserahkan kepada pihak ketiga menyusunnya, maka dalam pembahasaannya harus diterapkan prinsip harmonisasi dan sinkronisasi, agar tidak terjadi lagi pasal-pasal yang tidak tepat dalam pembentukannya.
2
A. Latar belakang Penelitian Amanat dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara yang berkedaulatan rakyat yang dalam pelaksanaannya menganut prinsip kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Untuk melaksanakan prinsip-prinsip kedaulatan rakyat tersebut, konstruksi pasal yang terdapat pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menekankan adanya pembentukan kelembagaan dewan perwakilan rakyat (DPR) baik di pusat maupun di daerah yang mampu mengejewantahkan nilai-nilai demokrasi dalam kehidupan ketatanegaraan. Bagi daerah,
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
merupakan
penyelenggara pemerintahan daerah bersama dengan kepala daerah yang diharapkan mampu untuk membangun dan mengusahakan dukungan dalam penetapan kebijakan pemerintahan daerah, yang dapat menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat sehingga kebijakan dimaksud dapat diterima oleh masyarakat luas.Kedudukan dan fungsi yang seimbang antara DPRD dan pemerintah daerah juga dimaksudkan agar hubungan DPRD dengan pemerintah daerah dapat berjalan secara serasi dan tidak saling mendominasi satu sama lain, dalam prakteknya dilaksanakan melalui penyeimbangan antara mengelola dinamika politik di satu pihak dan tetap menjaga stabilitas pemerintahan daerah dipihak lain, sehingga pola keseimbangan pengelolaan pemerintahan daerah yang dilakukan dapat memberikan manfaat secara signifikan bagi peningkatan kesejahteraan rakyat di daerah. Di dalam Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, di kualifikasi apa yang menjadi fungsi dan hak dari DPRD. Fungsi DPRD meliputi pembentukan peraturan daerah; anggaran; dan pengawasan, sedangkan hak DPRD meliputi hak interplasi, Hak Angket dan Hak Menyatakan Pendapat. Selain fungsi dan hak sebagaimana dimaksud, secara khusus Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah melalui pasal 132 bagi DPRD Propinsi dan pasal 185 bagi DPRD Kabupaten/kota memberikan kewenangan pada DPRD untuk membuat Peraturan DPRD mengenai tata tertib yang diperuntukan berlaku di lingkungan DPRD itu sendiri. Esesensi pengaturan tata tertib
tidak lain adalah guna meningkatkan kualitas,
produktivitas, dan kinerja DPRD dalam mewujudkan keadilan dan kesejahteraan rakyat, serta guna mewujudkan peran DPRD dalam mengembangkan check and balances antara DPRD dan pemerintah daerah di dalam suatu aturan baku, sehingga DPRD mempunyai pedoman dalam setiap melakukan aktifitasnya. 3
Dalam rangka pembentukan Peraturan DPRD tentang Tata Tertib, DPRD harus berpedoman pada peraturan perundang-undangan. Hal ini sesuai dengan perintah dari Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 yang menyatakan bahwa “Tata tertib DPRD ditetapkan oleh DPRD dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan”. Sampai saat ini pedoman penyusun peraturan tata tertib DPRD masih merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2010
tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Atas dasar kewenangan dari peraturan perundang-undangan dan kewajiban bagi DPRD untuk menyusun dan menetapkan Peraturan DPRD tentang tata tertib, maka DPRD Kota Pontianak telah menetapkan Peraturan DPRD Kota Pontianak Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Tata Tertib DPRD Kota. Peraturan DPRD Kota Pontianak Nomor 1 Tahun 2014 secara umum mengikuti format sebagaimana yang diatur dalam pasal 186 ayat 3 Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 dan secara substansi, materi muatan mengikuti Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2010. focus utama dalam Peraturan DPRD Kota Pontianak Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Tata Tertib DPRD Kota, terletak dalam penyusunan norma-norma atau materi muatan yang ditempatkan dalam pasal demi pasal. Banyak materi muatan terjadi inkonsistensi atau pertentangan antara materi muatan dalam satu pasal dengan pasal lainnya. Artinya tidak ada korelasi hukum antara satu pasal dengan pasal lainnya, sehingga pasal tersebut apabila dilaksanakan dan diterapkan akan mengakibatkan persoalan hukum. Secara umum pasal-pasal yang dimaksud dalam Peraturan DPRD Kota Pontianak Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Tata Tertib DPRD Kota antara lain meliputi : pasal 12 ayat (1), pasal 21 ayat (5) , pasal 37 ayat (2) , pasal 69 ayat (2) , pasal 112 ayat (1) , pasal 130, dan pasal 143 ayat (1). Adapun bunyi pasal –pasal tersebut sebagai berikut: Pasal 12 ayat (1) berbunyi “ Pengucapan sumpah/janji anggota DPRD sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 dan pasal 11 di dampingi oleh rohaniawan sesuai dengan agamanya masing-masing”. Pasal ini merujuk pada pasal 10, jelas hal ini adalah tidak tepat karena pasal 10 mengatur tentang ke anggotaan DPRD bukan mengatur masalah sumpah/janji. Pasal 21 ayat (5) berbunyi “ usul sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 menjadi hak angket DPRD apabila mendapat persetujuan dari rapat paripurna yang dihadiri sekurangkurangnya ¾ dari jumlah DPRD dan putusan diambil dengan persetujuan lebih dari 2/3 dari jumlah anggota DPRD yang hadir. Pasal ini merujuk pada pasal 17, jelas hal ini adalah
4
tidak tepat karena pasal 17 tidak hanya mengatur hak angket tetapi juga mengatur hak interplasi dan hak menyatakan pendapat. Pasal 37 ayat (2) berbunyi “ anggota DPRD yang dinyatakan terbukti melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 35 ayat (1) dan/atau ayat (2) dikenai sanksi pemberhentian sebagai anggota DPRD. Pasal ini merujuk pada pasal 35 ayat (1) dan ayat (2) , jelas hal ini tidak tepat karena pasal 35 tidak memilki satu pun ayat melainkan langsung bunyi pasal. pasal 69 ayat (2) berbunyi “ dalam hal pimpinan DPRD dinyatakan bersalah karena melakukan tindak pidana dengan ancaman hukum pidana 5 (lima) tahun atau lebih berdasarkan keputusan pengadilan yang belum memperoleh kekuatan hukum tetap, pimpinan DPRDF yang bersangkutan tidak diperbolehkan melaksanakan tugas, memimpin rapat-rapat DPRD dan menjadi juru bicara DPRD sebagaimana dimaksud dalam pasal 66 ayat (1) huruf a dan huruf c. Pasal ini merujuk pada pasal 66 ayat (1) huruf a dan huruf c, jelas hal ini tidak tepat baik secara substansi karena pasal 66 yang dirujuk mengatur masalah pemberhentian bukan keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap atau tidak dan selain itu pasal 66 hanya mempunyai ayat tanpa adanya huruf. Pasal 112 ayat (1) berbunyi “ setiap orang yang mendengar atau mengetahui pembicaraan atau materi rapat tertutup yang harus dirahasiakan sebagaimana dimaksud pada pasal 107 ayat(7), wajib dirahasiakan. Pasal ini merujuk pada pasal 107 ayat (7) jelas hal ini tidak tepat , karena pasal 107 tidak mengatur mengenai rapat tertutup melainkan hanya menjelaskan saja apa itu rapat fraksi dan selain itu juga pasal 107 tidak mempunyai ayat. Pasal 130 berbunyi “(1) keputusan DPRD sebagaimana dimaksud pasal 126 huruf a ditetapkan melalui rapat paripurna DPRD dan ditandatangani oleh ketua atau wakil ketua DPRD yang mempimpin rapat paripurna pada hari itu juga”. (2) keputusan DPRD sebagaimana dimaksud pada pasal 126 huruf b ditetapkan dalam rapat rapat paripurna DPRD dan ditandatangani oleh ketua atau wakil ketua DPRD yang mempimpin rapat paripurna pada hari itu juga”. Pasal ini merujuk pada pasal 126. Jelas hal ini tidak tepat , karena pasal 126 tidak menggunakan huruf melainkan ayat, selain itu pasal 126 tidak mengatur masalah rapat paripurna, akan tetapi hanya mengatur masalah rapat saja. Jadi bisa rapat komisi, rapat pimpinan, rapat fraksi dan lain sebagainya. Pasal 143 ayat (1) berbunyi” kebijakan umum APBD tahun anggaran berikutnya sebagaimana dimaksud dalam pasal 138 ayat (1) disampaikan kepada DPRD paling lambat awal bulan oktober”. Pasal ini merujuk pada pasal 138 ayat (1) jelas tidak tepat, karena 5
pasal 138 ayat (1) tidak mengatur mengenai anggaran melainkan mengenai aturan mengenai penarikan dan tahapan penarikan suatu rancangan peraturan daerah baik atas inisiatif DPRD maupun Kepala Daerah. Kesalahan-kesalahan dalam pembentukan Peraturan DPRD Kota Pontianak Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Tata Tertib DPRD Kota tidak dapat dikatakan kesalahan teknis yakni salah dalam pengetikan. Peraturan DPRD adalah sebuah peraturan perundang-undangan yang bersifat mengikat. Oleh karena itu, tidak boleh ada kesalahan dari sisi formil mengenai mekanisme pembentukannya dan dari sisi materil mengenai substansinya. Dari latar belakang yang telah diuraikan diatas, penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut dalam bentuk tesis dengan judul “ ANALISIS YURIDIS MATERI MUATAN NORMA YANG TERMUAT DALAM PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG TATA
TERTIB
DEWAN
PERWAKILAN
RAKYAT
DAERAH
KOTA
PONTIANAK”. B. Permasalahan Penelitian. Dari uraian pada latar belakang
peneltian di atas, maka dirumuskan masalah
penelitian sebagai berikut: 1.
Apakah materi muatan norma yang termuat dalam Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Pontianak Nomor 1 Tahun 2014 telah sesuai dengan pembentukan peraturan perundangan undangan.
2.
Bagaimana Keabsahan dan kekuatan mengikat Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Pontianak Nomor 1 Tahun 2014 di lihat dari sisi pembentukan peraturan perundang-undangan.
6
PEMBAHASAN 1. Kesesuaian Materi Muatan Norma Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Nomor 1 Tahun 2014 Dalam Pembentukan Peraturan Perundang Undangan. Dalam
kapasitasnya,
DPRD
sebagai
penyelenggara
pemerintahan
daerah
mempunyai kedudukan yang sama dengan pemerintah daerah dalam membangun dan mengusahakan dukungan dalam penetapan kebijakan pemerintahan daerah, yang dapat menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat sehingga kebijakan dimaksud dapat diterima oleh masyarakat luas. Kedudukan dan fungsi yang seimbang antara DPRD dan pemerintah daerah juga dimaksudkan agar hubungan DPRD dengan pemerintah daerah dapat berjalan secara serasi dan tidak saling mendominasi satu sama lain, dalam praktiknya dilaksanakan melalui penyeimbangan antara mengelola dinamika politik di satu pihak dan tetap menjaga stabilitas pemerintahan daerah di pihak lain, sehingga pola keseimbangan pengelolaan pemerintahan daerah yang dilakukan dapat memberikan manfaat secara signifikan bagi peningkatan kesejahteraan rakyat di daerah. Guna meningkatkan kualitas, produktivitas, dan kinerja DPRD dalam mewujudkan keadilan dan kesejahteraan rakyat di daerah. 1 Guna mewujudkan peran DPRD dalam mengembangkan check and balances antara DPRD dan pemerintah daerah, maka DPRD diberikan kewenangan untuk menyusun Peraturan DPRD yang berfungsi sebagai pedoman dalam menjalankan tugas, fungsi, hak dan kewajiban serta wewenang yang dimiliki. Berdasarkan asas hukum Lex Superior derograt Lex inferiori, maka Peraturan DPRD dalam pembentukannya tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Menurut
D.W.P.Ruiter
bahwa peraturan perundang -undangan mengandung 3
unsur yaitu : Norma hukum (rechtsnormen);Berlaku ke luar (naar buitn werken); dan Bersifat umum dalam arti luas (algemeenheid in ruimezin). Oleh karena itu, pembentukan peraturan perundang -undangan pada hakekatnya ialah pembentukan norma-norma hukum yang berlaku ke luar dan yang bersifat umum dalam arti yang luas. Berbeda dengan Achmad Ruslan yang menyatakan bahwa peraturan perundang undangan tidak saja berlaku keluar tetapi juga kedalam2. Dengan demikian, essensi dari Peraturan DPRD adalah suatu peraturan perundang undangan yang berlaku kedalam atau internal bagi DPRD sendiri. 1
Lihat penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2010 Achmad. Ruslan, Teori dan Panduan Praktik Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Di Indonesia Rangkang Education ,Yogyakarta 2013 2
7
Dasar kewenangan DPRD untuk membuat dan membentuk Peraturan DPRD didasarkan pada Undang Undang 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2010 Tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Dewan Perwakilan Daerah Tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 Tentang Pembentukan Hukum Daerah. Terkait dengan wewenang Philipus M. Hadjon (dalam Sadjijono) 3, menyatakan bahwa teori kewenangan, digunakan di dalam hukum publik yaitu, wewenang terdiri atas sekurang-kurangnya tiga komponen yaitu; pengaruh, dasar hukum dan konformitas hukum. Komponen
pengaruh,
ialah
bahwa
penggunaan
wewenang
dimaksudkan
untuk
mengendalikan prilaku subjek hukum. Komponen dasar hukum bahwa wewenang itu harus ditunjuk dasar hukumnya, dan komponen komformitas hukum mengandung adanya standar wewenang, yaitu itu standard umum (semua jenis wewenang), dan standar khusus (untuk jenis wewenang tertentu). Kewenangan DPRD untuk membuat Peraturan Tata Tertib DPRD khusus DPRD Kabupaten/Kota, antara lain terdapat dalam pasal 154 ayat (2) ,156 ayat (3) ,163 ayat (3) Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 yang berbunyi : Pasal 154 (2)Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam peraturan DPRD kabupaten/kota tentang tata tertib. Pasal 156 (3)Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengucapan sumpah/janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam peraturan DPRD kabupaten/kota tentang tata tertib. Pasal 163
3
Sadjijono, Memahami Beberapa Bab Pokok Hukum Adminsitrasi , LaksBang Pressindo, yogyakarta, 2008, hal. 52.
8
(3)Ketentuan mengenai tata cara pembentukan, susunan, serta tugas dan wewenang alat kelengkapan DPRD kabupaten/kota diatur dalam peraturan DPRD kabupaten/kota tentang tata tertib Mengenai materi muatan yang harus ada dan diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPRD khusus kabupaten/kota terdapat dalam pasal 186 Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 yang berbunyi : Pasal 186 (1) Tata tertib DPRD kabupaten/kota ditetapkan oleh DPRD kabupaten/kota dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Tata tertib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku di lingkungan internal DPRD kabupaten/kota. (3) Tata tertib DPRD kabupaten/kota paling sedikit memuat ketentuan tentang: a. pengucapan sumpah/janji; b. penetapan pimpinan; c. pemberhentian dan penggantian pimpinan; d. jenis dan penyelenggaraan rapat; e. pelaksanaan fungsi, tugas dan wewenang lembaga, serta hak dan kewajiban anggota; f. pembentukan, susunan, serta tugas dan wewenang alat kelengkapan; g. penggantian antarwaktu anggota; h. pembuatan pengambilan keputusan; i. pelaksanaan konsultasi antara DPRD kabupaten/kota dan Pemerintah Daerah kabupaten/kota; j. penerimaan pengaduan dan penyaluran aspirasi masyarakat; k. pengaturan protokoler; dan l. pelaksanaan tugas kelompok pakar/ahli. Agar tidak terjadi salah pengertian, maka penulis menjelaskan terlebih dahulu perbedaan antara “peraturan “ dan “keputusan”. DPRD selaku lembaga perwakilan rakyat di daerah mempunyai kewenangan untuk membuat produk hukum berupa “ Peraturan DPRD’ dan “ Keputusan DPRD”.
9
peraturan adalah instrumen hukum yang bersifat umum, berisi pengaturan, berlaku serta mengikat untuk umum4
sedangkan Keputusan adalah instrumen hukum yang berisi
ketetapan/keputusan yang bersifat individual, konkrit, dan berlaku khusus (terbatas). 5 Jimly Asshiddiqie bahwa pengaturan yang menghasilkan norma yang bersifat mengatur (regelingsdaad) seharusnya tidak dituangkan dan disebut dengan istilah lain kecuali “peraturan.”6Dengan demikian dapat digambarkan perbedaan antara Peraturan dengan Keputusan yakni : 1. Perbedaan isi dan sifat:
Peraturan berisi norma hukum yang berlaku dan
mengikat umum (regeling). Keputusan berisi suatu penetapan atau keputusan yang sifatnya individual, final, dan konkret. 2. Perbedaan cara melawannya:
Upaya hukum untuk melawan/menggugat
peraturan dilakukan melalui mekanisme pengujian peraturan perundangundangan (judicial review). Untuk undang-undang melalui MK, sedang untuk peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang melalui MA. Upaya hukum untuk melawan/membatalkan keputusan dilakukan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). 3. Perbedaan kekuatan berlaku dan mengikatnya: Dengan diundangkannya suatu peraturan di dalam Lembaran Negara atau Berita Negara, maka peraturan tersebut memiliki daya berlaku dan mengikat umum (binding force). Sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 87 Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011 “Peraturan Perundang-undangan mulai berlaku dan mempunyai kekuatan mengikat pada tanggal diundangkan, kecuali ditentukan lain di dalam Peraturan Perundangundangan yang bersangkutan.” Hal tersebut dimaksudkan agar semua orang mengetahui adanya peraturan yang dimaksud sehingga dengan dimikian berlakulah asas fiksi hukum “Iedereen wordht geacht de wet te kennen.” Artinya setiap orang dianggap mengetahui hukum. Oleh karena itu tidak ada alasan bagi yang melanggar hukum bahwa ia tidak mengetahui hukumnya. 7
4
Ridwan H.R, Hukum Administrasi Negara, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2006, hlm. 133-148. Dan Jimly Asshiddqie, Hukum Acara Pengujian Undang-Undang, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hlm. 2. 5 Maria Farida Indrati, Ilmu Perundang-undangan (Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan), Kanisius, Yogyakarta, 2007, hal 30. 6 Jimly Asshiddiqie, Perihal Undang-Undang, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2010, hal. 8. 7 Lia Riesta Dewi dan Arief Ainul Yaqin, Mengenal Hukum melalui Pengantar Hukum, Dinas Pendidikan Provinsi Banten, Serang, 2012, hlm. 54.
10
4. Suatu keputusan/ketetapan tidak dipersyaratkan untuk diundangkan dalam Lembaran Negara atau Berita Negara karena keputusan/ketetapan tidak dimaksudkan untuk berlaku dan mengikat umum. Terkait Peraturan DPRD Kota Pontianak Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Tata Tertib DPRD Kota Pontianak, secara kelembagaan merupakan produk hukum yang dibentuk oleh DPRD Kota Pontianak, dan muatan yang diatur dalam Peraturan DPRD Kota Pontianak Nomor 1 Tahun 2014 telah mengikuti apa yang telah ditentukan dalam pasal 186 Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 dan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2010 akan tetapi norma hukum yang terdapat dalam pasal-pasal Peraturan DPRD Kota Pontianak Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Tata Tertib DPRD Kota Pontianak terjadi inskonsistensi antara pasal yang satu dengan pasal yang lain. Inskonsistensi terhadap materi muatan yang terkandung dalam pasal-pasal tersebut menyebabkan ketidaktepatan dalam merumuskan norma dalam pasal tersebut. Adapun
pasal-pasal
yang
terjadi
inskonsistensi
sehingga
menyebabkan
ketidaktepatan dalam merumuskan norma di dalam pasal tersebut adalah pasal 12 ayat (1), pasal 21 ayat (5) , pasal 37 ayat (2) , pasal 69 ayat (2) , pasal 112 ayat (1) , pasal 130, dan pasal 143 ayat (1) Peraturan DPRD Kota Pontianak Nomor 1 Tahun 2014
apabila di
elaborasi sebagai berikut: Pasal 12 ayat (1) berbunyi “ Pengucapan sumpah/janji anggota DPRD sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 dan pasal 11 di dampingi oleh rohaniawan sesuai dengan agamanya masing-masing”. Pasal ini merujuk pada pasal 10, jelas hal ini adalah tidak tepat karena pasal 10 mengatur tentang ke anggotaan DPRD bukan mengatur masalah sumpah/janji. Pasal 21 ayat (5) berbunyi “ usul sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 menjadi hak angket DPRD apabila mendapat persetujuan dari rapat paripurna yang dihadiri sekurangkurangnya ¾ dari jumlah DPRD dan putusan diambil dengan persetujuan lebih dari 2/3 dari jumlah anggota DPRD yang hadir. Pasal ini merujuk pada pasal 17, jelas hal ini adalah tidak tepat karena pasal 17 tidak hanya mengatur hak angket tetapi juga mengatur hak interplasi dan hak menyatakan pendapat. Pasal 37 ayat (2) berbunyi “ anggota DPRD yang dinyatakan terbukti melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 35 ayat (1) dan/atau ayat (2) dikenai sanksi pemberhentian sebagai anggota DPRD. Pasal ini merujuk pada pasal 35 ayat (1) dan ayat (2) , jelas hal ini tidak tepat karena pasal 35 tidak memilki satu pun ayat melainkan langsung bunyi pasal. 11
pasal 69 ayat (2) berbunyi “ dalam hal pimpinan DPRD dinyatakan bersalah karena melakukan tindak pidana dengan ancaman hukum pidana 5 (lima) tahun atau lebih berdasarkan keputusan pengadilan yang belum memperoleh kekuatan hukum tetap, pimpinan DPRD yang bersangkutan tidak diperbolehkan melaksanakan tugas, memimpin rapat-rapat DPRD dan menjadi juru bicara DPRD sebagaimana dimaksud dalam pasal 66 ayat (1) huruf a dan huruf c. Pasal ini merujuk pada pasal 66 ayat (1) huruf a dan huruf c, jelas hal ini tidak tepat baik secara substansi karena pasal 66 yang dirujuk mengatur masalah pemberhentian bukan keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap atau tidak dan selain itu pasal 66 hanya mempunyai ayat tanpa adanya huruf. Pasal 112 ayat (1) berbunyi “ setiap orang yang mendengar atau mengetahui pembicaraan atau materi rapat tertutup yang harus dirahasiakan sebagaimana dimaksud pada pasal 107 ayat(7), wajib dirahasiakan. Pasal ini merujuk pada pasal 107 ayat (7) jelas hal ini tidak tepat , karena pasal 107 tidak mengatur mengenai rapat tertutup melainkan hanya menjelaskan saja apa itu rapat fraksi dan selain itu juga pasal 107 tidak mempunyai ayat. Pasal 130 berbunyi “(1) keputusan DPRD sebagaimana dimaksud pasal 126 huruf a ditetapkan melalui rapat paripurna DPRD dan ditandatangani oleh ketua atau wakil ketua DPRD yang mempimpin rapat paripurna pada hari itu juga”. (2) keputusan DPRD sebagaimana dimaksud pada pasal 126 huruf b ditetapkan dalam rapat rapat paripurna DPRD dan ditandatangani oleh ketua atau wakil ketua DPRD yang mempimpin rapat paripurna pada hari itu juga”. Pasal ini merujuk pada pasal 126. Jelas hal ini tidak tepat , karena pasal 126 tidak menggunakan huruf melainkan ayat, selain itu pasal 126 tidak mengatur masalah rapat paripurna, akan tetapi hanya mengatur masalah rapat saja. Jadi bisa rapat komisi, rapat pimpinan, rapat fraksi dan lain sebagainya. Pasal 143 ayat (1) berbunyi” kebijakan umum APBD tahun anggaran berikutnya sebagaimana dimaksud dalam pasal 138 ayat (1) disampaikan kepada DPRD paling lambat awal bulan oktober”. Pasal ini merujuk pada pasal 138 ayat (1) jelas tidak tepat, karena pasal 138 ayat (1) tidak mengatur mengenai anggaran melainkan mengenai aturan mengenai penarikan dan tahapan penarikan suatu rancangan peraturan daerah baik atas inisiatif DPRD maupun Kepala Daerah. Adanya ketidaktepatan dalam merumuskan materi muatan berupa norma di dalam pasal – pasal Peraturan DPRD Kota Pontianak Nomor 1 Tahun 2014, membuat Peraturan DPRD Kota Pontianak Nomor 1 Tahun 2014 dari sisi pembentukannya tidaklah baik.
12
Menurut Bagir Manan8, suatu peraturan perundang-undangan yang baik setidaknya didasari pada 3 (tiga) hal, yakni: a. Dasar Yuridis (juridishe gelding), yakni pertama, keharusan adanya kewenangan dari pembuat peraturan perundang-undangan. Setiap peraturan perundangundangan harus dibuat oleh badan atau pejabat yang berwenang. Kalau tidak, peraturan perundang-undangan itu batal demi hukum (van rechtswegenietig). Dianggap tidak pernah ada dan segala akibatnya batal secara hukum. Misalnya, undang-undang dalam arti formal (wet in formelezin) dibuat oleh Presiden dengan persetujuan DPR. Setiap undang-undang yang tidak merupakan produk besama antara Presiden dan DPR adalah batal demi hukum. Begitu pula Keputusan Menteri, Peraturan Daerah dan sebagainya harus pula menunjukkan kewenangan pembuatnya. Kedua, keharusan adanya kesesuaian bentuk atau jenis peraturan perundang-undangan dengan materi yang diatur, terutama kalau diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan tingkat lebih tinggi atau sederajat. Ketidak sesuaian bentuk ini dapat menjadi alasan untuk membatalkan peraturan perundang-undangan tersebut. Misalnya kalau UUD 1945 atau undangundang terdahulu menyatakan bahwa sesuatu diatur dengan undang-undang, maka hanya dalam bentuk undang-undang hal itu diatur. Kalau diatur dalam bentuk lain misalnya Keputusan Presiden, maka Keputusan Presiden tersebut dapat dibatalkan (vernietigbaar). Ketiga, keharusan mengikuti tata cara tertentu. Apabila tata cara tersebut tidak diikuti, peraturan perundang-undangan mungkin batal demi hukum atau tidak/belum mempunyai kekuatan hukum mengikat. Peraturan Daerah dibuat oleh Kepala Daerah dengan persetujuan DPRD. Kalau ada Peraturan Daerah tanpa (mencantumkan) persetujuan DPRD maka batal demi hukum. Dalam undang-undang tentang pengundangan (pengumuman) bahwa setiap undang-undang harus diundangkan dalam Lembaran Negara sebagai satusatunya cara untuk mempunyai kekuatan mengikat. Selama pengundangan belum dilakukan, maka undang-undang tersebut belum mengikat. Keempat, keharusan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya. Suatu undang-undang tidak boleh mengandung kaidah yang bertentangan dengan UUD. Demikian pula seterusnya sampai pada peraturan perndang-undangan tingkat lebih bawah.
8
Bagir Manan, Dasar Dasar Perundang Undangan Indonesia, Ind-Hill Co. Jakarta, 1992. Hal. 13-18
13
b. Dasar Sosiologis (sociologische gelding), yakni mencerminkan kenyataan yang hidup dalam masyarakat. Dalam satu masyarakat industri, hukumnya (baca: peraturan perundang-undangannya) harus sesuai dengan kenyataan-kenyataan yang ada dalam masyarakat industri tersebut. Kenyataan itu dapat berupa kebutuhan atau tuntutan atau masalah-masalah yang dihadapi seperti masalah perburuhan, hubungan majikan-buruh, dan lain sebagainya. c. Dasar Filosofis, bahwa setiap masyarakat selalu mempunyai ciata hukum (rechtsidee) yaitu apa yang mereka harapkan dari hukum (baca: peraturan perundang-undangan),
misalnya
untuk
menjamin
keadilan,
ketertiban,
kesejahteraan dan sebagainya. Rechtidee tersebut tumbuh dari sistem nilai mereka mengenai baik dan buruk, pandangan mereka mengenai hubungan individual dan kemasyarakatan, tentang kebendaan, tentang kedudukan wanita, tentang dunia gaib dan lain sebagainya Semuanya ini bersifat filosofis, artinya menyangkut pandangan
mengenai
inti
atau
hakekat
sesuatu.
Hukum
diharapkan
mencerminkan sistem nilai tersebut baik sebagai sarana yan melindungi nilai-nilai maupun sebagai sarana mewujudkannya dalam tingkah laku masyarakat. Nilainilai ini ada yang dibiarkan dalam masyarakat, sehingga setiap pembentukan hukum atau peraturan perundang-undangan harus dapat menangkapnya setiap kali akan membentuk hukum atau peraturan perundang-undangan. Tetapi ada kalanya sistem nilai tersebut telah terangkum secara sistematik dalam satu rangkuman baik berupa teori-teori filsafat maupun dalam doktrin-doktrin filsafat resmi seperti Pancasila. Dengan demikian, setiap pembentukan hukum atau peraturan perundang-undangan
sudah
semestinya
memperhatikan
sungguh-sungguh
rechtsidee yang terkandung dalam Pancasila. Keharusan adanya landasan yuridis, sosiologis dan filosopis pada peraturan perundangan-undangan diatur juga di dalam Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang Undangan khususnya pada Lampiran I BAB IV. Landasan yuridis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk mengatasi permasalahan hukum atau mengisi kekosongan hukum dengan mempertimbangkan aturan yang telah ada, yang akan diubah, atau yang akan dicabut guna menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat Landasan sosiologis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berbagai 14
aspek.
Landasan
sosiologis
sesungguhnya
menyangkut
fakta
empiris
mengenai
perkembangan masalah dan kebutuhan masyarakat dan negara. Landasan filosofis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum yang meliputi suasana kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Terkait dasar yuridis pada alasan ketiga sebagaimana pendapat diatas yakni mengikuti tata cara atau prosesur tertentu, Peraturan DPRD Kota Pontianak Nomor 1 Tahun 2014 pada prinsipnya dibuat atau dibentuk dengan tata cara sebagaimana di atur, akan tetapi pada tahap pembahasannya yang tidak begitu cermat. Sebagaimana diketahui banyak produk hukum DPRD baik Peraturan Daerah maupun Peraturan DPRD tidak dibuat oleh lembaga tersebut, namun diserahkan pada pihak ketiga baik itu berupa nasakah akademik maupun rancangan peraturan tersebut. Jika DPRD tidak melakukan pembahasan secara detil dari sisi bentuk dan substansi atau norma yang terdapat dalam pasal –pasal tersebut, bisa jadi hasilnya menjadi tidak baik. Dengan kata lain, produk hukum yang dihasilkan oleh DPRD mengandung kelemahan-kelemahan dari sisi yuridis karena tidak adanya harmonisasi dan sinkronisasi. Di dalam pasal 5 Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011 mengisyaratkan adanya keharusan bahwa dalam setiap membentuk peraturan perundang undangan harus mengikuti asas Pembentukan Peraturan Perundang Undangan yang meliputi : a. kejelasan tujuan; b. kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat; c. kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan; d. dapat dilaksanakan; e. kedayagunaan dan kehasilgunaan; f. kejelasan rumusan; dan g. keterbukaan. Apabila asas Pembentukan Peraturan Perundang Undangan ini dikaitkan dengan Peraturan DPRD Kota Pontianak Nomor 1 Tahun 2014, sangat jelas tergambar bahwa Peraturan DPRD Kota Pontianak Nomor 1 Tahun 2014 tidak mengikuti asas Pembentukan Peraturan Perundang Undangan sebagaimana yang diharuskan dalam Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011. Asas yang tidak di ikuti terutama adalah “ asas dapat dilaksanakan”, “asas kedayagunaan dan kehasilgunaan serta ” kejelasan rumusan”.
15
Peraturan DPRD Kota Pontianak Nomor 1 Tahun 2014 dikatakan tidak mengikuti “asas dapat dilaksanakan”, karena materi muatan norma yang terdapat dalam pasal-pasal peraturan DPRD tersebut tidak mengacu pada pasal-pasal yang benar dan tepat, sehingga apabila dilaksanakan akan menimbulkan kekacauan. Misalnya pada Pasal 12 ayat (1) Peraturan DPRD Kota Pontianak Nomor 1 Tahun 2014 berbunyi “ Pengucapan sumpah/janji anggota DPRD sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 dan pasal 11 di dampingi oleh rohaniawan sesuai dengan agamanya masing-masing”. Pasal ini merujuk pada pasal 10, jelas hal ini adalah tidak tepat karena pasal 10 mengatur tentang ke anggotaan DPRD bukan mengatur masalah sumpah/janji. Begitu juga Peraturan DPRD Kota Pontianak Nomor 1 Tahun 2014 dikatakan tidak mengikuti “asas kedayagunaan dan kehasilgunaan” karena Peraturan DPRD meskipun dibentuk dengan tujuan karena adanya perintah dari peraturan perundang undangan dan sangat dibutuhkan dalam rangka mempedomani kinerja kelembagaan DPRD namun menjadi tidak bermanfaat atau tidak berdayaguna dan berhasilguna disebabkan materi muatan norma yang terdapat dalam Peraturan DPRD tersebut sangat inskonsistensi, sehingga teramat sulit untuk diterapkan dan apabila dipaksakan untuk diterapkan akan terjadi konflik norma. Selanjutnya Peraturan DPRD Kota Pontianak Nomor 1 Tahun 2014 dikatakan tidak mengikuti ” kejelasan rumusan” karena materi muatan norma yang terdapat dalam Peraturan DPRD tersebut tidak memenuhi persyaratan teknis peraturan perundang undangan, sistimatika dan bahasa yang benar. Pengacuan atau rujukan pasal yang berbeda membuat arti yang berbeda pula, sehingga menimbulkan tafsir-tafsir yang berbeda dan pada akhirnya tidak dapat dilaksanakan. Jika pasal 5 Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011 mengatur mengenai keharusan mengikuti “ Asas Pembentukan Peraturan Perundang Undangan, Maka dalam pasal 6 ayat (1) Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011 mengatur mengenai “ Asas Materi Muatan Peraturan Perundang Undangan” yakni: (1)
Materi muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan asas: a. pengayoman; b. kemanusiaan; c. kebangsaan; d. kekeluargaan; e. kenusantaraan; f. bhinneka tunggal ika; g. keadilan; 16
h. kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan; i. ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau j. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan. Dari 10 Asas Materi Muatan Peraturan Perundang Undangan yang harus ada dalam setiap peraturan perundang undangan, ada 1 asas yang tidak dipenuhi oleh Peraturan DPRD Kota Pontianak Nomor 1 Tahun 2014 yaitu “ asas kepastian hukum”. Hal ini dikarenakan, Peraturan DPRD tersebut tidak dapat dilaksanakan karena pengacuan materi muatan norma dalam pasal-pasal Peraturan DPRD tersebut yang sama sekali tidak tepat dan sudah pasti menimbulkan ketidakpastian dalam penerapan atau pelaksanaannya. Kepastian hukum secara normatif adalah ketika suatu peraturan dibuat dan diundangkan secara pasti karena mengatur secara jelas dan logis. Jelas dalam artian tidak menimbulkan keragu-raguan (multi-tafsir) dan logis dalam artian ia menjadi suatu sistem norma dengan norma lain sehingga tidak berbenturan atau menimbulkan konflik norma. Konflik norma yang ditimbulkan dari ketidakpastian aturan dapat berbentuk kontestasi norma, reduksi norma atau distorsi norma. Telah dijelaskan di atas, Peraturan DPRD Kota Pontianak Nomor 1 Tahun 2014 tidak mengikuti atau tidak memenuhi “Asas Pembentukan Peraturan Perundangan Undangan “ dan “ Azas Materi Muatan Peraturan Perundangan” dan lebih jauh akan dilihat dan dijelaskan bahwa Peraturan DPRD Kota Pontianak Nomor 1 Tahun 2014 juga tidak memenuhi persyaratan pembuatan pasal-pasal sebagaimana diatur dalam Lapiran II Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011. Dalam Lampiran II Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011 khusus pada angka 77, 78, 251, 271 dan 272 dinyatakan : 77.
Pasal merupakan satuan aturan dalam Peraturan Perundang- undangan yang memuat satu norma dan dirumuskan dalam satu kalimat yang disusun secara singkat, jelas, dan lugas.
78.
Materi muatan Peraturan Perundang-undangan lebih baik dirumuskan dalam banyak pasal yang singkat dan jelas daripada ke dalam beberapa pasal yang masing-masing pasal memuat banyak ayat, kecuali jika materi muatan yang menjadi isi pasal itu merupakan satu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan
251. Jika membuat pengacuan ke pasal atau ayat lain, tidak boleh menggunakan frasa tanpa mengurangi, dengan tidak mengurangi, atau tanpa menyimpang dari. 17
271. Pada dasarnya setiap pasal merupakan suatu kebulatan pengertian tanpa mengacu ke pasal atau ayat lain. Namun, untuk menghindari pengulangan rumusan digunakan teknik pengacuan. 272. Teknik pengacuan dilakukan dengan menunjuk pasal atau ayat dari Peraturan Perundang–undangan yang bersangkutan atau Peraturan Perundang– undangan yang lain dengan menggunakan frasa
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal ... atau sebagaimana dimaksud pada ayat ... . Dari ketentuan pembuatan pasal sebagaimana dimaksud pada 77, 78, 251, 271 dan 272 Lampiran II Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011 dapat dipahami bahwa dalam pembuatan pasal yang berisisikan materi muatan norma tidak boleh ada kesalahan dan apabila teknik pengacuan dilakukan dengan menunjukan pasal maka pasal yang diacu atau ditunjuk adalah pasal yang berkorelasi secara langsung, sehingga keterkaitan pasal yang satu dengan pasal yang lain terlihat secara jelas dari substansi norma yang diatur. Hal ini tidak terjadi dalam pembuatan atau pembentukan Peraturan DPRD Kota Pontianak Nomor 1 Tahun 2014, dimana pasal yang satu tidak berkorelasi atau tidak terkait dengan pasal yang di acu atau yang ditunjuk. Dengan demikian, pasal tersebut maknanya menjadi berbeda dan dapat dikatakan cenderung bertentangan . misalnya Pasal 112 ayat (1) Peraturan DPRD Kota Pontianak Nomor 1 Tahun 2014 berbunyi “ setiap orang yang mendengar atau mengetahui pembicaraan atau materi rapat
tertutup
yang
harus
dirahasiakan sebagaimana dimaksud pada pasal 107 ayat(7), wajib dirahasiakan. Pasal ini merujuk pada pasal 107 ayat (7) jelas hal ini tidak tepat , karena pasal 107 tidak mengatur mengenai rapat tertutup melainkan hanya menjelaskan saja apa itu rapat fraksi dan selain itu juga pasal 107 tidak mempunyai ayat. Hans Kelsen9 mengemukakan adanya dua sistem norma, yaitu sistem norma yang statik (nomostatics) dan sistem norma yang dinamik (normodynamics). Statika sistem norma adalah suatu sistem yang melihat pada “isi” suatu norma, dimana suatu norma umum dapat ditarik menjadi norma norma khusus atau norma norma khusus itu dapat ditarik menjadi norma umum.b sistem norma dinamik adalah suatu sistem norma yang melihat pada berlakunya suatu norma atau dari cara pembentukannya dan penghapusannya. Selanjutnya Hans kelsen10 menyatakan norma itu berjenjang-jenjang dan berlapislapis dalam suatu susunan hirarkis, dimana norma yang dibawah berlaku, bersumber dan 9
Maria Farida Indrati, Ilmu Perundang Undangan; Dasar-Dasar dan Pembentukannya, Kanisius, Yogyakarta, 1998. Hal 7-8 10 Ibid
18
berdasar pada norma yang lebih tinggi, norma yang lebih tinggi berlaku, bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi lagi. 2. Keabsahan Dan Kekuatan Mengikat Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Nomor 1 Tahun 2014. Dalam Negara Hukum peraturan perundang-undangan memiliki fungsi yang sangat penting. Bagir Manan11 mengemukakan tentang fungsi peraturan perundang-undangan, yang dapat dibagi menjadi dua kelompok utama, yaitu: 1. Fungsi Internal, adalah fungsi pengaturan perundang-undangan sebagai sub sistem hukum (hukum perundang-undangan) terhadap sistem kaidah hukum pada umumnya secara internal, peraturan perundang-undangan menjalankan fungsi penciptaan hukum, fungsi pembaharuan hukum, fungsi integrasi pluralisme hukum, fungsi kepastian hukum; 2. Fungsi Eksternal, adalah keterkaitan peraturan perundang-undangan dengan tempat berlakunya. Fungsi eksternal ini dapat disebut sebagai fungsi sosial hukum, yang meliputi fungsi perubahan, fungsi stabilisasi, fungsi kemudahan. Burkhardt Krems sebagaimana dikutip A. Hamid S. Attamimi berpendapat bahwa pembentukan peraturan perundang-undangan (Staatliche Rechtssetzung) meliputi dua hal pokok, yaitu kegiatan pembentukan isi peraturan (Inhalt der Regelung) di satu pihak, dan kegiatan yang menyangkut pemenuhan bentuk peraturan (form der regelung), metode pembentukan peraturan (method der Ausarbeitung der Regelung), dan proses serta prosedur pembentukan peraturan di lain pihak. 12 Antara kegiatan pembentukan isi peraturan dan pemenuhan bentuk peraturan, metode dan proses serta prosedur pembentukan dilaksanakan secara serentak dan setiap bagian kegiatan tersebut harus rnemenuhi persyaratanpersyaratan sendiri. 13 Hal yang dapat ditarik dari pendapat Burkhardt Krems diatas adalah bahwa suatu peraturan perundang undangan harus diberi suatu bentuk dan substansi atau materi muatan yang diatur harus mengikuti cara-cara tertentu berdasarkan peraturan perundangan undangan yang berlaku dan tidak terjadi pertentangan norma yang satu dengan yang lain serta tidak boleh bertentangan dengan praturan perundang undangan yang lebih tinggi. Dari
11
Bagir Manan sebagaimana dikutib oleh Inna Junaenah, Loc Cit A. Hamid S. Attamimi, Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara,op. cit.hlm.317-318 13 Ibid, 138 12
19
sini dapat diketahui bahwa apa dikehendaki untuk membuat suatu peraturan perundang undangan berimplikasi pada sahnya suatu peraturan perundang undangan yang dimaksud. Di dalam Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang Undangan meskipun tidak secara limitatif diatur dalam pasal –pasal nya yang menyatakan untuk sahnya suatu peraturan perundang-undangan, namun di dalam pengertian peraturan perundangan yang diberikan dapat dipahami beberapa syarat yang harus dipenuhi agar suatu peraturan perundang- undangan dapat dikatakan sah. Dalam pasal 1 angka 2 Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011 menyatakan bahwa “Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan”. Dari pengertian tersebut dari ditarik unsur –unsur tentang sahnya suatu peraturan perundang undangan yakni : 1. Peraturan tertulis. 2. Memuat norma hukum mengikat. 3. Dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat berwenang. 4. Sesuai prosedur peraturan perundangan yang menjadi dasarnya. Unsur-unsur diatas tentu tidaklah bersifat alternatif melainkan bersifat komulatif. Apabila salah satu unsur saja tidak terpenuhi maka peraturan perundang undangan tersebut tentu menjadi tidak sah. Untuk menilai sah atau tidak nya Peraturan DPRD Kota Pontianak Nomor 1 Tahun 2014, maka indikator yang dipergunakan adalah unsur-unsur sebagaimana tersebut di atas. Ad.1. Peraturan tertulis Peraturan tertulis adalah peraturan yang dicantumkan dalam peraturan perundang undangan. kata dicantum mengandung arti bahwa peraturan terseburt dapat dilihat, dapat dibaca dan dapat dipertanggungjawabkan. Peraturan DPRD Kota Pontianak Nomor 1 Tahun 2014, jelas merupakan suatu peraturan yang tertulis dan sebagai suatu peraturan tertulis itu, Peraturan DPRD tersebut diketahui apa yang menjadi tujuan pembentukannya dan fungsi dari peraturan DPRD tersebut. Ad.2. Memuat Norma Hukum Mengikat. Peraturan DPRD Kota Pontianak Nomor 1 Tahun 2014, terdiri dari sejumlah pasalpasal yang memuat norma-norma hukum atau materi – materi muatan yang mengikat secara kelembagaan DPRD, karena seluruh aktivitas Kelembagaan DPRD harus didasarkan pada
20
Peraturan DPRD dalam menjalankan tugas, fungsi, wenang dan hak-hak serta kewajibankewajiban. Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya bahwa Peraturan DPRD Kota Pontianak Nomor 1 Tahun 2014, materi muatan norma dibentuk tidak sesuai dengan proses atau teknik penyusunan peraturan perundang-undangan, sehingga banyak materi muatan yang terdapat dalam pasal-pasal tersebut mengacu pada pasal-pasal yang tidak tepat. Oleh karena korelasi antara pasal dengan pasal yang diacu tidak saling terkait. Konflik norma ini akan berimplikasi pada pelaksanaaan norma itu sendiri dan dapat dipastikan akan menimbulkan sejumlah tafsir dan pertanyaan yang pada akhirnya norma tersebut tidak dapat dilaksanakan. Ad.3. Dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat berwenang. Perlu juga dipahami bahwa ada definsi yang beragam mengenai lembaga negara. Hal ini terjadi, karena banyak lembaga-lembaga yang menamakan dirinya lembaga negara namun tidak diatur secara tegas di didalam Konstitusi atau UUD 1945. Di dalam UUD 1945 hanya di kenal beberapa lembaga negara, seperti Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Presiden, Bank Indonesia (BI), Badan Pemeriksa Keuangan, (BPK), Mahkamah Konstitusi (MK) dan Mahkamah Agung (MA). Dari 7 (tujuh) lembaga negara yang disebut secara tegas di dalam UUD 1945, tidak ada kelembagaan DPRD. DPRD sebagai lembaga negara terindetinfiksi secara jelas melalui Peraturan Mahkamah konstitusi Nomor 8 Tahun 2006 Tentang Pedoman Beracara Dalam sengketa Kewenangan Konstitusional Lembaga Negara, telah merinci jenis lembaga negara. Pasal 2 ayat (1) Peraturan Mahkamah konstitusi Nomor 8 Tahun 2006 berbunyi : Lembaga negara yang dapat menjadi pemohon atau termohon dalam perkara sengketa kewenangan konstitusional lembaga negara adalah: a. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR); b. Dewan Perwakilan Daerah (DPD); c. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR); d. Presiden; e. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK); f. Pemerintahan Daerah (Pemda); atau g. Lembaga negara lain yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945. Meskipun DPRD tidak disebutkan secara langsung dalam Peraturan Mahkamah konstitusi Nomor 8 Tahun 2006, akan tetapi dapat dimengerti bahwa unsur pemerintah daerah mengandung arti Kepala Daerah dan DPRD karena sama sama unsusr penyelenggara pemerintah daerah. dengan demikian jelaslah kira, bahwa kelembagaan DPRD khusus DPRD Kota pontianak mempunyai kewenangan sebagai lembaga negara untuk membuat atau membentuk Peraturan DPRD. Ad.4. Sesuai prosedur peraturan perundang-undangan.
21
Sumber kewenangan DPRD Kota Pontianak dalam membuat Peraturan DPRD Kota Pontianak Nomor 1 Tahun 2014 bersifat atributif, karena diperoleh dari undang undang yakni Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah. Mengenai tahapan atau mekanisme ataupun prosedur pembuatan Peraturan DPRD diatur melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah sebagaimaba telah dicabut dan diganti dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 Tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah. Mengingat Peraturan DPRD Kota Pontianak Nomor 1 Tahun 2014 dibentuk pada tahun 2014 maka tata cara atau prosedur penyusunannya didasarkan pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2014, dimana prosedur pembentukan diatur dalam pasal 49 dan pasal 50 yang menyatakan : Pasal 49 (1) Rancangan Peraturan DPRD disusun dan dipersiapkan oleh Balegda. (2) Rancangan P eraturan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibahas oleh panitia khusus. (3) Pembahasan Rancangan Peraturan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan melalui 2 (dua) tingkat pembicaraan, yaitu pembicaraan tingkat I dan pembicaraan tingkat II. (4) Pembicaraan tingkat I sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi: a. penjelasan mengenai Rancangan Peraturan DPRD oleh Pimpinan DPRD dalam rapat paripurna; b. pembentukan dan penetapan pimpinan dan keanggotaan panitia khusus dalam rapat paripurna; c. pembahasan materi Rancangan Peraturan DPRD oleh panitia khusus. (5) Pembicaraan tingkat II sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) berupa
pengambilan keputusan dalam rapat paripurna, meliputi: a. penyampaian laporan pimpinan panitia khusus yang
berisi proses
pembahasan, pendapat fraksi dan hasil pembicaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c; dan b. permintaan persetujuan dari anggota secara lisan oleh paripurna.
22
pimpinan rapat
(6) Dalam hal persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b tidak dapat dicapai secara musyawarah untuk
mufakat, keputusan diambil
berdasarkan suara terbanyak. Pasal 50 (1) Peraturan DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dilarang bertentangan dengan
kepentingan umum, kesusilaan, dan/atau peraturan
perundang - undangan yang lebih tinggi (2) Peraturan DPRD provinsi di sampai kan kepada Menteri Dalam Negeri dan Peraturan DPRD kabupaten/kota disampaikan kepada gubernur, paling lambat 7 (tujuh) hari setelah ditetapkan. Tahapan atau tata cara ataupun prosedur dalam pembentukan Peraturan DPRD Kota Pontianak Nomor 1 Tahun 2014 sejatinya telah mengikuti ketentuan peraturan perundangundangan begitu juga mengenai substansi telah mengikuti apa yang telah diperintahkan di dalam Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 serta Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2010 Tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat daerah Tentang tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, hanya letak permasalahan dalam pembentukan Peraturan DPRD Kota Pontianak Nomor 1 Tahun 2014 adalah pada saat pembahasan. Dapat dikatakan harmonsisasi dan sinkronisasi antar pasal tidak dilihat secara jelas sehingga banyak pasal-pasal yang merujuk pada pasal yang tidak tepat. Dari sudut pandang keabsahan, maka dapat dikatakan menurut hemat penulis bahwa Peraturan DPRD Kota Pontianak Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Tata tertib Dewan Perwakilan Daerah Kota Pontianak tidak sah (non legitimed). Hal ini disebabkan unsurunsur terhadap sahnya suatu peraturan perundang-unangan tidak dipenuhi dalam pembentukan Peraturan DPRD Kota Pontianak Nomor 1 Tahun 2014. Mengenai kekuatan mengikat dari Peraturan DPRD Kota Pontianak Nomor 1 Tahun 2014 dapat dijelaskan bahwa setiap peraturan perundang-undangan mempunyai kekuatan mengikat sejak peraturan perundang undangan tersebut diundangkan. Hal dinyatakan dalam pasal 87 Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011 yang berbunyi “Peraturan Perundangundangan mulai berlaku dan mempunyai kekuatan mengikat pada tanggal diundangkan, kecuali ditentukan lain di dalam Peraturan Perundang - undangan yang bersangkutan”. Ketentuan ini mengandung suatu seruan bahwa setiap orang wajib hukumnya untuk mengetahui ada suatu peraturan perundangan undangan yang berlaku. Di dalam doktrin hal 23
ini disebut dengan “fiksi Hukum”. Fiksi Hukum beranggapan bahwa begitu suatu norma hukum diberlakukan, maka pada saat itu pula setiap orang dianggap tahu hukum. Teori Fiksi Hukum yang semula mengasumsikan bahwa pengundangan peraturan mempunyai kekuatan mengikat, telah menjadi ketentuan yuridis yang mengikat setiap orang untuk mengakui eksistensi peraturan tersebut. John Austin berpendapat bahwa Teori Fiksi Hukum memiliki kegunaan praktis manakala hakim atau peradilan menghadapi keadaan yang berlarut-larut dan tanpa penyelesaian ( insoluble and interminable ) Apa bila pembelaan berdasarkan ketertidaktahuan diperbolehkan. Namun demikian, Teori Fiksi Hukum sesungguhnya juga memberikan kepada Negara melalui ketiga komponen kekuasaannya yaitu
beban
eksekutif, legislatif dan
yudikatif, dimana ketiganya seharusnya berfungsi dan berperan menyampaikan pemahaman adanya hukum yang berlaku dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang sudah diundangkan atau diberlakukan serta mengikat kepada masyarakat melalui berbagai instrumen sumberdaya secara organisasi maupun kewenangan yang dimiliki. Terkait dengan Peraturan DPRD Kota Pontianak Nomor 1 Tahun 2014, meskipun telah diundangkan dalam Berita Daerah Tahun 2014 Nomor 10 secara normatif telah mempunyai kekuatan mengikat, akan tetapi mengingat substansi atau materi muatan yang terdapat dalam Peraturan DPRD banyak terjadi konflik norma karena pengacuan pasl yang tidak tepat dan asumsi penulis menyatakan bahwa Peraturan DPRD tidak dapat diterapkan, maka Peraturan DPRD Kota Pontianak Nomor 1 Tahun 2014 tidak mempunyai kekuatan mengikat. PENUTUP A. Kesimpulan Dari uraian-uraian yang dikemukan diatas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Bahwa Peraturan DPRD Kota Pontianak Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Tata Tertib DPRD Kota Pontianak tidak sesuai dengan pembentukan peraturan perundang undangan. hal ini dapat diketahui dari landasan yuridis yang tidak tepat khususnya mengenai tata cara atau prosedur pembentukannya, dimana dalam pembahasannya harmonisasi dan sinkronisasi antara pasal dilakukan secara tidak cermat. Dengan dasar tersebut, maka Peraturan DPRD Kota Pontianak Nomor 1 Tahun 2014 tidak mengikuti asas “ Pembentukan Peraturan Perundangan undangan “ dan “asas Materi Muatan Peraturan Perundang Undangan sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang Undang Nomor 12 24
Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang Undangan khususnya pada “ asas dapat dilaksanakan”, “asas kedayagunaan dan kehasilgunaan dan ” kejelasan rumusan” serta “ asas kepastian hukum”. Selain itu, Peraturan DPRD Kota Pontianak Nomor 1 Tahun 2014 pembuatan pasalnya tidak mengikuti sebagai yang dipersyaratkan dalam 77, 78, 251, 271 dan 272 Lampiran II Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011. 2. Bahwa Peraturan DPRD Kota Pontianak Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Tata Tertib DPRD Kota Pontianak adalah tidak sah, karena tidak memenuhi secara komulatif unsur-unsur sahnya suatu peraturan perundanga undangan sebagaimana di atur dalam Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011. Dengan demikian Peraturan DPRD Kota Pontianak Nomor 1 Tahun 2014 juga tidak mempunyai kekuatan mengikat mewskipun telah diundangkan dalam Berita Daerah kota Pontianak. Hal ini disebakan secara Substantif pasal-pasal atau materi muatan norma yang terdapat Peraturan DPRD Kota Pontianak Nomor 1 Tahun 2014 terjadi konflik antar norma. B. Saran-saran 1. Lembaga DPRD Kota Pontianak segera mencabut dan menggantikan Peraturan DPRD Kota Pontianak Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Tata Tertib DPRD Kota Pontianak, karena sarat dengan konflik norma 2. Dalam penyusunan Rancangan Peraturan DPRD Kota Pontianak, baik yang di susun sendiri oleh lembaga DPRD atau diserahkan kepada pihak ketiga menyusunnya, maka dalam pembahasaannya harus diterapkan prinsip harmonisasi dan sinkronisasi, agar tidak terjadi lagi pasal-pasal yang tidak tepat dalam pembentukannya.
25
DAFTAR PUSTAKA BUKU Ari Dwipayana, Arah dan Agenda Reformasi DPRD: Memperkuat Kedudukan dan Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, USAID, Jakarta, 2008 Asmawi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Dalam Peraturan Perundangan Pemerintahan daerah dan Legislatif Daerah, Jurnal Cita Hukum. Vol I 1 Juni 2014 A Hamid S Attamimi Peranan Keputusan Presiden RI dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara. Disertasi. Jakarta: Fakultas Pascasarjana Universitas Indonesia. 1990. -------------------, Teori Perundang-undangan Indonesia, Suatu Sisi Ilmu Pengetahuan Perundang-undangan Indonesia yang Menjelaskan dan Menjernihkan Pemahaman, Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap Pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia di Jakarta, 25 April 1992 ------------------, Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan, dalam Himpunan Bahan Penataran, Latihan Tenaga Teknis Perancang Peraturan Perundang-undangan, Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman, Jakarta. 1982 -----------------, Hukum Tentang Peraturan Perundang-undangan dan Peraturan kebijakan (Hukum Tata Pengaturan), Pidato Purna Bakti Guru Besar Tetap Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 20 September 1993 Alvi Syahrin, Pengaturan Hukum dan Kebijakan Pembangunan Perumahan dan Pemukiman Berkelanjutan, Pustaka Bangsa Press Medan, 2000 Abu Daud Busroh & Abubakar Busroh, Asas-asas Hukum Tata Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta 1991 Abdul Bari Azed dan Makmur Amir, Pemilu dan Partai Politik di Indonesia, PSHTN UI, Jakarta 2005 Amiroeddin Syarif, Perundang-undangan; dasar, jenis dan teknik membuatnya, Bina Aksara, Jakarta 1987 Arifin Sari Surunganlan Tambunan, Fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Menurut UUD 1945, Suatu Studi Analisis Mengenai Pengaturannya Tahun 1966-1997, Sekolah Tinggi Hukum Militer, Jakarta, 1998 Achmad. Ruslan, Teori dan Panduan Praktik Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Di Indonesia Rangkang Education ,Yogyakarta 2013 B.N. Marbun, DPRD Pertumbuhan, Masalah dan Masa Depannya, Galia Indonesia, Jakarta 1983 Bagir Manan, Dasar-Dasar Perundang-undangan Indonesia. Jakarta :In-Hill-Co. 1992 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, 1998 26
Raja Grafindo Persada, Jakarta
Bambang Purnomo, Asas-Asas Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta 1994 Bismar Nasution, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Perbandingan Hukum, Makalah disampaikan pada Dialog Interaktif tentang Penelitian Hukum dan Hasil Penulisan Hukum pada Majalah Akreditasi, (Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, tanggal 18 Februari 2003) Didi Nazmi Yunas, Konsepsi Negara Hukum, Angkasa Raya, Jakarta:1992 Djokosoetono, Hukum Tata Negara, dihimpun oleh Harun Alrasid, Edisi Revisi Ind-Hill Co, Jakarta 2006 Elizabet A. Martin and Jonathan Law, A Dictionary of Law, Sixth Edition (New York: Oxford Univeristy Press,2006 Franz Magnis-Suseno, Etika Politik: Prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern, Gramedia, Jakarta 1993 Harmaily Ibrahim dan Moh. Kusnardi, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, PSHTN FH Ul, Jakarta : 1978. H.A.S. Natabaya, Sistem Peraturan Perundang-Undangan Indonesia, Sekjend Mahkamah Konstitusi, Jakarta 2006 Hans Kelsen, Teori Umum Tentang Hukum dan Negara, Penerbit Nusamedia, Bandung, 2006 I Gde Pantja Astawa dan Suprin Na,a, Dinamika Hukum dan Ilmu Perundang-undangan di Indonesia,Ghalia indonesia, Jakarta, 1998 Irawan Soejito, Teknik Membuat Undang-Undang, Pradnya Paramita, Jakarta: 1993 John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, Gramedia, Jakarta 1995 Jimly
Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta 2006
Sekretariat
dan
------------------, Struktur Ketatanegaraan Indonesia Setelah Perubahan Keempat UUD 1945. Dimuat dalam Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), Seminar Pembangunan Hukum Nasional Vlll, Buku 2 BPHN: Jakarta: Tahun 2003 -----------------, Cita Negara Hukum Indonesia Kontemporer, Orasi Ilmiah Pada Wisuda Sarjana Hukum Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya Palembang, 23 Maret 2004 dimuat dalam Jurnal Simbur Cahaya No. 25 Tahun IX Mei 2004 -----------------, Hukum Acara Pengujian Undang-Undang, Sinar Grafika, Jakarta, 2010 Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tala Negara Indonesia, Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta 1976
27
Lawrence M. Friedman, American Law an Introduction, Second Edition, Penerjemah Wishnu Basuki,: Tata Nusa Jakarta, 1984 Lia Riesta Dewi dan Arief Ainul Yaqin, Mengenal Hukum melalui Pengantar Hukum, Dinas Pendidikan Provinsi Banten, Serang, 2012 Moh. Kusnardi dan Bintan R. Saragih, Susunan Pembagian Kekuasaan Menurut Sistem Undang-Undang Dasar 1945, Cet. Vl, Gramedia, Jakarta 1989 Muhammad Yamin, Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945, Jilid Pertama Yayasan Prapanca, Jakarta 1959 Maria Farida Indrati S, Maria Farida Indrati S, Ilmu Perundang-Undangan Indonesia; dasardasar dan pembentukannya, Kanisius, Yogyakarta 1998. -------------------, Ilmu Perundang-undangan (Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan), Kanisius, Yogyakarta, 2007 Machmud Aziz, Jenis, Fungsi dan Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan. Makalah disampaikan dihadapan para peserta Bimbingan Teknis Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah, diselenggarakan oleh Australian Legal Resources International (ALRI) bekerja sama dengan Departemen Kehakiman dan HAM dan DPRD Propinsi Sulawesi Tenggara, Palu, 3 Juni 2002 Romli Atmasasmita, Reformasi Huku, Hak Asasi Manusia & Penegakan Hukum, Penerbit Mandar Maju, Bandung 2001 Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penemuan Hukum, , Ghalian Indonesia, Jakarta 1982 Rosjidi Ranggawidjaja, Pengantar Ilmu Perundang-undangan; Dasar, Jenis Membuatnya, Bina Aksara. Jakarta 1987
dan Teknik
R. Abdul Djamali, Pengantar Hukum Indonesia, Rajagrafindo Persada, Jakarta 1993, Roscoe Pound, Pengantar Filsafat Hukum, Terjemahan Mohammad Radjab, Bharata, Jakarta 1972 Riris Kahtarina, “mengenai hak angket melalui perjalanan sejarah DPR RI dalam berbagai prespektif tentang memorandum kepada presiden: suatu studi terhadap pemberian memorandum DPR RI kepada Presiden Abdurrahman Wahid Soerjono Soenkanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta 1995 Satya Arinanto, Hak Asasi Manusia dalam Transisi Politik di Indonesia,Pusat Studi Hukum Tata Negara Universitas Indonesia, Jakarta 2005
28
S.F. Marbun, “Negara Hukum dan Kekuasaan Kehakiman”, Jurnal Hukum Ius Quia Iustum, No. 9 Vol 4 – 1997 Satjipto Rahardjo, Sisi-sisi Lain dari Hukum di Indonesia, Kompas, Jakarta 2003 Soehino, Hukum Tata Negara, Penyusunan dan Penetapan Peraturan Daerah, Liberty, Yogyakarta 1977 Sri Soemantri dalam Bewa Ragawino, Sistem Peraturan Perundang-Undangan Negara Republik Indonesia, Universitas Padjajaran, Bandung2005 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung: 2000 Soerjono Soekanto, Pengantar Sosiologi Hukum, Bharata, Jakarta 1973 Sadjijono, Memahami Beberapa Bab Pokok Hukum Adminsitrasi , LaksBang Pressindo, yogyakarta, 2008 Utrecht, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Ichtiar, Jakarta 1962 Wasistiono dan Yonatan, Meningkatkan Kinerja Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Fokusmedia, Jakarta, 2003 Wolfgang Friedmann, Legal Theory, London: Steven & Son Limited, 1960 Yesmil Anwar&Adang, Pembaharuan Hukum Pidana, Reformasi Hukum Pidana Grasindo Jakarta,2006 PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN Undang Undang Dasar 1945. Undang Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Peraturan Pemerintah No 16 Tahun 2010 Tentang Pedoman Penyusunan Peraturan DPRD tentang Tata tertib DPRD. Perarutan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Pontianak Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Tata Tertib DPRD Kota Pontianak.
29