Hasyim Ali Imran, Fenomena Golput
FENOMENA GOLPUT DALAM PEMILU EKSEKUTIF 2004 Kasus Pada Pilpres II di TPS 50 RW X Kelurahan Bekasi Jaya, Kec.Bekasi Timur Hasyim Ali Imran ABSTRAK Tulisan ini memapark an hasil penelitian yang membahas fenomena golput dalam Pilpres II 2004 dengan kasus pada TPS 50 Kelurahan Bekasi Jaya, Kota Bekasi. Hasilnya, di TPS tersebut terdapat pemilih golput yang terdiri dari dua kategori. Pertama pemilih Golput yang teridentifik asi k arena tidak mendatangi lokasi TPS (24,5%) dan k edua karena mendatangi lokasi TPS namun menggunakan hak pilihnya dengan cara salah yang disengaja(10,23%). Pemilihgolput terindik asi berasal dari k alangan pemilih Capres Amin Rais dalam Pilpres I. Pemilih capres tersebut terbagi dua dalam Pilpres II. Pe milih yang berbudaya politik partisipan terindikasi memilih Capres SBY-Kalla dan pemilih berbudaya politik parok ial terindik asi bersikap dan berperilaku golput.
PENDAHULUAN Latar Belakang Konsep Golput merupakan akronim dari golongan putih. Untuk menemukan pengertiannya dalam kamus, dapat dikatakan relative sulit. Namun demikian dapat pula dikatakan bahwa golput itu pada hakikatnya mengandung arti suatu kekosongan, kenihilan, bersih atau ketidakterkaitan sesuatu terhadap sesuatu. Sesuatu itu, jika diana logikan dengan manusia sebagaimana dimaksudkan Jhon Lock mela lui teori tabularasanya, maka dapat diartikan sebagai individu sebersih kertas putih yang belum dicemari lingkungannya. Merujuk hakikat konsep golput menurut logika semiologi tadi, maka konsep golput menyiratkan fenomena keterjadiannya bisa muncul dalam segala aspek bidang kehidupan manusia. Namun demikian, di kalangan masyarakat Indonesia terjadi suatu kelaziman, konsep golput segera diasosiasikan dengan kehidupan politik, khususnya soal pemilu. Dengan golput, maka tidak lain lagi, itu hubungannya dengan pembicaraan tentang anggota masyarakat berhak pilih yang suaranya tidak ada atau tidak beralamat pada salah satu kontestan dalam hari –H pelaksanaan Pemilu. Ketiadaan suara tadi, kemunculannya bisa karena beberapa factor, misalnya karena tidak hadir meski ada undangan, tidak hadir karena tidak terdaftar, hadir tapi dengan sengaja menganulir syah suaranya, atau karena hadir tapi dengan tidak sengaja menganulir suaranya. Faktor-faktor tersebut, latar belakang kemunculannyapun beragam, bisa karena hasil kalkulasi politik seseorang, kebodohan, atau karena begitu rendahnya tingkat kesadaran politik individu terkait dengan pelaksanaan pemilu. 32
Sehubungan konsep golput identik dengan soal aliran suara yang mengalamat pada peserta dalam hari H pemilu, maka wacananyapun cenderung secara simetris muncul dan berkembang mengikuiti momen-momen pelaksanaan pemilu. Sering itu dapatlah diartikan bahwa fenomena golput sebenarnya muncul di Indonesia sejak kali pertama Pemilu dilaksanakan pada 1955 hingga Pemilu 2004. Meskipun begitu, secara konseptual fenomena golput baru di kenal di Indonesia pada awal-awal tahun 70-an. Konsep mana , dikembangkan oleh Arif Budiman, seorang inte letua l politik Indonesia. Memasuki saat-saat menjelang pe laksanaan Pemilu Eksekutif 2004 putaran kedua 20 September 2004 antara SBY dan Megawati mendatang, konsep yang berawal dari Arif Budiman tadi, sesuai habitatnya kini kembali menjadi wacana yang ramai menjadi bahan pembicaraan masyarakat. Masyarakat itu berasal dari berbagai tingkatan, dari tingkat grassroot hingga elit. Di tingkat grassroot, berdasarkan hasil observasi partisipan bersifat kasuistis , fenomenanya menunjukkan ada anggota-anggota masyarakat yang akan bertindak golput pada Pemilu Presiden Putaran II (Pilpres II) nanti. Sikap yang me latar belakangi tindakan golput itu sendiri, sifatnya beragam. Ada yang karena kecewa “jagoannya” gagal masuk putaran kedua; ada yang karena dua Capres pemenang itu tidak menyimbolkan figure tokoh yang diidamkan, ada pula karena merasa tidak ada untungnya mengikuti pemilu. Pada tingkat elit politik, ka langan golput dalam Pilpres II nanti ditanggapi secara beragam. Ada yang menyerukan menjadi golput, misa lnya seperti yang dilakukan Forum Ukhuwah Ormas Islam (dalam, Koran Tempo,
INSANI No. 9/Th.XXIII/ Juli/2005
Hasyim Ali Imran, Fenomena Golput
14 Juli, 2004 : 8). Selain itu, ada pula yang justru menila inya sebagai penghianatan terhadap konstituen (lihat, pimpinan PKB, dalam berita Reporter, 28 Juli, 2004 : 2). Dari segi jumlah, Gus Dur sendiri memperkirakan golput akan mencapai lebih 50 % dari jumlah warga berhak pilik (dalam Ekonomi Bisnis, 26 Juli, 2004 : 6). Termasuk Gus Dur sendiri tentunya, sebagaimana terungkap dari ucapannya yang kerap dilansir media massa. Dalam hubungan ini, karenanya memunculkan kekhawatiran di kalangan Tim Sukses SBY (dalam Koran Tempo, 16 Juli, 2004 : 8). Kalangan Tim Sukses Megawati justru memperkirakan sebaliknya dan karenanya tidak perlu dikhawatirkan ( da lam Koran Tempo, 16 Juli 2004; 8). Reaksi terhadap persoalan golput, khususnya dalam kaitan pelaksanaan Pilpres II di atas, kiranya memperlihatkan keragaman sikap dari ka langan e lit politik. Sementara pada masyarakat di tingkat grassroot sendiri , secara kasuistis memperlihatkan adanya indikasi untuk menentukan sikap dan perilaku golput dari anggota-angota masyarakat pemilih pada Pilpres II mendatang. Berdasarkan fenomena golput tersebut, penelitian ini akan mencoba focus pada fenomena golput yang terjadi di tingkat grassroot. Atas dasar ini, maka studi ini akan berupaya menelaah fenomena eksistensi golput yang muncul di masyarakat. Pe rmasalahan, Maksud danTujuan, Kegunaan dan Manfaat Pe nelitian Dengan latar belakang di atas, penelitian ini akan mengkaji persoalan golput di tingkat masyarakat bawah mela lui beberapa pertanyaan berikut : (1)Apakah anggota masyarakat pemilih akan bersikap dan berperilaku golput da lam hari –H Pilpres II 2004 mendatang ? (2) Dari kalangan pemilih Capres dalam Pilpres I manakah para pemilih golput dalam Pilpres II itu ? (3) Apakah faktor yang melatarbelakangi sikap golput anggota masyarakat dalam hari –H Pilpres II mendatang ? Penelitian ini bermaksud untuk mempe la jari fenomena golput pada Pilpres II di tingkat masyarakat bawah melalui tiga permasalahan penelitian.Tujuannya , secara kasuistis berupaya memahami anggota masyarakat berhak pilih dalam konteks konsep golput pada proses Pilpres II 2004 mendatang. Pemahaman tersebut
juga akan dibangun menurut tiga permasalahan yang telah dirumuskan dalam pene litian ini. Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi upaya penyediaan dan penyebaran informasi public oleh Lembaga Informasi Nasional, khususnya oleh BPPI Wilayah II Jakarta. Sementara secara akademis, hasilnya setidaknya diharapkan berguna dalam melengkapi literature yang telah ada, khususnya menyangkut studi budaya politik masyarakat yang terkait dengan proses pelaksanaan pemilu eksekutif. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan tujuan untuk me mahami fenomena golput di kalangan masyarakat tingkat grassroot dalam kaitan pelaksanaan Pemilu Presiden Putaran II 20 September 2004. Penelitian dilaksanakan pada September 2004, menjelang dan hingga tuntasnya pelaksanaan Pilpres II. Fenomena yang akan dikaji itu mencakup bagaimana polanya menurut tiga persoalan yang telah dirumuskan sebelumnya dalam pene litian ini. Dalam upaya kajian tersebut, maka yang menjadi obye k pe ne litian ini adalah anggota masyarakat se bagai sebuah kasus, yakni anggota-anggota masyarakat yang secara alami diketahui aktif bergaul dalam suatu arena sosial (tempat-tempat di mana warga biasa bertemu dalam waktu-waktu luang, misa lnya di warung, saung,) di suatu lingkungan perumahan di w ilayah Bekasi. Dengan demikian jumlah anggota masyarakat sebagai suatu kasus yang diamati dalam penelitian ini tidak ditetapkan secara mutlak, namun akan diketahui sendiri ketika observasi dilaksanakan. Data primer penelitian be rsumbe r dari anggota masyarakat pemilih yang dijadikan obyek kasus, termasuk anggota masyarakat pemilih yang menjadi anggota KPPS di TPS yang dijadikan kasus. Datanya dikumpulkan secara individua listic lewat tehnik observasi langsung/partisipan oleh peneliti. Suatu tehnik pengumpulan data di mana peneliti me lakukan pengamatan tanpa alat, artinya langsung terhadap gejala keadaan yang sebenarnya. Dengan kata lain peneliti langsung ikut terlibat/menyatu/membaur dengan anggota masyarakat yang diamati tanpa diketahuinya. Guna menjamin keorisinilan data yang
INSANI No. 9./Th.XXIII/ Ju li/ 2005
33
Hasyim Ali Imran, Fenomena Golput
diperoleh, maka peneliti yang melakukan pengumpulan data ditetapkan menurut tempat tingga lnya sendiri. Hal ini dilakukan karena peneliti tersebut dianggap lebih menguasai situasi sasaran observasi dan karenanya pula dianggap lebih re levan untuk menerapkan tehnik observasi partisipan. Data sekunde r yakni berupa setting masyarakat di lokasi observasi, antara lain terdiri dari nama lingkungan Observasi (misal RT, RW dan jumlah RT-nya, Kelurahan, Kecamatan, Kodya) ; jumlah TPS di lingkungan observasi; jumlah pemilih pada Pemilu Presiden Putaran I ; Jumlah hasil perolehan suara Capres/Cawapres dalam Pemilu Presiden Putaran I. Sumbernya yaitu monografi Kelurahan/RW atau PPS/anggotanya, KPPS/anggotanya atau sumber lainnya yang dapat mempermudah akses. Untuk mengana lisis data penelitian dalam rangka menemukan jawaban permasalahan, penelitian ini akan menggunakan ana lisis deskriftif sebagai alat bantu. Panduan Pe ngumpulan Data bagi Pe neliti Dalam kaitan ini, maka ditempuh langkah berikut ini:
langkah-
1. Tehnik Pengumpulan Data: a. Observasi Partisipatif, pada tingkatan partisipasi sepenuhnya (complete participation). Pada tehnik ini, pene liti benar-benar bertindak sebagai “orang dalam” yang tanpa diketahui oleh orang yang diobservasi, sedang melakukan penelitian/ mengumpulkan data. Dengan demikian, dalam observasi ini , selain hanya mengamati, juga dilakukan aktifitas bertanya sejauh pertanyaan itu tidak sampai menimbulkan kecurigaan pada orang yang diobservasi.; b. Te hnik Pe ne ntuan situasi yang menjadi objek obse rvasi : 1) situasi yang alami (misa lnya , peristiwa perbincangan pilpres II yang terjadi begitu saja yang ditemui peneliti, tanpa adanya usaha pene liti dalam mengkondisikan situasi., 2) Situasi yang dikondisikan peneliti, misalnya dengan cara memancing pembicaraan dalam suatu kelompok pertemuan warga kea rah
34
memibicaraan pilpres II, c.Tahap obse rvasi : penelitian ini merupakan penelitian awal, jadi observasi di ini dilakukan masih dalam observasi tahap awal, atau observasi deskriptif. Pada tahap ini pene liti berusaha memperhatikan dan merekam sebanyak mungkin aspek situasi social tertentu (dalam hal ini soal pilpres II 2004) yang diobservasi. Dengan demikian akan didapat gambaran umum yang menyeluruh tentang ilpres II. 2. Cara mengobservasi a. Obyek observasi: 1. gambaran keadaan tempat dan ruang tempat suatu situasi soc ial berlangsung=gambaran situasi tempat berlangsungnya observasi. 2. benda/peralatan/perlengkapan yang terdapat pada “medan situasi sosia l”, termasuk letak dan penggunaannya pada lokasi observasi. 3. Pelaku pada suatu situasi socia l., termasuk karakteristik yang melekat pada mereka (status , jenis kelamin, usia, pendidikan, aktifis parpol, simpatisan parpol, pemilih suatu capres dalam pemilu 2004, dll). 4. Kegiatan atau aktifitas yang berlangsung pada suatu situasi socia l= baga imana aktifitas diskusi, debat, tukar pikiran tentang soa l capres dalam Putraran II berlangsung di lokasi observasi. 5. Tingkah laku para pelaku dalam proses berlangsungnya aktifitas diskusi, debat, pembahasan mengenai capres Pemilu II 2004. 6. Waktu=waktu berlangsungnya peristiwa yg diobservasi = waktu terjadinya perbincangan atau tindakan tentang pemilu pilpres putaran II, 7. Ekspresi perasaan yang tampak pada para pelaku da lam perbincangan soal pilpres putaran II, sesuai sikap dan pendiriannya terhadap pilpres putaran II. b. Bagaimana membuat hasil observasi? (1) Buat catatan singkat berdasarkan hasil observasi terhadap 7 obyek observasi di atas (lihat 2.a.) ke dalam table berikut ini :
INSANI No. 9/Th.XXIII/ Juli/2005
Hasyim Ali Imran, Fenomena Golput
P eneliti : …………………….Observasi Ke : .. Waktu Pelaksanaan : ……………........... Lokasi: …………………… Diskripsi situasi diskusi
Misalnya diwarung sambil ngopi,di saung sambil main gaple, 1 atau 2 klp, dll.c
Benda atau peralatan yg ada di lokasi observasi Misal tan da gamb. pilpres, koran, gelas, dll serta penggunaannya dlm diskusi misal sam-bil nunjuk koran saat diskusi,dll
P elaku dlm observasi
Tingkah Laku peserta
Situasi berlang sungnya diskusi
Waktu
Jumlah org yg terlibat, lalu uraikan masing2 tentang : P endidikannya; statusnya; jenis kelamin ;l aktifitas politiknya (pengurus, simpatisan parpol,dll); pilihannya dalam pilpres I; status kewargaan (pengurus/bukan pengurus RT/RW) ; status pilihan dlm pilpres I, golput,pilih capres mana; Sikapnya dlm pilpres II , golput atau bukan (kalau bukan akan pilih siapa &mengapa dan kalau golput kenapa).Siapa yg menyudahi diskusi; siapayg suka/tak diskusi
Uraikan Satu per Satu ttg Tingkah Laku pe Serta dlm Diskusi Pilpres II, misal Suara Keras,da-tar, marah; sambil berdiri, gerakkan tangan, tunjuk2 lawan bicara, frekuensi sebut2 nama capres baik dalam pandangan negative/ positip
Jelaskan situasinya, misal : tertib, saling menghargai, saling pojokkan; ada penengah, arah situasidiskusi: apakahcende-rung ke golput atau tidak. Alasan yg muncul utk jadi golput atau tidak – Untung ruginya ikut dlm pilpres II,dll..
Total Waktu yg tersita Dlm diskusi; Total waktu Per orangan. Waktu Berlang Sungnya Diskusi, Mis. Siang atau malam, Dari jam Berapa Sampai jam berapa.
(2) Catatan Deskriptif: catatan rinc i dan akurat tentang apa yg dilihat, dialami, dan didengar saat observasi berlangsung. Catatan deskripsi ini terutama menyangkut 7 ha l pada 2. a. sebelumnya, 3. Catatan Reflektif : berisi kesan atau pendapat peneliti terhadap orang perorangan berdasarkan hasil observasi. Kesan itu terutama menyangkut orang-orang yang diamati dalam hubungannya dengan status kepemilihannya. Misalnya, apakah dia akan cenderung golput atau tidak; cenderung menyuka i golput atau tidak , cenderung menghargai golput atau tidak, cenderung membenci golput atau tidak dan cenderung mengajak untuk tidak golput atau tidak, dll. SEKILAS TENTANG OBYEK PENELITIAN Obyek penelitian ini adalah para pemilih yang secara administratif tergabung dalam TPS 50. TPS tersebut berlokasi di RT 13 RW 10 Kelurahan Bekasi Jaya, Kecamatan Bekasi Timur, Kota Bekasi, Propinsi Jawa Barat.
Catatatan Yg dianggap P enting Oleh peneliti -misal, peserta diskusi marah saat dipanggil ang.keluar ga; pamit krn mau nontonb bola di tv,dll.
Pada TPS 50 ini tergabung sebanyak 294 ( + 4 pemilih dari luar) warga pemilih. Mereka terdiri dari 150 pemilih pria dan 148 pemilih wanita, total 298 pemilih. Dari jumlah total tersebut, tidak se luruhnya hadir da lam hari H Pilpres II. Meskipun demikian, warga yang hadir itu proporsinya jauh lebih besar dibandingkan dengan yang tidak hadir, perbandingannya yaitu 75,5 % : 24,5 %. Warga ini berasal dari dua RT pada RW yang sama, yakni RT 12 dan RT 13 RW 10 Kelurahan Bekasi Jaya. Baik RT 13 maupun RT 12 , keduanya merupakan bagian dari RW 10 yang lokasinya berada di komplek perumahan, yakni Perumahan Bekasi Jaya Indah Mekarsari.Sebagai warga komplek perumahan yang terletak di kota satelit dari kota Jakarta, warga pemilih di TPS 50 ini umumnya bekerja di sektor-sektor formal dan informal. Dengan demikian, masyarakat pemilih di TPS 50 ini sarat dengan ciri-c iri khas kehidupan masyarakat urban. Selain itu, tidak sedikit pula diantara warga itu yang bekerjanya di Jakarta setiap hari. Mereka ini jadinya merupakan warga pengla ju atau komuter yang nota bene relatif lelah dalam
INSANI No. 9./Th.XXIII/ Ju li/ 2005
35
Hasyim Ali Imran, Fenomena Golput
kehidupan sehari-harinya. Namun demikian, untuk menjadi anggota KPPS di TPS 50 guna terselenggaranya proses Pilpres II misalnya, terlihat warga dengan senang hati me laksanakan tugas-tugas kepanitiaannya meskipun mereka itu sudah capek. Begitu pula dengan orang lain yang tidak termasuk anggota KPPS, meskipun mereka tidak bertanggung jawab secara administratif soa l penyelenggaraan Pilpres II, namun beberapa diantara warga terlihat dengan sukarela ikut membantu persiapan-persiapan penyelenggaraan Pilprers II. Beberapa bentuk bantuan sukarela itu, misa lnya ikut gotong royong mendirikan tenda , mengatur tata letak TPS; menyediakan minuman, makanan kecil, atau membantu membe likan makanan anggota KPPS. Mengenai lokasi TPS 50 sendiri, letaknya berada di lapangan terbuka di lingkungan RT 13. Di lokasi ini, sela in dengan tanah luas berupa lapangan bola kaki di bawah standar, juga dilengkapi dengan fasilitas saung di dua pojoknya. Selain itu juga dilengkapi dengan ayun-ayunan tempat anak-anak kecil bermain. Sementara itu di RT 12, tidak terdapat fasilitas sebagaimana dimiliki oleh RT 13 itu. Di Rt 12 tersebut tidak terdapat lapangan luas, mela inkan diisi penuh oleh rumah demi rumah secara berkopel-kope l. Jadi, perbedaan fasilitas ini mungkin yang menyebabkan PPS menetapkan RT 13 sebagai lokasi TPS 50 dalam Pilpres II, sama seperti yang terjadi pada Pilpres I. Termasuk pada pemilu-pemilu sebelumnya yang bukan da lam era reformasi ini. Dengan demikian, lapangan RT 13 ini tampaknya memang sudah menjadi tradisi, tetap kebagian sebagai lokasi TPS setiap kali hajatan pemilu dilaksanakan. Selain TPS 50 yang mengambil tempat di lapangan sepak bola RT 13 RW 10, TPS lain yang juga mengambil tempat di situ adalah TPS 49. Jarak letak kedua TPS berkisar 100 meter . Dengan demikian, pada hari H Pilpres II, antara pemilih yang berada di TPS 50 dengan yang berada di TPS 49, bisa saling mendengar suara panitia yang menggunakan mik atau pengeras suara. Sehingga ketika saat penghitungan suara, hasil perolehan suara capres yang dibacakan panitia bisa saling didengar hadirin di dua TPS.
36
HASIL PENELITIAN Sistematika penyajian hasil penelitian ini : I. Pe laksanaan Pilpres II di TPS 50, terdiri dari (A) Persiapan Pelaksanaan Pilpres di TPS 50 (B) Keberlangsungan Pelaksanaan Pemungutan Suara dalam Pilpres II di TPS 50 (C) Pasca Pelaksanaan Pemungutan Suara da lam Pilpres II di TPS 50; II. Fe nome na Golput di TPS 50; III. Hasil Pe role han Suara Dalam Pilpres II di TPS 50. I. PELAKSANAAN PILPRES II DI TPS 50: A. Persiapan Pelaksanaan Pilpres di TPS 50 Tanggal 19 September, pukul (pkl) 09.00 para anggota KPPS (Kelompok Panitia Pemungutan Suara) TPS (Tempat Pemungutan Suara) 50 beserta beberapa anggota masyarakat sekitar lokasi pembuatan tenda TPS yang terletak di RT 13 RW X Kelurahan Bekasi Jaya, Kecamatan Bekasi Timur, berkumpul bersama membicarakan rencana pembuatan tenda TPS. Pkl 09.30, selesai berembug, semua anggota yang berkumpul tadi masingmasing me laksanakan tugasnya. Pekerjaan membuat tenda selesai pukul 14.00. Kondisi tenda TPS terdiri dari atap terpal yang menaungi lokasi TPS yang berada di ja lan lingkungan perumahan BTN dengan luas 10 x 5 m. Di bawah atap tenda terpal biru terdapat 50 kursi plastik hijau, 1 lampu neon tl 40 watt, tv 20 inc i yang sedang on air, dan 10 meja tulis tanpa teplak yang disusun sedemikian rupa. Pkl, 14.30 para anggota masyarakat yang terlibat beserta anggota KPPS masingmasing pulang untuk istirahat. Pkl 21.00 peneliti datang kemba li ke lokasi TPS 50. Dengan diterangi sinar lampu neon 40 watt, sebanyak 17 orang sedang mengelompok dalam empat bagian yang masing-masing melakukan aktifitasnya sendiri-sendiri di tenda TPS 50. Dua kelompok diantaranya bermain catur, satu kelompok berma in gaple, dan satu lagi sedang mengobrol masalah ringan, tidak terkait dengan soal pelaksanaan pemilu besoknya.
INSANI No. 9/Th.XXIII/ Juli/2005
Hasyim Ali Imran, Fenomena Golput
Diantara mereka, terdapat anggota KPPS, yaitu : Syawal Harahap , Ketua PPS TPS 50, anggota KPPS, terdiri dari Edi Tjahyono, Gatot, Slamet Widodo, Never , Ambon, Jimmy dan H. Syukur yang datang pk 21.30. Sementara yang lainnya bukan sebagai anggota KPPS, melainkan anggota masyarakat yang tingga l di sekitar lokasi TPS, terdiri dari Iwan, Aming, Robert, Siregar, Yahya, Winoto dan pene liti sendiri. Pkl. 21.10., yakni se lang 10 menit setelah kedatangan peneliti di TPS 50, Ketua KPPS yang sebelumnya tidak mengelompok dengan salah satu ke lompok yang ada di tenda TPS, melainkan mencari kesibukan sendiri dalam ka itan rencana Pilpres II esok harinya , mengajak peneliti bermain catur. Pkl. 21. 25. yakni ketika permainan catur antara peneliti dengan Ketua KPPS tengah berlangsung, datang seseorang bernama Ahmad Dani menemui dan menanyakan tentang orang yang menjadi ketua KPPS di TPS 50 kepada Syawal Harahap, ketua KPPS 50. Pertanyaan mana, kemudian dijawab mela lui penje lasan tentang diri Syawal Harahap sendiri sebagai Ketua KPPS di TPS 50. Setelah penjelasan tersebut, Dani kemudian menyodorkan dua lembar kertas berisi tulisan kepada Syawal Harahap sambil menje laskan bahwa dirinya sebagai saksi dari Capres/cawapres Megawati-Hasyim . Beberapa saat kemudian, kertas yang ternyata merupakan surat keterangan dari Tim Sukses Megawati-Hasyim yang menunjuk Dani Akhmad sebagai saksi itu, ditandatangani oleh Syawal Harahap (Ketua KPPS) di TPS 50. Atas pertanyaan peneliti tentang keberadaan saksi dari pihak Capres/Cawapres BY-Kalla, Syawal menje laskan saksi dimaksud sudah datang melapor kepadanya sekitar pkl 20.00. Pkl. 22.00, anggota KPPS TPS 50 H. Syukur pamit pulang kepada ketua KPPS 50 dan diijinkan. Begitupun dengan anggota KPPS lainnya, Gatot, juga pamit pulang dengan alasan perlu istirahat karena lelah setelah seharian bekerja mempersiapkan tenda TPS 50. Pkl. 23.00. anggota KPPS lainnya, Slamet Widodo juga pamit untuk pulang istirahat kepada Ketua KPPS TPS 50 dan
juga diijinkan. Baik pada dua anggota sebelumnya yang pamit dan terhadap Slamet Widodo sendiri, Syawal Harahap ketika memberi ijin tetap mengingatkan para anggotanya untuk tidak telat datang besok pagi pkl. 06.00., peringatan mana juga disambut ba ik oleh para anggota KPPS yang pamit. Pkl. 23.30. Peneliti selesai berma in catur dengan Ketua KPPS 50. Ketua KPPS tersebut ijin pulang untuk istirahat guna keperluan esok harinya yang akan bekerja seharian penuh menyelenggarakan Pilpres II. Pkl. 24,00., pene liti pamit pulang dan oleh salah satu anggota masyarakat yang hadir yakni Winoto, mengatakan untuk tidak pulang dengan alasan kalau begadang bisa dapat duit. Duit itu disebutkannya duit serangan fajar dari salah satu Tim Sukses Capres/Cawapres. Ketika ditanyakan tentang kepastian kemungkinan itu, Winoto menje laskan bahwa ciri-cirinya tadi sudah ada, yakni dengan kedatangan sejumlah orang di TPS 50 yang menurutnya merupakan anggota tim sukses dari salah satu Capres/Cawapres. Pkl. 24. 10. Peneliti tetap pamit istirahat kepada semua orang yang masih tetap tingga l di tenda TPS 50. Orang-orang itu terdiri dari, Never, Jimmy, Ambon, Siregar, Adi Tjahyono, Aming. Pkl. 24.20 – 02.25 peneliti membuat laporan ini. Pkl. 02.28. pene liti tiba kembali di lokasi tenda TPS 50. Suasana di TPS sunyi senyap, bangku-bangku yang tadinya tersusun, saat ini diantaranya ada yang sudah ditumpuk dengan susunan rapi. Tidak ada seorangpun di lokasi tenda TPS tersebut. Dike jauhan , sekitar 250 meter dari lokasi tenda TPS, seorang Hansip RT 13 duduk dengan menatap lurus ke satu arah, yakni lokasi TPS 50. B. Kebe rlangsungan Pe laksanaan Pe mungutan Suara dalam PilpresII di TPS 50 Proses pemungutan suara dimulai tepat Pkl 07.00. Pada waktu ini, tampakt seluruh anggota panitia telah siap untuk menja lankan tugas masing-masing. Namun
INSANI No. 9./Th.XXIII/ Ju li/ 2005
37
Hasyim Ali Imran, Fenomena Golput
sejak panitia menyatakan dengan resmi proses pemungutan dimula i pk 07.00, hingga menje lang pk 07.30 tidak terlihat indikasi munculnya calon pemilih di lokasi TPS 50. Keadaan itu tampak menimbulklan respon dari beberapa anggota KPPS. Respon itu ada yang mencerminkan kegelisahan, kejenuhan, atau keraguan di antara sesama anggota. “ ..Wah gimana nih, udah setengah jam belum ada yang muncul...!” ucap Selamet yang anggota KPPS pada TPS 50. “.....Ya., sudah, kalau gini, minum-minum kopi aja kita dulu ..! “ kata Winoto, yang ditimpa li oleh anggota panitia la in (Jimmy) dengan guyonan, “ Udah ...... sekalian ge lar gaple aja Pak Win...... biar gak ngantuk.!” Kata Jimmy dengan nada bercanda. Sementara Syawal Harahap yang berposisi ketua KPPS di TPS 50 bertanya dengan nada ragu pada Syukur yang posisinya sebagai wakil ketua KPPS, “...Kemarinkemarin, undangan sudah diedarkan,kan, Pak Syukur !?”. Di tengah terjadinya kegundahan di kalangan anggota KPPS tadi, bersamaan dengan itu muncullah seorang calon pemilih di lokasi TPS 50. Para anggota dengan
segera melakukan tugas sesuai dengan fungsinya masing-masing dalam proses pemilihan presiden. Kejadian ini berlangsung tepat pk. 07.30. Dengan demikian, hingga pukul tersebut pemilih yang menggunakan hak pilihnya baru satu orang. Pada hal proses pemungutan sudah dimula i sejak pk 07.00. Pada pkl 08.33. jumlah pemilih yang telah menggunakan haknya sudah mencapai 86 orang, Jumlah ini bertambah menjadi 96 orang ketika waktu menunjukkan pk. 08.45. Gambaran tentang perkembangan jumlah pemilih yang menggunakan haknya ini, secara lengkap disajikan dalam tabel 1. Berdasarkan data tabel 1 terlihat pertambahan jumlah pengguna hak pilih dalam Pilpres II di TPS 50, pertama terjadi antara pukul 07.30-08.33.; 08.45-09.50 dan 09.50-10.24. Pada pukul 07.30-08.33. pertambahan pemilih sebanyak 85 orang dalam waktu 63 menit, atau rata-rata lebih dari satu pengguna hak pilih untuk setiap menitnya. Pada pukul antara 08.45-09.50, rata-rata pengguna hak pilih itu per menitnya satu orang. Sedang pada pukul 09.50-10.24. juga per menitnya masingmasing satu pemilih.
Tabel 1 Penggunaan Hak Pilih Me nurut Waktu ke Waktu -------------------------------------------------------------------------------------Pukul Pertambahan Pertambahan Jumlah Waktu Jumlah Pemilih (dlm menit) Pemilih --------------------------------------------------------------------------------------07.00 0 30 1 07.30. 1 63 85 08.33. 86 12 10 08.45 96 65 64 09.50 160 34 33 10.24. 193 59 26 11.23. 219 97 6 13.00. 0 0 225
-------------------------------------------------------------------------------38
INSANI No. 9/Th.XXIII/ Juli/2005
Hasyim Ali Imran, Fenomena Golput
Su mber : Hasil olahan data observasi langsung di lokasi TPS 50, Septe mber 2004
Selama proses pemungutan berlangsung, terlihat para pemilih umumnya langsung meningga lkan arena TPS 50. Beberapa saja diantara pemilih itu yang tetap di lokasiTPS ketika usai menggunakan hak pilihnya. Beberapa pemilih dimaksud ada yang sekedar melihatlihat sebentar lalu pulang. Namun ada juga yang melihat-lihat sembari berbincangbincang dengan anggota KPPS. Meskipun begitu, dari jumlah warga pemilih tadi, tidak satupun diantaranya yang pada Pilpres I sebelumnya merupakan pemilih yang setia mengikuti proses berlangsungnya pemilihan presiden setelah mereka usai menggunakan haknya. Pemilih dimaksud berdasarkan hasil identifikasi peneliti, adalah mereka yang dalam Pilpres I memilih Capres Amin Rais. Keadaan sebagaimana digambarkan di atas menyebabkan suasana TPS 50 relatif sepi sepanjang proses pemungutan suara. Hal ini terutama saat beberapa jam lagi acara pemungutan usai dilaksanakan. Misalnya seperti antara jam-jam 10.24 hingga pukul 13.00, saat mana waktu acara pemungutan ditutup. Dalam waktu-waktu dimaksud, kekhawatiran sejumlah anggota KPPS mula i muncul. Beberapa diantaranya ada yang mengusulkan agar anggota berkeliling menggunakan toa memanggili calon pemilih untuk datang ke TPS 50. Beberapa anggota lainnya mengusulkan untuk mendatangi pemilih door to door agar cepat selesai. Namun, beberapa usul yang dilontarkan itu tidak semua diwujudkan panitia , hanya mendatangi orang sakit yang mereka lakukan guna pelaksanakan pilpres di tempat dan seba liknya secara prinsip mereka akhirnya tetap menjalankan tugas sesuai dengan prosedur normal. C. Pasca Pe laksanaan Pe mungutan Suara dalam Pilpres II di TPS 50 Pasca dimaksud pada butir “C” adalah masa-masa selesainya proses pemungutan suara dari para pemilih untuk kemudian suara mereka yang ada di da lam kotak suara diambil panitia guna dilakukan proses
penghitungan hasil pemungutan suara di TPS 50. Proses penghitungan suara dimula i pukul 13.09. Ketika dimula i, terlihat suasananya berbeda dengan suasana Pilpres II. Perbedaan itu ditandai oleh banyaknya warga yang menghadiri proses penghitungan suara pada proses penghitungan suara dalam Pilpres I ketimbang da lam Pilpres II ini. Selain itu, suasana emosiona l warga yang hadir tampak jauh lebih emosional dalam pilpres I (misalnya suara-suara tepuk tangan, suara-suara kekecewaan seperti huuuu…) ketimbang da lam pilpres II ini yang hampir tak terdengar adanya aplaus emosional seperti suara yel-ye l dan sejenisnya dari hadirin. Hingga berakhirnya proses penghitungan suara pada pukul 13.40., secara umum tetap masih tidak tampak kesan-kesan emosiona l di kalangan warga yang mengikuti proses penghitungan. Namun, ketika beberapa saat penghitungan usai dan se jumlah warga yang hadir telah pulang, terdengar suara-suara komentar anggota KPPS terhadap hasil suara yang dicapai para calon presiden di TPS 50. “Ya, udah , yang penting bukan perempuan..... !” kata salah seorang anggota PPS sambil membenahi peralatan-peralatan pelaksanaan pemilu. Orang lain yang bukan anggota PPS menyambung pernyataan anggota tadi dengan, “ Memang pantas, koq, SBY, ganteng, pintar, berwibawa...... “ kata Winoto yang bukan panitia tapi partisipasinya da lam persiapan pengadaan TPS sangat tinggi, misalnya ikut mula i dari awal sampai rampung dalam mendirikan tenda beserta fasilitas lainnya di TPS. Ketika beberapa warga ditanyai soal kehadirannya dalam penghitungan suara, beberapa saat setelah penghitungan selesai dilaksanakan, tanggapan mereka terkesan apatis terhadap hasil proses penghitungan. terkesan dari jawaban Aan, “ Gua ma las ngikutin gituan...., capek !” jawabnya saat ditanyankan persoalan yang sama oleh peneliti. Misa lnya Jhony Rizal, seorang pemilih Amin Rais dalam Pilpres I, “ ... Presiden saya udah terpilih, nomor 3.”
INSANI No. 9./Th.XXIII/ Ju li/ 2005
39
Hasyim Ali Imran, Fenomena Golput
Katanya sambil cengar-cengir saat menjawab pertanyaan peneliti mengenai kehadirannya dalam proses penghitungan suara. Penghitungan suara di TPS 50 sendiri, hasil akhirnya menunjukkan pasangan Capres/cawapres SBY-Kalla mengungguli pasangan Capres/cawapres Megawati dan
Hasyim Muzadi. Secara rinci dapat dilihat dalam tabe l 3 berikut. Namun demikian, sebelum pemaparan hasil perolehan suara bagi capres/cawapres dimaksud, penelitian ini akan mendahuluinya dengan informasi mengenai pemilih di TPS 50. Hal ini disa jikan da lam tabel 2 berikut :
Tabe l 2 Karakte ristik Pe milih di TPS 50 Jumlah pemilih terdaftar 294 Jumlah pemilih dari TPS lain 4 + --------------------------------------------Total jumlah calon pemilih 298 Jumlah pemilih yg absen 73 --------------------------------------------Jumlah pengguna hak pilih 225 Jumlah Suara Pemilih Tak Sah 23 – --------------------------------------------Jumlah Suara Pe milih Sah 202 --------------------------------------------Sumber : PP STP S 50, Sept. 2005, diolah kembali.
Data di atas memperlihatkan sebanyak 75,5 % (225) pemilih di TPS 50 menggunakan hak pilihnya pada hari H Pilpres II 2005. Sementara yang tidak menggunakan hak pilihnya sebanyak 24,5 % (73 %). Kemudian, dari 3/4 atau 75,5 % pemilih yang menggunakan hak pilihnya tadi (225 pemilih), diketahui pula bahwa 89,78 % (202) di antara mereka itu dinyatakan sah suaranya oleh PPS TPS 50. Sementara 10,23 % (23) pemilih suaranya dinyatakan tidak sah oleh PPS TPS 50. Dengan pemaparan data di atas kiranya dapat diambil pengertian bahwa di tingkat populasi pemilih pada TPS 50 yang jumlahnya sebanyak 298 pemilih, terdapat 24,5 % (73) diantaranya yang tidak menggunakan hak pilihnya karena tidak mendatangi TPS 50 pada hari H Pilpres II. Kemudian dari anggota populasi yang mendatangi dan menggunakan hak pilihnya pada hari H Pilpres II, beberapa di antaranya (10,23 % =23) suaranya dinyatakan tidak sah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dengan demikian jumlah tota l suara pemilih yang tidak masuk hitungan 73 + 23 = 96. 40
Jadi prosentasenya sebesar 96/298 x % = 32,21 %. II. FENOMENA GOLPUT DI TPS 50 A. Deskripsi Bila pengertian di atas dihubungkan dengan pengertian konsep golput sebagaimana disinggung da lam bagianbagian awal tulisan ini, maka dapatlah ditafsirkan bahwa di kalangan pemilih yang secara administratif terdaftar sebagai pemilih di TPS 50 terdapat indikasi pe milih golput yang te rdiri dari dua kategori. Pertama pemilih Golput yang teridentifikasi karena tidak mendatangi lokasi TPS guna menunaikan hak pilihnya sebagai warga negara. Kedua, Pemilih Golput yang teridentifikasi karena mendatangi lokasi TPS namun menggunakan hak pilihnya dengan cara salah melalui cara-cara yang disenga ja sendiri oleh pemilih bersangkutan. Pada pemilih kategori pertama yang berjumlah 73 orang (24,5 %) beberapa informasi yang menguatkan identifikasi itu antara lain dikemukakan Adi Cahyono. Ini terungkap ketika panitia mempertanyakan
INSANI No. 9/Th.XXIII/ Juli/2005
Hasyim Ali Imran, Fenomena Golput
keluarga Barnes Kamajaya (lihat lampiran daftar pemilih tetap TPS 50 no. urut 283286) yang tidak hadir sekeluarga dalam hari H Pilpres II. Adi Cahyono yang juga anggota KPPS berstatus sebagai Hansip TPS 50 yang mendengar pertanyaan itupun dengan spontan menjawab, “ Wah., Pak Barnes pagi-pagi tadi sudah berangkat sekeluarga, naik mobil !” Ketika ditelusuri siapa Barnes ini dalam konteks Pilpres RI, informan lain Se lamet Widodo mengatakan , “ Pemilu kemarin (Pilpres I – red.) dia datang sekeluarga .... “. Selamet Widodo adalah anggota KPPS TPS 50 yang tugasnya menerima pendaftaran pemilih yang menghadiri acara Pilpres II dan Pilpres I. Menurut informan tersebut, Keluarga Barnes itu termasuk pemilih Amin Rais dalam Pilpres I la lu. Ketika ditanya mengenai keyakinannya tentang pilihan capres Barnes itu adalah Amin Rais, informan menjawab dia sering ngobrolngobrol politik dengan Pak Barnes jauh sebelum Pilpres II berlangsung. “ Saya sering ngobrol, Pak. Kan, dia itu orang Muhammadiyah..... “, jelas Se lamat Widodo di sela-sela acara proses pemungutan suara Pilpres II yang memang re latif tidak sibuk sebagaimana halnya da lam Pemilu Legislatif sebelumnya. Dari informan juga terungkap mengenai pemilih lain yang juga tidak menggunakan hak pilihnya da lam P ilpres II ini, pemilih yang juga termasuk dalam kategori I. “Pak Totok (maksudnya Elif Pruanto no urut 102 dalam daftar Pemilu tetap , red. ) itu tadi datang, tapi hanya longok sana longok sini aja. Pilpres I kemarin dia juga golput, Pak !” je las Selamet Widodo ketika ditanya siapasiapa saja lagi yang tidak ikut memilih dalam Pipres II ini. Namun, ketika ditanya mengapa Pak Totok itu tidak menggunakan hak pilihnya , informan menjawab tidak mengerti. “Wah, kalau dia saya gak tau, Pak ! Dia, kan, tetangga Bapak (maksudnya pene liti : red,) , sebelah rumah !” jelas Selamet beralasan tentang ketidaktahuannya. Totok yang memang tinggal di sebelah rumah penulis itu, berdasarkan absensi KPPS dalam Pilpres II, ternyata istrinya bernama Sandra Dewi (lihat no urut 103
dalam daftar pemili tetap) juga tidak datang ke TPS 50 untuk menggunakan hak pilihnya. Termasuk pula beberapa sanak saudara Pak Totok, misalnya Sarwendah, kakak kandungnya yang tinggal sekomplek beserta suaminya Iwa Sungkawa, juga tidak menggunakan hak pilihnya da lam pilpres II ini. Namun, untuk sanak saudara Totok ini, berdasarkan daftar pemilih tetap di TPS 50, nama keduanya memang tidak terdaftar. Dengan demikian, ketidakikutsertaan keduanya bisa jadi penyebabnya karena persoalan tidak terdaftar itu. Kemudian menyangkut pemilih golput kategori kedua yang berjumlah 23 orang (10,23 %). Pemilih yang demikian berindikasi kuat dengan sengaja melakukan kesalahan agar suaranya dianulir dalam penghitungan suara. Indikasi itu berdasarkan hasil pengamatan di lokasi TPS 50, antara lain berupa coblosan pada kertas suara dilakukan di luar bingkai gambar capres/cawapres; dicoblos di tiga gambar capres/cawapres; pencoblosan berkali-ka li secara acak, atau mencoblos dalam lipatan. Tidak je las mengapa fenomena itu muncul ke permukaan. Namun menurut informan, hal itu dilakukan orang-orang yang kecewa calonnya tidak lolos ke putaran kedua ini. “ .... paling itu orang-orang yang kecewa, Pak. Cuma supaya gak ketahuan dia golput, dia datang tapi nyoblos asalasalan....” kata Jimmy, salah seorang anggota KPPS TPS 50. Dugaan informan tersebut, bila dihubungkan dengan temuantemuan sebelumnya dalam penelitian ini, tampaknya bisa menemui relevansinya. Hal itu misalnya jika dikaitkan dengan pernyataan informan lain dalam penelitian ini , seperti dari pernyataan Jhony Rizal misa lnya , seorang pemilih Amin Rais dalam Pilpres I, “ ... Presiden saya udah terpilih, nomor 3.” Pernyataan demikian kiranya merupakan wujud kekecewaan seorang pemilih da lam proses Pilpres II ini. Jhony Riza l sendiri, yang dinding teras rumahnya bercet biru dengan dilengkapi gambar bintang PAN, berdasarkan absensi pemilihan yang dilakukan KPPS TPS 50, ikut menghadiri proses Pilpres II (lihat daftar pemilih tetap no urut 242).
INSANI No. 9./Th.XXIII/ Ju li/ 2005
41
Hasyim Ali Imran, Fenomena Golput
Begitu pula bila dikaitkan dengan hasil wawancara informa l peneliti dengan Muchlis, informan lain dalam penelitian ini, beberapa minggu setelah hasil Pilpres I disyahkan KPU. Dalam wawancara itu, Muchlis sangat kecewa dengan kekalahan Amin Ra is capres dari PAN. Karena baginya hanya satu capres yang layak ya itu Amin Rais, maka dalam P ilpres II yang nota bene tiada lagi Amin Rais, ia bertekad tidak akan menggunakan hak pilihnya da lam P ilpres II, dan kalaupun digunakan ia tetap dalam keragu-raguan dalam menentukan pilihan yang ada. “..... ya, gimana, ya,..., lihat nanti aja ..... , soalnya sekarang ini (pasca Pilpres I, red. ) masyarakat semakin susah aja, anak SD aja bunuh diri karena orang tuanya tak mampu bayar sekolahnya.... !”, jawab Muchlis ketika ditanyakan partisipasinya dalam Pilpres II. B. Ide ntifikasi Faktor Pe nye bab Golput Dalam bagian ini akan coba diidentifikasi tentang mengapa beberapa memilih itu mengambil sikap dan berperilaku golput da lam Pilpres II. Seperti telah diinterpretasi sebelumnya, bahwa di kalangan pemilih di TPS 50 terdapat pe milih golput yang te rdiri dari dua kategori. Pertama pemilih Golput yang teridentifikasi karena tidak mendatangi lokasi TPS jumlahnya 73 orang (24,5 %) Kedua, Pemilih Golput yang teridentifikasi karena mendatangi lokasi TPS namun menggunakan hak pilihnya dengan cara salah me la lui cara-cara yang disengaja sendiri oleh pemilih bersangkutan, jumlahnya 23 orang (10,23 %). Pada pemilih golput kategori pertama, berdasarkan penjelasan-penje lasan informan sebelumnya, bahwa Keluarga Barnes Kamajaya yang jamaah Muhammadiyah, ormas keagamaan yang mempunyai hubungan emosional dengan PAN yang mencalonkan Amin Rais menjadi Capres, di mana dalam Pilpres I ikut berpartisipasi dengan mencoblos Amin Rais, namun dalam hari H Pilpres II tidak ikut memilih malah pergi sekeluarga di pagi buta , maka dapatlah ditafsirkan bahwa perilaku Barnes Kamajaya terhadap even Pilpres II merupakan perilaku 42
golput yang dilatar belakangi oleh kekecewaan terhadap hasil Pilpres I sebelumnya yang tidak berhasil meloloskan capres idolanya Amin Rais. Fenomena yang muncul dari Barnes tersebut kiranya dapat pula diartikan sebagai representasi adanya hubungan emosional yang ditimbulkan faktor “SARA” antara pemilih capres dengan capres itu sendiri. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sikap dan perilaku individu dalam proses penentuan pilihan terhadap obyek pilihan antara lain dapat ditentukan oleh faktor hubungan emosiona l. Fenomena pemilih Golput dalam kategori pertama tadi, berdasarkan indikasi di lapangan ternyata memperlihatkan bahwa faktor penyebabnya itu tidak sela lu berkaitan dengan soal hubungan emosional. Melainkan bisa juga ditimbulkan oleh faktor lain. Hal ini misalnya seperti yang diperlihatkan Totok mela lui sikap dan perilakunya selama dua kali proses Pilpres berlangsung di TPS 50. Untuk kasus Totok ini, mengacu pada indikasi sikap dan perilakunya menurut informan sebelumnya, yakni sebagaimana di kemukakan Selamet Widodo, di mana dikatakan “Pak Totok itu tadi datang ke sini (TPS 50) , tapi hanya longok sana longok sini a ja ....... Pilpres I kemarin dia juga golput, Pak !”, kiranya dapat ditafsirkan bahwa sikap dan perilaku Totok itu sebagai representasi sikap pemilih yang apatis terhadap aktifitas Pilpres II. Indikasi guna labelisasi sebagaimana dimaksud di atas paling tidak diperlihatkan Totok pada perilakunya yang tidak mau ikut memilih baik dalam Pilpres I maupun Pilpres II, tetapi ia masih menyempatkan diri untuk melihat-lihat situasi di TPS 50 saat proses pilpres berlangsung. Jika demikian maka dapat dikatakan bahwa dengan kasus Totok itu, perilaku golput dalam kategori pertama tadi, sela in disebabkan faktor hubungan emosiona l juga berindikasi sebagai disebabkan pula oleh faktor la in, yakni berupa apresiasi terhadap eksistensi even Pilpres itu sendiri . Dengan kata lain kualifikasi apresiasi pemilih terhadap eksistensi Pilpres berhubungan
INSANI No. 9/Th.XXIII/ Juli/2005
Hasyim Ali Imran, Fenomena Golput
dengan sikap dan perilakunya terhadap proses pelaksanaan Pilpres. Kemudian menyangkut pemilih golput kategori kedua yang jumlahnya 23 orang (10,23 %). Pemilih yang demikian berindikasi kuat dengan sengaja melakukan kesalahan agar suaranya dianulir dalam penghitungan suara. Indikasi itu berdasarkan hasil pengamatan di lokasi TPS 50, antara la in berupa coblosan pada kertas suara dilakukan di luar bingkai gambar capres/cawapres; dicoblos di tiga gambar capres/cawapres; pencoblosan berkali-kali secara acak, atau mencoblos dalam lipatan. Ada beberapa faktor yang memungkinkan munculnya pemilih dalam typologi demikian. Diantaranya yang mungkin dominan, yakni berka itan dengan typologi pemilih sebagaimana disandang Barnes Kamajaya sebelumnya. Terdapat beberapa orang yang setipe dengan Barnes tadi di lingkungan pemilihan TPS 50. Diantaranya adalah pemilih-pemilih yang juga menjadi informan dalam penelitian ini, misa lnya adalah Jhony Rizal dan Muchlis serta Ida Rosyidah (no urut 112 daftar Pemilih tetap). Tiga informan yang dalam banyak diskusi informa l dengan peneliti kerap mengemukakan capres idolanya, Amin Rais. Tiga informan yang menurut identifikasi peneliti dari hasil pergaulan sehari-hari yang lama, juga merupakan ummat Muhammadiyah, sama halnya dengan Barnes tadi. Bagi mereka ini hanya Amin Rais yang layak memimpin negeri ini, sedangkan capres lain dinila i tidak layak, terlebih Megawati yang bagi mereka sebagai umat muslim tidak layak dipimpin Megawati yang seorang perempuan. Ketika dalam Pilpres I di TPS yang sama, Amin Ra is memang menjadi capres pemenang dalam proses penghitungan suara, mengungguli SBY dan Megawati. Beberapa informan yang dikemukakan tadi, misalnya Ida Rosyidah, Muchlis dan Jhony Rizal, adalah tiga orang yang dengan tekun dan penuh semangat dalam mengikuti proses penghitungan perolehan suara dalam Pilpres I ketika itu. Namun da lam Pilpres II ini, sejauh pengamatan peneliti, ketiganya tidak hadir. “ .. Ya , baguslah, mudah-mudahan
ada perubahan..., “ jawab Ida Rosyidah saat mendengar jawaban peneliti yang menyebutkan SBY yang menang sebagai jawaban atas pertanyaannya tentang siapa pemenang dalam penghitungan suara, ketika peneliti berpapasan di perjalanan pulang dari TPS 50. Demikian pula Jhony Rizal, yang jawabannya rada sinis terhadap aktifitas penghitungan suara Pilpres II saat dipertanyakan peneliti tentang kehadirannya, “ ... Presiden saya udah terpilih, nomor 3.... ” , kata Jhony Riza l, seperti telah dikutip sebelumnya. Orang-orang yang relatif setipe dengan Barnes Kamajaya itu, maka bertolak dari perbandingan sikap dan perilaku mereka terhadap capres-capres dan proses pemilihan dalam Pilpres II dengan capres-capres dan proses pemilihan da lam Pilpres I yang di dalamnya terdapat tokoh idola mereka Amin Rais, kiranya mengindikasikan bahwa para pemilih dimaksud re latif jauh lebih appresiate terhadap aktifitas Pilpres I sebelumnya ketimbang Pilpres II ini. Dengan kualifikasi apresiasi yang relatif rendah terhadap proses Pilpres II itu, kiranya para pemilih yang setipe dengan Barnes itu, berkecenderungan untuk menggunakan hak pilihnya dalam P ilpres II itu dengan ala kadarnya. Bila asumsi ini benar maka bisa jadi, orang-orang jenis demikian merupakan para pemilih yang suara-suaranya banyak dianulir (KPPS) dalam proses penghitungan. Pada orang-orang yang pada dasarnya memang kurang suka pada sesuatu hal secara relatif cenderung akan bersikap sesukanya terhadap sesuatu obyek itu , hal mana sebagai representasi dari reaksi sikap penolakannya atas sesuatu hal yang tidak disukai. Ini seiring dengan teori psikologi behaviora l, bahwa individu cenderung menghindari ha l-hal yang tidak mengenakkan dirinya dan sebaliknya mengambil ha l-ha l yang mengenakkan dirinya. Dalam kasus pemilih di TPS 50, wujud perilaku pemilih yang merupakan cermin penolakan terhadap sesuatu yang tidak disukainya dalam pe laksanaan Pilpres II, antara lain berupa kehadiran yang secara terpaksa dilakukan pemilih guna terhindar
INSANI No. 9./Th.XXIII/ Ju li/ 2005
43
Hasyim Ali Imran, Fenomena Golput
dari sanksi sosia l berupa labelisasi golput yang nota bene masih asing bagi sebagian masyarakat umum Indonesia. Bentuk lain yaitu berupa eskalasi dari sikap penolakan, seperti mencoblos lembar kertas pemilihan secara kasar; mencoblos secara berulangulang pada tempat yang di luar ketentuan;
tidak memberikan tanda-tanda pilihan sama sekali; atau mencoblos di luar gambar alternatif pilihan yang menyebabkan kertas suara menjadi tidak sah. Sesuatu yang sejak awal cenderung memang sudah menjadi tujuan dari typology pemilih golput kategori II.
III. HASIL PEROLEHAN SUARA DALAM PILPRES II DI TPS 50 Tabel 3 : Perolehan Suar a Pasangan Capres/Cawapres di TPS 50
-------------------------------------------------------------------Na ma Capres-Cawapres
Ju mlah Perolehan Pe rolehan Suara ---------------------------------------------------------------------------------Megawati-Hasyim Muzadi 53 (26,24 %) SBY – Ka lla 149 (73,76 %) ---------------------------------------------------------------------------------Ju mlah 202 (100,0% )
-------------------------------------------------------------------Sumber : Hasil olahan data observasi langsung di lokasi TP S50, September 2004
Mengenai bagaimana hasil perolehan suara para capres/cawapres sendiri dalam proses pemilihan di TPS 50, seperti tertuang dalam tabel 3 di atas, tampak peraih suara terbanyak adalah pasangan SBY dan Kalla. Pasangan ini memperoleh 73,76 % (149) suara pemilih. Sementara saingannnya Megawati hanya memperoleh 26,24 % (53) suara pemilih. Dengan demikian pasangan SBY – Kalla unggul secara signifikan di TPS 50 ini. Keunggulan SBY-Kalla itu tampaknya diperoleh dari para pemilih Amin Rais dalam Pilpres I sebelumnya. Para pemilih ini, berdasarkan diskusi-diskusi informal yang peneliti lakukan sebelum berlangsungnya Pilpres II, mengindikasikan bahwa mereka memang berkecenderungan akan memilih SBY bila Pilpres II berlangsung. Ada beberapa alasan yang mengemuka tentang mengapa mereka itu akan memilih SBY dalam Pilpres II. Pertama, dalam Pilpres II simbol tokoh yang akan mereka pilih sudah tidak ada (Amin Rais maksudnya), yang ada hanya figur representasi tokoh yang diidamkan. Figur dimaksud tak la in adalah SBY (Susilo Bambang Yudoyono). “Masak pilih perempuan, perempuan tidak boleh memimpin umat, haram.!” Kata Aan dalam suatu diskusi informa l. “.... .ya calon kita sudah kalah, dari pada gak milih, mending milih yang mirip-mirip...... (SBY 44
maksudnya . red)” kata Idris Syafri dalam momentum yang sama. “ .... Pilihlah yang belum terbukti, jangan pilih yang sudah terbukti.! “ kata Zulhady juga dalam suatu momen yang sama. Pandangan-pandangan yang dikemukakan para informan itu kiranya menyiratkan pandangan typologi pemilih yang relatif mode rat. Suatu typika l yang relatif berbeda dengan pemilih golput dalam kategori II sebelumnya, relatif radika l da lam melihat person-person capres. Pada pemilih tipe moderat itu tersirat sikap-sikap yang kecewa, namun kekecewaan itu tidak sampai membuat mereka menjadi ekstrim terhadap proses Pilpres II. Mereka melainkan berupaya membentuk pandanganpandangan dan analisis-analisis baru guna melahirkan pilihan-pilihan baru terhadap capres-capres yang sebenarnya bukan menjadi favorit mereka. Ciri yang demikian, kiranya mencerminkan individu-individu yang budaya politiknya sudah dalam taraf partisipan (Bandingkan, Kantaprawira, 1988). Sementara pada pemilih golput dalam kategori II, tampak adanya indikasi bahwa mereka itu cenderung menghindarkan pandangan-pandangan dan analisis baru ketika tokoh yang mereka jagokan “sudah ke luar dari ring pertarungan calon presiden”. Pandangan demikian kiranya merefleksikan
INSANI No. 9/Th.XXIII/ Juli/2005
Hasyim Ali Imran, Fenomena Golput
horison pemilih yang sempit, di mana mereka hanya memaknai Pilpres II menurut ukuran kepentingan kelompoknya semata, bukan dalam kepentingan yang lebih luas, yakni kepentingan bangsa dan negara. Suatu ciri yang kiranya persis seperti apa yang dikatakan Kantaprawira (1988), yakni ciri individu yang budaya politiknya cenderung masih dalam taraf parokial. Bila fenomena sikap dan perilaku pemilih tadi dikaitkan dengan teori mesianismenya Liedle da lam hubungannya dengan perilaku pemilih Indonesia dalam proses Pemilu, maka teori Indonesianis asal Amerika Serikat itu dalam banyak hal tampaknya kurang relevan dengan fenomena yang muncul da lam proses Pilpres di TPS 50 ini. Irrelevansi itu paling tidak diperlihatkan oleh data tentang perpektif yang muncul dari para pemilih moderat tadi yang nota bene cukup matang dalam menentukan pilihan capres mereka. Pemilih mana, bisa jadi merupakan kontibutor besar bagi perolehan suara SBY-Kalla dan sekaligus mungkin menjadi salah satu faktor penting yang menekan la ju perkembangan proporsi golput kategori II (10,23 %) dalam proses Pilpres di TPS 50. Kalau typologi pemilih moderat merefleksikan pemilih yang mencirikan penolakan terhadap teori mesianisme atau patron klien-nya Liedle, maka pemilih golput kategori II dengan ciri-c irinya yang re latif ekstrim tadi, bisa jadi itu merupakan refleksi atas tipology pemilih Indonesia sebagaimana dimaksud Liedle dalam teori mesianismenya. Jika asumsi ini benar, maka dapatlah dikatakan bahwa typology pemilih demikian untuk kasus proses Pilpres II di TPS 50, jumlahnya dapat dikatakan relatif sedikit dan itu datang dari kalangan anggota masyarakat yang relatif ba ik intelektua litas dan status sosial ekonominya. PENUTUP Penelitian ini berupaya menjawab tentang bagaimana fenomena Golput da lam proses Pilpres II 2004. Guna menemukan jawaban tersebut, penelitian ini merumuskannya ke dalam tiga bentuk pertanyaan spesifik, sbb. : (1) Apakah anggota masyarakat pemilih akan bersikap dan berperilaku golput dalam hari –H
Pemilu Presiden 2004 Putaran II mendatang ? (2) Dari kalangan pemilih Capres dalam Pemilu Presiden 2004 Putaran I manakah para pemilih golput da lam Pemilu Presiden 2004 Putaran II itu? (3) Faktor apakah yang melatarbelakangi sikap golput anggota masyarakat dalam hari –H Pemilu Presiden 2004 Putaran II mendatang ? Berdasarkan temuan dan hasil analisis menyangkut ketiga pertanyaan tadi, maka dapatlah dikemukakan hal-ha l sebagai berikut: (1) Terdapat anggota masyarakat pemilih yang bersikap dan berperilaku golput dalam hari H Pilpres II 2004 di TPS 50 Kelurahan Bekasi Jaya, Kecamatan Bekasi Timur, Kota Bekasi. Pemilih jenis demikian terdiri dari dua kategori: Pertama pemilih Golput yang teridentifikasi karena tidak mendatangi lokasi TPS, jumlahnya 73 orang (24,5 %). Kedua, Pemilih Golput yang teridentifikasi karena mendatangi lokasi TPS namun menggunakan hak pilihnya dengan cara salah melalui caracara yang disengaja sendiri oleh pemilih bersangkutan, jumlahnya 23 orang (10,23 %). (2) Pemilih golput di TPS 50 dalam Pilpres II itu, berdasarkan indikasinya umumnya berasal dari ka langan pemilih capres Amin Rais dalam P ilpres I. (3) Faktor yang melatar belakangi pemilih untuk bersikap dan berperilaku golput diantaranya adalah berkaitan dengan hubungan emosional yang ditimbulkan faktor “SARA” berupa afiliasi kelompok antara pemilih capres dengan capres itu sendiri. Selain itu bisa pula disebabkan oleh faktor lain, yakni berupa apresiasi terhadap eksistensi even Pilpres itu sendiri. Dengan kata lain kua lifikasi apresiasi pemilih terhadap eksistensi Pilpres berhubungan dengan sikap dan perilakunya terhadap proses pelaksanaan Pilpres. Selain tiga hal di atas, penelitian ini juga menemukan indikasi dari fenomena Keunggulan SBY-Kalla atas Megawati. Bahwa keunggulan itu berindikasi sebagai diperoleh dari para pemilih Amin Rais dalam Pilpres I sebelumnya. Para pemilih ini, dalam proses Pilpres II terbagi menjadi dua kubu, pertama kubu ekstrim dan kedua kubu moderat. Pada pemilih tipe moderat meskipun kecewa, namun kekecewaan itu tidak sampai membuat mereka menjadi ekstrim terhadap proses Pilpres II, me lainkan berupaya
INSANI No. 9./Th.XXIII/ Ju li/ 2005
45
Hasyim Ali Imran, Fenomena Golput
membentuk pandangan-pandangan dan analisis-analisis baru guna melahirkan pilihanpilihan baru terhadap capres-capres yang sebenarnya bukan menjadi favorit mereka. Pemilih tipe moderat inilah yang berindikasi
memberikan suaranya kepada SBY-Kalla dalam Pilpres II. Sementara kubu ekstrim mengambil sikap dan perilaku golput pada kategori I dan II dalam Pilpres II.
DAFTAR PUSTAKA Faisal,Sanafiah, 1990, Penelitian Kualitatif, Dasar-Dasar dan Aplikasi, Malang,YA 3 Kantaprawira, Rusadi, 1988, Sistem Politik Indonesia, Suatu Model Pengantar, Bandung, Sinar Baru. Sarwono, Sarlito Wirawan, 1984, Teori-Teori Psikologi Sosial, Jakarta, Ra jawa li, CV. Surbakti, Ramlan, 1999, Memahami Ilmu P olitik, Jakarta, Grasindo. Sumber lain : Foru m Ukhuwah Ormas Islam, dala m berita Kor an Te mpo, 14 Juli, 2004 : 8. Gus Du r, da la m Ek onomi Bisnis, 26 Juli, 2004 : 6. Pimp inan PKB, dala m berita Re por ter, 28 Juli, 2004 : 2. Tim Sukses SBY, dala m Koran Te mpo, 16 Ju li, 2004 : 8. Tim Sukses Megawati, da lam Kor an Te mpo, 16 Juli 2004; 8.
Hasyim Ali Imran: Lahir di Lubuk Pakam, 10 April 1962. Peneliti Muda Bidang Komunik asi Sosial dan Penerangan; Kasi Program dan Evaluasi pada Balai Pengkajian dan Pengembangan Informasi Jakarta, Departemen Komunikasi dan Informatik a RI; Mengajar di : STISIP Widuri Jakarta, FIKOM Universitas Sahid Jakarta, FISIP Universitas Bung Karno; Redak tur Pelak sana Majalah Ilmiah Semi Populer “PROSES” Anggota Dewan Redak si Majalah Ilmiah Jurnal.Penelitian Komunik asi dan Informasi BPPI Wilayah II Jakarta. Pada Pebruari-Maret 2005 Melak ukan Penelitian Tentang Kesejahteraan Buruh, Kasus Pada Buruh Yang Tergabung Dalam Forum SP Kota Tangerang, bekerja sama dengan Acil’s dan Forum SP Kota TRangerang.
46
INSANI No. 9/Th.XXIII/ Juli/2005