FENOLOGI PEMBUNGAAN DAN PENENTUAN MASAK FISIOLOGI BENIH PADA TANAMAN KECIPIR (Psophocarpus tetragonolobus L)
ELLYSA DWI GAHARA A24134007
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
ii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Fenologi Pembungaan dan Penentuan Masak Fisiologi Benih pada Tanaman Kecipir (Psophocarpus tetragonolobus L) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Desember 2015 Ellysa Dwi Gahara A24134007
ii
ABSTRAK ELLYSA DWI GAHARA. Fenologi Pembungaan dan Penentuan Masak Fisiologi Benih pada Tanaman Kecipir (Psophocarpus tetragonolobus L). Dibimbing oleh TATIEK KARTIKA SUHARSI. Biji kecipir memiliki kandungan protein tinggi, sehingga kecipir dapat digunakan sebagai alternatif pengganti kedelai. Tujuan penelitian, memperoleh informasi perkembangan bunga dan buah, serta menentukan masak fisiologi benih kecipir. Percobaan menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak faktor tunggal yaitu aksesi 1 dan aksesi 2. Studi fenologi pembungaan dilakukan dari kuncup bunga hingga bunga mekar dan menghasilkan polong, untuk penentuan masak fisiologi dipanen polong pada umur 24 hingga 69 hari setelah berbunga. Hasil penelitian menunjukkan perkembangan bunga, polong dan masak fisiologi benih kecipir pada aksesi 1 dan aksesi 2 tidak berbeda nyata. Kuncup bunga muncul 63-73 HST. Waktu muncul kuncup bunga hingga bunga mekar 4-5 hari. Lama bunga mekar hingga bunga layu 6-7 jam. Lama bunga layu hingga muncul polong 3-5 hari. Masak fisiologi benih kecipir pada kedua aksesi tercapai pada umur panen 57 HSB. Umur 57 HSB benih kecipir pada aksesi 1 memiliki berat kering benih 1.68 g, indeks vigor mencapai 98 %, daya berkecambah benih 99 %. Aksesi 2 memiliki berat kering benih 1.67 g, indeks vigor mencapai 95.6 %, daya berkecambah benih 100 %. Kata kunci: berat kering benih, daya berkecambah, indeks vigor
ABSTRACT ELLYSA DWI GAHARA. Flowering Phenology and Seed Physiology Maturation Determination of Winged Bean Plant (Psophocarpus tetragonolobus L). Supervised by TATIEK KARTIKA SUHARSI. Winged bean seeds has a high protein content, so winged bean seed can be used as an alternative subtitute the soybean. This research aims to have information about development of flower and fruit, also to determine the physiology maturation of winged bean seed. The experiment used Randomized Block Design with single factor, namely the accession 1 and accession 2. Flowering phenology study was observed from bud flower buds to bloom flower and set pods, to determine the physiology maturation pods were harvested at 24 to 69 days after flowering. The results showed the development of flowers, pods and physiology maturation of winged bean seed accession 1 and 2 were not significantly different. Flower bud appears in 63-73 days after planting. Time appears flower buds to blooms were 4-5 days. Duration from flower blooms until whitered was 6-7 hours. Duration from withered flower until the pods were 3-5 days. Physiology maturation of winged bean seed in both of accessions was reached in day of harvest 57 HSB. In 57 HSB winged bean seeds accession 1 has a dry weight of seed 1.68 g, vigor index reached 98 %, 99 % seed germination. Accession 2 has a dry weight of seed 1.67 g, vigor index reached 95.6 %, 100 % germination of seed. Keywords: dry weight of seeds, germination, vigor index
iv
FENOLOGI PEMBUNGAAN DAN PENENTUAN MASAK FISIOLOGI BENIH PADA TANAMAN KECIPIR (Psophocarpus tetragonolobus L)
ELLYSA DWI GAHARA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Agronomi dan hortikultura
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
vi
viii
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunianya, sehingga penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul Fenologi Pembungaan dan Penentuan Masak Fisiologi Benih pada Tanaman Kecipir (Psophocarpus tetragonolobus L) dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini merupakan bagian dari tugas akhir, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian dari Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan di kebun percobaan Leuwikopo, serta Laboratorium Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada bulan Februari 2015 hingga Agustus 2015. Tujuan dari penelitian ini adalah memperoleh informasi mengenai perkembangan bunga dan buah, serta menentukan masak fisiologi benih kecipir (Psophocarpus tetragonolobus L). Penulis menyampaikan terimakasih kepada Dr Dra Tatiek Kartika Suharsi, MS selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama penelitian hingga penulisan skripsi ini selesai, ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada kedua orang tua yang selalu memberikan dorongan yang tulus baik moril maupun materil, serta teman-teman yang telah memberikan semangat dan bantuan selama penelitian dan penulisan skripsi ini dilaksanakan. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Bogor, Desember 2015 Ellysa Dwi Gahara
x
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Tanaman Kecipir Fenologi Pembungaan Buah dan Biji Kecipir Masak Fisiologi Benih METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Alat Prosedur Penelitian Pengamatan Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Kecipir Fenologi Pembungaan Kecipir Masak Fisiologi Benih Kecipir SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
vi vi vii 1 1 2 2 2 4 5 6 6 6 6 6 7 10 12 12 14 16 20 29 29 29 29 33 42
xii
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8
Kandungan nutrisi pada 100 g polong dan daun kecipir Cuaca bulanan di Dramaga Bogor pada bulan Januari 2015 sampai dengan Agustus 2015 Rekapitulasi hasil analisis ragam fase vegetatif pada dua aksesi kecipir Rekapitulasi hasil analisis ragam fase generatif pada dua aksesi kecipir Rekapitulasi hasil analisis ragam terhadap tolok ukur mutu fisiologi benih kecipir yang dihasilkan Pengaruh umur panen terhadap berat basah, berat kering, kadar air dan indeks vigor pada benih kecipir aksesi 1 Pengaruh umur panen terhadap berat basah, berat kering, kadar air dan indeks vigor pada benih kecipir aksesi 2 Pengaruh umur panen terhadap DB, PTM, KCT, dan KST pada benih kecipir aksesi 1 dan aksesi 2
4 12 14 16 21 26 27 28
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Pertanaman kecipir di lapang Benih Kecipir Hama yang menyerang tanaman kecipir Tinggi tanaman kecipir aksesi 1 dan aksesi 2 Jumlah daun kecipir aksesi 1 dan aksesi 2 Jumlah cabang kecipir aksesi 1 dan aksesi 2 Perkembangan bunga kecipir Struktur bunga kecipir (a) aksesi 1 dan (b) aksesi 2 Panjang polong kecipir aksesi 1 dan aksesi 2 Perkembangan polong kecipir pada masing-masing umur panen Perkembangan benih kecipir pada umur 24-69 HSB Berat basah benih kecipir aksesi 1 dan aksesi 2 Berat kering benih kecipir aksesi 1 dan aksesi 2 Kadar air benih kecipir aksesi 1 dan aksesi 2 Indeks vigor benih kecipir aksesi 1 dan aksesi 2 Daya berkecambah benih kecipir aksesi 1 dan aksesi 2 Potensi tumbuh maksimum benih kecipir aksesi 1 dan aksesi 2 Kecepatan tumbuh benih kecipir aksesi 1 dan aksesi 2 Keserempakan tumbuh benih kecipir aksesi 1 dan aksesi 2
12 13 13 15 15 15 17 17 19 20 21 22 22 23 23 24 25 25 26
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6
7
8 9 10 11 12 13 14
Daya tumbuh benih dan lama fase vegetatif pada aksesi 1 dan aksesi 2 Tinggi tanaman pada aksesi 1 dan aksesi 2 Jumlah daun pada aksesi 1 dan aksesi 2 Jumlah cabang pada aksesi 1 dan aksesi 2 Jumlah mahkota bunga, jumlah benangsari, panjang tangkai bunga utama, panjang anak tangkai bunga pada aksesi 1 dan aksesi 2 Jumlah inflorensent pertanaman, jumlah kuncup perinflorensent, jumlah kuncup mekar perinflorensent, jumlah polong terbentuk perinflorensent, jumlah kuncup rontok perinflorensent pada aksesi 1 dan aksesi 2 Lama fase kuncup hingga mekar, lama fase mekar hingga layu, waktu muncul polong, lama muncul polong dari bunga layu, jumlah biji perpolong, jumlah biji hampa perpolong pada aksesi 1 dan aksesi 2 Perkembangan kuncup pada aksesi 1 dan aksesi 2 Perkembangan panjang polong pada aksesi 1 dan aksesi 2 Perkembangan benih pada aksesi 1 berdasarkan umur panen sebelum dikeringkan. Perkembangan benih pada aksesi 2 berdasarkan umur panen sebelum dikeringkan. Berat basah benih, berat kering benih dan kadar air benih pada aksesi 1 dan aksesi 2 Indeks vigor, daya berkecambah, potensi tumbuh maksimum pada aksesi 1 dan aksesi 2 Kecepatan tumbuh benih dan keserempakan tumbuh benih pada dua aksesi
34 34 34 34 34
35
35 35 36 37 38 39 40 41
xiv
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan kedelai di Indonesia setiap tahunnya semakin meningkat, pada tahun 2013 sebesar 2 590 000 ton, tahun 2014 sebesar 2 646 000 ton, sedangkan produksi kedelai di Indonesia pada tahun 2013 hanya sebesar 780 000 ton dan tahun 2014 sebesar 921 336 ton, sehingga untuk memenuhi kebutuhan kedelai, Indonesia melakukan impor pada tahun 2013 sebesar 1 810 000 ton dan tahun 2014 sebesar 1 724 664 ton (BPS 2014). Kedelai di Indonesia digunakan sebagai bahan pangan, berupa pangan olahan seperti tahu dan tempe sebesar 88 %, industri tepung 10 %, dan benih 2 % (Facino 2012). Tingginya kebutuhan terhadap kedelai dapat dikurangi melalui diversifikasi. Tanaman yang dapat menjadi alternatif kedelai adalah kecipir (Psophocarpus tetragonolobus L). Kecipir merupakan tanaman yang biasa dipanen muda untuk dijadikan sayuran, dan dipanen tua untuk diambil bijinya (Setyaningrum dan Saparinto 2012). Kecipir selain digunakan sebagai sayuran dapat juga sebagai bahan pangan olahan, seperti tempe, tahu (Mattalini 2007), dan tepung (Putri 2010). Biji kecipir yang sudah tua dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan kecap. Kecap kecipir kini sudah diproduksi di beberapa daerah untuk mengurangi kebutuhan kedelai dalam negeri (Lingga 2010). Pengembangan kecipir dapat dilakukan melalui perbaikan teknik budidaya, sehingga produksinya dapat meningkat. Produksi yang tinggi dapat diperoleh melalui penggunaan benih yang bermutu dari varietas unggul. Varietas unggul diperoleh melalui kegiatan pemuliaan tanaman, yaitu persilangan. Pembungaan merupakan salah satu aspek dari kehidupan tanaman, dimana tanaman berkembang dari fase vegetatif ke fase generatif. Pembungaan suatu jenis tumbuhan adalah salah satu karakter penting dalam siklus hidup tumbuhan. Suatu tumbuhan memiliki perilaku yang berbeda-beda pada pola pembungaan dan pembentukan buah. Fenologi adalah pengamatan terhadap perkembangan bunga, buah, dan biji, diawali dengan pemunculan kuncup bunga dan diakhiri dengan buah masak (Tabla dan Vargas 2004). Menurut Jamsari et al. (2007) fenologi pembungaan merupakan informasi yang sangat penting bagi perluasan pengetahuan tentang tanaman untuk kepentingan perkembangan sains. Menurut Fewless (2006), fenologi adalah ilmu tentang fase-fase yang terjadi secara alami pada tumbuhan. Berlangsungnya fase-fase tersebut dipengaruhi oleh keadaan lingkungan sekitar, seperti lamanya penyinaran, suhu dan kelembaban udara. Studi fenologi juga berperan penting untuk perencanaan program pemuliaan tanaman terutama bila akan dilakukan perakitan varietas unggul melalui hibridisasi. Menurut Widajati et al. (2013), pembungaan, penyerbukan, dan fertilisasi mempengaruhi produksi dan mutu benih yang dihasilkan, oleh karena itu pemahaman terhadap proses-proses tersebut dapat digunakan untuk mengidentifikasi kendala produksi benih, agar selanjutnya dapat dicari penanggulangannya. Masak fisiologi merupakan kondisi saat viabilitas, vigor, dan bobot kering benih mencapai maksimum. Pada berbagai jenis tanaman jangka waktu mulai pembungaan hingga menghasilkan benih masak fisiologi lamanya berbeda-beda,
2 sehingga mengetahui saat masak fisiologi sangat penting untuk waktu panen yang tepat (Justice dan Bass 2002). Penelitian fenologi pembungaan dan penentuan masak fisiologi benih kecipir merupakan informasi yang penting untuk menentukan saat yang tepat benih kecipir yang dipanen pada saat masak fisiologi, viabilitas dan vigor benih kecipir tertinggi.
Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi dan mempelajari perkembangan bunga dan buah, serta menentukan saat masak fisiologi benih kecipir (Psophocarpus tetragonolobus L).
TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Tanaman Kecipir Kecipir (Psophocarpus tetragonolobus (L.) merupakan tanaman yang polongnya dipanen muda untuk dijadikan sayuran, pecel, maupun lalapan. Tanaman kecipir yang banyak ditanam adalah jenis lokal yang dapat tumbuh baik di dataran rendah maupun dataran tinggi. Kecipir berasal dari Papua Nugini, Mauritus, Madagaskar, dan India. Pusat keanekaragaman terbesar terdapat di Papua Nugini dan Indonesia (Setyaningrum dan Saparinto 2012). Menurut Krisnawati (2010) koleksi aksesi kecipir terbanyak terdapat di Thailand yaitu 500 aksesi, lalu Bangladesh 200 aksesi. Keragaman kecipir di Indonesia cukup banyak, diperkirakan tidak kurang dari 100 aksesi, namun hingga kini belum dilakukan koleksi. Menurut Krisnawati (2010) plasma nutfah kecipir di berbagai wilayah di Asia memiliki keragaman sifat agronomis pada karakter ukuran dan bentuk daun, warna bunga, ukuran dan warna polong, ukuran dan tekstur permukaan sayap, warna dan bentuk biji, ukuran umbi, dan warna batang. Keragaman sifat fisiologinya meliputi waktu yang dibutuhkan biji untuk berkecambah, umur berbunga, umur masak, dan lama pembentukan umbi. Variasi juga ditemukan pada kandungan protein, minyak, dan nutrisi pada biji dan tanaman kecipir. Menurut Handayani (2013) keberadaan kecipir tersebar dibeberapa wilayah di Indonesia diantaranya Sumedang, Garut, Kuningan, Bandung, Sukabumi, Cianjur, Majalengka, Cilacap, Lampung. Jenis-jenis yang dijumpai pada daerah-daerah tersebut bervariasi, mulai dari pertumbuhan tanaman, bentuk dan helai daun, warna bunga, warna sayap polong, bentuk polong, dan warna biji. Seperti menurut Nusifera et al. (2011) dari 12 aksesi kecipir yang berasal dari wilayah adaptasi yang berbeda-beda, hanya aksesi 8.20 asal NTT, 8.16 asal Yogyakarta, 8.29 asal Sleman, 8.10 asal Cileunyi Bandung, dan 8.6 asal Sumedang yang berpotensi menghasilkan umbi, karena menghasilkan umbi dengan diameter lebih dari 2 cm. Menurut Krisnawati (2010) keragaman kecipir di Indonesia cukup banyak, namun karakterisasi plasma nutfah kecipir di Indonesia belum dilakukan, hingga saat ini belum ada varietas kecipir yang dilepas oleh pemerintah. Identifikasi
3 koleksi plasma nutfah kecipir lokal, yang dilanjutkan dengan karakterisasi dan evaluasi merupakan langkah awal untuk menghasilkan varietas kecipir di Indonesia. Tanaman kecipir tumbuh merambat, dapat mencapai ketinggian 3 sampai dengan 5 m bila diberi penyangga, jika ditanam tanpa penyangga, tanaman kecipir menjadi tanaman penutup tanah. Akarnya tunggang dengan akar lateral yang panjang dan menebal serta mampu membentuk umbi. Karakter perakaran tersebut menyebabkan tanaman kecipir dapat beradaptasi dengan baik pada berbagai kondisi lingkungan dan tanah yang kering. Daun tanaman kecipir merupakan daun trifoliat yaitu daun majemuk yang beranak daun tiga, dengan anak daun umumnya berbentuk deltoid dengan ujung lancip. Batang kecipir berbentuk silindris, berwarna hijau, memiliki ruas yang banyak (Hidayat et al. 2006). Bunga kecipir merupakan bunga kupu-kupu, dengan warna sayap bervariasi yaitu biru muda, biru, ungu muda atau ungu. Bunga kecipir menyerbuk sendiri, pada satu bunga terdapat putik, benang sari, mahkota, kelopak bunga, dan tangkai bunga. Menurut Kusmana et al. (2008), kecipir dikelompokkan ke dalam dua jenis yaitu kecipir berbunga biru dan kecipir berbunga putih. Perbedaan antara keduanya terletak pada panjang buah dan ukuran biji. Kecipir berbunga putih memiliki buah lebih panjang sekitar 30-40 cm dengan biji yang kecil, sedangkan kecipir berbunga ungu memiliki buah lebih pendek yaitu 15-20 cm dan berbiji besar. Polong kecipir terdiri dari empat sisi dan setiap sisinya memiliki sayap yang tidak sejajar atau bergerigi, semakin tua polong sayapnya semakin tidak terlihat. Polong kecipir yang masih muda berwarna hijau muda hingga umur 2 minggu setelah berbunga, kemudian polong berwarna hijau tua dan berserat, Polong yang dipanen untuk digunakan sebagai sayur sebaiknya dipanen sebelum polong berwarna hijau tua karena polong telah berserat. Pada jenis tertentu ada yang berwana hijau keunguan (Hidayat et al. 2006). Polong yang berasal dari bunga berwarna ungu memiliki warna polong hijau keunguan dan menghasilkan biji berwarna hitam, sedangkan polong yang berasal dari bunga berwarna biru pucat menghasilkan polong berwarna hijau keseluruhan dan menghasilkan biji berwarna coklat muda. Panjang polong sekitar 5 sampai dengan 35 cm, dan lebar 2 sampai dengan 5 cm. Polong yang telah tua dan siap untuk menjadi benih yaitu berwarna coklat kehitaman dan mengering. Jumlah biji dalam satu polong 5 sampai dengan 20 biji. Benih berbentuk bulat dan berkulit sangat keras, benih tua berwarna krem, coklat atau hitam. Benih kecipir yang berasal dari polong yang masih muda berwarna hijau dan berukuran kecil, kemudian semakin tua polong benih membesar tetapi benih mudah ditekan dan sulit untuk dipisahkan dari polong, namun benih tetap berwarna hijau hingga umur 48 hari setelah berbunga, setelah itu benih kecipir berubah warna menjadi coklat muda namun tetap dapat ditekan. Polong yang berumur lebih dari 54 hari setelah berbunga memiliki benih berwarna coklat dan telah keras, selain itu benih mudah dipisahkan dari polong. Tanaman kecipir dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian 1 sampai dengan 1 600 m dpl. Tanaman kecipir cocok ditanam pada semua jenis tanah dengan pH 4.3 sampai 5.5. Suhu udara yang dibutuhkan untuk tanaman kecipir sekitar 18 sampai dengan 32 oC (Setyaningrum dan Saparinto 2012). Kelembaban udara 50 sampai dengan 90 %, curah hujan tahunan 2 500 mm, dan sinar matahari
4 penuh. Kecipir merupakan tanaman semusim tetapi umumnya dibiarkan menjadi tahunan dengan cara dipangkas (Hidayat et al. 2006). Kecipir adalah sayuran yang banyak mengandung protein. Bagian yang banyak mengandung protein terdapat di bagian polong. Kandungan protein pada polong kecipir muda sebesar 2.9 mg 100 g-1. Kandungan protein tersebut akan meningkat sejalan dengan pertambahan umur polong, selain itu sebagai sumber lemak nabati. Kecipir bermanfaat untuk menjaga kesehatan pencernaan, menjaga kesehatan sel dan kulit, dan anti kanker. Kandungan nutrisi pada 100 g polong dan daun kecipir seperti yang tertera pada Tabel 1.
Tabel 1 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Kandungan nutrisi pada 100 g polong dan daun kecipir Komponen gizi Satuan Polong kecipir Daun kecipir Energi kkal 35.0 47.0 Protein g 2.9 5.0 Lemak g 0.2 0.5 Karbohidrat g 5.8 8.5 Kalsium mg 6.3 134.0 Fosfor mg 37.0 81.0 Zat Besi mg 0.3 62.0 Vitamin A mg 595.0 5 240.0 Vitamin B1 mg 0.2 0.2 Vitamin C mg 19.0 29.0 Air g 90.4 85.0
Sumber : Lingga (2010)
Fenologi Pembungaan Buah dan Biji Kecipir Fenologi adalah ilmu yang mempelajari fase-fase yang terjadi secara alami pada tumbuhan, karena dipengaruhi oleh keadaan lingkungan sekitar, seperti lamanya penyinaran, suhu dan kelembaban udara (Fewless 2006). Menurut Widajati et al. (2013) pembungaan dapat terinduksi oleh beberapa faktor yaitu respon tanaman terhadap panjang hari atau disebut fotoperiodisme, suhu rendah atau vernalisasi, zat pengatur tumbuh, dan nutrisi. Menurut Krisnawati (2010) kecipir sebagai tanaman tropis sangat rentan terhadap suhu rendah, dan genangan air. Kecipir merupakan tanaman hari pendek yang hanya berbunga jika panjang hari kurang dari masa kritis yaitu 12 jam. Menurut Darmawan dan Baharsjah (2010) tanaman hari pendek atau short day plant yaitu tanaman yang hanya berbunga apabila siang hari pendek, misalnya pada musim dingin. Menurut Rubatzky dan Yamaguchi (1999) sebagian kultivar kecipir adalah tanaman hari pendek dengan pembungaan tidak terbatas, kultivar kecipir yang ada sekarang mendekati hari netral. Menurut Darmawan dan Baharsjah (2010) tanaman netral atau day neutral yaitu tanaman yang tidak peka terhadap panjang hari. Panjang hari kritis berbeda-beda menurut jenis tanaman dan bahkan varietas. Tanaman kedelai termasuk tanaman hari pendek yang apabila ditumbuhkan pada hari panjang akan menghasilkan banyak karbohidrat dan protein yang digunakan
5 untuk perkembangan batang dan daun, sehingga pertumbuhan vegetatif lebih dominan, selain itu tidak mampu membentuk bunga dan buah. Panjang hari sering menjadi faktor pembatas di daerah sub tropis, namun di daerah tropis bukan faktor pembatas, karena relatif konstan yaitu 12 jam perhari (Sutoyo 2011). Namun menurut Noviani (2011) tanaman kacang tunggak yang ditanam diluar musim yaitu pada bulan Oktober, hingga umur 3 bulan tanaman tidak menghasilkan biji, karena satu hari lama penyinaran lebih dari titik periode kritis, sehingga dilakukan tumpang sari dengan jagung dengan jarak tanam 25 cm x 60 cm, sehingga waktu muncul bunga pada kacang tunggak yaitu 65 hari setelah tanam. Menurut Yunnita (2013) jumlah bunga kacang tanah dipengaruhi oleh pemberian GA3, namun tidak berpengaruh terhadap waktu muncul bunga.
Masak Fisiologi Benih Benih tanaman merupakan tanaman atau bagian tanaman yang digunakan untuk memperbanyak dan atau mengembangbiakkan tanaman (UU RI No. 12 tahun 1992). Masak fisiologi benih merupakan suatu titik pada periode perkembangan benih dengan ciri viabilitas benih maksimum, vigor benih maksimum, berat kering benih maksimum, kadar air benih rendah. Viabilitas benih merupakan daya hidup benih yang ditunjukkan oleh fenomena pertumbuhan benih atau gejala metabolismenya (Widajati et al. 2013). Menurut Ilyas (2012) masak fisiologi merupakan stadia pertumbuhan penting bagi tanaman karena biasanya berhubungan dengan akumulasi maksimum bahan kering benih dan hasil yang maksimum. Indikator visual masak fisiologi akan sangat bermanfaat bagi peneliti dan produsen. Mutu benih mencapai maksimum pada saat masak fisiologi yang dicirikan oleh bobot kering benih maksimum karena cadangan makanan benih sudah terbentuk sempurna dan vigor benih maksimum. Benih yang belum masak sudah dapat berkecambah, tetapi vigornya rendah dan kecambahnya lebih lemah dibandingkan dengan benih yang sudah mencapai masak fisiologi. Menurut Waemata dan Ilyas (1989) masak fisiologi benih buncis tercapai pada 30 hari setelah berbunga, dengan berat kering benih 5.610 g, viabilitas optimum 98.67 %, dan vigor maksimum yaitu 48.44 % etmal-1. Menurut KEMENTAN (2013) masak fisiologi kacang tanah umumnya tercapai pada 90 sampai 100 hari setelah tanam, dengan ciri-ciri kulit polong mengeras, berserat, bagian dalam polong berwarna coklat, dan jika ditekan polong mudah pecah. Pada kacang merah menurut Kristiani (2014) masak fisiologi benih pada tiga aksesi tercapai pada 30 hari setelah berbunga dengan tolok ukur indeks vigor 45.35 %, selanjutnya pada umur 35 dan 40 hari setelah berbunga indeks vigor menurun, seperti menurut Ilyas (2012) benih yang dipanen setelah lewat masak fisiologi, vigor benih akan menurun karena mengalami deteriorasi di lapang.
6
METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan Leuwikopo, dan Laboratorium Pengujian Mutu Benih dan Penyimpanan Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Dramaga, Bogor. Pelaksanaan penelitian dimulai pada bulan Februari 2015 sampai dengan Agustus 2015.
Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih kecipir aksesi lokal Cilacap yang berwarna hitam (aksesi 1), benih kecipir aksesi lokal Cilacap yang berwarna coklat muda (aksesi 2), pupuk kandang, urea, SP-36, KCL, insektisida berbahan aktif profenofos, fungisida berbahan aktif propineb 70 % dan mankozeb, label, tali rafia, benang, polibag, pasir, natrium hipoklorit, amplas kasar, plastik PE, plastik wrap, alkohol, akuades.
Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah ajir untuk menompang tanaman, sprayer untuk penyemprotan insektisida dan fungisida, autoclaf untuk sterilisasi media pasir, oven untuk mengukur kadar air benih, saringan pasir dengan diameter 1 mm, stoples kaca untuk menyimpan benih, wadah plastik untuk menguji mutu fisiologi benih, alat pengecambah benih tipe IPB 72-1 (APB IPB 72-1), termohigrometer, tang untuk ekstraksi benih kecipir, timbangan, alat-alat pertanian, dan alat tulis.
Prosedur Penelitian 1. Persiapan Lahan Lahan yang digunakan seluas 157.25 m2. Persiapan lahan dilakukan dengan membuang gulma yang tumbuh di areal pertanaman dan mengolah tanah dengan mencangkul areal pertanaman hingga gembur. Lahan dibuat guludan dengan ukuran 1 m x 3.5 m, jarak antar guludan 0.5 m, terdiri dari 24 guludan. Guludan diberi pupuk kandang sebanyak 10 ton ha-1 pada saat pengolahan, kemudian guludan diratakan, dan didiamkan selama satu minggu. 2. Penanaman Benih kecipir sebelum ditanam disterilisasi permukaan, dengan merendam benih dalam larutan natrium hipoklorit 1.5 % selama 5 menit, kemudian dibilas dengan akuades sebanyak tiga kali. Setelah itu benih dikering anginkan, kemudian dilakukan skarifikasi menggunakan amplas kasar. Menurut Rahayu (2015) skarifikasi menggunakan amplas kasar meningkatkan daya berkecambah.
7 Skarifikasi dilakukan dengan cara menggosok bagian punggung dan pinggir benih. Benih yang telah diskarifikasi direndam kembali dalam natrium hipoklorit selama 10 detik dan dibilas kembali dengan akuades tiga kali, setelah itu benih direndam dalam larutan fungisida 2 g l-1 selama 5 menit. Benih ditanam di bagian tengah guludan, setiap guludan hanya untuk satu baris tanaman, dalam satu baris terdiri dari 10 lubang tanam. Jarak tanam antar lubang yaitu 35 cm. Lubang tanam dibuat dengan menggunakan tugal se dalam 3 cm, setiap lubang ditanam 1 benih kecipir, sehingga dibutuhkan 120 benih kecipir untuk masing-masing aksesi. Lubang tanam ditutup tanah tipis-tipis, setelah itu dilakukan penyiraman. 3. Pemeliharaan Pemeliharaan yang dilakukan diantaranya penyiraman, pemasangan ajir, penyiangan, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit, dan pengikatan tanaman pada ajir. Penyiraman dilakukan setiap hari pada pagi atau sore hari. Pemasangan ajir dilakukan pada saat tanaman kecipir sudah tumbuh dengan ketinggian 10 cm yaitu pada 5 minggu setelah tanam, ajir menggunakan bambu, dengan panjang 2 m, setiap tanaman dipasang satu ajir. Ajir ditancapkan di bagian samping tanaman, kemudian batang kecipir diikat menggunakan tali rafia pada ajir. Penyiangan dilakukan 2 minggu sekali dengan membuang gulma yang tumbuh disekitar tanaman dan saluran irigasi. Dilakukan juga penggemburan tanah, dan mengangkat tanah yang longsor ke atas guludan. Pemupukan urea, SP-36, dan KCL dilakukan pada 1 MST, 4 MST dan selanjutnya selang satu bulan. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan melakukan penyemprotan menggunakan insektisida dan fungisida, penyemprotan dilakukan setiap minggu, pada pagi hari sebelum pukul 08.00 WIB. Pengikatan dilakukan setiap dua hari sekali agar tanaman tidak menjalar pada tanaman lain. 4. Panen Panen dilakukan pada saat tanaman telah menghasilkan polong, dengan umur polong 24 hari setelah berbunga (HSB), 27, 30, 33, 36, 39, 42, 45, 48, 51, 54, 57, 60, 63, 66, 69 HSB. Pada setiap umur panen dilakukan pengujian mutu fisiologi benih kecipir.
Pengamatan Pengamatan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu : 1. Pengamatan mutu fisiologi benih sumber Pengamatan mutu fisiologi benih sumber dilihat dari daya tumbuh benih di lapangan. Pengamatan dilakukan pada saat tanaman berumur 14 hari setelah tanam (HST) dengan menghitung rasio antara jumlah benih yang tumbuh dengan jumlah benih yang ditanam. Daya tumbuh benih =
8 2. Pengamatan karakter vegetatif a. Tinggi tanaman, pengukuran tinggi tanaman dilakukan mulai 2 minggu setelah tanam (MST) hingga tanaman mulai berbunga, setiap 2 minggu sekali. Pada 10 tanaman sampel perulangan. b. Jumlah daun, dihitung setiap 2 minggu sekali mulai dari 2 MST sampai tanaman berbunga. Pada 10 tanaman sampel perulangan. c. Jumlah cabang, dihitung 4 minggu sekali sampai tanaman berbunga. Pada 10 tanaman sampel perulangan. d. Lama waktu fase vegetatif, dihitung sebelum masuk fase generatif, pada saat populasi tanaman 50% muncul kuncup. 3. Pengamatan karakter generatif tanaman kecipir 1. Fase kuncup bunga sampai bunga mekar a. Waktu muncul kuncup bunga, pengamatan pada 10 tanaman sampel perulangan. b. Perkembangan kuncup bunga hingga mekar sempurna, diamati perubahan panjang dan warna kuncup. Kuncup bunga yang diamati, masing-masing 1 kuncup pertanaman sampel pada saat kuncup bunga berukuran 1 cm, pada 10 tanaman sempel perulangan. c. Jumlah mahkota bunga, jumlah benang sari, warna mahkota bunga, warna tangkai bunga, warna benang sari, warna putik, panjang tangkai bunga utama, panjang anak tangkai bunga. Pengamatan dilakukan pada saat bunga mekar sempurna, setiap tanaman sampel diamati 1 bunga pertanaman, pada 10 tanaman sampel di bagian pinggir baris perulangan. d. Lama fase kuncup bunga hingga bunga mekar sempurna. Dihitung pada saat bunga kuncup 1 cm sampai bunga mekar sempurna. Waktu bunga mekar 50 % dari setiap ulangan. Pengamatan pada 10 tanaman sampel perulangan, setiap tanaman sampel diamati 1 bunga. e. Waktu dari saat bunga mekar sempurna sampai bunga layu. Diamati pada 1 bunga pertanaman sampel, pada 10 tanaman sampel perulangan. 2. Fase bunga layu sampai masak fisiologi benih a. Waktu muncul polong, dan lama fase muncul polong dari bunga setelah layu. Pengamatan dilakukan pada 10 tanaman sampel perulangan. b. Perkembangan polong, dilihat dari perubahan panjang dan warna polong. Pengamatan dilakukan pada 1 polong pertanaman sampel, pada 10 tanaman sampel per ulangan. Pengamatan dilakukan 2 hari sekali setelah muncul polong. c. Jumlah biji per polong, dilakukan dengan menghitung jumlah biji pada satu polong. Pengamatan dilakukan pada 10 tanaman sampel perulangan. d. Jumlah biji hampa, pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah biji pada satu polong pada 10 tanaman sampel perulangan. 4. Pengamatan mutu fisiologi benih Pengujian tolok ukur indeks vigor, daya berkecambah, potensi tumbuh maksimum, kecepatan tumbuh benih, dan keserempakan tumbuh benih, pengecambahan menggunakan media pasir dengan metode in sand. Menurut Rahayu (2015), substrat pasir dengan metode in sand merupakan substrat
9 terbaik untuk perkecambahan benih kecipir. Pasir yang digunakan dalam pengujian ini dilakukan penyaringan menggunakan saringan dengan ukuran 1 mm dan perlakuan pendahuluan berupa sterilisasi menggunakan autoclaf pada suhu 121 oC pada tekanan 17.5 psi selama 60 menit, kemudian dimasukkan ke dalam wadah plastik. Benih yang dikecambahkan sebelumnya dilakukan sterilisasi permukaan benih dengan merendam benih dalam larutan natrium hipoklorit 1.5 % selama 5 menit, kemudian dibilas dengan akuades sebanyak tiga kali, setelah itu benih dikering anginkan, kemudian dilakukan skarifikasi menggunakan amplas kasar. Skarifikasi dilakukan dengan cara menggosok bagian punggung dan pinggir benih. Benih yang telah diskarifikasi direndam kembali dalam larutan natrium hipoklorit selama 10 detik, dan dibilas kembali dengan akuades tiga kali, dan dikering anginkan. Pengamatan mutu fisiologi benih dilakukan dengan mengamati tolok ukur berat basah benih, berat kering benih, kadar air, daya berkecambah, indeks vigor, potensi tumbuh maksimum, kecepatan tumbuh, keserempakan tumbuh benih, pada setiap umur panen. a. Berat basah benih (BB) Pengujian berat basah benih dilakukan dengan menimbang sebanyak 5 butir benih perulangan, setelah panen. b. Berat kering benih (BKB) Pengujian berat kering benih dilakukan dengan menggunakan 5 butir benih perulangan, kemudian benih dikeringkan menggunakan oven pada suhu 60 ○C selama 3 kali 24 jam, setelah itu dimasukkan ke dalam desikator selama 30 menit, kemudian ditimbang dengan rumus:
Keterangan : M1 = Bobot cawan (g) M3 = Bobot contoh kerja dan cawan setelah dioven (g) c. Kadar air (KA) Pengujian kadar air benih dilakukan dengan menggunakan 5 butir benih perulangan kemudian mengiris benih kecipir dengan menggunakan pisau, setelah itu benih diukur kadar airnya menggunakan oven pada suhu 103 ± 2 ○C selama 17 jam. Benih yang telah dioven kemudian dimasukkan ke dalam desikator selama 30 menit, kemudian ditimbang. Perhitungan kadar air benih dengan rumus:
Keterangan : M1 = Bobot cawan (g) M2 = Bobot contoh kerja dan cawan sebelum dioven (g) M3 = Bobot contoh kerja dan cawan setelah dioven (g)
10 d. Daya berkecambah (DB) Pengujian daya berkecambah benih dilakukan dengan mengecambahkan 10 butir benih perulangan pada media pasir. Daya berkecambah dihitung berdasarkan persentase kecambah normal pada hitungan pertama yaitu hari ke 6 dan kecambah normal pada hitungan kedua yaitu hari ke 8 (Rahayu 2015), terhadap jumlah benih yang ditanam. Perhitungan daya berkecambah menggunakan rumus: DB (%) =
x 100 %
e. Indeks vigor (IV) Pengujian indeksi vigor dilakukan dengan menghitung persentase kecambah normal yang tumbuh pada hitungan pertama terhadap jumlah benih yang ditanam, dengan rumus: IV =
x 100%
f. Potensial tumbuh maksimum (PTM) Pengujian potensial tumbuh maksimum dilakukan dengan menghitung jumlah kecambah normal pada hitungan pertama dan jumlah benih normal serta abnormal pada hitungan kedua, dengan rumus: PTM =
g. Kecepatan tumbuh (KCT) Pengujian kecepatan tumbuh dihitung berdasarkan jumlah kecambah normal yang dapat tumbuh setiap satu etmal (24 jam), dengan rumus: KCT = h. Keserempakan tumbuh (KST) Keserempakan tumbuh dihitung berdasarkan jumlah kecambah normal yang tumbuh diantara hitungan pertama dan hitungan kedua, dengan rumus: KST=
Analisis Data Percobaan ini menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) faktor tunggal yaitu aksesi, menggunakan 2 aksesi, yaitu aksesi lokal Cilacap dengan benih berwarna hitam (A1), aksesi lokal Cilacap dengan benih berwarna coklat muda (A2). Setiap perlakuan terdiri dari 3 ulangan sehingga diperoleh 6 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdapat 40 tanaman
11 sehingga terdiri dari 240 tanaman. Masing-masing aksesi terdiri dari 120 tanaman. Model aditif linier untuk percobaan ini menurut Gomez dan Gomez (1995). Yij= µ + αi + βj + εijk Yijk µ αi βj εijk
= = = = =
Respon pengamatan aksesi benih kecipir ke-i dan ulangan ke-j Nilai tengah populasi Pengaruh aksesi benih kecipir ke-i Pengaruh ulangan ke-j Pengaruh galat percobaan
Data dianalisis menggunakan uji T dan uji F pada taraf α = 5%. Analisis data menggunakan software SAS (Statistical Analysis System) versi 9.1.
12
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Kondisi umum tempat pertanaman berdasarkan data BMKG wilayah Dramaga Bogor seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2. Curah hujan selama bulan Maret 2015 hingga Agustus 2015 berkisar antara 90.2-374.3 mm, dengan suhu minimum berkisar antara 21.8-23.2 oC, suhu maksimum berkisar antara 29.8-33.1 oC, selain itu memiliki kelembaban nisbi berkisar antara 74-86 %, dan lama penyinaran matahari berkisar antara 42.3-91 %. Kebun percobaan Leuwikopo Dramaga terletak pada ketinggian 240 m dpl. Tabel 2 Cuaca bulanan di Dramaga dengan Agustus 2015 Unsur Jan Feb Maret Suhu max 28.6 28.3 29.8 Suhu min 23.3 22.9 23.2 Suhu 25.2 25.0 25.6 rata-rata CH 250.6 345.6 374.3 RH 87.0 87.0 85.0 LPM 31.0 32.0 42.3
Bogor pada bulan Januari 2015 sampai April 31.7 22.9
Mei 32.5 22.3
Juni 31.5 22.6
Juli 31.9 22.2
Agust 33.1 21.8
25.8
26.3
26.2
26.1
26.2
206.1 86.0 43.3
201.9 82.0 64.0
90.2 79.0 66.8
1.6 74.0 90.0
112.4 75.0 91.0
Keterangan : CH=curah hujan, RH=kelembaban relatif, LPM=lama penyinaran matahari. Satuan suhu (oC), curah hujan (mm), kelembaban relatif (%), lama penyinaran matahari (%).
Menurut Setyaningrum dan Saparinto (2012), tanaman kecipir dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian tempat 1-1 600 m dpl, selain itu suhu udara yang dibutuhkan untuk tanaman kecipir sekitar 18-32 oC, kelembaban udara 50 sampai dengan 90 %, curah hujan tahunan 2 500 mm, jika dibandingkan dengan data iklim wilayah Dramaga Bogor, lokasi penelitian termasuk lingkungan yang optimum untuk pertumbuhan kecipir, kondisi umum tempat pertanaman seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1. Tingginya curah hujan pada fase generatif menyebabkan kuncup bunga dan bunga yang telah mekar menjadi rontok. Menurut Ilyas (2012) curah hujan berlebih mempengaruhi polinasi sehingga pembuahan gagal, selain itu berakibat pada tingginya serangan hama dan penyakit.
(a) (b) Gambar 1 Pertanaman kecipir di lapang (a) tanaman pada fase vegetatif; (b) tanaman pada fase generatif
13 Benih kecipir yang digunakan merupakan benih aksesi lokal Cilacap yang berasal dari petani di Kabupaten Cilacap, Provinsi Jawa Tengah. Benih yang digunakan berwarna hitam (aksesi 1) dengan bentuk bulat, bagian tengah benih berwarna coklat muda yang merupakan hilum dan bagian bawah benih terdapat garis corak berwarna coklat. Benih berwarna coklat muda (aksesi 2) dengan bentuk bulat, bagian tengah benih terdapat hilum yang berwarna lebih gelap, dan pada ujung hilum terdapat titik kecil yang merupakan mikrofil, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2. Benih yang digunakan merupakan benih hasil panen pada bulan Oktober dan penanaman dilakukan pada bulan Maret 2015.
Gambar 2 Benih Kecipir (a) aksesi 1; (b) aksesi 2 Hama yang menyerang tanaman kecipir selama penelitian di lapang diantaranya belalang (Dissosteira carolina), ngengat (Opodiphthera eucalypti), ulat penggerek polong (Etiella sp), ulat jengkal (Hyposidra talaca Wlk), kutu daun (Aphis gossypii Clover), seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3. Belalang menyerang tanaman pada fase vegetatif pada bagian daun, menyebabkan daundaun berlubang. Ulat jengkal dan ulat penggerek menyerang tanaman kecipir pada fase generatif, sehingga banyak polong yang rusak dan membusuk, selain itu larva ngegat merusak daun tanaman kecipir. Pengendalian dengan melakukan penyemprotan, menggunakan insektisida dan fungisida satu minggu sekali.
(a)
(b)
(c)
(d) (e) (f) Gambar 3 Hama yang menyerang tanaman kecipir (a) belalang; (b) ngengat; (c) ulat gerayak; (d) ulat penggerek polong; (e) ulat jengkal; (f) kutu daun
14 Pengujian viabilitas benih menggunakan media pasir dengan metode in sand. Menurut Rahayu (2015) benih yang dikecambahkan dengan metode in sand dapat tumbuh lebih baik dibandingkan dengan metode top of sand karena kelembaban dalam substrat lebih terjaga. Benih mendapatkan kelembaban dari dua bagian, yaitu lapisan pasir bagian atas dan lapisan pasir bagian bawah. Pasir juga merupakan substrat yang porous sehingga mudah ditembus oleh akar kecambah. Pasir dimasukkan ke dalam wadah plastik, dengan kondisi ruangan memiliki suhu rata-rata 27.5 oC dengan kelembaban relatif 61.7 %.
Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Kecipir Hasil pengamatan pada fase vegetatif untuk kedua aksesi pada tolok ukur daya tumbuh benih, tinggi tanaman, jumlah daun, dan jumlah cabang tidak berbeda nyata antara aksesi 1 dan aksesi 2. Tolok ukur lama fase vegetatif pada aksesi 1 dan aksesi 2 berbeda nyata, aksesi 1 memiliki lama fase vegetatif lebih pendek, yang berarti aksesi 1 lebih cepat berbunga dibandingkan dengan aksesi 2 yang memiliki fase vegetatif lebih lama, seperti yang tertera pada Lampiran 1, 2, 3 dan 4. Tabel 3 merupakan hasil rekapitulasi analisis ragam fase vegetatif pada dua aksesi kecipir. Tabel 3 Rekapitulasi hasil analisis ragam fase vegetatif pada dua aksesi kecipir Perlakuan Tolok ukur Aksesi Daya tumbuh benih tn Lama fase vegetatif * Tinggi 2 MST tn tanaman 4 MST tn 6 MST tn 8 MST tn Jumlah daun 2 MST tn 4 MST tn 6 MST tn 8 MST tn Jumlah cabang 4 MST tn 8 MST tn Keterangan : tn = tidak berbeda nyata antara perlakuan aksesi 1 dan aksesi 2, MST = minggu setelah tanam
Benih kecipir yang ditanam di lahan mulai tumbuh pada 7 hari setelah tanam (HST), namun daya tumbuh hanya 21.6 % untuk kedua aksesi, dan pada 14 HST daya tumbuh benih telah mencapai 93.5 % pada aksesi 1, dan 90.8 % pada aksesi 2. Daya tumbuh benih dapat tumbuh serempak karena sebelumnya telah dilakukan proses skarifikasi benih untuk pematahan dormansi sehingga air lebih mudah mengimbibisi ke dalam benih, dengan menggunakan amplas. Tipe perkecambahan kecipir yaitu hipogeal. Hipogeal yaitu perkecambahan dimana kotiledon tidak terangkat ke atas tanah, sehingga bagian-bagian kecambah yang di atas tanah yaitu epikotil dan plumula.
15 Tanaman kecipir tumbuh menjalar, memanjat, dan membelit ke arah kiri. Batang kecipir berwarna hijau berbentuk silindris dan memiliki banyak ruas. Tinggi tanaman hingga minggu ke 8 mencapai 285 cm untuk kedua aksesi seperti ditunjukkan pada Gambar 4. Tinggi tanaman melebihi tinggi ajir bambu yang hanya 200 cm, sehingga tanaman dibelokkan kembali ke bagian bawah dan diikat. Tinggi tanaman (cm)
300 250 200 150
Aksesi 1
100
Aksesi 2
50 0 2 MST
4 MST
6 MST
8 MST
Umur tanaman (MST)
Gambar 4 Tinggi tanaman kecipir aksesi 1 dan aksesi 2
Jumlah daun (Helai)
Bentuk anak daun pada kedua aksesi yaitu deltoid, daun majemuk trifoliat, tulang anak daun menyirip, berwarna hijau. Berdasarkan hasil pengamatan jumlah daun pada minggu ke 8 pada kedua aksesi berbeda yaitu 60 helai pada aksesi 1 dan 68 helai pada aksesi 2 namun tidak berbeda nyata secara statistik, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5. 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Aksesi 1 Aksesi 2
2 MST
4 MST
6 MST
8 MST
Umur tanaman (MST)
Gambar 5 Jumlah daun kecipir aksesi 1 dan aksesi 2
Cabang
Cabang tanaman mulai muncul pada 5 MST pada kedua aksesi. Berdasarkan hasil pengamatan jumlah cabang pada minggu ke 8 menunjukkan aksesi 1 dan aksesi 2 tidak berbeda nyata yaitu memiliki 10 cabang, seperti ditunjukkan pada Gambar 6. 12 10 8 6 4 2 0
Aksesi 1 Aksesi 2 4 MST
8 MST Umur tanaman (MST)
Gambar 6 Jumlah cabang kecipir aksesi 1 dan aksesi 2
16 Lama fase vegetatif pada kedua aksesi menunjukkan aksesi 1 lebih cepat pada pemunculan kuncup bunga yaitu 72 HST dan aksesi 2 yaitu 77 HST. Lamanya masa vegetatif pada aksesi 2 dapat disebabkan karena tanaman pada aksesi 2 memiliki pertumbuhan vegetatif yang lebih baik, hal ini ditunjukkan dengan jumlah daun pada minggu ke 8 lebih banyak meskipun tidak berbeda nyata, sehingga diduga energi yang berada pada tanaman digunakan untuk pertumbuhan vegetatif, sehingga munculnya kuncup terhambat, sedangkan pada aksesi 1 energi pada tanaman lebih difokuskan ke pertumbuhhan generatif, sehingga jumlah daun sedikit namun kuncup cepat muncul. Pertumbuhan vegetatif pada kedua aksesi tidak berbeda nyata hal tersebut dapat disebabkan karena kedua aksesi memiliki pertumbuhan yang sesuai pada kondisi lahan di Dramaga Bogor, selain itu kedua aksesi berasal dari wilayah yang sama yaitu Cilacap, sehingga tidak menunjukkan sifat yang berbeda.
Fenologi Pembungaan Kecipir Hasil pengamatan fenologi pembungaan aksesi 1 dan aksesi 2 pada tolok ukur jumlah mahkota bunga, jumlah benang sari, panjang tangkai bunga utama, panjang anak tangkai bunga, jumlah inflorensent pertanaman, jumlah kuncup perinflorensent, jumlah kuncup mekar perinflorensent, jumlah polong terbentuk perinflorensent, jumlah kuncup rontok perinflorensent, lama fase kuncup hingga mekar, lama fase mekar hingga layu, waktu muncul polong, lama muncul polong dari bunga layu, jumlah biji perpolong, jumlah biji hampa perpolong tidak berbeda nyata secara statistik dengan uji T pada taraf 5 % seperti yang ditunjukkan pada Lampiran 5, 6, 7, dan 8. Tabel 4 adalah rekapitulasi hasil analisis ragam pada fase generatif pada aksesi 1 dan aksesi 2. Tabel 4 Rekapitulasi hasil analisis ragam fase generatif pada dua aksesi kecipir Perlakuan Tolok ukur Aksesi Jumlah mahkota bunga tn Jumlah benang sari tn Panjang tangkai bunga utama tn Panjang anak tangkai bunga tn Jumlah inflorensent pertanaman tn Jumlah kuncup perinflorensent tn Jumlah kuncup mekar perinflorensent tn Jumlah polong terbentuk perinflorensent tn Jumlah kuncup rontok perinflorensent tn Lama fase kuncup hingga mekar tn Lama fase mekar hingga layu tn Waktu muncul polong tn Lama muncul polong dari bunga layu tn Jumlah biji perpolong tn Jumlah biji hampa perpolong tn Keterangan : tn = tidak berbeda nyata antara perlakuan aksesi 1 dan aksesi 2
17 Bunga kecipir termasuk bunga majemuk, dalam satu inflorensent terdapat 4-5 kuncup, warna kuncup pada aksesi 1 berwarna ungu dalam satu tanaman dan berwarna hijau dalam satu tanaman. Pada aksesi 2 warna kuncup seragam yaitu berwarna hijau. Waktu muncul kuncup awal yaitu pada 68 HST pada kedua aksesi. Lama waktu dari kuncup bunga berukuran 1 cm hingga bunga berukuran 3 cm yaitu 4-5 hari. Bunga kecipir menyerbuk sendiri namun menurut Krisnawati (2010), bunga kecipir memiliki peluang menyerbuk silang sebanyak 20 % dengan bantuan lebah. Bunga kecipir berbentuk kupu-kupu. Perkembangan kuncup bunga kecipir hingga bunga mekar. Diawali dengan munculnya kuncup bunga pada ketiak daun utama maupun dari cabang, kemudian kuncup membesar sehingga terlihat bagian mahkota bunga yang berwarna ungu dan biru muda, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 7. a
Aksesi 2
Aksesi 1
(a)
(b) Gambar 7 Perkembangan bunga kecipir (a) aksesi 1; (b) aksesi 2
Mahkota bunga terdiri dari 5, yaitu 2 daun tajuk yang berlekatan terdapat di bagian bawah yang disebut dengan lunas atau carina. Di bagian atas terdapat sehelai daun tajuk yang paling besar yang disebut bendera atau vexillum. Antara dua bagian tadi terdapat 2 daun tajuk yang ke samping, satu di kanan dan satu di kiri yang disebut sayap atau ala, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 8.
1
2
3
4
5
4
5
(a)
1
2
3
(b) Gambar 8 Struktur bunga kecipir (a) aksesi 1 dan (b) aksesi 2 1 = bunga kecipir bagian depan; 2 = bunga kecipir bagian belakang; 3 = putik dan benang sari; 4 = benang sari; 5 = putik
18 Mahkota bunga berwarna ungu dan biru muda pada aksesi 1 dan berwarna biru muda pada aksesi 2. Tipe warna dengan menggunakan color chart pada bunga berwarna ungu yaitu dengan kode 660000, dan pada bunga berwarna biru yaitu dengan kode 9999CC. Bunga kecipir terdiri dari 5 buah kelopak bunga. Bunga kecipir memiliki 10 benang sari yang mengelompok terdiri dari 9+1, berwarna putih. Bunga kecipir memiliki 1 putik berwarna putih, tangkai bunga berwarna hijau dengan kode pada color chart yaitu 99CC00. Panjang tangkai bunga utama yaitu 12-13 cm, dan panjang anak tangkai bunga 0.5 cm. Menurut Krisnawati (2010) kecipir merupakan tanaman yang pembungaannya dipengaruhi oleh panjang hari atau fotoperiodisitas. Hasil penelitian menunjukkan waktu bunga mekar pada 10 tanaman sampel perulangan yaitu 72 HST untuk kedua aksesi kecipir. Lama fase bunga mekar hingga layu yaitu 7 jam, dari pukul 10.00 WIB hingga pukul 17.00 WIB untuk kedua aksesi kecipir. Hal ini menunjukkan aksesi 1 dan aksesi 2 tidak berbeda, selain itu meskipun tanaman kecipir merupakan tanaman yang dipengaruhi panjang hari, yaitu tergolong tanaman hari pendek, aksesi 1 dan aksesi 2 tetap dapat berbunga dengan baik, hal ini dapat disebabkan karena lama penyinaran kurang dari waktu kritis yaitu 12 jam, selain itu menurut Sutoyo (2011) pada daerah tropis panjang hari relatif konstan yaitu 12 jam perhari, sehingga tidak berpengaruh terhadap fotoperiodisitas, dibandingkan dengan wilayah sub tropis. Menurut Kristiani (2014) waktu berbunga pada tiga aksesi kacang merah yaitu 30-31 HST. Lama fase bunga layu hingga terbentuk polong yaitu 3 hari, dimana bunga setelah terserbuki akan layu dan kemudian warna mahkota bunga akan menguning, mengering dan kemudian rontok. Perkembangan polong pada kecipir dimulai dari bunga mekar, apabila bunga terserbuki dengan baik maka akan terbentuk buah, bunga yang tidak terserbuki dengan baik, terkena hujan dan serangan hama dan penyakit maka akan rontok. Polong kecipir terbentuk dari ovarium yang terserbuki dengan baik. Jumlah benih perpolong dan jumlah benih hampa perpolong pada kedua aksesi tidak berbeda nyata. Jumlah benih perpolong yaitu 3-17 benih. Jumlah benih hampa perpolong yaitu 0-2 biji hampa. Benih hampa dapat disebabkan karena tidak terjadinya pembuahan pada bakal benih, seperti menurut Tjitrosoepomo (2007) jumlah serbuk sari yang membuahi harus sama bahkan lebih banyak dari pada jumlah bakal benih yang dibuahi. Bakal benih yang tidak terbuahi dapat disebabkan, karena bakal benih tidak dapat dicapai oleh buluh serbuk sari, sehingga menjadi benih yang kecil, keriput, dan tidak akan tumbuh menjadi tanaman baru. Polong memiliki empat sisi dan sepanjang polong terdapat sayap tipis yang tidak nyata. Perkembangan panjang polong pada kedua aksesi tidak berbeda nyata. Gambar 9 menunjukkan, pada aksesi 1 panjang polong terus meningkat dari 3.4 cm hingga 21.9 cm pada umur 1-17 HSB, selanjutnya lebih dari 19 HSB polong memiliki panjang yang konstan yaitu 22 cm. Pada aksesi 2 panjang polong bertambah dari 3.3-20 cm pada umur 1-19 HSB, selanjutnya mengalami penambahan namun tidak nyata yaitu dari 21.01-23.13 cm pada umur 21-51 HSB. Data perkembangan panjang polong seperti yang tertera pada Lampiran 9.
19 25
20
cm
15 Aksesi 1
10
Aksesi 2
0
H1 H3 H5 H7 H9 H11 H13 H15 H17 H19 H21 H23 H25 H27 H29 H31 H33 H35 H37 H39 H41 H43 H45 H47 H49 H51
5
Hari setelah muncul polong
Gambar 9 Panjang polong kecipir aksesi 1 dan aksesi 2 Perkembangan warna polong, pada polong yang berasal dari bunga biru muda menghasilkan polong berwarna hijau muda pada umur 1-17 HSB, selanjutnya polong berwarna hijau tua pada umur 19-45 HSB, dan satu hari polong berubah warna menjadi hijau kecoklatan pada umur 45-47 HSB, dan selanjutnya lebih dari 47 HSB menjadi coklat, sedangkan pada polong yang berasal dari bunga berwarna ungu menghasilkan polong berwarna ungu pada umur 1-3 HSB, kemudian polong berkembang dan berubah warna menjadi ungu kehijauan pada umur 5-19 HSB, kemudian semakin lama warna ungu memudar hanya ada semburat ungu dan lebih dominan hijau dan warna hijau berubah menjadi hijau tua pada umur 19-45 HSB, selanjutnya polong semakin tua dan berwarna hijau kecoklatan pada umur 45-48 HSB, dan lebih dari 51 HSB polong berwarna coklat semakin nyata, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 10. Perubahan warna pada polong dapat digunakan sebagai indikator pematangan pada polong kecipir, seperti menurut Melati (2012) penentuan waktu panen dapat dilakukan berdasarkan warna buah, kekerasan buah, rontoknya buah, pecahnya buah. Selain itu menurut Andrini et al. (2013) tingkat masak fisiologi benih JC diperoleh dari buah berwarna kuning lebih dari 90 %, warna kulit benih krem kecoklatan. Menurut Radzevicius et al (2014) perubahan lapisan perikarp pada buah tomat dari hijau menjadi merah disebabkan oleh perubahan klorofil menjadi kromoplas, selain itu perubahan warna ini dapat disebabkan oleh degradasi klorofil.
20
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
(g)
(h)
(i)
(j)
(k)
(l)
(m) (n) (o) (p) Gambar 10 Perkembangan polong kecipir pada masing-masing umur panen (a) 24 HSB; (b) 27 HSB; (c) 30 HSB; (d) 33 HSB; (e) 36 HSB; (f) 39 HSB; (g) 42 HSB; (h) 45 HSB; (i) 48 HSB; (j) 51 HSB; (k) 54 HSB; (l) 57 HSB; (m) 60 HSB; (n) 63 HSB; (o) 66 HSB; (p) 69 HSB
Masak Fisiologi Benih Kecipir Benih kecipir dipanen perumur panen setelah polong berumur 24, 27, 30, 33, 36, 39, 42, 45, 48, 51, 54, 57, 60, 63, 66, 69 HSB. Pemanenan dilakukan setelah polong terbentuk sempurna dan terlihat berwarna hijau tua hingga berwarna coklat. Polong yang telah dipanen dipisahkan berdasarkan umur panen kemudian dilakukan ekstraksi dan pengukuran pada tolok ukur berat basah benih, berat kering benih, kadar air benih, untuk tolok ukur daya berkecambah, indeks vigor,
21 kecepatan tumbuh, dan keserempakan tumbuh polong dilakukan pengeringan terlebih dahulu dengan menggunakan sinar matahari selama 5-6 hari. Benih kecipir aksesi 1 dan aksesi 2 sebelum dilakukan pengeringan seperti yang ditunjukkan pada Lampiran 10 dan 11. Pengeringan dilakukan hingga polong kering dan mudah dikupas dengan kadar air berkisar antara 11-12 %. Benih kecipir aksesi 1 dan aksesi 2 setelah dilakukan pengeringan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 11.
(a) (b) Gambar 11 Perkembangan benih kecipir pada umur 24-69 HSB (a) aksesi 1, (b) aksesi 2 Benih kecipir aksesi 1 dan aksesi 2 tidak berbeda nyata pada tolok ukur berat basah benih, berat kering benih, kadar air benih, indeks vigor, daya berkecambah, potensi tumbuh maksimum, kecepatan tumbuh, dan keserempakan tumbuh seperti yang ditunjukkan pada Lampiran 12, 13, dan 14. Semakin meningkatnya umur panen terjadi kenaikan pada tolok ukur berat kering benih, daya berkecambah, indeks vigor, kecepatan tumbuh, dan keserempakan tumbuh benih, namun terjadi penurunan pada tolok ukur kadar air benih. Tabel 5 merupakan rekapitulasi hasil analisis ragam pada tolok ukur mutu fisiologi benih kecipir aksesi 1 dan aksesi 2. Tabel 5 Rekapitulasi hasil analisis ragam terhadap tolok ukur mutu fisiologi benih kecipir yang dihasilkan Tolok ukur Aksesi Berat basah benih tn Berat kering benih tn Kadar air benih tn Indeks vigor tn Daya berkecambah tn Potensi tumbuh maksimum tn Kecepatan tumbuh tn Keserempakan tumbuh tn Keterangan : tn = tidak berbeda nyata antara perlakuan aksesi 1 dan aksesi 2
Berat basah benih pada aksesi 1 dan 2 semakin bertambah seiring bertambahnya umur panen. Pada aksesi 1 dari umur panen 24-42 HSB terjadi peningkatan yaitu dari 1.6-3.8 g, dan mencapai maksimum pada 42 HSB yaitu
22
g
3.8 g. Semakin bertambah umur panen berat basah semakin menurun hingga 1.7 g pada umur panen 69 HSB. Pada aksesi 2 yaitu dari umur panen 24-48 HSB meningkat dari 1.5-3.6 g, dan mencapai maksimum pada 48 HSB yaitu 3.6 g, selanjutnya semakin bertambah umur panen berat basah semakin menurun hingga 1.9 g pada umur panen 69 HSB seperti yang ditunjukkan pada Gambar 12. Penurunan berat basah dapat disebabkan karena terjadi akumulasi cadangan makanan dan proses pemasakan. 4 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0
Aksesi 1 Aksesi 2
24 27 30 33 36 39 42 45 48 51 54 57 60 63 66 69 Umur panen (HSB)
Gambar 12 Berat basah benih kecipir aksesi 1 dan aksesi 2 Berat kering benih kecipir pada aksesi 1 dan aksesi 2 semakin bertambah seiring bertambahnya umur panen, berat kering benih maksimum pada aksesi 1 tercapai pada umur panen 51 HSB yaitu 1.80 g, sedangkan pada aksesi 2 berat kering benih mencapai maksimum pada umur panen 66 HSB yaitu 1.83 g, kemudian berat kering benih kecipir menurun, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 13. Menurut Waemata dan Ilyas (1989) berat kering benih buncis bertambah terus sejak 12 HSB yaitu 0.155 g, dan mencapai maksimum pada 30 HSB yaitu 5.610 g, sedangkan pada benih mentimun menurut Lumbangaol (2015) berat kering benih maksimum tercapai pada umur panen 33 HSB yaitu 2.6 g. Menurut Hakim (2014) berat kering benih yang tinggi dapat menggambarkan pemanfaatan cadangan makanan dalam benih efisien. Menurunnya berat kering benih kecipir setelah umur 51 HSB pada aksesi 1 dan umur 66 HSB pada aksesi 2, dapat disebabkan kerena benih yang ada di lapangan terus melakukan respirasi, sehingga cadangan makanan pada benih digunakan dalam proses respirasi. 2
g
1.5 1
Aksesi 1 Aksesi 2
0.5 0 24 27 30 33 36 39 42 45 48 51 54 57 60 63 66 69 Umur panen (HSB)
Gambar 13 Berat kering benih kecipir aksesi 1 dan aksesi 2
23
%
Kadar air benih kecipir mengalami penurunan seiring bertambahnya umur panen. Pada aksesi 1 kadar air tertinggi tercapai pada umur panen 24 HSB yaitu sebesar 79.65 %, setelah itu kadar air menurun hingga 10.74 % yaitu pada umur panen 69 HSB. Pada aksesi 2 kadar air tertinggi tercapai pada umur panen 24 HSB yaitu sebesar 77.38 %, setelah itu kadar air benih menurun hingga 11.63 % pada umur panen 69 HSB, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 14. Penurunan kadar air dapat terjadi karena terjadi pengeringan di lapang dan terjadi akumulasi cadangan makanan dan pemasakan seperti menurut Widajati et al. (2013) pada saat benih memasuki fase akumulasi cadangan makanan dan pemasakan, kadar air benih menurun. 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Aksesi 1 Aksesi 2
24 27 30 33 36 39 42 45 48 51 54 57 60 63 66 69 Umur Panen (HSB)
Gambar 14 Kadar air benih kecipir aksesi 1 dan aksesi 2 Indeks vigor merupakan tolok ukur untuk menentukan masak fisiologi. Indeks vigor pada aksesi 1 mengalami kenaikan seiring bertambahnya umur panen, indeks vigor terendah pada aksesi 1 dan 2 terjadi pada umur panen 24-30 HSB yaitu 0 %, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 15. Semakin bertambahnya umur panen, benih berkecambah namun memiliki indeks vigor yang masih rendah, hal ini dapat disebabkan karena pembentukan embrio dan membran belum sempurna dan akumulasi cadangan makanan dalam benih belum maksimal, seperti yang dikatakan Copeland dan Mcdonald (2001) bahwa beberapa jenis benih dapat berkecambah hanya beberapa hari setelah pembuahan, jauh sebelum masak fisiologinya tercapai, namun vigor dan daya berkecambah benih masih rendah, dibandingkan dengan benih yang sudah mencapai masak fisiologi. 120 100
%
80 60
Aksesi 1
40
Aksesi 2
20 0 24 27 30 33 36 39 42 45 48 51 54 57 60 63 66 69 Umur panen (HSB)
Gambar 15 Indeks vigor benih kecipir aksesi 1 dan aksesi 2
24 Menurut Kartika dan Ilyas (1994) pada kacang jogo pemanenan benih yang dilakukan pada umur 27 HSB sebelum mencapai masak fisiologi mengakibatkan vigor rendah. Pada fase tersebut pembentukan embrio dan membran belum sempurna dan akumulasi cadangan makanan dalam benih belum cukup untuk proses perkecambahan. Masak fisiologi benih kacang jogo terapai pada 36 HSB dengan vigor maksimum. Seiring bertambahnya umur panen indeks vigor benih kecipir semakin tinggi dan mencapai maksimum. Pada aksesi 1 mencapai maksimum pada umur panen 57 HSB yaitu sebesar 98 %, sedangkan pada aksesi 2 mencapai maksimum pada umur panen 57 HSB yaitu 95.66 %, selanjutnya indeks vigor mengalami penurunan. Menurut Taliroso (2008) nilai indeks vigor yang tinggi menunjukkan benih berkecambah lebih cepat, sehingga benih digolongkan dalam vigor kuat. Menurut Sadjad (1994), viabilitas benih adalah kemampuan benih untuk tumbuh normal pada kondisi optimum. Daya berkecambah benih kecipir mengalami kenaikan seiring bertambahnya umur panen. Pada aksesi 1 daya berkecambah mencapai maksimum pada umur panen 57 dan 60 HSB yaitu 99 % namun tidak berbeda nyata dengan umur panen 51 dan 54 HSB, sedangkan pada aksesi 2 daya berkecambah mencapai maksimum pada umur panen 48-57 HSB yaitu 100 %, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 16. Umur panen 57 dan 60 tidak berbeda dengan umur panen 60, 63, 66, dan 69 HSB meskipun terjadi penurunan seperti yang ditunjukkan pada Tabel 8, selanjutnya daya berkecambah mengalami penurunan karena deteriorasi benih di lapangan. 120 100
%
80 60
Aksesi 1 Aksesi 2
40 20 0 24 27 30 33 36 39 42 45 48 51 54 57 60 63 66 69 Umur panen (HSB)
Gambar 16 Daya berkecambah benih kecipir aksesi 1 dan aksesi 2 Potensi tumbuh maksimum pada aksesi 1 mencapai puncak pada umur panen 57 dan 60 HSB yaitu 100 %, sedangkan potensi tumbuh maksimum pada aksesi 2 tercapai pada umur panen 48-63 HSB yaitu 100 %, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 17. Potensi tumbuh maksimum benih menunjukkan benih sudah dapat tumbuh maksimum meskipun belum menjadi kecambah normal, selain itu tolok ukur potensi tumbuh maksimum benih menunjukkan bahwa benih tidak dormansi.
25 120 100
%
80 60
Aksesi 1
40
Aksesi 2
20 0 24 27 30 33 36 39 42 45 48 51 54 57 60 63 66 69 Umur panen (HSB)
Gambar 17 Potensi tumbuh maksimum benih kecipir aksesi 1 dan aksesi 2 Menurut Sadjad et al. (1999) kecepatan tumbuh dan keserempakan tumbuh benih merupakan salah satu tolok ukur uji vigor benih, yaitu vigor kekuatan benih. Benih vigor memiliki proses reaktivasi lebih cepat apabila kondisi tumbuh optimum dan proses metabolismenya tidak terhambat. Kecepatan tumbuh benih kecipir mengalami kenaikan seiring bertambahnya umur panen. Kecepatan tumbuh maksimum pada aksesi 1 tercapai pada umur panen 57 HSB yaitu 18.92 % etmal-1, sedangkan kecepatan tumbuh benih pada aksesi 2 mencapai maksimum pada umur panen 57 HSB yaitu 20.39 % etmal-1, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 18. 25
%/etmal
20 15 Aksesi 1 10
Aksesi 2
5 0 24 27 30 33 36 39 42 45 48 51 54 57 60 63 66 69 Umur panen (HSB)
Gambar 18 Kecepatan tumbuh benih kecipir aksesi 1 dan aksesi 2 Keserempakan tumbuh benih kecipir pada aksesi 1 mencapai maksimum pada umur panen 57 dan 60 HSB yaitu 100 %, sedangkan pada aksesi 2 mencapai maksimum pada umur panen 48-57 HSB yaitu 100 %. Menurut Lesilolo et al. (2013), keserempakan tumbuh benih yang tinggi mengindikasikan pertumbuhan tanaman dapat serempak dan kuat sehingga memiliki kekuatan tumbuh yang tinggi, perkembangan benih kecipir pada aksesi 1 dan 2 seperti ditunjukkan pada Gambar 19.
26 120 100 %
80 60
Aksesi 1
40
Aksesi 2
20 0 24 27 30 33 36 39 42 45 48 51 54 57 60 63 66 69 Umur panen (HSB)
Gambar 19 Keserempakan tumbuh benih kecipir aksesi 1 dan aksesi 2 Menurut Widajati et al. (2013) masak fisiologi benih merupakan suatu titik dalam periode perkembangan benih dengan ciri vigor benih maksimum, berat kering benih maksimum, kadar air benih rendah. Berdasarkan hasil penelitian dengan tolok ukur indeks vigor, daya berkecambah, potensi tumbuh maksimum, kecepatan tumbuh, dan keserempakan tumbuh benih kecipir pada aksesi 1 dan aksesi 2 mencapai maksimum pada 57 HSB, sedangkan berat kering benih pada aksesi 1 mencapai maksimum pada umur panen 51 HSB dan aksesi 2 yaitu pada 66 HSB, namun setelah dilakukan uji F pada tolok ukur berat kering benih umur panen 57 dan 51 pada aksesi 1 tidak berbeda nyata, selain itu pada umur panen 57 dan 66 pada aksesi 2 tidak berbeda nyata, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 6 dan 7. Tabel 6 Pengaruh umur panen terhadap berat basah, berat kering, kadar air dan indeks vigor pada benih kecipir aksesi 1 Aksesi 1 Umur panen BB BK KA IV 24 1.68e 0.34d 79.65a 0.00d 27 2.03de 0.50dc 74.89ab 0.00d 30 2.51cd 0.76c 69.49bc 0.00d 33 3.28ab 1.13b 66.13cd 5.67d 36 3.15bc 1.21b 62.08cde 47.00bc 39 3.22ab 1.20b 60.09de 68.67abc 42 3.89a 1.74a 53.93ef 80.00ab 45 3.51ab 1.61a 53.76ef 60.33abc 48 3.60ab 1.76a 49.64f 55.67bc 51 2.88bc 1.80a 32.66g 82.33ab 54 1.89de 1.46ab 21.12h 65.67abc 57 2.01de 1.68a 16.51ih 98.00a 60 2.03de 1.80a 12.84ih 74.33abc 63 1.95de 1.69a 12.67ih 65.67abc 66 1.95de 1.71a 12.24i 40.00c 69 1.77e 1.58a 10.74i 53.33bc Umur Panen ** ** ** ** CV 14.90 13.61 10.87 17.27 Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada masing-masing tolok ukur menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5 %, BB=berat basah, BK=berat kering, KA=kadar air, IV=indeks vigor, **=antar umur panen berbeda nyata.
27 Tabel 7
Pengaruh umur panen terhadap berat basah, berat kering, kadar air dan indeks vigor pada benih kecipir aksesi 2 Aksesi 2 Umur panen BB BK KA IV 24 1.58d 0.35g 77.38a 0.00d 27 1.95cd 0.49fg 74.84ab 0.00d 30 2.31c 0.69ef 68.83bc 0.00d 33 2.51bc 0.85e 66.16cd 4.33c 36 3.09ab 1.22d 60.25de 59.00abc 39 3.12a 1.31cd 58.48e 67.67abc 42 3.06ab 1.32cd 56.90e 83.00abc 45 3.44a 1.52bc 55.61e 93.33ab 48 3.60a 1.70ab 52.76e 91.00ab 51 2.53bc 1.56abc 33.45f 86.67abc 54 2.16cd 1.46bcd 32.36f 79.00abc 57 2.02cd 1.67ab 17.47g 95.67a 60 1.99cd 1.62ab 17.47g 63.33bc 63 2.12cd 1.82a 13.72g 78.00abc 66 2.10cd 1.83a 12.64g 83.33abc 69 1.93cd 1.70ab 11.63g 82.33abc Umur Panen ** ** ** ** CV 13.16 11.85 9.33 26.55
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada masing-masing tolok ukur menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5 %, BB=berat basah, BK=berat kering, KA=kadar air, IV=indeks vigor, **=antar umur panen berbeda nyata.
Masak fisiologi benih kecipir pada aksesi 1 dan aksesi 2 tercapai pada umur panen 57 HSB, namun pada umur panen 51, 54 dan 60 HSB benih pada aksesi 1 dan aksesi 2 memiliki daya berkecambah tidak berbeda nyata dengan umur panen 57 HSB, sehingga pemanenan dapat tetap dilakukan pada umur 51, 54, dan 60 HSB dengan daya berkecambah yang tetap optimum seperti yang ditunjukkan pada Tabel 8, dan pada umur panen 60 HSB kadar air benih pada aksesi 1 telah menurun dibandingkan dengan umur panen 57 HSB meskipun tidak berbeda nyata dengan uji F pada taraf 5 %. Seperti menurut Indris dan Sudharmawan (2010) daya berkecambah dan vigor benih kedelai varietas wilis mencapai maksimum pada 78 HST, namun pemanenan dapat dilakukan pada 83 HST melalui pendekatan kadar air benih. Umur 57 HSB benih kecipir pada aksesi 1 memiliki berat basah benih 2.01 g, berat kering benih 1.68 g, kadar air benih 16.51 %, indeks vigor mencapai 98 %, daya berkecambah benih 99 %, potensi tumbuh maksimum 100 %, kecepatan tumbuh benih 18.92 % etmal-1, keserempakan tumbuh benih 100 %. Pada aksesi 2 memiliki berat basah benih 2.02 g, berat kering benih 1.67 g, kadar air benih 17.47 %, indeks vigor mencapai 95.6 %, daya berkecambah benih 100 %, potensi tumbuh maksimum 100 %, kecepatan tumbuh benih 20.39 % etmal-1, keserempakan tumbuh benih 100 %. Pada umur 57 HSB polong kecipir berwarna coklat dan kering, bagian polong sudah terpisah dari benih, dan biji berwarna hitam pada aksesi 1 dan benih berwarna coklat muda pada aksesi 2, berbentuk bulat, apabila biji ditekan oleh kuku sudah keras.
28
Tabel 8 Pengaruh umur panen terhadap DB, PTM, KCT, dan KST pada benih kecipir aksesi 1 dan aksesi 2 Aksesi 1 Umur panen DB PTM KCT KST 24 0.00d 3.33e 0.00c 0.00d 27 1.00d 5.33e 0.00c 3.33d 30 3.33d 16.66e 1.31c 3.33d 33 6.66d 37.66d 1.22c 6.67d 36 70.00c 65.66c 5.81c 33.33cd 39 75.66bc 82.33b 13.78ab 66.67cbc 42 82.00abc 86.66ab 20.39a 93.33ab 45 70.00c 84.33ab 15.05ab 63.33abc 48 88.00abc 90.00ab 17.66ab 90.00ab 51 96.66a 96.66ab 18.14ab 96.67ab 54 93.33ab 94.66ab 15.96ab 86.67ab 57 99.00a 100.00a 18.92ab 100.00a 60 99.00a 100.00a 17.97ab 100.00a 63 89.66abc 96.66ab 14.82ab 83.33ab 66 85.33abc 96.66ab 12.30b 70.00abc 69 92.00ab 100.00a 12.87b 60.00bc Umur Panen ** ** ** ** CV 16.36 11.88 27.73 30.12 Umur panen Aksesi 2 DB PTM KCT KST 24 0.00c 4.33f 0.00c 0.00c 27 2.33c 8.66f 1.33c 6.66c 30 3.33c 23.33e 1.31c 3.33c 33 4.33c 50.00d 0.00c 0.00c 36 72.33b 69.00c 16.14ab 83.33ab 39 75.66b 86.66b 14.36b 76.66b 42 87.00ab 90.33ab 19.42a 90.00ab 45 94.66a 96.66ab 20.36a 93.33ab 48 100.00a 100.00a 20.02a 100.00a 51 100.00a 100.00a 17.37ab 100.00a 54 100.00a 100.00a 16.62ab 90.00ab 57 100.00a 100.00a 20.39a 100.00a 60 97.66a 100.00a 16.33ab 83.33ab 63 100.00a 100.00a 18.60ab 100.00a 66 97.66a 99.00a 16.84ab 100.00a 69 100.00a 100.00a 19.18a 100.00a Umur Panen ** ** ** ** CV 13.58 8.72 18.06 15.65 Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada masing-masing tolok ukur menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5 %, DB=daya berkecambah, PTM=potensi tumbuh maksimum, KCT=kecepatan tumbuh, KST=keserempakan tumbuh, **=antar umur panen berbeda nyata.
29
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Hasil pengamatan fenologi pembungaan kecipir pada aksesi 1 dan aksesi 2, 1). Kuncup bunga muncul pada 63-73 HST. 2). Lama dari kuncup bunga hingga bunga mekar yaitu 4-5 hari. 3). Lama bunga mekar hingga bunga layu yaitu 6-7 pukul 10.00 sampai dengan 17.00 WIB. 4). Lama bunga layu hingga muncul polong 3 – 5 hari. Masak fisiologi benih kecipir pada kedua aksesi tercapai pada umur panen 57 HSB. Pemanenan tetap dapat dilakukan pada umur panen 51, 54, dan 60 HSB dengan daya berkecambah yang tetap optimum. Saran Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai posisi polong pada tanaman untuk masing-masing umur panen agar diperoleh hasil yang lebih optimum untuk mutu fisiologi benih kecipir.
DAFTAR PUSTAKA Andrini A, Suharsi TK, Surahman M. 2013. Studi poliembrioni dan penentuan tingkat kemasakan fisiologis benih Japansche citroen berdasarkan warna kulit buah. J Horrt. 23(3): 195 – 202. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Produksi dan Produktivitas Pangan. http://www.bps.go.id [14 Januari 2015]. Copeland LO, Mc.Donald MB. 2001. Principles of Seed Science and Technology 4th ed. London (UK): Kluwer Academic Publishers. Darmawan J, Baharsjah JS. 2010. Dasar – Dasar Fisiologi Tanaman. Bogor (ID): SITC. Facino A. 2012. Penawaran kedelai dunia dan kemitraan impor kedelai Indonesia serta kebijakan perkedelaian nasional [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Fewlees G. 2006. Phenology [diunduh 2015 Jan 14]. Tersedia pada: http://www.uwgb.edu/biodiversity/phenology/index.htm. Gomez KA, Gomez AA. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian Edisi Kedua. Sjamsuddin E, Baharsjah JS, penerjemah. Jakarta (ID): UI Pr. Terjemahan dari: Statistical Procedures for Agricultural Research. Hakim MAR. 2014. Penentuan masak fisiologi dan ketahanan benih kenikir (Cosmos caudatus Kunth) terhadap desikasi. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Handayani T. 2013. Kecipir (Psophocarpus tetragonolobus L) potensi lokal yang terpinggirkan. IPTEK tanaman sayuran, No 001.
30 Hidayat IM, Kirana R, Gaswanto R, Kusmana. 2006. Petunjuk Teknis Budidaya dan Produksi Benih Beberapa Sayuran Indigenous. Bandung (ID): Balitsa. Idris, Sudharmawan AAK. 2010. Pengaruh umur panen terhadap viabilitas benih kedelai varietas wilis. Crop Agro. 3(2) Ilyas S. 2012. Ilmu dan Teknologi Benih. Bogor (ID): IPB Press. Jamsari, Yaswendri, Kasim M. 2007. Fenologi Perkembangan Bunga dan Buah spesies Uncaria gambir. Biodiversitas. 8(2):141-146. Justice OL, Bass LN. 2002. Prinsip dan Praktek Penyimpanan Benih. Roesli R, Penerjemah. Jakarta (ID): Grafindo Persada. Terjemahan dari: Principles and Practice of Seed Storage. 446 p. Kartika E, Ilyas S. 1994. Pengaruh tingkat kemasakan benih dan metode konservasi terhadap vigor benih dan vigor kacang jogo (Phaseolus vulgaris L.) Bul. Agron. 22 (2): 44 – 59. Kristiani S. 2014. Kualitas benih tiga aksesi kacang merah (Phaseolus vulgaris L.) pada tiga umur panen. Vegetalika. 3(3):63 – 77. [KEMENTAN] Kementrian Pertanian. 2013. Pengembangan Budidaya Kacang Lain. Jakarta (ID): Direktorat Buakabi Krisnawati A. 2010. Keragaman genetik dan potensi pengembangan kecipir (Psophocarpus tetranogolobus L.) di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian 29(3): 113-119. Kusmana, Hidayat IM, Kirana R, Gaswanto R. 2008. Petunjuk Teknis Budidaya dan Produksi Benih Beberapa Sayuran Indigenous. Bandung (ID): PPPH BPPT Departemen Pertanian. Lesilolo MK, Riry J, Matatula EA. 2013. Pengujian viabilitas dan vigor benih beberapa jenis tanaman yang beredar di pasaran kota Ambon. Agrologia. 2:1. Lingga L. 2010. Cerdas Memilih Sayuran. Jakarta (ID): PT Agromedia Pustaka. Lumbangaol B. 2015. Studi fenologi dan akumulasi satuan bahang dalam penentuan masak fisiologis benih mentimun (Cucumis sativus L.). [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Mattalini P. 2007. Pengaruh Kombinasi Biji Kedelai (Glycine max (L) Merill). dan Biji Kecipir (Psophocarpus tetragonolobus (L) DC.) terhadap Kualitas Tahu. Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan. 5(1):17-31. Melati. 2012. Biofisik benih sambiloto. WPPTI. 18(3): 30 – 31. Noviani RW. 2011. Upaya Induksi Pembungaan Kacang Tunggak (Vigna unguiculata L Walp) di luar musim dengan beberapa kerapatan tumpangsari jagung (Zea mays). [Skripsi]. Surakarta (ID): Universitas Sebelas Maret. Nusifera S, Murdaniangsih HK, Rachmadi M, Karuniawan A. 2011. Respon 12 aksesi kecipir (Psophocarpus tetragonolobus L. DC) terhadap pemangkasan reproduktif pada musim hujan di Jatinangor. Jurnal agribisnis dan pengembangan wilayah. 3 (1). Putri YU. 2010. Studi pembuatan tepung biji kecipir (Psophocarpus tetragonolobus L.) dengan metode penggilingan basah dan analisis sifat fisiko kimia serta karakteritik fungsionalnya. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Radzevicius A, Viskelis P, Viskelis J, Karkleliene R, Juskevicienene D. 2014. Tomato Fruit Color Changes During Ripening on Vine. Internasional Journal of Biological, Food, Veterinary and Agricultural Engineering. 8 (2).
31 Rahayu AD. 2015. Pengamatan uji daya berkecambah dan optimalisasi substrat perkecambahan benih kecipir (Psophocarpus tetragonolobus (L.) DC). [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Rubatzky VE, Yamaguchi M. 1999. World Vegetables (Principle, Production, and Nutrient Values) 2nd ed. [Maryland]: Aspen publishers. Sadjad S. 1994. Kuantifikasi Metabolisme Benih. Jakarta (ID): PT Gramedia Widiasarana Indonesia (Grasindo). Sadjad S, Murniati E, Ilyas S. 1999. Parameter Pengujian Vigor Benih. Jakarta (ID): PT Grasindo Setyaningrum HD, Saparinto C. (2012). Panen Sayur secara Rutin di Lahan Sempit. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Sutoyo. 2011. Fotoperiode dan pembungaan tanaman. Buana Sains. 11(2):137144 . Tabla VP, Vargas. 2004. Phenology and Phenotypic Natural Selection on the Flowering Time of a Deceit-Pollinated Orchid (Mymecophila christinae). Annal of Botany. 94(2):243-250. [diunduh 2015 jan 14]. Tersedia pada: http://aob.oxfordjournals.org/cgi/content/full/94/2/243. Taliroso D. 2008. Deteksi status vigor benih kedelai (Glycine max (L). Merr) melalui metode uji daya hantar listrik. [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Tjitrosoepomo G. 2007. Morfologi Tumbuhan. Yogyakarta (ID): Gajah Mada University Press Undang-Undang Republik Indonesia No. 12, 1992. tentang Sistem Budidaya Tanaman, pasal 1, ayat 4, Republik Indonesia. Waemata S, Ilyas S. (1989). Pengaruh tingkat kemasakan, kelembaban relatif ruang simpan dan periode simpan terhadap viabilitas benih buncis (Phaseolus vulgaris L). Bul Agron. 18 (2). Widajati E, Murniati E, Palupi ER, Kartika T, Suhartanto MR, Qadir A. 2012. Dasar Ilmu dan Teknologi Benih. Bogor (ID): IPB Pr. Yunnita. 2013. Pengaruh gibberellic acid (GA3) terhadap kacang tanah (Arachis hypogea L) pada fase generatif. [Skripsi]. Bengkulu (ID): Universitas Bengkulu.
32
33
LAMPIRAN
34 Lampiran 1 Daya tumbuh benih dan lama fase vegetatif pada aksesi 1 dan aksesi 2 Aksesi DT (%) LFV (HST) 1 93.333 72.667 2 90.667 77.333 tn tn Pr > F Keterangan :
tn
= tidak berbeda nyata antara perlakuan aksesi 1 dan aksesi 2, DT = daya tumbuh, LFV = lama fase vegetatif, HST = hari setelah tanam. Pengamatan DT dilakukan pada hari ke 14 setelah tanam pada semua populasi, pengamatan LFV dilakukan dari waktu tanam hingga muncul kuncup 50 % dari semua populasi
Lampiran 2 Tinggi tanaman pada aksesi 1 dan aksesi 2 Tinggi tanaman (cm) Aksesi 2 MST 4 MST 6 MST 1 1.7 12.8 110 2 2.0 18.3 127 tn tn tn Pr > F Keterangan :
= tidak berbeda nyata antara perlakuan aksesi 1 dan aksesi 2. MST = minggu setelah tanam
8 MST 60.1 68.2 tn
tn
= tidak berbeda nyata antara perlakuan aksesi 1 dan aksesi 2. MST = minggu setelah tanam,
Lampiran 4 Jumlah cabang pada aksesi 1 dan aksesi 2 Jumlah cabang Aksesi 4 MST 1 0 2 0 Pr > F Keterangan :
tn
tn
Lampiran 3 Jumlah daun pada aksesi 1 dan aksesi 2 Jumlah daun (Helai) Aksesi 2 MST 4 MST 6 MST 1 1.0 7.3 24.5 2 1.1 7.5 25.1 tn tn tn Pr > F Keterangan :
8 MST 285.1 285.3
8 MST 10.667a 10.767a tn
tn
= tidak berbeda nyata antara perlakuan aksesi 1 dan aksesi 2. MST = minggu setelah tanam
Lampiran 5 Jumlah mahkota bunga, jumlah benangsari, panjang tangkai bunga utama, panjang anak tangkai bunga pada aksesi 1 dan aksesi 2 Aksesi JMB JBS PTBU (cm) PATB (cm) 1 5 10 12.4 0.5 2 5 10 13.1 0.5 tn tn tn tn Pr > F Keterangan :
tn
= tidak berbeda nyata antara perlakuan aksesi 1 dan aksesi 2, JBM = jumlah mahkota bunga, JBS = jumlah benang sari, PTBU = panjang tangkai bunga utama, PATB = panjang anak tangkai bunga. Pengamatan JMB, JBS, PTBU, PATB dilakukan pada tanaman pinggir dengan masing-masing ulangan 10 tanaman sampel dan setiap tanaman diambil satu bunga.
35 Lampiran 6 Jumlah inflorensent pertanaman, jumlah kuncup perinflorensent, jumlah kuncup mekar perinflorensent, jumlah polong terbentuk perinflorensent, jumlah kuncup rontok perinflorensent pada aksesi 1 dan aksesi 2 Aksesi JIP JKI JKMPI JPTPI JKRPI 1 26,0 5.1 1.8 0.5 4.6 2 18.7 5.0 1.6 0.3 4.3 tn tn tn tn tn Pr > F Keterangan :
tn
= tidak berbeda nyata antara perlakuan aksesi 1 dan aksesi 2, JIP = jumlah inflorensent pertanaman, JKI = jumlah kuncup perinflorensent, JKMPI = jumlah kuncup mekar perinflorensent, JPTPI = jumlah polong terbentuk perinflorensent, JKRPI = jumlah kuncup rontok perinflorensent. JIP, JKI, JKMPI, JPTPI, JKRPI diamati pada 10 tanaman sampel dan setiap tanaman diamati satu inflorensent
Lampiran 7 Lama fase kuncup hingga mekar, lama fase mekar hingga layu, waktu muncul polong, lama muncul polong dari bunga layu, jumlah biji perpolong, jumlah biji hampa perpolong pada aksesi 1 dan aksesi 2 LFKHM LFMHL WMP LMPDBL JBPP JBHPP Aksesi (Hari) (Menit) (HST) (Hari) (Biji) (Biji) 1 3.7 364 89 3.4 12 0.1 2 3.6 352 90 3.3 11 0.2 tn tn tn tn tn tn Pr > F Keterangan :
tn
= tidak berbeda nyata antara perlakuan aksesi 1 dan aksesi 2, LFKHM = lama fase kuncup hingga mekar, LFMHL = lama fase mekar hingga layu, WMP = waktu muncul polong, LMPDBL = lama muncul polong dari bunga layu, JBPP = jumlah biji perpolong, JBHPP = jumlah biji hampa perpolong. LFKHM, LFMHL, WMP, LMPDBL, JBPP, JBHPP diamati pada 10 tanaman sampel dan setiap tanaman diamati satu bunga
Lampiran 8 Perkembangan kuncup pada aksesi 1 dan aksesi 2 Perkembangan Kuncup (cm) Aksesi 1HSMK 2HSMK 3HSMK 4HSMK 1 1.240 1.710 2.460 2.903 2 1.233 1.830 2.593 2.953 tn tn tn tn Pr > F
5HSMK 2.900 3.030 tn
Keterangan : tn = tidak berbeda nyata antara perlakuan aksesi 1 dan aksesi 2. HSMK = hari setelah muncul kuncup
36 Lampiran 9 Perkembangan panjang polong pada aksesi 1 dan aksesi 2 Aksesi Perkembangan polong (cm) Pr > F 1 2 tn H1 3.4633 3.3866 tn H3 6.1067 6.5233 tn H5 9.4933 9.4867 tn H7 13.046 12.820 tn H9 16.363 15.500 tn H11 18.976 17.676 tn H13 20.920 19.356 tn H15 20.777 19.917 tn H17 21.983 19.996 tn H19 22.143 20.290 tn H21 22.227 21.017 tn H23 22.167 21.370 tn H25 22.260 21.370 tn H27 22.270 21.513 tn H29 22.250 21.640 tn H31 22.220 21.767 tn H33 22.180 21.880 tn H35 22.167 22.050 tn H37 22.173 22.227 tn H39 22.190 22.363 tn H41 22.187 22.493 tn H43 22.143 22.617 tn H45 22.120 22.740 tn H47 22.097 22.870 tn H49 22.087 23.000 tn H51 22.080 23.130 Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada masing-masing tolok ukur menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5 % , tn = tidak berbeda nyata antara perlakuan aksesi 1 dan aksesi 2. H = hari ke-, perkembangan panjang polong diamati setiap dua hari sekali, diamati pada 10 tanaman sampel per ulangan dan setiap tanaman sampel diamati satu polong.
37 Lampiran 10 Perkembangan benih pada aksesi 1 berdasarkan umur panen sebelum dikeringkan. (a) 24 HSB; (b) 27 HSB; (c) 30 HSB; (d) 33 HSB; (e) 36 HSB; (f) 39 HSB; (g) 42 HSB; (h) 45 HSB; (i) 48 HSB; (j) 51 HSB; (k) 54 HSB; (l) 57 HSB; (m) 60 HSB; (n) 63 HSB; (o) 66 HSB; (p) 69 HSB
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
(g)
(h)
(i)
(j)
(k)
(l)
(m)
(n)
(o)
(p)
38
Lampiran 11
Perkembangan benih pada aksesi 2 berdasarkan umur panen sebelum dikeringkan. (a) 24 HSB; (b) 27 HSB; (c) 30 HSB; (d) 33 HSB; (e) 36 HSB; (f) 39 HSB; (g) 42 HSB; (h) 45 HSB; (i) 48 HSB; (j) 51 HSB; (k) 54 HSB; (l) 57 HSB; (m) 60 HSB; (n) 63 HSB; (o) 66 HSB; (p) 69 HSB
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
(g)
(h)
(i)
(j)
(k)
(l)
(m)
(n)
(o)
(p)
39 39 Lampiran 12 Berat basah benih, berat kering benih dan kadar air benih pada aksesi 1 dan aksesi 2 Aksesi 1 2 Pr > F
24 1.6800 1.5887
27 2.0347 1.9523
30 2.5170 2.3167
33 3.2803 2.5113
36 3.1500 3.0967
39 3.2247 3.1280
42 3.8943 3.0610
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
Aksesi 1 2 Pr > F Aksesi
24 0.34133 0.35767
27 0.50800 0.49100
30 0.76800 0.69433
33 1.13900 0.85000
36 1.2100 1.2297
39 1.2000 1.3157
tn
tn
tn
tn
tn
tn
BB (g) Waktu Panen (HSM) 45 48 51 3.5147 3.6000 2.8823 3.4467 3.6057 2.5313 tn
tn
tn
BKB (g) Waktu Panen (HSM) 42 45 48 51 1.7463 1.6143 1.76800 1.8010 1.3203 1.5220 1.70467 1.5613 tn
tn
tn
tn
KA (%) Waktu Panen (HSM) 42 45 48 51 53.933 53.762 49.642 32.661 56.907 55.613 52.768 33.450
54 1.8943 2.1633
57 2.0170 2.0263
60 2.0390 1.9977
63 1.9510 2.1200
66 1.9553 2.1010
69 1.9323 1.7723
tn
tn
tn
tn
tn
tn
54 1.4623 1.4600
57 1.6820 1.6720
60 1.7743 1.6277
63 1.8233 1.6977
66 1.7153 1.8310
69 1.5823 1.7067
tn
tn
tn
tn
tn
tn
24 27 30 33 36 39 54 57 60 63 66 69 1 79.657 74.8933 69.498 66.135 62.086 60.098 21.125 16.512 12.844 12.673 12.2430 10.7417 2 77.387 74.8443 68.830 66.167 60.250 58.487 32.360 17.474 17.476 13.720 12.6457 11.6363 tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn Pr > F tn Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada masing-masing tolok ukur menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5 % , = tidak berbeda nyata antara perlakuan aksesi 1 dan aksesi 2. BB = berat basah benih, BKB = berat kering benih, KA = Kadar air benih H = hari ke-, perkembangan panjang polong diamati setiap dua hari sekali, diamati pada 10 tanaman sampel per ulangan dan setiap tanaman sampel diamati satu polong. Pengujian BB, BKB dan KA setelah panen langsung dikeluarkan dari polong dan dilakukan pengujian, pengujian dilakukan pada 3 sampel per ulangan masing-masing menggunakan 5 butir benih. BKB dan KA diukur setelah dikeringkan dalam oven menggunakan suhu rendah 103±1 selama 17 jam.
40 Lampiran 13 Indeks vigor, daya berkecambah, potensi tumbuh maksimum pada aksesi 1 dan aksesi 2 Aksesi 1 2 Pr > F
24 0 0 -
27 0 0 -
30 0 0 -
33 5.667 4.333
36 47.000 59.000
39 68.667 67.667
tn
tn
tn
Aksesi 1 2 Pr > F
24 0 0 -
27 1.000 2.333
30 3.333 3.333
33 6.667 4.333
36 70.000 72.333
39 75.67 75.67
tn
tn
tn
tn
tn
IV (%) Waktu Panen (HSM) 42 45 48 80.00 60.33 55.67 83.00 93.33 91.00 tn
tn
tn
51 82.33 86.67
54 65.67 79.00
57 98.000 95.667
60 74.33 63.33
63 65.67 78.00
66 40.00 83.33
69 53.33 82.33
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
54 93.333 100.000
57 99.000 100.000
60 99.000 97.667
63 89.667 100.000
66 85.333 97.667
69 92.000 100.000
tn
tn
tn
tn
tn
tn
DB (%) Waktu Panen (HSM) 42 45 48 51 82.00 70.00 88.000 96.667 87.00 94.67 100.000 100.000 tn
tn
tn
tn
PTM (%) Aksesi
Waktu Panen (HSM)
24 27 30 33 36 39 42 45 48 51 54 57 60 63 66 69 1 3.333 5.333 16.667 37.667 65.667 82.333 86.667 84.333 90.000 96.667 94.667 100.0 100.0 96.667 96.667 100.0 2 4.333 8.667 23.333 50.000 69.000 86.667 90.333 96.667 100.000 100.000 100.000 100.0 100.0 100.000 99.000 100.0 tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn Pr > F tn Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada masing-masing tolok ukur menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5 % , = tidak berbeda nyata antara perlakuan aksesi 1 dan aksesi 2. IV = indeks vigor, DB = daya berkecambah, PTM = potensi tumbuh maksimum. Pengujian IV, DB, PTM dilakukan dengan mengecambahkan benih sebanyak 10 butir per ulangan, pengamatan IV dilakukan pada hitungan pertama yaitu hari ke 6, pengamatan DB dilakukan dengan menghitung jumlah kecambah normal pada hari ke6 dan hari ke 8, pengamatan PTM dilakukan dengan menjumlahkan kecambah normal maupun abnormal pada hari ke 8.
41 41
Lampiran 14 Kecepatan tumbuh benih dan keserempakan tumbuh benih pada dua aksesi 1
Aksesi 1 2 Pr > F Aksesi
24 0 0 -
27 0.000 1.333 tn
30 1.310 1.310 -
33 1.223 0.000
36 5.810 16.143
39 13.7800 14.3667
42 20.3900 19.4200
tn
tn
tn
tn
KCT (%etmal- ) Waktu Panen (HSM) 45 48 51 15.053 17.667 18.147 20.367 20.023 17.373 tn
tn
tn
KST (%) Waktu Panen (HSM) 45 48 51 63.33 90.000 96.667 93.33 100.000 100.000
54 15.963 16.623
57 18.920 20.390
60 17.970 16.337
63 14.827 18.603
66 12.303 16.840
69 12.877 19.180
tn
tn
tn
tn
tn
tn
24 27 30 33 36 39 42 54 57 60 63 66 69 1 0 3.333 3.333 6.667 33.33 66.667 93.333 86.67 100.0 100.000 83.333 70.00 60.00 2 0 6.667 3.333 0.000 83.33 76.667 90.000 90.00 100.0 83.333 100.000 100.00 100.00 tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn Pr > F tn Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada masing-masing tolok ukur menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5 % , = tidak berbeda nyata antara perlakuan aksesi 1 dan aksesi 2. KCT = kecepatan tumbuh, KST = keserempakan tumbuh, “ = data ditransformasikan dengan log (x+10)
42
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sukabumi pada tanggal 26 Desember 1992 dari Bapak Ateng Hery Gahara dan Ibu Ida Sudarsih. Penulis adalah anak ke dua dari tiga bersaudara. Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Pelabuhanratu dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Program Keahlian Teknologi Industri Benih di Diploma IPB. Tahun 2013 penulis lulus seleksi masuk program sarjana IPB melalui program Alih Jenis dan diterima di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan di IPB, penulis aktif mengikuti organisasi sebagai anggota Gabungan Mahasiswa Pertanian (Gamaperta) dalam divisi pengabdian masyarakat Diploma IPB 2010 – 2011. bulan Februari – Maret 2013 penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapang di Balai Pengembangan Benih Hortikultura dan Aneka Tanaman (BPBHAT) Sumedang Jawa Barat. Penulis juga menjadi asisten praktikum mata kuliah Teknik Pengelolaan Tenaga Kerja di Diploma, dan mengikuti kepanitiaan FBBN 2014 sebagai anggota divisi Humas Organizing Commite.