MODEL PEMBELAJARAN AIR (AUDITORY INTELLECTUALLY REPETITION) BERBANTUAN MAKE A MATCH SEBAGAI INOVASI PEMBELAJARAN UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA SEKOLAH DASAR
Fembriani Universitas Widya Dharma Klaten
[email protected]
ABSTRAK Makalah ini bertujuan untuk mengetahui penerapan pembelajaran model pembelajaran auditory intellectually repetition (AIR) berbatuan make a match sebagai inovasi pembelajaran untuk meningkatan hasil belajar siswa sekolah dasar. Penerapan model auditory, intellectually dan repetition berbantuan make a match sebagai inovasi pembelajaran di sekolah dasar adalah pembelajaran yang memberikan pengalaman yang bermakna dan menyenangkan karena di dalamnya di berikan permainan menjodohkan kartu pertanyaan dan jawaban. Peserta didik mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik, dalam suasana yang menyenangkan. Model pengajaran ini dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan auditory, intellectually dan repetition sehingga dapat meningkatkan penguasaan dan pengetahuan faktual siswa. Pencapaiannya dapat dilihat dari hasil pembelajaran yang dilakukan siswa, yaitu tentang penguasaan isi akademik. Kata kunci:
model Auditory Intellectually Repetition; make a match.
222
I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pendidikan di Indonesia berkembang dengan baik. Peningkatan mutu pendidikan dirasakan sebagai suatu kebutuhan bangsa yang ingin maju. Dengan keyakinan bahwa pendidikan yang bermutu dapat menunjang pembangunan disegala bidang. Oleh sebab itu perlu adanya pemahaman tentang dasar dan tujuan pendidikan secara mendalam. Model pembelajaran auditory intellectually repetition (AIR) pada siswa sekolah dasar akan lebih bermakna jika dipadukan dengan make a match. Model pengajaran ini dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan Auditory, Intellectually dan Repetition sehingga dapat meningkatkan penguasaan dan pengetahuan faktual siswa pada kurikulum yang terintegrasi. Pencapaiannya dapat dilihat dari hasil pembelajaran yang dilakukan siswa, yaitu tentang penguasaan isi akademik terdiri beberapa ranah pencapaian hasil belajar yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Hasil belajar melahirkan peserta didik yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif melalui penguatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi. 1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan model pembelajaran Auditory intellectually Repetition (AIR)? 2. Apa yang dimaksud dengan make a match ? 3. Bagaimana penerapan model pembelajaran Auditory intellectually Repetition (AIR) berbantuan make a match sebagai inovasi pembelajaran pada siswa sekolah dasar?
II. PEMBAHASAN 2.1 MODEL PEMBELAJARAN AUDITORY INTELLECTUALLY REPETITION (AIR) Model pembelajaran AIR (Auditory Intellectually Repetition) adalah suatu model pembelajaran yang menekankan pada kegiatan belajar siswa, dimana siswa secara aktif membangun sendiri pengetahuannya secara pribadi maupun kelompok, dengan cara mengintegrasikan ketiga aspek tersebut. AIR adalah singkatan dari Auditory, Intelectually and Repetition. Pembelajaran seperti ini menganggap bahwa akan efektif apabila memperhatikan tiga hal tersebut. Auditory yang berarti bahwa indera telinga digunakan dalam belajar dengan cara mendengarkan, menyimak, berbicara, persentasi, argumentasi, mengemukakan pendapat dan menanggapi. Intectual berpikir yang berarti bahwa kemampuan berpikir perlu dilatih melalui 223
latihan bernalar, mencipta, memecahkan masalah, mengkonstruksi dan menerapkan. Repetition yang berarti pengulangan, agar pemahaman lebih mendalam dan lebih luas, siswa perlu dilatih melalui pengerjaan soal, pemberian tugas atau kuis. (Suherman, 2012:18). Pembelajaran dengan Auditory Intellectually Repetition harus diintegrasikkan sedemikian rupa sehingga nantinya akan tercipta lingkungan belajar yang kondusif dan menyenangkan. Istilah AIR diambil dari kependekan unsur-unsurnya yaitu Auditory, Intellectually dan Repetition. Adapun penjelasan mengenai unsur-unsur AIR adalah sebagai berikut: 1. Auditory (A) Auditory adalah belajar dengan berbicara dan mendengarkan, menyimak, presentasi, argumentasi, mengemukakan pendapat, dan menanggapi. Menurut Meier (2002:96) ada beberapa gagasan untuk meningkatkan penggunaan auditory dalam belajar, diantaranya : a. Mintalah siswa untuk berpasangan, membincangkan secara terperinci apa yang baru mereka pelajari dan bagaimana menerapkannya. b. Mintalah siswa untuk mempraktikan sesuatu keterampilan atau memperagakan suatu konsep sambil mengucapkan
secara terperinci apa yang sedang mereka kerjakan. c. Mintalah siswa untuk berkelompok dan berbicara saat menyusun pemecahan masalah. Dari ketiga gagasan tersebut dimulai dari siswa dikumpulkan dalam beberapa kelompok dan mempraktekan secara bersamasama untuk menyelesaikan masalah, tentunya ketiga aspek tersebut dapat menumbuhkan komunikasi siswa dalam kelas sehingga siswa berperan aktif dikelas. Auditory yang dimaksud disini yaitu ketika kita membuat suara sendiri dengan berbicara beberapa area penting di otak kita menjadi aktif. 2. Intellectually ( I ) Intellectually adalah belajar dengan berfikir untuk menyelesaikan masalah, kemampuan berfikir perlu dilatih dengan latihan bernalar, menciptakan, memecahkan masalah, mengkonstruksi dan menerapakan. Meier (2002:100) Intellectually dalam belajar akan terlatih jika guru mengajak siswa terlibat dalam aktivitas memecahkan masalah, menganalisis pengalaman, mencari dan menyaring informasi, merumuskanpertanyaan. Dalam hal ini guru harus mampu merangsang, mengarahkan, memelihara dan meningkatkan intensitas proses berfikir siswa guna mencapai kompetensi yang akan dicapai. 3. Repetition ( R ) 224
Repetition merupakan pengulangan yang bermakna mendalami, memantapkan dengan cara siswa dilatih melalui pemberian tugas atau kuis. Dengan adanya latihan dan pengulangan akan membantu proses mengingat. Pengulangan yang dilakukan tidak berarti dilakukan dengan bentuk pertanyaan atau informasi yang sama, melainkan dalam bentuk informasi yang bervariatif sehingga tidak membosankan. Dengan pemberian soal dan tugas, siswa akan mengingat informasiinformasi yang diterimanya dan terbiasa untuk menyelesaikan permasalaha-permasalahan Model pembelajaran ini dalam hal ini siswa di tempatkan sebagai pusat perhatian utama dalam kegiatan pembelajaran melalui tahapan-tahapannya, siswa diberikan kesempatan secara aktif membangun sendiri pengetahuannya secara pribadi maupun kelompok. Di samping itu, guru yang menggunakan model pembelajaran ini bertanggung jawab penuh dalam mengidentifikasi tujuan pembelajaran, struktur materi, dan keterampilan dasar yang akan diajarkan. Kemudian menyampaikan pengetahuan kepada siswa, memberikan pemodelan atau demonstrasi, memberikan kesempatan pada siswa untuk berlatih menerapkan konsep atau keterampilan yang telah dipelajari, dan memberikan umpan balik lengkap dengan
gambar dan suara membentuk karakter sama dengan obyek aslinya. 2.2 MAKE A MATCH Rusman (2011: 223-233) Make A Match (membuat pasangan) merupakan salah satu jenis dari metode dalam pembelajaran kooperatif. Metode ini dikembangkan oleh Lorna Curran (1994). Salah satu cara keunggulan teknik ini adalah peserta didik mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik, dalam suasana yang menyenangkan. Make A Match atau bertukar pasangan merupakan teknik belajar yang memberi kesempatan siswa untuk bekerja sama dengan orang lain. Teknik ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik (Anita Lie,2008: 56). Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa make a match adalah suatu teknik pembelajaran make a match adalah teknik mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam semua mata pelajaran dan tingkatan kelas. Teknik pembelajaran make a match dilakukan di dalam kelas dengan suasana yang menyenangkan karena dalam pembelajarannya siswa dituntut untuk berkompetisi mencari pasangan dari kartu yang 225
sedang dibawanya dengan waktu yang cepat. Langkah-langkah make a match (membuat pasangan) ini adalah sebagai berikut: 1. Guru menyiapkan beberapa konsep/topik yang cocok untuk sesi review (satu sisi kartu soal dan satu sisi berupa kartu jawaban beserta gambar). 2. Setiap peserta didik mendapat satu kartu dan memikirkan jawaban atau soal dari kartu yang dipegang. 3. Peserta didik mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (kartu soal/kartu jawaban), peserta didik yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi point) 4. Setelah itu babak dicocokkan lagi agar tiap peserta didik mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya. Make a match dapat melatih siswa untuk berpartisipasi aktif dalam pembelajaran secara merata serta menuntut siswa bekerjasama dengan anggota kelompoknya agar tanggung jawab dapat tercapai, sehingga semua siswa aktif dalam proses pembelajaran. Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Make A Match Kelebihan dan kelemahan Make A Match menurut Miftahul Huda (2013: 253-254) adalah : (1) dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, baik secara kognitif maupun fisik; (2) karena ada unsur
permainan, metode ini menyengkan; (3) meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari dan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa; (4) efektif sebagai sarana melatih keberanian siswa untuk tampil presentasi; dan (5) efektif melatih kedisiplinan siswa menghargai waktu untuk belajar. Kelemahan media Make A Match antara lain: (1) jika strategi ini tidak dipersiapkan dengan baik, akan banyak waktu yang terbuang; (2) pada awal-awal penerapan metode, banyak siswa yang akan malu berpasangan dengan lawan jenisnya; (3) jika guru tidak mengarahkan siswa dengan baik, akan banyak siswa yang kurang memperhatikan pada saat presentasi pasangan; (4) guru harus hati-hati dan bijaksana saat member hukuman pada siswa yang tidak mendapat pasangan, karena mereka bisa malu; dan (5) menggunakan metode ini secara terus menerus akan menimbulkan kebosanan. 2.3 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN AUDITORY INTELLECTUALLY REPETITION (AIR) BERBANTUAN MAKE A MATCH SEBAGAI INOVASI PEMBELAJARAN UNTUK SISWA SEKOLAH DASAR Inovasi pembelajaran adalah pembelajaran yang 226
menggunakan ide atau teknik/metode yang baru untuk melakukan langkah-langkah belajar, sehingga memperoleh kemajuan hasil belajar yang diinginkan. Berdasarkan definisi secara harfiah pembelajaran inovatif, terkandung makna pembaharuan. Inovasi pembelajarandi sekolah dasar muncul dari perubahan paradigma pembelajaran. Perubahan paradigma pembelajaran berawal dari hasil refleksi terhadap eksistensi paradigma lama yang mengalami perubahan menuju paradigma baru yang diharapkan mampu memecahkan masalah. Pembelajaran di sekolah dasar terpusat pada guru sampai saat ini masih menemukan beberapa kelemahan. Kelemahan tersebut dapat dilihat pada saat berlangsungnya proses pembelajaran di kelas, interaksi aktif antara siswa dengan guru atau siswa dengan siswa jarang terjadi. Siswa kurang terampil menjawab pertanyaan atau bertanya tentang konsep yang diajarkan. Siswa kurang bisa bekerja dalam kelompok diskusi dan pemecahan masalah yang diberikan. Mereka cenderung belajar sendiri-sendiri. Pengetahuan yang didapat bukan dibangun sendiri secara bertahap oleh siswa atas dasar pemahaman sendiri. Karena siswa jarang menemukan jawaban atas permasalahan atau konsep yang dipelajari. Oleh karena itu agar pembelajaran bermakna perlu
menggunakan model pembelajaran AIR (Auditory Intellectually Repetition) berbantuan make a match sebagai inovasi pembelajaran yang bermakna dan menyenangkan. Penerapan model pembelajaran AIR (Auditory Intellectually Repetition) berbantuan make a match diharapkan dapat memupuk kerja sama siswa dalam menjawab pertanyaan dengan mencocokkan kartu yang yang ada di tangan mereka, proses pembelajaran lebih menarik dan nampak sebagian besar siswa lebih antusias mengikuti proses pembelajaran, dan keaktifan siswa tampak sekali pada saat siswa mencari pasangan kartunya masing-masing. Hal ini merupakan suatu ciri dari pembelajaran kooperatif seperti yang dikemukan oleh Lie (2002:30) bahwa, “Pembelajaran kooperatif ialah pembelajaran yang menitikberatkan pada gotong royong dan kerja sama kelompok.” Langkah-langkah model pembelajaran AIR (Auditory Intellectually Repetition) berbantuan make a match di sekolah dasar sebagai berikut.. 1) Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok, masing-masing kelompok 4-5 anggota. 2) Siswa mendengarkan dan memperhatikan penjelasan dari guru 3) Setiap kelompok mendiskusikan tentang materi yang mereka pelajari 227
4) Siswa melakukan pengamatan secara berkelompok 5) Siswa menuliskan hasil dari hasil diskusi tersebut dan selanjutnya untuk dipresentasikan didepan kelas (Auditory) (mengumpulkan informasi) 6) Saat diskusi berlangsung, siswa mendapat kartu kata yang berisi soal atau permasalahan yang berkaitan dengan materi (mengolah informasi) 7) Masing-masing kelompok memikirkan cara menerapkan hasil diskusi serta dapat meningkatkan kemampuan mereka untuk menyelesaikan masalah dari guru (Intellectual) (mengolah informasi) 8) Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusi di depan kelas (mengkomunikasikan) 9) Siswa mencari jawaban dari pertanyaan pada kartu jawaban yang telah di sediakan guru 10) Setelah selesai berdiskusi, siswa mendapat pengulangan materi dengan cara mendapatkan tugas atau kuis tiap individu (Repetition). Membangun pemahaman peserta didik terhadap materi yang diajarkan sangat diperlukan. Oleh karena itu diperlukan model pembelajaran yang dapat membantu peserta didik memperoleh pengetahuan dengan lebih baik. Model pembelajaran yang melibatkan peserta didik secara aktif, serta membantu
peserta didik dalam memahami materi pelajaran secara lebih mendalam. Pemilihan model pembelajaran yang baik dapat dijadikan alternatif untuk membantu peserta didik memperoleh pengatahuan dengan baik serta membantu guru mencapai tujuan pembelajaran yang seharusnya. Model pembelajaran AIR berbantuan make a match menuntut peserta didik untuk belajar melalui mendengarkan, berbicara, presentasi, mengemukakan pendapat, menanggapi, berkonsentrasi dan berlatih menggunakannya melalui bernalar, mencipta, mengontruksi, memecahkan masalah. Belajar juga harus dilakukan dengan pengulangan untuk memperdalam dan memperluas pemahaman peserta didik melalui pengerjaan soal, pemberian tugas, maupun kuis. Dalam model ini, peserta didik diarahkan untuk menemukan sendiri berbagai fakta, membangun konsep, dan nilai-nilai baru yang diperlukan untuk kehidupannya. Fokus proses pembelajaran diarahkan pada pengembangan keterampilan siswa dalam memproseskan pengetahuan, menemukan dan mengembangkan sendiri fakta, konsep, dan nilai-nilai yang diperlukan.
228
III. PENUTUP 3.1 KESIMPULAN Penerapan Model pembelajaran AIR berbantuan make a match dengan pendekatan scientific approach menuntut peserta didik untuk menemukan sendiri berbagai fakta, membangun konsep, dan nilai-nilai baru yang diperlukan untuk kehidupannya. Fokus proses pembelajaran diarahkan pada pengembangan keterampilan siswa dalam memproseskan pengetahuan, menemukan dan mengembangkan sendiri fakta, konsep, dan nilainilai yang diperlukan. Proses pembelajaranya melibatkan keterampilan proses seperti: mengamati, menanya, mencoba, menalar, mengolah, menyimpulkan, menyajikan dan mengomunikasikan. Dalam melaksanakan proses-proses tersebut, bantuan guru diperlukan. Akan tetapi, bantuan guru tersebut harus semakin berkurang dengan semakin bertambah dewasanya siswa atau semakin tingginya kelas siswa. 3.2 SARAN Sebagai pendidikan seharusnya kita memahami dan mengerti hal hal yang berkaitan dengan perkembangan peserta didik. Demikian makalah yang dapat kami paparkan, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya. Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman dapat memberikan kritik dan saran yang membangun
kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah di kesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi kita semua.
DAFTAR PUSTAKA Budiansyah,D. 2008. Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif dan Menyenangkan.Bandung : PT Genesindo. Erman Suherman. Dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung:UPI Meier, D. (2002). The Accelerates Learning Handbook (terjemahan Rahmani Astuti). Bandung: Kaifa Mudjiono dan Damiyati, Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta, 2002. Sagala, S. (2011). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta Slavin, R E. Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktek. Bandung: Nusa Media.
229
Usman. M.2008. Menjadi Guru Profesional. Bandung : PT Remaja Rosdakarya Hamalik, Oemar. 2004. Proses Belajar Mengajar. Cet. ke-3. Jakarta: PT Bumi Aksara. Ibrahim, H. Muslimin. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: University Press
230