PROSPEK DAN TEKNOLOGI PEMBESARAN KEPITING BAKAU (Scylla spp) Prospect and Technology on Rearing of Mud Crab (Scylla spp) Rukmini* ) *) Staf pengajar Budidaya Perairan Fakultas Perikanan Unlam Alamat Koresponden : Kampus Fakultas Perikanan Unlam Jl. A.Yani Km 36. Kotak Pos 6 Banjarbaru Telp./Fax 0511-4772124. Hp.05117715121 ABSTRACT Mud crab to possess commersil high price. Mud crab are four species and all species to find in Indonesia red mud crab (Scylla olivacea) or “red/orange mud crab”, green mud crab (S .serrata) or “giant mud crab”, violet mud crab (S. tranquebarica), and white mud crab (S. paramamosain). Mud crab although to contain cholesterol, but contain low fat satiation, are source Niacin, Folate, and Potassium, source Protein, Vitamin B12, Phosphorous, Zinc, Copper, and Selenium is best. Eksport mud crab is Amerika, Cina, Jepang, Hongkong, Korea Selatan, Taiwan, Malaysia, and Europa. Culture mud crab can in the pond non productif on system fence, in cage, and floating nets. To need is apllied technology of culture of mud crab (Scylla spp) to use pond not produktif and to increase of their income. Because mud crab is prospect komodity, to high ekonomis the market in state and out state. Keywords : prospect, technology and mud crab
PENDAHULUAN Kepiting
dapat ditemukan di sepanjang
pantai
Indonesia. Ada
kepiting yang memiliki nilai komersil, yakni kepiting bakau dan kepiting bakau sendiri
terdiri
atas
4
dua jenis
rajungan. Di dunia,
spesies dan keempatnya ditemukan di
Indonesia, yakni: kepiting bakau merah (Scylla olivacea) atau di dunia internasional dikenal dengan nama“red/orange mud crab”, kepiting bakau hijau (S .serrata) yang dikenal sebagai “giant mud crab” karena ukurannya yang dapat mencapai 2-3 kg per ekor, S. tranquebarica (kepiting bakau ungu) juga dapat
mencapai ukuran besar
dan
S. paramamosain (kepiting bakau putih) (Yusinta, 2007). Potensi kepiting bakau juga melimpah terdapat di desa Kuala Lupak Kabupaten Barito Kuala Propinsi Kalimantan Selatan ini, hal itu terlihat ketika berada di desa. Hanya dalam hitungan beberapa waktu, ratusan kepiting bakau dari berbagai ukuran konsumsi ada disana. Ternyata, pengumpul kepiting dari desa ini telah menunggu dan segera mensortir kepiting bakau layak ekspor untuk dijual ke coldstorage, sisanya (Grade BS/rejected live mud crab) dijual kepada pedagang lokal. Menurut pengumpul tersebut,
2 setiap harinya didapatkan sekitar 80-100 kg kepiting dan langsung habis terjual. Masyarakat desa sekarang ini hanya mencari dan menangkap kepiting bakau ukuran konsumsi untuk kemudian dijual kepedang pengumpul dengan harga Rp. 40.000 – Rp.50.000,- per kg. Menurut Yusinta (2007), harga kepiting bakau. hidup ditingkat pedagang pengumpul dapat mencapai Rp.100.000,- per kg untuk grade CB (betina besar berisi/bertelur, ukuran > 200 g/ekor) dan Rp.30.000,- untuk LB (jantan besar berisi, ukuran > 500g- 1000g/ekor). Kepiting lunak/soka harganya dua kali lipat lebih tinggi. Di luar negeri, harga kepiting bakau grade CB dapat mencapai 8.40 U$ - 9.70 U$ per kg sedangkan LB dihargai 6.10 U$ - 9.00 U$ per kg. Ukuran >1000g (Super crab) harganya 10.5 U$ per kg. Berdasarkan data yang tersedia di Departemen Kelautan dan Perikanan, permintaan kepiting dan rajungan dari pengusaha restoran sea food Amerika Serikat mencapai 450 ton setiap bulan. Jumlah tersebut belum dapat dipenuhi karena keterbatasan hasil tangkapan di alam dan produksi budidaya yang masih sangat minim. Padahal, negara yang menjadi tujuan ekspor kepiting bukan hanya Amerika tetapi juga Cina, Jepang, Hongkong, Korea Selatan, Taiwan, Malaysia, dan sejumlah negara di kawasan Eropa. Sebuah perusahaan di Tarakan yang menjadi pengumpul sekaligus eksportir kepiting mengaku hanya sanggup mengirim 20 ton kepiting per bulan ke Korea, padahal permintaan mencapai 80 ton per bulan. Kepiting tersebut diekspor dalam bentuk segar/hidup, beku, maupun dalam kaleng. Di luar negeri, kepiting merupakan menu restoran yang cukup bergengsi. Dan pada musim-musim tertentu harga kepiting melonjak karena permintaan yang juga meningkat terutama pada perayaan-perayaan penting seperti imlek dan lain-lain. Daging kepiting, tidak saja lezat tetapi juga menyehatkan. Daging kepiting mengandung nutrisi penting bagi kehidupan dan kesehatan. Meskipun mengandung kholesterol, makanan ini rendah kandungan lemak jenuh, merupakan sumber Niacin, Folate, dan Potassium yang baik, dan merupakan sumber protein, Vitamin B12, Phosphorous, Zinc, Copper, dan Selenium yang sangat baik. Selenium diyakini berperan dalam mencegah kanker dan pengrusakan kromosom, juga meningkatkan daya tahan terhadap infeksi virus dan bakteri. Selain itu, Fisheries Research and Development Corporation di Australia melaporkan bahwa dalam 100 gram daging kepiting bakau mengandung 22 mg Omega-3 (EPA), 58 mg Omega-3 (DHA), dan 15 mg Omega-6 (AA) yang begitu penting untuk pertumbuhan dan kecerdasan anak. Bahkan kandungan asam
3 lemak penting ini pada rajungan lebih tinggi lagi. Dalam 100 gram daging rajungan mengandung 137 mg Omega-3 (EPA), 90 mg Omega-3 (DHA), dan 86 mg Omega-6 (AA). Untuk kepiting lunak/soka, selain tidak repot memakannya karena kulitnya tidak perlu disisihkan, nilai nutrisinya juga lebih tinggi, terutama kandungan chitosan dan karotenoid
yang
biasanya
banyak
terdapat
pada
kulit.
Bukan hanya dagingnya yang mempunyai nilai komersil, kulitnyapun dapat ditukar dengan dollar. Kulit kepiting diekspor dalam bentuk kering sebagai sumber chitin, chitosan dan karotenoid yang dimanfaatkan oleh berbagai industri sebagai bahan baku obat, kosmetik, pangan, dan lain-lain. Bahan-bahan tersebut memegang peran sebagai anti virus dan anti bakteri dan juga digunakan sebagai obat untuk meringankan dan mengobati luka bakar. Selain itu, dapat juga digunakan sebagai bahan pengawet makanan. Bila ingin menjadikan kepiting sebagai komoditas andalan maka penangkapan dari alam saja tidaklah cukup. Bahkan penangkapan yang berlebihan dapat mengancam kelestarian hewan ini. Karena itu, budidaya adalah pilihan yang tepat. Ada beberapa teknologi yang mendukung kegiatan budidaya tersebut, yakni: pembenihan, pembesaran, penggemukan, produksi kepiting bertelur, dan produksi kepiting lunak/soka. Berdasarkan pertimbangan di atas, maka perlu adanya suatu teknologi pembesaran kepiting bakau. Hal ini sangat penting dan utama dalam rangka memanfaatkan lahan yang tidak produktif untuk meningkatkan pendapatan dan taraf hidup masyarakat. Karena komoditas kepiting bakau mempunyai prospek yang cerah, mempunyai nilai ekonomis tinggi dan sangat laku dipasaran dalam negeri dan luar negeri. TEKNOLOGI BUDIDAYA PEMBESARAN KEPITING BAKAU (Scylla spp) 1. Pemilihan Lokasi Pemilihan lokasi tambak yang tepat sangat menentukan keberhasilan dan kelanjutan usaha budidaya kepiting bakau. Oleh karena itu, penetapan lokasi untuk usaha pembesaran kepiting bakau harus dipertimbangkan secara matang. Setiap lokasi mempunyai kelebihan dan kekurangan tersendiri. Dengan kata lain, tidak ada lokasi yang sempurna. Apakah lokasi tersebut memadai bagi kegiatan pembesaran kepiting bakau dan dapat digolongkan ke dalam prasana fisik dan penunjang. Faktor – faktor yang perlu dikaji dalam menentukan suatu lokasi yang akan dijadikan lokasi pembesaran kepiting bakau dapat dilihat pada Gambar 1.
4
Gambar 1. Faktor untuk mentukan lokasi A. Desain Tambak Kepiting Bakau Menurut Iskandar (2002), teknik pembesaran kepiting bakau adalah sebagai berikut : a. Petakan Tambak Petakan tambak didesain berdasarkan kondisi dan sifat perairan (sungai), di samping faktor biologis, fisik, ekonomi, dan sosial. Di samping itu, tingkah laku dan sifat biologis kepiting bakau juga diperhitungkan dalam membuat konstruksi tambak, terutama pematang/tanggul dan pintu air. Luas satu unit tambak sekitar 5 - 10 hektar yang terdiri atas 2 petakan pembesaran dan 2 petakan kecil untuk kepiting yang mengalami pergantian kulit (‘moulting,). Luas untuk petakan kecil cukup 5 m2. Untuk menjaga kepiting dan serangan
hama,
penyakit,
pencemaran
air,
dan
untuk
rnemudahkan
pemanenan, maka setiap petakan sebaiknya rnempunyai pintu air sendiri. Untuk itu, pertambakan kepiting memerlukan saluran pembagi air yang dapat mensuplai dan mengatur volume air yang diperlukan dalam tambak. b. Tanggul (Pematang) Bahan penyusun pematang sangat penting diperhatikan dalam mendesain tambak, karena pematang berfungsi menahan massa air dalam tambak dan melindungi tambak dan tekanan air dari luar akibat banjir atau penggenangan air pasang. c. Pemagaran Tanggul Pemagaran tanggul dapat menggunakan pagar bambu atau waring yang ditempatkan di sekeliling pematang bagian dalam. Untuk mencegah kepiting
5 melarikan diri melalui dasar pematang dengan menggali tanah, maka pemagaran sebaiknya dimulai pada dasar pematang. Pagar ditanam sedalam 30 cm — 40 cm dan usahakan jarak antara bilahan-bilahan bambu pada pagar tersebut tidak terlalu renggang agar kepiting tidak bisa melarikan diri melewati celah-celah antar bilahan bambu tersebut. Contoh pagar bambu dan pagar waring dapat dilihat pada Gambar 2.
Pagar bambu
Pagar waring Gambar 2. Pagar bambu (atas) dan pagar waring(bawah) Desain tambak secara sederhana dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar. 3. Desain Tambak
6 Menurut Ahmad (1995), alternatif bentuk tambak yang bisa digunakan untuk pembesaran kepiting adalah sebagai berikut: a. Tambak tradisional ala Thailand Di Thailand, tambak pembesaran sekaligus berfungsi sebagal tcmpat pembesaran dan pemeliharaan larva. Dengan bangunan tambak seperti mi, penebaran benih hanya dilakukan sekali saja yaitu pada awal pemeliharaan. Luas tambak sistem ini bisa mencapai 1 ha. Sekeliling tambak dipagar dengan batang buloh (kalau di Indonesia bisa digunakan kayu bakau atau bambu) sctinggi 2—2,5 meter dan pematang. Pematangnya dibuat sangat lebar untuk menghindari kepiting ini dengan cara melubangi pematang. Batang buloh ditata rapat sehingga kepiting tidak mungkin lolos keluar. Pagar ini sekaligus berfungsi sebagai pagar pengaman dan gangguan luar seperti pencurian. (Gambar 4).
Gambar 4. Tambak kepiting ala Thailand.
b. Keramba bambu Keramba bambu digunakan oleh petani untuk menggemukkan kepiting atau menghasilkan kepiting bertelur penuh. Keramba bambu dibuat dari bilah bambu yang disusun seperti kere dan dibuat kotak berukuran 25 cm x 20 cm x 25 cm.
7 Pada sisi panjang yang bersebelahan dirangkai dengan bambu utuh. Satu unit keramba bambu bisa berukuran 2 mx 1 m atau 3 m x 2 m. Pemasangan keramba untuk seperti memasang keramba ikan di sungai yang dangkal. (Gambar 5).
Gambar 5 . Karamba bambu c. Jaring apung Pembesaran kepiting juga dapat dilakukan dalam jaring apung. Selain untuk pembesaran, Jaring apung juga cocok untuk membuat kepiting betina bertelur penuh. Model jaring apung ini termasuk model budidaya komersial dengan padat modal. Bangunannya dilengkapi dengan perumahan pegawai dan kantor. Di setiap sudut dipasang penerangan instalasi listrik untuk mempermudah pengawasan. Bahan – bahan yang diperlukan dalam pembuatan jaring apung antara lain : kayu untuk kerangka jaring, blug untuk pelampung dan tali plastik untuk jaring apung. Ukurannya sekitar 3x3 m. Disekitarnya dilengkapi pamatang kayu untuk memudahkan memberi pakan.
Bagian
bawah pelampung diberi alas dari kayu, sehingga pelampung terangkai dalam kerangka yang kuat (Gambar 6).
8
Gambar 6. Jaring Apung B. Persiapan Tambak Kegiatan
persiapan
tambak
meliputi
beberapa
subkegiatan,
antara
lain
pengeringan tanah dasar, pemupukan, pengapuran, dan pengisian air. 1. Perbaikan Konstruksi Kegiatan perbaikan konstruksi meliputi perbaikan pematang yang bocor, saluran air, pintu air, dan konstruksi lainnya. Di samping itu, endapan lumpur yang terlalu dalam tebal di saluran kering (caren) perlu dikeruk. 2. Pengeringan Tanah Dasar Pengeringan tanah dasar tambak bertujuan untuk menyuburkan tanah sehingga pertumbuhan makanan alami terutama klekap terjamin. Pengolahan dan pengeringan tambak dapat juga dimaksudkan untuk mnghi1angkan berbagai senyawa sulfida (H2S) dan senyawa - senyawa beracun lainnya, seperti Ammonia (NH3). 3. Pemupukan Pemupukan dilakukan untuk menumbuhkan klekap. Oleh karcna itu, sebaiknya tanah dasar yang sudah kering ditaburi dedak (500 kg/ha), kemudian diberi pupuk kandang atau kompos (1000 kg/ha) dan diairi sedalam 5 cm — 10 cm. Kemudian, dasar tambak ditebari pupuk organik (urea 15 kg/ ha) dan TSP 75 kg/ha. Setelah tumbuh klekap (sekitar seminggu setelah pemupukan), secara berangsur-angsur tinggi air dinaikkan dan pada saat demikian kepiting muda sudah dapat ditebarkan.
9 4. Pengapuran Salah satu hal yang juga diperlukan dalam budidaya kepiting adalah pengapuran. Seperti halnya udang, kepiting memerlukan kapur dalarn proses pergantian kulit. Pengapuran juga berguna untuk menaikkan pH tambak yang rendah, mengikat CO2. yang herlebihan karena proses pembusukan dan pemapasan, dan mempercepat proses penguraian bahan organik. Jumlah kapur yang diperlukan tergantung pada pH tambak. Tambak tambak di daerah hutan bakau biasanya memiliki pH rendah (4,0 — 5,0) sehingga membutuhkan kapur dalam jumlah banyak (3.000 — 6.000 kg/ha batu kapur bakar, CaO). Kapur ini diberikan pada waktu pengolahan tanah dengan cara mengaduk-aduknya hingga tercampur merata dengan lumpur tanah dasar tambak sedalam 10 cm. Pemberian pupuk sebaiknya dilakukan 1 —2 minggu sekali setelah pengapuran.
5. Pengairan Persyaratan untuk kualitas air yang perlu diperhatikan untuk menunjang kehidupan kepiting bakau adalah suhu, salinitas dan pH. Suhu yang sesuai untuk menunjang pada kehidupan kepiting bakau adalah 23ºC – 32ºC, tanpa ada perubahan yang cukup berarti. Salinitas berkisar antara 15 ‰ – 30 ‰, dan pH berkisar antara 7,2 - 7,8 (Susanto, 2008). Berdasarkan daur hidupnya di alam, Kepiting Bakau (Scylla spp) dalam menjalani kehidupannya diperkirakan melewati berbagai kondisi perairan. Pada saat pertama kali kepiting ditetaskan, suhu air laut umumnya berkisar 25 ºC – 27 ºC dan salinitas 29 – 33 ppt. Secara gradual, salinitas dan suhu air ke arah pantai akan semakin rendah. Kepiting muda yang baru berganti kulit dari megalopa yang memasuki muara sungai dapat mentoleransi salinitas air yang rendah (10 – 24 ppt) dan suhu diatas 10ºC. Kebiasaan kepiting mentoleransi suhu dan salinitas ini merupakan pedoman untuk memodifikasi air pemeliharaan jika kepiting tersebut dibudidayakan dan dibenihkan. Namun, kisaran suhu dan salinitas yang dapat ditoleransi kepiting bervariasi, tergantung pada keadaan suhu dan salinitas perairan ketika kepiting bakau tersebut beruaya (Iskandar, 2002). Menurut Iskandar (2002), persyaratan kualitas air untuk budidaya adalah Salinitas 15 – 30 ppt, pH 6,5 – 8,5, bebas dari pencemaran dan pengaruh banjir, dapat terjangkau pasang surut dan dekat dengan saluran air untuk memudahkan
10 dalam pergantian air, tekstur tanah lumpur liat berpasir (sandy loam) dengan kandungan pasir kurang dari 20 % atau liat berlumpur (mud loam) dan tidak bocor (porous).
C. Penebaran Benih Sebelum benih kepiting dipelihara di tambak pembesaran, dianjurkan agar seluruh
benih
ditempatkan
terlebih
dahulu
pada
petak-petak
penyesuaian
(aklimatisasi) selama jangka waktu tertentu (sekitar satu bulan). Selama waktu tersebut, benih kepiting diharapkan sudah dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan perairan tambak. Di samping itu, ukuran kepiting sudah bertambah besar, sehingga bila dimasukkan ke dalam tambak tingkat kematiannya rendah. Petak-petak tambak untuk penyesuaian (adaptasi) sebaiknya dibuat dari bahan semen berukuran kecil (sekitar 15—20 m2), dengan dinding yang licin. Dasar tambak berlumpur dengan tebal 5 — 15 cm yang dicampur dengan pasir pantai dan kedalaman air 30 - 50 cm. Petak-petak tambak ini tidak memerlukan penghawaan (aerasi), tetapi cukup diberi aliran air yang dimasukkan dari dasar tambak. Pengontrolan air pada musim panas dapat dilakukan melalui penggantian air dengan pompa atau sipon dan sebagian atau seluruhnya diberi peneduh. Padat penebaran benih Kepiting Bakau (Scylla spp) pada tambak pembesaran tergantung dari ukuran benih. Benih yang mempunyai lebar karapas 2 – 3 cm dengan berat 40 – 80 gram dapat ditebar dengan padat penebaran 20.000 ekor/ha (Iskandar, 2002). Selain itu menurut Ahmad (1995), ada beberapa macam cara budidaya pembesaran yang dapat dilakukan dalam budidaya kepiting antara lain adalah pembesaran di tambak bambu dan pembesaran ala Thailand. Budidaya pembesaran kepiting bakau di tambak bambu, benih yang digemukkan adalah kepiting yang berukuran 250 – 300 gr/ekor. Setiap kotak bambu hanya diisi 1 ekor kepiting. Selain tu, ada lagi budidaya pembesaran kepiting ala Thailand yaitu dengan cara penebaran benih hanya 1 kali yaitu pada saat awal usaha di mulai. Benih yang digunakan rata – rata bobot badannya 100 gr/ekor. Jumlah benih yang ditebar adalah 2 ekor/m². D. Pakan Kepiting Bakau (Scylla spp)
Selama pemeliharaan kepiting
(Scylla spp) diberikan pakan ikan rucah,
daging kerang, dan hancuran daging siput. Jumlah pakan yang diberikan disesuaikan
11 dengan kebutuhan, yang dapat dilihat
dari sisa pakan yang tidak termakan. Jika
pakan dimakan seluruhnya, maka pemberian pakan selanjutnya sebaiknya ditambah. Namun jika banyak sisa pakan yang tertinggal didasar tambak, maka dosis pakan sebaiknya dikurangi. Sisa pakan jangan dibiarkan berada didasar tambak terlalu lama karena dapat mempengaruhi kualitas air tambak (Iskandar, 2002). Pada pembesaran ala Thailand setiap hari Kepiting Bakau (Scylla spp) diberi pakan ikan rucah sebanyak 0,5 % dari total bobot tubuhnya. Pemberian pakan pada budidaya ini lebih sedikit karena pakan alami banyak terdapat di kolam pemeliharaan. Untuk budidaya pemeliharaan di karamba bambu, pakan yang diberikan adalah ikan rucah atau pakan buatan dengan dosis pemberian 3 – 5 % dari bobot kepiting per hari (Ahmad, 1995). E. Pemanenan dan Cara Pengemasan Masa pemeliharaan penggemukan kepiting bakau relatif singkat atau juga tergantung dari awal penebaran bibit. Untuk bibit ukuran 100 gram dalam masa pemeliharaan 1,5 – 2 bulan sudah bisa mencapai ukuran konsumsi (3–4 ekor/kg). Namun apabila awal sudah mempunyai berat lebih dari 200 gram, maka masa pemeliharaan bisa lebih singkat. Petani memanen kepiting bakau dilakukan secara selektif yaitu dengan cara memancing dan memisahkannya antara kepiting bakau yang sangat gemuk dan yang telah mengalami matang gonad atau matang telur.
Kepiting bakau yang sedang matang telur mempunyai harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang lain. Kepiting bakau sebelum diikat diletakkan ke dalam air bersih beberapa saat. Setelah itu kepiting bakau baru diikat kakinya dengan tali raffia atau karet, kemudian dimasukkan ke dalam keranjang atau tempat lainnya yang diberi alas bawah dan penutup atasnya dari handuk atau kain basah sebagai pelembab. Sehingga dengan demikian, kulit kepiting bakau tidak dapat mengeras kembali sampai dikonsumsi (Dinas Kelautan dan Perikanan Probolinggo, 2009). PENUTUP Kepiting bakau diekspor dalam bentuk segar/hidup, beku, maupun dalam kaleng. Di luar negeri, kepiting merupakan menu restoran yang cukup bergengsi. Dan pada musim-musim tertentu harga kepiting melonjak karena permintaan yang juga meningkat terutama pada perayaan-perayaan penting. Negara yang menjadi tujuan ekspor kepiting
12 bukan hanya Amerika tetapi juga Cina, Jepang, Hongkong, Korea Selatan, Taiwan, Malaysia, dan sejumlah negara di kawasan Eropa. Bukan hanya dagingnya yang mempunyai nilai komersil, kulitnyapun dapat ditukar dengan dollar. Kulit kepiting diekspor dalam bentuk kering sebagai sumber chitin, chitosan dan karotenoid yang dimanfaatkan oleh berbagai industri sebagai bahan baku obat, kosmetik, pangan, dan lain-lain. Bahan-bahan tersebut memegang peran sebagai anti virus dan anti bakteri dan juga digunakan sebagai obat untuk meringankan dan mengobati luka bakar. Selain itu, dapat juga digunakan sebagai bahan pengawet makanan. Selama ini untuk memenuhi permintaan eksportir kepiting bakau sebagian besar masih mengharapkan penangkapan dari alam, dan sebagian kecil saja yang baru terpenuhi.
Apabila hanya semata-mata mengharap penangkapan dari alam tanpa
memikirkan kelestariannya. Maka lambat laun populasi kepiting bakau akan dikhawatirkan punah. Dari hal tersebut, maka perlu dilakukan upaya teknologi budidaya pembesaran kepiting bakau yang tepat. Sehingga lahan tambak yang tidur menjadi produktf, menjaga kelestarian sumberdaya alam, dan meningkatkan pendapatan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA Ahmad Soim, 1995. Pembesaran Kepiting. Cetakan ke-2. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta. 61 halaman. Yushinta, Fujaya. 2007. Mempersiapkan Kepiting Menjadi Komoditas Andalan. acced 11 Maret 2009. Iskandar Kana, 2002. Budidaya Kepiting Bakau. Cetakan ke-5. Yogyakatra. 79 halaman.
Penerbit Kanisius.
Dinas Kelautan dan Perikanan Probolinggo, 2009. Pembesaran kepiting bakau. acced 5 Maret 2009.
13