PEMERINTAH KABUPATEN BIAK NUMFOR BADAN PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN PEMBANGUNAN DAERAH
UNIT PELAKSANA REHABILITASI DAN PENGELOLAAN TERUMBU KARANG (COREMAP II) Jln. Majapahit No. 1 Biak
Telp./Fax : 0981-.26524, 26525
B
Penelitian Budidaya Rumput Laut (Euchema spp ) Di Perairan Pesisir Pulau Auki,Distrik Padaido, Kabupaten Biak Numfor, Propinsi Papua
PT. DIAST MULTI MATRA Jl. Kalibata Selatan I No. 69, Pasar Minggu - Jakarta Selatan. Telp. 021-7984042 – e-mail :
[email protected]
TAHUN 2006
KATA PENGANTAR
Kawasan ekosistem terumbu karang merupakan salah satu daerah tangkapan (fishing ground) bagi nelayan. Berbagai jenis ikan konsumsi dan ikan hias yang memiliki nilai ekonomis penting dapat ditangkap di kawasan ini. Dalam praktek penangkapan ikan karang, seringkali digunakan metode atau praktek-praktek yang tidak ramah lingkungan. Dalam upaya pengelolaan dan perlindungan sumberdaya Kelautan sebagai salah satu komoditas perikanan yang bernilai ekonomis untuk pengembangan usaha alternatif di Kepulauan Padaido maka perlu dilakukan penelitian tentang Budidaya Rumput Laut . Dengan dibuatnya laporan Akhir ini diharapkan bisa memberikan gambaran Jelas tentang Budidaya Rumput Laut yang akan dilakukan, Sehingga bisa lebih mengarah pada tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.
Kritik dan saran yang membangun dalam Penelitian ini sangatlah diharapkan agar pada pelaksanaan pekerjaan ke depan dapat terarah secara jelas. Biak, November 2006
Penyusun
Laporan Akhir
i
DAFTAR ISI Halaman
KATA PENGANTAR ......................................................................................
i
DAFTAR ISI ....................................................................................................
ii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. iv DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... v DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... vi
BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................
1
1.1 Latar Belakang ..............................................................................
1
1.2 Tujuan dan Sasaran .......................................................................
4
1.3 Output dan Outcome ....................................................................
4
1.4 Ruang Lingkup Studi. ....................................................................
4
BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI ....................................... 7
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ..................................................... 11 3.1 Alat dan Bahan Penelitian ........................................................... 11 3.2 Kerangka dan Metode Budidaya Rumput laut............................. 11 3.3 Penyediaan Bibit ........................................................................... 12 3.4 Monitoring ................................................................................... 13 3.5 Analisis Data................................................................................. 13
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 15 4.1 Pertumbuhan Rumput laut ................................................................... 15 4.2 Laju Pertumbuhan Nisbi ....................................................................... 16 4.3 Alternatif Pengembangan Budidaya Rumput Laut ............................... 17 Laporan Akhir
ii
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 19 A. Kesimpulan .......................................................................................... 19 B. Saran ..................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 21
Laporan Akhir
iii
DAFTAR TABEL Tabel.
Teks
Hal
1.
Pertumbuhan Rata – rata Rumput Laut..................................................... 16
2.
Rata – rata Laju Pertumbuhan Nisbi ........................................................ 17
Laporan Akhir
iv
DAFTAR GAMBAR Gambar 1.
Teks
Hal
Pertumbuhan Rata – rata Rumput Laut..................................................... 16
Laporan Akhir
v
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran
Teks
Hal
1.
Peta Lokasi Penelitian Budidaya Rumput Laut .........................................22
2.
Rumput Laut Jenis Euchema Cottoni ......................................................22
3.
Pengikatan Rumput Laut .........................................................................23
4.
Model Pemberat Yang Digunakan ............................................................23
5.
Unit Rakit dari Pipa Pralon .......................................................................24
6.
Unit Budidaya Rumput laut model dasar ..................................................24
7.
Unit Budidaya Rumput Laut Model Rakit ................................................25
8.
Unit Budidaya rumput laut model rawai ...................................................25
9.
Rumput laut yang budidaya dengan metode rawai ...................................26
10.
Rumput laut yang di budidaya dengan metode rakit ................................26
11.
Rumput Laut yang di budidaya dengan metode dasar ..............................27
Laporan Akhir
vi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Secara administratif,
Kabupaten Biak Numfor termasuk ke dalam
wilayah Propinsi Papua terdiri dari 12 Kecamatan dan secara geografis terletak pada posisi 134o 55’ - 136o BT dan 0o 55’ - 1o 27’ LS. Kabupaten ini berbatasan di sebelah utara dengan Samudera Pasifik dan Kabupaten Supiori, di sebelah Selatan berbatasan dengan Selat Yapen, di sebelah barat berhadapan dengan Kabupaten Manokwari dan Sebelah Timur berbatasan dengan Samudera Pasifik dan Kabupaten Supiori.
Kabupaten Biak Numfor merupakan salah satu kabupaten kepulauan di Propinsi Papua. Kabupaten ini terdiri dari kurang lebih 40 pulau-pulau kecil yang dikelilingi oleh terumbu karang. Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem dan sumberdaya pesisir yang produktif karena mengandung berbagai jenis ikan karang dan biota laut lain bernilai ekonomis dan estetika yang berpotensi dimanfaatkan untuk pengembangan perikanan dan pariwisata. Selain itu, secara ekologis, terumbu karang berfungsi sebagai habitat dari berbagai jenis ikan dan biota laut serta
daerah pembesaran dan mencari
makan dari berbagai jenis ikan dan biota laut lain yang berasal dari ekosistem dan sumberdaya pesisir lain dan lautan.
Bagi penduduk yang mendiami pulau-pulau kecil di Kabupaten Biak Numfor, terumbu karang merupakan salah satu sumberdaya tempat mencari, menangkap dan mengumpulkan berbagai jenis ikan dan biota laut lain. Untuk menangkap ikan mereka menggunakan peralatan yang sederhana, namun pada waktu-waktu tertentu penduduk menggunakan peralatan yang bersifat Laporan Akhir
1
merusak, seperti bahan peledak dan bahan kimia. Penggunaan bahan-bahan tersebut telah merusak terumbu karang dan mengancam kelestarian ekosistem dan sumberdaya terumbu karang beserta berbagai jenis ikan dan biota lain yang berasosiasi dengannya.
Untuk mencegah terjadinya kerusakan lebih lanjut terhadap ekosistem dan sumberdaya terumbu karang diperlukan upaya pencegahan, pelestarian dan pengelolaan terhadap ekosistem terumbu karang tersebut melalui pemilihan alternatif usaha atau aktivitas masyarakat yang tidak bertumpu pada terumbu karang sebagai satu-satunya kawasan berusaha. Salah satu alternatif yang ditawarkan adalah dengan melakukan pengembangan budidaya sumberdaya pesisir bernilai ekonomis yang dilakukan langsung oleh masyarakat. Dalam melakukan budidaya perlu memperhatikan daya dukung ekosistem/lingkungan yang menjadi lokasi budidaya, ketersediaan bibit, teknologi, ketrampilan, pasca panen dan pemasaran. Sebelum kegiatan budidaya dilakukan perlu dilakukan penelitian dan aplikasi teknologi budidaya yang melibatkan masyarakat setempat sehingga masyarakat bisa menyerap teknologi dan teknik budidaya sekaligus mengatahui lokasi yang cocok untuk budidaya tertentu.
Rumput laut merupakan salah satu sumberdaya perikanan pesisir yang memiliki nilai ekonomis penting. Di Indonesia, jenis-jenis rumput laut yang mempunyai nilai ekonomis adalah Euchema spp., Gracilaria spp., Gelidium spp., Sargassum spp., dan Turbinaria spp. Dari jenis tersebut yang telah dibudidayakan adalah jenis Euchema spp dan Gracilaria spp. Euchema spp dibudidayakan di perairan pantai/laut, sedangkan Gracilaria spp dapat dibudidayakan di tambak. Jenis yang belum dapat dibudidayakan adalah Gelidium spp., Sargassum spp., dan Turbinaria spp.
Laporan Akhir
2
Dalam bidang industri pemanfaatan rumput laut sangat luas. Rumput dimanfaatkan dalam industri kembang gula, kosmetik, es krim, pasta gigi, shampoo, kapsul obat, pengharum sampai ke pakaian yang bermotif warna dalam industri tekstil, keramik, film dan industri farmasi. Selain untuk industri, rumput laut dapat dimanfaatkan sebagai makanan karena kandungan gizinya cukup tinggi. Di Jepang, Cina, Eropa, atau Amerika, rumput laut telah lama digunakan sebagai makanan atau obat-obatan. Biasanya dibuat menjadi nori, kombu, puding, sup, saus dan dalam bentuk mentah sebagai sayuran.
Budidaya rumput laut merupakan usaha padat karya dengan teknologi sederhana sehingga pengembalian modal usaha sangat cepat dan didukung oleh pasar yang sangat memadai serta mempunyai peluang yang cukup besar di pasar internasional.
Perairan Kepulauan Padaido merupakan perairan yang kaya akan berbagai potensi sumberdaya pesisir termasuk rumput laut sehingga memiliki prospek yang cukup besar untuk dikembangkan, terutama di perairan pantai yang terlindung seperti perairan sekitar pulau Nusi, Wundi, Auki dan Pai serta beberapa pulau-pulau kecil lainnya di gugusan pulau Padaido bagian atas. Kawasan pesisir pulau-pulau tersebut memiliki rataan terumbu dan lagun yang cukup luas dimana kondisi perairannya jernih dan terlindung. Pergerakan air di kawasan ini dipengaruhi oleh arus pasang surut yang terjadi dua kali sehari. Masyarakat yang tinggal di kawasan ini hanya memanfaatkan rumput laut dengan mengambilnya secara langsung dari alam. Jenis-jenis rumput laut yang ditemukan di Perairan Padaido dan bernilai ekonomis penting adalah Eucheuma cottonii dan Eucheuma spinosum. Kedua jenis rumput laut tersebut tumbuh subur di perairan Pulau Nusi. Selama ini, masyarakat di pulau tersebut memanfaatkan rumput laut jenis Eucheuma cottonii dari alam dan dijual dalam bentuk kering ke pembeli dengan harga Rp. 1000/kg. Adanya pembelian
Laporan Akhir
3
rumput laut kering sangat mendukung usaha masyarakat dalam memasarkan produksi rumput laut.
Dalam upaya pengelolaan dan perlindungan sumberdaya rumput laut sebagai salah satu komoditas perikanan yang bernilai ekonomis untuk pengembangan usaha alternatif di Kepulauan Padaido maka perlu dilakukan penelitian tentang budidaya rumput laut. Aspek-aspek budidaya rumput laut yang dipelajari, diantaranya adalah aspek teknologi dan pertumbuhan. Di Kabupaten Biak-Numfor, khususnya kawasan perairan pantai Pulau Auki, penelitian tentang budidaya rumput laut dengan berbagai metode (teknologi) belum dilakukan. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi dasar untuk usaha pembudidayaan terutama budidaya rumput laut sebagai salah satu usaha alternatif perolehan pendapatan masyarakat di kawasan COREMAP Kabupaten Biak Numfor.
1.2 Tujuan dan Sasaran
Tujuan penelitian ini adalah : a) mempelajari pertumbuhan rumput laut b) Mengetahui alternatif pengembangan metode budidaya rumput laut. Sasaran penelitian ini adalah tersedianya data dan informasi tentang teknologi budidaya, pertumbuhan dan alternatif pengembangan metode budidaya rumput laut di kawasan kepulauan Padaido.
1.3 Output dan Outcome
Output penelitian ini adalah Buku Laporan Akhir ukuran A4 dan Buku Ringkasan Eksekutif ukuran A4.
Laporan Akhir
4
Outcome penelitian ini adalah : (a) tumbuhnya kesadaran dan pemahaman masyarakat lokal untuk mengembangkan budidaya rumput laut sebagai salah satu alternatif pengembangan usaha ekonomi alternatif berbasis sumberdaya pesisir dan, (b) peningkatan pengetahuan dan teknologi budidaya rumput laut bagi masyarakat di lokasi penelitian.
1.4 Ruang Lingkup Kegiatan
Ruang lingkup kegiatan pelaksanaan penelitian budidaya rumput laut meliputi
tahapan-tahapan,
yaitu
persiapan,
kegiatan
budidaya
dan
pengambilan data, analisa data, penyusunan laporan dan penyampaian laporan serta kegiatan seminar hasil penelitian. Di bawah ini dijelaskan kegiatankegiatan yang berhubungan dengan ruang lingkup kegiatan.
a)
Persiapan Persiapan merupakan tahapan awal dari kegiatan penelitian budidaya rumput laut. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam tahapan ini adalah pemahaman terhadap TOR kegiatan penelitian oleh tim kerja, pemilihan lokasi penelitian, peninjauan ke lokasi penelitian, pertemuan dengan aparat desa dan adat, penyiapan surat-surat administrasi penelitian, serta pembelian bahan-bahan dan peralatan yang akan digunakan dalam penelitian.
b)
Kegiatan Budidaya dan Pengambilan data Kegiatan budidaya adalah kegiatan menumbuhkan rumput laut yang dibudidaya pada berbagai metode budidaya (long line, dasar dan rakit). Kegiatan budidaya meliputi pembuatan sarana budidaya, pengambilan bibit rumput laut, menumbuhkan rumput laut. Pengambilan data
Laporan Akhir
5
merupakan kegiatan pencatatan data pertambahan bobot rumput laut (pertumbuhan) dan fenomena lain pada sarana/media kultur. Kegiatan ini dilakukan
setiap
minggu,sedangkan
monitoring
sarana
budidaya
dilakukan setiap hari.
c)
Analisis data Analisis data merupakan kegiatan analisis yang dilakukan terhadap data pertumbuhan dan fenomena lain yang dicatat. Analisis dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan ukuran (bobot) yang dicapai setiap minggu dan hal-hal lain yang terjadi selama masa budidaya.
d)
Penyusunan dan Penyampaian Laporan Penyusunan dan penyampaian laporan merupakan kegiatan pembuatan dan penyampaian laporan dari pihak penerima pekerjaan kepada pihak pemberi pekerjaan sebagai bentuk pertanggungjawaban. Kegiatan ini meliputi penyusunan laporan pendahuluan, laporan antara dan laporan akhir.
e)
Sosialisasi hasil penelitian Sosialisasi hasil penelitian merupakan kegiatan yang bertujuan untuk menyampaikan hasil penelitian kepada masyarakat lokal dengan harapan masyarakat mengetahui dan memberi tanggapan atau respon terhadap hasil penelitian. Kegiatan ini direncanakan berlangsung di lokasi penelitian.
Laporan Akhir
6
BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI
Pulau Auki dengan luas 753,716 Ha dan panjang garis pantai 16,201 km merupakan salah satu pulau di gugusan pulau Padaido Bawah. Secara geografis, Pulau Auki terletak di bagian tenggara dari Pulau Biak dengan posisi astronomi 01O 13’ 16,9” LS dan 136O 18’ 32,7” BT. Di sebelah barat, Pulau Auki berbatasan dengan Pulau Owi, di sebelah timur dengan Pulau Pai, disebelah selatan dengan Pulau Wundi dan di sebelah utara berbatasan dengan Pulau Biak. Secara administrasi Pulau Auki merupakan bagian dari Distrik (Kecamatan) Padaido dengan dua desa administratif yaitu Desa Auki dan Desa Sandidori.
Pulau Auki merupakan pulau karang dengan topografi yang relatif landai ( + 10 mdpl) dengan tektur daratan berpasir. Pulau Auki memiliki tebingtebing vulkanis di pesisir yang mencirikan geomorfologi pantainya. Pesisir utara dan barat dicirikan oleh tebing-tebing karang yang berhubungan langsung dengan laut dalam. Pesisir selatan dan timur dicirikan oleh pantai berpasir dengan perairan yang dangkal dimana vegetasi pesisir seperti mangrove dan lamun serta pohon kelapa tumbuh dan berkembang dengan baik. Iklim di Pulau Auki termasuk iklim tropis. Pembagian musim kemarau (musim barat) dan musim hujan (musim timur) tidak jelas karena setiap bulan selalu ada hujan. Curah hujan rata-rata tahunan adalah 2.800 mm dengan bulan Juni – Oktober yang agak kering.
Berdasarkan sensus yang dilakukan oleh Tim LLMA pada Maret 2003, jumlah penduduk Pulau Auki sebanyak 244 jiwa yang tersebar dalam 55 KK, 132 laki-laki dan 112 perempuan dengan kepadatan 7,16 jiwa/km2. Penduduk Laporan Akhir
7
umumnya berpendidikan SD (66%), sedangkan yang berpendidikan SLTA adalah 11%.
Penduduk Pulau Auki terdiri dari 3 etnis, yaitu etnis Biak, Buton dan Serui. Etnis Biak merupakan etnis yang majoritas dan beragama Kristen Protestan. Sebagai etnis Biak, penduduk Pulau Auki terdiri dari beberapa marga. Marga Wader merupakan marga dengan jumlah kepala keluarga tertinggi, sedangkan marga-marga lain seperti Abidondifu, Fairyo, Awek, Rumayomi dan Rumpapap hanya ada 1 KK. Marga-marga La Moni dari Buton, Kanomi dan Wanenda dari Serui merupakan marga pendatang.
Sebagian besar penduduk Pulau Auki bermata pencaharian sebagai nelayan (79 %), dan 13 % sebagai petani kelapa dan pengolah minyak kelapa serta 8 % sebagai guru (PNS). Sebagai nelayan tradisional, mereka menangkap ikan dan mengambil siput dan kerang dengan peralatan sederhana, seperti dengan tangan, pancing dan jaring insang. Hasil tangkapan umumnya hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari (makan), kecuali nelayan yang mempunyai peralatan yang cukup maju, seperti perahu motor tempel dan jaring insang. Hasil tangkapan mereka dijual ke pasar Bosnik atau Biak dalam bentuk ikan segar maupun ikan asap (olahan).
Kegiatan sebagai nelayan dilakukan oleh kepala rumah tangga (suami/laki-laki) dan dibantu oleh ibu rumah tangga (perempuan). Pembagian kerja diantara mereka sangat jelas. Seorang suami akan pergi mencari ikan di tengah laut, sedangkan seorang ibu rumah tangga akan mencari ikan, siput, kerang-kerangan dan gurita di perairan dangkal saat air sedang surut (bameti). Dengan demikian ketergantungan penduduk pada sumber daya laut dan pesisir cukup tinggi. Waktu bagi penduduk yang tinggal di pulau-pulau kecil termasuk Auki sangat penting. Waktu selama seharian dipergunakan untuk bekerja memenuhi kebutuhan keluarga. Laporan Akhir
8
Sumber pendapatan penduduk Pulau Auki berasal dari berbagai sumber. Sumber pendapatan utama berasal dari hasil penjualan ikan, siput, kerang dan gurita. Aktivitas menangkap ikan dan mengambil siput dan kerang tidak dilakukan setiap hari tetapi tiga kali dalam seminggu. Hal ini berhubungan dengan hari-hari pasar di Pulau Biak dan Bosnik, yang berlangsung setiap hari Selasa, Kamis dan Jumat. Penduduk mencari ikan dan siput sehari sebelum hari pasar. Bila hasil tangkapan ikan dan siput sedikit tidak dijual tetapi disimpan dalam kotak es (cool box). Bila sudah cukup banyak barulah ikanikan tersebut di jual ke pasar Bosnik, baik dalam bentuk olahan jadi, mentah dan segar.
Sumber pendapatan lain yang nyata berkontribusi terhadap pendapatan penduduk adalah pengusahaan minyak kelapa. Pengusahaan minyak kelapa diusahakan dari kebun-kebun kelapa milik penduduk. Kegiatan pembuatan minyak kelapa dilakukan oleh kaum wanita dan dibantu oleh anak-anak. Minyak kelapa dijual di pasar Bosnik pada saat hari-hari pasar dan di pasar kota di Biak. Pengusahaan minyak kelapa ini tidak dilakukan setiap hari tetapi tergantung pada ketersediaan dan banyaknya buah kelapa.
Di Pulau Auki terdapat sarana dan prasarana sosial, ekonomi dan budaya seperti sekolah dasar, gereja, balai pertemuan dan pondok wisata serta sarana ekonomi. Sekolah dasar negeri memiliki 61 murid dan 3 guru dikelola oleh yayasan keagamaan. Prasarana kesehatan, seperti Posyandu dengan 2 tenaga medis (dukun terlatih). Prasarana komunikasi sebanyak 15 unit pesawat radio dan 1 unit pesawat televisi. Sarana sanitasi seperti MCK tidak dijumpai di Pulau. Sarana ekonomi, seperti 2 unit kios. Untuk keperluan ke kota Biak (Pulau Biak), penduduk menggunakan sarana transportasi laut yaitu perahu motor tempel berkekuatan 20 dan 40 PK dengan daya muat sekitar 20 orang. Tarif perahu sekali jalan per orang adalah Rp. 10.000. Sarana angkutan ini
Laporan Akhir
9
milik nelayan yang akan menjual hasil laut ke pasar Bosnik atau Biak di Pulau Biak, sedangkan sarana angkutan umum tidak ada.
Laporan Akhir
10
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan dengan menggunakan pendekatan partisipatif. Masyarakat dilibatkan dalam penelitian ini mulai dari persiapan hingga pelaksanaan penelitian. Pada tingkat persiapan, masyarakat dilibatkan dalam pembuatan kerangka budidaya rumput laut. Pada tingkat pelaksanaan, masyarakat dilibatkan dalam proses pemeliharaan/pembesaran. Kegiatan yang dilakukan yaitu pemantauan terhadap kondisi lingkungan areal budidaya rumput laut dari bahan-bahan yang dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan, seperti kantong-kantong plastik atau dahan-dahan kayu yang menempel. Pada setiap minggu dilakukan pengukuran dan pencatatan bobot rumpun rumput laut pada setiap metode.
3.1.
Alat dan Bahan Penelitian
Alat dan bahan yang digunakan dalam pembuatan kerangka budidaya rumput laut terdiri atas timbangan, meteran, paku, tali rafia, tali polietylen, pipa pralon, potongan-potongan kayu, dan pemberat serta sampan dan perahu johnson.
3.2.
Kerangka dan Metode budidaya rumput laut
Sebelum rumput laut ditumbuhkan pada kerangka budidaya dengan metode budidaya yang berbeda terlebih dahulu dilakukan pembuatan kerangka budidaya. Sesuai dengan metode budidaya yang diteliti, kerangka budidaya terdiri dari kerangka dasar, kerangka rakit dan kerangka rawai (long line). Sesuai dengan metodenya, kerangka dasar ditempatkan dekat dasar perairan (50 cm) dengan luas (3 x 4) m2. Pada kedua sisi sepanjang 3 meter diikatkan tali sepanjang 4 meter, tempat dimana rumput laut ditumbuhkan dengan jarak Laporan Akhir
11
interval setiap 25 cm. Jarak antara tali yang satu dengan yang lain 25 cm. Pada kerangka dasar digunakan tali polyetilen sebanyak 8 potong dengan total tempat pemasangan rumput laut sebanyak 96 titik.
Pada kerangka rakit digunakan pipa pralon berdiameter 1 inch sebagai tempat pengikatan tali budidaya rumput laut. Ukuran luas dan banyaknya tali serta titik tempat pemasangan rumpun rumput laut sama dengan kerangka dasar, yaitu 8 potong tali dengan panjang 4 meter dan 96 titik. Untuk mempertahankan posisi rakit digunakan dua buat tali pemberat yang terhubung dengan pemberat di sisi kiri dan kanan. Kedalamam perairan (saat pasang) dimana rakit ditempatkan adalah 3 meter.
Pada kerangka rawai digunakan tali sepanjang 50 meter. Jarak pengikatan rumput laut yang satu dengan yang lain adalah 25 cm. Jadi sepanjang 50 meter terdapat 200 titik pengikatan rumput laut. Untuk mempertahankan jarak antara permukaan perairan dengan tali rumput laut digunakan botol aqua 160 ml sebagai pelampung. Botol pelampung diikatkan pada tali rumput laut sepanjang setiap 50 cm. Jadi pada tali sepanjang 50 meter digunakan botol pelampung sebanyak 100 botol. Pada kedua ujung tali rumput laut diikatkan pada tiang pancang yang berfungsi sebagai pemberat dan pelampung. Kedalaman perairan (saat pasang) dimana kerangka rawai ditempatkan adalah 3 meter. Letak ketiga kerangka budidaya rumput laut berdekatan untuk mempermudah pemantauan dan evaluasi.
3.3.
Penyediaan bibit
Bibit rumput laut yang digunakan adalah jenis Euheuma cottonii. Bibit diperoleh dari kebun budidaya masyarakat dengan cara pembelian. Bibit yang digunakan adalah bibit yang masih muda dan berwarna cerah. Berat rumpun rumpun laut yang dibudidaya adalah 100 gram. Banyaknya rumput laut yang Laporan Akhir
12
digunakan pada penelitian ini sebagai berikut : metode dasar (96 x 100 gram), metode rakit (96 x 100 gram ) dan metode rawai (200 x 100 gram).
3.4.
Monitoring dan Evaluasi Pertumbuhan Rumput Laut
Monitoring dan evaluasi pertumbuhan rumput laut merupakan aktivitas yang sangat penting dalam budidaya rumput laut. Monitoring atau pemantauan lokasi budidaya rumput laut bertujuan untuk mengamati lokasi budidaya terutama rumput laut terhadap hal-hal yang dapat mengganggu aktivitas dan pertumbuhan rumput laut. Rumput laut harus dibersihkan dari kotoran-kotoran yang mungkin menempel. Pemantauan dilakukan setiap hari selama paling kurang 6 minggu penelitian.
Evaluasi pertumbuhan bobot rumput laut bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan rumput laut setiap minggu. Rumpun rumput laut dievaluasi pertumbuhannya per metode budidaya melalui penimbangan bobotnya. Pada setiap unit budidaya (rakit, dasar dan rawai) diambil sebanyak 30 rumpun secara acak dan dilakukan penimbangan berat. Kegiatan ini dilakukan setiap dua minggu sekali selama 8 minggu penelitian.
3.5. Analisis Data Analisis data bertujuan menganalisis pertumbuhan rumput laut. Analisis dilakukan untuk setiap unit budidaya (rawai, dasar dan rakit) dengan menggunakan persamaan di bawah ini, ⎧⎪⎛ Wt ⎞1 / t ⎫⎪ G = ⎨⎜ ⎟ − 1⎬ x 100% .................................................... (1) ⎪⎩⎝ Wo ⎠ ⎪⎭ dimana : G
= Laju pertumbuhan mingguan (%)
Wo = Bobot rata-rata awal (g) Wt = Bobot rata-rata akhir (g) t
= Lamanya budidaya.
Laporan Akhir
13
H =[
Wt − Wo ] x 100% ............................................................ (2) Wo
dimana : H
= Kecepatan pertumbuhan nisbi (%)
Wt = Berat rata-rata akhir Wo = Berat rata-rata awal
Laporan Akhir
14
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Pertumbuhan Rumput Laut Eucheuma cottonii merupakan salah satu jenis rumput laut bernilai ekonomis penting yang saat ini banyak dibudidayakan. Hasil pertumbuhan rumput laut Eucheuma cottonii dengan berbagai metode budidaya yang dilakukan selama delapan minggu penelitian disajikan pada Tabel 1 dan Gambar 1. Pada metode dasar, pertumbuhan rata-rata mengalami peningkatan berat dari 100 gram (To) menjadi 142 gram (T3) namun mengalami penurunan berat rata-rata pada minggu terakhir (T4) menjadi 74.67 gram. Penurunan berat rata-rata tersebut disebabkan oleh kematian dan kerusakan dari bagianbagian rumpun rumput laut. Berdasarkan pengamatan, kematian rumput laut tersebut disebabkan oleh endapan lumpur yang menutupi permukaan rumput laut. Endapan lumpur tersebut dapat menghalangi tumbuhan untuk mengambil oksigen dan melakukan aktivitas fotosintesisi. Kerusakan rumput laut disebabkan oleh ikan-ikan herbivor yang memakan ranting-ranting rumput laut.
Pada metode rakit dan rawai, pertumbuhan rata-rata rumput laut cenderung meningkat. Hal ini disebabkan karena letak/posisi kedua metode budidaya tersebut. Metode rakit dan rawai terletak relatif sangat dekat dengan permukaan perairan sehingga rumput laut dapat menerima sinar matahari secara langsung untuk aktivitas fotosintesis tanpa halangan. Selain itu bila terjadi turbulensi karena arus dan gelombang, sedimen yang mencapai rumput laut pada kedua metode tersebut relatif sedikit dibandingkan dengan rumput laut yang dibudidayakan dengan metode dasar. Walaupun terdapat beberapa rumpun yang mati atau rusak, namun tingkat kematian atau kerusakan tersebut tidak mempengaruhi pertumbuhan rumput laut secara kumulatif. Laporan Akhir
15
Tabel 1. Pertumbuhan rata-rata rumput laut Metode Budidaya Dasar
Rakit
Rawai
To
100
50
50
T1
128.33
104.67
109.33
T2
133.33
122.67
137.33
T3
142.00
132.67
135.33
T4
74.67
147.67
191.67
Rata-Rata Pertumbuhan Rumput Laut
200 180 160 140 120 Berat basah (gram) 100
Dasar
80
Rakit Rawai
60 40 20 0 1
2
3 Periode penelitian
4
5
Gambar 1. Pertumbuhan rata-rata Eucheuma cottonii
4.2. Laju Pertumbuhan Nisbi (%)
Laju pertumbuhan nisbi dirumuskan sebagai persentase pertumbuhan pada tiap interval waktu atau dengan kata lain ialah perbedaan ukuran pada waktu akhir interval dengan ukuran pada akhir interval dibagi dengan ukuran pada awal interval. Tujuan pengukuran laju pertumbuhan nisbi adalah untuk Laporan Akhir
16
mengetahui seberapa besar pertambahan ukuran pada interval waktu tertentu dengan ukuran pada awal interval. Hasil analisis laju pertumbuhan nisbi Eucheuma cottonii dengan metode budidaya yang berbeda disajikan pada Gambar 1
Pada metode dasar, laju pertumbuhan nisbi meningkat dari 28,3% menjadi 42% pada minggu ke-6 namun laju pertumbuhan tersebut selanjutnya menurun sebesar 25% pada minggu ke-8. Berbeda dengan metode dasar, pada metode rakit dan rawai, laju pertumbuhan nisbi Eucheuma cottonii mengalami peningkatan sampai minggu ke-8. Pada metode rakit, laju pertumbuhan nisbi yang dicapai sebesar 195,3% sedangkan pada metode rawai laju pertumbuhan nisbi adalah 283,3%. Hasil penelitian ini memberikan hasil atau pola yang sama dengan penelitian budidaya rumput laut yang dilakukan oleh La Tanda, dkk (2003), dimana laju pertumbuhan rumput laut cenderung meningkat. Mereka menemukan bahwa pertumbuhan rumput laut Eucheuma cottonii dengan metode rakit pada akhir budidaya menghasilkan pertumbuhan sebesar 80 – 85% di pulau Nusi, Kepulauan Padaido. Tabel 2. Rata-Rata Laju Pertumbuhan Nisbi To T2 T4 T6 T8
Dasar 100.0 128.3 133.3 142.0 74.7
∆g 28.3 33.3 42.0 -25.3
Rakit 50.0 104.7 122.7 132.7 147.7
∆g 109.3 145.3 165.3 195.3
Rawai 50.0 109.3 137.3 135.3 191.7
∆g 118.7 174.7 170.7 283.3
4.3. Alternatif pengembangan metode budidaya rumput laut Eucheuma cottonii
Pengembangan usaha bididaya rumput laut diarahkan sebagai alternatif mengembangkan
usaha
ekonomi
masyarakat
nelayan
berbasis
pada
sumberdaya alam. Berdasarkan data laju pertumbuhan rata-rata dengan menggunakan beberapa metode budidaya rumput laut menunjukkan bahwa Laporan Akhir
17
penggunaan metode rawai dan rakit sangat baik dikembangkan bila dibandingkan dengan metode tanam dasar. Hal ini dimungkinkan karena apabila terjadi turbulensi karena arus dan gelombang akan menyebabkan terangkatnya sedimen yang kemudian akan terikat dan menutupi permukaan rumput laut yang dibudidayakan. Kondisi ini menyebabkan kemampuan tanaman ini untuk menerima sinar matahari dan menyerap oksigen agak terhambat yang berdampak pada terganggunya proses fotosintesis. Dengan demikian kondisi ini memungkinkan terjadi pada metode tanam dasar karena sangat dekat dengan dasar perairan bila dibandingkan dengan penggunaan metode rakit dan rawai yang relatif berada di permukaan perairan.
Pernyataan tersebut di atas dibuktikan dengan hasil analisa data rata-rata laju pertumbuhan nisbi dimana untuk metode tanam dasar pada minggu kedua hingga minggu keenam mengalami sedikit peningkatan tetapi pada minggu kedelapan laju pertumbuhannya mengalami penurunan hingga -25,3%. Hal ini sangat berbeda dengan penggunaan metode rakit dan rawai, dimana laju pertumbuhan pada minggu kedua hingga minggu kedelapan terus mengalami peningkatan yakni mencapai 195,3% untuk metode rakit dan 283,3% untuk metode rawai.
Selama ini masyarakat nelayan khusunya nelayan di Pulau Auki telah mengupayakan berbagai metode budidaya rumput laut, tetapi belum ada suatu kajian yang dapat menyajikan informasi tentang efektifitas dari setiap metode budidaya rumput laut yang digunakan. Dengan demikian melalui data hasil kajian ini dapat memberikan informasi tentang alternatif pengembangan metode budidaya rumput laut (Eucheuma cottoni) yang lebih baik dan berkelanjutan.
Laporan Akhir
18
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN 1. Laju
pertumbuhan
rumput
laut
(Eucheuma
cottoni)
dengan
menggunakan metode tanam dasar, rakit dan rawai pada minggu kedua hingga minggu keenam mengalami peningkatan tetapi pada minggu kedelapan pertumbuhan rumput laut dengan menggunakan metode tanam dasar mengalami penurunan drastis bila dibandingkan dengan penggunaan metode rakit dan rawai 2. Dari ketiga metode budidaya rumput laut yang digunakan menunjukkan bahwa rata-rata pertumbuhan rumput laut dengan menggunakan metode rawai memberikan persentasi pertumbuhan tertinggi yakni mencapai 283,3%, sedangkan untuk metode rakit 195,3% dan dasar-25,3% 3. Pengembangan usaha budidaya rumput laut sebagai tanaman yang memiliki nilai ekonomis penting dapat memberikan hasil secara optimal apabila dikembangkan budidaya dengan metode rawai dan rakit.
B. SARAN Dalam ranga pengembangan usaha budidaya rumput laut sebagai mata pencaharian alternatif masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil, maka perlu disarankan sebagai berikut : 1. Perlu dibangun kesepakatan ditigkat masyarakat tentang penataan lokasi budidaya dan lokasi yang diperuntukan untuk aktifitas transportasi laut dengan selalu berkoordinasi dengan masyarakat pemilik lokasi dan masyarakat pemanfaata wilayah pesisir perairan
Laporan Akhir
19
2. Perumusan arah pengembangan usaha budidaya rumput laut harus dilakukan secara terpadu dengan melibatkan Pemerintah Daerah dan Stakeholders yang ada di Kabupaten Biak Numfor diikuti dengan penyediaan fasilitas usaha, pendampingan masyarakat dan strategi pemasaran hasil produksi. 3. Untuk mendapatkan pertumbuhan rumput laut yang optimal maka kegiatan pembersihan rumput laut dari endapan sedimen yang menempel pada ranting rumput laut perlu diperhatikan. Disarankan untuk melakukan kegiatan pembersihan setiap tiga hari sekali. 4. Saat penelitian ini dilakukan kemampuan dan ketrampilan dalam budidaya rumput laut cukup memadai. Untuk mendapatkan hasil yang lebih
baik,
diperhatikan
kegiatan pada
peningkatan
waktu-waktu
kapasitas
masyarakat
perlu
mendatang.
Masyarakat
harus
diberikan kesempatan yang luas untuk mengikuti kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan budidaya rumput laut sehingga pengetahuan dan ketrampilan mereka menjadi meningkat.
Laporan Akhir
20
DAFTAR PUSTAKA Anggadiredja J.T., Achmad Z., Heri P., dan Sri Istini., 2006. Rumput Laut: Pembudidayaan, Pengolahan dan Pemasaran Komoditas Perikanan Potensial. Seri Agribisnis. Penebar Swadaya. BPS [Badan Pusat Statistik] Kabupaten Biak Numfor, 2004. Kabupaten Biak Numfor Dalam Angka 2003. Kerjasama Dengan BAPPEDA Kabupaten Biak Numfor. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Departemen Kelautan dan Perikanan, 2005. Profil Rumput Laut Indonesia La Tanda, J. Lorwens, F. Pulumahuny dan Andriani Widyastuti, 2006. Pengembangan Budidaya Rumput Laut dan Teknologi Pengolahan Dalam Memberdayakan Masyarakat Nelayan di Kepulauan Padaido, Biak, Papua. UPT Loka Konservasi Biota Laut Biak.
Laporan Akhir
21
LAMPIRAN
Biak
Lampiran 1. Lokasi Penelitian Budidaya Rumput Laut
Lampiran 2. Rumput laut jenis Euchema cottonii
Laporan Akhir
22
Lampiran 3. Pengikatan rumput laut
Lampiran 4. Model pemberat yang digunakan
Laporan Akhir
23
Lampiran 5. Unit rakit dari pipa pralon
Lampiran 6. Unit budidaya rumput laut model dasar
Laporan Akhir
24
Lampiran 7. Unit budidaya rumput laut model rakit
Lampiran 8. Unit budidaya rumput laut model rawai
Laporan Akhir
25
Lampiran 9. Rumput laut yang dibudidaya dengan metode rawai
Lampiran 10. Rumput laut yang dibudidaya dengan metode rakit
Laporan Akhir
26
Lampiran 11. Rumput laut yang dibudidaya dengan metode dasar.
Laporan Akhir
27