Fax ,

SIARAN PERS Badan Perlindungan Konsumen Nasional Jl. M.I. Ridwan Rais No. 5 Jakarta 10110 Telp/Fax. 021-34833819, 021-3458867 www.bpkn.go.id

Alternatif Penyelesaian Sengketa Di Luar Pengadilan : "Penguatan BPSK melalui revisi Hukum Acara BPSK" Jakarta, 17 Desember 2013 – Dinamika kebutuhan penyelesaian sengketa konsumen yang tidak sepenuhnya didukung dengan regulasi dan kepastian hukum menyebabkan belum terciptanya tertib hukum penyelesaian sengketa konsumen secara konsisten, sehingga BPSK seolah-olah dibiarkan untuk menentukan hukum acaranya sendiri. Hal ini yang melatarbelakangi BPKN mengadakan Kelompok Diskusi Terbatas (Focus Group Discussion) dengan tema "Penguatan BPSK melalui revisi Hukum Acara BPSK" Dalam sambutannya, Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Ardiansyah Parman menjelaskan bahwa dalam rangka upaya mewujudkan perlindungan konsumen : 1. Dibentuklah BPKN sebagai LPNK (Lembaga Pemerintah Non Kementerian) yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dengan tugas utama memberikan saran dan rekomendasi dalam rangka perbaikan atau penyempurnaan kebijakan terkait perlindungan konsumen; 2. Pemerintah mengakui keberadaan Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) sebagai lembaga terdekat dengan konsumen yang memiliki kesempatan untuk berperan aktif dalam mewujudkan perlindungan konsumen dengan membantu meningkatkan kesadaran konsumen akan hak-haknya, sekaligus merupakan mitra pemerintah dalam menangani perlindungan konsumen melalui pemberdayaan, pembelaan, maupun pengawasan barang dan jasa yang beredar di masyarakat. Selain menyuarakan kepentingan konsumen dan menerima pengaduan, LPKSM juga dapat mendampingi dan mendorong penyelesaian sengketa konsumen di BPSK (Non Litigasi). 3. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) merupakan lembaga yang dibentuk sebagai alternatif penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan dengan tupoksi berupa putusan konsiliasi, putusan mediasi dan putusan arbitrase. Sesuai Pasal 33 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, pelaksanaan tugas dan wewenang BPSK diatur oleh Menteri yang membidangi perdagangan.. Dalam prakteknya penyelesaikan sengketa melalui peradilan umum tidaklah sederhana, untuk itu negara berkewajiban menyediakan pilihan penyelesaian sengketa konsumen diluar pengadilan. Upaya penyelesaian sengketa konsumen oleh BPSK sebagai alternarif penyelesaian sengketa di luar pengadilan dalam pelaksanaannya masih terdapat sejumlah kendala yang dihadapi terkait regulasi hukum acara yang masih lemah. Kondisi tersebut yang menyebabkan konsumen yang sebagian besar dari kalangan menengah ke bawah bersikap pasif dan mengabaikan untuk menuntut hak-haknya sebagai konsumen. Melalui FGD ini diharapkan dapat melahirkan sebuah solusi yang dipandang strategis terkait substansi dalam regulasi apakah sudah memenuhi dinamika yang berkembang, agar BPSK dapat menjalankan perannya dalam rangka penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan, jelas Ardiansyah.

Dengan mengangkat fokus topik diskusi berdasarkan gambaran praktek hukum acara yang dikembangkan dari berbagai inventarisasi masalah yang dialami dalam praktik sehari-hari BPSK, antara lain : 1. Praktek Pemanggilan Para Pihak (Pelaku Usaha – Konsumen), 2. Penggunaan Kuasa Hukum (Advokat – Bukan Advokat), 3. Kewenangan BPSK dalam Pengawasan Klausula Baku, 4. Batas Waktu Penyelesaian Sengketa 21 hari, 5. Penerapan Batas Waktu Pelaksanaan Keputusan BPSK 7 hari, 6. Putusan Konsiliasi dan Mediasi Sepakat Untuk Tidak sepakat, dan 7. Pemilihan Cara Penyelesaian Sengketa dan Larangan Penyelesaian Sengkata Secara Berjenjang, 8. Pengajuan Keberatan ke Pengadilan Negeri, Kasasi ke Mahkamah Agung & Eksekusi Putusan Acara ini dihadiri oleh beberapa narasumber dari perwakilan pemerintah, tenaga ahli, akademisi, dan BSPK setempat, acara FGD yang diselenggarakan hari ini (17/12/2013) di Hotel Alila, Jakarta. bertujuan untuk: (1) mengidentifikasi kembali berbagai upaya yang sudah dilakukan dalam rangka revisi Hukum Acara BPSK, (2) mengidentifikasi kembali berbagai permasalahan teknis teknis administratif dan yuridis penyelesaian sengketa melalui BPSK, dan (3) memperoleh masukan dari instansi atau pihak terkait lainnya guna rekomendasi terhadap hukum acara BPSK. Mencermati dinamika BPSK setelah berdiri di beberapa kota dan kabupaten, DR. Yusuf Shofie, S.H., M.H selaku wakil ketua BPKN menjelaskan bahwa sejak BPKN menyampaikan remomendasinya kepada beberapa kementerian/lembaga terkait menyangkut BPSK untuk mendorong pertumbuhannya dan pemecahan masalah-masalah yang dialaminya, jumlah BPSK sampai dengan tahun 2011 baru terbentuk di 65 (enam puluh lima) Kabupaten/Kota, termasuk hanya ada 1 (satu) BPSK di Provinsi DKI Jakarta, sesuai perundang-undangan. Apabila dibandingkan dengan jumlah Kabupaten/Kota di Indonesia pada tahun 2011 sebanyak 491 Kabupaten/Kota, artinya baru terbentuk sebanyak 13,24 %. Di tahun 2012, Kementerian Perdagangan RI mengumumkan jumlahnya sudah menjadi 73 BPSK. Menurut hitungan Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) per Mei 2013 terdapat, 98 Kota dan 410 Kabupaten atau jika dijumlahkan 508 Kota dan Kabupaten yang tersebar di 34 Provinsi se Indonesia. Dengan merujuk pada data KPPOD (Mei 2013), maka pembentukan BPSK di 508 Kabupaten – Kota se Indonesia baru mencapai tidak lebih dari 22,05% (112 BPSK) dari kurun waktu selama 12 (dua belas) tahun, ungkap Yusuf. Tanpa mengesampingkan peran peradilan umum, proses beracara yang sederhana, waktu yang lebih singkat, dan biaya yang murah menjadikan BPSK sebagai lembaga di kabupetan/ kota yang lebih memberikan harapan bagi masyarakat untuk menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha. Bagi pelaku usaha, keberadaan BPSK akan mendorong mereka untuk memproduksi barang dan jasa dengan memperhatikan kesehatan, keamanan, dan keselamatan konsumen serta melakukan praktik-praktik terpuji di dalam melakukan promosi dan penjualan barang dan/atau jasa. Aman Sinaga, SH, Anggota BPSK Provinsi DKI Jakarta dalam paparannya menyebutkan bahwa prinsip dasar penyelesaian sengketa konsumen melalui BPSK berdasarkan atas pilihan sukarela dengan cara konsiliasi, mediasi, dan arbitrasi berdasarkan kesepakatan, musyawarah kekeluargaan, bukan berjenjang, diselesaikan oleh para pihak dan majelis, tanpa lawyer, dengan putusan win-win solution yang diharapkan dapat dilakukan dengan cepat, murah dan sederhana ternyata masih terdapat kendala yaitu : kendala umum seperti : belum optimalnya dukungan Pemda terhadap operasional BPSK dan SDM Anggota BPSK yg masih perlu di tingkatkan; kendala khusus seperti : (a) Pelaku Usaha tidak bersedia hadir pada saat sidang,

(b) Bantuan Polisi yang tidak jalan, (c) Pelaku Usaha tidak bersedia sengketanya diselesaikan di BPSK, (d) Para pihak tidak sepakat memilih salah satu cara Penyelesaian Sengketa di BPSK, dan (e) Pelaku Usaha tidak Melaksanakan Putusan BPSK. Pada kesempatan yang sama Dr Susanti Adi Nugroho SH,MH, mantan Hakim Agung sekaligus Ketua Badan Mediasi Indonesia (BAMI) yang hadir menjadi narasumber meninjau problematika penyelesaian sengketa melalui jalur BPSK dari sisi regulasi bahwa baik Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 maupun KepMenperindag No. 350/MPP/Kep/12/2001 tidak cukup memberikan kejelasan yang dibutuhkan untuk implementasi di lapangan, sebagai contoh : (1) Ketidakseragaman dalam menafsirkan ketentuan peraturan perundang-undangan, (2) Tidak ada konsistensi pada pasal–pasalnya, (3) Adanya pertentangan antara pasal satu dengan pasal yang lainnya, (4) Disebutkan bahwa putusan bersifat final dan mengikat, namun masih dibuka acara keberatan, (5) Adanya konflik dengan peraturan perundang-undangan Arbitrase, (6) Tidak ada kejelasan tentang peran serta Penyidik. “Oleh karena itu perlu upaya untuk menjembatani kesenjangan antara peraturan perundangundangan dengan pelaksanaan di lapangan. Penyempurnaan KepMenperindag No. 350/MPP/Kep/12/2001 merupakan solusi yang paling fleksibel ketimbang menunggu proses amandemen Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan langsung memberi kepastian hukum bagi konsumen termasuk status putusan BPSK”, tegas Susanti. Sejalan dengan wacana penyempurnaan peraturan ini, pengaturan Perlindungan Konsumen tentang e-commerce perlu diakomodir dan menjadi perhatian. Mengingat tingginya perkembangan pengguna internet di Indonesia diiringi dengan peningkatan volume transaksi yang semakin pesat melalui media internet, tidak menutup kemungkinan berpotensi menimbulkan permasalahan yang merugikan konsumen, antara lain yang berkaitan dengan keamanan transaksi, mulai dari ketidaksesuaian jenis dan kualitas barang yang dijanjikan, ketidaktepatan waktu pengiriman barang, serta ketidakamanan transaksi, tambah Susanti. Diskusi yang berlangsung dalam 2 sesi ini juga menghadirkan narasumber yaitu Dr. Inosentius Samsul, SH.,M.Hum selaku Sekjen DPR-RI dengan paparannya mengenai Pendekatan Teoritik Revisi Kepmen 350/MPP/Kep/12/2001 dan Penyesuaian Pokok-Pokok Materinya dengan UUPK Draft Revisi UUPK. Ino merangkum beberapa kesimpulan sebagai berikut : (1) UUPK dan RUUPK mendelegasikan 2 substansi yang berbeda yang lebih sistematis dan fokus diatur dalam peraturan yang berbeda/tersendiri, (2) UUPK dan RUUPK seharusnya membedakan tugas dan wewenang, (3) Pengaturan dalam Peraturan Menteri lebih detail dan menjabarkan materi muatan yang terdapat dalam UU dengan konstruksi yang lebih sistematis dan operasional. Melalui rumusan hasil FGD ini diharapkan dapat menjadi rekomendasi BPKN kepada Kementerian/Lembaga Negara yang berwenang tentang Pelaksanaan Tugas Dan Wewenang BPSK,

-- selesai --Informasi lebih lanjut hubungi : Koordinator Komisi Komunikasi dan Edukasi Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) David M.L. Tobing, S.H., M.Kn. No.HP : +62-812.9899989 Telp/Fax: 021-34833819, 021-3458867, Website : www.bpkn.go.id, Email: [email protected]

Lampiran : A. Beberapa Rekomendasi BPKN Tentang BPSK 1. Surat Ketua BPKN-RI Nomor 316 /BPKN/11/2011 tanggal 25 Nopember 2011 tentang Rekomendasi Akselerasi Kinerja Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, ditujukan kepada Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia. 2. Surat Ketua BPKN-RI Nomor 315 /BPKN/11/2011 tanggal Jakarta, 25 Nopember 2011 tentang Rekomendasi Tentang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, ditujukan kepada Menteri Keuangan Republik Indonesia. 3. Surat Ketua BPKN-RI Nomor 349 /BPKN/12/2011 29 Desember 2011 tentang Rekomendasi Penyelesaian Masalah Pembiayaan Konsumen ditujukan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia HAM Republik Indonesia. 4. Surat Ketua BPKN-RI Nomor 348 /BPKN/12/2011 29 Desember 2011 Rekomendasi Penyelesaian Masalah Pembiayaan Konsumen, ditujukan kepada Menteri Keuangan Republik Indonesia. 5. Surat Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional Republik Indonesia tanggal 11 Oktober 2012 Nomor 126/BPKN/10/2012 tentang Rekomendasi Rancangan Undangundang tentang Perubahan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, ditujukan kepada Presiden RI.

B. Berbagai upaya Revisi Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan tersebut yang pernah dilakukan: 1. Dalam kurun waktu 2006-2007 melalui berbagai penelitian dengan prosedur FGD dengan menghasilkan 1 (satu) draft revisi yang telah melalui proses panjang dan biaya tidak sedikit; 2. Materi dasar kewenangan BPSK untuk melakukan penyelesaian sengketa konsumen melalui cara-cara konsiliasi, mediasi dan arbitrase ditempatkan kembali dalam Penyusunan Rancangan Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen (Perubahan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen) (Final Draft 8 Oktober 2012) oleh Badan Perlidungan Konsumen Nasional di bawah Tim 10 (sepuluh) yang diketuai Prof.Dr. Johannes Gunawan, S.H., LL.M. (2009-2012); 3. Pembahasan Pokok-pokok Masalah revisi Keputusan Menteri tersebut dalam Forum Komunikasi Nasional BPSK Jakarta, 11-13 Juni 2012, diselenggarakan Direktorat Pemberdayaan Konsumen pada Direktorat Jenderal Standardidasi dan Perlindungan Konsumen Kementerian Perdagangan RI; 4. Pembahasan kembali pokok-pokok pikiran revisi Keputusan Menteri tersebut dalam Forum Bimbingan Teknis BPSK Lanjutan, di Bandung, 13 Juli 2012; 5. Musyawarah Nasional Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), difasilitasi Direktorat Pemberdayaan Konsumen pada Direktorat Jenderal Standardidasi dan Perlindungan Konsumen Kementerian Perdagangan RI di Denpasar, Bali, 11-14 Juni 2013; 6. Focus Group Discussion (FGD) tentang “Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK): Peran, Manfaat dan Permasalahannya”, diselenggarakan Deputi Bidang Perekonomian Sekretariat Kabinet Republik Republik Indonesia, Jakarta, 14 November 2013, Ruang Rapat Lt 4 Gedung III Sekretariat Kabinet RI.

C. Pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Berdasarkan Keputusan Presiden Periode Juli 2001-Juli 2013 No

Keputusan Presiden

Nama – Substansi

Ket

001

KEPPRES 90 - 2001 21-07-2001

Pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Pada Pemerintah Kota Medan, Kota Palembang, Kota Jakarta Pusat, Kota Jakarta Barat, Kota Bandung, Kota Semarang, Kota Yogyakarta, Kota Surabaya, Kota Malang, Dan Kota Makassar

9 BPSK

002

KEPPRES 108 - 2004 18-10-2004

Pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Pada Pemerintah Kota Kupang, Kota Samarinda, Kota Sukabumi, Kota Bogor, Kota Kediri, Kota Mataram, Kota Palangkaraya Dan Pada Kabupaten Kupang, Kabupaten Belitung, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Bulungan, Kabupaten Serang, Kabupaten Ogan Komering Ulu Dan Kabupaten Jeneponto

14 BPSK

003

KEPPRES 18 - 2005 12-07-2005

Pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Pada Pemerintah Kota Padang, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Indramayu, Dan Kabupaten Bandung

4 BPSK

004

KEPPRES 23 - 2006 12-12-2006

Pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Pada Pemerintah Kota Pekalongan, Kota Pare-pare, Kota Pekanbaru, Kota Denpasar, Kota Batam, Kabupaten Aceh Utara Dan Kabupaten Serdang Bedagai

7 BPSK

005

KEPPRES 32 - 2008 30-12-2008

Pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Pada Kota Banjar Masin, Kota Cirebon, Kota Surakarta, Kota Magelang, Dan Kota Tanjung Pinang, Serta Pada Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Aceh Tengah Dan Kabupaten Bener Meriah

8 BPSK

006

KEPPRES 23 - 2009 29-08-2009

Pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Pada Kota Tebing Tinggi, Kota Binjai, Dan Kabupaten Bogor

3 BPSK

007

KEPPRES 18 - 2010 27-08-2010

Pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Pada Kota Serang, Kota Kendari, Kota Bukittinggi, Kota Singkawang, Kota Pontianak, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Padang Pariaman, Kabupaten Karawang, Dan Kabupaten Batu Bara

9 BPSK

008

KEPPRES 11 - 2011 10-05-2011

Pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Pada Kota Solok, Kota Cilegon, Kabupaten Pinrang, Kabupaten Lampung Barat, Kabupaten Ketapang, Kabupaten Lombok Utara, Kabupaten Sumbawa, Kabupaten Berau, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Temanggung, Dan Kabupaten Maros

11 BPSK

009

KEPPRES 5 - 2012 02-02-2012

Pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Pada Kabupaten Lampung Tengah, Kabupaten Paser, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Barru, Dan Kabupaten Cirebon, Serta Kota Bandar Lampung, Dan Kota Tanjung Balai

8 BPSK

010

KEPPRES 27 - 2012 17-09-2012

Pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Pada Kabupaten Mappi, Kabupaten Bantaeng, Kabupaten Muara Enim, Kabupaten Probolinggo, Kota Lubuklinggau, Dan Kota Tasikmalaya

6 BPSK

011

KEPPRES 38 - 2012 10-12-2012

Pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Pada Kabupaten Sragen, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Grobogan, Kota Probolinggo, Dan Kota Tangerang Selatan

5 BPSK

012

KEPPRES 3 - 2013 18-01-2013

Pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Pada Kabupaten Sinjai, Kabupaten Takalar, Kabupaten Kepulauan Selayar, Dan Kabupaten Barito Utara

4 BPSK

013

KEPPRES 12 - 2013 08-04-2013

Pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Pada Kabupaten Bone Bolango, Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Gorontalo Utara, Kabupaten Pohuwato, Kabupaten Pemalang, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Langkat, Kota Padang Panjang, Kota Bekasi, Kota Pematangsiantar, Dan Kota Salatiga

11 BPSK

014

KEPPRES 22 - 2013 12-07-2013

Pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Pada Kabupaten Sumedang, Kabupaten Kuningan, Kabupaten Wonosobo, Kabupaten Ngawi, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Kabupaten Sarolangun, Kabupaten Donggala, Kabupaten Belitung Timur, Kabupaten Pontianak, Kabupaten Ogan Ilir, Kota Palu, Dan Kota Kotamobagu

13 BPSK

JUMLAH

112 BPSK