Executive Summary Assessment Implementasi MBS dan Potret Kondisi SMP NU di 6 Provinsi
EXECUTIVE SUMMARY ASSESSMENT
IMPLEMENTASI MBS DAN POTRET KONDISI SMP NAHDLATUL ULAMA di 6 Provinsi: NTB, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, DIY, dan Banten
Fatkhu Yasik, M.Pd. Direktur LP3M STAINU Jakarta
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Memotret implementasi MBS di SMP NU; dan 2) Memotret kondisi SMP NU menggunakan pendekatan EDS. Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif deskriptif, dengan menjadikan ukuran pemusatan seperti mean, rerata, modus, diagram, presentasi, dan frekuensi sebagai acuan evaluasi. Sasaran penelitian sebanyak 72 SMP yang terdiri dari perwakilan provinsi NTB, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, DIY, dan Banten. Adapun hasil penelitian ini: 1) Hasil assessment MBS memperoleh nilai sebesar 78.9% dan masuk kategori baik/ tinggi. Dengan demikian disimpulkan bahwa 72 SMP NU tersebut rata-rata dapat mengimplementasikan konsep MBS dengan bagus di lingkungannya masing-masing; dan 2) Hasil assessment EDS memperoleh nilai sebesar 68% dan masuk kategori sedang. Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa rata-rata EDS di 72 sekolah tersebut hanya bisa dipenuhi sebesar 68% dari yang diharapkan, dan masuk kategori sedang. Keyword: MBS, EDS, SMP NU
Vol. 03 No. 02 September 2015
21
Fatkhu Yasik, M.Pd.
PENDAHULUAN Pendidikan semakin menemukan kebenarannya sebagai locomotive perubahan dalam segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Kemajuan bidang teknologi, bidang perekonomian, terbentuknya civil society (masyarakat madani), dan kuatnya negara dan identitas bangsa adalah dampak dari proses pendidikan yang dijalankan. Hal inilah yang mendorong pemerintah merumuskan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas No. 20/2003) dan UndangUndang No. 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang mencakup 8 (delapan) standar pendidikan. Melalui perangkat perundang-undangan tersebut, diharapkan sistem pendidikan nasional berjalan sebagaimana yang dicita-citakan. Kenyataannya, implementasi SNP sebagaimana yang diamanatkan oleh UU Sisdiknas No. 20/2003 dan UU No. 19/2005 masih mengalami banyak hambatan di lapangan. Problem disparitas status lembaga antara swasta dan negeri telah berdampak pada minimnya kemampuan sekolah swasta untuk menyamai kualitas sekolah negeri. Terlebih, disadari atau tidak, sistem pembinaan dan edukasi yang dirancang dan diterapkan oleh pemerintah selama ini berbasis pada sekolah negeri. Tidak menunjukkan keperpihakan untuk sekolah swasta. Sehingga dalam intensitas peningkatan kualitas pengelolaan sekolah, sekolah swasta selalu ketinggalan dari sekolah negeri. Padahal, menurut hemat kami, sekolah swasta adalah pihak yang harus diafirmasi pemerintah jika dikaitkan dengan agenda besar pembangunan, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa (Pembukaan UUD 1945). Karena jenis sekolah yang menitikberatkan pada partisipasi masyarakat inilah yang keberadaannya menjangkau daerah pedesaan dan mengakar di hati masyarakat. Atas dasar pikiran tersebut, maka peneliti melaksanakan pemetaan (assessment) tentang Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) di SMP Swasta. Melalui penelitian ini diharapkan akan diperoleh gambaran valid mengenai pelaksanaan MBS di SMP Swasta, khususnya yang ada di lingkungan Nahdlatul Ulama.
22
Mozaic: Islam Nusantara
Executive Summary Assessment Implementasi MBS dan Potret Kondisi SMP NU di 6 Provinsi
MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur atau mengelola proses pemanfaatan SDM dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisient untuk mencapai suatu tujuan tertentu (Sangkala, 2007). Manajemen pendidikan adalah pengorganisasian unsur pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan. Sedangkan manajemen sekolah adalah pengorganisasian unsur-unsur pendidikan di sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan (Abdul Haris dan Nurhayati, 2010). Secara umum, GR. Terry sebagaimana yang dijelaskan Sangkala dalam bukunya Knowledge Management (Sangkala, 2007) mengemukakan bahwa manajemen memiliki fungsi sebagai berikut: 1) Planning; 2) Organizing; 3) Actuating; dan 4) Controlling.
Hal ini sesuai dengan definisi manajemen yang disampaikan oleh Kathryn M. Bartol dan David C. Martin seperti yang dikutip oleh AM. Kadarman SJ. dan Yusuf Udayana (1995), dikatakan bahwa manajemen adalah suatu proses untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi (sekolah) dengan melakukan kegiatan dari empat fungsi utama, yaitu: Merencanakan (planning); Mengorganisasi (organizing); Memimpin (leading); dan Mengendalikan (controlling). Lebih jauh Dja’man Satori (1980) menjelaskan yang dimaksud dengan administrasi (manajemen) pendidikan adalah keseluruhan proses kerjasama dengan memanfaatkan semua sumber personil dan materiil yang tersedia dan sesuai untuk mencapai tujuan pendidikan yang ditetapkan secara efektif dan efisien. Indrajit dan Djokopranoto (2006:30-31) mengemukakan cirriciri manajemen dalam abad 21 adalah sebagai berikut. 1. Manajemen harus berhubungan dengan kompetisi glob-
Vol. 03 No. 02 September 2015
23
Fatkhu Yasik, M.Pd.
al, bukan lagi lokal dan regional; 2. Manajemen harus menyadari bahwa internasionalisasi
sudah terdesak oleh globalisai;
3. Manajemen dewasa ini lebih berbasis teknologi, ter-
lebih lagi teknologi informasi;
4. Karyawan lebih merupakan mitra daripada bawahan; 5. Para manajer harus mengelola perubahan; 6. Kewiraswastaan dewasa ini tetap mendorong kema-
juan ekonomi;
7. Kerjasama tetap merupakan suatu kebutuhan dan ke-
harusan;
8. Keragaman harus dikelola; 9. Para manajer harus mengubah budaya organisasi.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan secara sederhana bahwa manajemen adalah kegiatan sistematis yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan atau visi organisasi dengan memanfaatkan berbagai macam potensi yang dimiliki. Baik dalam bentuk SDM, dana, dukungan masyarakat, dan dukungan pemerintah. Sejak tahun 1999 Depdiknas – sekarang Kemendikbud telah mengembangkan konsep Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS). Kemudian konsep ini dikembangkan kembali menjadi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yang berlandaskan pada pemahaman desentralisasi manajemen sumber-sumber daya ke tingkat sekolah yang meliputi pengetahuan, teknologi, kewenangan, bahan, orang, waktu, dan keuangan. Sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah No. 66 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan (PP No. 66/2010) Pasal 49 yang menjelaskan bahwa pengelolaan 24
Mozaic: Islam Nusantara
Executive Summary Assessment Implementasi MBS dan Potret Kondisi SMP NU di 6 Provinsi
satuan pendidikan memajukan pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dengan menerapkan manajemen berbasis sekolah pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Uraian di atas selaras dengan isi dan hakikat UU Sisdiknas No. 20/2003 di mana Pemerintah menjamin bahwa pengelolaan satuan pendidikan dilaksanakan dengan prinsip Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Hal ini sesuai dengan semangat otonomi daerah yang didasari oleh Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang menyatakan bahwa penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial menjadi urusan pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota. Konsep desentralisasi pendidikan dalam MBS sebagaimana yang dirumuskan oleh pemerintah mencakup 3 (tiga) hal sebagai berikut: 1) Manajemen berbasis lokasi; 2) Pendelegasian wewenang; dan 3) Inovasi kurikulum.
Semangat desentralisasi pendidikan tersebut dipandang sebagai salah satu upaya alternative untuk meningkatkan dan menjaga mutu pendidikan di sekolah. Dengan diberikannya kewenangan pengelolaan, sekolah diharap mampu melakukan peningkatkan mutu pendidikan, sebagaimana yang dijelaskan oleh Jerome S. Arcaro (2006) yang memaknai bahwa mutu adalah sebuah proses terstruktur untuk memperbaiki keluaran yang dihasilkan. Proses terstruktur peningkatan mutu tersebut dilakukan dengan melakukan penguatan manajemen pada pengelolaan sumber-daya, potensi entrepreneur, kurikulum dengan pendekatan KTSP, institusi sekolah/madrasah, pemenuhan standard kriteria minimum yang dirumuskan dalam SNP. Karakteristik yang melekat pada konsep MBS adalah adanya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lembaga pendidikan. Vol. 03 No. 02 September 2015
25
Fatkhu Yasik, M.Pd.
Pengelolaan sekolah dengan segala aspek yang dicakupnya tidak bisa dilepaskan dari peran stake holders sekolah, dalam hal ini masyarakat, Komite Sekolah, tenaga pendidik, tenaga kependidikan, pemerintah, LSM, dan sebagainya. UndangUndang SPN No. 20 Th. 2003 telah menjamin keterlibatan masyarakat luas dalam pengelolaan sekolah/madrasah, yang juga sejalan dengan Undang-Undang No. 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional Tahun 2000-2004. Dengan begitu maka kebijakan strategis sekolah, termasuk penentuan pengelola sekolah harus melibatkan stake holders sekolah (bersifat bottom-up), bukan top-down seperti kebanyakan kasus yang terjadi belakangan ini. Partisipasi masyarakat dalam proses pengelolaan sekolah bisa dilakukan dalam bentuk komite sekolah/madrasah, sebagaimana yang dipaparkan dalam Lampiran Kepmendiknas No. 044/U/2002 tentang Tugas dan Fungsi Komite Sekolah dalam Acuan Pembentukan Komite Sekolah. Adapun tugas dan fungsi komite sekolah adalah dapat memberikan masukan, pertimbangan (advisory agency), dan rekomendasi pada satuan pendidikan mengenai: 1. Kebijakan dan program pendidikan; 2. Rencana Anggaran Pendidikan dan Belanja Sekolah (RAPBS); 3. Kriteria tenaga kependidikan; 4. Kriteria kinerja satuan pendidikan; 5. Kriteria fasilitas pendidikan; 6. Hal–hal yang terkait dengan pendidikan. Di samping itu, penerapan MBS juga bisa mendorong terbangunnya kemandirian lembaga pendidikan melalui pengembangan kompetensi kewirausahaan yang dimiliki. Manfaat peningkatan kompetensi kewirausahaan akan 26
Mozaic: Islam Nusantara
Executive Summary Assessment Implementasi MBS dan Potret Kondisi SMP NU di 6 Provinsi
menunjang pada kegiatan utama, yaitu: 1) keuangan personalia; 2) pemasaran; 3) dan operasional. DISAIN PENELITIAN Mengingat pentingnya penerapan MBS sebagaimana diuraikan di atas. Maka peneliti melakukan evaluasi untuk mengikur sejauh mana MBS diterapkan di sekolah yang ada di lingkungan Nahdlatul Ulama. Pada kesempatan kali ini, untuk sementara peneliti membatasi sasaran penelitian adalah Sekolah Menengah Pertama (SMP). Adapun aspek yang diteliti dalam penelitian ini ada 2 (dua), yaitu MBS itu sendiri dan Kondisi Sekolah menggunakan instrument Evaluasi Diri Sekolah (EDS) yang menurut hemat peneliti saling terkait. Dalam memotret aspek manajerial sekolah, peneliti akan melakukan penilaian pada aspek MBS yang terdiri dari beberapa indikator berikut: 1. Bidang Kerjasama di Lingkungan Sekolah; 2. Bidang Kurikulum; 3. Bidang Pengelolaan Sekolah; dan 4. Bidang Kerjasama Sekolah dengan Orangtua dan
Masyarakat.
Sedangkan untuk memotret kondisi sekolah, peneliti akan menilai seluruh komponen pendidikan menggunakan instrument EDS yang telah dikembangkan oleh Kemdikbud RI. Adapun indikator penilaiannya terdiri dari: 1. Komponen Sarpras; 2. Komponen Isi; 3. Komponen Proses;
Vol. 03 No. 02 September 2015
27
Fatkhu Yasik, M.Pd.
4. Komponen Penilaian; 5. Komponen Kompetensi Lulusan; 6. Komponen Pengelolaan; 7. Komponen Pendidik dan Tenaga kependidikan; dan 8. Komponen Pembiayaan. A. Fokus dan Rumusan Masalah
Berdasarkan elaborasi latar belakang di atas, maka assessment ini dilaksanakan dengan memiliki 2 (dua) fokus utama, yaitu aspek manajerial dan kondisi sekolah. Dengan demikian maka rumusan masalah penelitian ini adalah: 1. Bagaimanakah implementasi MBS di SMP Swasta NU? 2. Bagaimanakah kondisi capaian kriteria minimum SNP di
SMP NU?
B. Tujuan Program
Secara keseluruhan, tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Memperoleh peta kompetensi manajerial pengelola satuan pendidikan, khususnya pada Sekolah Menengah Pertama; 2. Memperoleh peta mengenai budaya dan sistem pengembangan satuan pendidikan yang menjadi sasaran penelitian, apakah sudah mencerminkan efektifitas dan sustainable dalam pengelolaannya; 3. Memperoleh peta mengenai capaian kriteria minimum SNP sekolah sasaran. C. Sasaran Penelitian
Sasaran dari assesement ini tersebar di 6 (enam) provinsi, 28
Mozaic: Islam Nusantara
Executive Summary Assessment Implementasi MBS dan Potret Kondisi SMP NU di 6 Provinsi
dengan komposisi sasaran sebagaimana dapat dilihat pada table di samping, yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah, DIY, Jawa Barat, dan Banten. Adapun personal yang menjadi sumber data adalah seluruh kepala sekolah yang telah ditentukan sebagai sasaran assessment. Tabel 1.1. Sebaran Sasaran Penelitian No. 1 2 3 4 5 6
Provinsi NTB Jawa Timur Jawa Tengah DIY Jawa Barat Banten Jumlah
5 24 16 10 12 5 72
Jumlah 1 1 1 SMP Org 1 1 1
5 24 16 10 12 5 72
D. Disain Assessment
Kegiatan assessment ini dilaksanakan berbarengan dengan program pelatihan yang diselenggarakan oleh Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama (LP Ma’arif NU) Pusat. Dengan demikian maka peneliti mampu menghemat beberapa unit cost karena untuk mengumpulkan dan menemui kepala sekolah sudah difasilitasi oleh LP Ma’arif NU melalui kegiatan yang dilaksanakan. Kegiatan sendiri dilaksanakan selama 3 bulan dengan menggunakan pendekatan in-1, on, dan in2. Sehingga memungkinkan peneliti untuk hadir ke lokasi sekolahan dan menyaksikan langsung kondisi sekolah yang ada sembari melakukan assessment untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan. 1. Pendekatan Assessment
Pendekatan yang digunakan dalam kegiatan assessment ini Vol. 03 No. 02 September 2015
29
Fatkhu Yasik, M.Pd.
adalah deskriptif kuantitatif. Data yang diperoleh melalui pendekatan ini akan digambarkan secara nomerik dengan menggunakan ukuran pemusatan seperti mean, rerata, modus, diagram, presentasi, dan frekuensi. Dengan demikian maka teknik penjelasan data yang digunakan adalah eksplanatori. 2. Sumber Data
Sebagaimana dijelaskan di awal, bahwa yang menjadi sumber data adalah seluruh kepala sekolah SMP yang menjadi peserta pelatihan LP Ma’arif NU. Tercatat ada 72 kepala sekolah yang hadir. 3. Teknik Penggalian Data
Dalam model assessment kali ini, teknik penggalian data dilakukan dengan teknik kuesioner atau angket. Peneliti menyebarkan angket yang menggambarkan beberapa domain dan indikator yang dinilai. Di samping itu peneliti juga melakukan observasi sebagai upaya melakukan triangulasi data yang diperoleh dari angket. E. Analisis Data
Sebagaimana pendekatan yang digunakan, analisis data yang digunakan dalam kegiatan penelitian ini deskriptif kuantitatif, yaitu menggunakan ukuran pemusatan, seperti mean, rerata, modus, diagram, presentasi, dan frekuensi. Data dapat disajikan dalam bentuk chart seperti column, pie, dan line. Data sebelum disajikan akan ditabulasi terlebih dahulu sesuai dengan fokus dan indikator yang telah dirumuskan. HASIL ASSESSMENT Hasil adalah output yang diperoleh dari kegiatan assessment yang dilaksanakan. Sebagaimana yang dirumuskan dalam tujuan kegiatan, bahwa rumusan masalah kegiatan penelitian
30
Mozaic: Islam Nusantara
Executive Summary Assessment Implementasi MBS dan Potret Kondisi SMP NU di 6 Provinsi
ini adalah untuk memetakan kondisi aktual tentang implementasi MBS dan capaian kriteria minimum SNP di SMP Swasta. Setelah dianalisis diperoleh beberapa poin penting yang bisa dijadikan informasi, maka diperoleh hasil sebagai berikut: A. Hasil Penilaian Aspek MBS
Berdasarkan hasil analisis terhadap data implementasi MBS, maka secara keseluruhan dari 72 peserta diperoleh angka sebagai berikut: 1. Dari 72 sekolah tersebut, penilaian yang dilakukan
berdasarkan 5 variabel di atas diperoleh nilai rata-rata sebesar 57.11 atau dalam persentase sebesar 78.79%, dan masuk kategori baik/tinggi. Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa 72 sekolah yang menjadi sasaran assessment rata-rata dapat mengimplementasikan konsep MBS dengan bagus di lingkungannya masing-masing. Gambar 4: Nilai Komposit Komponen MBS
Vol. 03 No. 02 September 2015
31
Fatkhu Yasik, M.Pd.
Tabel 4: Hasil Penilaian Komponen MBS Jml Butir
Jumlah
%
µ
3605
83.45
50.07
14
3126
77.53
43.42
Pengelolaan sekolah
15
3400
78.7
47.22
4
Kerjamasa sekolahmasyarakat
18
4349
83.89
60.40
5
Kepuasan didik
peserta
30
6079
70.36
84.43
Jumlah
92
20559
393.93
285.5
% 78.79
µ 57.11
No.
Variable
1
Kerjasama di dalam sekolah
15
2
Kurikulum sekolah
3
2. Dari 5 variabel yang dinilai, nilai terendah adalah
70.36% pada variabel kepuasan peserta didik. Sedangkan nilai tertinggi diperoleh pada variabel kerjasama di dalam sekolah dan kerjasama sekolah dengan masyarakat yang masing-masing memperoleh angka sebesar 83.45% dan 83.89%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa aspek pelayanan kepada peserta didik perlu ditingkatkan dan dijadikan prioritas dalam implementasi MBS.
B. Hasil Penilaian EDS
Berdasarkan analisis data EDS terhadap 72 SMP yang menjadi sasaran penelitian, diperoleh karakteristik data sebagai berikut:
32
Mozaic: Islam Nusantara
Executive Summary Assessment Implementasi MBS dan Potret Kondisi SMP NU di 6 Provinsi
Gambar 5: Hasil Analisis 8 SNP
Dari data tersebut maka bisa ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Rata-rata penilaian EDS yang mengacu SNP pada 72
sekolah diperoleh nilai sebesar 68% dan masuk kategori sedang. Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa rata-rata EDS di 72 sekolah tersebut hanya bisa dipenuhi sebesar 68% dari yang diharapkan, dan masuk kategori sedang;
2. Penilaian terhadap 72 sekolah diperoleh nilai rata-rata
terendah pada standar sarpras yang nilainya sebesar 60%. Angka ini sangat rentan untuk turun karena hanya selisih 6.5% dari kategori rendah. Ini bermakna bahwa 72 sekolah tersebut kondisi sarprasnya sangat rentan masuk kategori “rendah”.
3. Penilaian terhadap 72 sekolah diperoleh nilai rata-rata
tertinggi pada standar proses yang mencapai nilai sebesar 78%. Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa proses pelaksanaan pendidikan dan pembelajaran yang dilaksanakan oleh 72 sekolah selama ini berjalan dengan bagus.
Vol. 03 No. 02 September 2015
33
Fatkhu Yasik, M.Pd.
REKOMENDASI PROGRAM Berdasarkan kesimpulan atau hasil penilaian yang dilakukan pada komponen MBS dan EDS, maka dapat dirumuskan beberapa rekomendasi sebagai berikut: A. Hasil penilaian pada komponen MBS sudah cukup bagus.
Menindaklanjuti hasil tersebut, maka peneliti mengusulkan kepada stakeholders sebagai berikut: 1. Kemendikbud RI, khususnya Dir. PSMP Ditjen Dikdas
hendaknya memprogramkan pendampingan terhadap 72 sekolah yang dimaksud untuk menjamin keberlangsungan atau sustainable mutu MBS dan perbaikan yang berkelanjutan (quality improvement) pada sekolah tersebut;
2. Kemendikbud RI, khususnya Dir. PSMP Ditjen Dikdas
hendaknya memperluas jangkauan riset semacam ini kepada sekolah-sekolah sasaran baru yang berbeda dengan 72 sekolah peserta;
3. Kemendikbud RI, khususnya Dir. PSMP Ditjen Dikdas
hendaknya meningkatkan kemitraan dengan lembaga-lembaga swasta seperti LP Ma’arif NU untuk mengembangkan potensi lembaga-lembaga penyelenggara pendidikan swasta. Hal ini mengingat dalam beberapa kasus potensi tersebut hanya bisa tersentuh dan berkembang jika dilakukan swasta;
4. Kemendikbud RI, khususnya Dir. PSMP Ditjen Dik-
das hendaknya mmemfasilitasi LP Ma’arif NU dalam mengembangkan dan mendesiminasikan keberhasilan ke-72 sekolah yang menjadi sasaran program “best practice” dan program penguatan potensi lokal.
34
Mozaic: Islam Nusantara
Executive Summary Assessment Implementasi MBS dan Potret Kondisi SMP NU di 6 Provinsi
B. Sedangkan pada komponen EDS, peneliti merekomen-
dasikan:
1. Kemendikbud RI, khususnya Dir. PSMP Ditjen Dikdas
hendaknya memperhatikan kondisi sarpras 72 sekolah yang menjadi sasaran penelitian dalam bentuk memberikan bantuan pemenuhan sarpras;
2. Kemendikbud RI, khususnya Dir. PSMP Ditjen Dikdas
hendaknya memfasilitasi pengembangan dan penguatan kompetensi para tenaga pendidik dan tenaga kependidikan untuk meningkatkan mutu proses pembelajaran dan pengelolaan melalui program kemitraan pendidikan dan pelatihan pengembangan mutu pendidik dan kependidikan dengan LP Maarif NU.
Vol. 03 No. 02 September 2015
35
Fatkhu Yasik, M.Pd.
DAFTAR PUSTAKA AM. Kadarman SJ. dan Yusuf Udayana. Manajemen Kurikulum dan Pembelajaran pada Program Studi Keahlian. Jakarta: Raja Grafindo, 1995. Haris, Abdul, dan Nurhayati. Psikologi dalam Pendidikan. Bandung: Alfabeta, 2010. Indrajit, R. Eko dan Djokopranoto. Manajemen Perguruan Tinggi Modern. 2006. Jerome S. Arcaro. Pendidikan Berbasis Mutu: Prinsipprinsip Perumusan dan Tata Langkah Penerapan. Penerjemah: Yosal Iriantara. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006. Sangkala. Knowledge Management. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2007. Satori, Dja’man. Administrasi Pendidikan. Bandung: Fip IKIP, 1980. Undang-Undang Dasar 1945 (Amandemen). Undang-Undang No. 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional Tahun 2000-2004. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Peraturan Pemerintah No. 66 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 36
Mozaic: Islam Nusantara
Executive Summary Assessment Implementasi MBS dan Potret Kondisi SMP NU di 6 Provinsi
2010 Tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan. Lampiran Kepmendiknas No. 044/U/2002 tentang Tugas dan Fungsi Komite Sekolah dalam Acuan Pembentukan Komite Sekolah.
Vol. 03 No. 02 September 2015
37