SNI XXXX:XXXX
Standar Nasional Indonesia
Fasilitas pembuangan hasil keruk (dumping area)
ICS XX.XXXX
Badan Standardisasi Nasional
Daftar Isi
Daftar Isi ..............................................................................................................................i Prakata .............................................................................................................................. iii 1 Ruang lingkup........................................................................................................... 1 2 Acuan normatif ......................................................................................................... 1 3 Istilah dan definisi ..................................................................................................... 1 4 Material hasil pengerukan ........................................................................................ 3 4.1 Jenis material hasil pengerukan ...................................................................... 3 4.2 Pengujian karakteristik material ....................................................................... 4 4.2.1 Uji fisik.................................................................................................. 4 4.2.2 Uji kimia ............................................................................................... 4 4.2.3 Uji biologis............................................................................................ 5 5 Metode pembuangan................................................................................................ 5 5.1 Umum .............................................................................................................. 5 5.2 Material terkontaminasi.................................................................................... 5 5.3 Pembuangan di laut ......................................................................................... 5 5.4 Pemilihan tebing (side casting) ........................................................................ 6 5.4.1 Umum .................................................................................................. 6 5.4.2 Jarak side cast ..................................................................................... 6 5.5 Dispersi ............................................................................................................ 6 5.5.1 Umum .................................................................................................. 6 5.5.2 Penggunaan suction dredger untuk menyebarkan material ke aliran pasang ................................................................................................. 7 5.6 Agitasi .............................................................................................................. 7 5.7 Pemompaan ke darat ...................................................................................... 7 5.7.1 Umum .................................................................................................. 7 5.7.2 Areal penampungan ............................................................................. 7 5.7.3 Kedalaman pengendapan .................................................................... 8 5.7.4 Penutupan areal penampungan ........................................................... 8 5.7.5 Drainase areal penampungan .............................................................. 8 6 Pemilihan jenis alat keruk ......................................................................................... 9 7 Persyaratan lokasi pembuangan ............................................................................ 11 7.1 Lokasi pembuangan di perairan .................................................................... 11 7.2 Lokasi pembuangan di daratan ..................................................................... 11 Bibliografi ......................................................................................................................... 13
i
Prakata
Standar ini bertujuan untuk memberikan pedoman baku dalam perencanaan fasilitas pembuangan hasil keruk (dumping area). Standar ini ditujukan bagi perencana pelabuhan, untuk menjadi acuan yang seragam dalam perencanaan dumping area. Standar ini mengacu pada beberapa naskah standar yang berlaku secara luas, seperti British Standard dan OCDI. Standar ini juga mengacu pada naskah akademik yang relevan dengan perencanaan pengerukan, sehingga diharapkan muatan yang terkandung dalam standar ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
iii
Fasilitas pembuangan hasil keruk (dumping area)
1
Ruang lingkup
Standar ini memberikan ketentuan mengenai fasilitas pembuangan hasil keruk (dumping area). Ketentuan yang dimaksud mencakup jenis material, metode pembuangan, pemilihan peralatan dan persyaratan lokasi pembuangan. 2
Acuan normatif
Undang undang Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2008, Pelayaran. Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 2010, Kenavigasian. Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2009, Kepelabuhan. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 414 Tahun 2013, Penetapan Rencana Induk Pelabuhan Nasional. Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 52 Tahun 2011, Pengerukan dan Reklamasi. Keputusan Menteri Perhubungan No. PP.72/2/20-99, Standar Kinerja Pelayanan Operasional Pelabuhan Laut. Standar Nasional Indonesia SNI 19-6471-2000, Tatacara Pengerukan Muara Sungai dan Pantai. British Standard BS 6349-5, Maritime structures – Part 5: Code of practice for dredging and land reclamation. 3
Istilah dan definisi
3.1 pelabuhan tempat yang terdiri atas daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan pengusahaan yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, naik turun penumpang, dan/atau bongkar muat barang, berupa terminal dan tempat berlabuh kapal yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra-dan antarmoda transportasi. 3.2 kepelabuhanan segala sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan fungsi pelabuhan untuk menunjang kelancaran, keamanan, dan ketertiban arus lalu lintas kapal, penumpang dan/atau barang, keselamatan-keamanan berlayar, tempat perpindahan intra-dan/atau antarmoda serta mendorong perekonomian nasional dan daerah dengan tetap memperhatikan tata ruang wilayah
1 dari 13
3.3 pelabuhan laut pelabuhan yang dapat digunakan untuk melayani kegiatan angkutan laut dan/atau agkutan penyeberangan yang terletak di laut atau di sungai. 3.4 pelabuhan sungai dan danau pelabuhan yang digunakan untuk melayani angkutan sungai dan danau yang terletak di sungai dan danau. 3.5 daerah lingkungan kerja wilayah perairan dan daratan pada pelabuhan atau terminal khusus yang digunakan secara langsung untuk kegiatan pelabuhan. 3.6 daerah lingkungan kepentingan perairan di sekeliling daerah lingkungan kerja perairan pelabuhan yang dipergunakan untuk menjamin keselamatan pelayaran. 3.7 pengerukan pekerjaan mengubah bentuk dasar perairan untuk mencapai kedalaman dan lebar yang dikehendaki atau untuk mengambil material dasar perairan yang dipergunakan untuk keperluan tertentu. 3.8 reklamasi pekerjaan timbunan di perairan atau pesisir yang mengubah garis pantai dan/atau kontur kedalaman perairan. 3.9 kapal keruk kapal dengan jenis apapun yang dilengkapi dengan alat bantu, yang khusus digunakan untuk melakukan pekerjaan pengerukan dan/atau reklamasi. 3.10 daerah buang daerah buang adalah lokasi yang digunakan untuk tempat penimbunan hasil kerja keruk. 3.11 alur pelayaran perairan yang dari segi kedalaman, lebar, dan bebas hambatan pelayaran lainnya dianggap aman dan selamat untuk dilayari. 3.12 alur dan perlintasan bagian dari perairan yang dapat dilayari sesuai dimensij spesifikasi kapal di laut, sungai dan danau. 3.13 otoritas pelabuhan lembaga pemerintah di pelabuhan sebagai otoritas yang melaksanakan fungsi pengaturan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan kepelabuhanan yang diusahakan secara komersial 2 dari 13
3.14 pekerjaan pengerukan pekerjaan mengubah bentuk dasar perairan untuk mencapai kedalaman dan lebar yang dikehendaki atau untuk mengambil material dasar laut/perairan yang dipergunakan untuk keperluan tertentu. 3.15 pengerukan awal (capital dredging) pengerukan yang pertama kali dilaksanakan dalam rangka pendalaman kolam pelabuhan atau alur pelayaran. 3.16 pengerukan pemeliharaan (maintenance dredging) pengerukan yang dilaksanakan secara rutin berkala dalam rangka memelihara kedalaman kolam pelabuhan atau alur pelayara, atau pekerjaan pengerukan lainnya. 3.17 pemeruman pemeruman atau kedalam perairan.
sounding adalah kegiatan pemetaan untuk mengetahui countur
3.18 pemeruman awal pemeruman awal atau pre-dredge sounding adalah kegiatan pemeruman awal yang dilaksanakan sebelum diadakan pekerjaan pengerukan (Pemeruman Pra Pengerukan). Data yang dihasilkan digunakan sebagai dasarpenentuan perhitungan volume dan desain yang dikeruk. 3.19 pemeruman progress pemeruman progres atau progress sounding adalah pemeruman sementara dari seluruh lokasi yang telah dikeruk. Data yang dihasilkan digunakan untuk mengetahui perkembangan hasil seluruh pekerjaan pengerukan yang telah dicapai. 3.20 pemeruman akhir pemeruman akhir atau final sounding adalah pemeruman akhir yang dilaksanakan setelah pekerjaan pengerukan selesai. 3.21 tingkat pengendapan tingkat pengendapan atau siltation rate adalahpengendapan atau sedimentasi yang materialnya datang dari luar maupun dalam lokasi keruk yang terjadi pada saat pelaksanaan pengerukan. 4 4.1
Material hasil pengerukan Jenis material hasil pengerukan
Kegiatan pengerukan yang hasil material keruknya tidak dimanfaatkan, adalah kegiatan pekerjaan pengerukan untuk pendalaman alur pelayaran dan kolam pelabuhan atau untuk keperluan lainnya, antara lain adalah: pembangunan pelabuhan/dermaga, penahan gelombang, saluran air masuk untuk sistem pendinginan (Water intake), pendalaman galangan kapal dan lain-lain. 3 dari 13
Kegiatan pengerukan yang hasil material keruknya dimanfaatkan adalah kegiatan pekerjaan pengerukan untuk pengurugan dan/atau atau reklamasi serta pekerjaan pengerukan untuk penambangan. 4.2
Pengujian karakteristik material
Sebelum material hasil keruk dibuang di lokasi yang direncanakan diperlukan suatu kajian dan/atau analisa pengujian khusus secara biologis dan kimiawi terhadap sampling material hasil keruk untuk mendapatkan informasi kemungkinan terjadinya kontaminasi dengan material di lokasi dumping area. Material hasil keruk yang memiliki karakteristik sangat buruk harus dalam arti memliki potensi dan/atau dampak yang sangat besar pada kesehatan manusia dan keseimbangan lingkungan wajib dipisahkan dan tidak diperbolehkan untuk dibuang di dumping area. Pengecualian terhadap karakter material hasil kerukan. Material hasil kerukan boleh tidak dilakukan pengujian secara biologis dan kimiawi selama material tersebut memenuhi kriteria salah satu dibawah ini: 1. Merupakan suatu material geologi yang tidak terganggu sebelumnya 2. Material keruk berupa pasir, kerikil, dan batuan 3. Kajian yang menunjukkan bahwa bahan yang dikeruk dan/atau area lokasi pengerukan belum terkontaminasi. 4. Material keruk memenuhi persayaratan dari poin (1), (2), dan (3) serta merupakan material keruk yang berasal dari pekerjaan pengerukan tunggal dengan volume keruk tidak melebihi 10.000 ton per tahun. 4.2.1
Uji fisik
Untuk material hasil keruk yang dilakukan uji fisik terhadapnya, informasi-informasi dibawah ini wajib diketahui setelah dilakukan uji fisik. 1. 2. 3. 4.
4.2.2
Volume material Loading rate material di area pembuangan yang direncanakan Karakteristik sedimen yang dapat dilakukan dengan metode grain size analysis. Evaluasi terhadap karakter fisik material keruk dan sedimen diperlukan untuk menentukan potensi dampak yang mungkin ditimbulkan oleh material hasil keruk serta untuk mengetahui kebutuhan bahan kimia untuk proses pengujian berikutnya. Uji kimia
Untuk material hasil keruk yang dilakukan uji kimia terhadapnya, informasi-informasi dibawah ini wajib diketahui setelah dilakukan uji kimia. 1. Karakteristik geokimia utama dalam sedimen 2. Potensi rute penyebaran kontaminasi yang diakibatkan oleh senyawa kimia material keruk dalam sedimen. 3. Potensi tumpahan kontaminan yang mungkin terjadi di area pengerukan dan/atau dumping area. 4. Deposit yang mungkin terjadi dengan sumber daya mineral dan bahan alami lainnya.
4 dari 13
4.2.3
Uji biologis
Jika uji fisik dan uji kimia dirasa tidak cukup memenuhi kriteria yang berlaku, maka uji biologis terhadap material hasil keruk harus dilakukan. Tes biologis yang dilakukan wajib memasukkan spesies yang dianggap sensitif dan representatif terhadap material hasil keruk yang akan dibuang serta harus tepat dalam menentukan: 1. 2. 3. 4.
Toksisitas akut Toksisitas kronis Potensi Bioakumulasi Potensi Kecacatan
yang mungkin ditimbulkan pada spesies tersebut sebagai dampak dari material hasil keruk. 5 5.1
Metode pembuangan Umum
Setiap metode pembuangan harus memenuhi peraturan perundangan yang berlaku dan disetujui oleh otoritas berwenang sebelum pembuangan dilakukan. Pembuangan ke daratan harus memperhatikan cara pemasangan sambungan antara pipa terapung dengan pipa terbenam di dasar laut. 5.2
Material terkontaminasi
Material hasil keruk yang berkategori bahan berbahaya harus diisolasi lingkungan sekitarnya.
terhadap
Lokasi pembuangan dapat berupa areal penampungan di darat yang dirancang khusus agar bahan berbahaya tidak mencemari lingkungan sekitar, atau atau pembuangan ke laut dalam lubang hasil galian dengan menggunakan selimut material yang stabil. Tidak terdapat standar khusus mengenai metode pembuangan material terkontaminasi, oleh karena itu perlu perencanaan terperinci untuk setiap kasus khusus menyangkut hal ini. 5.3
Pembuangan di laut
Dalam pemilihan tempat pembuangan dalam pekerjaan besar, pertimbangan harus dilakukan pada proses pendangkalan yang berlangsung cepat, akibat adanya bahan buangan tersebut. Level dasar laut pada lokasi pembuangan harus aman untuk kapal pembuang pada semua keadaan pasang surut kondisi laut selama pekerjaan dilakukan Apabila sedimen berbutir kasar dipindahkan dengan pengerukan dari system transport sedimen pantai, seperti dalam pemeliharaan kanal yang menahan angkutan litoral, setiap usaha harus dilakukan untuk mengembalikan sedimen kerukan ke areal bagian downdrift dalam sistem sedimen. dengan cara ini, pengaruh buruk yang potensial di coastline dapat dihindari atau seidaknya dikurangi. Proses ini dikenal dengan stand by passing.
5 dari 13
Penentuan lokasi sebagai tempat pembuangan material hasil kerukan yang praktis dan dekat dengan lokasi pengerukan seringkali bukan merupakan solusi yang paling ekonomis atau paling memuaskan untuk lingkungan. 5.4 5.4.1
Pemilihan tebing (side casting) Umum
Pembuangan material hasil pengerukan dengan side casting meliputi pengeluaran material kerukan sepanjang areal pengerukan dengan mengeluarkan langsung menggunakan dredger bucket atau pemompaan. Sistem ini dapat digunakan untuk mempertahankan pengerukan pada situasi tertentu. Side casting banyak digunakan untuk pekerjaan baru apabila formasi pengerukan hanya sementara, seperti dalam pengerukan parit untuk memasang pipa atau kabel. Hal ini juga berlaku dalam kasus pengerukan ulang material side cast, yang jika sesuai dapat digunakan sebagai bahan pengisi parit bekas galian. 5.4.2
Jarak side cast
Apabila material kerukan akan dibuang dengan side casting, perlu dipastikan bahwa endapan hasil pembuangan cukup jauh dari formasi kerukan dan berada dibagian downdrift dari daerah pengerukan, untuk meminimalkan resiko masuknya material side cast ke areal pengerukan. Untuk material granular, tempat pembuangan harus berada diluar batas kemiringan alami dari areal pengerukan. Material granular harus dapat menyebar luas selama terjadi proses melalui kolam air dan jika kolam air, kedalaman air lebih dari beberapa meter, sejumlah material kerukan dapat masuk kembali ke daerah pengerukan. Untuk partikel endapan lanau dan lempung, dengan kecepatan pengendapan yang lebih rendah dan sudut repose yang lebih kecil, side casting hanya efektif jika ada arus alami untuk memindahkan material endapan hasil kerukan dari areal pengerukan. 5.5 5.5.1
Dispersi Umum
Pada situasi tertentu mungkin lebih praktis untuk membuang hasil pengerukan dengan menyebarkan material tersebut ke areal yang luas. Jika hal ini akan dilakukan, material hasil pengerukan harus sangat halus dengan kecepatan pengendapan yang rendah dan terdapat arus dengan kekuatan dan durasi yang cukup untuk mentransfer sedimen keluar dari areal pengerukan ke areal sekitarnya dimana material hasil pengerukan akan mengendap. Yang perlu menjadi pertimbangan adalah bahwa areal ini tidak sensitif terhadap pengaruh material endapan. Pada umumnya, dispersi paling efektif terjadi distuari dengan energi tinggi, dimana besarnya volume sedimen yang bergerak terjadi secara alami. Sebelum metode dispersi digunakan, sangat penting untuk melakukan studi untuk menentukan pola dispersi yang akan terjadi. Metode dispersi sebaiknya tidak digunakan di areal yang sensitif terhadap kontaminasi sedimen halus. Areal tersebut meliputi tempat penampungan alat ekstraksi air.
6 dari 13
5.5.2
Penggunaan suction dredger untuk menyebarkan material ke aliran pasang
Suction dredger atau Cutter suction dredger yang bekerja menggunakan pipa untuk mengeluarkan hasil pengerukannya, dapat digunakan untuk memindahkan material kerukan keluar dari areal kerja ke tidal stream atau perairan yang dalam. Metode semacam itu biasanya diterapkan untuk perpindahan sedimen yang terkumpul dalam suatu basin yang berdekatan dengan estuari atau sungai. Metode ini dapat menanggulangi masalah locking in and out of docks dengan tongkang dan alat keruk tipe hopper dengan barges atau hopperdredger dan memungkinkan proses pengerukan berjalan terus. Mungkin perlu untuk membatasi waktu pengerjaan dalam keadaan khusus, biasanya saat air surut. 5.6
Agitasi
Pengerukan dengan cara agitasi yaitu dengan mendorong material menjadi suspensi secara mekanis atau hidraulis dengan tujuan agar dapat terbawa oleh arus air, hanya dapat digunakan dalam pengerjaan pengerukan pada endapan lepas (loose) material halus di areal pasut tinggi atau arus fluvial yang memadai. Suspensi sedimen dasar dapat dicapai dengan beragam alat pengerukan, termasuk trailing suction hopper dredger, Cutter suction dredger, dustpan dredger, boom dredger, dan dengan bottom scrapping atau alat raking seperti bed-leveller. Keberhasilan motede agitasi tergantung pada jarak antara endapan tersuspensi yang akan dipindahkan dengan lokasi endapan tersebut akan disebarkan. Hal ini tergantung pada tingginya endapan dasar sedimen di kolam air, kecepatan jatuh partikel serta arah dan kekuatan arus air selama tersuspensi. Namun demikian, pengerukan agitasi ini secara lingkungan tidak dapat diterima di banyak lokasi. 5.7 5.7.1
Pemompaan ke darat Umum
Material dapat dipompa kedarat jika kondisi tempat dan situasi memperkenankan untuk pembuangan atau reklamasi daratan. Material dengan ukuran butir memiliki pengaruh penting pada jarak pemompaan (lihat Gambar 5.2). Pada umumnya, tidak praktis untuk penempatan fasilitas tambahan lepas pantai lebih dari 1500 m dari garis pantai, kecuali jika digunakan pompa pengerak (booster). Tempat tambatan harus dipilih perlindungan maksimum terhadap alat tambahan dari angin besar dan kondisi laut. 5.7.2
Areal penampungan
Istilah areal penampungan yang dimaksud disini adalah areal tertutup di pantai yang khusus dibangun untuk menampung material hasil pelaksanaan pengerukan. Drainase dari endapan material lanau dan lempung halus dapat menimbulkan masalah, dan yang harus diketahui adalah bahwa setiap areal yang akan dipergunakan sebagai tempat pembuangan material hasil kerukan biasanya dibuat steril untuk periode yang cukup panjang. Jika material hasil pengerukan masih dalam rentang pasir, masalah drainase ini tidak akan muncul. Pertimbangan penting dalam mendesain areal penampungan untuk pembuangan material halus adalah pelepasan uap lembab dari endapan. Uap lembab siap dilepaskan apabila permukaan areal dari endapan relatif lebih besar terhadap kedalamannya. 7 dari 13
5.7.3
Kedalaman pengendapan
Apabila tidak mungkin untuk memberlakukan peraturan mengenai kedalaman optimum dari endapan tetapi, sebagaimana tertera dalam petunjuk umum, setiap areal yang akan diisi endapan melalui proses tunggal seharusnya tidak melebihi kedalaman akhir setinggi 1,5 m. Kapasitas areal penampungan keseluruhan, harus lebih besar dari volume material kerukan yang akan ditampung. Sedimen halus yang ditransfer ke areal penampungan dengan pemompaan akan melepaskan uap lembab secara sangat lambat, sebagai konsekuensinya densitasnya bertambah besar pada lokasi material yang dikeruk. Bulking yang asli adalah bulking yang lebih tinggi akibat adanya peningkatan kadar air, relatif terhadap kondisi bulk pada lokasi pengerukan tergantung pada karakteristik dari material kerukan. Dengan mengamati perilaku material dalam tes sedimentasi sederhana, dapat dilakukan perkiraan dengan kapasitas maksimum areal penampungan dan kedalaman air yang harus dipertahankan diatas level endapan padat untuk memastikan bahwa aliran yang masuk secara kontinu akan mengalami proses pengendapan yang cukup sebelum drainase dari air bersih supernatant dari areal. 5.7.4
Penutupan areal penampungan
Umumnya material pembuangan di darat ditampung dalam suatu areal dengan pembuatan tanggul-tanggul sebagai penahan, secara ekonomis pembuatan tanggultanggul dapat dilakukan dengan menggunakan material yang ada ditempat tersebut. Jika di tempat itu dilapisi dengan lapisan penutup yang kedalamannya cukup, perlu pembersihan lapisan ini sebelumnya. Jika sesuai, material humus dapat digunakan untuk mengkonstruksi tanggul penutup. Tingginya tanggul penutup harus cukup untuk menampung semua material kerukan yang harus dibuang ke daerah tersebut, dan juga kedalaman air yang memungkinkan terjadinya pengendapan material hasil pemompaan akhir ke areal dan tambahan tinggi jagaan untuk menghindari terjadinya limpasan atau penembusan akibat weathering pada bagian atas tanggul. Secara praktis, tinggi jagaan antara 30 -50 cm cukup tinggi. 5.7.5
Drainase areal penampungan
Drainase dari areal penampungan terdiri dari drainase air supernatant selama proses pengisian awal dan drainase jangka panjang yang terjadi sehingga memungkinkan konsolidasi yang cukup untuk material infilled. Drainase dalam air supernatant selam proses pengisian dapat dicapai dengan struktur bendugan yang sementara atau permanen. Bentuk umum dari konstruksi sementara terdiri dari bendungan baja fabrikasi, segi empat dalam perencanaan, dengan tipe tebing solid dan bagian depan dikonstruksi untuk mengakomodasi drop-boards, yang memungkinkan bertambahnya level bendungan sejalan dengan kemajuan pengisian di areal penampungan. Untuk struktur overflow permanen, diameter besar, precast concrete manhole rings memberikan metode yang nyaman dalam mencapai level over flow yang meningkat secara progresif dan permukaan bendungan yang panjang dalam areal yang relatif kecil dan terbatas. 8 dari 13
Pelepasan uap lembab dari material subsequent menjadi endapan dapat dicapai dengan evaporasi, drainase vertikal dan lateral. Dari ketiganya, evaporasi adalah yang terpenting, oleh karena itu harus mempertahankan kerapatan hingga minimum. Proses evaporasi dapat percepat dengan meningkatkan permukaan areal yang terlihat dari atmosfir. Hal ini dapat dilaksanakan dengan regular parit pada jarak yang sangat dekat menimbulkan bagian berombak-ombak pada endapan, peralatan harus diperlukan untuk proses parit (ditching) ini. Drainase dasar dapat terjadi secara alami apabila areal penampungan ditempatkan disubsoil free-draining dan berbutir-butir kecil (granular). Alternatif lain, beberapa bentuk drainase dasar dapat dibentuk sebelum pengisian dimulai. Walaupun begitu, hal ini harus dikenali bahwa pada banyak kasus permeabilitas dari endapan material kerukan akan sangat kecil dan konsekuensinya sistem drainase apapun perlu untuk berada dekat untuk menjadi efektif metode drainase tradisional, seperti drains tanah lempung atau ubin, tidak dapat bekerja dengan efektif kecuali tindakan pencegahan dibuat untuk mencegah ingress material halus. Pengukuran seperti ini dapat mengikutsertakan penggunaan membran (filter sintetis). 6
Pemilihan jenis alat keruk
Masing-masing jenis alat keruk memiliki kinerja berbeda untuk berbagai keadaan cuaca dan material tanah dasarnya. Secara umum, alat keruk dengan penggerak sendiri memiliki kelaikan laut yang baik dan dapat digunakan di perairan laut terbuka. Sedangkan alat keruk tanpa penngerak sendiri terutama jenis dengan jangkar tiang mudah dipengaruhi oleh angin dan gelombang. Jenis alat keruk selain memperhatikan keadaan tanah dasarnya ditetapkan setelah memperhatikan keadaan cuaca, sebagi berikut: 1. Gelombang, angin, arus, pasang surut dan daerah teduh 2. Keadaan Laut 3. Kedalaman perairan 4. Lebar kanal dan alur perairan 5. Kekuatan tanah 6. Ukuran partikel 7. Jarak transport ke dumping area. 8. Hari kerja dan jam kerja 9. Volume kerukan dan kedalaman maksimum 10. Luas daerah keruk, tempat tambat dan volume lalu-lintas 11. Tempat berlindung alat keruk dan kapal serta fasilitas perbaikan. 12. Perlengkapan daya, suplai air dan fasilitas penjangkaran. 13. Gaya penjangkaran 14. Akomodasi untuk alat keruk dan kapal pendukung. Pemilihan alat keruk harus disesuaikan dengan kondisi lapangan dan jenis material dasar yang dikeruk sebagaimana tabel berikut:
9 dari 13
Tabel 1
Kesesuaian alat keruk dengan kondisi lapangan dan material dasar
10 dari 13
7 7.1
Persyaratan lokasi pembuangan Lokasi pembuangan di perairan
Tempat pembuangan material keruk yang lokasinya di perairan, idealnya dibuang pada jarak 12 mil dari daratan danatau pada kedalaman lebih dari 20 m atau lokasi lainnya setelah mendapat rekomendasi atau izin dari otoritas pelabuhan yang berwenang. Lokasi pembuangan material hasil pengerukan di perairan harus memenuhi persyaratan dan tidak diperbolehkan di area: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Alur kenavigasian-pelayaran; Kawasan perairan yang merupakan bagian dari hutan lindung; Kawasan perairan yang merupakan bagian dari suaka alam; Kawasan taman nasional laut; Sempadan pantai; Kawasan terumbu karang; Kawasan perairan mangrove Kawasan perikanan dan budidaya; Daerah lain di perairan yang sensitif terhadap pencemaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Perencanaan lokasi pembuangan material hasil keruk di perairan harus dilakukan melalui suatu kajian yang paling sedikit memuat penjelasan tentang: 1. Lokasi rencana buangan material keruk harus memenuhi ketentuan dan tidak bertentangan dengan area yang dijabarkan pada poin 3). 2. Kedalaman lebih dari 20 (dua puluh) meter Lws dan/atau 3. Jarak dari garis pantai lebih dari 12 (dua belas) Mil. 4. Studi lingkungan yang dilakukan memenuhi dan/atau tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang ligkungan hidup yang berlaku. 5. Lokasi rencana buang material di perairan tidak boleh mencemari lingkungan perairan dan mengganggu keseimbangan ekosistem perairan. Pemilihan sebuah dumping area pembuangan di laut harus melibatkan pertimbangan yang bersifat lingkungan dan juga ekonomi dan operasional kelayakan. Pemilihan lokasi dumping area harus dapat dipastikan bahwa pembuangan material dikeruk tidak mengganggu, atau mendevaluasi, penggunaan komersial dan ekonomi yang sah dari lingkungan laut dan/atau menghasilkan efek yang tidak diinginkan pada ekosistem laut yang rentan. 7.2
Lokasi pembuangan di daratan
Tempat pembuangan material keruk di darat harus mendapat persetujuan dari PEMDA setempat yang berkaitan dengan penguasaan lahan yang sesuai RUTR. Lokasi pembuangan material hasil pengerukan di darat harus memenuhi persyaratan dan tidak diperbolehkan di area: 1. 2. 3. 4.
Kawasan hutan lindung; Kawasan suaka alam; Kawasan taman nasional; Taman wisata alam; 11 dari 13
5. Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan; 6. Kawasan pemukiman; 7. Daerah lain yang sensitif terhadap pencemaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Lokasi pembuangan material hasil keruk yang berada di daratan tidak boleh menyebabkan terjadinya pencemaran kualitas tanah dan/atau kualitas air tanah setelah material hasil keruk di buang di lokasi yang direncanakan.
12 dari 13
Bibliografi
Pedoman Teknis Kegiatan Pengerukan dan Reklamasi, Perhubungan Laut, Departemen Perhubungan, 2006.
Direktorat
Jenderal
Standard Design Criteria for Ports in Indonesia, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Departemen Perhubungan, 1984. Thoresen, Carl A. Port Design Guidelines and Recommendations. Trondheim: Tapir Publishers, 1988. Thoresen, C. A., 2003. Port Designer's Handbook: Recommendations and Guidelines. London: Thomas Telford.
13 dari 13