PENGARUH SUHU DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP TOTAL MIKROBA, KADAR ALKOHOL, DAN NILAI PH NIRA SIWALAN YANG DIOLAH MENGGUNAKAN KEJUT LISTRIK PULSED ELECTRIC FIELD (PEF) EFFECT OF TEMPERATURE AND STORAGE DURATION OF TOTAL MICROBIAL, ALCOHOL CONTENT, PH VALUE ARE PROCESSED USING NIRA SIWALAN ELECTROSHOCK PULSED ELECTRIC FIELD (PEF) 1)
Saka Iman Grezico 1); Nur Hidayat 2); Sakunda Anggarini 2) Alumni Jurusan Teknologi Industri Pertanian dan 2) Staf Pengajar Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Tujuan penelitian adalah untuk mendapatkan suhu penyimpanan dan waktu penyimpanan yang baik sehingga produk masih layak dikonsumsi. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial dengan 2 faktor. Faktor I adalah proporsi suhu yang terdiri dari 2 level (300C dan 350C) dan faktor II lama penyimpanan yang terdiri dari 6 level (2, 4, 6, 8, 10, 12) hari, dengan 3 ulangan. Uji yang dilakukan meliputi pH, kadar alkohol, dan total mikroba. Hasil penelitian perlakuan terbaik diperoleh pada suhu 300C dengan lama penyimpanan 2 hari. Kombinasi ini memiliki rerata total mikroba sebesar 5,17 (Log jmlah), kadar alkohol 2,4% dan nilai pH 4,96. Hasil tersebut menandakan adanya pengaruh dari suhu dan lama penyimpanan terhadap minuman nira siwalan. Kata Kunci : Total mikroba, Kadar alkohol, Nilai pH, Non-Thermal, Pengawetan ABSTRACT The purpose of this research is to obtain the best temperature and therefore so that the product is still acceptable for consumption. This research used a randomized Complete block design (RCBD) with 2 factors. The first factor is the proportion of temperature which consist of 2 levels (300C and 350C). The second factor is the long storage consist of 6 levels (2, 4, 6, 8, 10, 12) days, 3 replications. The test which pH, alcohol content and total microbial. The best treatment was obtained at a temperature (300C) with storage time (2 days). This combination had a mean total of microbial 5.17 (log number), the alcohol content 2.4% and a pH value 4.96. These results indicate the influence of temperature and storege time of nira siwalan beverage. Key words: Total microbial, Alcohol content, pH value, Non-thermal, Preserving PENDAHULUAN Minuman nira siwalan termasuk minuman khas Indonesia yang digemari oleh masyarakat. Minuman nira siwalan banyak dikenal oleh masyarakat dengan sebutan legen yang dalam bahasa jawa memiliki arti “legi” atau dalam bahasa Indonesia berarti “manis”. Minuman nira
siwalan didapat dari pohon siwalan dengan cara penyadapan ujung tandan bunga yang diiris dengan pisau kearah bawah untuk mengeluarkan tetesan nira siwalan yang ditampung diwadah bumbung. Pohon siwalan yang sudah produktif menghasilkan rata-rata 6 L nira siwalan per hari. Masa produksi pohon
1
siwalan biasanya berlangsung selama 4 bulan dalam satu tahun, sehingga dalam satu masa produksi tanaman siwalan menghasilkan 720 L nira siwalan per pohon (Lutony, 1993). Minuman nira siwalan yang baru disadap dalam keadaan segar mempunyai rasa yang manis, aroma harum yang khas dan warnanya seperti air kelapa namun lebih keruh dan agak kental. Mayoritas komponen yang terdapat didalam minuman nira siwalan adalah karbohidrat, sedangkan komponen lainnya dalam jumlah yang relatif kecil ialah protein, lemak, vitamin dan mineral (Lutony, 1993). Minuman nira siwalan juga mempunyai kelemahan yaitu mudah mengalami kerusakan akibat aktivitas mikroba yang mengakibatkan umur simpan minuman nira siwalan pendek. Cara untuk menghambat kerusakan minuman nira siwalan pada penelitian ini menggunakan metode non thermal yaitu kejut listrik (PEF). Metode PEF atau proses kejut medan listrik merupakan metode pengawet pangan non-thermal yang menggunakan kejut listrik untuk membunuh mikroba yang memberikan efek minimal atau bahkan tidak mengurangi kualitas produk (Ramaswamy et al., 2006). Metode PEF dapat membantu untuk membunuh mikroba dan bakteri yang terdapat dalam minuman nira siwalan sehingga mempengaruhi kualitas minuman nira siwalan saat disimpan. Disaat penyimpanan terjadi reaksi penurunan mutu yang mengakibatkan kerusakan. Kerusakan minuman nira siwalan pada saat penyimpanan dapat dikarenakan faktor suhu dan lama penyimpanan. Suhu adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kehidupan dari pertumbuhan suatu organisme. Menurut Fardiaz (1993) pada umumnya kisaran suhu pertumbuhan untuk khamir 25-400C dan suhu optimum mencapai suhu 35-400C, sehingga pengendalian suhu sangatlah penting untuk
menghambat laju perkembangan khamir yang dapat merusak minuman nira. Kerusakan pada minuman juga dikarenakan seiring lama penyimpananya. Semakin lama disimpan maka khamir yang ada pada minuman nira siwalan akan samakin banyak. Aktifitas khamir yaitu merombak kandungan yang ada pada minuman nira siwalan seperti gula untuk pertumbuhan mikroba (khamir) dan dihasilkanya alkohol, setelah itu alkohol oleh bakteri digunakan menjadi asam asetat sehingga minuman nira siwalan rusak. Kerusakan minuman nira siwalan dari sisi kimia dapat ditandai dengan menurunnya nilai pH, naiknya kadar alkohol, total gula semakin rendah dan jumlah mikroba semakin banyak (Anonymous, 2007). BAHAN DAN METODE Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah minuman nira siwalan, aquades, pepton dan PDA. Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan 2 faktor yaitu suhu penyimpanan 300C, 350C dan lama penyimpanan 2, 4, 6, 8, 10, 12 hari, kemudian dilakukan 3 kali ulangan. Uji kimia yang dilakukan diantaranya nilai pH dengan pH meter, kadar alkohol menggunakan metode grafimetri dan total mikroba menggunakan metode tuang. Analisis data menggunakan analisis ANOVA. Apa bila ada bedanyata maka dilajutkan dengan uji lanjut BNT dan apabila interaksi kedua factor menunjukan beda nyata, maka dilanjutkan dengan uji DMRT. HASIL DAN PEMBAHASAN Perbandingan Nilai Ph, Kadar Alkohol, Dan Total Mikroba Sebelum Dan Sesudah Perlakuan Kejut Listrik (Pef) Pada Minuman Nira Siwalan Teknologi kejut listrik (PEF) merupakan pengolahan bahan non thermal yang menggunakan medan listrik untuk membunuh mikroba tanpa mengngurangi kualitas produk. Teknologi ini
2
diaplikasikan pada minuman nira siwalan untuk membunuh khamir (Saccharomyces sp) sehingga menghambat laju kerusakan minuman nira siwalan. Sebelum dikejut listrik minuman nira siwalan diuji Terlebih dahulu untuk didapatkan nilai awal (kontrol) ditiap parameter. Setelah itu minuman nira siwalan dikejut listrik dengan tegangan 80 kV selama 1 menit. Hasil dari perlakuan sebelum dan sesudah kejut listrik dapat dilihat Tabel 1.
nyata atau memiliki nilai kadar alkohol yang sama. Hal ini diduga kejut listrik tidak memberikan efek pada nilai pH dan kadar alkohol karena kejut listrik hanya berguna untuk membunuh mikroba. Menurut Ramaswamy et al., (2006) kejut listrik berguna untuk membunuh mikroba dan memberikan efek minimal atau bahkan tidak mengurangi kualitas produk., sehingga nilai pH dan kadar alkohol tidak ada perubahannya antara Tabel 1. Perbandingan Nilai pH, Kadar Alkohol sebelum dan sesudah dikejut listrik. Minuman nira siwalan yang sebelum dan Total Mikroba Sebelum Dan Sesudah Perlakuan Kejut Listrik (PEF) pada dikejut listrik PEF menunjukkan total Minuman Nira Siwalan mikroba sebesar 6,39, sedangkan setelah Kejut Sebelum dikejut listrik PEF turun menjadi 5,17. Listrik PEF Kejut Listrik No Parameter (1 Menit, 80 Penurunan total mikroba hanya turun Awal Literatur kV) satu siklus log saja, akan tetapi dari hasil uji T diketahui thitung (21,147) > ttabel (3,182) 1 pH 5,18 4-6 (a) 5,17 maka dapat disimpulkan bahwa minuman Kadar yang belum dikejut listrik PEF beda nyata 2 Alkohol 1,4 0,42 (b) 1,5 (%) atau memiliki nilai total mikroba yang Total berbeda dengan yang dihasilkan pada 3 Mikroba 6,39 5,17 minuman nira siwalan yang telah dikejut (log) listrik PEF. Hal ini diduga kejut listrik Sumber : a. Sardjono, (1989) memberikan efek yang dapat membunuh b. Mulja, (2007) mikroba sehingga total mikroba pada Tabel 1 menunjukan minuman nira minuman nira siwalan sebelum dan siwalan yang sebelum dikejut listrik PEF sesudah dikenai kejut listrik berbeda. mempunyai nilai pH sebesar 5,18, Menurut Ramaswamy et al., (2006) sedangkan nilai pH setelah dikejut listrik penurunan jumlah total khamir PEF turun sebesar 5,17. Hasil uji T untuk (Saccharomyces sp) dikarenakan reaksi dari nilai pH diketahui thitung (0,025819) < ttabel kejut listrik yang dapat memecah (3,182) maka dapat disimpulkan bahwa membran sel mikroba dalam media cair minuman yang sebelum dan sesudah dengan mengembangnya pori-pori. dikejut listrik PEF tidak beda nyata atau memiliki nilai pH yang sama. Hal serupa Total Mikroba juga terjadi pada parameter kadar alkohol. Rerata total mikroba minuman nira Minuman nira siwalan yang sebelum siwalan dari berbagai faktor dan interaksi dikejut listrik PEF menunjukkan kadar dari kedua faktor ditunjukkan pada Tabel alkohol sebesar 1,4, sedangkan kadar 2, 3 dan 4. Adanya pengaruh nyata ini alkohol setelah dikejut listrik PEF naik diduga karena antara suhu 30°C dan 35°C sebesar 1,5. Hasil uji T Untuk kadar memiliki kondisi yang berbeda dimana alkohol diketahui thitung (0,11547) < ttabel kondisi suhu 35°C lebih tinggi, sehingga (3,182) maka dapat disimpulkan bahwa Saccharomycess sp dapat lebih optimal minuman yang belum dan sesudah dalam beraktivitas merombak sukrosa dikejut listrik PEF tidak beda disimpulkan sehingga Saccharomycess sp dapat lebih bahwa minuman yang belum dan optimal dalam beraktivitas merombak sesudah dikejut listrik PEF tidak beda sukrosa
3
Hal ini diduga karena mikroba yang ada pada minuman nira siwalan dapat hidup dengan mengkonsumsi kandungan glukosa yang kemudian seiring dengan lama penyimpanan, mikroba akan tumbuh dan berkembang yang dapat mengakibatkan minuman nira siwalan rusak. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Saidi (1999) selama penyimpanan mikroba yang ada pada suatu produk atau bahan baku dapat tumbuh dan berkembang secara optimal karena kondisi lingkungan dan tersedianya makanan. Uji interaksi antar kedua faktor dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 2. Rerata Total Mikroba pada Faktor Suhu Minuman Nira Siwalan Suhu (˚C) Rerata Total Mikroba Notasi (Log Jumlah) 30 5,57 a 35 5,79 b Keterangan :- Rerata dengan notasi berbeda menunjukkan perbedaan nyata (α=0,05) - BNT = 0,11 - 5%
sehingga dapat tumbuh dan berkembang. Hal tersebut didukung oleh Fardiaz (1993) pada umumnya kisaran suhu pertumbuhan untuk khamir adalah sama dengan suhu pada kapang sekitar 25-470C dan suhu optimum 35-400C.
Tabel 4. Rerata Total Mikroba Minuman Nira Siwalan dari Interaksi Antara Suhu terhadap Lama Penyimpanan Lama Rerata Total Suhu Penyimpanan Mikroba Notasi (˚C) (Hari) (Log Jumlah) 2 5,17 a 4 5,24 ab 30 6 5,30 ab 8 5,49 c 10 6,00 d 12 6,20 e 2 5,30 ab 4 5,33 ab 35 6 5,39 ab 8 6,16 e 10 6,17 e 12 6,36 f
Tabel 3. Rerata Total Mikroba pada Faktor Lama Penyimpanan Minuman Nira Siwalan Lama Rerata Total Notasi Penyimpanan Mikroba (Hari) (Log Jumlah) 2 5,24 a 4 5,29 a 6 5,35 a 8 5,83 b 10 6,09 c 12 6,28 d Keterangan : -Rerata dengan notasi berbeda menunjukkan perbedaan nyata(α=0,05) - BNT = 0,11 - 5%
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan rerata total mikroba minuman nira siwalan dari faktor suhu dan lama penyimpanan diperoleh berkisar antara 5,17 (log jumlah) sampai 6,36 (log jumlah). Pengaruh suhu dan lama penyimpanan terhadap total mikroba minuman nira siwalan dapat dilihat pada Gambar 1.
Dari Tabel 3 menunjukan rerata total mikroba yang didapat berdasarkan variasi lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap total mikroba yang ditandai dengan perbedaan notasi pada tiap levelnya. Nilai rerata tertinggi didapatkan pada perlakuan dengan lama penyimpanan 12 hari yaitu 6,28 (log jumlah), sedangkan nilai rerata terendah terdapat pada perlakuan lama penyimpanan 2 hari yaitu 5,24 (log jumlah). Data menunjukan semakin lama penyimpanan maka rerata total mikroba akan semakin naik, dampak dari naiknya total mikroba akan mengakibatkan kerusakan pada minuman nira siwalan.
4
Gambar
kan nilainya 5,20 (S1H1). Lama waktu penyimpanan menyebabkan total mikroba yang ada pada minuman nira siwalan terus mengalami perkembangan. Total mikroba pada tiap titik pengamatan dapat dilihat pada. Total mikroba tertinggi terdapat pada perlakuan S2H6 (penyimpanan selama 12 hari pada suhu 35˚C) dengan jumlah mencapai 2,2 x106 jika di logkan nilainya 6,34. Nilai total mikroba pada pengamatan S2H6 lebih tinggi dari pada kondisi awal minuman nira siwalan sebelum dikejut listrik.
1. Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan terhadap Total Mikroba Minuman Nira Siwalan.
Nira siwalan yang telah dikejut listrik masih terdapat mikroba didalamnya. Seiring dengan lamanya waktu penyimpanan mikroba terus berkembang dan semakin tinggi suhu penyimpanan mikroba semakin baik dalam berkembang. Pengamatan pada suhu 30oC dan 35 oC pada lama penyimpanan 2 hari sampai 6 hari mikroba tidak dapat berkembang dengan baik. Hal ini diduga mikroba yang masih hidup dalam kondisi shock akibat kejut listrik. Menurut (Ramaswamy, 2006) mikroba yang masih hidup setelah dikejut listrik akan mengalami shock sehinga tidak dapat tumbuh dan berkembang secara baik. Pada titik pengamatan penyimpanan 8 hari sampai 12 hari mikroba mulai mengngalami perkembangan yang baik dibandingkan pengamatan hari sebelumnya. Hal ini diduga waktu kejut listrik hanya sebentar yang mengakibatkan mikroba dapat pulih lagi untuk beraktivitas seiring berjalanya waktu penyimpanan sehingga dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Menurut Grimi et al., (2009) pemilihan tegangan dan waktu dalam proses kejut listrik mempengaruhi kondisi mikroba pada suatu bahan. Menurut penelitan sebelumnya yang dilakukan oleh Nugraha (2010), pengaturan tegangan dan waktu yang tepat akan mempengaruhi jumlah mikroba yang mati. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya bahwa minuman nira siwalan yang dikejut listrik dengan waktu selama 1 menit dengan tegangan 80kV terjadi penurunan sebesar 1 siklus log dari 2,9x105 cfu/ml menjadi 1,9x104 cfu/ml. Jadi pada penelitian ini dalam perlakuan kejut listrik telah memenuhi literatur. Total mikroba minuman nira siwalan yang diolah dengan teknologi kejut listrik, turun satu siklus log dari 1,7 X106 cfu/ml turun menjadi 1,5 x105 cfu/ml jika di log
Kadar Alkohol Rerata kadar alkohol minuman nira siwalan dari berbagai faktor dan antar interaksi dari kedua faktor ditunjukkan pada Tabel 5, 6 dan 7. Tabel 5. Rerata Kadar Alkohol pada Faktor Suhu Minuman Nira Siwalan Suhu (˚C) Rerata Kadar Alkohol Notasi (%) 30 7,4 a 35 8,3 b Keterangan : -Rerata dengan notasi berbeda menunjukkan perbedaan nyata (α=0,05) - BNT = 0,37 - 5%
Hasil penelitian diketahui bahwa suhu berpengaruh nyata terhadap kadar alkohol. Pada suhu 30°C rerata kadar alkohol sebesar 7,4%, sedangkan pada suhu 35°C rerata kadar alkohol 8,3%. Adanya pengaruh nyata ini diduga karena adanya perbedaan suhu. Kondisi suhu yang lebih tinggi menyebabkan khamir yang ada pada minuman nira siwalan tumbuh dan berkembang lebih baik untuk merombak kandungan yang ada pada minuman nira siwalan yaitu glukosa menjadi alkohol. Hal tersebut didukung oleh Fardiaz (1993) yang menjelaskan bahwa pada umumnya kisaran suhu pertumbuhan untuk khamir adalah sama dengan suhu pada kapang sekitar 25-470C dan suhu optimum khamir dalam merombak gula menjadi alkohol pada minuman nira siwalan adalah 35-400C,
5
sehingga terjadi peningkatan kadar alkohol. Peningkatan kadar alkohol ini diduga karena waktu kejut listrik PEF hanya sebentar yang mengakibatkan Sacharomyces sp hanya turun satu sikus log saja. Penurunan ini terlalu sedikit yang mengakibatkan masih ada Sacharomyces sp yang masih hidup untuk beraktivitas merombak gula menjadi alkohol, sehingga kadar alkoholnya meningkat yang berdampak minuman nira siwalan rusak dan tIdak layak dikonsumsi.
merombak glukosa menjadi alkohol, semakin banyak glukosa yang dirombak maka semakin naik kadar alkoholnya. Uji interaksi antar kedua faktor dapat dilihat pada tabel 7. Tabel 7. Rerata Kadar Alkohol Minuman Nira Siwalan dari Interaksi Antara Suhu terhadap Lama Penyimpanan Lama Rerata Suhu Penyimpanan Kadar Notasi (˚C) (Hari) Alkohol (%) 2 2,4 a 4 4,1 c 30 6 6,1 e 8 9,0 g 10 10,5 h 12 12,3 i 2 2,8 b 4 5,2 d 35 6 7,1 f 8 10,1 h 10 11,9 i 12 12,7 i
Tabel 6. Rerata Kadar Alkohol pada Faktor Lama Penyimpanan Minuman Nira Siwalan Lama Rerata Kadar Notasi Penyimpanan Alkohol (Hari) 2 2,6 a 4 4,7 b 6 6,6 c 8 9,6 d 10 11,2 e 12 12,5 f Keterangan : -Rerata dengan notasi berbeda menunjukkan perbedaan nyata (α=0,05) - BNT = 0,37 - 5%
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan rerata kadar alkohol minuman nira siwalan dari faktor suhu dan lama penyimpanan diperoleh berkisar antara 2,4% sampai 12,7%. Pengaruh suhu dan lama penyimpanan terhadap kadar alkohol minuman nira siwalan dapat dilihat pada Gambar 2.
Tabel 6 menunjukan rerata kadar alkohol yang didapat berdasarkan variasi lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap kadar alkohol yang ditandai perbedaan huruf notasi pada setiap level. Nilai rerata tertinggi didapatkan pada perlakuan dengan lama penyimpanan 12 hari yaitu 12,5%, sedangkan nilai rerata terendah terdapat pada perlakuan lama penyimpanan 2 hari yaitu 2,6%. Data menunjukan semakin lama penyipanan maka rerata kadar alkohol akan semakin naik sehingga, nira siwalan akan semakin rusak. Hal ini diduga masih tersedianya nutrisi yang berupa glukosa yang dirombak oleh Saccharomycess sp yang mengakibatkan kadar alkohol meningkat seiring lamanya penyimpanan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Achi (2005) nira siwalan selama penyimpanan mengalami fermentasi alami akibat aktifitas khamir Saccharomycess sp yang
Gambar 2.Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan terhadap Kadar Alkohol Minuman Nira Siwalan
Berdasarkan Gambar 2 nilai kadar alkohol pada tiap kombinasi perlakuan mengalami peningkatan. Kadar alkohol yang semakin meningkat menandakan minuman nira siwalan semakin rusak.
6
Kerusakan minuman nira siwalan diduga karena kondisi suhu yang baik untuk aktivitas Saccharomycess sp yang merombak glukosa menjadi alkohol. Selain itu seiring dengan semakin lamanya minuman nira siwalan disimpan maka semakin banyak glukosa yang dirombak oleh Saccharomycess sp yang mengakibatkan kadar alkohol meningkat dan tidak layak dikonsumsi. Pernyataan ini didukung oleh Andarias (1982), hal ini dikarenakan penurunan gula yang terjadi akibat adanya aktivitas Saccharomycces sp yang menggunakan gula sebagai substrat dan mengubahnya menjadi alkohol. Menurut Anonymous, (2010) bahwa kadar alkohol suatu minuman apabila mencapai lebih dari 5% sudah dikatakan minuman bir. Adanya standar tersebut maka perlakuan terbaik pada parameter ini adalah perlakuan S1H1 yang disimpan pada suhu 30°C dengan penyimpanan selama 2 hari dengan nilai kadar alkohol 2,4%. Hanya saja dari semua perlakuan dalam penelitian ini tidak semua dalam kondisi baik karena masih ada beberapa titik yang telah mencapai nilai rerata kadar alkohol diatas 5%). Perlakuan terjelek dengan indikasi kadar alkohol tertinggi pada perameter ini terletak pada perlakuan S2H6 pada suhu 35°C dengan penyimpanan selama 12 hari dengan nilai kadar alkohol 12,7%. Minuman nira siwalan yang diolah dengan teknologi kejut listrik nilai kadar alkoholnya lebih lambat untuk meningkat apabila dibandingkan dengan minuman nira siwalan yang yang tak diolah. Penelitian yang dilakukan oleh Sholikhah (2010) nira siwalan yang tanpa diolah dalam 6 hari kadar alkoholnya mencapai 8%, sedangkan pada peneliian ini pada hari ke 6 berkisar 6-7%. Hal ini menunjukan bahwa minuman nira siwalan yang diolah menggunakan kejut listrik lebih lambat meningkat kadar alkoholnya yang diakibatkan khamir telah dikejut listrik sehingga beberapa khamir mati dan menggurangi jumlah khamir
untuk beraktivitas menjadi alkohol
merombak
gula
Nilai pH Rerata nilai pH minuman nira siwalan dari berbagai faktor dan antar interaksi ditunjukkan pada Tabel 8, 9 dan 10. Tabel 8. Rerata Nilai pH pada Faktor Suhu Minuman Nira Siwalan Suhu (˚C) Rerata Nilai pH Notasi 30 35
4,36 4,16
a b
Keterangan : - Rerata dengan notasi berbeda menunjukkan perbedaan nyata (α=0,05) - BNT = 0,06 - 5%
Hasil penelitian menunjukan bahwa suhu berpengaruh nyata terhadap nilai pH. Suhu 30°C memiliki rerata nilai pH sebesar 4,36, sedangkan pada suhu 35°C rerata nilai pH 4,16. Adanya pengaruh nyata ini diduga karena adanya perbedaan suhu. Kondisi suhu yang lebih tinggi menyebabkan Acetobacter yang ada pada minuman nira siwalan beraktivitas dengan baik. Adanya aktivitas Acetobacter ini diduga karena kejut listrik PEF tidak membunuh semua Acetobacter yang ada pada minuman nira siwalan. Aktivitas Acetobacter yaitu merombak alkohol menjadi asam asetat, sehingga terjadi peningkatan keasaman yang menyebabkan kerusakan pada nira siwalan dengan indikasi menurunya nilai pH. Budiyanto (2002) menyatakan bahwa suhu pertumbuhan bakteri Acetobacter berkisar antara 28-37˚C. Tabel 9. menunjukan rerata nilai pH yang didapat berdasarkan variasi lama penyimpanan berpengaruh nyata terdapat nilai pH, yang ditandai dengan perbedaan notasi pada tiap levelnya. Nilai rerata tertinggi didapatkan pada perlakuan dengan lama penyimpanan 2 hari yaitu 4,88, sedangkan nilai rerata terendah terdapat pada perlakuan lama
7
penyimpanan 12 hari dengan rerata pH 3,73. Data menunjukan semakin lama penyimpanan maka nilai pH akan
35
Tabel 9. Rerata Nilai pH pada Faktor Lama Penyimpanan Minuman Nira Siwalan Lama Rerata Nilai Notasi Penyimpanan pH (Hari) 2 4,88 a 4 4,64 b 6 4,35 c 8 4,06 d 10 3,92 e 12 3,73 f Keterangan : -Rerata dengan notasi berbeda menunjukkan perbedaan nyata (α=0,05) - BNT = 0,06 - 5%
4 6 8 10 12
4,53 4,25 3,99 3,85 3,61
d f h i i
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan rerata nilai pH minuman nira siwalan dari interaksi faktor suhu dan lama penyimpanan diperoleh berkisar antara 3,61 sampai 4,96. Pengaruh suhu dan lama penyimpanan terhadap nilai pH minuman nira siwalan dapat dilihat pada Gambar 3. Berdasarkan Gambar 3 nilai pH pada tiap kombinasi perlakuan mengalami penurunan. Penurunan nilai pH ini menadakan kerusakan pada minuman nira siwalan. Kerusakan minuman nira siwalan diduga kondisi suhu yang tinggi dan semakin lama penyimpanan
semakin menurun, sehingga minuman nira siwalan rusak dan tidak layak dikonsumsi. Hal ini diduga selama penyimpanan masih tersedia nutrisi yang berupa alkohol untuk dirombak oleh Acetobacter menjadi asam asetat yang mengakibatkan minuman nira siwalan semakin asam dengan indikasi turunya nilai pH. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Robertson (1993), bahwa semakin lama penyimpanan, mikroorganisme akan mengalami perkembangan sesuai ketersediaan nutrisi bahan yang dirombak, sehingga semakin lama penyimpanan, maka ketersediaan nutrisi akan berkurang dan pada akhirnya bahan akan mengalami penurunan kualitas (rusak). Uji interaksi antar kedua faktor dapat dilihat pada tabel 10.
Gambar 3 Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan terhadap Nilai pH Minuman Nira Siwalan.
maka aktivitas mikroba Acetobacter semakin baik beraktivitas untuk merombak kadar alkohol menjadi asam asetat, sehingga minuman nira siwalan semakin asam dengan indikasi turunnya nilai pH Menurut Sardjono (1989), minuman nira siwalan mudah sekali mengalami kerusakan yang ditandai dengan kondisi nilai pH mencapai kurang dari 4, sedangkan dalam kondisi segar dan baik nilai pH minuman nira siwalan mencapai 5-6. Adanya standar tersebut maka perlakuan terbaik pada parameter ini adalah perlakuan S1H1 pada suhu 30°C, penyimpanan selama 2 hari didapat nilai rerata pH 4,96. Hanya saja dari semua perlakuan dalam penelitian ini tidak
Tabel 10. Rerata Nilai pH Minuman Nira Siwalan dari Interaksi Antara Suhu terhadap Lama Penyimpanan Lama Rerata Suhu Penyimpanan Nilai Notasi (˚C) (Hari) pH 2 4,96 a 4 4,75 c 30 6 4,50 e 8 4,13 g 10 3,98 h 12 3,84 i 2 4,80 b
8
semua dalam kondisi baik karena masih ada beberapa titik yang telah mencapai nilai pH dibawah 4. Perlakuan dengan indikasi nilai pH terendah pada parameter ini terletak pada perlakuan S2H6 pada suhu 35°C dengan penyimpanan selama 12 hari dengan nilai rerata pH 3,71. Nilai pH minuman nira siwalan yang diolah dengan teknologi kejut listrik ini lebih cepat menurun apabila dibandingkan dengan minuman nira siwalan yang direbus dan diberi penambahan zat kimia seperti natrium benzoat. Penelitian yang dilakukan oleh Bayu (2011) nilai pH pada minuman nira siwalan pada hari ke 12 masih dalam kondisi baik dengan nilai pH 4,15, sedangkan pada penelitian ini pada hari 12 kodisi minuman nira siwalan sudah rusak dengan nilai pH 3,71. Namun demikian, minuman nira siwalan yang diolah dengan menggunakan kejut listrik lebih aman dikonsumsi karena tanpa penambahan zat kimia yang tidak baik buat tubuh (Sabari dkk, 1994).
ara/cfr/waisidx_04/ 21cfrv3_04.html>. Achi, O.K. 2005. The Potential for Upgrading Traditional Fermented Food Through Biotechnology. Review African Journal of Bioctechnology 4(5): 375-380. Andarias. 1982. Kerusakan Bahan Pangan dan Cara Pencegahanya. Ghalia Indonesia. Jakarta. Bayu, S. 2011. Umur Simpan Nira Siwalan Dengan Penambahan Natrium Benzoat dan Air. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang Budiyanto, A., dan Yulianingsih. 2008. Pengaruh Suhu dan Waktu Ekstraksi Terhadap Karateristik Pektin Dari Ampas Jeruk Siam (Citrus Nobilis L). Jurnal Pasca Panen 5(2): 37-44.
KESIMPULAN Suhu dan lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap nilai pH, kadar alkohol dan total mikroba pada minuman nira siwalan yang dikejut listrik. Nilai terbaik pada semua parameter terdapat pada perlakuan S1H1 pada lama penyimpanan waktu terpendek dan suhu terendah dengan nilai pH 4,96, kadar alkohol 2,4 (%) dan total mikroba 5,17 (log jumlah).
Fardiaz, D. 1993. Menentukan Kadaluwarsa dengan Singkat. Diakses 11 Maret2013
. Grimi, N., Lebovka, N., Vorobiev, E., & Vaxelaire, J. (2009). Effect Of A Pulsed Electric Field Treatment On Expression Behavior And Juice Quality Of Chardonnay Grape. Food Biophysics. 9(4): 191–198.
DAFTAR PUSTAKA Anonymous. 2007. Siwalan. Diakses 10 Desember2012..
Lutony, T.L. 1993. Tanaman Sumber Pemanis. Penebar Swadaya. Jakarta.
________. 2010. Code of Federal Regulation 21. Food Additives Permitted for Direct Addition to Food for Human Consumption.Diakses21 Desember 2012.
Nugraha, A.T. 2010. Teknologi Pulsed Electric Field (PEF) Untuk Membunuh Mikroorganisme Saccharomyces sp Pada Nira Siwalan (Legen). Skripsi. Fakultas Teknologi
9
Pertanian. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang. Ramaswamy, R., Tony, J., Balasubramaniam., and Howard, Z. 2006. Pulsed Electric Field Processing Fact Sheet for Food Processor. Diakses24Desember2012.. Robertson, G.L. 1993. Food Packaging Principles and Practice. Marcell Dekker Inc. New York. Sabari, S.D., Rajagukguk, J., dan Dwiwijaya, A. 1994. Pengaruh Kimia dan Suhu Penyimpanan terhadap Daya Simpan Kubis Bunga. Jurnal Holtikultura 4(2): 6-7. Saidi Y.P. 1999. Pengetahuan Bahan Pangan. Badan Pelatihan Inspektur Pangan. Jakarta. Sardjono.1989. Gula Merah dari Nira Siwalan. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Hasil Pertanian. Bogor. Sholikhah, S.M. 2010. Kajian Kadar Etanol Dan Asam Asetat Dalam Caian Nira Siwalan Menggunakan Metode Kromotografi Gas. Skripsi. Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim. Malang.
10