PENILAIAN RESIKO UNBURIED SUBSEA PIPELINE TERHADAP TRAWL GEAR DENGAN KONDISI HOOKING Oridian Popang(1), Handayanu(2), Mukhtasor(3) Mahasiswa Teknik Kelautan, 2,3Staf Pengajar Teknik Kelautan Fakultas Teknologi Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS Keputih Sukolilo-Surabaya 6011 e-mail:
[email protected] 1
Abstrak Jaringan pipa bawah laut yang tidak terkubur sangat rentan terhadap kerusakan, salah satu penyebab terjadinya kerusakan eksternal adalah banyaknya aktifitas penangkapan ikan menggunakan pukat (trawl) di sekitar perairan yang banyak memiliki jaringan pipeline. Aktifitas tersebut berpotensi menimbulkan gangguan terhadap pipa apabila pukat tersangkut (hooking) dengan adanya gaya snagging load. Penelitian ini membahas penilaian resiko pada pipa bawah laut yang tidak terkubur di perairan Delta Mahakam akibat pengaruh trawl gear 9-10 GT dan <5 GT tersangkut pada pipa (hooking). Tingkatan resiko yang terjadi, diperoleh dengan meranking peluang terjadinya hooking pada pipa dan konsekuensi dari hooking berdasarkan DNV RP F-107 “Risk Assessment of Pipeline Protection”. Perhitungan peluang terjadinya hooking menggunakan metode Event Tree Analysis (ETA) dan perhitungan konsekuensi berdasarkan tegangan maksimum yang terjadi menggunakan software ANSYS 11.0 dengan menvariasikan letak terjadinya hooking dan tekanan internal pada pipa. Kata Kunci: Risk Assessment, Pipeline, Trawl Gear, Hooking, Event Tree Analysis (ETA), von Mises 1. Pendahuluan Sebagai negara yang memiliki wilayah perairan yang luas, maka sebagian besar mata pencarian masyarakatnya adalah nelayan. Salah satu daerah di Indonesia yang masyarakatnya bekerja sebagai nelayan dan banyak memiliki jaringan pipa bawah laut adalah Kalimantan Timur, khususnya diperairan delta Mahakam. Dengan adanya aktifitas nelayan di perairan delta Mahakam yang memiliki jaringan pipa bawah laut maka kemungkinan terjadi interaksi pipa dengan komponen trawl gear sangatlah mungkin terjadi, interaksi ini dapat diilustrasikan seperti pada Gambar 1.1, dimana vessel trawl telah memenuhi ketentuan untuk tidak memasuki area safety zone dari platform, hanya saja arah pergerakan komponen trawl gear yang terseret di dasar laut tidak akan sama persis dengan arah gerak kapal.
Hooking didefinisikan sebagai suatu kondisi dimana komponen trawl terjebak/tersangkut dibawah unburried pipeline sehingga kapal harus berhenti, apabila kapal terus dipaksa bergerak maju maka dapat terjadi buckling pada pipa (DNV OS-F 101, 2000). Untuk itu perlu dilakukan penilaian resiko pada pipa milik Total E&P Indonesie, khususnya pipa bawah laut yang kondisinya tidak dibenamkan (unburried) yang berada antara Sisi Nubi Production Separation (SNPS) dengan Manifold Wellhead Production Separation (MWPS). Pada penelitian ini akan dilakukan perhitungan peluang kejadian tejadinya hooking di perairan delta Mahakam serta perhitungan konsekuensi berupa tegangan maksimal yang terjadi pada pipa untuk memperoleh rangking resiko dari interaksi trawl gear dengan pipa. 2. Dasar Teori Pipeline digunakan untuk berbagai maksud dalam pengembangan sumber daya hidrokarbon di lepas pantai (Soegiono, 2006), antara lain : 1. Pipa transportasi untuk ekspor. 2. Pipa penyalur untuk mengangkut produksi dari suatu platform ke pipa ekspor. 3. Pipa pengalir untuk injeksi air atau injeksi bahan kimia. 4. Pipa pengalir untuk mengangkut produksi antar platform, subsea manifold dan satellite wells. 5. Pipeline bundles.
Gambar 1.1 Kemungkinan posisi trawl vessel saat mencari ikan disekitar safety zone platform (DNV RP-F111, 2006)
Pipa selama beroperasi akan mendapat tekanan yang berasal dari air. Tekanan tersebut dinamakan tekanan hidrostatis. Dalam kasus tekanan
hidrostatis murni (pure hydrostatic pressure) atau tekanan luar yang lebih murni (pure external overpressure), tekanan hidrostatik dirumuskan sebagai berikut :
Pe = ρ sw .g .h
........................... (2.1)
dimana: 2 Pe : Tekanan hidrostatis eksternal (N/m ) 3 (kg/m ) ρ sw : Densitas air laut g : Percepatan gravitasi (m/s2) (m) h : Kedalaman air laut Pukat (trawl) adalah alat penangkap ikan berbentuk kerucut mengecil ke arah kantong (cod end) yang memiliki sepasang sayap samping yang sama panjang. Ukuran pukat dinyatakan dengan panjang head rope diukur dari kedua ujung sayap. DNV-OS F101 Submarine Pipeline Systems Section 4 menyebutkan bahwa interaksi trawl gear dengan pipeline dapat dibagi dalam 3 fase pembebanan, yaitu impact load, pullover load dan hooking. 1) Trawl Impact Tumbukan awal dari trawl gear yang mengenai pipa dapat menyebabkan dent. Pada kasus yang ekstrim, hal ini dapat mengakibatkan terhalangnya lintasan pigs, atau mengakibatkan konsentrasi tegangan yang merupakan awal dari fatigue failure. 2) Pullover (Over-trawling) Gaya dari trawl gear yang menarik bagian atas dari pipa dapat menyebabkan displacement pada jalur pipa, dan bending pada titik kontak. pada kasus ekstrim dapat mengakibatkan local buckling. 3) Hooking Hooking dari trawl di bawah pipeline dapat mengakibatkan defleksi lateral yang cukup besar pada pipeline dan dapat juga menyebabkan terlepasnya gear dari trawler. Hooking mengakibatkan yielding pada pipeline, yang akhirnya menyebabkan bending dan local buckling. Tabel 2.1 Gambaran umum interaksi trawl gear pada pipa Acceptance Time Loads Criteria Mili Impact Seconds
Mass Vecity
Dent
- Allowable Horizontal and MomentAllowable Vertical Load Stress/Strain - Allowable Moment Vertical Hooking Minutes - Allowable displacement Stress/Strain Pullover Seconds
Sumber : Qiang Bai, Subsea pipelines and risers Berdasarkan DNV RP-F111, proses terjadinya hooking adalah sebagai berikut :
Gambar 2.1 Proses terjadinya hooking (DNV RP-F111, 2006)
Hooking terjadi saat trawl gear bergerak dengan cepat mendekati pipeline dan menyebabkan kapal berhenti karena komponen trawl gear telah tersangkut pada pipa. Gaya tarik trawl gear saat terjadi hooking disebut snagging load (Fsnag) yang dapat diperoleh dengan rumus : Fsnag (Newton) = v
Ew × Aw × Mw lw
(2.2)
dimana, v = kecepatan trawl gear (m/s) Ew = modulus elastisitas warp line (N/m2) (kg) Mw = massa kapal/vessel Aw = cross sectional area pada warp line (m2) (m) lw = panjang warp line Resiko dapat dirumuskan (Dinovitzer,dkk., 2004) :
sebagai
berikut
Resiko = Peluang × Konsekuensi (2.3) dengan : Resiko = Bahaya yang dapat terjadi akibat sebuah proses yang sedang berlangsung atau kejadian yang akan datang. Peluang = Kemungkinan terjadinya peristiwa per satuan waktu, biasanya dalam satu tahun. Konsekuensi = Seberapa besar tingkat kerusakan yang diakibatkan karena adanya bahaya. Dengan mengacu pada standar DNV RP F107 tentang Risk Assessment of Pipeline Protection,
tingkat resiko pada risk assessment dapat digambarkan berupa matriks seperti berikut :
konsekuensi. Dan langkah terakhir melakukan penilaian resiko, dengan cara mengevaluasi hasil pemetaan peluang kejadian vs konsekuensi dalam matriks resiko, apakah resiko dapat diterima atau tidak. Data pipa yangdigunakan dalam penelitian ini adalah data material pipeline milik Total E&P Indonesia pada daerah sekitar perairan delta Mahakam. Tabel 3.1 Data Material Pipa
Gambar 2.2 Matriks Resiko (DNV RP-F107, 2006)
Dengan mengacu pada standard DNV RP F107 tentang Risk Assessment of Pipeline Protection, penjelasan rangking frekuensi dan konsekuensi akibat dari beban hooking dapat dilihat dari tabel berikut ini: Tabel 2.2 Rangking Frekuensi (DNV-RP-F107, 2001)
NAME OF PIPELINE
26″ TRUNKLINE
Start Point End Point Approx. Length Type Temperatur derating factor Status Seawater depth Seawater density Pressure - Max operating - Design (D.P) Outside diameter Wall thickness Grade - SMYS - SMTS
KP = 9 KP = 13 4,49 Km Offshore Pipeline T=1 Unburried 70 m 1026 kg/m3 96,6 – 82,2 Bar 120 Bar 26” (660,4 mm) 23,83 mm X 65 448 MPa 530 MPa
Tabel 3.2 Data properties trawl board DATA
Tabel 2.3 Rangking konsekuensi akibat beban hooking (DNV-RP-F107, 2001)
SATUAN
Jenis Kapal
-
Tipe Tali Trawl
-
Berat Trawl Panjang (L) Lebar (B) Tebal (t) Kecepatan kapal
Kg m m mm knot
TIPE A
TIPE B
5-10 GT < 5 GT 6 × 19; 6 × 19; textile core textile core 100 50 1.5 1.3 0.75 0.65 10 7 4 3,5
dengan : SMYS = Specified Minimum Yield Stress SMTS = Specified Minimum Tensile Stress 3. Metodologi Langkah-langkah penelitian ini secara umum proses pengerjaannya meliputi perhitungan peluang kejadian dari penurunan trawl gear yang mengenai pipa bawah laut dengan peluang kapal menurunkan jaring trawl beserta efek yang ditimbulkan. Selanjutnya mencari konsekuensi yang terjadi antara lain akibat beban hooking. Konsekuensi yang terjadi akibat beban hooking adalah tegangan maksimum yang terjadi pada pipa Memetakan peluang kejadian beserta konsekuensi ke dalam matriks resiko sesuai dengan ranking dari masing-masing peluang kejadian dan
Gambar 3.1 Geometri trawl board Sedangkan untuk data jumlah kapal trawl yang beroperasi disekitar delta Mahakam serta data trawl gear yang digunakan pada masing-masing jenis kapal trawl diperoleh dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Juliani dari Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.
Tabel 3.3 Data Jumlah Kapal JUMLAH UNIT TRAWL TOTAL NO LOKASI UNIT 5 - 10 <5 GT GT 1 Tg. Santan 19 45 64 2 Kersik 15 35 50 3 Semangkok 9 20 29 4 Ma. Badak 56 131 187 5 Tg. Pimping 23 55 78 6 Ma. Kaelli 9 37 46 7 Tg. Aju 54 23 77 8 Ma. Ilu 11 7 18 9 Ma. Pantuan 25 59 84 10 Ma. Tambora 2 9 11 11 P. Nubi 49 17 66 12 Ma. Sepatin 88 22 110 13 Tg. Berukang 70 12 82 14 Tg, Pemarung 8 19 27 15 Ma. Ulu 64 97 161 16 Tg. Sembilang 59 136 195 17 Handil Baru 48 71 119 18 Salok Api Laut 7 17 24 19 Lamaru 16 38 54 20 Manggar 119 85 204 21 Saloloang 47 20 67 JUMLAH
798
955
Permodelan hooking dilakukan berdasarkan perbedaan gaya snagging load arah 90º dan gaya snagging load arah 81,47º. Dari masing-masing model hooking tersebut, dilakukan tiga variasi input beban internal pressure dan tiga variasi letak terjadinya hooking
Gambar 4.1 Letak pembebanan dan hooking di tengah bentang pipa
1753
4. Analisa Data dan Pembahasan 4.1 Pemodelan dengan ANSYS 11.0 Input beban dalam permodelan, terdiri dari tiga jenis beban yaitu : gaya snagging load, tekanan internal pipa akibat aliran fluida, dan tekanan eksternal pipa dari air laut.
Gambar 4.2 Letak pembebanan dan hooking di ujung kanan pipa
Tabel 4.1 Input Beban Snagging Load Tipe Gaya snagging Gaya snagging Trawl load arah 81,47º load arah 90º A 7,369×105 N 7,288 ×105 N 5 B 4,350×10 N 4,302×105 N Tabel 4.2 Input beban tekanan internal fluida Internal Internal Pressure pressure ( Bar ) (N/mm2) Nilai 96,6 9,66 Maksimum 89,4 8,94 Nilai Rata-rata 82,2 8,22 Nilai Minimum Sedangkan input beban eksternal adalah sebesar 703.836 x 10-6 N/mm2
Gambar 4.3 Letak pembebanan dan hooking di ujung kiri pipa
4.2 Hasil permodelan untuk trawl A Dari hasil permodelan snagging load trawl A arah 81.47º, diperoleh tegangan terbesar 634,80 MPa dengan letak hooking di tengah bentangan pipa dan internal pressure maksimal. Tabel 4.3 Hasil pembebanan snagging load trawl A arah 81.47º berdasarkan variasi letak hooking dan internal pressure Tegangan yang dihasilkan (MPa) Posisi Hooking Internal Pressure Maksimal Average Minimal
Kanan Pipa
Tengah Pipa
Kiri Pipa
504,97 503,20 501.46
634,80 633,09 631,45
458,22 457,19 456,27
Untuk snagging load trawl A arah 90º diperoleh tegangan terbesar adalah 628,04 MPa dengan letak hooking di tengah bentangan pipa dan internal pressure pipa maksimal. Tabel 4.4 Hasil pembebanan snagging load trawl A arah 90º berdasarkan variasi letak hooking dan internal pressure Tegangan yang dihasilkan (MPa) Posisi Hooking Internal Pressure
Maksimal Average Minimal
Kanan Pipa
Tengah Pipa
Kiri Pipa
499,65 497,87 496,13
628,04 626,32 624,67
453,31 452,27 451,34
4.3 Hasil permodelan untuk trawl B Dari hasil permodelan snagging load trawl B arah 81,47º, diperoleh tegangan terbesar 388,31 MPa dengan letak hooking di tengah bentangan pipa dan internal pressure maksimal. Tabel 4.5 Hasil pembebanan snagging load trawl B arah 81,47º berdasarkan variasi letak hooking dan internal pressure Tegangan yang dihasilkan (MPa) Posisi Hooking Internal Pressure Maksimal Average Minimal
Kanan Pipa
Tengah Pipa
Kiri Pipa
310,64 306,69 304,68
388,31 385,55 382,89
278,94 277,03 275,28
Untuk snagging load trawl A arah 90º diperoleh tegangan terbesar adalah 384,44 MPa dengan letak hooking di tengah bentangan pipa dan internal pressure pipa maksimal.
Tabel 4.6 Hasil pembebanan snagging load trawl B arah 90º berdasarkan variasi letak hooking dan internal pressure Tegangan yang dihasilkan (MPa) Posisi Hooking Kanan Tengah Kiri Pipa Pipa Pipa Internal Pressure Maksimal 307,80 384,44 276,15 Average 303,81 381,66 274,22 Minimal 301,56 378,98 272,45
4.4 Hasil Perkiraan Peluang Kejadian Perhitungan peluang yang pertama adalah berapa besar kemungkinan kapal trawl melintasi daerah yang rawan dalam hal ini adalah lokasi dimana pipa bawah laut tidak tertanam melainkan berada diatas seabed. Perhitungan peluang kejadian yang kedua adalah besarnya kemungkinan kapal yang melakukan aktifitas trawling (menurunkan jaring trawl) pada lokasi tersebut. Perhitungan peluang kejadian yang terakhir adalah seberapa besar kemungkinan terjadinya interaksi antara trawl board dengan pipa bawah laut dan mengalami kerusakan. Setelah diperoleh peluang dari masing-masing kejadian tersebut maka dilanjutkan dalam pembuatan diagram Event Tree Analysis, sehingga diperoleh peluang kejadian hooking dari masingmasing kelompok kapal. Tabel 4.7 Tabel peluang kejadian hooking tiap kelompok kapal Kapal A (5-10 GT)
Kapal B (< 5 GT)
2,76704 ×10-5
3,31169 ×10-5
4.5 Matriks Resiko Dari hasil perhitungan peluang kejadian, maka diperoleh rangking frekuensi akibat hooking dari tiap kapal sebagai berikut: Tabel 4.8 Rangking frekuensi akibat hooking Peluang Kejadian Jenis Kapal Rangking Kategori (tahun) Kapal A 2.76704E-05 2 Remote (5-10 GT) Kapal B 3.31169E-05 2 Remote (<5 GT) Sedangkan untuk melakukan rangking konsekuensi, berdasarkan pada SMYS dan SMTS pipa grade X65. Nilai tegangan dari variasi letak hooking dan variasi internal pressure, diambil yang paling maksimal terjadi.
Tabel 4.10 Ranking konsekuensi hooking dengan gaya arah 90º Tegangan Maksimum Von Equivalent Kelompok Rangking Kategori Mises Stress (MPa) (MPa) Kapal A No 628,04 5 >583 (5-10 GT) damage Kapal B No 384,44 1 < 403,20 (< 5 GT) damage
Berikut adalah matriks resiko akibat hooking dari tiap-tiap jenis kapal Rangking Konsekuensi
dengan menambah concrete coating pada pipa sehingga diameter dan area pipa menjadi besar. Sedangkan untuk kapal B (<5 GT) ketika beroperasi di wilayah perairan pipeline KP9 – KP 13 dan terjadi hooking maka resiko yang ditimbulkan berada pada zona hijau yang artinya resiko tersebut masih bisa diterima. Untuk matriks resiko akibat hooking dengan snagging load arah 90º dapat dilihat pada gambar 4.12 berikut: Rangking Konsekuensi 1
2
3
4
5
1
Ranking Frekuensi
Tabel 4.9 Ranking konsekuensi hooking dengan gaya arah 81,47º Tegangan Maksimum Von Equivalent Kelompok Rangking Kategori Mises Stress (MPa) (MPa) Kapal A 634,80 5 > 583 Rupture (5-10 GT) Kapal B No 388,31 1 < 403,20 (<5 GT) damage
2
Kapal B
Kapal A
3
4
5 1
2
3
4
5 Gambar 4.5 Matriks resiko akibat hooking dengan snagging load arah 90º
Ranking Frekuensi
1
2
Kapal B
Kapal A
3
4
5
Gambar 4.4 Matriks resiko akibat hooking dengan snagging load arah 81,47º Dari matriks resiko akibat hooking dengan arah beban 90º didapatkan bahwa pukat kapal A (5-10 GT) ketika memasuki wilayah pipeline KP 9 KP13 dan berinteraksi dengan pipa sehingga terjadi hooking, maka resiko yang ditimbulkan tidak dapat diterima. Untuk mengurangi resiko akibat pukat kapal A (5-10 GT) tersangkut pada pipa maka perlu memperpendek jarak antar anchor pada pipa atau
Dari matriks resiko akibat hooking dengan arah beban 90º didapatkan bahwa kedua kapal pukat A (5-10 GT) ketika memasuki wilayah pipeline KP 9 - KP13 dan berinteraksi dengan pipa sehingga terjadi hooking, maka resiko yang ditimbulkan tidak dapat diterima. Sedangkan untuk kapal B (<5 GT) ketika beroperasi di wilayah perairan pipeline KP9 – KP 13 dan terjadi hooking maka resiko yang ditimbulkan berada pada zona hijau yang artinya resiko tersebut masih bisa diterima. 5. Penutup 5.1 Kesimpulan Dari penelitian yang telah dilakukan selama ini, kesimpulan yang dapat diberikan dari analisa hasil dan pembahasan adalah sebagai berikut: 1. Peluang terjadinya hooking pada pipa bawah laut di KP 9 sampai KP 13 akibat trawl gear adalah 2,76704 ×10-5untuk kapal A (5-10 GT) dan 3,31169 ×10-5 untuk kapal B (<5 GT). 2. Konsekuensi yang ditimbulkan akibat interaksi pipa bawah laut KP 9 sampai KP 13 adalah sebagai berikut: a. Tegangan von Mises yang dihasilkan akibat beban snagging load dari kapal A (5-10 GT) untuk arah gaya 81,47º sebesar 634,80 MPa.
Untuk tegangan von Mises yang dihasilkan dari snagging load arah 90º sebesar 628,04 MPa b. Tegangan von Mises yang dihasilkan akibat beban snagging load dari kapal B (<5 GT) untuk kedua arah gaya 81,47º dan 90º adalah masing-masing 388,31 MPa dan 384,44 MPa. 3. Besarnya tingkat resiko pada pipa bawah laut akibat : a. Beban hooking arah 81,47º dari trawl gear kapal A (5-10 GT) adalah tidak dapat diterima, sedangkan beban hooking arah 81,47º dari trawl gear kapal B (<5 GT) besarnya resiko dapat diterima. b. Beban hooking arah 90º dari trawl gear kapal A (5-10 GT) adalah tidak dapat diterima, sedangkan untuk beban hooking arah 90º dari trawl gear kapal B (<5 GT) besarnya resiko masih dapat diterima. 5.2 Saran Beberapa hal yang dapat menjadi saran untuk perbaikan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Perlu diadakan studi atau penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh kekuatan tali pukat (breaking strength) dan kekuatan mesin tarik pukat (winch) saat terjadi hooking. 2. Perlu menambah beban tekanan eksternal akibat pengaruh arus dan gelombang laut. 3. Perlu dilakukan perhitungan tentang gaya tarikan sebagai fungsi waktu.
Daftar Pustaka Bai,Q. and Bai,Y. 2001. Subsea Pipeline and Risers. Oxford : Elsevier Science Ltd. DNV RP - F107. 2001. Risk Assessment of Pipeline Protection. Det Norske Veritas. DNV RP - F111. 2006. Interference between Trawl Gear and Pipelines. Det Norske Veritas. DNV OS - F101. 2000. Submarine Pipeline Systems. Det Norske Veritas. Faisal Khan, dkk. 2009. Handling Data Uncertainties In Event Tree Analysis. Journal of Process Safety and Environmental Protection. www.elsevier.com/ locate/psep
Juliani. 2005. Optimasi Upaya Penangkapan Udang di Perairan Delta Mahakam dan Sekitarnya. Thesis Sekolah Pascasarjana-IPB. Logan,D.L.1992. A Firs Course in the Finite Element Method. Boston: PWS Publishing Company. Maslun, Muhammad. 2009. Risk Assessment pada Unburied Subsea Pipeline akibat Pengaruh Trawl Gear. Tugas Akhir Teknik Kelautan-ITS. Murdani, J. Adi. 2007. Analisa Beban Impact Akibat Trawl Gear pada Pipa Bawah Laut. Tugas Akhir Jurusan Teknik Kelautan-ITS. Prado, J. 1990. Fisherman Workbook’s. Fishery Industries Division-FAO. R.D Galbraith and A.Rice. 2004. An Introduction to Commercial Fishing Gear and Methods Used in Scotland. FRS Marine Laboratory, Aberdeen. Saeed Moaveni. 2003. Finite Element Analisys Theory and Application With Ansys. Minnesota State University, Mankato : Pearson Education, Inc. Soegiono. 2007. Pipa Laut. Surabaya : Airlangga Press University. Supardi, Ardidja. 2007. Alat Penangkap Ikan. Buku Pengajaran Program Studi Teknologi Penangkapan Ikan-Sekolah Tinggi Perikanan. Jakarta. Susono, Ebi. 2009. Risk Assessment Saluran Pipa Gas Ekspor Amerada Hess Limited (Indonesia-Pangkah) pada Zona III Akibat Aktifitas Nelayan Pencari Kerang dan Kepiting dengan Menggunakan Garit (Trawl). Tugas Akhir Jurusan Teknik Sistem Perkapalan-ITS. Surabaya. Trevor J.Associates. 1999. Guidelines for Trenching Design of Submarine Pipelines. Health & Safety Executive Offshore Technology Report. United Kingdom. Vitali, Lugino. 2007. Pipelines Trawl gear interaction. Nord Stream Seminar Fishery. Sweden.