JURNAL KEDOKTERAN INDONESIA, VOL. 2/NO. 1/JANUARI/2011
Faktor Risiko Dispepsia pada Mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) Dyspepsia Risk Factors of University Students in Bogor Agricultural University Andri Susanti1, Dodik Briawan1, Vera Uripi1 1
Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia (FEMA), IPB
ABSTRACT Background: Dyspepsia syndrome frequently occurs among adolescents. This study aimed, to analyze risk factors of dyspepsia among university students. Methods: The study design was a case-control study, where two groups of samples were selected purposively in the first grade student living in IPB’s dormitory. The case group was the students with gastric disorder (gastritis or peptic ulcer history) in the last six months, meanwhile the control group was having similar characteristics except they suffered gastric disorder. The total of 120 university students were taken pairly as samples, consisting of 60 students for the each group (24 male and 36 female). Data were collected include gastric disorder history, dyspepsia symptom, characteristic of samples, nutritional status, eating habit, smoking, alcohol consumption, physical activity, drugs consumption (especially antacid), stress, blood type, and family disease history of gastritis or peptic ulcer. Results: The frequency of dyspepsia in the case group was higher than the control group (p<0.05). Gastric disorder history significabtly related to frequency of dyspepsia (p<0.05). The body mass index (BMI) scores of samples had no difference in both sample groups (p<0.05). Having meal regularly, meal frequency, carbonated drink consumption habit, and fat intake related significantly with frequency of dyspepsia (p<0.05). Physical activity, taking antacid, and stress level related significantly with frequency of dyspepsia (p<0.05). Family disease history and blood type had no relation with frequency of dyspepsia. The multiple logistic regression analysis showed that the significant risk factors of dyspepsia are meal frequency more than twice per day (OR=0.08; CI 95%: 0.02 hingga 0.45), habitually consume carbonated drink (OR=8.95; CI 95%: 1.27 hingga 63.23), and higher stress level (OR=1.22; CI 95%: 1.06 hingga 1.37). Conclusion: Eating frequency more than twice per day can reduce risk of dyspepsia, meanwhile consuming carbonated drink more than three bottles per week, and having higher stress level precisely increase the risk of dyspepsia. Keywords: risk factors, dyspepsia, university students.
PENDAHULUAN Salah satu penyakit pencernaan yang sering dikeluhkan kelompok remaja adalah sindrom dispepsia. Lambung adalah reservoir pertama makanan dalam tubuh dan di organ tersebut makanan melalui proses pencernaan dan penyerapan sebagian zat gizi. Gangguan lambung berupa ketidaknyamanan pada perut bagian atas atau dikenal sebagai sindrom dispepsia, dapat terjadi akibat kelainan organik maupun fungsional. Gangguan organik yang umum terjadi pada lambung antara lain
80
gastritis dan tukak peptik (dikenal dengan sakit maag), esophageal reflux disease, penyakit kandung empedu, gangguan hati, dan patologi lainnya (Beyer 2004). Pada penelitian ini, gejala dispepsia sebagai akibat dari adanya riwayat gangguan lambung yaitu gastritis atau tukak peptik serta gaya hidup seharihari seperti kebiasaan makan, aktivitas fisik, kebiasaan merokok, stres, dan lain-lain. Gatritis merupakan inflamasi dari lapisan mukosa dan submukosa gaster atau lambung, sedangkan tukak peptik (ulkus peptikum) adalah ulserasi (perlukaan) saluran makanan bagian atas yang melibatkan duode-
ANDRI SUSANTI, et al./ FAKTOR RISIKO DISPEPSIA PADA MAHASISWA
num dan lambung. Patogenesis tukak peptik samasama melibatkan asam-pepsin. Keluhan paling banyak pada gastritis dan tukak peptik berupa nyeri perut atau ketidaknyamanan perut bagian atas. Keluhan lainnya adalah mual, muntah, kembung, rasa penuh atau terbakar di perut bagian atas.
faktor hereditas, dan (11) faktor risiko yang berpengaruh pada gejala dispepsia.
Gastritis, tukak peptik, maupun dispepsia merupakan masalah kesehatan di masyarakat. Di Indonesia prevalensi gastritis sebanyak 0.99% dan insiden gastritis sebesar 115/100.000 penduduk. Prevalensi tukak peptik di Indonesia pada beberapa penelitian ditemukan antara 6-15% terutama pada usia 20-50 tahun (Suyono 2001). Dispepsia menempati urutan ke-15 dari 50 penyakit yang dengan pasien rawat inap terbanyak (Depkes 2006). Laporan rawat jalan di RSUP dr. Sardjito Yogyakarta menjelaskan bahwa pasien yang datang dengan keluhan dispepsia mencapai 40% kasus per tahun (Dwijayanti, Ratnasari, dan Susetyowati 2008). Sindrom dispepsia cukup mengganggu penderitanya hingga tidak dapat melakukan aktivitas secara normal. Sekitar 30% penderita dispepsia dilaporkan tidak masuk kerja atau sekolah ketika gejala-gejala dispepsia menyerang.
Desain penelitian adalah case control study (kasuskontrol) berpasangan. Penetapan contoh didasarkan pada kelompok kasus, yaitu mahasiswa yang memiliki riwayat gangguan lambung berupa gastritis atau tukak peptik dan kelompok kontrol yang tanpa menderita gangguan lambung. Gangguan lambung yang diteliti terbatas pada gastritis atau tukak peptik (tukak lambung, tukak duodenum). Kelompok contoh kasus dan kontrol dipasangkan berdasarkan kemiripan jenis kelamin, umur, dan latar belakang sosial-ekonomi (jumlah uang saku, suku atau etnis, dan daerah asal). Penelitian dilakukan pada mahasiswa tingkat satu (Tingkat Persiapan Berdsama atau IPB) tahun ajaran 2010/2011 di kampus IPB Darmaga pada bulan Agustus-September 2010.
Perubahan lingkungan dan kebiasan sehari-hari dari yang semula tinggal di rumah bersama keluarga menjadi tinggal di asrama, seringkali membuat stres mahasiswa baru IPB yang harus tinggal di asarama. Kondisi lingkungan asrama dan padatnya jadwal kegiatan mahasiswa dapat menyebabkan pola makan tidak teratur dan gaya hidup yang berubah karena berbaga faktor di sekitar mahasiswa. Stres, makan tidak teratur dan sembarangan, merokok, minum alkohol, minum kopi diduga dapat menimbulkan masalah pencernaan. Seseorang yang telah memiliki masalah pencernaan sebelumnya, akan sangat rentan mengalami dispepsia karena kebiasaan yang tidak sehat. Bagi orang yang sebelumnya tidak memiliki riwayat penyakit pun, dimungkinkan untuk terjangkit dispepsia. Secara umum penelitian bertujuan untuk mempelajari faktor risiko dispepsia pada kelompok mahasiswa IPB. Tujuan khusus penelitian adalah untuk mempelajari: (1) karakteristik sosial-ekonomi, (2) gejala dispepsia, (3) status gizi, (4) kebiasaan makan, (5) kebiasaan merokok, (6) kebiasaan mengonsumsi minuman beralkohol, (7) aktivitas fisik, (8) konsumsi obat-obatan, (9) tingkat stres, (10)
SUBJEK DAN METODE Desain, Tempat, dan Waktu
Cara Penentuan Sampel Sampel penelitian ini diambil secara purposive dari populasi yang memenuhi kriteria penelitian dan bersedia untuk menjadi responden. Kriteria inklusi kelompok kasus yaitu: 1) Mahasiswa TPB IPB tahun ajaran 2010/2011 dan telah tinggal di asrama putra/ putri TPB IPB minimal 1 bulan; 2) Berusia 12-19 tahun; 3) Mampu berkomunikasi dengan baik, bersedia diwawancara; 4) Sedang atau pernah mengalami gastritis atau tukak peptik dalam 6 bulan terakhir berdasarkan pemeriksaan dokter; 5) Tidak sedang atau pernah menderita apendisitis (usus buntu), kolik (kram perut), hepatitis (liver), demam typhoid (tifus abdominalis), ginjal, atau diabetes mellitus dalam waktu satu bulan terakhir. Kriteria inklusi kontrol sama dengan kriteria inklusi kasus, hanya dibedakan pada butir keempat, yaitu tidak pernah mengalami gastritis/tukak peptik dalam 6 bulan terakhir. Jumlah contoh yang diambil adalah 120 orang, terdiri atas 60 orang kasus (24 putra dan 36 putri) dan 60 orang kontrol (24 putra, 36 putri). Jenis dan Cara Pengumpulan Data Jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder. Data pimer diperoleh melalui pengisian 81
JURNAL KEDOKTERAN INDONESIA, VOL. 2/NO. 1/JANUARI/2011
kuesioner oleh contoh (mahasiswa TPB IPB), sedangkan data sekunder diperoleh dari Direktorat TPB-IPB, berupa jumlah mahasiswa tahun ajaran 2010/2011 dan pembagian kelas. Kuesioner terdiri atas dua jenis, yaitu kuesioner skrining (untuk menentukan kasus-kontrol) dan kuesioner penelitian. Pengisian kuesioner dilakukan sendiri oleh contoh dengan dipandu oleh enumerator. Setelah pengisian, beberapa pertanyaan dikonfirmasikan kembali melalui wawancara. Pertanyaan dalam kuesioner bersifat retrospektif, dengan rentang waktu sejak contoh masuk asrama hingga menjelang keluar asrama. Kuesioner skrining digunakan untuk mengumpulkan data karakteristik contoh (umur dan jenis kelamin), karakteristik sosialekonomi (jumlah uang saku, suku/etnis, dan wilayah domisili paling lama), dan riwayat penyakit gastritis/tukak peptik dan frekuensi munculnya gejala gangguan lambung selama satu bulan tinggal di asrama. Informasi adanya riwayat penyakit (untuk menentukan kasus-kontrol) berdasarkan pemeriksaan dokter selama rentang waktu enam bulan terakhir. Kuesioner penelitian digunakan untuk mengumpulkan data kebiasaan makan, kebiasaan merokok (aktif dan pasif ), kebiasaan mengkonsumsi alkohol, aktivitas fisik dan kebiasaan olahraga contoh (meliputi jenis, durasi, dan frekuensi olahraga, serta aktivitas ringan sehari-hari), konsumsi obat-obatobatan pada saat tinggal di asrama, tingkat stres, dan faktor herediter (meliputi riwayat gangguan lambung pada keluarga dan golongan darah). Pengolahan dan Analisis Data Frekuensi dispepsia. Frekuensi dispepsia dikategorikan berdasarkan gejala-gejala dispepsia yang dialami contoh. Sebanyak tujuh macam gejala dispepsia (nyeri epigastrum; rasa panas terbakar di dada; kembung setelah makan; perut penuh, cepat kenyang; mual; muntah; dan sering bersendawa) dinilai secara subjektif berdasarkan berapa kali gejala muncul dalam satu minggu. Hasilnya kemudian diskor, dijumlahkan, kemudian dikategorikan menjadi dua kategori (jarang dan sering) berdasarkan rentang data. Skor 0 (nol) jika sama sekali tidak pernah mengalami gejala; skor 1 (satu) jika mengalami gejala sebanyak 1-2 kali per minggu; skor 2 (dua) jika mengalami gejala 3-4 kali per minggu; dan skor
82
3 (tiga) jika mengalami gejala >4 kali per minggu atau hampir setiap hari. Kategori dispepsia adalah jarang apabila skor frekuensi < 7.5; dan sering apabila skor >7.5. Karakteristik contoh. Umur dikategorikan menjadi dua kelompok, yaitu 15-18 tahun (remaja madya) dan 18-19 tahun (remaja akhir). Jumlah uang saku yang menggambarkan keadaan ekonomi yang dikelompokkan menjadi tiga kategori berdasarkan rentang data, yaitu: (1) Rendah