FAKTOR PERILAKU YANG MEMPENGARUHI AKSEPTOR KELUARGA BERENCANA DROP OUT (THE BEHAVIORAL FACTOR THAT INFLUENCES DROP-OUT FAMILY PLANNING ACCEPTOR) Aries Wahyuningsih*, Umi Hanik* *STIKES RS. Baptis Kediri, Jl. May.Jend. Panjaitan No. 3 B Kediri Email :
[email protected] ABSTRAK Pendahuluan : Program Keluraga Berencana (KB) di Indonesia dalam pelaksanaannya perlu ditingkatkan karena ditemukan tingginya jumlah akseptor KB yang drop out. Penelitian bertujuan mempelajari faktor perilaku yang mempengaruhi akseptor KB drop out berbasih teori Lawrence Green. Metode : Desain penelitian Deskriptif. Populasi semua wanita akseptor KB yang drop out di Puskesmas Perawatan Ngletih. Jumlah subyek 76 responden. Subjek penelitian menggunakan Simple Random Sampling, pengumpulan data menggunakan kuesioner. Hasil : Hasil penelitian faktor perilaku yang mempengaruhi aseptor KB drop out memiliki pengetahuan 39,4% cukup, sikap 43,4% cukup, pendidikan 38,2% tamat SD, umur 38,2% 20 – 30 tahun, status perkawinan 100% menikah, sosial ekonomi 53,9% dibawah UMR, faktor pendukung ketersediaan sarana prasarana atau fasilitas kesehatan 40,8% kurang, faktor pendorong 76,3% kurang meliputi tokoh masyarakat 36,2%, dan keluarga 39,5%. Diskusi : Faktor perilaku yang mempengaruhi drop out akseptor KB adalah pendidikan rendah, sosial ekonomi rendah, ketersediaan sarana dan prasarana kurang, dukungan tokoh mayarakat dan keluarga rendah. Kata kunci : Faktor perilaku, drop out, akseptor KB PENDAHULUAN Masalah utama yang sedang dihadapi negara berkembang termasuk Indonesia adalah masih tingginya laju pertumbuhan penduduk dan kurang seimbangnya penyebaran penduduk. Salah satu upaya yang telah dilakukan pemerintah untuk mengatasi laju pertumbuhan penduduk adalah melalui Program Keluarga Berencana (selanjutnya disebut KB) (Suratun, 2008). Program KB di Indonesia telah mengalami perkembangan pesat. Meskipun Program KB dinyatakan telah berhasil di Indonesia, namun dalam pelaksanaannya masih perlu ditingkatkan karena masih ditemukan tingginya jumlah drop out akseptor KB peserta KB baru atau lama yang berhenti atau tidak memakai salah satu metode kontrasepsi dalam satu tahun kalender dengan alasan medis, efek samping, menopause, permintaan klien, akseptor bercerai atau suami meninggal, efektifitas dalam rahim habis (Suratun, 2008). Tingkat Pasangan Usia Subur di Indonesia diperkirakan masih ada sekitar 3,5 juta aseptor KB mengalami drop out (SKDI, 2007). Data pada tahun 2003 di wilayah Jawa Timur pengguna alat kontrasepsi yang mengalami drop out sebanyak 6,5%. Hasil
dari pengambilan data sekunder yang dilakukan pada tanggal 23 Desember 2013 di Wilayah Kerja Puskesmas Perawatan Ngletih Kota aseptor KB sebanyak 1913 akseptor KB dan terdapat akseptor KB drop out sejumlah 94 orang (4,5%) dari target sasaran sebesar 2,5%. Metode atau alat kontrasepsi yang digunakan angka drop out terjadi pada kontrasepsi suntik sebesar 49 orang (52,1%), Pil 30 orang (31,9%), Implant 5 orang (5,3%), IUD 7 orang (7,5%) dan kondom 3 orang (3,2%). Family Planning atau Planned Parenthood atau KB adalah suatu usaha menjarangkan atau merencanakan jumlah dan jarak kehamilan dengan menggunakan kontrasepsi (Sulistyawati, 2012). Keberhasilan dalam program KB dipengaruhi oleh adanya perilaku kesehatan. Perilaku kesehatan dalam proses pencarian pelayanan kesehatan terbagi menjadi 3 faktor meliputi faktor predisposisi (pengetahuan, sikap, pendidikan, demografi, sosial ekonomi), faktor pendukung (ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan) dan faktor pendorong (sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma), keluarga, dan para petugas kesehatan). Apabila akseptor KB
53
drop out dan tidak segera ditangani oleh pemerintah dapat menyebabkan jarak kehamilan tidak teratur, tingginya angka kematian ibu dan bayi serta penurunan kesejahteraan keluarga (Agus, 2010). Perilaku kesehatan yang baik pada keluarga maupun masyarakat berperan penting untuk mengurangi atau mencegah tingkat drop out pada akseptor KB. Keluarga yang memiliki wanita drop out KB harus berperan aktif untuk mengajak kembali dalam penggunaan KB yang dapat mengurangi tingkat mortalitas dan morbiditas. Keberhasilan untuk menurunkan drop out akseptor KB bukan hanya dipengaruhi oleh perilaku kesehatan individu ataupun keluarga akan tetapi juga melalui peran petugas kesehatan. Petugas kesehatan di harapkan dapat memberikan pelayanan kesehatan yang holistik atau utuh kepada akseptor KB dengan memberikan komunikasi, informasi dan edukasi mengenai KB. Konseling merupakan aspek yang sangat penting. Melalui konseling petugas kesehatan dapat membantu akseptor KB untuk memilih dan memutuskan jenis alat kontrasepsi yang tepat sesuai dengan keinginannya untuk mencegah terjadinya efek samping, membantu akseptor dalam menggunakan kontrasepsi lebih lama dan meningkatkan keberhasilan KB. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengukur faktor perilaku yang mempengaruhi aseptor KB drop out. METODE PENELITIAN Berdasarkan tujuan penelitian desain yang digunakan deskriptif. Populasi dalam penelitian ini adalah semua wanita akseptor KB yang drop out di Wilayah Puskesmas Perawatan Ngletih Kota Kediri. Besar subjek sebanyak 76 responden, menggunakan Simple Random Sampling. Variabel penelitian ini adalah perilaku kesehatan yang diklasifikasikan dengan tiga indikator yaitu faktor predisposisi, faktor pendukung, dan faktor pendorong. Pengumpulan data menggunakan kuesioner kemudian data dianalisa dan disajikan dengan Distribusi Frekuensi. HASIL PENELITIAN Hasil Penelitian Faktor Perilaku Drop Out Akseptor KB Menurut Lawrence Green diuraikan sebagai berikut:
Pengetahuan yang Tabel 1. Faktor Mempengaruhi Drop Out pada Akseptor KB di Puskesmas Perawatan Ngletih Kediri Bulan Mei 2014 (n = 76) Pengetahuan Baik Cukup Kurang Jumlah
F 29 30 17 76
% 38,2% 39,4% 22,4% 100%
Tabel 1 menunjukkan bahwa sebanyak 30 responden drop out akseptor KB memiliki pengetahuan cukup (39,4%). Tabel 2. Faktor Sikap yang Mempengaruhi Drop Out pada Akseptor KB di Puskesmas Perawatan Ngletih Kediri Bulan Mei 2014 (n = 76) Sikap Baik Cukup Kurang Jumlah
F 20 33 23 76
% 26,3% 43,4% 30,3% 100%
Tabel 2 menunjukkan bahwa sebanyak 33 responden drop out akseptor KB memiliki sikap cukup (43,4%). Pendidikan yang Tabel 3. Faktor Mempengaruhi Drop Out pada Akseptor KB di Puskesmas Perawatan Ngletih Kediri Bulan Mei 2014 (n = 76) Pendidikan Tidak Sekolah Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA Tamat PT Jumlah
F 0 29 25 21 1 76
% 0% 38,2% 32,9% 27,6% 1,3% 100%
Tabel 3 menunjukkan bahwa sebanyak 29 responden drop out akseptor KB berpendidikan tamat SD (38,2%). Tabel 4. Faktor Demografi (Umur) yang Mempengaruhi Drop Out pada Akseptor KB di Puskesmas Perawatan Ngletih Kediri Bulan Mei 2014 (n = 76) Umur (Tahun) 20 - 30 Tahun 31 – 40 Tahun 41 – 50 Tahun Jumlah
F 29 28 19 76
% 38,2% 36,8% 25,0% 100%
54
Tabel 4 menunjukkan bahwa sebanyak 29 responden drop out akseptor KB berumur 20 – 30 tahun (38,2%). Tabel 5. Faktor Demografi (Status Perkawina) yang Mempengaruhi Drop Out pada Akseptor KB di Puskesmas Perawatan Ngletih Kediri Bulan Mei 2014 (n = 76) Status Perkawinan Menikah Janda Jumlah
F 76 0 76
% 100% 0% 100%
Tabel 5 menunjukkan bahwa mayoritas drop out akseptor KB memiliki status perkawinan menikah (100%). Tabel 6. Faktor Sosial Ekonomi yang Mempengaruhi Drop Out pada Akseptor KB di Puskesmas Perawatan Ngletih Kediri Bulan Mei 2014 (n = 76) Sosial Ekonomi Sesuai dan diatas UMR Di bawah UMR Jumlah
F 35
% 46,1%
41 76
53,9% 100%
Tabel 6 menunjukkan bahwa lebih dari 50% drop out akseptor KB memiliki pendapatan dibawah UMR (53,9%). Tabel 7. Faktor Ketersediaan Sarana Prasarana yang Mempengaruhi Drop Out pada Akseptor KB di Puskesmas Perawatan Ngletih Kediri Bulan Mei 2014 n = 76 Ketersediaan Sarana Prasarana atau Fasilitas Kesehatan Baik Cukup Kurang Jumlah
F 22 23 31 76
% 28,9% 30,3% 40,8% 100%
Tabel 7 menunjukkan bahwa sebanyak 31 responden drop out memiliki faktor pendukung ketersediaan sarana prasarana atau fasilitas kesehatan kurang (40,8%). Tabel 8. Faktor Tokoh masyarakat (Toma), keluarga, dan para petugas kesehatan yang Mempengaruhi Drop Out pada Akseptor KB di Puskesmas Perawatan Ngletih Kediri Bulan Mei 2014 (n = 76)
Sikap dan Perilaku Tokoh masyarakat (toma), keluarga, dan para petugas kesehatan Baik Cukup Kurang Jumlah
F
%
3 15 58 76
4,0% 19,7% 76,3% 100%
Tabel 8 menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma), keluarga, dan para petugas kesehatan kurang (76,3%). PEMBAHASAN Perilaku Faktor Predisposisi (Pengetahuan, Sikap, Pendidikan, Demografi (umur, status perkawinan), Sosial Ekonomi) yang Mempengaruhi Aseptor KB Drop Out di Puskesmas Perawatan Ngletih Kota Kediri Ibu/akseptor KB yang drop out memiliki pengetahuan cukup yaitu 30 responden (39,4%). Hasil pengetahuan yang cukup bukan sebagai faktor yang mempengaruhi aseptor KB drop out di Puskesmas Perawatan Ngletih Kota Kediri. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Faktor yang mempengaruhi pengetahuan ada 2 yaitu faktor ekstrinsik dan intrinsik. Faktor ekstrinsik meliputi: pendidikan, pekerjaan, keadaan bahan yang akan dipelajari, serta pengalaman. Sedangkan faktor intrinsik meliputi umur, kemampuan, kehendak atau kemauan (Suhartono, 2008). Berdasarkan penelitian didapatkan hasil bahwa pada ibu/aseptor KB yang drop out memiliki tingkat pengetahuan cukup. Hasil penelitian pada responden yang memiliki tingkat pengetahuan cukup, peneliti mendapati bahwa dalam menjawab pertanyaan, responden banyak menjawab dengan jawaban benar pada pertanyaan tujuan KB yaitu pada soal KB bertujuan untuk mencegah terjadinya ledakan penduduk dan tujuan KB adalah mengatur jarak kehamilan dan kelahiran berikutnya. Responden banyak menjawab pertanyaan dengan jawaban salah pada pertanyaan mengenai metode KB yaitu pada soal bila tidak menggunakan kontrasepsi efektif, ibu dapat juga menerapkan kontrasepsi sederhana, KB alami didasarkan pada siklus
55
masa subur, kontrasepsi menetap mengakibatkan tidak akan memperoleh keturunan lagi. Metode KB umumnya responden tidak mengetahui apabila tidak menggunakan alat kontrasepsi efektif dapat juga menggunakan alat kontrasepsi sederhana seperti metode kalender. Aseptor KB yang drop out sudah mengetahui tujuan dan pengertian tentang KB tetapi tidak melakukan KB, hal ini dipengaruhi oleh status pekerjaan yaitu sebanyak 51% responden bekerja sebagai ibu rumah tangga. Hasil penelitian ini juga didapatkan responden memiliki anak terkecil usia 1-5 tahun, hal ini dikarenakan responden kurang mendapatkan informasi terkait kapan waktu yang tepat untuk menggunakan alat kontrasepsi setelah melahirkan. Responden kurang aktif dalam mencari informasi terkait dengan metode penggunaan KB yang benar. Aseptor KB yang drop out memiliki sikap cukup yaitu 33 responden (39,4%). Hasil sikap cukup bukan sebagai faktor yang mempengaruhi drop out di Puskesmas Perawatan Ngletih Kota Kediri. Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial (Notoatmodjo, 2007). Fenomena sikap yang timbul tidak saja ditentukan oleh keadaan objek yang sedang dihadapi tetapi juga dengan kaitannya dengan pengalamanpengalaman masa lalu, oleh situasi di saat sekarang, dan oleh harapan-harapan untuk masa yang akan datang (Azwar, 2007). Berdasarkan penelitian didapatkan hasil bahwa pada aseptor KB yang drop out memiliki sikap cukup. Hal ini menjelaskan tentang sikap responden sebagai akseptor KB aktif mereka kurang berperan secara aktif atau tidak melakukan secara optimal dalam program KB. Responden banyak yang menjawab sangat setuju pada pernyataan mengikuti kegiatan penyuluhan tentang KB di wilayah sekitar tempat tinggal merupakan hal yang penting tetapi hal tersebut tidak dilakukan oleh responden terbukti dengan jawaban pernyataan responden yang tidak
setuju jika setelah mengikuti penyuluhan mengenai KB harus mengikuti program KB. Hal ini juga dipengaruhi oleh alat kontrasepsi yang pernah mereka gunakan yaitu 47% menggunakan alat kontrasepsi suntik. Responden berpendapat jika memakai alat kontrasepsi suntik banyak mengalami efek samping seperti perubahan berat badan dan timbul jerawat. Hal ini didukung oleh pernyataan yang menyatakan bersedia memakai alat kontrasepsi meskipun terdapat efek samping. Pada faktanya responden tidak mau menggunakan alat kontrasepsi apabila terdapat efek samping. Responden yang bekerja sebagai ibu rumah tangga memiliki sikap kurang terhadap program KB hal ini dipengaruhi ibu yang bekerja sebagai ibu rumah tangga dan memiliki 2 anak lebih cenderung berdiam diri dirumah dan tidak berupaya untuk mencari informasi terkait program KB. Responden juga enggan untuk berkonsultasi ke petugas kesehatan bila terdapat efek samping. Apabila terdapat efek samping responden diharapkan tidak langsung drop out akan tetapi berkonsultasi terlebih dahulu dengan petugas kesehatan. Peneliti juga mendapatkan hasil tentang sikap yang kurang pada aspetor KB yang drop out sebanyak 23 responden, dipengaruhi oleh responden tidak mau tahu tentang pentingnya KB lagi bagi kehidupan atau kesejahteraan keluarga. Hal ini dibuktikan dengan pernyataan yang menyatakan bahwa apabila sudah memiliki 2 anak maka wajib mengikuti KB. Responden tidak mengetahui jika tidak mengikuti program KB akan mempengaruhi kesejahteraan keluarga. Responden banyak yang menganggap bahwa menggunakan KB mengakibatkan efek samping yang dapat menganggu kesehatan bagi mereka terbukti sebesar 65 % responden masih mengalami haid tetapi tidak menggunakan KB. Ibu/aspetor KB yang drop out memiliki tingkat pendidikan SD 29 responden (38, 2%). Pendidikan yang rendah menujukkan faktor yang mempengaruhi aseptor KB drop out di Puskesmas Perawatan Ngletih Kota Kediri. Pendidikan adalah setiap usaha, pengaruh, perlindungan, dan bantuan yang dilakukan pada anak untuk menjadi dewasa. Ciri orang dewasa ditunjukkan oleh kemampuan secara fisik, mental, moral, sosial, dan emosional. Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang
56
direncanakan untuk mempengaruhi orang lain sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan. Makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki demikian sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai– nilai yang baru diperkenalkan (Mubarak, 2009). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti, didapatkan hasil bahwa pada aseptor KB yang drop out memiliki tingkat pendidikan tamat SD. Responden dalam mencari, mendapat, dan menerima informasi dari petugas kesehatan tentang kontrasepsi tidak dapat memahaminya dengan baik, terbukti ketika responden pada saat ditanya atau dijelaskan terkait dengan program KB paham tetapi responden tidak tahu penting atau manfaatnya mengikuti program KB. Hal ini disebabkan seseorang yang berpendidikan rendah akan kurang luas pandangannya dan tidak mudah menerima ide dan tata cara kehidupan baru. Mereka tidak berfikir jika banyak mempunyai anak berarti akan kehilangan kesempatan untuk berkembang, baik dari sisi partisipasinya dalam berbagai kegiatan sosial maupun kiprahnya dalam turut memajukan ekonomi keluarga. Ibu/aseptor KB yang drop out sebanyak 29 responden (38,2%) berumur 20 – 30 tahun. Umur 20 -30 tahun bukan sebagai faktor yang mempenagruhi akseptor KB drop out di Puskesmas Perawatan Ngletih Kota Kediri. Umur adalah lama waktu hidup atau ada sejak dilahirkan atau diadakan. Dari hasil penelitian didapatkan akseptor KB yang drop out tidak hanya responden yang berumur mendekati menopause, responden beranggapan tidak akan hamil lagi, padahal apabila responden mengalami kehamilan maka sangat berisiko terhadap kehamilan dan proses saat melahirkan. Peneliti juga mendapati akseptor KB yang drop out berumur 20 tahun sampai 30 tahun, responden tidak menggunakan alat kontrasepsi jangka panjang yang bertujuan untuk menjarangkan kelahiran antara 3–4 tahun dan menghindari resiko kompilkasi. Pada hasil penelitian responden lebih memilih drop out tanpa mengetahui resiko apabila mempunyai anak lagi yang tidak
diperhitungkan jarak kelahiran anak yang satu dengan satunya dengan waktu yang sangat singkat tidak sampai 3 – 4 tahun. Ibu/aspetor KB yang drop out memiliki status perkawinan menikah (100%). Hasil status perkawinan menikah bukan sebagai faktor drop out akseptor KB di Puskesmas Perawatan Ngletih Kota Kediri. Perkawinan adalah ikatan atau komitmen emosional dan legal antara seorang pria dengan seorang wanita yang terjalin dalam waktu yang panjang dan melibatkan aspek ekonomi, sosial, tanggung jawab pasangan, kedekatan fisik serta hubungan seksual. Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa responden yang drop out akseptor KB adalah berstatus perkawinan menikah. Responden tidak mendapatkan dukungan dari keluarga terutama dalam aspek ekonomi untuk mengikuti program KB, hal ini bertentangan dengan (Suratun, 2008) menyatakan bahwa akseptor drop out KB bisa terjadi karena bercerai atau suami meninggal. Hasil penelitian ini peneliti tidak mendapatkan hasil status perkawinan pisah atau cerai pada responden. Status perkawinan sangat mempengaruhi kegiatan responden dalam mengikuti program KB. Ibu/Akseptor KB yang drop out memiliki sosial ekonomi dibawah UMR yaitu 41 responden (53,9%). Hasil sosial ekonomi dibawah UMR menunjukkan sebagai faktor yang mempengaruhi aseptor KB drop out di Puskesmas Perawatan Ngletih Kota Kediri. Status sosial ekonomi adalah ukuran gabungan total ekonomi dan dan sosiologis dari pengalaman kerja sesorang dan dari posisi ekonomi sosial individu atau keluarga yang relatif terhadap lainnya, berdasarkan pada pendapatan, pendidikan, dan pekerjaan. Pendapatan merupakan salah satu faktor yang paling menentukan kuantitas maupun kualitas kehidupan seseorang (Syaifudin & Mariyam, 2010). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa responden dengan tingkat pendapatan keluarga yang dibawah UMR lebih banyak yang mengalami drop out KB. Hal ini disebabkan karena mereka beranggapan bahwa dalam pemilihan alat kontrasepsi harus dilihat dari kapasitas kemampuan untuk membeli kontrasepsi dengan mempertimbangan banyaknya kebutuhan yang harus dikeluarkan setiap hari agar tidak memperberat kondisi ekonomi yang mereka dapatkan.
57
Perilaku Faktor Pendukung (Ketersediaan Sarana dan Prasarana atau Fasilitas Kesehatan) yang Mempengaruhi Akseptor KB Drop Out di Puskesmas Perawatan Ngletih Kota Kediri Ibu/akseptor KB yang drop out memiliki faktor pendukung ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan kurang (40,8%). Hasil ketersediaan sarana dan prasaran atau fasilitas kurang menujukkan sebagai faktor yang mempengaruhi akseptor KB drop out di Puskesmas Perawatan Ngletih Kota Kediri. Faktor pendukung yaitu mencakup tentang ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat. Fasilitas pelayanan kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit, alat-alat kontrasepsi, poliklinik, posyandu, polindes, pos obat desa, dokter atau bidan praktik swasta, dan sebagainya (Notoadmojo, 2007). Upaya berperilaku sehat, masyarakat memerlukan sarana dan prasarana pendukung. Fasilitas ini pada hakikatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan. PUS tidak memanfaatkan pelayanan KB karena penyedia pelayanan KB tidak menyediakan semua metode kontrasepsi. Petugas cenderung memprioritaskan dan membatasi suatu metode tertentu karena keterbatasan persediaan. Konsumen tidak dapat memilih metode yang sesuai dengan tujuan kontrasepsinya karena alat tidak tersedia sehingga faktor ini akan berpengaruh terhadap pemanfaatan pelayanan KB (Pinem, 2009). Berdasarkan penelitian didapatkan hasil bahwa pada akseptor KB yang drop out di Puskesmas Perawatan Ngletih memiliki faktor pendukung ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan kurang (40,8%). Hasil penelitian, didapatkan bahwa di wilayah sekitar tempat tinggal responden tidak terdapat praktek dokter yang dapat membantu dalam penggunaan KB yang gratis. Responden banyak yang menjawab jika alat kontrasepsi yang mereka inginkan banyak mengeluarkan biaya padahal responden memiliki pendapatan dibawah UMR dan bekerja sebagai ibu rumah tangga dan apabila ditarik biaya mereka tidak sanggup. Pada responden yang drop out dilihat dari faktor pendukung disebabkan dari segi ketersediaan alat kontrasepsi dengan
kebijaksanaan sistem kafetaria (banyak pilihan) yang ditetapkan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), calon peserta KB dapat memilih sendiri alat maupun metoda kontrasepsi yang sesuai keinginannya. Akibatnya banyak terjadi drop out akseptor KB dengan alasan ingin ganti cara yang lebih efektif dalam penggunaan KB, padahal tidak semua metode penggunaan KB itu cocok bagi mereka. Aspetor KB jika ingin mengganti cara seharusnya mereka harus konsultasi terlebih dahulu dengan petugas kesehatan, supaya tidak terjadi komplikasi atau meminimalkan efek samping dalam penggunaan KB, tetapi banyak didapatkan responden yang tidak berkonsultasi terlebih dahulu dengan alasan jarak rumah yang jauh dari tempat sarana pelayanan kesehatan yang ada sehingga pada akhirnya mereka enggan untuk menggunakan KB. Hal ini menjadi salah satu permasalahan pada responden yang akhirnya tidak mengikuti program KB. Puskesmas lebih banyak menyediakan alat kontrasepsi yang standart seperti pil KB dan suntik KB akan tetapi responden enggan menggunakan dengan alasan suntik KB banyak mengalami efek samping. Perilaku Faktor Pendorong Sikap dan Perilaku Tokoh Masyarakat (Toma), Keluarga, dan Para Petugas Kesehatan yang Mempengaruhi Akseptor KB Drop Out di Puskesmas Perawatan Ngletih Kota Kediri Ibu/akseptor KB yang drop out memiliki faktor pendorong sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma), keluarga, dan para petugas kesehatan kurang (76,3%). Hal ini menujukkan sebagai faktor yang mempengaruhi Akseptor KB drop out di Puskesmas Perawatan Ngletih Kota Kediri. Faktor pendorong meliputi faktor perilaku tokoh masyarakat (toma), keluarga, dan para petugas termasuk petugas kesehatan. Masyarakat dalam berperilaku sehat memerlukan pengetahuan, sikap positif dan dukungan fasilitas juga diperlukan role model atau acuan dari para tokoh masyarakat, tokoh agama, dan para petugas, lebih-lebih para petugas kesehatan. Tokoh masyarakat yang dimaksud dalam teori adalah Kepala desa RT, RW setempat yang diharapkan lebih menggalakkan dan mempromosikan kepada
58
warganya untuk lebih aktif dalam mengikuti program KB (Notoadmojo, 2007). Berdasarkan peneliti, didapatkan hasil bahwa pada akseptor KB yang drop out memiliki faktor pendorong sikap dan perilaku tokoh masyarakat, keluarga, dan para petugas kurang yaitu 58 responden (76,3%). Jawaban dari responden terkait sikap dan perilaku tokoh masyarakat kurang, tokoh masyarakat tersebut tidak aktif dalam mempromosikan slogan dua anak cukup, slogan tersebut memang telah dipasang di pinggir jalan akan tetapi masyarakat belum sepenuhnya menghiraukan slogan tersebut karena tidak adanya penjelasan dari tokoh masyarakat sekitar. Sehingga responden yang drop out akseptor KB tidak segera bergerak untuk mengikuti program KB sebab tidak ada dorongan dari pemerintah setempat. Kader dilingkungan tempat tinggal sekitar responden juga kurang bersosialisasi untuk mengadakan konseling dalam program KB. Petugas kesehatan sangat berperan dalam memberikan informasi, penyuluhan dan menjelaskan tentang alat kontrasepsi dalam tahap akhir pemakaian alat kontrasepsi (Hartanto, 2006). Responden banyak yang menjawab pernyataan dengan jawaban selalu mengenai faktor pendukung yang menyatakan petugas kesehatan telah berupaya menjelaskan terlebih dahulu tentang alat kontrasepsi yang akan mereka gunakan dan melakukan penyuluhan terhadap program KB akan tetapi mereka tetap drop out untuk tidak KB dikarenakan terdapat faktor lain yang mempengaruhi seperti dukungan keluarga, pendidikan dan sosial ekonomi. Selain tokoh masyarakat dan para petugas kesehatan keluarga juga berperan dalam KB. Hasil kuesioner penelitian ini didapatkan responden menjawab pertanyaan bahwa mereka menentukan sendiri dalam pemilihan alat kontrasepsi dan suami tidak ikut berperan dalam menentukan pemilihan kontrasepsi. Pemakaian alat kontrasepsi, timbul sebuah masalah jika suami tidak memberikan dukungan dalam menggunakan KB karena terdapat efek samping seperti timbul jerawat, perubahan berat badan, dan keputihan. Tidak adanya dukungan dari suami membuat responden menjadi tidak semangat untuk menggunakan alat kontrasepsi dan memutuskan untuk drop out KB.
SIMPULAN DAN SARAN SIMPULAN Faktor perilaku yang mempengaruhi aseptor KB drop out berbasis teori Lawrence Green di Puskesmas Perawatan Ngletih Kota Kediri adalah factor pendidikan yang rendah (SD), faktor sosial ekonomi yang rendah dibawah UMR, faktor ketersediaan sarana prasarana atau fasilitas kesehatan kurang, dan faktor dukungan tokoh masyarakat dan keluarga rendah. SARAN Peran tokoh masyarakat dan keluarga sangat penting untuk membantu agar aseptor KB tidak drop out. Keluarga dan tokoh masyarakat dapat memberikan dukungan terhadap ibu untuk aktif dalam mendapatkan informasi terkait program KB. Petugas kesehatan perlu mengadakan pendekatan kepada keluarga untuk memberikan konseling terkait dengan program KB. Petugas kesehatan dapat bekerjasama dengan tokoh masyarakat untuk mengadakan penyuluhan mengenai program KB misalnya melalui forum pengajian dan posyandu. Kegiatan konseling dan penyuluhan yang diberikan diharapkan ibu dapat mengikuti program KB dengan tujuan untuk mencegah terjadinya pertumbuhan penduduk. DAFTAR PUSTAKA Agus, Joko Pitoyo dkk (2010). Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Azwar, Saifuddin (2007). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset Hartanto, H., (2006). Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan Mubarak, Iqbal dan Chayatin (2009). Ilmu Keperawatan Komunitas 1 pengantar dan Teori. Jakarta: Salemba Medika Notoatmodjo, Soekidjo (2007). Promosi Kesehatan dan Teori Perilaku. Jakarta: Rineke Cipta Pinem, Saroha (2009). Kesehatan Reproduksi dan Kontrasepsi. Jakarta: TIM SDKI, (2007). http://id.scribd.com/ doc/49660295/SDKI-2007. On line
59
Diakses pada November 2013
tanggal
10
Suhartono, (2008). Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jakarta : Arruzz Media Sulistyawati, (2012). Pelayanan Keluarga Berencana. Jakarta: Salemba Medika Suratun, (2008). Pelayanan Keluarga Berencana dan Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: TIM Syafrudin & Mariam N, (2010). Sosial Budaya Dasar Untuk Mahasiswa Kebidanan. Jakarta: Trans Info Media.
60