FAKTOR PENYEBAB BIAYA ADMINISTRASI PENCATATAN PERNIKAHAN MENJADI TINGGI (Studi Pada Kantor Urusan Agama Kec. Bumijawa Kab. Tegal Tahun 2009-2013)
Skripsi Diajukan kepada fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh IMAM ZAKIYUDIN Nim: 1110044100059
KONSENTRASI PERADILAN AGAMA PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JA KAR T A 1435H/2014M
ABSTRAK Imam Zakiyudin, 1110044100059, Faktor Penyebab Biaya Administrasi Pencatatan Pernikahan Menjadi Tinggi (Studi pada Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Bumijawa Kabupaten Tegal Tahun 2009-2013) Pernikahan merupakan kebutuhan hidup setiap manusia sejak jaman dulu. Memang pada masa awal Islam tidak dikenal adanya pencatatan pernikahan, dan dengan berbagai pertimbangan kemaslahatan muncullah tuntutan pencatatan pernikahan. Apabila terdapat pernikahan tidak dicatatkan maka akan terjadi berbagai masalah kerancuan hukum. Setelah diundangkanya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang pernikahan dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa tiap-tiap pernikahan selain harus dilakukan menurut ketentuan agama juga harus dicatatkan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 2004 tentang tarif atas penerimaan negara bukan pajak yang berlaku di Kementrian Agama disebutkan bahwa biaya nikah Rp 30.000,00. Tetapi pada praktiknya biaya tersebut lebih besar dari biaya yang telah ditetapkan oleh pemerintah sebagaimana yang terjadi di Kantor Urusan Agama Kecamatan Bumijawa Penelitian skripsi ini bertujuan untuk mengetahui Faktor Penyebab Biaya Administrasi Pencatatan Pernikahan menjadi tinggi di wilayah Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Bumijawa Kabupaten Tegal. Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kualitatif yaitu melalui wawancara dengan para responden pelaku pernikahan baik pernikahan yang dilaksanakan di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Bumijawa ataupun pelaku pernikahan yang dilaksanakan di rumah (masjid atau mushola) dan para pemegang kebijakan yaitu Kepala Kantor Urusan Agama beserta staf-stafnya. Adapun data yang digunakan adalah data sekunder yaitu data yang mendukung keterangan atau kelengkapanya untuk dijadikan sebagai bahan, data primer yang diperoleh dari data perpustakaan ataupun koleksi pustaka pribadi penulis yang dilakukan dengan cara studi pustaka. Dari hasil penelitian menunjukan bahwa terkait dengan besaran biaya administrasi pencatatan pernikahan pada realitanya tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan biaya administrasi pencatatan pernikahan terlalu mahal. Kurangnya sosialisasi terkait dengan biaya administrasi pencatatan pernikahan, sehingga membebankan pada pelaku pernikahan. Untuk mengatasi pembengkakan biaya administrasi pencatatan pernikahan perlu adanya kerjasama birokrasi Kantor Urusan Agama Kecamatan Bumijawa dengan Kementrian Agama dalam mensosialisasikan kisaran biaya administrasi pencatatan pernikahan yang ideal dan dapat dijangkau oleh masyarakat yang kurang mampu.
i
KATA PENGANTAR
ﺑﺳنﺍﷲﺍﻟﺭﺤهيﺍﻟﺭﺤﻳن ﺍﻟصالة وﺍﻟسالم على ﺍشرف ﺍالًبياء، ﺍشهد ﺍى ال ﺍﻟه إال ﺍﷲ وﺍشهد ﺍى هﺤودﺍ عبده وﺭﺳىﻟه،ﺍﻟﺤودﷲ ﺭب ﺍﻟعاﻟويي . ﺍهاﺑعد،وﺍﻟورﺳليي وعلى ﺍﻟه وأصﺤاﺑه وهي تبع هدﺍه ﺍﻟى ﻳىم ﺍﻟقياهت Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang senantiasa memberikan karunia-Nya bagi seluruh umat di dunia dalam memberikan kesehatan, kekuatan dan ketabahan sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dan merampungkan skripsi ini. Dengan rasa yang menjadi satu lelah dan kemalasan, namun semuanya berakhir dengan kelegaan dan keharuan sehingga timbul semangat luar biasa. Tidak lupa salam serta shalawat dihaturkan atas baginda besar Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga para sahabat dan para pengikut mereka sampai hari akhir tiba, (Yaumil Qiyamat). Penulis menyadari bahwasanya manusia tidak ada yang sempurna dan tidaklah mungkin hidup tanpa bantuan orang lain dan tidaklah mungkin terwujud semua usaha tanpa bantuan sesama. Dengan ini penulis dalam rangka menyelesaikan tugas, dalam kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada: 1. Dr. H. JM. Muslimin, MA., Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Drs. H. A. Basiq Djalil, SH., MA., Ketua Jurusan Peradilan Agama dan Ibu Rosdiana, M.Ag., Sekretaris Jurusan Peradilan Agama.
ii
3. Nur Rohim Yunus LLM,. Yang telah memberikan waktu luang, motifasi serta pikiran untuk memberikan ilmu dan bimbingan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini, semoga Allah membalas kebaikan bapak. 4. Prof. Dr. H. M. Amin Suma., SH., MA., MM Penguji I dan Dr. H. Mesraini, MA Penguji II. 5. Pimpinan Perpustakaan fakultas Syariah dan Hukum, Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta seluruh staf yang selalu memberikan penulis fasilitas dalam keperluan perkuliahan. 6. H. A. Wakhidin, SHi., Agus Salam, SAg., Umi Hayati., SHi dan seluruh staf Kantor Urusan Agama Kecamatan Bumijawa serta masyarakat di wilayah Kecamatan Bumijawa tempat penulis mengadakan penelitian, mendapatkan data, informasi dan wawancara. 7. Yang tercinta kedua orang tua Ibunda Zahro dan Ayahanda Ust Slamet Toibin, adik-adiku (Puad Hasan, Millata Humaida, Muhammad Gus Fahmi dan Ismi atul Ma’rifah) dan keluarga khususnya mama yang terhebat yang senantiasa selalu ada dalam memberikan doa dan semangatnya. Serta seluruh sahabat seperjuanganku yakni Peradilan Agama angkatan 2010. 8. Prof. Dr. H. Hamdan Yasun Msi., beserta isteri Ibu H. Suwaidah (Almarhum) Bapak H. Masrun Beserta Istri Ibu Chuzmijatun, Bapak Abdul Aziz Insiram, mas Sobirin, Ibu Lisa, Ibu Eni, Mba Tina dan Ibu
iii
Marlinda Sopha yang sudah memberikan bantuanya kepada penulis selama di jakarta baik dalam bentuk formil maupun materil. 9. Keluarga Besar Peradilan Agama (KBPA), Keluarga Besar Ikatan Mahasiswa Tegal (IMT), Keluarga besar PMII Komfaksyahum dan Keluarga Besar Pengurus Lembaga Bantuan Hukum Fakultas Syariah dan Hukum yang selalu mengarahkan dan penulis naungi. 10. Keluarga Besar Gria Hijau (Pa Edi, Pa Arifin, Pa Caca, mas Mukhlis, mas Brian, mas Fiky, mas Khan khan, mas Heri, mas Yanto) yang penulis naungi dalam keadaan susah maupun senang dan penulis berbagi dalam canda tawa. 11. Seluruh sahabatku yang tidak dapat penulis sebutkan dan semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung yang tidak mungkin penulis sebutkan namanya satu persatu. Akhirnya, kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, saya mengucapkan terima kasih banyak atas bantuanya baik yang berupa doa maupun materil yang tidak dapat penulis balas dengan baik, semoga Allah SWT yang akan membalas kebaikan kalian semuanya. Amin
Jakarta,
Penulis
iv
Juli 2014
DAFTAR ISI ABSTRAKSI ..........................................................................................................
i
KATA PENGANTAR ...........................................................................................
ii
DAFTAR ISI ..........................................................................................................
v
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ vii BAB I:
PENDAHULUAN................................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................................
1
B. Pembatasan Masalah ............................................................................
9
C. Perumusan Masalah .............................................................................. 12 D. Tujuan Penelitian .................................................................................. 13 E. Manfaat Penelitian ................................................................................ 13 F. Metode Penelitian.................................................................................. 14 G. Review Studi Terdahulu ....................................................................... 18 H. Sistematika Penulisan............................................................................ 20 BAB II:
ATURAN PERNIKAHAN DAN PENCATATAN .......................... 23
A. Pengertian Pernikahan........................................................................... 23 B. Rukun dan Syarat Pernikahan ............................................................... 30 C. Pencatatan Pernikahan ......................................................................... 38 D. Lembaga Administrasi Pencatatan Pernikahan .................................... 42 E. Biaya Pencatatan Pernikahan Menurut Undang-Undang...................... 47
v
BAB III:
KANTOR
URUSAN
AGAMA
WILAYAH
KECAMATAN
BUMIJAWA ................................................................................................. 56 A. Georafis Wilayah Kantor Urusan Agama Kecamatan Bumijawa ......... 56 B. Kedudukan Kantor Urusan Agama Kecamatan Bumijawa................... 64 C. Tugas dan wewenang Kantor Urusan AgamaKecamatan Bumijawa ... 65 D. Struktur Organisasi Kantor Urusan AgamaKecamatan Bumijawa ....... 70 E. Biaya Administrasi Pencatatan Pernikahan di Kantor Urusan Agama Kecamatan Bumijawa .......................................................................... 71 BAB IV: ANALISA BIAYA PENCATATAN PERNIKAHAN ...................... 73 A. Tingginya Biaya Administrasi Pencatatan Pernikahan di Kecamatan Bumijawa .............................................................................................. 73 B. Faktor yang menyebabkan Tingginya Biaya Administrasi Pencatatan Pernikahan di Kecamatan Bumijawa .................................................... 78 C. Sosialisasi biaya administrasi pencatatan pernikahan di Kantor Urusan Agama pada masyarakat kecamatan bumijawa ........................ 81 D. Analisis Penulis ..................................................................................... 86 BAB V: PENUTUP ............................................................................................. 90 A. Kesimpulan ........................................................................................... 90 B. Saran-saran ............................................................................................ 93 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 96
vi
LAMPIRAN Pertama
: Surat Pengajuan Judul Skripsi
Kedua
: Lembar Pengesahan Tim Penguji
Ketiga
: Surat Permohonan Kesediaan menjadi Dosen Pembimbing Skripsi
Keempat
: Surat blanko bimbingan Skripsi
Kelima
:Surat Permohonan data/Wawancara
Keenam
: Pedoman wawancara/Instrumen Penelitian
Ketujuh
: Hasi wawancara dengan kepala KUA dan Penghulu KUA
Kedelapan
: Hasil wawancara dengan masyarakat kecamatan bumijawa
Kesembilan
: Surat Keterangan Penelitian dari Kelurahan Sokatengah
Kesepuluh
: Surat Keterangan Penelitian dari Kelurahan Jejeg
Kesebelas
: Surat Keterangan Penelitian dari Kelurahan Cintamanik
Keduabelas
: Surat Keterangan Penelitian dari Kelurahan Begawat
Ketigabelas
: Surat Keterangan Penelitian dari Kelurahan Cawitali
Keempatbelas
: Surat Keterangan Penelitian dari Kelurahan Dukuh Benda
Kelimabelas
: Surat Keterangan Penelitian dari Kelurahan Guci
Keenambelas
: Surat Keterangan Penelitian dari Kelurahan Pagerkasih
Ketujuhbelas
: Surat Keterangan Penelitian dari Kelurahan Bumijawa
Kedelapanbelas : Surat Keterangan Penelitian dari Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Bumijawa Kesembilanbelas : Surat Pernyataan wawancara dari Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Bumijawa
vii
Keduapuluh
: Surat Pernyataan dari Penghulu Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Bumijawa
Keduapuluh satu : Surat Pernyataan narasumber masyarakat Kecamatan Bumijawa Keduapuluh dua:Peta Wilayah Kecamatan Bumijawa dan Peta Gambar objek Penelitian Keduapuluh tiga : Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 2004 Keduapuluh empat: Foto wawancara bersama responden.
viii
BAB I PENDAHULIAN
A. Latar Belakang Masalah Allah SWT menciptakan makhluknya berpasang-pasangan. baik itu hewan tumbuhan maupun manusia. Adapun hikmah agar diciptakan oleh Tuhan segala jenis alam atau makhluk itu berpasang-pasangan yang berlainan bentuk dan sifat, adalah agar masing-masing jenis saling butuh membutuhkan, saling memerlukan, sehingga dapat berkembang selanjutnya.1 Dalam kehidupan manusia di dunia ini, yang berlainan jenis kelaminya (laki-laki dan perempuan) secara alamiah mempunyai daya tarik menarik antara satu dengan yang lainya untuk dapat hidup bersama, atau secara logis dapat dikatakan untuk membentuk suatu ikatan lahir dan batin dengan tujuan menciptakan suatu keluarga atau rumah tangga yang rukun, bahagia, sejahtera dan abadi. Hal ini bukanlah merupakan suatu keharusan, agar orang berpendapat atau menitikberatkan kepada persetubuhan belaka, walaupun hal persetubuhan adalah faktor yang juga penting sebagai penunjang atau pendorong dalam rangka merealisir keinginan dapat hidup bersama, baik untuk mendapatkan keturunan,
1
Amir Taat Nasution, Rahasia Perkawinan Dalam Islam, (Jakarta: Ilmu Jaya, 1994) Cet., Ke-3, h. 1. Lihat Juga Moh. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), Cet.,Ke-1, h. 31.
1
2
maupun sekedar memenuhi kebutuhan biologis atau keinginan hawa nafsu belaka.2 Suatu perkawinan mempunyai arti dan kedudukan yang sangat penting dalam tata kehidupan manusia. Sebab dengan perkawinan, dapat dibentuk ikatan hubungan pergaulan antara dua insan yang berlainan jenis secara resmi dalam suatu ikatan suami istri menjadi satu keluarga. 3 Sudah menjadi kodrat alam, bahwa dua manusia dengan jenis kelamin yang berlainan yaitu seorang perempuan dan seorang laki-laki, diantara keduanya ada daya yang saling menarik satu sama lain untuk hidup bersama dalam ikatan perkawinan sebagai salah satu tujuan yaitu meneruskan keturunan.4 Pencatatan pernikahan atau pembuatan akta penikahan, secara syariat, bukanlah rukun atau syarat yang menentukan sahnya pernikahan. Namun adanya bukti otentik yang tertulis dapat menjadi salah satu alatmemperkuat komitmen yang dibangun oleh pasangan suami istri tersebut. Walaupun memperkuat komitmen tidak terbatas pada aktanya, karena akta sendiri bisa dibatalkan melalui gugatan perceraian.5 Pencatatan perkawinan adalah suatu pencatatan yang dilakukan oleh pejabat negara terhadap peristiwa perkawinan.6 Adapun yang berhak mencatatkan 2
Djoko Prakoso dan I Ketut Murtika, Asas-Asas Hukum Perkawinan di Indonesia, (Jakarta: Bina Aksara, 1987), h.1. 3
Muhammad Nabil Kazim, Buku Pintar Nikah : Strategi Jitu Menuju Pernikahan Sukses, (Solo: Samudra, 2007), h. 24. 4
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perkawinan di Indonesia, (Bandung: Sumur Bandung, 1960), h. 7. 5
Departemen Agama RI, HimpunanPeraturan Perundang-undangan dalam Lingkungan Peradilan Agama, (Jakarta: Ditjen Pembinaan Pelembaaan Agama Islam, 2001), h. 132.
3
perkawinan adalah pembantu pegawai pencatat nikah (PPPN) yang berkedudukan disetiap desa atau pegawai pencatat nikah yang berkedudukan di setiap kecamatan yang berada di bawah struktur Kantor Urusan Agama (KUA). 7 Pencatatan perkawinan bertujuan untuk menjadikan peristiwa perkawinan itu menjadi jelas, baik bagi yang bersangkutan maupun bagi orang lain dan masyarakat, karena dapat dibaca dalam suatu surat yang bersifat resmi dan termuat pula dalam suatu daftar yang khusus disediakan untuk itu, sehingga sewaktu-waktu dapat digunakan di manapun, terutama sebagai alat bukti tertulis yang otentik. Dengan adanya surat bukti itu, dapatlah dibenarkan atau dicegah suatu perbuatan yang lain.8 Melalui pencatatan perkawinan yang dibuktikan dengan akta nikah, yang masing-masing suami istri mendapat salinannya, apabila terjadi perselisihan atau percekcokan di antara mereka, atau salah satu tidak bertanggung jawab, maka yang lain dapat melakukan upaya hukum guna mempertahankan atau memperoleh hak masing-masing.9 Meskipun perkawinan yang tidak dicatat adalah sah, baik menurut pandangan agama maupun adat istiadat, namun di mata hukum tidak memiliki kekuatan hukum karena: 6
Muhammad Zain dan Mukhtar Alshodiq, Membangun Keluarga Humanis (Counter Legal Draft Kompilasi Hukum Islam yang Kontroversial itu), (Jakarta: Graha Cipta, 2005) Cet., Ke-1, h. 38. 7
Muhammad Zain dan Mukhtar Alshodiq, Membangun Keluarga Humanis (Counter Legal Draft Kompilasi Hukum Islam yang Kontroversial itu), h. 38. 8
K Wantjik Saleh, Hukum Perkawinan Indonesia, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1978), Cet., Ke-4. h. 17. 9
6. h. 107.
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2003), Cet., Ke-
4
a. Posisi mereka sangat lemah di depan hukum. Bagi istri, tidak dianggap sebagi istri, karena tidak memiliki akta nikah. ia juga tidak berhak atas nafkah dan waris jika terjadi perceraian atau suaminya meninggal. Tragisnya anak yang dilahirkan juga dianggap tidak sah. b. Menurut QS Al-Baqarah ayat 282 memerintahkan kita untuk mencatatkan utang piutang. Bagaimana dengan perkawinan yang jauh lebih penting dari utang-piutang. c. Pada masa Nabi Muhammad, masyarakat masih banyak yang ummy (tidak melek huruf), sehingga kesaksian dan sumpah masih diterima sebagai alat bukti hukum di pengadilan. Sekarang kondisinya berbeda, alat bukti tertulis lebih kuat dari sekedar kesaksian dan sumpah. karena itu, pencatatan nikah menjadi sangat penting. 10 Pencatatan nikah sangat penting dilaksanakan oleh pasangan mempelai, sebab buku nikah yang mereka peroleh merupakan bukti otentik tentang keabsahan pernikahan itu baik secara agama maupun negara. Dengan buku nikah itu, mereka dapat membuktikan pula keturunan sah yang dihasilkan dari perkawinan tersebut dan memperoleh hak-haknya sebagai ahli waris.11 Pentingnya sebuah pencatatan dalam suatu masalah yang berkaitan dengan individual yang lain atau dalam masalah mu’amalah, Islam sebagai agama yang
10
Muhammad Zain dan Mukhtar Alshodiq, Membangun Keluarga Humanis, (Counter Legal Draft Kompilasi Hukum Islam yang Kontroversial itu), h. 39-40. 11
Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakata: Kencana, 2006), h. xx.
5
sempurna telah terlebih dahulu memerintahkan kepada para pemeluknya untuk mencatatkan setiap peristiwa yang berkenaan dengan individu yang lain. Kehidupan modern yang sangat kompleks seperti ini menuntut adanya ketertiban dalam berbagai hal, antara lain masalah pencatatan perkawinan, apabila hal ini tidak mendapat perhatian. Kemungkinan besar akan timbul kekacauan dalam kehidupan masyarakat, mengingat jumlah manusia sudah sangat banyak dan permasalahan hiduppun sudah sangat kompleks.12 Pelaksanaan pencatatan suatu perkawinan, telah diatur sebagaimana dinyatakan dalam PP. No. 9 tahun 1975 tentang pelaksanaan UU. No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan, di mana pasal 2 nya berbunyi: a. Pencatatan perkawinan dari mereka yang melangsungkan perkawinan menurut agama Islam, dilakukan oleh pegawai pencatatan sebagaimana dimaksud dalam UU No. 32 tahun 1954 tentang pencatatan nikah, talak dan rujuk. b. Pencatatan
perkawinan
dan
mereka
yang
melangsungkan
perkawinannya menurut agamanya dan kepercayaanya itu selain agama Islam, dilakukan oleh pegawai pencatatan perkawinan pada kantor catatan sipil sebagaimana dimaksud dalam berbagai perundangundangan mengenai pencatatan perkawinan. c. Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan yang khusus berlaku bagi tatacara pencatatan perkawinan berdasarkan berbagai peraturan yang berlaku, tatacara pencatatan perkawinan dilakukan sebagaimana 12
Ahmad Kuzari, Nikah sebagai Perikatan, (Jakarta: Akademika Presindo, 1995), h. 30.
6
ditentukan dalam pasal 3 sampai dengan pasal 9 peraturan pemerintah ini. Selanjutnya pada penjelasan atas PP. No. 9 tahun 1975
tentang
pelaksanaan UU. No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan, dijelaskan bahwa pencatatan perkawinan dilakukan hanya oleh dua instansi, yakni pegawai pencatat nikah, talak, rujuk dan kantor catatan sipil atau instansi pejabat yang membantunya.13 Pada saat melangsungkan perkawinan, suami istri mendaftarkan dan mencatatkan perkawinan tersebut pada lembaga resmi pemerintahan yaitu ke Kantor Urusan Agama (KUA) bagi warga negara yang beragama Islam dan ke Kantor Catatan Sipil bagi warga negara yang selain beragama Islam, 14 maka akibat yang ditimbulkan dari perceraian itu tidak menimbulkan masalah yang rumit untuk saling mendapatkan hak-haknya setelah menikah maupun ketika terjadi perceraian karena bisa dibuktikan dengan adanya akta nikah yang mereka miliki sebagai bukti bahwasanya mereka telah melangsungkan perkawinan dan pernah membina rumah tangga, Hal itu menunjukan betapa urgenya masalah pencatatan nikah dan akta nikah, karena dengan adanya akta nikah, perkawinan yang dilangsungkan oleh pihak-pihak yang bersangkutan akan terjamin hakhaknya sebagai suami istri.
13
Djoko Prakoso dan I Ketut Murtika, Asas-Asas Hukum Perkawinan di Indonesia, h. 22-
23. 14
Pasal 2 peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1975 tentang pelaksanaan undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan. Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, (Jakarta: UI Press, 1986), Cet., Ke-5, h. 175.
7
Selain itu, dengan adanya bukti pencatatan perkawinan, perkawinan yang dilangsungkan oleh seseorang akan mempunyai kekuatan yuridis. Sebagaimana disebutkan pada pasal 7 ayat 1 Kompilasi Hukum Islam (KHI), perkawinan ”hanya” dapat dibuktikan dengan akta nikah yang dibuat oleh Pegawai Pencatat Nikah. Dengan demikian, mencatatkan perkawinan adalah merupakan kewajiban bagi mereka yang akan melangsungkan perkawinan.15 Dalam praktik realita yang terjadi sekarang ini, pencatatan pernikahan yang terjadi di pedesaan khususnya di Kecamatan Bumijawa begitu beragam Tarif administrasi pencatatan pernikahan bagi mereka yang ingin dicatatkan pernikahanya sesuai dengan prosedur yang ditetapkan oleh negara melalui lembaga yang ditunjuk untuk menangani masalah administrasi pencatatan pernikahan yaitu Kantor Urusan Agama (KUA), Tarif tersebut berkisar antara Rp 500.000,- sampai Rp 600.000,- sedang tarif yang ditetapkan pemerintah untuk mengurus administrasi pencatatan pernikahan guna memperoleh bukti yang otentik berupa akta nikah yang dikeluarkan pihak Kantor Urusan Agama hanya sebesar Rp 30.000,- Mengapa bisa terjadi demikian padahal lembaga pemerintah seharusnya bekerja sesuai dengan peraturan undang-undang dan peraturan pemerintah yang berlaku. Hal ini dapat dimungkinkan dalam masalah proses administrasi pencatatan pernikahan dalam instansi terkait telah terjadi adanya penguatan-penguatan liar yang sudah sangat jelas telah melanggar hukum. Tingginnya biaya administrasi pencatatan pernikahan yang marak belakangan ini 15
jelas-jelas sangat memberatkan warga pedesaan masyarakat
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam, (Jakarta: Akademika Presindo, 1995), Cet., Ke-2, h. 15.
8
Kecamatan Bumijawa yang kehidupan ekonominya pas-pasan apalagi sebagian besar mereka bermata pencaharian seorang buruh tani dan buruh pemetik daun teh di perkebunan. Apabila mereka ingin mencatatkan pernikahanya di Kantor Urusan Agama (KUA) di wilayah tempat mereka tinggal khususnya di Kecamatan Bumijawa. Masalah ini akan berdampak terhadap keengganan masyarakat untuk mencatatakan pernikahanya pada lembaga yang ditunjuk pemerintah yaitu Kantor Urusan Agama (KUA) dan bisa beralih untuk melaksanakan pernikahanya secara sirri karena dipandang lebih murah, padahal sudah dapat diketahui resikonya jika sebuah pasangan melangsungkan pernikahan secara sirri, maka pernikahan mereka selain tidak di akui oleh negara, juga mengakibatkan kerancuan hukum. Penulis mengamati tingginnya biaya proses administrasi pencatatan pernikahan di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Bumijawa amat sangat membebani warga desa masyarakat khususnya di daerah pedesaan Kecamatan Bumijawa yang notabenya sebesar 80% masyarakat di Kecamatan Bumijawa bermata pencaharian seorang buruh petani dan buruh di perkebunan pemetik daun teh. Sebagian masyarakat yang tingkat pekerjaanya sebagai buruh kehidupanya pas-pasan dan amat sangat keberatan dengan tarif biaya administrasi pencatatan pernikahan yang sangat mahal. Melalui berbagai wawancara yang penulis lakukan yang kebetulan penulis berdomisili tepatnya di desa Sokatengah Krajan Kecamatan Bumijawa terhadap masyarakat khususnya pada daerah pedesaan Kecamatan Bumijawa. Bahwa dengan adanya biaya administrasi pencatatan pernikahan yang mahal seakan masyarakat dihadapkan pada masalah yang cukup rumit yang terjadi sehingga
9
berdampak pada pernikahan yang tidak dicatatkan seperti pernikahan sirri dan pernikahan dibawah tangan. Berdasarkan uraian di atas, penulis membatasi skripsi ini dengan mengkaji mengapa biaya administrasi pencatatan pernikahan di Kantor Urusan Agama Kecamatan bumijawa sangat mahal. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa di daerah pedesaan khususnya di Kecamatan Bumijawa yang mayoritas warganya bekerja sebagai buruh petani, buruh di perkebunan sayuran dan buruh di perkebunan sebagai pemetik daun teh biaya administrasi pencatatan pernikahan sangat mahal dan membebani masyarakat. Agar lebih terarah materi yang akan penulis paparkan, maka dalam skripsi ini penulis merumuskan dengan judul, “Faktor Penyebab Biaya Administrasi Pencatatan Pernikahan Menjadi Tinggi (Studi Pada Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Bumijawa Kabupaten Tegal Tahun 2009-2013 )”. B. Identifikasi dan Pembatasan Masalah a.
Identifikasi Masalah
Pencatatan perkawinan adalah kegiatan menulis yang dilakukan oleh seseorang mengenai suatu peristiwa yang terjadi.16 Menurut undang-undang perkawinan No. 1 tahun 1974 pada pasal 2, bahwa perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut masing-masing agama dan kepercayaan itu. Undang Undang perkawinan No. 1 tahun 1974 pasal 2 ayat (2) menentukan bahwa tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-
16
Hasan Sadily, Ensiklopedi Indonesia, (Jakarta: Ichtiar Baru, 1983), h. 2388.
10
undangan yang berlaku.17Walaupun demikian, pencatatan bukanlah sesuatu hal yang menentukan sah atau tidak sahnya suatu perkawinan. Perkawinan adalah sah jika telah dilakukan menurut ketentuan agamanya masing-masing, walaupun tidak atau belum didaftar. Dalam Surat Keputusan Mahkamah Islam Tinggi, pada tahun 1953 No. 23/19 menegaskan bahwa bila rukun nikah telah lengkap, tetapi tidak didaftar, maka nikah tersebut adalah sah, sedangkan yang bersangkutan dikenakan denda karena tidak didaftarkanya nikah tersebut.18 Menurut pasal 11 bahwa perkawinan dianggap telah tercatat secara resmi apabila akta perkawinan telah ditandatangani oleh kedua mempelai, dua orang saksi, pegawai pencatat dan khusus untuk yang beragama Islam, juga wali nikah atau yang mewakilinya.19Sedangkan sahnya perkawinan menurut UU No. 1 tahun 1974 pasal 2 berbunyi bahwa: Pertama, perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaanya itu. Kedua, tiaptiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku20. Adapun Pencatatan perkawinan bertujuan untuk mewujudkan ketertiban dalam masyarakat.21
17
Djoko Prakoso dan I Ketu Murtika, Azas-azas Hukum Perkawinan di Indonesia, h. 22.
18
Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia Berlaku Bagi Umat Islam, (Jakarta: UI Press, 1986), Cet., Ke-5. h. 71. 19
K Wantjik Saleh, Hukum Perkawinan Indonesia, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1978), Cet., Ke-5. h. 20. 20
Djoko Prakoso dan I Ketu Murtika, Azas-azas Hukum Perkawinan di Indonesia, Ke-1.
21
Ahmad Rofik, Hukum Islam di Indonesia, h. 107.
h. 20.
11
Dalam pembentukan administrasi pencatatan perkawinan yang sesuai dengan peraturan dan kenyataanya tidaklah mudah. Untuk melaksanakan pencatatan, pasal 2 peraturan pelaksanaan menyatakan bahwa bagi yang bragama Islam dilakukan oleh pegawai pencatat sebagai dimaksud dalam undang-undang nomor 32 tahun 1954 tentang pencatatan nikah, talak dan rujuk, sedangkan bagi mereka yang tidak beragama Islam, dilakukan oleh pegawai pencatat perkawinan pada kantor catatan sipil sebagaimana dimaksud dalam berbagai perundangundangan mengenai pencatatan.22 Kantor Urusan Agama (KUA) merupakan lembaga pemerintah yang diberi kewenangan dan tugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat terkait dengan masalah-masalah keagamaan. Lembaga ini diselenggarakan di setiap kecamatan di Indonesia.23 Adapun
tugas
pokok
Kantor
Urusan
Agama
(KUA)
adalah
menyelenggarakan statistik dan dokumentasi, menyelenggarakan surat menyurat, pengurusan surat, kearsipan, rumah tangga Kantor Urusan Agama Kecamatan, melaksanakan pencatatan nikah dan rujuk. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya kepala Kantor Urusan Agama kecamatan Bumijawa dibantu oleh staf penghulu atau pelaksana tata usaha, keuangan, administrasi nikah dan rujuk, administrasi pernikahan dan badan penasehat pembinaan pelestarian perkawinan (BP4).
22
23
K Wantjik Saleh, Hukum Perkawinan Indonesia, h. 17.
Alimin dan Euis Nurlaelawati, Potret Administrasi Perkawinan di Indonesia, (Ciputat: Ornit Publishing, 2013), Cet., Ke-1. h. 40.
12
b.
Pembatasan Masalah Agar dalam penelitian ini tidak menyimpang dari judul yang telah dibuat,
maka penulis perlu melakukan pembatasan ini untuk mempermudah permasalahan dan mempersempit ruang lingkup yang dalam hal ini penulis akan membahas Tingginya Biaya Administrasi Pencatatan Pernikahan (Studi Pada Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Bumijawa Kabupaten Tegal Tahun 2009-2013). C. Rumusan Masalah Menurut Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 2004 tentang tarif atas penerimaan negara bukan pajak yang berlaku di Kementrian Agama disebutkan bahwa biaya nikah Rp 30.000,00. Tetapi pada praktiknya biaya tersebut lebih besar dari biaya yang telah ditetapkan oleh pemerintah sebagaimana yang terjadi di Kantor Urusan Agama Kecamatan Bumijawa. Bahkan pernikahan yang dilaksanakan di Kantor Urusan Agama Kecamatan Bumijawa dikenai tarif biaya administrasi pencatatan pernikahan lebih besar dari biaya yang sebenarnya. Berdasarkan rumusan tersebut di atas penulis rinci dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut: 1. Mengapa biaya administrasi pencatatan pernikahan di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Bumijawa tinggi? 2. Apa faktor yang menyebabkan tingginya pencatatan pernikahan di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Bumijawa? 3. Apakah sosialisasi biaya administrasi pencatatan pernikahan Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Bumijawa terhadap masyarakat Kecamatan Bumijawa telah di lakukan?
13
D. Tujuan Penelitian Sesuai dengan latar belakang masalah dan rumusan yang telah disebutkan di atas maka tujuan sebuah penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui Mengapa biaya administrasi pencatatan pernikahan di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Bumijawa tinggi. 2. Untuk mengetahui apa faktor yang menyebabkan tingginya pencatatan pernikahan di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Bumijawa. 3. Untuk mengetahui apakah sosialisasi biaya administrasi pencatatan pernikahan Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Bumijawa terhadap masyarakat Kecamatan Bumijawa telah di lakukan. E. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi kontribusi pemikiran bagi kalangan masyarakat Islam terkait dengan Administrasi Pencatatan Pernikahan yang terjadi di Kantor Urusan Agama Kecamatan Bumijawa. Adapun manfaat penelitian dalam pelaksanaan penelitian ini adalah: a. Bagi Kalangan KUA Untuk memenuhi kewajiban dan tuntutan sebagai pelaksana bimbingan dan penyuluhan serta memberikan bimbingan konsultasi hukum kepada masyarakat terkait dengan Adimistrasi Pencatatan Perkawinan. b. Bagi Kalangan Akademisi Penelitian ini diharapkan bermanfaat menambah wawasan dan pengtahuan dalam ilmu. c. Bidang Administrasi Keperdataan Islam.
14
d. Bagi masyarakat Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih pemikiran yang bermanfaat dalam praktik adminstrasi pencatatan pernikahan yang terjadi di masyarakat. e. Bagi Pemerintah Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pemerintah dan menentukan kebijakan
yang
berkaitan
dengan
permasalahan
Administrasi
Pencatatan Pernikahan. f. Bagi Peneliti Dapat menambah pengetahuan dan wawasan sehingga dapat dilakukan penelitian lanjutan. F. Metode Penelitian Penelitian berhubungan dengan usaha untuk mengetahui sesuatu yang dipahami sebagai ilmu tentang metode penelitian. Metode sendiri berarti tata cara, yang di dalam penelitian meliputi, antara lain, tata cara atau prosedur untuk memilih topik dan judul penelitian, melakukan identifikasi dan merumuskan masalah pokok penelitian, pengumpulan, pengolahan, dan analisis data, pembahasan hasil analisis data, serta tata cara atau prosedur untuk melakukan penelitian, pelaksanaan penelitian, pembuatan dan penyampaian laporan hasil penelitian.24
24
Tommy Hendra Purwaka, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Atmajaya, 2007), h 8.
15
Tujuan suatu penelitian adalah untuk memecahkan atau menemukan jawaban terhadap suatu masalah25. Suatu tujuan penelitian harus dinyatakan dengan jelas dan ringkas. Tujuan penelitian seyogyanya dirumuskan sebagai kalimat pertanyaan yang konkret dan jelas tentang apa yang akan diuji.26 Untuk penelitian skripsi ini, penulis menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deduktif analisis, yakni suatu metode dalam penelitian sekelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu pemikiran pada masa sekarang27. Tujuan dari deskripsi ini adalah untuk membuat gambaran secara sistematis, faktual dan akurat tentang fenomena yang diselidiki. 1. Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, maka teknik yang digunakan dalam mengumpulkan data adalah wawancara. Adapun Jenis wawancara yang digunakan adalah wawancara bebas, Hal tersebut agar dalam penelitian didapatkan hasil yang alami dan mendalam, tetapi tetap memakai pedoman sebagai petunjuk wawancara untuk menjadikan wawancara lebih teratur dan terarah. Wawancara dilakukan agar penelitian ini mendapatkan data yang benar-benar akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Adapun teknik pengumpulan data yang penulis gunakan adalah sebagai berikut:
25
Syamsir Syam dan Jaenal Aripin, Metode Penelitian Sosial (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), h. 132. 26
Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), h. 109. 27
M. Natsir, Metode Research, (Yogyakarta: Andiofeset, 2009), Cet., Ke-3, h. 136.
16
1. Penelitian kepustakaan yaitu dengan membaca literatur-literatur yang ada di perpustakaan yang ada hubunganya dengan pencatatan pernikahan. 2. Penelitian lapangan, peneliti langsung terjun ke lapangan untuk memperoleh data-data yang berkaitan dengan pokok permasalahan. Adapun data-data lapangan diperoleh melalui wawancara dilakukan dengan pihak Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Bumijawa diantaranya adalah Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Bumijawa, Penghulu, Pegawai Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Bumijawa dan warga masyarakat khususnya pada daerah pedesaan Kecamatan Bumijawa yang bersangkutan. Dengan metode wawancara ini diharapkan penulis dapat mengetahui secara mendalam prosedur ataupun birokrasi suatu pencatatan pernikahan yang berlaku pada Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Bumijawa. Selain itu, pada penelitian ini penulis juga menggunakan teknik studi dokumenter dan studi pustaka untuk mendapatkan data yang lebih lengkap. Teknik ini sangat penting dilakukan, karena beberapa bahan materi terdapat dalam dokumen, jurnal ataupun buku-buku yang terkait dengan penulisan skripsi. 2. Jenis dan Instrumen Pengumpulan Data Terkait dengan penelitian ini menggunakan metode dan pendekatan kualitatif, maka data yang digunakan adalah wawancara. Data kualitatif memerlukan data-data yang diperoleh dari hasil wawancara lapangan kepada pihak-pihak yang terkait dengan permasalahan yang sudah ditentukan, data yang diperoleh dari hasil wawancara, serta data statistik pencatatan pernikahan di
17
Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Bumijawa yang merupakan data primer yang nantinya diolah dan dianalisa secara deskriptif. Dalam metode wawancara ini maka instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah sebagai berikut: a. Pedoman Wawancara, yaitu berlaku sebagai pegangan peneliti dalam melakukan proses wawancara agar tidak menyimpang dari tujuan penelitian. b. Alat Perekam, yaitu, dengan alat peneliti ini akan mudah melakukan wawancara, hasil rekaman tersebut dianalisis secara deskriptif. Kemudian terkait dengan data primer, data skunder yang diperoleh dari buku, dokumen, arsip atau jurnal, yang kesemuanya adalah sebagai pelengkap dalam suatu landasan teoritis. 3. Analisis Data Setelah seluruhnya data yang diperoleh dari hasil wawancara, maka data tersebut akan dianalisa secara konten analogis, yang mana seluruh hasil wawancara itu akan dianalisa dan disimpulkan sehingga jawaban dalam penelitian ini dapat diketahui. Konten analogis, merupakan teknik penelitian untuk membuat inferensi yang dapat ditiru dan sahih data yang memperhatikan konteksnya dan analisa seperti ini berhubungan erat dengan komunikasi atau isi komunikasi. Data yang telah diperoleh dari buku-buku, artikel-artikel, maupun tulisan karya ilmiah kemudian diklasifikasikan untuk dimasukan ke masing-masing variabel dan kemudian diinterpretasikan. Begitu pula data yang diperoleh dari
18
hasil lapangan maka setiap poin pertanyaan dan jawaban dari wawancara dimasukan kevariabel yang tepat untuk dapat diinterpretasikan. 4. Teknik Penulisan Skripsi Dalam penulisan skripsi ini, penulis berpedoman pada buku pedoman skripsi fakultas Syariah dan hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.28 G. Review Studi Terdahulu Dalam review studi terdahulu penulis meringkas skripsi yang ada kaitanya dengan pencatatan administrsi nikah diataranya adalah: No Identitas Penulis
Judul
1
Pencatatan
Nurria Ningsih
Perbedaan Perkawinan Penelitian ini tidak
Menurut UU No. 1 Tahun hanya 1974
dan
dilakukan
relevansinya pada masyarakat
dengan
keadaan
masyarakat 2
A. Syaadzali
Mahalnya
Biaya skripsi ini mengulas
Pernikahan sebagai pemicu mahalnya Nikah di Bawah Tangan pernikahan (Studi kasus di KUA kec. faktor Benda tangerang).
biaya sebagai seseorang
melakukan nikah di bawah tangan.
28
Fakultas Syariah dan Hukum, Buku Pedoman Penulisan Skripsi, (Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum, 2007), Cet., Ke-1.
19
3
Salman al-Farouqi
Efektifitas
Pelaksanaan Dalam
melakukan
KMA No. 477 Tahun 2004 penelitian tentang pencatatan nikah
hanya
tidak
berpedoman
pada KMA N0. 477 Tahun 2004 4
Teguh Pribadi
Tinjauan Yuridis Tehadap Menyoroti Pencatatan
Perkawinan bagaimana
KUA
(Studi KUA malingping, memandang Banten)
pentingnya pelaksanaan pencatatan perkawinan.
5
Asyhari
Pandangan Masyarkat
Tokoh Tidak hanya meneliti kecamatan dari
pandangan
paciran terhadap pencatatn tokoh
masyarakat
perkawinan
juga
tetapi
dari
berbagai pihak yang dalam dimasyarakat. 6
Isti Astuti Safitri
Evektifitas Perkawinan
Pencatatan Tidak pada
hanya
KUA menyoroti Efektifitas
Kecamatan Bekasi Utara
pencatatan
saja
tetapi
dari
juga
berbagai pihak yang
20
dalam
Kantor
Urusan
Agama
maupun dimasyarakat. 7
Siti Nurhairunisa
Urgenitas
Pelaksanaan Tidak
Adini
Pencatatan Nikah (Studi menyoroti hambatan Kasus KUA Kecamatan dari Larangan)
hanya
pelaksanaan
pencatatan
nikah
tetapi
juga
menyoroti dampakdampak
dari
perkawinan
yang
tidak di catatkan 8
Ima Mayasari
Akibat Hukum Perkawinan Hanya
meneliti
Yang tidak di catat di akibat hukum yang KUA.
(Studi
perkawinan
di
kasus akan di dapat apabila bawah perkawinan tidak di
tangan di kec. Diwek. Kab. catat di KUA. Jombang)
H. Sistematika Penulisan Dalam penulisan skripsi ini, untuk lebih mudah memahami isi skripsi, maka penulis membagi isi skripsi ini ke dalam lima bab, tiap bab yang di
21
dalamnya terdiri dari beberapa sub bab. Adapun sistematika penulisanya adalah sebagai berikut: BAB I:
PENDAHULUAN Merupakan bab pendahuluan yang memuat latar belakang masalah, identifikasi, pembatasan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, metode penelitian, review studi terdahulu dan sistematika penulisan.
BAB II:
ATURAN PERNIKAHAN DAN PENCATATAN Dalam bab ini menerangkan pengertian pernikahan, rukun dan syarat pernikahan, Pencatatan Pernikahan, Lembaga administrasi pencatatan pernikahan serta Biaya pencatatan pernikahan menurut undangundang.
BAB III:
KANTOR URUSAN AGAMA DI WILAYAH KECAMATAN BUMIJAWA Dalam bab ini menerangkan geografis wilayah Kantor Urusan Agama, kedudukan kantor urusan agama, tugas dan wewenang kantor urusan agama, struktur organisasi kantor urusan agama dan biaya administarasi pencatatan pernikahan di Kantor Urusan Agama Kecamatan Bumijawa. .
BAB IV:
ANALISA BIAYA PENCATATAN PERNIKAHAN Dalam bab ini menerangkan tingginya biaya administrasi pencatatan pernikahan, apa faktor yang mengakibatkan tingginya biaya, dan sosialisasi biaya Kantor Urusan Agama pada masyarakat.
22
BAB V:
PENUTUP Merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dan saran terkait kajian yang dimaksud dari awal sampai akhir pembahasan serta lampiran-lampiran.
BAB II ATURAN PERNIKAHAN DAN PENCATATAN
A. Pengertian Pernikahan Pernikahan merupakan sunnatullah yang umum dan berlaku bagi semua makhluk-Nya, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan. Ia adalah suatu cara yang dipilih oleh Allah Swt., sebagai jalan bagi makhluk-Nya untuk berkembang biak, dan melestarikan hidupnya.1 Kata “pernikahan” berasal dari kata “Nikah” atau “Zawaj” yang dari bahasa arab dilihat secara bahasa berarti berkumpul dan mendidih atau dengan ungkapan lain bermakna “Akad dan bersetubuh” yang secara syarat berarti akad pernikahan. Akad nikah yang telah dilakukan akan memberikan status kepemilikan bagi kedua belah pihak (suami-istri), dimana status kepemilikan akibat akad tersebut bagi si lelaki (suami) berhak memperoleh kenikmatan biologis dan segala yang terkait itu secara sendirian tanpa dicampuri atau diikuti oleh lainya dengan ilmu fiqih disebut “milku al-intifa” yakni hak memiliki penggunaan atau pemakaian terhadap suatu benda (istri), yang digunakan untuk dirinya sendiri.2 Nikah (kawin) menurut arti asli ialah hubungan seksual tatapi menurut arti majazi (mathaporic) atau arti hukum ialah aqad (perjanjian) yang menjadikan
1
Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2009), h. 6. 2
Ahmad Sudirman Abas. Pengantar Pernikahan: Analisis Perbandingan antar Mazhab (Jakarta: PT Prima Heza Lestari, 2006), h. 1.
23
24
halal hubungan seksual sebagai suami istri antara seorang pria dengan seorang wanita.3 Secara etimologis perkawinan dalam bahasa Arab berarti nikah atau zawaj. Kedua kata ini yang terpakai dalam kehidupan sehari-hari orang Arab dan banyak terdapat dalam Al-Qur’an dan hadits Nabi. Al-Nikah mempunyai arti Al-Wath’i, Al-Dhommu, Al-Tadakhul, al-Jam’u atau ibarat ‘an al-wath wa al-aqd yang berarti bersetubuh, hubungan badan, berkumpul, jima; dan akad. Secara terminologis perkawinan yaitu akad yang membolehkan terjadinya istimta’ (persetubuhan) dengan seorang wanita, selama seorang wanita tersebut bukan dengan wanita yang diharamkan baik dengan sebab keturunan atau sebab susuan.4 Nikah menurut Islam adalah nikah yang sesuai dengan ketentuan ditetapkan Allah S.w.t. secara lengkap dengan rukun dan syaratnya, tidak ada penghalang yang menghalangi keabsahanya, tidak ada unsur penipuan dari kedua belah pihak baik suami maupun isteri atau salah satunya, serta niat kedua mempelai sejalan dengan tuntunan syariat Islam.5 Apabila ditinjau dari segi hukum Islam bahwa pernikahan atau perkawinan adalah suatu akad suci dan lurus antara laki-laki dan perempuan yang menjadi sebab sahnya status sebagai suami isteri dan dihalalkannya hubungan seksual 3
M. Idris Ramulyo, Tinjauan Beberapa Pasal Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Dari Segi Hukum Perkawinan Islam, (Jakarta: Ind Hillco, 1990), Cet., Ke-2. h. 1. 4
Mardani, Hukum Perkawinan Islam di Dunia Islam Modern, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), h. 4. 5
Shaleh bin Abdul Aziz, Nikah Dengan Niat Talak?, (Surabaya: Pustaka Progresif, 2004), Cet., Ke-1. h. 7.
25
dengan tujuan mencapai keluarga sakinah, penuh kasih sayang, kebaikan dan saling menyantuni. Di dalam hukum Islam perkawinan memiliki dalil naqli yaitu:
Artinya: Dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanitawanita (lain) yang kamu senangi. (Qs-Annisa ayat [3]).6 Dalam bahasa indonesia kata perkawinan berasal dari kata “kawin” yang menurut bahasa artinya membentuk keluarga dengan lawan jenis, melakukan hubungan kelamin atau bersetubuh.7Perkawinan mengandung arti perihal (urusan dan sebagainya) kawin, pernikahan, pertemuan hewan jantan dan betina secara seksual.8Dalam Al-Qur’an dan hadits Rasulullah SAW, pernikahan disebut dengan An-Nikah dan Az-Ziwaj az-zawaj, yang artinya berkumpul atau menindas dan saling memasukan. Kata Nikah yang terdapat dalam surat Al-Baqarah (2) ayat : 230, yang berbunyi:
6
A. Munir dan Sudarsono, Dasar-Dasar Agama Islam, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2013), Cet., Ke-3. h. 261-262. 7
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Nikah, (Jakarta: PT Ictiar Baru Van Hoeve, 1994), Cet., Ke-2. h. 32. 8
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2001), Cet., Ke-3. h. 518.
26
Artinya: Maka jika suami menolaknya (sesudah talak dua kali), maka perempuan tidak boleh dinikahinya hingga perempuan itu kawin dengan laki-laki lain. (Qs. Al-Baqarah [2] : 230).9
Artinya: Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengigat akan kebesaran Allah. (Qs Al-Dzariyat [51] : 49).10 Ketentuan-ketentuan ini telah dituangkan di dalam firman Allah Swt antara lain berbunyi:
Artinya: Dan dialah Tuhan yang membentangkan bumi dan menjadikan gununggunung dan sungai-sungai padanya. dan menjadikan padanya semua buahbuahan berpasang-pasangan. (Qs. Ar-Ra’ad : [3]).11 Allah berfirman dalam kitab-Nya:
9
Amir Syarifudin, Hukum Perkawinan di Indonesia, (Jakarta: Prenada Mulia, 2007), Cet., Ke-2. h. 36.
h. 41.
10
Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap, h. 9.
11
Abdul Qadir Djaelani, Keluarga Sakinah, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1995), Cet., Ke-1.
27
Artinya: Dan kawinilah orang-orang yang sendirian diantara kamu dan orangorang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang elaki dan hamba-hamba sahayamuyang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan mampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. (Qs. Al-Nuur: [32]).12 Arti Nikah menurut para Ahli Ushul, sebagai berikut: a. Ulama Syafi’iyah, berpendapat: Kata nikah, menurut arti sebenarnya (hakiki) berarti “akad”, dan dalam arti tidak sebenarnya (majazi) arti nikah berarti “bersetubuh” dengan lawan jenis. b. Ulama Hanafiyah, berpendapat: Kata nikah, menurut arti sebenarnya (hakiki) berarti “bersetubuh”, dan dalam arti tidak sebenarnya (majazi) arti nikah berarti “akad” yang menghalalkan hubungan kelamin antara pria dan wanita. Pendapat ini sebaliknya dari pendapat ulama syafi’iyah. c. Ulama Hanabilah, Abu Qasim al-Zajjad, Imam Yahya, Ibnu Hazm, berpendapat: bahwa kata nikah untuk dua kemungkinan tersebut yang disebutkan dalam arti sebenarnya sebagaimana terdapat dalam kedua pendapat di atas yang disebutkan sebelumnya, mengandung dua unsur sekaligus,13 yaitu kata nikah sebagai “Akad” dan “Bersetubuh”.14
12
Mona Eliza, Pelanggaran Terhadap UU Perkawinan dan Akibat Hukumnya, (Ciputat: Adelina Bersaudara, 2009), Cet., Ke-1. h. 11-12. 13
Amir Syarifudin, Hukum Perkawinan di Indonesia, h. 36-37.
28
Adapun menurut Ahli Fiqh, nikah pada hakikatnya adalah akad yang diatur oleh agama untuk memberikan kepada pria hak memiliki dan menikmati faraj dan atau seluruh tubuh wanita itu dan membentuk rumah tangga.15 Menurut para sarjan hukum ada beberapa pengertian perkawinan, sebagai berikut: a. Scholten
yang
dikutip
oleh
R.
Soetojo
Prawiro
Hamidjojo
mengemukakan: Arti perkawinan adalah hubungan suatu hukum antara seorang pria dan seorang wanita untuk hidup bersma dengan kekal yang diakui oleh negara. b. Subekti, mengemukakan: Arti perkawinan adalah suatu pertalian yang sah antara seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk waktu yang lama. c. Wirjono Prodjodikoro, mengemukakan: Arti perkawinan adalah suatu hidup bersama dari seorang laki-laki dan seorang perempuan yang memenuhi syarat-syarat yang termasuk dalam perturan tersebut baik agama maupun aturan Hukum negara.16 Dari pengertian perkawinan diatas, dapat disimpulkan beberapa unsurunsur dari suatu perkawinan yaitu sebagai berikut: a. Adanya suatu hubungan hukum; 14
Chuzaimah Tahido yango dan Hafiz Anshary, Problematika Hukum Islam Kontemporer, (Jakarta: LSIK, 1994), Cet., Ke-1. h. 53. 15
Chuzaimah Tahido yango dan Hafiz Anshary, Problematika Hukum Islam Kontemporer, h. 54. 16
Eoh, O.S., Perkawinan Antar Agama Dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), Cet., Ke-2. h. 27-28.
29
b. Adanya seorang pria dan wanita; c. Untuk membentuk keluarga (rumah tangga); d. Dilakukan menurut undang-undang dan menurut hukum yang beraku. Abu Yahya Zakariya Al-Anshary, memberikan arti “Nikah” menurut istilah syara ialah akad yang mengandung ketentuan hukum kebolehan hubungan seksual dengan lafadz nikah atau dengan kata-kata yang semakna denganya.17 Dalam Undang-Undang nomor 1 Tahun 1974 Bab I Pasal 1 disebutkan bahwa: “Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga, rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa.18 Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI), seperti yang terdapat pada pasal dinyatakan bahwa perkawinan dalam hukum Islam adalah akad yang sangat kuat atau mitsaqan ghalidhan untuk menaati perintah Allah dan melaksanakanya merupakan ibadah.19Dan dijelaskan pula dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) tujuan perkawinan adalah untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah.20
17
Abu Yahya Zakariya Al-Anshary, Fath al-Wahhab, (Singapura: Su Laiman Mar’iy, T.,t.p), h. 30. 18
Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdatata Islam di Indonesia: Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih, UU No 1 Tahun 1974 Sampai KHI, (Jakarta: Prenada Media Group, 2004), Cet., Ke-3. h. 43. Lihat juga, Djoko Prakoso dan I ketut Murtika, Azaz-azaz Hukum Perkawinan di Indonesia, (Jakarta: Bina Aksara, 1987), Cet., Ke-1. h. 3. 19
Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia: Studi Kritis Prkembangan Hukum Islam dari Fikih, UU No 1 Tahun 1974 Sampai KHI, h. 43. 20
Depag RI, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Depag RI, 2004), h. 128.
30
Sedangkan pernikahan didefinisikan sebagai ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri, dengan tujuan untuk membentuk keluarga sakinah (rumah tangga) yang bahagia dan kekal.21 B. Rukun dan Syarat Pernikahan Syarat sah dan tidaknya suatu perkawinan ditentukan oleh terpenuhinya atau tidak semua rukun dan syarat perkawinan. Syarat dan rukun dalam sebuah hukum fikih merupakan hasil ijtihad ulama yang diformulasikan dari dalil-dalil (nash) serta kondisi objektif masyarakat setempat. Rukun berasal dari kata (rakana, yarkunu, ruknan, rukunan yang artinya tiang, sandaran, atau unsur). Yaitu suatu unsur yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari suatu perbuatan atau lembaga yang menentukan sah atau tidaknya perbuatan tersebut dan ada atau tidak adanya sesuatu tersebut.22 Syarat yaitu sesuatu yang mesti ada yang menentukan sah dan tidaknya suatu pekerjaan (ibadah), tetapi sesuatu itu tidak termasuk dalam rangkain pekerjaan itu, seperti menutup aurat untuk shalat atau menurut Islam calon pengantin laki-laki atau perempuan itu harus beragama Islam. Sah yaitu sesuatu pekerjaan (ibadah) yang memenuhi rukun dan syarat.23 Dalam Islam pernikahan tidaklah semata-mata sebagai hubungan atau kontrak keperdataan biasa, akan tetapi mempunyai nilai ibadah dan dalam 21
Ma’ruf Amin, Fatwa-Fatwa masalah Pernikahan dan Keluarga, (Jakarta: Elsas, 2008),
h. 3. 22
Dahlan Abdul Aziz, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: PT. Ikrar Mandiri Abadi, 2000), Cet., Ke-4. h. 1510. 23
Chuzaimah Tahido yango dan Hafiz Anshary, Problematika Hukum Islam Kontemporer, h. 12.
31
Kompilasi Hukum Islam Pasal 2 ditegaskan bahwa pernikahan merupakan akad yang sangat kuat, hal tersebut dilakuakan untuk mentaati perintah Allah Swt, dan dengan melaksanakanya merupakan suatu nilai ibadah kepada Allah Swt.24 Para ulama berbeda pandangan tentang penentuan rukun dan syarat nikah. Menurut Hanafiyah, rukun nikah hanya terdiri dari ijab dan kabul saja. Bagi Syafi’iyah, rukun perkawinan terdiri dari calon suami isteri, wali, dua orang saksi, dan sighat (ijab kabul). Sedangkan menurut Malikiyah berpendapat bahwa yang termasuk rukun nikah adalah wali, mahar calon suami isteri dan sighat. Sementara yang dipakai oleh penduduk Indonesia yang mayoritas penduduk mazhab Syafi’i. Yang menjadi rukun Perkawinan bagi Imam Syafi’i, menurut Peunoh Daly dan Ahmad Rofiq ada lima.25 Dan dalam Bab IV diatur tentang rukun dan syarat Perkawinan sekalipun tidak tegas pembedaanya satu dengan yang lain. Pasal 14 menyebutkan apa yang biasa dalam kitab fiqh disebut dengan rukun nikah. dikatakan bahwa untuk melaksanakan Perkawinan harus ada.26 a. Calon Suami. Dengan syarat: hendaklah calon suami bukanlah mahrom bagi calon isteri, calon suami haruslah ditentukan orangnya secara jelas dan
24
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, h. 69.
25
Yayan Sopyan, Islam Negara Tranformasi Hukum Perkawinan Islam dalam Hukum Nasional, h. 125. 26
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, h. 69. Lihat Juga Luthfi Surkalam, Kawin Kontrak Dalam Hukum Nasional Kita, (Pamulang: CV Pamulang, 2005), Cet., Ke-1. h. 5.
32
calon suami dalam keadaan boleh dikawin, artinya tidak dalam keadaan ihram haji atau umrah. b. Calon Isteri. Dengan syarat: Tidak terdapatnya hal-hal yang dapat menghalangi Perkawinan terhadap calon istri berkaitan dengan halangan Perkawinan yang bersifat selamanya maupun temporer dan calon istri masih dalam peminangan orang lain, calon istri haruslah ditentukan orangnya secara jelas dan calon istri tidak dalam keadaan ihrom haji dan umrah. Pada Kompilasi Hukum Islam, syarat-syarat yang berkaitan dengan calon mempelai (suami-isteri) diatur pada pasal 15 hingga 18. Pada pasal 15 nya, ada syarat tambahan mengenai calon suami, yakni minimal 19 tahun, sedangkan calon isteri minimal 19 tahun. Sedangkan pada pasal 16 dan 17 mensyaratkan adanya persetujuan dari kedua belah pihak untuk berlangsungnya Perkawinan.27 c. Wali Nikah. Dengan syarat: Beragama Islam, baligh, berakal, tidak terganggu pendengaranya, bukan orang yang sedang pailit, tidak dalam keadaan haji dan umrah. d. Dua Orang Saksi. Dengan syarat: Muslim, balig, berakal, merdeka, laki-laki, adil, Pendengaran dan penglihatanya sempurna, Memahami bahasa yang
27
Luthfi Surkalam, Kawin Kontrak Dalam Hukum Nasional Kita, (Pamulang: CV Pamulang, 2005), Cet., Ke-1. h. 5.
33
diucapkan ijab qabul, Tidak sedang mengerjakan ihram haji atau umrah.28 e. Ijab dan Kabul. Lafadz ijab dan kabul yang merupakan ikrar yang menyatakan kerelaan dan keinginan dari masing-masing dalam ikatan rumah tangga. Syarat-syarat Ijab dan kabul: adanya pernyataan mengawinkan dari wali, adanya pernyataan mengawinkan dari suami, memakai katakata nikah tazwij atau terjemahan dari kedua kata tersebut, antara Ijab dan kabul bersambung jelas maksudnya, orang yang berkaitan dengan Ijab kabul tidak dalam Ihram, haji, umrah dan majelis Ijab kabul itu harus dihadiri minimal 4 orang calon suami atau wakilnya, wali dan dua orang saksi.29 Kaitanya pada bidang Perkawinan adalah bahwa rukun perkawinan merupakan sebagian dari hakikat Perkawinan, seperti keharusan atau kewajiban ada kedua calon mempelai baik laki-laki dan perempuan, wali, ijab-kabul serta dua orang saksi.30 Dalam melangsungkan dan mengurus adminstrasi pernikahan di Kantor Urusan Agama mengacu kepada aturan hukum yakni berdasarkan Undang-undang No. 7 tahun 1989 tentang pelaksanaan Peradilan Agama ayat (4), dan hal-hal yang
28
Asrorun Ni’an Sholeh, Fatwa-fatwa Masalah Pernikahan dan Keluarga, (Jakarta: Elsas, 2008), Cet., Ke-2. h. 31-32. 29
Yayan Sopyan, Islam Negara Tranformasi Hukum Perkawinan Islam dalam Hukum Nasional, h. 126. 30
24.
Slamet Abidin dan Aminudin, Fiqh Munakahat, (Jakarta: CV. Pustaka Setia, 1999), h.
34
berkenaan dengan perkawinan dapat diatur di Peradilan Agama pada pasal 1 ayat (1) yang menegaskan bahwa Peradilan Agama adalah Peradilan bagi orang-orang yang beragama Islam.31 Pada tanggal 2 Januari 1974 telah disahkan oleh presiden R.I. suatu Undang-undang Perkawinan Nasional, yaitu Undang-undang No. 1 tahun 1974 dengan peraturan pelaksanaanya PP. I No. 9 tahun 1975. Maka terhadap segenap warga negara Indonesia yang ingin melangsungkan suatu Perkawinan berlakulah Perkawinan yang telah diatur dalam Undang-undang No. 1 tahun 1974 dengan pelaksanaanya PP. No. 9 tahun 1975.32 Setelah ditetapkanya Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, maka dasar berlakunya hukum Islam di bidang Perkawinan, talak dan rujuk tentulah Undang-undang No. 1 tahun 1974, ini terutama pasal 2 ayat (1) dan pasal 2 ayat (2) yang menetapkan sebagai berikut: Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaanya itu. Tiap-tiap Perkawinan dicatat menurut peraturan-peraturan, perundang-undangan yang berlaku.33 Sahnya suatu Perkawinan itu ditetapkan oleh ketentuan agama dan kepercayaan mereka yang melakukan Perkawinan, berarti apabila suatu Perkawinan yang dilakuakan bertentangan dengan ketentuan agama dan
31
Basiq Djalil, Peradilan Agama di Indonesia: Gemuruhnya Politik Hukum (Hukum Islam, Hukum Barat dan Hukum Adat), (Jakarta: Kencana, 2006), Cet., Ke-1. h. 185. 32
33
Djoko Prakoso dan I ketut Murtika, Azaz-azaz Hukum Perkawinan di Indonesia,h. 15.
M. Idris Ramulyo, Tinjauan Beberapa Pasal Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Dari Segi Hukum Perkawinan Islam, h. 48-49.
35
kepercayaanya, dengan sendirinya menurut hukum Perkawinan belum sah dan tidak mampunyai akibat hukum sebagai ikatan perkawinan.34 Adapun syarat merupakan sesuatu hal yang mesti harus dijalani dalam Perkawinan. apabila syarat tidak dipenuhi maka bisa menimbulkan pencegahan terhadap Perkawinan, yakni keterangan terdapat dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 60 ayat 1 yaitu pencegahan Perkawinan bertujuan untuk menghindari suatu Perkawinan yang dilarang hukum Islam dan peraturan perundang-undangan. Dan pada ayat 2 yaitu pencegahan Perkawinan dapat dilakukan bila calon suami atau isteri yang akan melangsungkan Perkawinan tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan Perkawinan menurut hukum Islam dan Peraturan Perundangundangan.35 Menurut ulama Hanafi’yah, mengatakan bahwa sebagian syarat-syarat pernikahan yakni berkaitan atau berhubungan dengan: a.
Akad, serta sebagian yang lainya berkaitan dengan saksi.36 1. Shihot, yaitu ibarat Ijab qabul, dengan syarat sebagai berikut: a. Menggunakan lafad tertentu, baik dalam lafaz sarih. Misalnya Tazwij atau Nikah. b. Ijab-qabul dilakuakan didalam satu majelis; c. Sighat didengar oleh orang-orang yang menyaksikan; d. Ijab-qabul tidak berbeda maksud dan tujuan; 34
Djoko Prakoso dan I ketut Murtika, Azaz-azaz Hukum Perkawinan di Indonesia, h. 20.
35
Nuansa Aulia, Kompilasi Hukum Islam: Hukum Perkawina: Hukum Kewarisan, Hukum Perwakafan, (Bandung: Nuansa Aulia, 2008), h. 19. 36
Ahmad Rofiq, Hukum Islam Di Indonesia, h. 69.
36
e. Lafaz sighat tidak disebutkan untuk waktu tertentu. 2. Akad, dapat dilaksanakan dengan syarat-syarat apabila kedua calon pengantin berakal, baligh dan merdeka. 3. Saksi, harus terdiri atas dua orang. Maka tidak sah apabila akad nikah hanya disaksikan oleh satu orang saksi. Dan syarat-syaratnya dalah: a. Berakal; b. Baligh; c. Merdeka; d. Islam; e. Kedua orang saksi mendengar.37 b.
Undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan syarat-syarat perkawinan disebutkan dalam pasal 6 sebagai berikut: 1. Perkawinan harus didasarkan pada persetujuan kedua calon mempelai. 2. Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat ijin orang tua. 3. Dalam hal orang tua yang telah meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu untuk menyatakan kehendaknya maka ijin yang dimaksud ayat (2) pasal ini cukup diperoleh dari orang tua yang masih hidup atau dari orang tua yang mampu menyatakan kehendaknya. 4. Dalam hal orang tua telah meninggal dunia atu dalam keadaan tidak mampu untuk menyatakan kehendaknya, maka ijin diperoleh dari wali, orang yang memelihara atau keluarga yang mempunyai hubungan darah 37
Abdul Rahman Ghazaly, fiqh Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2006), Cet. Ke-2. h. 64.
37
dalam garis keturunan keatas selama mereka masih hidup dan dalam keadaan dapat menyatakan kehendaknya. 5. Dalam hal ada perbedaan antara orang-orang yan disebut dalam ayat (2), (3) dan (4) pasal ini, atau salah seorang atau diantara mereka tidak menyatakan pendapatnya, maka pengadilan dalam daerah hukum tempat tinggal orang yang melangsungkan perkawinan atas permintaan orang tersebut dalam memberikan ijin setelah leboh dahulu mendengat orangorang tersebut dalam ayat dan pasal ini. 6. Ketentuan tersebut ayat (1) sampai ayat (5) pasal ini berlaku sepanjang hukum masing-masing agamanya dan kepercayaanya itu dari yang bersangkutan tidak menentukan lain.38 Syarat pernikahan secara global ada lima macam yaitu: a. Ketentuan adanya masing-masing pasangan. Karena nikah merupakan aqd yang dilakukan secara timbal balik. b. Keridhaan masing-masing pasangan. c. Wali. Pernikahan tanpa wali tidak dianggap sah. Sedang syarat wali ada tujuh yaitu: merdeka, laki-laki, adanya kesamaan agama antara wali dengan orang yang di wali, baligh, berakal, adil dan benar. d. Kesaksian. Pernikahan tidak dapat dilaksanakan kecuali ada dua orang saksi. e. Masing-masing pasangan terbebas dari larangan untuk melaksanakan pernikahan karena suatu sebab atau karena masih ada keturunan.39 38
Nuansa Aulia, Kompilasi Hukum Islam: Hukum Perkawinan, Hukum Kewarisan, Hukum Perwakafan, h. 81.
38
Rukun dan syarat Perkawinan tersebut di atas wajib dipenuhi, apabila tidak terpenuhi maka Perkawinan yang dilangsungkan tidak sah. Disebutkan dalam Kitab al-Fiqh’ala al-Mazahib al-Arbaah: Nikah Fasid yaitu nikah yang tidak memenuhi syarat-syaratnya, sedang nikah batil adalah nikah yang tidak memenuhi rukunya. Dan hukum nikah fasid dan nikah batil adalah sama yaitu tidak sah.40 C. Pencatatan Pernikahan Pada mulanya, syariat Islam baik dalam al-Qur’an maupun hadis tidak mengatur secara konkret tentang pencatatan Perkawinan dan akta nikah sebagai alat bukti. Ini berbeda dengan ayat muamalah (mudayanahy) yang dalam situasi tertentu diperintahkan untuk mencatatkannya.41 Pencatatan pernikahan dapat dijadikan sebagai alat bukti yang otentik agar seseorang mendapatkan kepastian hukum. Hal ini sejalan dengan ajaran Islam sebagaimana firman Allah yang termaktub dalam surat Al-Baqarah ayat 282:
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah (seperti berjual beli, hutang piutang, atau sewa menyewa dan sebagainya) tidak secara
39
Syaikh Humaidhy bin Abdul Aziz bin Muhammad, Kawin Campur Dalam Syariat Islam, (Jakarta: Pustka Al-Kautsar, 1993), Cet., Ke-3. h. 16. 40
41
Ahmad Rofiq, Hukum Islam Di Indonesia, h. 72.
Ahmad Rofiq, Hukum Islam Di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), Cet., Ke-6. h. 107.
39
tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskanya. (Qs.AlBaqarah : [282]). Ayat tersebut menjelaskan tentang pencatatan secara tertulis dalam segala bentuk urusan muamalah, seperti perdagangan, hutang piutang dan sebagainya.42 Pencatatan pernikahan adalah pendataan administrasi perkawinan yang ditandatangani oleh Pegawai Pencatat Nikah (PPN) dengan tujuan untuk menciptakan ketertiban perkawinan dalam masyarakat, baik pelaksanaan perkawinan berdasarkan hukum Islam maupun perkawinan yang dilaksanakan oleh masyarakat yang tidak berdasarkan hukum Islam.43 Pencatatan pernikahan adalah suatu pencatatan yang dilakukan oleh pejabat negara terhadap peristiwa Perkawinan. Dalam hal ini pegawai pencatat nikah yang melangsungkan pencatatan, ketika akan melangsungkan akad Perkawinan antara calon suami dan calon isteri.44 Pencatatan adalah suatu administrasi negara dalam rangka menciptakan ketertiban dan kesejahteraan warga negaranya. Mencatat artinya memasukan perkawinan itu dalam buku akta nikah kepada masing-masing suami isteri. Kutipan akta nikah itu sebagai bukti otentik yang dilakukan oleh pegawai pencatat nikah, talak dan rujuk. Juga oleh pegawai pencatat perkawinan pada Kantor
42
Happy Susanto, Nikah Sirri Apa Untungnya?, (Jakarta: Visimedia, 2007), h. 57.
43
Zainudin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), h. 26.
44
Muhammad Zain & Muhtar Alshodiq, Membangun keluarga Humanis, h. 36.
40
Catatan Sipil sebagaimana dimaksud dalam berbagai perundang-undangan yang berlaku mengenai pencatatan perkawinan.45 Yang dimaksud dengan Pegawai Pencatat Nikah (PPN) adalah pegawai pencatat Perkawinan dan perceraian pada KUA kecamatan bagi umat Islam dan catatan sipil bagi nonmuslim.46Pencatatan Perkawinan adalah suatu yang dilakukan oleh pejabat Negara terhadap peristiwa Perkawinan.47Dalam Kompilasi Hukum Islam pada pasal 6 ayat 1 mengulangi pengertian pencatatan dimaksud dalam artian setiap Perkawinan “harus” dilangsungkan dihadapan dan dibawah pengawasan Pegawai Pencatat Nikah.48 Dengan demikian, maka pengertian pencatatan adalah kegiatan menulis yang dilakukan oleh pejabat atau seseorang yang ditunjuk oleh pemerintah mengenai suatu peristiwa yang terjadi. Sedangkan pengertian Perkawinan dalam Ensiklopedi Indonesia adalah akad yang menghalalkan pergaulan antara seorang laki-laki dan perempuan yang keduanya bukan muhrim dan dilakukan dengan ijab kabul.49 Pencatatan melangsungkan
Perkawinan Perkawinan
dimulai
dan
berahir
sejak sesaat
pemberitahuan sesudah
kehendak
dilangsungkan
45
Arso Sostroatmodjo dan Awasit Aulawi, Hukum Perkawinan Indonesia, (Jakarta: Bulan Bintang, 1978), h. 55-56. 46
Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), Cet. Ke-1. h. 14. 47
Muhammad Zain & Mukhtar Alshadiq, Membangun Keluarga Harmonis, h. 36.
48
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, (Jakarta: CV. Akademika Presindo, 2007), Cet., Ke-5. h. 68. 49
Hassan Sadily, et. al., Ensiklopedi Indonesia, (Jakarta: Ichtiar Baru, 1883), h. 2388.
41
Perkawinan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaanya itu, yaitu pada saat akta perkawinan selesai ditandatangani oleh kedua mempelai, kedua saksi dan pegawai pencatat yang menghadiri Perkawinan (dan wali nikah bagi yang beragama Islam). Dengan penandatanganan akta Perkawinan, maka Perkawinan telah tercatat secara resmi.50Pencatatan Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan ketertiban Perkawinan dalam masyarakat.51 Pencatatan Perkawinan dalam pelaksanaanya diatur dengan PP No. 9 Tahun 1975 dan Peraturan Menteri Agama No. 3 dan 4 Tahun 1975. Bab II Pasal 2 ayat (1) PP No. 9 Tahun 1975, Pencatatan Perkawinan dari mereka yang melangsungkannya menurut Agama Islam dilakukan oleh pegawai Pencatat, sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang No. 32 Tahun 1954, tentang pencatatan Nikah Talaq dan Rujuk.52 Selanjutnya pada penjelasan atas PP. No. 9 tahun 1975 tentang pelaksanaan UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, dijelaskan bahwa Pencatatan Perkawinan dilakukan hanya oleh dua instansi, yakni Pegawai Pencatat Nikah, Talak dan Rujuk dan Kantor Catatan Sipil atau instansi atau pejabat yang membantunya. Adapun tentang cara melakukan pencatatan tersebut telah diatur dalam pasal 3 sampai dengan pasal 9 dan juga pasal 11 peraturan pelaksanaan yang
50
Asmin, Status Perkawinan Antar Agama ditinjau dari Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974, (Jakarta: PT. Dian Rakyat, 1986), Cet., Ke-1. h. 25. 51
52
Ahmad Rofiq, Hukum Islam Di Indonesia, h. 107.
M. Idris Ramulyo, Tinjauan Beberapa Pasal Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Dari Segi Hukum Perkawinan Islam, h. 131.
42
meliputi
tahap-tahap:
pemberitahuan, penelitian, pengumuman dan saat
pencatatan.53 Undang-undang Perkawinan menempatkan pencatatan suatu Perkawinan pada tempat yang penting sebagai pembuktian telah diadakanya Perkawinan. Hal tersebut diminta oleh pasal 2 ayat 2 Undang-undang Perkawinan yang berbunyi tiap-tiap Perkawinan dicatat menurut praturan perundang-undangan yang berlaku.54 Pencatatan Nikah bertujuan untuk mewujudkan ketertiban Perkawinan dalam masyarakat. Ini merupakan suatu upaya yang diatur melalui perundangundangan untuk melindungi martabat dan kesucian Perkawinan dan khususnya bagi perempuan dalam kehidupan rumah tangga. Melalui pencatatan nikah yang dibuktikan oleh akta, apabila terjadi perselisihan diantara suami isteri maka salah satu diantaranya dapat melakukan upaya hukum guna mempertahankan atau memperoleh hak masing-masing.55 D. Lembaga Administrasi Pencatatan Pernikahan Lembaga yang resmi menangani pencatatan pernikahan di Indonesia adalah Kantor Urusan Agama (KUA). Kantor Urusan Agama (KUA) merupakan institusi yang secara langsung bersentuhan dengan masyarakat di tingkat kecamatan yang berada di bawah naungan Kementrian Agama RI.56 53
Djoko Prakoso dan I ketut Murtika, Azaz-azaz Hukum Perkawinan di Indonesia, h. 23.
54
Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Inonesia, (Jakarta: UI-Press, 1974), Cet., Ke-4. h.
55
Ahmad Rofiq, Hukum Islam Di Indonesia, h. 107.
71.
56
Departemen Agama RI, Profil Kantor Urusan Agama Kecamatan Teladan 2002 & 2003, (Jakarta: Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, 2003), h.81.
43
Kantor Urusan Agama (KUA) merupakan unit kerja terdepan sekaligus sebagai ujung tombak Kementrian Agama yang secara langsung membina dan memberikan pelayanan kepada masyarakat di tingkat kecamatan. Hal ini merupakan implementasi dari KMA 517 tahun 2001 tentang penataan organisasi Kantor Urusan Agama kecamatan.57 Kantor Urusan Agama (KUA) merupakan lembaga pemerintah yang diberi kewenangan dan tugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat terkait dengan masalah-masalah keagamaan. Lembaga ini diselenggarakan di setiap kecamatan di Indonesia.58 Karena itu, aparat KUA dituntut memiliki kemampuan yang tertinggi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.59Sebagai fungsionaris hukum, mereka memiliki wewenang dan tanggung jawab atas penerapan KHI, sehingga kesatuan hukum dan kepastian penyelesaian permasalahan-permasalahan hukum di kalangan umat Islam Indonesia bisa di capai. Para pegawai Kantor Urusan Agama (KUA), sebagaimana para pegawai Kantor Catatan Sipil (KCP), diharuskan juga merujuk pada aturan pengelolaan administrasi masyarakat terkait dengan beberapa tindakan hukum, seperti pernikahan, perceraian dan rujuk. Prosedur yang di tetapkan menurut UU No. 1/1994 dan Kompilasi Hukum Islam
57
Departemen Agama RI, Profil Kantor Urusan Agama Kecamatan Teladan 2002 &
2003, h. 5. 58
Alimin dan Euis Nurlaelawati, Potret Administrasi Perkawinan di Indonesia,h. 40.
59
Departemen Agama RI, Profil Kantor Urusan Agama Kecamatan Teladan 2002 &
2003, h. 5.
44
harus di tegakan demi terwujudnya sistem administrasi keperdataan yang baik dan transparan.60 Adapun tugas Kantor Urusan Agama sebagaimana berdasarkan peraturan menteri Agam RI No. 2 tahun 1990 pasal 2 ayat (1) adalah tugasnya mengawasi atau mencatat nikah, talak dan rujuk (NTCR) serta mendaftarkan cerai talak dan cerai gugat di bantu oleh pegawai Kantor Urusan Agama Kecamatan. Mengenai tugas Kantor Urusan Agama Kecamatan Juga tertulis dalam Undang-undang No. 2 tahun 1946 pasal (2) yang berhak melakukan pencatatan dan pengawasan atas nikah dan pemberitahuan tentang talak dan rujuk hanya pegawai yang diangkat oleh Menteri Agama atau pegawai yang di tunjuk untuk itu.61 Dalam pelaksanaan Pencatatan Perkawinan, pegawai pencatat nikah tidak selamanya dapat melaksanakan tugas dan fungsinya secara sempurna, sesuai dengan apa yang telah direncanakan sebelumnya. Beberapa hambatan ada saja yang menghalangi berpengaruh pada keberhasilan program pelaksanaan pencatatan nikah itu sendiri. Padahal akta nikah itu sangat diperlukan sekali adanya oleh mereka yang bersangkutan untuk kepentingan pembuktian yang sewaktu-waktu dapat diperlukan.62
60
Alimin dan Euis Nurlaelawati, Potret Administrasi Perkawinan di Indonesia, h. x.
61
Wawancara Pribadi secara lisan dan tertulis dengan kepala KUA Kecamatan Bumijawa H. A Wakhidin. Bumijawa, 21 Januari 2014. 62
Happy Susanto, Nikah Sirri Apa Untungnya?, (Jakarta: Visi Media, 2007), h. 60.
45
Masalah ketentuan untuk melakukan pencatatan Perkawinan sangat tegas dinyatakan dalam pasal 2 ayat 2 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. selain mengikuti hukum dari agama dan kepercayaanya, Perkawinan yang dilakukan juga harus dicatatkan kepada petugas atau pejabat pencatat Perkawinan untuk mendapatkan pengesahan dari negara.63 Pencatatan Perkawinan yang tercantum dalam pasal 2 ayat 2 UndangUndang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, sangat tepat diterapkan di tegahtengah masyarakat. hal ini dengan semakin berkembangnya kehidupan masyarakat, maka segala sesuatu yang dilakukan harus memerlukan suatu kepastian hukum.64 Hukum
keluarga
baru
yang
berlaku
di
negara
masing-masing
memberlakukan pencatatan ini, kendati bukan merupakan rukun nikah, tetapi dianggap sangat penting untuk pembuktian pernikahan yang sah yang dilakukan oleh seseorang. Selain dari Perkawinan itu sendiri harus di catat, surat-surat (keterangan, formulir yang telah diisi dan ditandatangani oleh para pihak) harus disimpan, didokumentasikan untuk kepentingan pembuktian kalau timbul keraguan atau masalah di kemudian hari.65 Menurut Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, pasal 2 ayat 1 dan 2 Kompilasi Hukum Islam pasal 5 dan 6, maka dapat diketahui bahwa tujuan dari pencatatan nikah adalah: 63
Happy Susanto, Nikah Sirri Apa Untungnya?, h. 65.
64
Zainudin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, h. 26.
65
Departemen Agama, Analisa Faktor-Faktor Terjadinya Perceraian, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pelembagaan Agama Islam, 1997), h. 13.
46
1. Untuk mendapatkan kepastian hukum, karena jika suatu perkawinan tidak di catat, maka dampaknya di belakang hari jika sekiranya terjadi perselisihan yang pada akhirnya berbuntut pada perceraian, karena pencatatan merupakan sebuah bukti yang otentik dan tertulis yang dapat menolong seseorang dari kehancuran rumah tangga. 2. Untuk menjamin ketertiban perkawinan, karena dengan adanya pencatatan nikah, maka kita dapat mengetahui bagaimana status seseorang apakah telah menikah atau belum dengan memperlihatkan identitas seperti KTP atau akta Nikah. 3. Untuk melindngi hak-hak wanita, agar kaum laki-laki tidak semena-mena terhadap
kaum
wanita
yang
dengan
seenaknya
memperlakukan
kehendaknya seenak hatinya.66 Lembaga
pencatatan
perkawinan
meskipun
bersifat
administratif,
substansinya bertujuan untuk mewujudkan ketertiban hukum, ia mempunyai cakupan manfaat yang sangat besar bagi kepentingan dan kelangsungan suatu perkawinan. Menurut hemat penulis sekurang-kurangnya ada dua manfaat utama dari pencatatan Perkawinan ini yaitu. Pertama: yang bersifat prefentif, yaitu untuk menanggulangi agar tidak terjadi kekurangan atau penyimpangan hukum dan syarat Perkawinan, baik menurut hukum agama maupun menurut peraturan perundang-undangan.
66
Depag RI, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Depag RI, 2004), 69-71.
47
Kedua: yang bersifat represif, yaitu untuk memelihara ketertiban hukum dan menghindari terjadinya pemalsuan atau penyimpangan hukum, karena kesadaran masyarakat yang menjadi subjek hukum masih sangat rendah. Dengan demikian dapat di simpulkan bahwa pencatatan Perkawinan itu adalah sesuatu yang sangat penting artinya bagi tertib hukum dan tertib hidup masyarakat.67 E. Biaya Pencatatan Pernikahan Menurut Undang-undang Alqur’an dan Alhadis tidak mengatur secara rinci mengenai pencatatan perkawinan. Namun dirasakan masyarakat mengenai pentingnya hal itu, sehingga diatur melalui perundang-undangan, baik Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 maupun melalui Kompilasi Hukum Islam.68 Pada masa Nabi Muhammad S.A.W, pernikahan tidak dicatatkan karena masyarakat masih banyak yang ummy (tidak melek huruf), sehingga kesaksian dan sumpah masih diterima sebagai alat bukti hukum di pengadilan. Sekarang kondisinya berbeda, alat bukti tertulis lebih kuat dari sekedar kesaksian dan sumpah, karena itu, pencatatan nikah menjadi sangat penting.69 Dalam al-Qur’an, dan sunnah maupun pendapat ulama dalam kitab-kitab fikih klasik, secara eksplisit tidak di dapatkan ketentuan dari hukum pencatatan
67
Mona Eliza, Pelanggaran Terhadap UU Perkawinan dan Akibat Hukumnya, (Ciputat: Adelina Bersaudara, 2009), Cet., Ke-1. h. 35-36. 68
69
Zainudin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, h. 26.
Muhammad Zain dan Mukhtar Alshodiq, Membangun Keluarga Humanis, (Counter Legal Draft Kompilasi Hukum Islam yang Kontroversial itu, h. 40.
48
Perkawinan. Tetapi ada beberapa faktor yang menjadi penyebab Perkawinan tidak di catat pada masa dahulu. 1. Budaya tulis-baca, khususnya di kalangan orang Arab jahiliyah masih jarang. Oleh karena itu, orang arab mengandalkan pada ingatan (hafalan) ketimbang tulisan. 2. Perkawinan bukan syariat baru dalam Islam. Ia merupakan syariat nabi-nabi terdahulu yang secara terus menerus diturunkan. Ketika Islam datang, Islam secara perlahan-lahan membenahi hal-hal yang bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam. Namun hal-hal yang bersesuaian masih tetap di pelihara dan di pertahankan. 3. Pada masyarakat jaman dahulu, nilai-nilai kejujuran dan ketulusan dalam menjalankan kehidupan masih kuat. Sikap saling percaya dan tidak saling mencurigai menjadi fundamen kehidupann masyarakat. Ketika terjadi akad Perkawinan yang disaksikan oleh dua orang saksi dan para handai taulan, serta masyarakat sekitar sudah cukup membuktikan bahwa pasangan suami istri itu telah melakukan Perkawinan yang sah, oleh karena itu tidak bisa dianggap pasangan kumpul kebo. 4. Problematika hidup pada jaman dahulu masih sederhana, belum sekompleks dan serumit jaman sekarang ini. Jaman semakin maju, persaingan semakin ketat, rasa makin percaya kepada manusia semakin luntur, ketakutan untuk ditipu dan dizalimi oleh orang lain, atau keraguan atas kejujuran orang lain mulai bangkit, sehingga tuntutan
49
atas legalitas hukum secara tertulis menjadi hal yang niscaya. Tanpa adanya legalitas hukum dengan pencatatan resmi, suatu kepemilikan dianggap tidak sempurna. Situasi, kondisi dan kebutuhan jaman sudah berubah. Apa yang dahulu tidak penting, sekarang menjadi penting, apa dahulu sia-sia, mungkin sekarang menjadi suatu yang bermanfaat. Kalau jaman dahulu pencatatan Perkawinan tidak terlalu penting untuk diadakan, karena kondisi sosiologisnya memungkinkan, namun, ketika jaman sudah berubah, justru pencatatan Perkawinan merupakan hal yang penting yang harus dilakukan.70 Biaya Pencatatan Perkawinan berdasarkan tarif resmi pemerintah relatif murah, dan dapat terjangkau oleh masyarakat. Biaya yang dikenakan untuk Pencatatan Perkawinan diatur dalam peraturan perundang-undangan. Berdasarkan surat persetujuan Gubernur DKI Jakarta No 1634/087.415 tanggal 6 Mei 1991 dan Nomor 3371/089.7 tanggal 20 oktober 1994 dan SK KAKANWIL DEPAG DKI Jakarta No WJ/2/1092/KPTS/94 tgl 7 Nov/1994 adalah bila perkawinan dilaksanakan di KUA (Balai Nikah) maka biaya yang dikenakan sebesar Rp 35.000,. sedangkan biaya perkawinan apabila di luar Balai Nikah (bedolan), dikenakan biaya sebesar Rp 55. 000,. Sedangkan biaya rujuk Rp 35.000,. Bahkan bagi masyarakat yang kurang mampu dapat mengajukan permohonan untuk tidak dibebani biaya. Namun kenyataanya di lapangan tidak demikian, biaya Pencatatan Perkawinan baik yang dilaksanakan di Kantor Urusan
70
Yayan Sopyan, Islam Negara Tranformasi Hukum Perkawinan Islam dalam Hukum Nasional, (Jakarta: RM Books, 2014), Cet., Ke-2. h. 129-130.
50
Agama maupun diluar Kantor Urusan Agama (bedolan, rumah dan masjid) telah melampaui biaya yang telah di tentukan.71 Berdasarkan peraturan pemerintah No. 51 tahun 2001 biaya pencatatan nikah di Kantor Urusan Agama Kecamatan sebesar Rp 30.000,- dibayarkan kepada bendaharawan khusus atau kepala Kantor Urusan Agama. Apabila Pernikahan dilakukan diluar Kantor Urusan Agama maka biaya pencatatan nikah ditambah sebesar Rp 50.000,- menjadi Rp 80.000,- dibayarkan langsung kepada PPN/Pembantu PPN yang menghadiri akad nikah di luar Kantor Urusan Agama.72 Menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2004 tentang tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak yang berlaku di Kementrian Agama biaya pencatatan Nikah dan Rujuk di Kantor Urusan Agama (KUA) per peristiwa adalah sebesar Rp 30 Ribu.73 Pencatatan Perkawinan dalam bentuk akta nikah sangat diperlukan di dunia modern seperti sekarang ini, seseorang yang menikah tanpa dicatat oleh Pegawai Pencatat Nikah (PPN) atau tidak mempunyai akta nikah, maka nikahnya tidak sah menurut undang-undang yang berlaku di suatu negara. Hal tersebut sesuai dengan kaidah Fiqhiyyah yang berbunyi:74 درؤ المفاسد مقدم على جلب امصالح
71
Yayan Sopyan, Islam Negara Tranformasi Hukum Perkawinan Islam dalam Hukum Nasional, h.138-139. 72
Mardani, Hukum Perkawinan Islam di Dunia Islam Modern, h. 26.
73
Anni Athi’ah, Mahalnya Biaya Pencatatan Nikah, diakses pada tanggal 23 Desember 2013. dari http://jatim1.kemenag.go.id/file/dokumen/304lensut5.pdf 23-12-2013 74
Mardani, Hukum Perkawinan Islam Di Dunia Islam Modern, h. 86
51
Menolak kemudharatan lebih didahulukan daripada memperoleh suatu kemaslahatan. Untuk memperoleh kepastian hukum dan perlindungan hukum, akad nikah harus dilangsungkan di bawah pengawasan atau dihadapan PPN/Wakil PPN/Pembantu PPN. Nikah yang dilangsungkan di bawah pengawasan atau dihadapan PPN/Wakil PPN/Pembantu PPN dicatat dalam akta Nikah dan kepada masing suami isteri diberikan Kutipan Akta Nikah. dengan adanya kutipan akta nikah ini, maka terikat semua pihak untuk mengakuinya, dan pemerintah berkewajiban untuk melindungi secara hukum, termasuk segala hak dan kewajiban yang timbul dari perkawinan itu.75 Pengelolaan penerimaan negara bukan pajak tidak sempurna bila pembukuan pencatatan dikesampingkan karena merupakan pranata hukum yang yang wajib diselenggarakan dalam hukum keuangan negara. Hal ini disebabkan Undang-Undang No. 20/1997 merupakan bagian intergral dari hukum keuangan negara, namun Undang-Undang No. 20/1997 tidak mengenal atau mengatur tentang pembukuan, melainkan hanya pencatatan sebagaimana dimaksud dalam pasal (1) ayat 1. Pencatatan itu menyajikan keterangan yang cukup untuk dijadikan dasar penghitungan penerimaan negara bukan pajak.76 Di Indonesia, regulasi pencatatan telah ditetapkan tidak lama setelah Indonesia merdeka, yakni diundangkanya Undang-Undang Nomor 22 tahun 1946 75
Departemen Agama RI, Pedoman Konselor Keluarga Sakinah, (Jakarta: Depag RI, 2001), h. 55. 76
Muhammad Djafar Saidi dan Rohana Huseng, Hukum Penerimaan Negara Bukan Pajak, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), Cet., Ke-2. h. 84.
52
tentang Pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk. Dalam Undang-Undang ini disebutkan bahwa perkawinan harus dilakukan pemberitahuan kepada pencatat nikah pasal (1) ayat 1. Pada pasal (3) ayat 1 di pasal ini disebutkan bahwa perkawinan yang tidak di catatkan akan di hukum sebanyak 50,- meskipun dalam undang-undang ini di tekankan bahwa pencatatan sebagai syarat administratif. Pasal (2) ayat 2 Undang-Undang perkawinan menyebutkan bahwa tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu pencatatan ini juga di tegaskan dalam peraturan pemerintah nomor 9 tahun 1975 tentang peraturan pelaksanaanya, yang diantaranya disebutkan bahwa bagi mereka yang melangsungkan pernikahan tetapi tidak memberitahukan kepada pencatat nikah, maka di denda sebanyak 7.500,- begitu pula sebagai pegawai pencatat yang melakukan pelanggaran juga dikenakan hukuman kurungan paling lama tiga bulan atau denda sebanyak 7.500.77 Ketentuan pasal-pasal yang menyangkut pelanggaran yang dilakukan oleh Pegawai Pencatat Nikah dapat dipericikan sebagai berikut: a. Setiap pegawai pencatat perkawinan dimintakan ketelitianya terhadap setiap pemberitahuan kehendak melangsungkan perkawinan baik yang menyangkut syarat-syarat perkawinan atau terdapatnya halangan perkawinan menurut undang-undang (pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah No 9 tahun 1975).
77
Ahmad Tholabi Charlie, Hukum Keluarga Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), Cet., Ke-1. h. 189-190.
53
b. Selain hal tersebut di atas seorang pegawai Pencatat Perkawinan juga harus meneliti tentang identitas calon mempelai baik yang menyangkut keterangan kelahiran maupun keterangan lainya Pasal 6 ayat (2) a.b.). Pasal 6 : (1). Pegawai Pencatat yang menerima pemberitahuan kehendak melangsungkan
perkawinan,
meneliti
apakah
syarat-syarat
Perkawinan telah di penuhi dan apakah tidak terdapat halangan Perkawinan menurut Undang-Undang. (2).
Selain penelitian terhadap hal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pegawai pencatat meneliti pula: a. Kutipan akta kelahiran atau surat kenal ahir calon mempelai. Dalam hal tidak ada akta kelahiran atau surat kenal lahir, dapat digunakan suat keterangan yang menyatakan umur dan asal usul calon mempelai yang diberikan oleh kepala desa atau yang setingkat dengan itu. b. Keterangan mengenai nama, agama, kepercayaan, pekerjaan dan tempat tinggal orang tua calon mempelai.78
Adapun instansi atau lembaga yang dimaksud adalah; a. Kantor Urusan Agama Kecamatan untuk Nikah, Talak dan Rujuk,bagi orang beragama Islam (lihat Undang-undang Nomor 22 Tahun 1946 jo. Undang-undang Nomor Tahun 1954).
78
Mona Eliza, Pelanggaran Terhadap Undang-Undang Perkawinan dan Akibat Hukumnya, h. 130-132.
54
b. Kantor Catatan Sipil (Burgerlijk Stand) untuk perkawinan bagi yang tunduk kepada: 1. Stb. 1933 Nomor 75 jo. Stb Nomor 1936 Nomor 607 tentang Peraturan Pencatatan Sipil untuk orang Indonesia, Kristen, Jawa, Madura, Minahasa, dan Ambonia. 2. Stb. 1847 Nomor 23 tentang Peraturan Perkawinan dilakukan menurut ketentuan Stb. 1849 Nomor 25 yaitu tentang Pencatatan Sipil Eropa. 3. Stb. 1917 Nomor 129 Pencatatan Perkawinan yang dilakukan menurut ketentuan Stb. 1917 Nomor 130 jo. Stb 1919 Nomor 81 tentang Peraturan Pencatatan Sipil Campuran. 4. Pencatatan Sipil untuk Perkawinan Campuran sebagaimana diatur dalam Stb. Nomor 279. 5. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 menegaskan bahwa orang kristen di Sumatera, Kalimantan, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Timur, sebagian di Sulawesi, Maluku dan Irian Jaya yang belum diatur tersendiri sebagaimana tersebut dalam poin-poin di atas, Pencatatan Perkawinan bagi mereka ini dilaksanakan di kantor catatan Sipil berdasarkan ketentuan pasal 3 sampai dengan 9 peraturan ini. Kantor Urusan Agama Kecamatan harus mencatat setiap Perkawinan yang dilaksanakan di wilayahnya masing-masing. Kelalaian mencatat Perkawinan ini dapat di kenakan sanksi kepada petugas pencatat Perkawinan tersebut. Salah satu
55
kegunaan dari Pencatatan Perkawinan ini adalah untuk mengontrol dengan konkret tentang data Nikah Talak dan Rujuk.79
79
Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam Di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), Cet., Ke-1. h. 14-15.
BAB III KANTOR URUSAN AGAMA WILAYAH KECAMATAN BUMIJAWA
A. Geografis Wilayah Kantor Urusan Agama Kecamatan Bumijawa Kecamatan Bumijawa memiliki luas wilayah terbesar diantara Kecamatankecamatan lain di Kabupaten Tegal, yaitu 88,56 km2 (10,07% dari total lahan Kabupaten Tegal) dan lahan yang dapat dikembangkan atau dibudidayakan adalah 3.792 ha (42,9% dari total lahan di Kecamatan Bumijawa Kabupaten Tegal) Kecamatan Bumijawa terletak di lereng Gunung Slamet dengan ketinggian 1.230M di atas permukaan laut, curah hujan rata-rata sebesar 1.954,4mm/tahun, beriklim sejuk dengan suhu rata-rata berkisar 12,80C sampai 21,90C serta kemiringan tanah antara 150-800. Dengan kondisi topografis tersebut sehingga sebagian besar wilayah kecamatan Bumijawa memiliki tingkat aksesibilitas yang rendah. Secara topografis Kecamatan Bumijawa merupakan daerah pegunungan yaitu dengan ketinggian 1.230M di atas permukaan laut, dan curah hujan yangtinggi, sehingga udara di kawasan itu relatif dingin.Daerah tersebut juga rawan longsor, terutama pada desa Guci, Sigedong,Begawat, Batumirah dan Dukuhbenda.1Dari total penduduk di Kecamatan Bumijawa, sebagian besar (89,35%)bekerja di bidang pertanian (petani atau buruh tani) dan selebihnya bekerja sebagai pedagang di bidangindustri pengolahan, pertambangan,penggalian, home industry dan merantau 1
Achmad Budhi Zahidy, Perluasan Akses Pelayanan Pendidikan smp(Kecamatan Bumijawa Kabupaten Tegal), (Semarang:Undip, Thesis, 2008). h. 73.
56
57
ke kota-kota
besar seperti Jakarta, Semarang, Surabaya dan berpropesi sebagai
pedagang, warteg atau pekerja bangunan.2Kecamatan Bumijawa juga banyak menghasilkan sayur-sayuran, buah-buahan dan kaya akan hasil alam seperti teh, kayu dan karet. Selain itu Kecamatan Bumijawa memiliki pabrik air mineral yaitu pabrik air minum adi.3 Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Bumijawa beralamat di jalan Bumijawa Utara tepatnya di samping MTS Aswaja Bumijawa dengan luas tanah 200M. Di bangun pada tahun 1994, Kantor Urusan Agama Kecamatan Bumijawa juga mempunyai letak yang strategis berada di pusat Keramaian yang dekat dengan pusat perbelanjaan yaitu pasar Bumijawa. a. Perbatasan Kecamatan Bumijawa Perbatasan Kecamatan Bumijawa arah utara di mulai dari Kecamatan Balapulang dan Margasari, arah selatan di mulai dari Kabupaten Brebes dan Banyumas, arah Barat dibatasi sampai Kabupaten Brebes, dan dari arah Timur dibatasi Kecamatan Tonjong. b. Demografi Kecamatan Bumijawa Wilayah administratif KecamatanBumijawa terdiri dari 18 desa yaitu desa batumirah, begawat, bumijawa, carul, cawitali, cempaka, cintamanik, dukuh benda,
2
Wawancara Pribadi secara lisan dan tertulis dengan warga masyarakat Kecamatan Bumijawa, Bumijawa, 28 Februari 2014. 3
“Geografis Kecamatan Bumijawa” http://id.wikipedia.org/wiki/Bumijawa,_Tegal
artikel
diakses
pada
6
Februari
2014
dari
58
guci, gunung agung, jejeg, muncanglarang, pagerkasih, sigedong, sokasari, sokatengah, sumbaga dan traju.
TABEL I WILAYAH ADMINISTRATIF DAN JUMLAH PENDUDUK L/P DI WILAYAH KECAMATAN BUMIJAWA No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Kelurahan
Jumlah Penduduk
Total
Laki-laki Perempuan Batumirah 1.510 1.470 2.980 Begawat 1.814 1.719 3.533 Bumijawa 4.814 4.429 8909 Carul 446 434 880 Cawitali 1.400 1.312 2.712 Cempaka 2.271 2.182 4.453 Cintamanik 2.410 2.384 4.794 Dukuh Benda 3.634 3.366 7000 Guci 1.357 1.261 2.618 Gunung Agung 2.315 2.178 4.493 Jejeg 2.338 2.142 4.480 Muncanglarang 2.330 2.239 4.569 Pagerkasih 796 720 1.516 Sigedong 2.531 2.376 4.907 Sokasari 1.935 1882 3.817 Sokatengah 1.955 1.800 3.755 Sumbaga 1.971 1.896 3.867 Traju 1.436 1.334 2.770 Total 36.929 35.124 72.053 Sumber: Laporan Kantor Kecamatan Bumijawa Tahun 2014
59
c. Sarana Ibadah dan Pesantren TABEL II SARANA IBADAH DAN PESANTREN DI WILAYAH KECAMATAN BUMIJAWA No Nama Desa
Sarana Ibadah (Pesantren)
Nama Desa
SaranaIbadah (Pesantren)
1
Batumirah
2
Begawat
2 Masjid 4 Mushola 6 Masjid 9 Mushola
3
Bumijawa
Gunung Agung 3 Masjid 7 Mushola Jejeg 4 Masjid 12 Mushola 1 Pondok Muncanglarang 5 Masjid 12 Mushola
11 Masjid 10 Mushola 1 Pondok 4 Carul 1 Masjid Pagerkasih 2 Masjid 2 Mushola 4 Mushola 5 Cawitali 3 Masjid Sigedong 4 Masjid 5 Mushola 7 Mushola 6 Cempaka 2 Masjid Sokasari 4 Masjid 5 Mushola 10 Mushola 7 Cintamanik 5 Masjid Sokatengah 4 Mesjid 11 Mushola 10 Mushola. 8 Dukuh Benda 8 Masjid Sumbaga 6 Masjid 9 Mushola 8 Mushola 9 Guci 2 Masjid Traju 5 Masjid 3 Mushola 8 Mushola Sumber: LaporanAkhir Tahun Kantor Urusan Agama Kecamatan Bumijawa Tahun 2013
60
Sedangkan data keagamaan Kantor Urusan Agama Kecamatan Bumijawa yakni, sebagaimana data di bawah ini: TABEL III JUMLAH PENDUDUK BERDASARKAN AGAMA No
Kelurahan
Jml Penduduk
1 Batumirah 4.464 2 Begawat 5.038 3 Bumijawa 12.869 4 Carul 1.270 5 Cawitali 3.690 6 Cempaka 6.404 7 Cintamanik 6.655 8 Dukuh Benda 8.621 9 Guci 3.871 10 Gunung Agung 5.909 11 Jejeg 6.704 12 Muncanglarang 5.803 13 Pagerkasih 2.157 14 Sigedong 6.772 15 Sokasari 5.228 16 Sokatengah 5.112 17 Sumbaga 5.743 18 Traju 3.971 19 Jumlah 99.651 Sumber: Laporan Akhir Tahun Tahun 2013
Pemeluk Agama
Islam Protestan Katholik Hindu 4.464 5.037 1 12.863 4 2 1.270 3.689 1 6.404 6.655 8.620 1 3.867 2 2 5.909 6.073 1 5.802 1 2.157 6.772 5.228 5.111 1 5.743 3.971 99.635 10 6 Kantor Urusan Agama Kecamatan Bumijawa
61
Adapun data jumlah penduduk berdasarkan pekerjaannya adalah sebagai berikut: TABEL IV JUMLAH PENDUDUK BERDASARKAN PEKERJAAN
No
Kelurahan
Jml Penduduk
Jenis Pekerjaan
Tani/Buruh Guru/PNS Pedagang Merantau 1 Batumirah 4.464 3.980 57 87 913 2 Begawat 5.038 4.700 22 108 280 3 Bumijawa 12.869 5.012 3.978 2.870 1.879 4 Carul 1.270 929 15 59 730 5 Cawitali 3.690 2.579 58 70 970 6 Cempaka 6.404 4.989 125 89 1.210 7 Cintamanik 6.655 5.980 78 68 1.080 8 Dukuh Benda 8.621 6.987 187 72 1.045 9 Guci 3.871 2.780 69 2.327 459 10 Gunung Agung 5.909 4.900 120 560 580 11 Jejeg 6.704 4.288 157 213 798 12 Muncanglarang 5.803 4.280 128 303 691 13 Pagerkasih 2.157 2.119 58 98 675 14 Sigedong 6.772 5.908 64 114 1.080 15 Sokasari 5.228 3.987 124 108 987 16 Sokatengah 5.112 4.969 59 79 840 17 Sumbaga 5.743 3.898 102 279 479 18 Traju 3.971 2.598 187 192 397 19 Jumlah 99.651 74.883 5.588 7.697 26.093 Sumber: Laporan Akhir Tahun Kantor Urusan Agama Kecamatan Bumijawa Tahun 2013, Kantor Kecamatan Bumijawa Tahun 2009, Kantor Balai Penyuluhan Pertanian dan Kehutanan (BP3K) Kecamatan Bumijawa dan Kantor Veteran Kecamatan Bumijawa Tahun 2013. d. Bahasa Masyarakat Kecamatan Bumijawa Dalam kehidupan sehari hari masyarakat Bumijawa tidak beda jauh dengan masyarakat Tegal pada umumnya yaitu menggunakan Bahasa JawaBanyumaslogat atau dialek Tegal, biasanya dikenal dengan dialek 'nyong' yang artinya aku.
62
e. Kebudayaan Masyarakat Kecamatan Bumijawa Kebudayaan yang dapat ditemukan di Bumijawa diantaranya samrohan, kenceran, Rebana, Syukuran, Muludan juga araka-arakan yang diadakan ketika peringatan maulid Nabi Muhammad S.a.w ditandai dengan sunatan masal kemudian mengambil air suci "bende" dan malamnya diadakandan arak-arakan dengan membawa "aul" atau boneka-boneka dari bambu seperti ondel-ondel dan kenceran. Seiring berjalannya waktu kebudayaan ini mulai surut,dikarenakan kurangnya fasilitas dan banyak menimbulkan tawuran antar anak muda. f. Objek Wisata di Kecamatan Bumijawa Kecamatan Bumijawa memiliki obyek wisata yang terbesar di KabupatenTegal bahkan termasuk 10 besar obyek wisata di Provinsi Jawa Tengah, Obyek wisata yang
terdapat di Kecamatan Bumijawa diantaranya adalah sebagai berikut: 1.
Obyek Wisata Guci (pemandian air panas) Objek Wisata Guci Indah merupakan obyek wisata air terjun,
pemandian air panas, taman di kaki Gunung Slamet, ±27 km ke arah selatan Slawi. Terdapat juga perkebunan teh dan strowberi yang bisa dipetik langsung, penginapan juga mulai banyak bermunculan sejak 5 tahun terakhir. 2.
Curug Putri Adalah sebuah air terjun di wilayah perbatasan sebelah selatan antara
Tegal dan Brebes.Curug Putri merupakan aliran dari Sungai Kalipedes yang berhulu di Gunung Slamet. Curug Putri atau Air terjun ini memiliki ketinggian +-25 meter memisahkan Desa Dukuhbenda, Bumijawa, Tegal yang
63
merupakan wilayah Kabupaten Tegal dengan desa Padanama Kecamatan Sirampog yang masuk ke wilayah Kabupaten Brebes. Sebelah timur curug ini adalah pedukuhan Dukuhtengah yang pada tahun 2008 mengalami longsor kelongsoran tanah tersebut mengakibatkan rusaknya jalan menuju pedukuhan tersebut.Bencana itu menimbulkan terganggunya sarana jalan bagi anak-anak yang bersekolah di SDN Dukuhbenda 04 Bumijawa. 3.
Curug Penganten dan Curug Luhur Adalah sebuah air terjun terdapat di dukuh Bandarsari desa Bumiijawa
di sebuah sungai yaitu Kali Gung. 4.
Sulaku Bumijawa Park Berlokasi di dukuh Bandarsari, desa Bumijawa. Obyek Wisata
bernuansa alam dengan udara yang sejuk, memiliki fasilitas Agrowisata (Kebun Strowberi, Kebun Jambu, Kebun Buah Pepino, Sirih Merah, Tanaman Hias, dll), Waterboom, Flaying Fox sepanjang 150 meter dan 60 meter. Kedai Jamu lengkap dengan Taman Toganya, Warung Makan yang Asri, cocok untuk aktifitas Out Bound dari mulai kelompok TK, SD, SMP, SMA, Mahasiswa maupun Instansi baik Swasta maupun Pemerintahan.4
4
“Geografis Kecamatan Bumijawa” artikel diakses pada 6 Februari 2014 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Bumijawa,_Tegal
64
B. Kedudukan Kantor Urusan Agama Kecamatan Bumijawa Kedudukan Kantor Urusan Agama berada di Kecamatan Bumijawa dan lebih dikenal dengan sebutan Kantor Urusan Agama sejauh dan seiring dengan keberadaan Kementrian Agama, yakni pada tanggal 3 Januari 1946, sepuluh bulan kemudian tepatnya tanggal 21 November 1946 keluarlah Undang-Undang nomor 22 tahun 1946 tentang penataan Nikah. Namun demikian sepanjang sejarah Kantor Urusan Agama jauh melampaui masa tersebut, yakni semenjak keberadaan Kerajaan Mataram Islam. Pada saat itu kesultanan mataram Islam telah mengangkat seorang yang diberi tugas khusus di bidang keagamaan dengan tugas menjalankan fungsi-fungsi sebagai penghulu. Dalam keputusan Menteri Agama RI No. 517 tahun 2001 tentang Pencatatan Organisasi Kantor Urusan Agama Kecamatan berkedudukan di wilayah kecamatan dan bertanggung jawab kepada Kepala Kantor Kementrian Agama Kabupaten/Kota yang dikoordinasikan oleh Kepala Seksi Kantor Urusan Agama Islam dan Kelembagaan Islam. Dan pasal 2 bahwa disebutkan Kantor Urusan Agama mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Kantor Kementrian Agama/Kota di bidang urusan Agama Islam. Melihat keputusan menteri Agama (KMA) tersebut, Kantor Urusan Agama memiliki kedudukan sebagai pelaksanaan sebagian tugas Kantor Kementrian Agama Kabupaten/Kota di bidang URAIS di wilayah Kecamatan. Diantara tugas yang diemban oleh Kantor Urusan Agama adalah melakukan pelayanan di bidang nikah,
65
talak, rujuk, kemesjidan, perwakafan ibadah sosial, pengembangan keluarga sakinah, kependudukan dan lain-lain. Sebagaimana tertuang dalam KMA No. 517 tahun 2001 (2), Kantor Urusan Agama (KUA) mempunyai tugas melaksanakan sebagian fungsi Kantor Kementrian Agama Kabupaten/Kota di bidang URAIS wilayah Kecamatan. Kantor Urusan Agama sebagaimana tercermin dalam KMA tersebut, tidak hanya melayani masalah nikah dan rujuk, tetapi ada hal lain yang ditanganinya, seperti zakat, wakaf kemasjidan, LPTQ, P2A, dan pembinaan keluarga sakinah (BP4).5 C. Tugas dan Wewenang Kantor Urusan Agama Kecamatan Bumijawa Kantor Urusan Agama merupakan lembaga pemerintahan yang berada di bawah naungan Kementrian Agama. Tugas pokok Kantor Urusan Agama Kecamatan Bumijawa adalah menyelenggarakan atau melaksanakan tugas Kantor Kementrian Agama Kabupaten atau Kodya di bidang urusan Agama Islam di wilayah Kecamatan. Hal ini di dasarkan pada Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia No. 18 tahun 1975 (yang disempurnakan) Jo Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia No 45 tahun 1981. Dengan demikian tugas Kantor urusan Agama Kecamatan Bumijawa adalah
menyelenggarakan
5
atau
melaksanakan
sebagian
tugas
Kantor
KUA Kec Bumijawa, Dokumen Kantor Urusan Agama Kecamatan Bumijawa, Bumijawa 11 April 2014.
66
KementrianAgama Kabupaten Tegal di bidang Urusan Agama Islam di wilayah Kecamatan Bumijawa.6 Adapun Program kerja Kantor Urusan Agama kecamatan Bumijawa terbagi dalam program sektoral dan lintas sektoral meliputi: I.Program Sektoral. A. Sarana dan Prasarana kantor 1. Aspek Sumber daya manusia. (SDM) a) Meningkatkan pengetahuan ketrampilan dan kemampuan yang berhubungan dengan urusan kerja kantor, dengan usaha antara lain: Berlangganan majalah NP (Nasehat Perkawinan), Berlangganan majalah Minbar Ulama, Berlangganan majalah Rindang, dan Berlangganan majalah Suara rakyat. mengadakan staf meeting karyawan setiap bulan. (Penyampaian hasil Radin Kantor KUA di Kandepag). b) Pembagian Tugas (Job Deskripsion) Yang telah kami laksanakan meningkatkan dan mempertegas pembagian rincian kerja masing-masing pegawai sehingga tanggung jawab semakin tinggi. c) Meningkatkan Gerakan Disiplin Nasional (GDN) Yang telah dilaksanakan antara alain: Berangkat dan pulang kantor tepat waktu 6
KUA Kec Bumijawa, Laporan Akhir Tahun 2013 dan Rencana Kegiatan Tahun 2014 Kantor Urusan Agama Kecamatan Bumijawa Kabupaten Tegal, Bumijawa, 28 Februari 2014.
67
seperti
yang
telah
ditentukan,
Meningkatkan
budaya
kerja,
Meningkatkan budaya bersih dan Meningkatkan budaya tertib. d) Mengajukan usulan penambahan pegawai. 2. Aspek Gedung a) Meningkatkan pemeliharaan gedung dan mebel antara lain merawat, mengatur, dan membersihkan dengan mengadakan jum`at bersih. b) Pembuatan pagar keliling kantor; c) Perbaikan plavon dan ternit atap gedung; B. Tugas Pokok 1. Aspek NR a) Meningkatkan Administrasi NR yang telah dilaksanakan antara lain: Melakukan penelitian persyaratan kehendak nikah, Meningkatkan tertib penulisan pada model NB, Meningkatkan teknis pemeriksaan pada model NB, Meningkatkan pelayanan mencatat peristiwa nikah. Perincian jumlah nikah, Meningkatkan penulisan pada buku kutipan akta nikah dan langsung menyerahkan setelah selesai akad nikah, Mengirimkan blanko ND ke Pengadilan Agama, Meningkatkan pelayanan dan pengawasan rekomendasi nikah. b) Meningkatkan penasehatan perkawinan yang telah dilaksanakan antara lain: Melaksanakan penasehatan perkawinan pada setiap pemeriksaan calon pengantin, Melaksanakan bimbingan pada calon mempelai,
68
Pemberian buku pintar muslim dan majalah pengantin pada calon mempelai. 2. Aspek Kemasjidan a) Meningkatkan managemen Kemasjidan yang telah dilaksanakan antara lainPendataan mesjid dan
langgar atau mushola, Peningkatan
pembinaan pada pengurus masjid, Meningkatkan pembinaan perpustakaan masjid, Meningkatkan dan pembinaan naskah khotbah dengan cara
menyebarluaskan naskah khutbah terutama dalam
rangka memperingati hari besar Islam dan Nasional. 3. Aspek Zawaibsos (Zakat, Wakaf, Ibadah Sosial) a) Meningkatkan
administrasi
zakat
dan Qurban,
yang telah
dilaksanakan antata lain:Memotivasi dan mengumpulkan data zakat Fitrah dan data Qurban.Memantapkan administrasi perwakafan yang dilaksanakan antaralain:Menyimpan data Wakaf, Memotifasi dan pembinaan kepada nadzir. b) Meningkatkan dan bimbingan Ibadah Sosial antara lain:Memotivasi danmenganjurkan untuk menyantuni anak yatim piatu,bekerja sama dengan pihak Kecamatan dalam mengadakan khitanan massal. 4. Aspek Penyuluhan. a) Meningkatan bimbingan dan pengawasan Majlis Ta`limyang telah dilaksanakan antara lain: Pembinaan majlis ta`lim yang ada di desa, Membantu kelancaran peringatan hari besar Islam (PHBI),
69
Pembinaan terhadap darma wanita unit agama dengan pertemuan rutin setiap bulan. b)
Meningkatkan
dan
pembinaan
serta
bimbingan
TPQyang
dilaksanakan antara lain:Mengadakan Motifasi pada pengurus TPQ, Membantu pengadaan sarana pada TPQ, Mengikutsertakan Festifal atau Karnafal ke tingkat Kabupaten. c) Meningkatkan pembinaan Pada P2A yang dilaksanakan antara lain:Mengkordinir blanko Pemberitahuan Pengajian, Menghadiri Pengajian di desa-desa, Mengadakan Pembinaan terhadap Pengurus P2A Desa. II. Program Lintas Sektoral. a) Meningkatkan dan memantapkan Tri Kerukunan Umat Beragama yang dilaksanakan dengan memberikan penyuluhan ditingkat kecamatan pada setiap momen-momen yang ada. b) Meningkatkan Koordinasi dengan Instansi terkait.Yang telah dilaksanakan antaralain:Selalu
mengikuti
rapat
koordinasi
ditingkat
Kecamatan,
Mengikuti Upacara, Ikut serta secara aktif dalam kegiatan di desa-desa, Ikut aktif dalam program PKK, Bekerjasama dengan pusat Kesehatan Masyarakat, Bekerjasama dengan PLKB, Ikut aktif dalam panitia tingkat Kecamatan dalam rangka kegiatan hari besar Nasional.7
7
KUA Kec Bumijawa, Laporan Akhir Tahun 2013 dan Rencana Kegiatan Tahun 2014 Kantor Urusan Agama Kecamatan Bumijawa Kabupaten Tegal, Bumijawa, 28 Februari 2014.
70
D. Struktur Organisasi Kantor Urusan Agama Kecamatan Bumijawa TABEL V STRUKTUR ORGANISASI KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN BUMIJAWA KMA. No. 42 TAHUN 2004 Kepala KUA H. A. WAKHIDIN, SHi Tata Usaha IMAM SAUQI, SHi Staf H. Khalimi, SHi
Bendahara Mujiharti, SHi
Staf Atikoh, SAg
Pembantu PPN Jejeg 1. Wakhyudin 2. Kusen Guci 1. Solikhin
Carul 1. Makmuri
Sigedong Batumirah 1. Abdul Munir 1. Dakir 2.Taufikurrahman 2. Kanapi 3. Abunaim
Sokatengah 1. Mahmud 2. Damuin 3. Wartono
Sumbaga 1. Kholid 2. Wa’ad 3. Sutarmo
Traju 1. Badrudin 2. Khalil
GunungAgung 1. Jawahir 2. Ma’adin 3. Mansyur
MuncangLarang 1. Sukhemi 2. Abdul Ghoni 3. Sodikin 4. Fauzi
Begawat 1. Munawar 2. Jazuli 3. Sodikin 4. Sodikin
Cawitali 1. Abdul Wahab 2. Satori Bumijawa 1. Sodikin 2. Jawahir 3.Moh.Ghufron 4. Ta’am 5. Jahidi Cempaka 1. Sutaryo 2. Solikhin 3. Surip
DukuhBenda 1. Maghpur 2. Khalimi 3. Zainudin 4.Miftakhudin 5. Saefudin Sumber: Kantor Urusan Agama Kecamatan Bumijawa
Sokasari 1. Nasrudin 2. Patekhin 3. Rosidin 4. Main
Cintamanik 1. Kosim 2. Rojikin
Pager Kasih 1. Faizin 2.Abdussalam 3. Khaerudin
71
TABEL VI DATA PEGAWAI PADA KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN BUMIJAWA TAHUN 2013 No 1 2 3 4
Nama H. A. Wakhidin, S.HI Agus Salam, S.Ag Umi Hani, S.HI Bahrudin Fernandi
Gol III/d III/a III/b -
Tempat/Tgl Lahir Pend Ket Tegal, 9 Maret 1958 S1 Kep. KUA Tegal, 1 April 1968 S1 Penghulu Tegal, 15 Juni 1978 S1 Staf Tegal, 10 September SLTA Honorer 1989 5 Agus Riyadi Tegal, 17 Agustus 1986 S1 Honorer Sumber: Laporan Akhir Tahun Kantor Urusan Agama Kecamatan Bumijawa Tahun 2013 E. Biaya Administarasi Pencatatan Pernikahan di Kantor Urusan Agama Kecamatan Bumijawa Pada kenyataanya dengan berbagai wawancara yang penulis lakukan khususnya di wilayah Kantor Urusan Agama Kecamatan Bumijawa biaya administrasi pencatatan pernikahan di Kantor Urusan Agama Kecamatan Bumijawa sangat beragam yaitu antara Rp 300.000,- Rp 350.000,- dan bahkan ada yang sampai melebihi Rp 500.000,- kejadian ini memang sudah terjadi sejak lama. Dengan perinciannya untuk berbagai macam dari mulai RT, Lebe, dan untuk penghulu yang memimpin jalannya suatu pernikahan. Biaya pencatatan pernikahan yang dilangsungkan di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Bumijawa dikenakan tarif biaya nikah sebesar Rp 300.000.8 sedangkan biaya pencatatan pernikahan yang dilakukan diluar Kantor Urusan Agama
8
Wawancara pribadi secara lisan dan tertulis dengan Hadi Syabana, Sokasari 12 Apil 2014
72
(nikah yang dilaksanakan di rumah, tempat ibadah seperti masjid dan mushola) dikenakan tarif biaya nikah sebesar Rp 600.000.9 Berdasarkan wawancara yang penulis lakukan dengan Mahdi salah satu ketua RT di Desa Jejeg pelaksanaan administrasi pencatatan pernikahan yang dilangsungkan di Kantor Urusan Agama (KUA) dan diluar Kantor Urusan Agama (KUA) biaya administrasinya tidak jauh berbeda asalkan yang melangsungkan pernikahan mengikhlaskan besaran biaya yang harus dikeluarkan pada saat melaksanakan pembayaran administrasi pencatatan pernikahan. Hal ini terjadi karena ketidaktahuan masyarakat akan biaya administrasi pencatatan pernikahan yang sudah terjadi tanpa ada yang mempermasalahkannya dan jumlahnya bervariatif sesuai dengan keikhlasannya masing-masing.10
9
Wawancara Pribadi secara lisan dan tertulis dengan Fatullah, Cempaka 7 April 2014
10
Wawancara Pribadi secara lisan dan tulis dengan Mahdi, Jejeg 11 April 2014
BAB IV ANALISA BIAYA PENCATATAN PERNIKAHAN
A. Tingginya Biaya Administrasi Pencatatan Pernikahan di Kantor Urusan Agama Kecamatan Bumijawa Hingga kini Jawa Tengah masih terbelenggu oleh kemiskinan dan ketimpangan kesejahteraan, Tingkat kemiskinan di Jawa Tengah tergolong tinggi. Tahun lalu, angka kemiskinan propinsi ini mencapai 14,4%. Selain menjadi yang tertinggi kedua di Pulau Jawa, tingkat kemiskinan di propinsi ini juga masih lebih tinggi dibandingkan dengan angka kemiskinan nasional. Demikian pula dengan kedalaman dan keparahan kemiskinan. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, angka indeks Jawa Tengah untuk kedua indikator tersebut masih lebih tinggi daripada angka nasional. Indikator ketimpangan kesejahteraan bahkan semakin tinggi. Data BPS menunjukan tren yang terus meningkat. Pada 15 tahun lalu, indek gini provinsi masih 0,264. Namun, angkanya terus merangkak naik hingga mencapai 0,387 tahun 2013.1 Seperti yang terjadi tepatnya di Kecamatan Bumijawa Kabupaten Tegal Propinsi Jawa Tengah merupakan kantong daerah keluarga miskin terbesar di
1
Yuliana Rini Dy, Litbang Kompas. Idamkan Perubahan Signifikan: Efisiensi Belanja Daerah dalam Peningkatan Kesejahteraan Provinsi Jawa Tengah, Kompas, Kamis 13 Maret 2014.
73
74
Kabupaten Tegal dengan jumlah 12.475 keluarga atau 11,08% total keluarga miskin di Kabupaten Tegal.2 Namun beberapa pendekatan atau tepatnya penyesuaian dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dalam menghitung batas miskin. Kajian utama didasarkan pada ukuran pendapatan (ukuran finansial), dimana batas kemiskinan dihitung dari besarnya rupiah yang dibelanjakan per kapita sebulan untuk memenuhi kebutuhan minimum makanan dan bukan makanan. Untuk kebutuhan makanan meliputi pengeluaran untuk perumahan, sandang, serta aneka barang dan jasa. Pengeluaran bukan makanan ini dibedakan antara perkotaan dan pedesaan. United
Nations
Development
Programme
(UNDP)
mendefinisikan
kemiskinan sebagai kelaparan, ketiadaan tempat berlindung, ketidakmampuan berobat ke dokter jika sakit, tidak mempunyai akses dan buta huruf,tidak mempunyai pekerjaan, takut akan masa depan, hidup dalam hitungan harian, ketidakmampuan mendapatkan air bersih, ketidakberdayaan, tidak ada keterwakilan dan kebebasan. Sebagian besar penduduk di wilayah kecamatan bumijawa bermata pencaharian sebagai buruh tani dengan penghasilan < Rp. 180.000/bulan sehingga menurut BPS, 2005 termasuk golongan masyarakat miskin, bahkan menurut UNDP
2
Dinas Pemberdayaan Masyarakat, Keluarga Berencana dan Kesejahteraan Sosial Kabupaten Tegal, 2005.
75
mereka dalam kondisi ketidakberdayaan, tidak mempunyai pekerjaan, hidup dalam hitungan harian, dan lain sebagainya.3 Adapun faktor geografis internal seperti terdapat di desa Begawat dan Desa Sawangan Kecamatan Bumijawa dimana tingkat kemiringan menuju lokasi lebih dari 450-500, jalan berbatu dan tidak rata (terjal) sehingga kalau hujan jalan menjadi licin dan berbahaya. Padahal mereka termasuk golongan keluarga miskin dan tinggal di daerah miskin pula.4 Berdasarkan analisis geografis maka daerah/desa yang perlu mendapat prioritas peningkatan kualitas aksesnya adalah desa Begawat dan Desa Sawangan dimana desa tersebut memiliki derajat kemiringan yang tinggi 450-500, jalan berbatu, sempit dan terjal. Dengan kondisi geografis wilayah kecamatan bumijawa yang berbukit-bukit sulit di jangkau dan naik turun ditambah jumlah penduduk yang sebagian besar bermata pencaharian sebagai buruh petani dan buruh pemetik daun teh di perkebunan mereka seolah keberatan dengan biaya administrasi pencatatan pernikahan yang cukup tinggi. apalagi dengan adanya pihak ketiga yang memungut biaya administrasi pencatatan pernikahan yang tidak melampaui biaya yang di tetapkan menurut undang-undang.
3
Achmad Budhi Zahidy, Perluasan Akses Pelayanan Pendidikan smp (Kecamatan Bumijawa Kabupaten Tegal), (Semarang: Undip, Thesis, 2008). h. 83. 4
Wawancara Pribadi secara lisan dan tertulis dengan Sudiryo, Dukuh Benda 10 April 2014.
76
Seolah dengan kebiasaan dan tradisi setiap masyarakat di wilayah Kantor Urusan Agama Kecamatan Bumijawa yang akan melangsungkan pernikahan. mereka hanya menanyakan biaya yang harus di keluarkan untuk administrasi pencatatan pernikahan kepada tetangga ataupun yang sudah melaksanakan pernikahan (membayarkan administrasi biaya pencatatan pernikahan) bukan menanyakan kepada petugas pencatat nikah (PPN) atau penghulu secara langsung. kebiasaan inilah yang sudah terjadi sejak lama, sehingga menimbulkan ketidakjelasan pembengkakan berapa biaya administrasi pencatatan pernikahan yang harus di bayarkan masyarakat yang akan melangsungkan pernikahan kepada Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Bumijawa. Dengan realita kejadian terkait dengan biaya administrasi pencatatan pernikahan yang terjadi di wilayah Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Bumijawa, Mungkin bagi masyarakat yang mampu dan penghasilanya sudah tercukupi kejadian seperti ini biasa saja. Tetapi dengan masyarakat yang mayoritas pekerjaanya sebagai buruh petani dan buruh pemetik daun teh di perkebunan yang penghasilanya tidak menentu terkadang dalam seharipun merekatidak ada pemasukan. Bahkan untuk makan dan biaya sehari-hari pun ala kadarnya. Penulis mengamati bahwa dengan berbagai wawancara yang penulis lakukan mereka keberatan dengan mahalnya biaya yang harus di bayarkan untuk pelaksanaan administrasi pencatatan pernikahan padaKantor Urusan Agama Kecamatan Bumijawa.
77
Melalaui wawancara yang penulis lakukan dengan Adnan salah satu warga yang bertempat tinggal di desa begawat. Bahwa mayoritas penduduk desa begawat adalah sebagai buruh petani yang penghasilanya pas-pasan mereka mengatakan bahwa dalam pelaksanaan pernikahanya yang dilaksanakan di Kantor Urusan Agama ditarik biaya sebesar Rp 350.000,- apalagi ditambah jika keluarga mau ikut menyaksikan pernikahan di Kantor Urusan Agama saya harus menyewa 3-4 mobil. Bayangkan jika satu mobil yang saya sewa itu mengeluarkan biaya sebesar Rp 300.000,- (tiga ratus ribu rupiah) kalo saya menyewa 4 mobil berarti saya mengeluarkan uang sebesar Rp 1.200.000,- (satu juta dua ratus ribu upiah) belum lagi jika di Kantor Urusan Agama saya memberikan uang rokok/makanan bagi keluarga ataupun sanak saudara yang ikut menyaksikan pernikahan di Kantor Urusan Agama Kecamatan Bumijawa ini di luar batas kemampuan saya. saya setuju saja karena ini merupakan suatu kebutuhan mau tidak mau kalo memang sudah menjadi kebutuhan ada ataupun tidak ada harus membayarnya.5 Melalui wawancara yang penulis lakukan dengan salah satu Kepala Desa Dukuh Benda Sudiryo. Memang pada peraturan perundang-undangan biaya pencatatan pernikahan itu bisa di katakan murah yaitu Rp 30.000. Tetapi pada praktiknya ini sangat memberatkan masyarakat apalagi di desa Dukuh Benda yang mayoritas masyarakatnya buruh petani mereka harus mengeluarkan uang cukup besar yaitu antara Rp 700.000,- sampai 900.000. dengan perincianya untuk berbagai macam
5
Wawancara pribadi secara lisan dan tertulis dengan Adnan, Begawat 28 April 2014.
78
seperti transpot kendaraan mobil, untuk lebe, ngurus-ngurus administrasi. Sedangkan masyarakat di Dukuh Benda dalam sehari saja terkadang mereka tidak ada pemasukah pendapatan. Kata Sudiryo salah satu Kepada Desa Dukuh Benda berkata “Biar kesohor tapi ketekor” yang artinya katanya murah tetapi pada kenyataanya membuat bangkrut masyarakat.6 B. Faktor
yang
menyebabkan
Tingginya
Biaya
Administrasi
Pencatatan
Pernikahan di Kecamatan Bumijawa Faktor yang menyebabkan tingginya administrasi pencatatan pernikahan di Kantor Urusan Agama Kecamatan Bumijawa diantaranya yaitu: a. Adanya kebiasaan-kebiasaan seseorang yang akan melangsungkan pernikahan hanya bertanya kepada tetangga bukan bertanya langsung kepada petugas pencatat nikah (PPN) dan penghulu yang memimpin pelaksanaan pernikahan.7 b. Ketidaktahuan masyarakat di wilayah Kantor Urusan Agama Kecamatan Bumijawa tentang berapa biaya administrasi pencatatan pernikahan menurut Undang-Undang.8 c. Masih
banyaknya
masyarakat
yang
mempercayakan
pengurusan
administrasi pencatatan nikah mereka kepada orang lain dan sulitnya
6
Wawancara Pribadi secara lisan dan tertulis dengan Sudiryo, Dukuh Benda 10 April 2014.
7
Wawancara Pribadi secara lisan dan tertulis dengan Sudiryo, Dukuh Benda 10 April 2014
8
Wawancara Pribadi secara lisan dengan Suparti, Sumbaga 6 April 2014.
79
jangkauan area kerja Kantor Urusan Agama yang tidak ditunjang dengan prasarana yang memadai.9 d. Adanya Petugas Pembantu Pencatat Nikah (P3N) dan penghulu yang berlaku kurang profesional kepada masyarakat.10 e. Transportasi angkutan umum yang menjadi salah satu faktor penyebab tingginya biaya administrasi pencatatan pernikahan, apalagi di tambah dengan letak geografis wilayah Kecamatan Bumijawa yang berbukit-bukit naik turun dan tidak bisa di jangkau dengan kendaran roda empat. Tetapi harus menggunakan kendaraan roda dua dengan ongkos yang mahal. Belum lagi ada kewajiban masyarakat untuk mengganti biaya transpot lebe yang membantu berlangsungnya administrasi pencatatan pernikahan. f. Faktor geografis yang memiliki karakteristik, berbukit dan derajat kemiringan yang relatif tinggi (400–600). Dilihat dari daerah khususnya di wilayah Kantor Urusan Agama Kecamatan Bumijawa yang sulit dijangkau dengan transportasi, maka letak geografis ini menjadi faktor yang menyebabkan tingginya administrasi pencatatan pernikahan.11 g. Adanya budaya masyarakat yang menghendaki pernikahan dilaksanakan di luar Kantor Urusan Agama dan di luar hari dan jam kerja. Semua ini menambah jumlah biaya karena harus mengeluarkan uang tambahan untuk 9
Wawancara Pribadi secara tertulis dengan Agus Salim, Gunung Agung 9 Maret 2014.
10
11
Wawancara Pribadi secara tertulis dengan Purwanto, Jejeg 9 Maret 2014
Wawancara Pribadi secara lisan dan tertulis dengan Sudiryo, Dukuh Benda 10 April 2014.
80
transport dan jasa profesional penghulu,apalagi jika seorang penghulu dituntut untuk membawakan khutbah nikah, menjadi wali pengganti bagi mempelai perempuan yang akan menikah.12 h. Adanya pungutan-pungutan yang tidak jelas dari pihak ketiga(Calo) sehingga terjadi pembengkakan terkait dengan kisaran biaya administrasi pelaksanaan pencatatan pernikahan.13 i. Besaran biaya pengurusan pernikahan sebagaimana dikeluarkan oleh suatu keluarga terdahulu yang sudah melangsungkan pernikahan, kemudian diikuti oleh keluarga sesudahnya yang selevel dan sama-sama punya rencana menikahkan. Jumlah tersebut seakan menjadi tarif resmi di lingkungannya.14 j. Kurangnya sosialisasi terkait dengan besaran berapa biaya administrasi pencatatan pernikahan pada Kantor Urusan Agama Kecamatan Bumijawa dan dari pihak Kantor Urusan Agama ataupun petugas-petugas Kantor Urusan Agama yang tidak menjelaskan prosedur dan biaya resmi administrasi pencatatan pernikahan kepada masyarakat.15
12
Wawancara pribadi secara lisan dan tertulis dengan H. A. Wakhidin Kepala Kantor Urusan Agama, Bumijawa 10 April 2014. 13
Wawancara pribadi secara lisan dan tertulis dengan Agus Salam penghulu Kantor Urusan Agama Kecamatan Bumijawa, Bumijawa 30 April 2014. 14
Wawancara Pribadi secara lisan dan tertulis dengan Ma’mun Kepala desa Begawat, Begawat 24 April 2014. 15
2014.
Wawancara pribadi secara lisan dengan Darojat Kepala desa Cawitali, Cawitali 28 April
81
C. Sosialisasi biaya administrasi pencatatan pernikahan di Kantor Urusan Agama pada masyarakat kecamatan bumijawa Sosialisasi adalah proses atau tranfer kebiasaan atau nilai dan aturan dari suatu generasi
lainya
dalam
sebuah
kelompok
atau
masyarakat
yaitu
upaya
memasyarakatkan segala sesuatu sehingga lebih menjadi dikenal, dipahami ataupun dapat dihayati oleh masyarakat.16 Berdasarkan jenisnya sosialisasi dibedakan menjadi dua; sosialisasai primer (dalam keluarga), dan sosialisasi sekunder (dalam masyarakat). Proses tersebut berlangsung dengan institusi total yaitu tempat tinggal dan tempat bekerja. Dalam kedua instansi tersebut, terdapat sejumlah individu dalam situasi yang sama, terpisah dari masyarakat luas dalam jangka waktu kurun tertentu.17 Dari pengertian diatas bahwa dapat disimpulkan kegiatan sosialisasi dibedakan dari kegiatan komunikasi antar personal (Interpersonal Comunication) dimana komunikasi antar personal merupakan proses penyampaian informasi, gagasan dan sikap dari seseorang kepada orang lain. Satuan-satuan lingkungan sosial yang melingkari individu seperti keluarga, lembaga, komunitas dan masyarakat yang dapat menciptakan sosialisasi. Dalam pelaksanaannya sosialisasi tentang biaya administrasi pencatatan nikah, pegawai Kantor Urusan Agama Kecamatan Bumijawa tidak selamanya dapat melaksanakan tugas dan fungsinya secara sempurna. Sesuai dengan apa yang telah 16
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), h. 1085. 17
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 1085.
82
direncanakan sebelumnya. Beberapa hambatan ada saja yang menghalangi yang jika tidak dicarikan jalan keluarnya seberapapun kecilnya hambatan ini akan berpengaruh pada keberhasilan program pelaksanaan sosialisasi biaya administrasi pencatatan nikah itu sendiri. Adanya hambatan itu karena pada kenyataanya sosialisasi biaya administrasi pencatatan pernikahan sangat sulit sekali disosialisasikan karena terjadi berbagai kendala seperti jauhnya lokasi yang sulit dijangkau oleh lembaga Kantor Urusan Agama dan minimnya tenaga yang bekerja. Atas dasar yang demikian Kantor Urusan Agama tidak dapat memastikan bahwa seluruh warga yang belum menikahdan para remaja belum mengetahui tentang biaya administrasi pernikahan yang sesungguhnya.18 Sosialisasi peraturan perundang-undangan tentang perkawinan pun sudah dilaksanakan oleh Kantor Urusan Agama Kecamatan Bumijawa, meskipun baru sebatas mengumumkan di papan pengumuman yang ada di depan Kantor Urusan Agama, menjelaskan tata cara pendaftaran, tetapi belum termasuk menjelaskan sosialisasi jumlah biaya resmi yang wajib dibayar dan biaya-biaya lain di luar biaya resmi kepada warga masyarakat yang datang ke Kantor Urusan Agama.19 PMA No. 11 Tahun 2007 merupakan Peraturan Mentri Agama (PMA) tentang pencatatan nikah yang merupakan pengganti dan penyempurna dari keputusan Menteri Agama No. 477 Tahun 2004 tentang pencatatan nikah. 18
Wawancara pribadi secara lisan dan tertulis dengan Agus Salam penghulu Kantor Urusan Agama Kecamatan Bumijawa, Bumijawa 30 April 2014. 19
Wawancara pribadi secara lisan dan tertulis dengan H. A. Wakhidin Kepala Kantor Urusan Agama, Bumijawa 10 April 2014.
83
Kurangnya sosialisasi mengenai besarnya biaya pencatatan nikah yang sesungguhnya, sehingga adanya opini masyarakat mengenai mahalnya biaya pencatatan nikah. Hal ini jelas bertentangan dengan KMA No. 30 tahun 2003 yang menyebutkan bahwa besarnya biaya administrasi pencatatan nikah yaitu sebesar Rp 30.000 (tiga puluh ribu rupiah) dengan catatan pernikahan tersebut harus dilaksanakan bertempat di Kantor Urusan Agama pada wilayah kompetensinya pada jam kerja Kantor Urusan Agama tersebut. Dalam hal ini untuk pernikahan yang dilaksanakan bertempat diluar Kantor Urusan Agama dan dilaksanakan di luar jam kerja Kantor Urusan Agama tersebut, sehingga mengharuskan pegawai pencatat nikah untuk menghadiri pernikahan tersebut maka biaya transportasi dibebankan kepada pihak keluarga mempelai.20 Dalam berbagai wawancara yang penulis lakukan dengan warga masyarakat Kecamatan Bumijawa realitanya tidak demikian, bahwa pernikahan
yang
dilaksanakan di Kantor Urusan Agama Kecamatan Bumijawa biaya administrasi pencatatan pernikahan tidak sesuai dengan peraturan Undang-Undang yang telah di tetapkan dan melampaui batas biaya yang telah ditentukan. Sedangkan melalui berbagai wawancara yang penulis lakukan kepada masyarakat khususnya di wilayah Kecamatan Bumijawa terkait dengan sosialisasi tentang biaya administrasi pencatatan pernikahan yang dilakukan oleh Kantor Urusan Agama Kecamatan Bumijawa kepada masyarakat menurut masyarakat dan para
20
Siti Nurhairunnisa Adini, Urgenitas Pelaksanaan Pencatatan Nikah (studi kasus KUA Kecamatan Larangan, (Jakarta: Fakultas syariah dan Hukum, 2008), h. 54.
84
remaja yang khususnya berdomisili di wilayah Kecamatan Bumijawa tidak ada sosialisasinya.21 TABEL VII Wawancara adanya sosialisasi tarif biaya administrasi pencatatan pernikahan di Kantor Urusan Agama Kecamatan Bumijawa
No
Nama
Desa
Sosialisasai Pencatatan Pernikahan Ya
1
Syarif Hidayat
2
_
Tidak ada
Bambang Sumitro Bumijawa
_
Tidak ada
3
Purwanto
Jejeg
_
Tidak ada
4
Edi Irwanto
Cintamanik
_
Tidak ada
5
Wiwi Handayani
Cawitali
_
Tidak ada
6
Khoirul Anam
Guci
_
Tidak ada
7
Agus Salim
Gunung Agung
_
Tidak ada
8
Adnan
Begawat
_
Tidak ada
9
Desta Urifullah
Batumirah
_
Tidak ada
10
Hadi Sabana
Sokasari
_
Tidak ada
11
Diniyah
Pagerkasih
_
Tidak ada
12
Nurhikmah
Traju
_
Tidak ada
13
Suparti
Sumbaga
_
Tidak ada
21
Sokatengah
Tidak
Wawancara dengan masyarakat di wilayah Kecamatan Bumijawa, 18 April 2014.
85
14
Fatullah
Cempaka
_
Tidak ada
15
Novi Azizah
Muncang Larang
_
Tidak ada
Dari wawancara yang dilakukan penulis terhadap masyarakat di wilayah Kantor Urusan Agama Kecamatan Bumijawa, Sosialisasi terkait dengan tarif biaya administrasi pencatatan pernikahan tidak ada sosialisasinya.
86
D. Analisis Penulis Dari 18 desa yang terdapat di wilayah Kecamatan Bumijawa penulis hanya mengambil sampel 12 desa untuk diteliti. Adapun peta daerah penelitianya adalah:
Sumber: Data Kantor Kecamatan Bumijawa Tahun 2014 Dari beberapa wawancara yang penulis lakukan, terlihat jelas bahwa tarif pembayaran biaya administrasi pencatatan pernikahan, baik pernikahan yang
87
dilangsungkan di Kantor Urusan Agama ataupun pernikahan yang dilangsungkan dirumah tidak jauh berbeda sebagaimana data berikut ini:
1
Bumijawa
Bumijawa
Guru
Biaya Pencatatan Nikah KUA Rumah Rp 350.000,- Rp 600.000,-
2
Sokatengah
Sokatengah
Tani
Rp 250.000,-
Rp 500.000,-
No
Nama Desa
Kelurahan
Pekerjaan
Krajan 3
Cawitali
Cawitali
Tani
Rp 200.000,-
Rp 600.000,-
4
Dukuh Mungli
Batumirah
Tani
Rp 250.000,-
Rp500.000,-
5
Dukuh Tengah
Guci
Tani
Rp 250.000,-
Rp 400.000,-
6
Jejeg
Jejeg
Pedagang
Rp 250.000,-
Rp 500.000,-
7
Sumbaga
Sumbaga
Pedagang
Rp 250.000,-
Rp 450.000,-
8
Dukuh Sarjem
Cintamanik
Tani
Rp 350.000,-
Rp 500.000,-
9
Cempaka
Cempaka
Supir
Rp 350.000,-
Rp 600.000,-
10
Dukuh Riwan
Traju
Swasta
Rp 300.000,-
Rp 450.000,-
11
Dukuh Mobok
Begawat
Tani
Rp 350.000,-
Rp 500.000,-
12
Dukuh Benda
Dukuh Benda
Buruh Tani
Rp 350.000,-
Rp 600.000,-
88
Hal ini dikarenakan adanya ketidaktahuan masyarakat tentang kisaran biaya yang mereka harus bayarkan untuk biaya administrasi pencatatan pernikahan dan adanya pihak-pihak ketiga yang memungut kisaran biaya administrasi pencatatan pernikahan yang tidak wajar ditambah lagi apabila ada para oknum yang memanfaatkan hal ini. Bahkan dalam praktiknya pernikahan yang dilaksanakan di Kantor Urusan Agama itu biaya yang dikeluarkan masyarakat khususnya warga Kecamatan Bumijawa biaya adiminisrasi pencatatan pernikahan lebih mahal dibandingkan pernikahan yang dilaksanakan di rumah, dikarenakan terjadi banyak kendala seperti adanya letak geografis yang terlalu jauh sehingga masyarakat dituntut menyewa mobil untuk acara pelaksanaan ijab kabul yang dilaksanakan di Kantor Urusan Agama Kecamatan Bumijawa. Dari hasil wawancara yang penulis lakukan dengan warga desa yang lokasinya jauh dari Kantor Urusan Agama Kecamatan Bumijawa mereka menghendaki pernikahan dilaksanakan dirumah saja, karena lebih simpel dan tidak terlalu banyak pengeluarannya. Mereka juga lebih puas karena banyak yang menyaksikan baik dari sanak saudara ataupun tetangga desa yang datang untuk menyaksikan. Menurut Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan Bumijawa yang menjadi faktor-faktor penyebab tingginya biaya administrasi pencatatan pernikahan adalah letak geografis yang berbukit-bukit, dekat jauhnya lokasi, lamanya dalam
89
melaksanakan pernikahan ditambah dengan acara ceramah sebelum melakukan ijab kabul dalam pelaksanaan pernikahan.22 Menurut berbagai wawancara yang penulis lakukan dengan masyarakat di wilayah Kecamatan Bumijawa terkait dengan
sosialisasi mengenai pentingnya
kisaran biaya administrasi pencatatan pernikahan dari Kantor Urusan Agama kepada seluruh masyarakat yang berada di wilayah Kantor Urusan Agama Kecamatan Bumijawa bahwa sosialisasi belum pernah dilakukan akibatnya terjadi pembengkakan pemungutan biaya administrasi pencatatan pernikahan. Walaupun demikian Kantor Urusan Agama Kecamatan Bumijawa telah memberikan buku bimbingan pernikahan pada masyarakat yang baru mendaftar untuk melangsungkan pernikahan dan mensosialisasikan Undang-Undang nomor 1 Tahun 1974 tentang pernikahan. Setidaknya mereka tahu tentang bagaimana cara mewujudkan keluarga yang sejahtera sakinah mawaddah warahmah.23 Dalam sosialisasi biaya administrasi pencatatan pernikahan terkendala karena kurangnya biaya, alat transportasi dan tenaga yang bekerja. Sebenarnya hal tersebut tidak menjadi kendala asalkan Kepala Kantor Urusan Agama mengundang Ulama dan muadzin untuk penataran di KUA bahwa dalam setiap pelaksanaan shalat jum’at di dalam khutbahnya harus ada materi tentang Undang-undang No 1 Tahun 1974 khususnya dalam biaya pencatatan Pernikahan menurut Undang-undang. 22
Wawancara Pribadi secara lisan dan tertulis dengan Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan Bumijawa H. A. Wakhidin, Bumijawa 10 April 2014. 23
Wawancara Pribadi secara lisan dan tertulis dengan Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan Bumijawa H. A. Wakhidin, Bumijawa 10 April 2014.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan uraian-uraian pada bab-bab sebelumnya, maka pada bagian ini peneliti akan menyimpulkan hasil penelitian dari lapangan, dengan menjawab segala bentuk pertanyaan yang diajukan dalam rumusan masalah. Jawaban ini merupakan bentuk kesimpulan dari tujuan penelitian yang telah dilakukan selama kurun waktu yang telah ditentukan. Adapun kesimpulan yang dapat diambil sebagai berikut: 1. a. Biaya administrasi pencatatan pernikahan sebagaimana yang terjadi di wilayah Kantor Urusan Agama Kecamatan Bumijawa itu sangat tinggi, apalagi wilayah Kecamatan Bumijawa mayoritas penduduknya kurang mampu dan bekerja sebagai petani. Biaya Administrasi Pencatatan Pernikahan yang dilaksanakan baik di balai nikah Kantor Urusan Agama (KUA) atau di Luar balai nikah Kantor Urusan Agama tidak jelas. Hal ini terjadi karena adanya ketidaktahuan masyarakat tentang berapa kisaran biaya pencatatan pernikahan yang sesungguhnya. b. Penentukan besaran biaya administrasi pencatatan pernikahan bagi masyarakat oleh Kantor Urusan Agama masih mengacu pada PP No. 47 tahun 2004 sebesar Rp. 30.000,-. Hanya saja, banyak masyarakat yang masih belum tahu mengenai besaran biaya ini, meski banyak Kantor Urusan Agama telah memasang
90
91
pengumuman mengenai besaran biaya di depan gedung. Selain sudah menjadi kebiasaan masyarakat yang selalu meminta pihak ketiga untuk mengurus administrasi pencatatan pernikahan di Kantor Urusan Agama, sehingga mereka tidak mengetahui sendiri prosedur administrasi pencatatan pernikahan yang ada di Kantor Urusan Agama. Masyarakat pun tidak mengetahui hal ini, karena kurangnya sosialisasi dari pihak Kantor Urusan Agama dan petugas-petugas Kantor Urusan Agama yang tidak menjelaskan prosedur dan biaya yang resmi terkait dengan administrasi pencatatan pernikahan kepada masyarakat yang datang ke Kantor Urusan Agama. 2. a. Faktor penyebab terjadinya pembengkakan biaya pencatatan administrasi pernikahan yang dikeluarkan masyarakat, yaitu; Pertama dari faktor masyarakat sebagai pengguna jasa Kantor Urusan Agama sendiri yang memberikan imbalan lebih dari standar ketentuan administrasi, dan dari pihak Kantor Urusan Agama yang meminta imbalan lebih dari ketentuan yang seharusnya. Kedua dari pihak masyarakat sudah terjadi pembengkakan biaya karena adanya pihak-pihak ketiga, selain calon pengantin dan penghulu yang menganggap bahwa uang kerahiman atau uang tambahan selain Rp.30.000,yang telah dibayarkan juga dianggap sebagai biaya resmi. Ketiga adanya budaya masyarakat yang menghendaki pernikahan dilaksanakan di luar Kantor Urusan Agama dan di luar hari dan jam kerja, sehingga berakibat menambah tingginya biaya administrasi pencatatan pernikahan, karena harus mengeluarkan uang tambahan untuk transport penghulu dan juga jasa profesional penghulu,
92
selain tidak jarang penghulu yang juga diminta untuk membawakan khutbah nikah, menjadi wali pengganti bagi mempelai perempuan, dan sebagainya. b. Kendala penetapan tarif nikah yang sesuai dengan aturan PP No. 47 Tahun 2004 adalah; Pertama, adanya keinginan masyarakat Bumijawa untuk melangsungkan pernikahan di luar balai nikah KUA, sedang letak geografis dan kondisi wilayah desa di kecamatan Bumijawa yang variatif, sehingga menyulitkan bagi KUA untuk menentukan secara tepat berapa keseluruhan biaya administrasi pencatatan pernikahan. Kedua, adanya tingkat ekonomi yang berbeda, sehingga imbalan yang diberikan pun berbeda sesuai kadar kemampuan pengguna jasa petugas KUA. Hal ini menjadi kesulitan dalam menentukan standar besaran biaya pelayanan, sehingga pada akhirnya akan terjadi perbedaan besaran biaya. Ketiga, adanya biaya tambahan karena adanya tambahan tugas kepada petugas KUA atau penghulu, seperti memberikan khutbah nikah, pembaca doa, memandu pembacaan shighat nikah, dan menjadi wali pengantin perempuan. Sehingga hal ini menyulitkan dalam menentukan besaran biaya yang dibebankan kepada masyarakat. Ketiga kendala diatas mengabaikan kemampuan ekonomi masyarakat tidak mampu yang dituntut untuk membayar biaya administrasi pencatatan pernikahan sebagaimana yang biasa diberikan masyarakat pada umumnya. 3.
Sosialisasi kisaran biaya administrasi pencatatan pernikahan seharusnya dilakukan oleh lembaga Kantor Urusan Agama (KUA) kepada masyarakat di wilayah Kecamatan Bumijawa, khususnya di desa-desa di wilayah Kecamatan
93
Bumijawa. Akan tetapi sosialisasi kisaran biaya administrasi pencatatan pernikahan tersebut tidak dilakukan, karena berbagai kendala seperti; letak geografis yang berbukit, minimnya transportasi, dan minimnya tenaga yang bekerja. Akibatnya banyak masyarakat yang tidak mengetahui pembiayaan tersebut. Namun pihak Kantor Urusan Agama dan penghulu telah memberikan bimbingan kepada calon pengantin tentang hakikat keluarga sakinah sebelum ijab kabul dilakukan dan menjelaskan tata cara pendaftaran pernikahan pada calon pengantin. B. Saran-saran Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang penulis lakukan mengenai “Faktor Penyebab Biaya Administrasi Pencatatan Pernikahan Menjadi Tinggi”, maka penulis dengan ini menyarankan beberapa hal yakni sebagai berikut: 1.
Hendaknya Kepala Kantor Urusan Agama memonitor pegawai lainnya apakah sudah menjalankan pekerjaannya dengan baik dan benar.
2.
Hendaknya Kepala Kantor Urusan Agama dapat selalu aktif mensosialisasikan pencatatan pernikahan melalui seminar-seminar yang diadakan oleh kamenag dalam melakukan penyuluhan-penyuluhan hukum mengenai pencatatan nikah dan sosialisasi mengenai biaya administrasi pencatatan nikah yang sebenarbenarnya tentang perlunya mengetahui berapa kisaran biaya untuk administrasi pencatatan pernikahan terhadap para putra-putri yang sudah remaja, pasangan-pasangan yang belum menikah serta orang tua melalui
94
pendekatan-pendekatan yang bervariasi sesuai dengan kecenderungan minatnya masing-masing. 3.
Kepada Kepala Desa, yang selaku administrator pemerintahan, administrator pembangunan
kemasyarakatan.
Hendaknya
dapat
selalu
memberikan
pelayanan sebaik-baiknya khususnya dalam masalah surat-menyurat dan mensosialisasikan kisaran biaya administrasi pencatatan pernikahan yang sebenarnya. 4.
Untuk mendorong kinerja Kantor Urusan Agama secara profesioanal, perlu meningkatkan prasarana fisik dan menjadikan Kantor Urusan Agama tidak sekedar sebagai pelayan keagamaan, tetapi juga sebagai pusat pelayanan publik yang harus mengikuti perkembangan sosial ekonomi. Kesejahteraan pegawai atau aparat Kantor Urusan Agama perlu lebih diperhatikan dan disesuaikan dengan beban tugasnya masing-masing.
5.
Permasalahan lingkungan dalam arti fisik (geografis) perlu mendapat perhatian serius. Walaupun jarak tempuh sangat jauh tetapi bila akses mudah dan layanan angkutan (transportasi) semakin meluas maka masalah geografis (jarak tempuh) tersebut tidak menjadi masalah untuk diadakan sosialisasi tentang biaya administrasi pencatatan pernikahan.
6.
Perlu adanya efektivitas kerja sama dengan berbagai pihak, seperti LembagaLembaga sosial, masyarakat dan birokrasi pemerintahan untuk melakukan koordinasi dengan para lembaga swadaya masyarakat, sehingga pemerintah dan masyarakat dapat bergandengan tangan, bergotong royong, bahu
95
membahu dalam sosialisasi pelaksanaan terkait dengan biaya administrasi pencatatan pernikahan. 7.
Bagi pihak Kantor Urusan Agama Kecamatan Bumijawa hendaknya menyediakan mobil gratis untuk warga masyarakat Kecamatan Bumijawa yang akan menikah di Kantor Urusan Agama, tetapi jauh dari jangkauan. Sehingga masyarakat yang kurang mampu tidak merasa terbebani.
DAFTAR PUSTAKA
Abas, Ahmad Sudirman. Pengantar Pernikahan: Analisis Perbandingan antar mazhab, (Jakarta: PT. Prima Heza Lestari, 2006). Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: CV. Akademika Presindo, 2007). Zahidy, Achmad Budhi. Perluasan Akses Pelayanan Pendidikan smp (Kecamatan Bumijawa Kabupaten Tegal), (Semarang: Undip, Thesis, 2008). Adini, Siti Nurhairunnisa. Urgenitas Pelaksanaan Pencatatan Nikah (studi kasus KUA Kecamatan Larangan, (Jakarta: Fakultas syariah dan Hukum, 2008). Ali, Zainudin. Hukum Perdata Islam Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006). Alimin dan Nurlaelawati, Euis. Potret Administrasi Perkawinan Indonesia, (Ciputat: Omit Publishing, 2013). Al-Qur’an al-Karim. Amin, Ma’ruf. Fatwa-Fatwa Masalah Pernikahan dan Keluarga, (Jakarta: Elsas, 2008). Athi’ah, Anni. Mahalnya Biaya Pencatatan Nikah, diakses pada tanggal 23 Desember 2013.dari http://jatim1.kemenag.go.id/file/dokumen/304lensut5.pdf 23-12-2013 Asmin, Status Perkawinan antar Agama di Tinjau dari Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974, (Jakarta: PT. Diyan Rakyat, 1986). Aulia, Nuansa. Kompilasi Hukum Islam, Hukum Perkawinan, Hukum Kewarisan, Hukum Perwakafan, (Bandung: Nuansa Aulia, 2008). Aziz, Abdul bin Shaleh. Nikah dengan Niat Talak?, (Surabaya: Pustaka Progresif, 2004). Charlie, Ahmad Tholabi. Hukum Keluarga Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2013). Depag RI, Direktorat Jenderal Bimbingan masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Depag RI, 2004).
93
94
Depag RI, Profil Kantor Urusan Agama Kecamatan Teladan tahun 2002&2003 (Jakarta: Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, 2003). Depag, Analisis Faktor Terjadinya Perceraian, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pelembagaan Islam, 1997). Depag, Pedoman Konselor Keluarga Sakinah, (Jakarta: Depag RI, 2001). Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Nikah, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994). Djaelani, Abdul qadir. Keluarga Sakinah, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1995). Djalil, Basiq. Peradilan Agama di Indonesia: Gemuruhnya Politik Hukum Islam, Hukum Barat, Hukum Adat, (Jakarta: Kencana, 2006). Eliza, Mona. Pelanggaran Terhadap Undang-Undang Perkawinan dan Akibat Hukumnya, (Ciputat: Adelina Bersaudara, 2009). Kazim, Muhammad Nabil. Buku Pintar Nikah Strategi Jitu Menuju Pernikahan Sukses, (Solo: Samudra, 2007). Kuzari, Ahmad. Nikah Sebagai Perikatan, (Jakarta: Akademika Presindo, 1995). Manan, Abdul. Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006). Mardani, Hukum Perkawinan Islam di Dunia Islam Modern, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011). Nasution, Amir Taat. Rahasia Perkawinan dalam Islam (Jakarta: Ilmu Jaya, 1994). Nuruddin, Amiur dan Tarigan, Akmal Azhari. Hukum Perdata Islam dari Fikih UU No. 1 Tahun 1974 Sampai KHI, (Jakarta: Prenada Media Group, 2004). Prakoso, Djoko dan Murtika, I Ketut. Asas-Asas Hukum Perkawinan di Indonesia, (Jakarta: Bina Aksara, 1987). Prodjodikoro, Wirjono. Hukum Perkawinan di Indonesia, (Bandung: Sumur Bandung, 1960). Rafiq, Ahmad. Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003).
95
Ramulyo, M. Idris. Tinjauan beberapa Pasal Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dari segi Hukum Perkawinana Islam, (Jakarta: Indo Hilco, 1990). Sadily, Hasan. Ensiklopedia Indonesia, (Jakarta: Ichtiar Baru, 1883). Sahrani, Sohari dan Tihami. Fikih Munakahat kajian Fikih Nikah Lengkap, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2009). Saidi, Moh Djafar dan Huseng Rohana. Hukum Penerimaan Negara Bukan Pajak, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010). Saleh, K Wantjik. Hukum Perkawinan Indonesia, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1978) Shaleh, Asrorun Ni’am. Fatwa-Fatwa Masalah Pernikahan dalam Keluarga, (Jakarta: Elsas, 2008). Sosroatmodjo, Asro dan Aulawi, Awasit. Hukum Perkawinan Indonesia, (Jakarta: Bulan Bintang, 1978). Sudarsono dan Ahmad Munir. Dasar-Dasar Agama Islam, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2013). Susanto, Happy. Nikah sirry apa untungnya?, (Jakarta: Visimedia, 2007). Syarifudin, Amir. Hukum Perkawinan di Indonesia, (Jakarta: Prenada Mulia, 2007). Thalib, Sayuti. Hukum Keluarga Indonesia, (Jakarta: UI Press, 1974). Yango, Chuzaimah Tahido, dan Anshary, Hafiz. Problematika Hukum Islam Kontemporer, (Jakarta: LSIK, 1994). Yuliana Rini Dy, Litbang Kompas. Idamkan Perubahan Signifikan: Efisiensi Belanja Daerah dalam Peningkatan Kesejahteraan Provinsi Jawa Tengah, Kompas, 2014 Zain, Muhammad dan Alshadiq, Muhtar. Membangun Keluarga Humanis, (Jakarta: Graha Cipta, 2005).
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2004 TENTANG TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA DEPARTEMEN AGAMA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. Bahwa Departemen Agama telah memiliki tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2000 tentang Tarif Atas Jenis PenerimaanNegara Bukan Pajak yang Berlaku pada Departemen Agama. b. Bahwa dengan adanya pengalihan organisasi, administrasi dan finansial di lingkungan Peradilan Agama ke Mahkamah Agung, dan penambahan jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang baru, serta penyesuaian tarif dan jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak, dipandang perlu mengatur kembali Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Departemen Agama dengan Peraturan Pemerintah; Mengingat: 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Keempat Undang-Undang Dasar 1945. 2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3687);
3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4286). 4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor. 5. Tambahan Lembaran Negara Nomor 4355). 6. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1997 tentang Jenis dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3694) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 1998 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara. Nomor 3760). MEMUTUSKAN Menetapkan PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA DEPARTEMEN AGAMA. Pasal 1 (1) Tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Departemen Agama sebagaimana dimaksud dalam Lampiran IIA Angka (16) Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1997 tentang Jenis dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 52 Tahun 1998, adalah sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah ini. (2) Tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang belum tercakup dalam Peraturan Pemerintah ini, akan disusulkan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam Peraturan Pemerintah ini dan pencantumannya dilakukan dengan Peraturan Pemerintah tersendiri. Pasal 2 Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 mempunyai tarif dalam bentuk satuan Rupiah. Pasal 3 Seluruh Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku padaDepartemen Agama wajib disetor langsung secepatnya ke Kas Negara. Pasal 4 (1) Tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Perguruan Tinggi Agama yang meliputi biaya seleksi ujianmasuk, Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP), dan biaya praktikum dikelompokkan dalam kategori-kategori. (2) Penentuan Perguruan Tinggi Agama yang dikelompokkan dalam kategorikategori sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Menteri Agama. Pasal 5 (1) Kepada mahasiswa yang tidak mampu dapat dibebaskan dari kewajiban pembayaran tarif Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP).
(2)
Kepada mahasiswa yang berprestasi dapat diberikan keringanan 50% (lima puluh persen) dari kewajiban pembayaran tarif Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP).
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria mahasiswa yang tidak mampu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan kriteria mahasiswa yang berprestasi sebagaimana dimaksud dalam ayat . (4) ditetapkan oleh Menteri Agama setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan. Pasal 6 (1) Kepada warga negara yang tidak mampu dapat dibebaskan dari kewajiban pembayaran tarif Biaya Pencatatan Nikah dan Rujuk. (2)
Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria warga negara yang tidak mampu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Menteri Agama setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan. Pasal 7
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2000 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Departemen Agama (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3979) dinyatakan tidak berlaku. Pasal 8 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 18 Oktober 2004 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Ttd
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI Diundangkan di Jakarta pada tanggal 18 Oktober 2004 SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, Ttd
BAMBANG KESOWO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2004 NOMOR 149 LAMPIRAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 47 TAHUN 2004 TANGGAL: 18 OKTOBER 2004 TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA DEPARTEMEN AGAMA JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF (Rp) I. PENERIMAAN DARI PENYELENGGARAAN JASA PENDIDIKAN PERGURUAN TINGGI AGAMA A. Biaya Seleksi Ujian Masuk 1. Diploma, Akta dan Strata 1 (S1) a. Kategori I Per calon mahasiswa 250.000,00 b. Kategori II Per calon mahasiswa 150.000,00 c. Kategori III Per calon mahasiswa 100.000,00 d. Kategori IV 2. Strata 2 (S2) Per calon mahasiswa 50.000,00 a. Kategori I Per calon mahasiswa 400.000,00 b. Kategori II Per calon mahasiswa 300.000,00 c. Kategori III Per calon mahasiswa 200.000,00 d. Kategori IV 3. Strata 3 (S3) Per calon mahasiswa 100.000,00 a. Kategori I Per calon mahasiswa 500.000,00 b. Kategori II Per calon mahasiswa 400.000,00
c. Kategori III Per calon mahasiswa 300.000,00 d. Kategori IV Per calon mahasiswa 200.000,00 JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF (Rp) B. Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) 1. Diploma, Akta dan Strata 1 (S1) a. Kategori I Per mahasiswa/ semester 1.200.000,00 b. Kategori II Per mahasiswa/ semester 900.000,00 c. Kategori III Per mahasiswa/ semester 600.000,00 d. Kategori IV 2. Strata 2 (S2) Per mahasiswa/ semester 400.000,00 a. Kategori I Per mahasiswa/ semester 4.000.000,00 b. Kategori II Per mahasiswa/ semester 3.000.000,00 c. Kategori III Per mahasiswa/ semester 2.500.000,00 d. Kategori IV 3. Strata 3 (S3) Per mahasiswa/ semester 2.000.000,00 a. Kategori I Per mahasiswa/ semester 6.000.000,00 b. Kategori II Per mahasiswa/ semester 5.000.000,00 c. Kategori III Per mahasiswa/ semester 4.000.000,00 d. Kategori IV Per mahasiswa/ semester 3.000.000,00 C. Biaya Praktikum Diploma, Akta dan Strata 1 (S1) 1. Kategori I Per mahasiswa/ semester 750.000,00 2. Kategori II Per mahasiswa/ semester 500.000,00
3. Kategori III Per mahasiswa/ semester 300.000,00 4. Kategori IV Per mahasiswa/ semester 300.000,00 JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF (Rp) II. PENERIMAAN DARI KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN a. Biaya Pencatatan Nikah dan Rujuk Per peristiwa 30.000,00
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Ttd
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2004 TENTANG TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA DEPARTEMEN AGAMA UMUM Dalam rangka mengoptimalkan Penerimaan Negara Bukan Pajak guna menunjang penyelenggaraan pemerintahan Negara dan pembangunan nasional, Penerimaan Negara Bukan Pajak pada Departemen Agama sebagai salah satu sumber penerimaan Negara perlu dikelola dan dimanfaatkan untuk peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Departemen Agama telah memiliki tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2000 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Departemen Agama. Namun, dengan adanya pengalihan organisasi, administrasi dan finansial di lingkungan Peradilan Agama ke Mahkamah Agung, dan penambahan jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang baru, serta penyesuaian tarif dan jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak dengan kondisi saat ini, dipandang perlu mengatur kembali Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Departemen Agama dengan Peraturan Pemerintah. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas
Pasal 2 Cukup jelas Pasal 3 Pengertian Kas Negara adalah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak. Pasal 4 Cukup jelas Pasal 5 Cukup jelas Pasal 6 Cukup jelas Pasal 7 Cukup jelas Pasal 8 Cukup jelas TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4455
HASIL WAWANCARA
Nama
: H. A. Wakhidin, S.HI
Jabatan
: Kepala KUA
Umur
: 56 Tahun
Alamat
: Bumijawa, Rt 03 Rw 04 Kel. Bumijawa Kec. Bumijawa Kab. Tegal
1.
Langsung saja pa saya mahasiswa dari UIN Jakarta yang sedang mengerjakan tugas akhir. Sebagai penghulu pertama apa saja yang menjadi tugas bapak? Jawab: sesuai dengan peraturan kegiatan tugas jabatan saya, saya mempunyai tugas sebagai berikut: 1. Menyusun rencana kerja tahunan kepenghuluan yang meliputi: a. Menyiapkan buku-buku ATK, peraturan perundangan dan buku referensi lainya b. Menyiapkan rencana kerja tahunan tahun lalu sebagai bahan pertimbangan dan evaluasi. c. Menghidupkan aplikasi komputer, menyusun rencana kerja tahunan. d. Melaporkan hasil penyusunan rencana kerja tahunan kepada pimpinan (Kepala KUA) e. Memperbaiki susunan rencana kerja tahunan dan mengarsip hasil susunan rencana kerja tahunan pada boxfile yang telah disediakan. 2. Menyusun rencana kerja operasional kepenghuluan. 3. Mendaftar dan memverivikasi kebenaran data calon pengantin yang meliputi: a. Mengolah dan memverifikasi data calon pengantin. b. Menyiapkan bukti pendaftaran, mengundang calon pengantin wali ke KUA untuk dilakukan pemeriksaan. c. Menyiapkan aplikasi SIMKAH, memasukan data alon pengantin, mencetak hasil pemeriksaan wali nikah pada lembar NB. d. Meneliti lembar NB dan memainta calon pengantin dan wali untuk menandatangani lembar NB. 4. Membuat materi Pengumumam peristiwa nikah dan mempublikasikan melalui media. 5. Melakukan penetapan dan atau penolakan kehendak nikah. 6. Memberikan materi penasihatan atau konseling kepada calon pengantin. 7. Memberikan pelayanan prosesi prosesi akad nikah. a. Menguji kebenaran calon pengantin, wali nikah dan saksi di tempat pernikahan. b. Memimpin pelaksanaan akad nikah, menerima dan melaksanaan taukil atau tauliyah wali nikah. c. Memberikan khutbah nikah atau nasehat pernikahandan mengamankan dokumen pernikahan.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Bagaimana prosedur pencatatan pernikahan di Kantor Urusan Agama Kecamatan Bumijawa? Jawab: prosedur pencatatan pernikahan bahwa calon pengantin harus mendaftar, melengkapi berkas-berkas yang di butuhkan untuk pelaksanaan pernikahan, menghadiri hijab yang dihadiri penghulu dan disaksikan oleh saksi dan para keluarga, membayar admistrasi pencatatan nikah. Apa sebenarnya tugas pokok PPN/P3N? Jawab: tugas PPN itu membantu pelaksanaan terjadinya peristiwa pernikahan dari mulai pendaftaran sampai diterbitkanya buku nikah dari KUA kepada pengantin yang sudah melaksanakan pernikahan. Sebagian masyarakat berkomentar, bahwa biaya pencatatan nikah itu mahal. Sebenarnya berapa biaya pencatatan nikah di Kantor Urusan Agama Kecamatan Bumijawa sesuai Undang-Undang? Jawab: Terjadi kemahalan karena banyak terjadi pungutan-pungutan liar, jauh dekatnya lokasi sehingga memberatkan pada masyarakat yang kurang mampu apalagi mereka harus membayar ojeg atau transpot mobil. Dengan jauhnya lokasi mereka harus memberikah transpot. Lebih-lebih apabila rumahnya sulit di jangkau mereka di tuntut keikhlasanya untuk memberikan transpot bagi penghulu yang memimpin pelaksanaan pernikahan dan tradisi masyarakat yang kurang baik seperti memberikan jasa transpot yang terlalu tinggi sehingga menjadi imbas pada masyarakat yang kurang mampu bahkan menimbulkan dampak bagi masyarakat yang kurang mampu bahwa biaya pencatatan nikah itu mahal. Sesuai dengan Undang-Undang biaya pencatatan nikah yang berlaku di Kantor Urusan Bumijawa bahwa biaya pernikahan sudah diatur dalam PP No. 47 tahun 2004 yaitu sebesar Rp 30.000,Bagaimana penanggulanganya ketika bapak mendapati adanya penyimpangan dan pelanggaran yang dilakukan oleh PPN? Jawab: Tidak ada penanggulanganya Dari pihak Kantor Urusan Agama apakah ada upaya khusus agar administrasi pencatatan nikah dapat terjangkau untuk kalangan? Jawab: masyarakat yang akan mendaftar melampirkan surat dengan memberikan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dari kepala desa setempat dimana pelaku tinggal. Apakah ada masyarakat yang mengajukan SKTM pada saat akan melangsungkan pernikahan? Jawab: sejauh ini tidak ada. Kepala
H. A. Wakhidin, S.HI NIP: 196811012006041001
HASIL WAWANCARA
Nama
: Agus Salam, S.Ag
Jabatan
: Penghulu Pertama
Umur
: 45 Tahun
Alamat
: JL. Imam Bonjol Gg. 8 Kudaile-Tegal
1.
2.
Langsung saja pa saya mahasiswa dari UIN Jakarta yang sedang mengerjakan tugas akhir. Sebagai penghulu pertama apa saja yang menjadi tugas bapak? Jawab: sesuai dengan peraturan kegiatan tugas jabatan saya, saya mempunyai tugas sebagai berikut: 1. Menyusun rencana kerja tahunan kepenghuluan yang meliputi a. Menyiapkan buku-buku ATK, peraturan perundangan dan buku referensi lainya b. Menyiapkan rencana kerja tahunan tahun lalu sebagai bahan pertimbangan dan evaluasi. c. Menghidupkan aplikasi komputer, menyusun rencana kerja tahunan. d. Melaporkan hasil penyusunan rencana kerja tahunan kepada pimpinan (Kepala KUA) e. Memperbaiki susunan rencana kerja tahunan dan mengarsip hasil susunan rencana kerja tahunan pada boxfile yang telah disediakan. 2. Menyusun rencana kerja operasional kepenghuluan. 3. Mendaftar dan memverivikasi kebenaran data calon pengantin yang meliputi: a. Mengolah dan memverifikasi data calon pengantin. b. Menyiapkan bukti pendaftaran, mengundang calon pengantin wali ke KUA untuk dilakukan pemeriksaan. c. Menyiapkan aplikasi SIMKAH, memasukan data alon pengantin, mencetak hasil pemeriksaan wali nikah pada lembar NB. d. Meneliti lembar NB dan memainta calon pengantin dan wali untuk menandatangani lembar NB. 4. Membuat materi Pengumumam peristiwa nikah dan mempublikasikan melalui media. 5. Melakukan penetapan dan atau penolakan kehendak nikah. 6. Memberikan materi penasihatan atau konseling kepada calon pengantin. 7. Memberikan pelayanan prosesi prosesi akad nikah. Bagaimana prosedur pencatatan pernikahan di Kantor Urusan Agama Kecamatan Bumijawa? Jawab: prosedur pencatatan pernikahan bahwa calon pengantin harus mendaftar, melengkapi berkas-berkas yang di butuhkan untuk pelaksanaan pernikahan, menghadiri ijab
3.
4.
5.
6.
7.
yang dihadiri penghulu dan disaksikan oleh saksi dan para keluarga, membayar admistrasi pencatatan nikah. Apa sebenarnya tugas pokok PPN? Jawab: tugas PPN itu mencatat terjadinya peristiwa pernikahan dari mulai pendaftaran sampai diterbitkanya buku nikah dari KUA kepada pengantin yang sudah melaksanakan pernikahan. Sebagian masyarakat berkomentar, bahwa biaya pencatatan nikah itu mahal. Sebenarnya berapa biaya pencatatan nikah di Kantor Urusan Agama Kecamatan Bumijawa sesuai Undang-Undang? Jawab: Terjadi kemahalan karena banyak terjadi pungutan-pungutan liar (calo) atau tradisi masyarakat yang kurang baik seperti memberikan jasa transpot yang terlalu tinggi sehingga menjadi imbas pada masyarakat yang kurang mampu bahkan menimbulkan mereka berfikir bahwa biaya pencatatan nikah itu mahal. Sesuai dengan Undang-Undang biaya pencatatan nikah yang berlaku di Kantor Urusan Agama Kecamatan Bumijawa bahwa biaya pernikahan sudah diatur dalam PP No. 47 tahun 2004 yaitu sebesar Rp 30.000,Bagaimana penanggulanganya ketika bapak mendapati adanya penyimpangan dan pelanggaran yang dilakukan oleh PPN/P3N? Jawab: Tidak ada penanggulanganya dan belum ditemukan pelanggaranya. Dari pihak Kantor Urusan Agama apakah ada upaya khusus agar administrasi pencatatan nikah dapat terjangkau untuk kalangan? Jawab: ada yaitu sudah diatur dalam Undang-Undang, dengan memberikan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dari kepala desa setempat dimana pelaku tinggal. Apakah ada masyarakat yang mengajukan SKTM pada saat akan melangsungkan pernikahan? Jawab: Sejauh ini tidak ada, karena walaupun masyarakat di wilayah Kecamatan Bumijawa tidak mampu mereka seolah di ada-adain seperti halnya kebutuhan hidup seberapapun biayanya mereka akan membayarnya.
Bumijawa, 5 Mei 2014 Penghulu
Agus Salam, S.Ag NIP: 196811012006041001
Kantor Urusan Agama Kecamatan Bumijawa
Bersama Kepala KUA Kecamatan Bumijawa H. A. Wakhidin, S.HI
Bersama Penghulu KUA Kecamatan Bumijawa Agus Salam S.Ag
Bersama Kepala Desa Dukuh Benda Bapak Sudiryo