Faktor – Faktor Yang Menentukan Dalam Pemilihan Teknologi Keramik Komposit Beton ( Beton Keraton) Bambang Setiadi1, Trimo Supriyanto2 , Riza Putra1, 1 2
Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok 16424, Indonesia
Perusahaan PT. Dwitemoro, Jl. Jl. Raya Rawa Bambu No. 14 G Rt. 013/005 Kel Pasar Minggu Kec. Pasar Minggu Jakarta Selatan E-mail:
[email protected],
[email protected]
Abstrak Nama : Riza Putra Program Studi : Teknik Sipil Judul Seminar : Faktor – Faktor yang menentukan dalam pemilihan teknologi Keramik Komposit Beton (Beton Keraton) Perkembangan dunia konstruksi dan meningkatnya kebutuhan tempat tinggal mendorong terciptanya teknologi baru di bidang konstruksi, salah satunya adalah beton keraton atau pelat rusuk. Sayangnya, masih sangat terbatas penelitian yang membahas mengenai hal ini, sehingga beton keraton jarang digunakan dalam konstruksi bangunan di Indonesia saat ini. Oleh karena itu, penulis tertarik melakukan penelitian terkait faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan teknologi beton keraton dibandingkan teknologi konvensional. Data yang digunakan adalah studi kasus proyek PT. Dwitemoro Dengan menggunakan metode Quisioner, interview dan survey lapangan didapat hasil bahwa Metode yang digunakan, harga satuan,waktu siklus dan kebutuhan pekerja merupakan faktor dominan yang mempengaruhi pemilihan teknologi beton keraton daripada teknologi lainnya, untuk tujuan konstruksi. Kata Kunci : Keramik komposit beton, Pelat rusuk, Faktor Abstract Name : Riza Putra Study Programme: Teknik Sipil Title : Determining Factors In The Selesction Of Composite Ceramic Concrete Technology ( Keraton) Construction field is facing a quite big challenge to create new technologies to cope with rapid growth in this field and also the increasing demand of buildings. One of those technologies is beton keraton or pelat rusuk. Unfortunately there is limited research talking about this technology. So that’s why beton keraton are still rarely used in building construction in Indonesia nowadays. This condition makes writer interested to examine what factors may affect the decision making of using beton keraton more preferably than conventional technologies. Data used here is a case study of PT Dwitemoro’s projects. Using Quisioner, Interview and survey project’s method, unit price, time cycle, needs of worker are the main factors that affect the decision making of using beton keraton more preferably than other technologies for construction purposes. Key Word : Ceramik composit concrete, Pelat rusuk, Factor
Faktor faktor yang menentukan dalam..., Riza Putra, FT UI, 2014
1. Pendahuluan Pertumbuhan penduduk di dunia semakin tahun semakin meningkat, berdasarkan data yang diperoleh dari laporan PBB, dikatakan bahwa hingga tahun 2050 Afrika dan Asia akan memimpin dalam laju pertumbuhan penduduk. Populasi warga kota Afrika dari 414 juta menjadi 1,2 miliar dan populasi penduduk kota di Asia dari 1,9 miliar menjadi 3,3 miliar orang. Khusus nya di Indonesia sendiri, pertumbuhan penduduk yang terjadi berdasarkan data dari CIA World Factbook 2004 yakni 241.452.952 mnjadi 244.775,796 jiwa, sedangkan luasan lahan yang ada hanya sebesar 1.919.440 km2. Hal ini membuat kebutuhan masyarakat akan bangunan sebagai ruang gerak dalam beraktifitas memungkinkan Indonesia untuk tetap mampu membangun infrastrukturnya. Kota – kota besar adalah titik – titik potensial dlam pembangunan. Namun seiring perkembangan zaman kebutuhan yang semakin tinggi terhadap lahan kosong tidak dapat terpenuhi. Berkurangnya lahan yang tersedia menyebabkan harga tanah yang semakin mahal. Tingginya harga tanah mendorong pembuatan bangunan secara vertical ke atas. Munculnya bangunan – bangunan bertingkat seperti rumah tinggal, ruko, gedung perkantoran, sekolah, masjid dan sebaginya adalah salah satu solusi dari munculnya permasalahan tersebut. Tetapi perlu diingat bahwa dari setiap bangunan bertingkat, perkuatan konstruksi plat lantai adalah hal yang sangat penting dan ikut berpengaruh pada effisiensi bangunan secara keseluruhan. Pada tahun 1971 peraturan beton di Indonesia telah mengemukakan adanya lantai pelat rusuk dengan pengisian permanen tanah liat yang dibakar yang mempunyai kuat tekan minimal sama dengan kuat tekan beton yang digunakan pada struktur pelat rusuk. Effisiensi yang dicapai dengan menggunakan teknik plat rusuk tersebut lebih unggul dibandingkan dengan lantai cor beton konvensional Masih minimnya informasi dan spesifikasi dalam pemilihan metode konstruksi gedung, membuat para kontraktor lebih menggunakan metode konvensional dibandingkan teknologi keramik komposit beton (beton keraton). Hal ini membuat teknologi ini kurang popular digunakan oleh pelaku konstruksi di Indonesia. Sehingga dibutuhkan suatu studi yang dapat memberi gambaran tentang penggunaan teknologi beton keraton untuk proyek bangunan (Judadi 1998). Pemilihan dan penggunaan metode serta teknolgi yang tepat, sangat diperlukan guna meningkatkan hasil yang maksimal terhadap pengalokasian biaya pelaksanaan serta manajemen waktu yang akurat untuk menghasilkan produk yang berkualitas
Untuk permasalahan yang terjadi pada proyek bangunan yang menggunakan metode konvensional sering terjadi permasalah berikut, yakni : • • •
Biaya pelaksanaan proyek yang tinggi Effisiensi waktu pelaksanaan proyek yang membutuhkan waktu yang lama Masih jarangnya penggunaan teknologi beton keraton untuk konstruksi gedung diakibatkan kurangnya informasi mengenai beton keraton tersebut
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor faktor yang harus diperhatikan dalam penggunaan beton dan pengaruhnya pada kinerja pelaksanaan proyek gedung atau bangunan
2. Beton Keraton Bahan material ini lahir atas kerjasama beberapa Negara di Eropa (jerman dan Belanda) yang kemudian teknologi ini dibawa ke Indonesia melalui proyek bantuan teknis pembangunan industry bahan bangunan yang diawasi oleh UNIDO/UNDO (PBB project INS/74/034). Pada proyek penelitian yang berlangsung sekitar tahun 1977, bahan material ini diteliti penggunaanya pada sebuah rumah contohnya di Puslitbangkim Cipta Karya Pekerjaan Umum. Aplikasi material pada penelitian ini merupakan hasil pengembangan dari Ir. Emon Sulaiman (Alm) dan Nasan Subagia. Kemudian dikembangkan lagi dengan modifikasi modern oleh Ir. Judadi dan Dipl.Ing Yudiro pada tahun 1984. Setelah itu pada tahun 1990 dikembangkan lagi modifikasinya oleh Ir. Bambang Mursodo. Keramik komposit beton atau Keraton dan mempunyai banyak nama dagang Dak Beton Keraton atau dak keraton atau bata kerton dan lain – lain sebenarnya merupakan pelat rusuk. Bentuk dan bahan pembuat keraton menyerupai balok bata, tetapi bagian tengahnya berlubang – lubang. Lubang ini bukanlah sembarang lubangm ,elainkan konstruksi yang telah dihitung dengan tepat, sehingga membuat bahan ini kuat digunakan sbagai pelat lantai. Keraton yang baik adalah campuran tanah liat yang dipanasi sampai di atas 1000 derajat celcius. Keberadaan lubang atau rongga tersebut ternyata dapat mengurangi berat keraton disbanding dengan beton konvensional. Selain itu, penggunaan keraton juga dapat menghemat besi beton hingga 70%, jika pemasangannya menggunakan teknik pelat satu arah /
Faktor faktor yang menentukan dalam..., Riza Putra, FT UI, 2014
one way slab. Dengan demikian konstruksi keraton merupakan struktur pelat lantai bangunan bertingkat yang effisien, praktis dan ekonomis.
Untuk kekuatan keramik komposit beton (beton keraton itu sendiri, telah dilaksanakan pengujian mengenai kekuatan komponen struktur yang ada. Penelitian Uji eksperimental skala penuh dilaksanakan di Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Permukiman yakni di Departemen Permukiman dan Pengembangan Wilayah. Penelitian yang dilakukan ini ditujukan sesuai dengan keputusan Surat Meneg Pekerjaan Umum, nomor Um.a.11 .Dp.IV/78 dan no. Um. 01.11.DPIV/85 masing – masing yang tertanggal 11 Februari dan 14 Februari 2000, yang ditujukan untuk melaksanakan penelitian terhadap perilaku, sifat, properties dan respons serta tingkat keselamatan / keamanaan komponen struktur lantai komposit keramik – beton (LKKB) yang dihasilkan oleh PT. Duitemoro DW, Jakarta, bila digunakan sebagai komponen struktur lantai tingkat untuk bangunan perumahan dan gedung.
Keraton ini terbuat dari bahan dasar tanah liat (keramik) yang dicetak dengan menggunakan cetakan khusus sehingga berbentuk menyerupai kubus dengan lubang – lubang di bagian tengahnya. Keramik ini mempunyai rongga yang bila diperhatikan secara seksama menyerupai huruf “V” ini seakan – akan menunggu beban yang ada di atasnya. Untuk membuat pelat , keraton ini dirangkai dengan campuran semen pasir (beton) dan direkatkan dengan beton.
Hasil yang didapat dari pengetesan di laboratorium : •
Gambar 1 Part Beton Keraton
•
Sumber : PT. Dwitemoro
Kekuatan material telah diuji di laboratorium yang mendapat bahwa keraton akan melendut pada beban di atas 600 kg/m2, terutama pada bentangan di atas 4 meter. Hasil ini sesuai dengan loading Test-II No. LB/BPPPU/001 – 12/IX/9906.09.99 Keberadaan Rongga di dalama Keraton akan memudahkan kita untuk menangkap “signal” bila pelat / dak beton itu akan runtuh. Hal ini bias diibaratkan dengan sepotong bamboo yang akan patah, maka bamboo tersebut akan memberikan suara “krek” sebelum dia akan patah. Berbeda jika kayu yang akan patah, signal itu tidak ada karena kayu tidak mempunyai rongga di dalamnya, jika patah dia akan langsung patah.
Bobot ringan membuat struktur ini aman sebagai struktur tahan gempa. Bila ada gempa dan terjadi keruntuhan maka keruntuhannya tidak dalam bentuk lempeng besar dan berat Gambar 2 Gabungan Beton Keraton Sumber : PT. Dwitemoro
Untuk memperkuat strukturnya, keraton juga diberi tulangan baja yang diletakkan di keempat sisinya dan kemudian dicor dengan beton. Pembnerian tulangan dilakukan dengan sistem penulangan searah. Ini karena tulangan hanya dikaitkan dengan dua balok yang berhadapan.
3. Metode Penelitian 3.1 Studi Pengguna Jasa (Perusahaan) Pengumpulan data dilakukan dengan membandingkan secara langsung penggunaan teknologi Beton Keraton pada pelaksanaan proyek yang dilakukan di lapangan, dengan pengumpulan data seperti ini diharapkan data yang akan didapatkan lebih dapat menggambarkan secara aktual pelaksanaan metode precast yang sesungguhnya dilapangan, di mana studi akan dilakukan di dalam proyek yang menggunakan teknologi Beton Keraton dan dengan metode konvensional dalam pelaksanaan konstruksinya, dengan demikian maka diharapkan data perbandingan dapat diperoleh secara lebih efisien dan lebih akurat karena
Faktor faktor yang menentukan dalam..., Riza Putra, FT UI, 2014
memiliki faktor pembanding lain seperti produktifitas tenaga kerja peralatan dan lainnya yang serupa sehingga dapat dilakukan perbandingan yang cukup jelas serta lebih akurat
3.2 Studi Lapangan (Proyek) Pengumpulan data dilakukan dengan Interview terhadap pihak-pihak yang berwenang dalam mengambil keputusan dalam pemilihan metode konstruksi seperti pihak kontraktor maupun owner, hal ini bertujuan untuk mendapatkan pertimbangan yang menjadi tolak ukur dalam pemilihan metode konstruksi sehingga dapat menjadi referensi dalam mempertimbangkan hasil dari kesimpulan dari penelitian yang nantinya akan dibuat Data Umum Proyek
Tabel 1 Variabel Hasil validasi Pakar
Sumber : Olahan Sendiri berdasarkan referensi PT. Dwitemoro
Variabel – variabel di atas merupakan hasil dari pengumpulan dari berbagai sumber dan referensi yang ada serta juga berdasarkan interview kepada pihak penyedia dan pengguna jasa. Penentuan variabel ini dibuat untuk mengetahui mengenai faktor – faktor apa saja yang terkait dengan penelitian ini. Selain itu juga, variabel yang di dapat ini merupakan faktor – faktor pembanding dengan metode konvensional baik dari segi waktu, biaya, metode konstruksi serta resiko terhadap proyek tersebut. Berdasarkan data yang diperoleh dari validasi pakar tersebut di dapatkan beberapa variabel yang tidak digunakan dalam penelitian ini untuk mengetahui faktor penentuan dalam pemilihan teknologi keramik komposit beton (beton keraton). Variabel – variabel yang digunakan hanya variabel yang seperti terlihat di atas saja. Variabel yang tidak termasuk dalam penelitian ini tidak berpengaruh dalam perhitungan baik di perhitungan biaya dan juga perhitungan waktu. Selain itu juga, variabel mengenai resiko untuk teknologi beton keraton tidak digunakan, hal inn dikarenakan pada penggunaan teknologi beton keraton, resiko yang ditimbulkan sangat kecil karena hanya menggunakan man power. Selain itu juga penggunaan teknologi beton keraton tidak memerlukan alat – alat berat sehingga dapat meminimalisir resiko. Berbeda halnya dengan metode konvensional, resiko yang ditimbulkan sangat banyak. Oleh karena itu, dalam hal resiko penulis tidak memasukkan penggunaan variabel resiko.
Jenis Bangunan
: Rumah Tinggal III Lantai
Alamat Jakarta Pusat
: Jl. Waleri No. 13,Sudirman,
Pemilik
: David
Data Proyek
: Luasan LT. 1 = 88 m² Luasan LT. 2 = 88 m² Luasan LT. 3 = 113 m²
Berdasarkan data yang telah dikumpulkan dari berbagai data proyek yang berkaitan, diketahui bahwa setiap proyek tersebut memiliki perbedaan dalam metode pelaksanaannya, oleh karena itu diputuskan untukmenggunakan salah satu proyek sebagai landasan dalam melakukan implementasi penggunaan teknologi Beton Keraton sebagai analisa untuk mengetahui nilai effisiensi dari metode dengan penggunaan teknologi ini. Metode yang digunakan dalam menyatukan data –data tersebut adalah dengan mengkombinasikan antara pendapat para pelaksana proyek yang telah diinterview dengan siklus yang dibuat secara teorikal dan data yang didapatkan secara observasi sehingga dapat diketahui kapsitas secara harian dan scope yang lebih besar untuk dibandingkan kembali dengan hasil survey data proyek pada data produksi harian dan bar chart proyek, sehingga didapatkan data yang benar – benar valid. Data yang digunakan merupakan hasil dari penggabungan dari data – data yang didapatkan setelah mempertimbangkan hasil interview, observasi, teroritis dan data aktual proyek. Proyek utama yang menjadi landaasan pada penelitian ini adalah proyek Gedung dengan mempertimbangkan banyaknya informasi yang tersedia dalam project tersebut dan dianggap paling cocok untuk dilakukan implementasi beton keraton pada struktur pelat lantainya guna melihat pengaruhnya terhadapa aktu dan biaya pada proyek tersebut.
Faktor faktor yang menentukan dalam..., Riza Putra, FT UI, 2014
3.2.1
Peninjauan Siklus Waktu Konvensional
pekerjaan bekisting, pekerjaan pembesian, pekerjaan pengecoran, dan fisnishing. Data waktu nya pun berbeda – beda di masing – masing pekerjaannya.
Tabel 2 Data Siklus Pelat lantai Konvensional
Berikut Data yang didapatkan :
Sumber : Olahan Sendiri berdasarkan referensi PT. Dwitemoro
3.2.2
Untuk penggunaan teknologi beton keraton, dibutuhkan waktu 59,5 menit atau sekitaran 1 jam kerja untuk penyelesaian 1 m2 pelat beton keraton. Waktu 1 jam itu dikerjakan dengan kapasitas tukang hanya 1 orang. Waktu umur beton pada pelat keraton tergolong sangat cepat dibandingkan dengan konvensional dimana hanya membutuhkan 1 hari kerja untuk perkuatan struktur tulangan dan beton keraton itu sendiri. Untuk pengguaan beton konvensional, didapatkan waktu yakni 77.5 menit. Waktu 77,5 menit itu belum termasuk waktu untuk pembongkaran bekisting. Selain itu juga, untuk penggunaan beton konvensional, masa umur beton membutuhkan waktu yang lama dimana waktu yang dibutuhkan yakni selama 21 hari. Hal ini tentu sangat menyita waktu dan memperlama pekerjaan level up.
Peninjauan Waktu Siklus Beton Keraton
Tabel 4 Dimensi Pelat Konvensional Sumber : Olahan Sendiri berdasarkan referensi PT. Dwitemoro
Tabel 3 Data Siklus Pelat Keraton
Sumber : Olahan Sendiri berdasarkan referensi PT. Dwitemoro
Berdasarkan data yang di dapat dari interview dengan pihak kontraktor dilapangan di dapat kan data sebagaimana terlihat di atas. Untuk siklus Beton Keraton Harian dan konvensional harian sangat terlihat jelas perbedaan yang terjadi di atas tersebut. Untuk beton keraton, terdapat 3 list pekerjaan besar yakni pekerjaan mobilisasi, pekerjaan perakitan dan pekerjaan instalasi. Sedangkan untuk penggunaan beton konvensional ada 4 sub list pekerjaan besarnya yakni
Tabel 5 Dimensi Pelat Beton Keraton Sumber : Olahan Sendiri berdasarkan referensi PT. Dwitemoro
Faktor faktor yang menentukan dalam..., Riza Putra, FT UI, 2014
3.2.3
Kebutuhan Tenaga Kerja dan Spesifikasi Pekerjaan
mengetahui luasan, pihak PT. Dwitemoro melakukan pengiriman barang ke lokasi dengan jumlah sesuai dengan spesifikasi proyek. Selain pengiriman Beton Keraton, Pt. Dwitemoro juga melakukan pengiriman material lainnya ke lokasi proyek tersebut. Material – material yang digunakan yakni pasir, kerikil, mortar, semen dan besi (penulangan).
b.
Tabel 6 Kebutuhan Tenaga Kerja Konvensional Sumber : Olahan Sendiri berdasarkan referensi PT. Dwitemoro
Tabel 7 Kebutuhan Tenaga Kerja Beton Keraton Sumber : Olahan Sendiri berdasarkan referensi PT. Dwitemoro
Pada tabel di atas terlihat perbedaan yang sangat jelas berdasarkan jumlah kebutuhan tenaga kerja yang diperlukan untuk masing – masing metode. Untuk pelat lantai konvensional, dibutuhkan 8 orang dimana 1 orang mandor hanya melakukan pengawasan. Hal ini tentu sangat berbeda jauh dari penggunaan teknologi beton keraton dimana kebutuhan tenaga kerja yang dibutuhkan hanya 4 orang, dimana 1 orang mandor bertugas sebagai pengawasan di lapangan. Hal ini 2 kali lipat lebih sedikit dibandingkan dengan konvensional. 3.2.4 a.
Metode Instalasi Beton Keraton
Proses Peersiapan
Melakukan Survey proyek. Proyek yang berlokasi di jalan Waleri No. 13 ini merupakan proyek gedung. Survey dilakukan untuk melakukan perhitungan dimensi struktur pada lantai yakni pengukuran panjang dan lebarnya untuk mengetahui luasan lantai. Setelah
Proses Perakitan
Proses perakitan beton keraton, dilakukan pada lokasi proyek yakni di Jl. Waleri No. 13. Proses perakitan beton dilakukan oleh teknisi lapangan pihak PT. Dwitemoro. Dalam hal ini teknisi yang ditugaskan di lokasi proyek hanya 4 orang. Proses perakitan diawali dengan pengangkatan ke lantai kerja di bawah yang ingin dipasangkan pelat beton keraton. Pekerjaan selanjutnya yakni melakukan penulangan terhadap beton keraton. Setelah disusun dan dilakukan penulangan pada bawah pelat beton, keemudian ditutup dengan mortar. Pekerjaan tersebut dilakukan berulang terhadap semua beton keraton yang ingin dipasangkan ke pelat lantai yang diinginkan dan pekerjaan tersebut dilakukan berdasarkan luasan lantai yang diinginkan juga. Setelah itu dibiarkan beton keraton tersebut mengeras. Hal ini bertujuan untuk memaksimalkan pengerasan mortar ke tulangan dan beton keraton. Hal ini dilakukan selama sehari kerja. Setelah sehari kerja, beton siap untuk diletakkan ke lokasi. c.
Proses Instalasi
Proses pemasangan dan instalasi untuk beton keraton, dilaksanajan setelah pekerjaan struktur penulangan balok dan pemasangan bekisting selesai. Untuk proyek ini, pemasangan bekisting dan penulangan struktur balok dilakukan oleh kontraktor lainnya. Pihak PT., Dwitemoro hanya melakukan pekerjaan pelat lantai ssaja. Setelah selesai pemasangan penulangan dan pemasangan bekisting, baru dilakukannya pengangkatan beton keraton dengan mengaitkan beton keraton ke lantai kerja atas, lalu diikatkan pada tulangan balok.Setelah itu, tulangan balok dan tulangan pengikat beton keraton di cor secara bersamaan. Hal ini bertujuan untuk menguatkan beton keraton dengan balok. Setelah itu dilakukan pengecoran pada ccelah beton keraton tersebut. Hal ini dilakukan bertujuan untuk menyatukan antara beton keraton 1 dengan yang lainnya sehingga tertutup semua dan tidak ada celah antara part beton kerato yang satu dengan yang lainnya. Setelah itu ibiarkan selama sehari guna memperkuat ikatan antar beton keraton dan menutup celah – celah antara pelat beton keraton tersebut. Setelah dilakukan pengecoran, kemudian dilakukan pluran. Hal ini bertujuan untuk mengatur elevasi pada beton keraton.
Faktor faktor yang menentukan dalam..., Riza Putra, FT UI, 2014
Komparisasi Schedule Pelaksanaan Struktur Pelat Latai
Kebut han Lantai SubPekerja n
Durasi(menit) Hari/Menitke
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Jam 8 9 10 1 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 2 23 24 1 2 3
Pekerja nPelatlantaiKonvensional
3.2.6
2 Fabrikasi/pembuat nbekistng 2 PembesianPelatlantaidanperakitan 2 Persiap nSlump 2 PengecoranPelatLantai Tabel 8 Schedule Pelaksanaan Struktur Pelat Lantai Konvensional Sumber : Olahan Sendiri berdasarkan referensi PT. Dwitemoro
Kebutuhan Lantai SubPekerja n
Jam Durasi (menit) Hari/Menit ke
8
9
10
11
12
13
14
15
16
10 20 30 40 50 60 10 20 30 40 50 60 10 20 30 40 50 60 10 20 30 40 50 60 10 20 30 40 50 60 10 20 30 40 50 60 10 20 30 40 50 60 10 20 30 40 50 60 10 20 30 40 50 60
Pekerjaan Pelat Beton Keraton
dilakukan pada saat pagi hingga sore hari. Hal ini lebih baik dilakukan dengan pertimbangan waktu pengerjaan. Hal ini tentu sangat bermanfaat untuk mengurangi waktu overtime atau lembur tiap para pekerja. Sehingga dapat menghemat biaya dan pekerjaannya dapat selesai lebih cepat dibandingkan dengan metode konvenssional.
1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6
3.2.5
2 Persiapan 2 Perakitan 4 2 Pemasangan / Instalasi 2 Plur Lantai Keraton Tabel 9 Schedule Pelaksanaan Struktur Pelat Lantai Beton Keraton
Sumber : Olahan Sendiri berdasarkan referensi PT. Dwitemoro
Gambar di atas menunjukkan penerapan sistem konvensional fabrikasi yang dilakukan secara terus menerus pada satu hari untuk menghasilkan sebuah pelat lantai yang dibutuhkan tiap zona pelaksanaan, dalam estimasi waktu, dapat dilihat juga mengenai produktifitas yang dihasilkan dalam harian dengan menggunakan metode konvensional. Pengecoran dilakukan dengan menggunakan metode konvensional. Pengecoran dilakukan pada malam hari yang bertujuan untuk memaksimalkan pekerjaan yang membutuhkan cahaya matahari guna mempermudah proses pelaksanaan pada pekerjaan struktur lantainya. Gambar di atas juga menunjukkan perubahan siklus produksi yang terjadi dengan menggunakan teknologi beton keraton pada schedule pekerjaan struktur pelat lantai yang terjadi, di mana terlihat dengan jelas perbedaan produktifitas yang sangat signifikan. Selain itu juga, pada penggunaan beton keraton dapat digunakan di kondisi cuaca apapun. Pada pelaksanaan keraton, pekerjaan persisapan, perakitan, instalasi dan plur lantai dapat dikerjakan pagi, siang dan malam. Pada proyek yang penulis tinjau, pekerjaan
Konvensional Pekerjaan Zona Bekisting dan Oiling A B Pembesian A B Pengecoran A B Finishing A B Bekisting dan Oiling A B Pembesian A B Pengecoran A B Finishing A B Bekisting dan Oiling A B Pembesian A B Pengecoran A B Finishing A B
Komparisasi Bar Chart Pelaksanaan Struktur Pelat Lantai WEEK 1
WEEK 2
WEEK 3
WEEK 4
WEEK 5
WEEK 6
WEEK 7
WEEK 8
WEEK 9
WEEK 10
1234567123456712345671234567123456712345671234567123456712345671234567
Tabel 10 Bar Chart Konvensional
Sumber : Olahan Sendiri berdasarkan referensi PT. Dwitemoro Pelat Beton Keraton Pekerjaan Persiapan
Zona A B Perakitan A Lantai 1 B Instalasi dan Plur Lantai A B Persiapan A B Perakitan A Lantai 2 B Instalasi dan Plur Lantai A B Persiapan A B Perakitan A Lantai 3 B Instalasi dan Plur Lantai A B
WEEK 1
WEEK 2
WEEK 3
WEEK 4
WEEK 5
WEEK 6
1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7
Tabel 11 Bar Chart Teknologi Beton Keraton Sumber : Olahan Sendiri berdasarkan referensi PT. Dwitemoro
Faktor faktor yang menentukan dalam..., Riza Putra, FT UI, 2014
Dari Kedua Barchart di atas dapat terlihat jelas perbedaan yang sangat signifikan antara metode konvensional dan dengan penggunaan teknologi beton keraton. Pada Barchart terlihat bahwa penerapan metode konvensional membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan pengerjaan pelat lantai menggunakan teknologi beton keraton. Untuk pengerjaan konvensional dibutuhkan waktu selama 10 minggu (3,5 bulan) untuk mencapai 3 lantai atau lantai paling atas. Untuk penggunaan teknologi beton keraton hanya membutuhkan waktu 6 minggu atau 1,5 bulan. Perbedaan yang sangat jauh sekali apabila menggunakan penerapan teknologi ini. 3.2.7
bucket beton, dan lain sebagainya. Maka berdasarkan perhitungan di atas tersebut di dapat biaya untuk perhitungan per m2 pelat lantai konvensional sebesar Rp.949.429,55. 3.2.8
Perhitungan dan Analisa Perhitungan Biaya Pelat Lantai dengan Teknologi Keraton
Perhitungan dan Analisa Perhitungan Biaya pelat Lantai Konvensional
Tabel 13 Perhitungan Biaya Pelat Lantai dengan Teknologi Beton Keraton Sumber : Olahan Sendiri berdasarkan referensi PT. Dwitemoro
Tabel 12 Perhitungan Biaya Pelat Lantai Konvensional Sumber : Olahan Sendiri berdasarkan referensi PT. Dwitemoro
Berdasarkan perhitungan yang dilakukan di atas, terlihat bahwa harga material sangat mempengaruhi dari perhitungan pelat lantai konvensional. Perubahan iklim perdagangan sangat mempengaruhi harga pasar terhadap material. Berdaasarkan sumber yang penulis dapatkan, harga pasar untuk material itu sangat jauh berbeda dari sebelumnya. Kenaikan yang terjadi dapat mencapai 20 % – 40 % dari harga tahun - tahun sebelumnya. Hal lain yang dapat dilihat dari perhitungan di atas yakni adanya kenaikan upah standar pekerja baik pada pekerjaan beton, pekerjaan pembesian maupun pekerjaan pembuatan bekisting. Hal ini dilakukan pemerintah untuk menaikkan tingkat pendapatan para pekerja. Hal ini tentu sangat akan mempengaruhi terhadap perhitungan biaya suatu konstruksi proyek. Perhitungan biaya di atas belum termasuk untuk penggunaan peralatan konstruksi seperti tower crane,
Perhitungan di atas merupakan perhitungan biaya pelat lantai dengan teknologi beton keraton. Pada perhitungan di atas tersebut, penulis melakukan validasi terhadap pakar yakni pihak PT. Dwitemoro. PT. Dwitemoro tersebut memiliki standar perhitungan sendiri seperti terlihat di tabel di atas, dimana untuk pekerjanya per m2 pekerjaan struktur pelat lantai konvensional menggunakan 1 orang pekerja saja. Hal ini tentu sangat berbeda jauh dengan perhitungan biaya pelat lantai konvensional dimana pekerja yang digunakan lebih dari 4 orang per m2 pelat lantai atau yakni 8 orang
4. Temuan dan Hasil Pada bab ini diberikan pembahasan mengenai hasil analisa terhadap metode yang mempengaruhi durasi dan biaya proyek sehingga didapatkan besar pengaruh dari penerapan penggunaan beton keraton apabila ditinjau secara keseluruhan proyek Dari perhitungan yang telah dilakukan terhadap pengaruh penggunaan teknologi beton keraton terhadap metode konvensional didapatkan pengaruhnya terhadap tiga satuan, yaitu pengaruhnya terhadap siklus satuan m2 pelat lantai, pengaruhnya terhadap kapasitas produksi harian, dan pengaruhnya terhadap efisiensi waktu konstruksi struktur, berikut adalah perbandingan antara elemen-elemen tersebut
Faktor faktor yang menentukan dalam..., Riza Putra, FT UI, 2014
77,5
80
Sumber : Olahan Sendiri berdasarkan referensi PT. Dwitemoro
Data Siklus Waktu Beton Konvensional vs Keraton
59,5
60 Konvensional
40
Keraton
20 0
Data Siklus Waktu Beton Konvensional vs Keraton
Gambar 3 Diagram Data Siklus Waktu Beton Konvensional vs
Keraton Sumber : Olahan Sendiri berdasarkan referensi PT. Dwitemoro
Berdasarkan diagram di atas dapat dilihat pengaruh waktu penggunaan teknologi beton keraton terhadap pekerjaan pelat lantai konvensional per m2nya. Penggunaan teknologi beton keraton dapat menghemat waktu 18 menit setiap m2 pelat lantai. Kemudian diagram pengaruh terhadap kapasitas produksi harian dapat dilihat sebagai berikut :
Berdasarkan diagram di atas terlihat seberapa besar pengaruh dan effisiensi daripada teknologi beton keraton jika dibandingkan dengan metode konvensional. Teknologi beton keraton ini bisa meningkatkan kapasitas produksi hingga 1 : 22,465 dibandingkan dengan metode konensional. Hal ini berarti pengerjaan pelat lantai dengan menggunakan teknologi beton keraton akan lebih cepat 22,465 kalinya dibandingkan dengan pengerjaan pelat lantai dengan metode konvensional. Hal ini dihitung berdasarkan waktu pengerjaan yang dapat dicapai oleh masing – masing metode per m2 nya dan dengan jumlah kebutuhan per 1 orang pekerjanya. Di dapatkan dengan 1 orang pekerja pada pekerjaan beton keraton untuk per 1 m2 dapat diselesaikan dengan waktu 8, 247 jam kerja. Sedangkan untuk 1 orang pekerja pada pekerjaan pelat lantai konvensional untuk per 1 m2 dapat diselesaikan dengan waktu 185,292 jam kerja atau sekitar 10,294 hari.
100 %
Diagram Perbandingan Durasi Struktur
100 Kapasitas Produksi
22,465
25
60
Konvensional
40
Keraton
Konvensional Keraton
20
20 15 10
1
0
5 0
185,292 jam
1 m2 per 1 orang pekerja
200 150
Konvensional 8,247 jam
Gambar 6 Diagram Perbandingan Persentase Durasi Struktur Sumber : Olahan Sendiri berdasarkan referensi PT. Dwitemoro
Sumber : Olahan Sendiri berdasarkan referensi PT. Dwitemoro
Keraton
50 0
Diagram Perbandingan Durasi Struktur
Kapasitas Produksi
Gambar 4 Digram Perbandingan Kapasitas Produksi yang dihasilkan
100
60 %
80
Kapasitas Produksi
Berdasarkan diagram di atas terlihat perbandingan yang sangat berbeda antara durasi struktur pelat lantai konvensional dengan pelat Keraton. Pada grafik terlihat penurunan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan konstruksi struktur pelat lantai sebesar 40 %. Metode dengan penggunaan teknologi beton keraton ini dapat menghemat penyelesaian durasi waktu nya selama 28 hari dari total waktu pengerjaan struktur pelat lantai konvensional. Kemudian dari hasil analisa terhadap harga satuan biaya didapatkan perbandingan nilai sebagai berikut :
Gambar 5 Diagram Perbandingan Jam Kerja Untuk 1 m2
Faktor faktor yang menentukan dalam..., Riza Putra, FT UI, 2014
Rp. 949.429,55 Rp1,000,000.00
70 Hari
Perbandingan Cost Konvensional vs Keraton /m2
Rp. 467.660,00
Rp400,000.00
Konvensional Keraton
Rp200,000.00
42 Hari
60
Rp800,000.00 Rp600,000.00
Durasi Struktur
80
40
Konvensional
20
Keraton
0
Rp-
Diagram Perbandingan Durasi Struktur
Perbandingan Cost Konvensional vs Keraton
Gambar 7 Diagram Perbedaan Harga Satuan 1 m2 Sumber : Olahan Sendiri berdasarkan referensi PT. Dwitemoro
Berdasarkan diagram di atas dapat dilihat bahwa harga satuan m2 dari teknologi beton kerton sangat lebih murah dibandingkan dengan metode konvensional yakni sebesar 34 % dan efek yang dihasilkan yakni terjadinya pengurangan waktu durasi proyek sehingga dapat diselesaikan lebih cepat sehingga dapat menghemat biaya overhead proyek. Kemudian untuk melihat pengaruhnya rerhadap komponen lainnya akan diperjelas dengan tabel berikut :
Gambar 8 Diagram Durasi Struktur Proyek Sumber : Olahan Sendiri berdasarkan referensi PT. Dwitemoro Perbandingan Cost Konvensional vs Keraton (Keseluruhan)
Rp. 274.385.139,95 Rp300,000,000.00 Rp250,000,000.00
Rp. 139.231.399,95
Rp200,000,000.00 Rp150,000,000.00
Rp. 135.153.740,00
Rp100,000,000.00
Konvensional Keraton
Rp50,000,000.00
Overhead
Rp-
Perbandingan Cost Konvensional vs Keraton (Keseluruhan)
Komponen
Nilai
Gambar 9 Diagram Perbandingan Cost Konvensional dengan Beton Keraton (Luasan Area Keseluruhan)
Waktu Struktur Konvensional
70 Hari Sumber : Olahan Sendiri berdasarkan referensi PT. Dwitemoro
Waktu Struktur Keraton
42 Hari
Selisih Waktu
28 Hari
Nilai Overhead
5. Kesimpulan
Rp. 139.231.399,95
Tabel 14 Hasil Perhitungan Akhir Sumber : Olahan Sendiri berdasarkan referensi PT. Dwitemoro
Berdasarkan Hasil – hasil yang di dapat dari perhitungan pada Bab 4, maka dapat disimpulkan, yakni : 1.
Pengerjaan pelaksanaan proyek yang dapat dilakukan secara cepat dan menghemat waktu hingga 40 % dari total keseluruhan waktu pengerjaan pada pelat konvensional
2.
Biaya total dari pengerjaan beton keraton yang sangat murah sehingga dapat menghemat biaya 50,24 % dari harga pelat konvensional
Faktor faktor yang menentukan dalam..., Riza Putra, FT UI, 2014
Daftar Acuan [1] Alamsyah, Irdam, 2001. “Construction Method”. Paper Kuliah Pasca Sarjana Teknik Sipil. Depok, Universitas Indonesia [2] Arikunto. 1993. Prosedur Penelitian. Rineka Cipta. Jakarta [3] Asiyanto. 2010. Construction Project Cost Management. Pradnya Paramitha. Jakarta [4] Buku Standarisasi PU. 2012. Kementrian Pekerjaan Umum Indonesia [5] C.B Tatum, Fellow. 1989. Classification System For Construction Technology, ACSE [6] Feenan, Gerard, Journal Precast Flooring: Health and Safety Issues from Precast Flooring Federation, Hanson Birchwood [7] G.L. LUDOLPH, D.G. ROMIJN Technish Vande – mecum B – W, N.V. De Technish Uigeverij H.Stam – J.H. Bosch Jr. [8] Hutte Des IngeniersTachenbuch Bau Technik, Verlag Von Wilhelm ernest & Son – Berlin [9] PBI – 71 – 87 atau SNI – T – 15 – 1991 – 03 mengenai peraturan Beton di Indonesia [10] Putra, R. 2012. Faktor – Faktor yang Menentukan Dalam Pemilihan Teknologi Keramik Komposit Beton (Keraton). Depok, Universitas Indonesia [11] W.ESBACH, “Ribbed Floor Construction”, Hand – book of Engineering Foundamental, John Viley & Son Inc. New York – London, 1936 – 1952 – 1961
Faktor faktor yang menentukan dalam..., Riza Putra, FT UI, 2014