FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IMPOR JERUK LIMA NEGARA ANGGOTA ASEAN (ASEAN-5) DARI CHINA
HAMID JAMALUDIN MUHRIM
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Impor Jeruk Lima Negara Anggota ASEAN (ASEAN-5) dari China adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Februari 2014 Hamid Jamaludin Muhrim NIM H34104008
* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.
ii
ABSTRAK HAMID JAMALUDIN MUHRIM. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Impor Jeruk Lima Negara Anggota ASEAN (ASEAN-5) dari China. Dibimbing oleh AMZUL RIFIN. Perdagangan internasional telah mulai berkembang sejak didirikannya General Agreement on Tarif and Trade (GATT) pada tahun 1947. GATT ditujukan untuk memperluas perdagangan internasional. Kemudian berdiri pula World Trade Organization (WTO) yang merupakan organisasi internasional yang juga bertujuan untuk membantu perkembangan perdagangan internasional di negara-negara berkembang. Kegiatan perdagangan internasional antara negara-negara ASEAN dan China telah dimulai sejak lama dan semakin dipermudah semenjak dibentuknya sebuah kesepakatan Asean-China Free Trade Area (ACFTA). Salah satu komoditas yang diperdagangkan antara negara ASEAN dan China adalah jeruk. Kesepakatan ACFTA telah merubah nilai impor jeruk China di negara ASEAN-5 (Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina dan Thailand). Oleh karena itu penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi impor jeruk China ke negara ASEAN-5 serta menganalisis pengaruh penerapan kebijakan ACFTA terhadap aliran perdagangan jeruk China ke negara ASEAN-5. Penelitian ini menggunakan alat analisis Gravity Model. Hasil analisa menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh signifikan terhadap impor jeruk China adalah variabel jarak ekonomi antara negara China dan negara ASEAN-5, nilai tukar, GDPriil China dan GDPriil negara ASEAN-5, sedangkan variabel dummy ACFTA yang merupakan parameter pengaruh penerapan kebijakan ACFTA pada tahun 2006 tidak berpengaruh signifikan. Kata kunci : Impor Jeruk, China, ASEAN-5, ACFTA, Gravity Model
ABSTRACT HAMID JAMALUDIN MUHRIM. Determinant of Five ASEAN Countries (ASEAN-5) Oranges Import from China. Supervised by AMZUL RIFIN. International trade has growth since General Agrrement on Tarif and Trade (GATT) established. Then, World Trade Organization (WTO) was established to develop international trade on developing country. International trade between China and ASEAN countries has begun since many years ago, and ACFTA widen the opportunity of international trade. Oranges is one of the traded comodity between China and ASEAN countries. ACFTA agreement has changed the China oranges import value to ASEAN-5 (Indonesia, Malaysia, Philippines, Singapore, and Thailand). The purpose of this study are (1) to determine the determinant of China oranges import to ASEAN-5 and (2) to analyze the effect of ACFTA policy on China oranges trade balance to the ASEAN-5. The gravity model that has been used showed that economic distance, exchanged rate, China real GDP, and ASEAN real GDP are significantly effected the China oranges import. Meanwhile, ACFTA membership (dummy variable) as an ACFTA policy parameters is not significantly effected the China oranges Import. Keywords: Oranges Import, China, ASEAN-5, ACFTA, Gravity Model
iv
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IMPOR JERUK LIMA NEGARA ANGGOTA ASEAN (ASEAN-5) DARI CHINA
HAMID JAMALUDIN MUHRIM
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Program Studi Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
vi
Judul Skripsi : Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Impor Jeruk Lima Negara Anggota ASEAN (ASEAN-5) dari China Nama : Hamid Jamaludin Muhrim NIM : H34104008
Disetujui oleh
Dr Amzul Rifin, SP MA Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Nunung Kusnadi, MS Ketua Departemen
Tanggal:
Judul Skripsi : Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Impor Jeruk Lima Negara Anggota ASEAN (ASEAN-5) dari China Nama : Hamid J amaludin Muhrirn : H34104008 NIM
Disetujui oleh
Dr Arnzul Rifin, SP MA
Pembimbing
Diketahui oleh
Tanggal:
26 FEB 2014
viii
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 ini ialah Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Impor Jeruk Lima Negara Anggota ASEAN (ASEAN-5) dari China. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Amzul Rifin, SP, MA selaku pembimbing, Ibu Dr Ir Netti Tinaprila, MM dan Ibu Eva Yolynda, SP, MM yang telah banyak memberikan saran pada saat ujian sidang skripsi, serta Ibu Tintin Sarianti, SP, MM yang telah banyak memberikan saran pada saat kolokium, Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada seluruh pihak yang telah membantu selama pengumpulan data dan proses pembuatan skripsi ini sampai dengan selesai. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Penulis menyadari bahwa kajian mengenai karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Februari 2014 Hamid Jamaludin Muhrim
x
DAFTAR ISI DAFTAR ISI xi DAFTAR TABEL xiii DAFTAR GAMBAR xiii DAFTAR LAMPIRAN xiii PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 6 Tujuan Penelitian 7 Manfaat Penelitian 7 Ruang Lingkup Penelitian 7 TINJAUAN PUSTAKA 8 Perdagangan Internasional 8 ASEAN-China Free Trade Area 9 Agribisnis Jeruk 11 Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu 11 KERANGKA PEMIKIRAN 12 Kerangka Pemikiran Teoritis 12 Teori Perdagangan Internasional 12 Teori Perdagangan Bebas 14 Teori Keunggulan Komparatif 15 Model Gravitasi (Gravity Model) 15 Produk Domestik Bruto (PDB) atau Gross Domestic Product (GDP) 17 Kurs 17 Jarak 17 Model Regresi Panel Data 18 Kerangka Pemikiran Operational 18 Hipotesis Penelitian 19 METODE PENELITIAN 20 Jenis dan Sumber Data 20 Metode Analisis Data 20 Formulasi Model 20 Pengujian Asumsi Dasar Analisis Regresi 22 Normalitas 22 Autokorelasi 22 Heteroskedastisitas 23 Multikolinieritas 23 Pemilihan Model untuk Pengolahan Data Panel 23 Chow Test 24 Hausman Test 24 Pengujian Model 24 HASIL DAN PEMBAHASAN 25 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Impor Jeruk dari China ke Negara ASEAN-5 25 Estimasi Model Aliran Impor Jeruk dari China ke ASEAN-5 25 Interpretasi Model Aliran Impor Jeruk dari China ke Negara ASEAN-5 27
xii
Jarak Ekonomi China dengan ASEAN-5 (EDij) Nilai Tukar Yuan Terhadap Local Currency Unit (LCU) (ERij) Gross Domestic Product China (GDPi) Gross Domestic Product Negara ASEAN-5 (GDPj) Pemberlakuan Secara Penuh Kebijakan ACFTA Terhadap Komoditas yang Termasuk Kategori EHP di Tahun 2006 (dummy ACFTAij) Implikasi Kebijakan ACFTA terhadap Perdagangan Jeruk China ke ASEAN-5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
27 28 29 31
33 33 34 34 35 35 38
DAFTAR TABEL 1 Nilai Perdagangan Negara Anggota ASEAN dengan China. Tahun 2002-2011 (dalam Milliar US$) 2 Perkembangan Nilai Ekspor Komoditas Buah-Buahan China ke Negara ASEAN-5, Tahun 2008-2011 (dalam US$) 3 Perkiraan Permintaan dan Konsumsi Buah di Indonesia 4 Perbandingan Produksi Jeruk Indonesia dan China 5 Jumlah Ekspor Jeruk China ke Negara ASEAN-5 Tahun 2005-2011 (kg) 6 Sepuluh Negara Produsen Lima Varietas Jeruk Tertinggi di Dunia Tahun 2010 (Ton) 7 Deskripsi Variabel (N=55) 8 Distribusi Nilai Statistik Durbin-Watson dan Kesimpulannya 9 Hasil Estimasi Model Aliran Perdagangan Impor Jeruk Negara ASEAN-5 dari China 10 Perbandingan Harga Jeruk Impor China dengan Jeruk Impor Australia dan Amerika di Negara ASEAN-5 pada Tahun 2006-2012 (US$/Ton) 11 Perkembangan Nilai Tukar Mata Uang Yuan terhadap LCU (LCU/Yuan) 12 Nilai dan Pertumbuhan GDP riil China serta Pertumbuhan Volume Impor Jeruk China tahun 2002-2012
3 4 5 5 6 6 21 23 26 28 29 30
DAFTAR GAMBAR 1 Pangsa Ekspor ke China dan Sumber Impor China dari Negara-Negara ASEAN tahun 2001-2008 2 Keseimbangan Parsial Perdagangan Internasional 3 Dampak Adanya Tarif Terhadap Harga dan Jumlah Barang Impor 4 Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian 5 Perkembangan Volume Ekspor Jeruk China ke Seluruh Dunia Tahun 2002-2012 (kg/tahun) 6 Perkembangan Volume Impor Jeruk Negara ASEAN-5 Tahun 2006-2012 dari China, Pakistan, Amerika, Spanyol dan Australia (kg/tahun) 7 Pertumbuhan GDPriil Negara ASEAN-5 tahun 2002-2012 (US$)
4 13 15 19 30 32 34
DAFTAR LAMPIRAN 1 Uji Chow terhadap Model Awal (cross-section: random) 2 Output Hasil Olahan Eviews terhadap Estimasi Model Aliran Perdagangan Jeruk China di Pasar ASEAN-5 3 Uji Asumsi pada Model 4 Perkembangan Nilai Impor Jeruk China di ASEAN-5 (US$) 5 Perkembangan Jarak Ekonomi China ke Negara ASEAN-5 (US$) 6 Perkembangan GDPriil negara ASEAN-5 (US$)
38 39 40 42 42 42
xiv
PENDAHULUAN Latar Belakang Perdagangan internasional telah mulai berkembang sejak didirikannya General Agreement on Tarif and Trade (GATT) pada tahun 1947. GATT ditujukan untuk memperluas perdagangan internasional. Kemudian berdiri pula World Trade Organization (WTO) yang merupakan organisasi internasional yang juga bertujuan untuk membantu perkembangan perdagangan internasional di negara-negara berkembang. Perkembangan teknologi mengakibatkan konektivitas antar daerah mudah. Hal ini berdampak semakin berkembang dengan pesat perekonomian dunia sehingga lalu lintas informasi, barang dan jasa antar negara semakin mudah. Kondisi ini mengakibatkan berubahnya pola hubungan perdagangan antar negara yang sebelumnya bersifat multilateral, maka saat ini cenderung bersifat bilateral atau regional. Era perdagangan bebas di ASEAN salah satunya ditandai dengan adanya kesepakatan ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA), hal ini merupakan suatu kesepakatan antara negara-negara ASEAN dengan China untuk mewujudkan kawasan perdagangan bebas dengan menghilangkan atau mengurangi hambatanhambatan perdagangan barang baik tarif maupun non-tarif. Peningkatan aspek pasar jasa, peraturan dan ketentuan investasi, sekaligus peningkatan aspek kerjasama ekonomi untuk mendorong perkonomian para pihak ACFTA dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat ASEAN dan China. Kerangka kerjasama ekonomi secara komprehensif (The Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation) sebagai dasar terbentuknya kesepakatan perdagangan bebas antara ASEAN dan China telah ditandatangani pada November 2002. Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation Between ASEAN and The People’s Republic of China bertujuan untuk1: 1) memperkuat dan meningkatkan kerjasama ekonomi, perdagangan, dan investasi diantara negara anggota; 2) meliberalisasikan dan mendorong perdagangan barang dan jasa dan juga menciptakan rezim investasi yang fasilitatif dan transparan; 3) mencari area baru dan mengembangkan kerjasama ekonomi yang saling menguntungkan kedua belah pihak; 4) memfasilitasi integrasi ekonomi yang lebih efektif dengan negara anggota baru ASEAN dan menjembatani gap yang ada di antara negara anggota. Kemudian pada tahun 2004, para pemimpin ASEAN bertemu kembali dengan China untuk menandatangani Agreement on Trade in Goods of the Framework Agreement on Comprehensive Economic Co-operation between the Association of Southeast Asian Nations and the People’s Republic of China. Perjanjian ini mencakup pengurangan atau penghapusan tarif barang yang dibagi dalam Normal Track dan Sensitive Track, diluar Early Harvest Program (EHP), yang mulai berlaku pada 1 Januari 2005. 1
http://www.asean.org/communities/asean-economic-community/item/framework-agreement-on-comprehensiveeconomic-co-operation-between-asean-and-the-people-s-republic-of-china-phnom-penh-4-november-2002-3. Diakses pada tanggal 15 Desember 2012
2
Early Harvest Program (EHP) adalah program penurunan tarif bea masuk antara ASEAN dan China dengan tujuan mempercepat implementasi penurunan tarif barang. Program ini mulai diberlakukan pada tanggal 1 Januari 2004 dan diturunkan secara bertahap sehingga menjadi 0% pada tahun 2006. Program ini telah diimplementasikan oleh Indonesia dengan menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 355/KMK.01/2004 (EHP ASEAN-China, terdiri dari 527 pos tarif) dan 356/KMK.01/2004 (EHP Bilateral Indonesia-China, terdiri dari 46 pos tarif). Tarif bea masuk produk-produk ini akan menjadi 0% pada tahun 2006, baik di Indonesia maupun di China. Normal Track adalah program penurunan tarif bea masuk antara ASEAN dan China, yang sudah mulai diberlakukan pada tanggal 1 Juli 2005 dan diturunkan secara bertahap sehingga menjadi 0% pada tahun 2010 dengan pengecualian sejumlah pos tarif yang dapat diturunkan menjadi 0% pada tahun 2012. Program normal track diperkirakan meliputi lebih dari 9.000 pos tarif. Sensitive Track (Normal Sensitive dan Highly Sensitive) adalah program penurunan tarif bea masuk antara ASEAN dan China yang dilakukan lebih lambat dari normal track. Sesuai kesepakatan, produk yang masuk sensitive track memiliki tarif maksimum 20% pada tahun 2012 dan diturunkan secara bertahap sehingga menjadi 5% pada tahun 2018. Sedangkan tarif bea masuk produk highly sensitive tidak boleh melebihi 50% pada tahun 2015. Program ini dirumuskan bersama-sama dengan normal track dan akan ditetapkan dalam satu paket sebagai implementasi dari Agreement on Trade in Goods ASEAN-China FTA yang ditandatangani pada bulan November 2004 di Vientiane, Laos2. Produk-produk yang masuk dalam kategori EHP antara lain : binatang hidup, ikan, dairy products, tumbuhan, sayuran, buah-buahan, kopi, minyak kelapa/CPO, coklat, barang dari karet, dan perabotan. Produk kategori sensitive list terdiri dari: barang jadi kulit: tas, dompet; alas kaki: sepatu sport, casual, kulit; alat musik: tiup, petik, gesek; mainan: boneka; kacamata; alat olah raga; alat tulis; besi dan baja; spare part; alat angkut; glokasida dan alkaloid nabati; senyawa organik; antibiotik; kaca; barang-barang plastik. Sedangkan produk pertanian : beras, gula, jagung dan kedelai; produk industri tekstil dan produk tekstil (ITPT); produk otomotif; produk ceramic tableware masuk kedalam kategori highly sensitive list3. Kesepakatan kerjasama ACFTA bagi sebagian pengusaha dan ahli ekonomi merupakan kesepakatan yang dianggap akan mendatangkan keuntungan, akan tetapi sebagian lagi menganggap kesepakatan tersebut akan mengakibatkan kerugian. Produk-produk China yang terkenal murah, menjadi pertimbangan bagi berbagai pihak yang menentang kebijakan tersebut, karena produk-produk impor dari China diperkirakan akan menguasai pasaran. Nilai perdagangan antara negara-negara anggota ASEAN dengan China semakin menunjukkan peningkatan akibat adanya kesepakatan perjanjian ACFTA. Pada Tabel 1 diperlihatkan bahwa pada kurun waktu tahun 2002-2011, nilai perdagangan antara negara-negara anggota ASEAN dengan China cenderung meningkat.
2 3
http://www.tarif.depkeu.go.id/Data/Article/mfn.htm. Diakses pada tanggal 10 Februari 2013 http://ditjenkpi.kemendag.go.id/Umum/Regional/Win/ASEAN%20-%20China%20FTA.pdf. Diakses pada tanggal 10 Februari 2013
3
Tabel 1 Negara Indonesia Malaysia Singapura Thailand Filipina Myanmar Brunei Darussalam Kamboja Viet Nam Laos Ekspor ASEAN Indonesia Malaysia Singapura Thailand Filipina Myanmar Brunei Darussalam Kamboja Viet Nam Laos Impor ASEAN
Nilai Perdagangan Negara Anggota ASEAN dengan China Tahun 20022011 (dalam Milliar US$) 2002 57.16 93.28 125.04 66.11 35.21 2.45
2003 61.06 104.98 159.90 80.45 36.23 4.46
2004 71.58 126.51 198.55 97.36 39.68 1.99
2005 85.66 140.47 229.80 109.62 41.25 3.12
2006 100.80 157.23 271.61 121.58 47.41 3.51
2007 114.10 176.21 299.30 153.57 50.47 5.93
2008 137.02 194.50 338.18 174.97 49.03 6.62
2009 116.51 156.89 269.83 152.50 38.33 6.34
2010 157.78 198.61 351.18 193.31 51.43 7.60
2011 203.50 228.24 409.45 222.58 48.04 8.13
2.69 1.92 0.00 0.00
3.21 2.12 0.00 0.14
5.06 2.51 26.02 0.11
6.37 3.09 28.58 0.17
7.62 3.51 37.03 0.40
7.65 3.91 48.29 0.38
10.27 4.36 61.78 0.83
7.15 4.99 56.69 1.24
8.84 5.60 72.24 1.55
12.44 6.70 96.91 1.75
383.85 31.29 78.80 116.34 62.73 35.43 2.12
452.56 32.55 83.52 136.22 75.76 37.50 1.84
569.37 46.52 105.28 173.54 95.30 44.04 1.93
648.15 57.70 114.21 200.16 117.99 47.42 1.63
750.71 61.07 128.32 238.48 127.11 51.77 2.12
859.80 74.47 146.91 263.15 139.97 55.51 2.79
977.54 129.20 144.30 319.78 177.57 56.65 3.79
810.47 96.83 123.33 245.78 133.77 45.53 3.85
1048.15 135.66 164.62 310.39 182.92 58.23 4.20
1237.72 177.44 187.59 365.72 228.79 62.74 8.57
1.60 1.66 0.00 0.00
1.35 2.91 0.00 0.34
1.51 2.00 31.83 0.50
1.50 2.82 32.59 0.70
1.49 2.92 40.24 0.59
2.10 3.68 61.69 0.71
2.51 4.42 79.58 1.80
2.45 3.90 69.23 1.72
2.44 4.80 84.84 1.91
2.94 6.12 106.75 2.21
329.96
371.98
502.48
576.74
654.10
750.98
919.59
726.41
950.01
1148.86
Sumber: ASEANstats, ASEAN Secretariat 2012
Gambar 1 memperlihatkan bahwa China termasuk mitra dagang penting bagi negara anggota ASEAN sebagai negara tujuan ekspor. Rata-rata pangsa ekspor ke Cina oleh negara ASEAN dari 2001-2008 bervariasi namun secara umum cukup tinggi. Pangsa pasar ekspor Indonesia ke Cina tercatat sebesar 7%. Sedangkan negara anggota ASEAN juga merupakan mitra dagang penting bagi China terutama untuk pasokan bahan baku. Pangsa impor China dari Singapura tercatat sebesar 35% dari total impor dari ASEAN atau merupakan pangsa tertinggi di antara negara ASEAN lainnya. Sementara pangsa impor barang dari Indonesia sebesar 13% dari total impor dari ASEAN. Perdagangan antara ASEAN dan Cina mempunyai kecenderungan untuk terus meningkat hal ini menunjukkan pentingnya menjaga aktivitas perdagangan antara ASEAN dan China bagi. Dengan demikian adanya ACFTA merupakan salah satu gerbang terciptanya potensi perdagangan yang semakin besar. Salah satu produk yang diperdagangkan antara China dan negara-negara ASEAN yaitu buah-buahan. Jeruk merupakan salah satu jenis buah-buahan yang menjadi komoditas unggulan China untuk diekspor ke negara lain. Seiring dengan dibukanya jalur perdagangan bebas ACFTA dan penetapan tarif 0% bagi komoditas yang termasuk ke dalam kategori EHP pada tahun 2006 bagi lima negara anggota ASEAN, maka pemenuhan permintaan masyarakat akan buah jeruk semakin dapat dengan mudah dipenuhi. Hal ini karena produk buah-buahan dari China semakin mudah ditemui di pasar domestik sehingga mengakibatkan persaingan antara produk lokal dan produk impor semakin tinggi (Tabel 2).
4
Gambar 1 Pangsa Ekspor ke China dan Sumber Impor China dari Negara-Negara ASEAN Tahun 2001-2008 Sumber : Ibrahim et al., 2010
Sebagai contoh, angka total impor produk buah-buahan Indonesia sebesar US$ 735 juta pada tahun 2011. Sementara itu, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) impor Indonesia terhadap komoditi jeruk mandarin dari China mengalami peningkatan yang signifikan yaitu senilai US$85 352 866 pada JanuariMaret 2011, sedangkan pada periode yang sama tahun 2010 masih sebesar US$68 103 952. Hal tersebut menunjukkan peningkatan impor sebesar 25.32 persen4. Tabel 2 Perkembangan Nilai Ekspor Komoditas Buah-Buahan China ke Negara ASEAN-5, Tahun 2008-2011 (dalam US$) Negara Malaysia Thailand Singapura Filipina Indonesia
2008 3 295 320 8 007 091 314 863 316 049 74 073
2009 3 579 610 30 595 502 157 452 316 847 872 123
2010 6 241 916 42 303 699 212 135 719 855 645 671
2011 13 415 164 54 495 524 571 562 2 635 278 1 059 696
Sumber: UN Comtrade 2012
Peningkatan nilai impor jeruk dari China ini disebabkan karena harga jual jeruk dari China yang lebih rendah dibandingkan jeruk lokal Indonesia. Harga jual jeruk China yang rendah disebabkan China sudah memiliki kawasan produksi buahbuahan dan sayuran yang memadai, baik dari sisi luas maupun teknologi penanamannya. Sehingga mereka bisa memproduksi buah-buahan dan sayuran terus-menerus sepanjang tahun tanpa harus terhambat masalah cuaca. Pada tahun 2008 harga jeruk segar sebesar $0.57 per pound. Sedangkan harga jual jeruk lokal Indonesia ditetapkan berdasarkan pola kemitraan usaha yang closed system, yaitu petani peserta proyek/plasma diharuskan menjual hasil produksi jeruk kepada pihak inti (mitra) dengan harga yang disepakati melalui nota kesepakatan/perjanjian kerjasama dengan berpedoman pada harga pasar dan atau perpatokan pada biaya produksi ditambah keuntungan petani sebesar 10% dari biaya produksi. Hal ini dimaksudkan untuk memperbesar margin pasar yang dapat dinikmati oleh petani, yang selama ini hanya menikmati 22 - 29% dari harga yang dibayar oleh konsumen 4
http://rkpfmwonogiri.com/2012/03/import-buah-china-semakin-menggila. Diakses pada tanggal 9 November 2012
5
(Kasus di Kalimantan Barat). Untuk jeruk hasil produksi di lahan basah (dataran rendah) harga jual ditingkat petani yang digunakan sebagai dasar perhitungan dalam aspek keuangan dibedakan atas 3 grade yaitu grade A Rp 2 100 per Kg, grade B Rp 2 000 per Kg dan grade C Rp1 250. Untuk analisis keuangan harga jeruk dataran tinggi diasumsikan rata-rata sebesar Rp 1 300 per Kg (Balitjestro, 2013). Jika besaran konsumsi buah perkapita sebesar 57.92 Kg per minggu pada tahun 2010 dengan perkiraan 78.74 Kg per minggu pada tahun 2015, maka konsumsi jeruk penduduk Indonesia diperkirakan naik dari 1 390.08 (1000 ton) pada tahun 2010 menjadi 2 000.00 (1000 ton) pada tahun 2015 (Tabel 3). Berdasarkan anjuran FAO, untuk memenuhi kebutuhan buah-buahan per kapita pertahun minimal 60 Kg. Atas dasar anjuran FAO tersebut maka konsumsi buahbuahan di Indonesia masih sangat rendah yakni hanya 57.92 Kg perkapita pada tahun 2010. Tabel 3 Perkiraan Permintaan dan Konsumsi Buah di Indonesia Tahun 2005 2010 2015
Total buah Populasi Penduduk Konsumsi Total Konsumsi (Juta) /kapita (Kg) (1000 ton) 227 000 45.70 10 373.90 240 000 57.92 13 900.80 254 000 78.74 19 999.96
Konsumsi Jeruk 10% dari Buah Total (1000 ton) 1 037.39 1 390.08 2 000.00
Sumber: PKBT-IPB 2005
Jika melihat kondisi jumlah produksinya, produksi jeruk China jauh lebih besar dari jumlah jeruk lokal Indonesia (Tabel 4). Oleh karena itu, jeruk China banyak yang menjadi komoditas ekspor. Tabel 4 Perbandingan Produksi Jeruk Indonesia dan China Tahun 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Indonesia (ton) 691 433 968 132 1 529 824 2 071 084 2 214 019 2 565 543 2 625 884 2 467 632 2 131 768 2 028 904 1 818 949 1 611 784
Sumber : BPS 2013 dan USDA 2013 Ket : NA= data tidak tersedia
China (ton) 11 607 000 11 990 000 13 454 000 14 958 000 15 919 000 17 898 000 20 583 000 23 313 000 25 211 020 26 452 000 NA NA
6
Perumusan Masalah Kegiatan perdagangan antar negara terjadi karena adanya kebutuhan untuk memenuhi permintaan pasar akan suatu produk dari suatu negara karena produk tersebut tidak dapat dipenuhi oleh produksi dari dalam negeri itu sendiri dan juga karena adanya kemampuan negara lain untuk memproduksi lebih banyak barang tersebut. Pemenuhan kebutuhan akan produk tersebut salah satunya dilakukan dengan cara mengimpor dari negara yang menghasilkan lebih banyak produk tersebut. Banyak sekali bentuk kerjasama antar negara dalam rangka pemenuhan kebutuhan negaranya. Salah satunya yaitu adanya kerjasama ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA). Kerjasama ini melibatkan negara China dan negara-negara anggota ASEAN dimana kerjasama ini mengakibatkan berbagai dampak yang dapat dirasakan oleh kedua belah pihak baik oleh negara-negara anggota ASEAN maupun China. Penerapan ACFTA bagi negara-negara anggota ASEAN akan sangat berdampak terhadap perekonomian masing-masing negara sehingga kemampuan bersaing dari produk dalam negeri harus ditingkatkan demi menghadapi masuknya produk dari China. Peningkatan nilai perdagangan antar negara-negara ASEAN dan China merupakan salah satu indikator karena adanya penerapan perjanjian ACFTA. Salah satu produk China yang nilai perdagangannya mengalami peningkatan yaitu jeruk (Tabel 5), dimana China merupakan salah satu produsen jeruk utama hampir pada semua jenis jeruk dalam produksi jeruk dunia (Tabel 6) Tabel 5 Jumlah Ekspor Jeruk China ke Negara ASEAN-5 Tahun 2005-2011 (kg) Negara Indonesia Malaysia Singapura Filipina Thailand
2005 929 055 4 377 185 1 559 968 745 135 614 484
2006 438 740 8 079 877 1 075 083 127 950 339 530
2007 1 266 040 15 223 247 3 393 043 887 820 493 969
Tahun 2008 2009 2010 2011 3 273 738 4 605 695 5 347 885 4 080 100 23 331 532 29 781 402 28 664 021 14 766 864 3 660 456 3 596 325 2 240 248 776 777 1 766 255 3 226 255 3 351 260 4 356 261 1 507 475 529 880 1 334 887 1 350 566
Sumber: UN Comtrade 2013
Tabel 6 Sepuluh Negara Produsen Lima Varietas Jeruk Tertinggi di Dunia Tahun 2010 (Ton) Tangerines, Grapefruit (inc. Citrus fruit, nes Mandarins, Clem. pomelos) Negara Produksi Negara Produksi Negara Produksi China 10 142 430 China 4 888 588 China 2 884 820 Spanyol 1 708 200 Nigeria 3 488 400 Amerika 112 100 Brazil 1 122 730 India 781 800 Meksiko 400 934 Afrika Turki 858 699 Kolombia 730 000 343 055 Selatan Mesir 796 867 Guinea 236 400 Thailand 294 949 Jepang 786 000 Syria 205 200 India 260 600 Korea 614 871 Filipina 188 340 Turki 213 768 Pakistan 559 000 Arab Saudi 135 000 Israel 204 408 Amerika 540 682 Sierra Leone 108 400 Argentina 188 820 Maroko 472 834 Kenya 104 700 Sudan 183 000
Sumber : FAOSTAT 2010
Lemons and Limes
Oranges
Negara India Meksiko Argentina
Produksi Negara 2 629 200 Brazil 1 891 400 Amerika 1 113 380 India
China
1 058 105 China
5 003 289
Brazil Amerika Turki Iran Spanyol Italia
1 020 350 800 137 787 063 706 800 578 200 522 377
4 051 630 3 120 000 2 401 020 2 393 660 2 028 900 1 710 500
Meksiko Spanyol Mesir Italia Indonesia Turki
Produksi 18 101 700 7 477 920 5 966 400
7
Konsumsi akan buah jeruk di masing-masing negara berbeda-beda, sebagai contoh konsumsi jeruk di Indonesia, berdasarkan hasil penelitian Desain dan Analisis Agribisnis Jeruk IPB, perkiraan konsumsi jeruk di Indonesia sebesar 2 000 (1000 ton) pada tahun 2015. Kebutuhan ini belum bisa terpenuhi karena produksi jeruk lokal di Indonesia sebesar 1 611,784 ton pada tahun 2012. Oleh karena itu untuk memenuhi kebutuhan jeruk di Indonesia maka dilakukan impor jeruk dari China Tabel 5 menunjukkan peningkatan ekspor komoditas jeruk China ke lima negara anggota ASEAN (ASEAN-5). Berdasarkan tabel tersebut, perubahan jumlah ekspor jeruk China ke lima negara ASEAN-5 sangat dimungkinkan dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor yang dipengaruhi oleh China ataupun oleh negara ASEAN-5. Selain itu dengan adanya peningkatan jumlah ekspor jeruk China kemungkinan besar jeruk dari China akan dapat mendominasi pasar di lima negara tersebut apabila tidak mampu diimbangi oleh keberadaan jeruk lokal ataupun jeruk impor dari negara lain. Berdasarkan pemaparan diatas maka perlu dilakukan analisis mengenai faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi impor jeruk China di lima negara ASEAN serta pengaruh kebijakan ACFTA terhadap aliran perdagangan jeruk China ke lima negara anggota ASEAN. Pemilihan lima negara ASEAN tersebut diatas didasari atas status negara tersebut sebagai negara yang telah sepenuhnya menerapkan kebijakan ACFTA terhadap komoditas kategori EHP pada tahun 2006.
Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah dijabarkan sebelumnya, maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi impor jeruk negara ASEAN-5 dari China.
Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi serta sebagai referensi bagi pihak-pihak berkepentingan sebagai berikut : 1. Pengambil kebijakan strategis baik di tingkat makro seperti Pemerintah dan di tingkat mikro seperti para forecaster bisnis sebagai bahan dalam pengambilan kebijakan baik yang bersifat ekspansif ataupun preventif. 2. Akademisi dan para pembaca umumnya yang membutuhkan informasi mengenai aliran perdagangan jeruk China ke lima negara anggota (ASEAN-5).
Ruang Lingkup Penelitian Untuk mempersempit pemaparan hasil analisis pada penelitian ini, maka penelitian ini dibatasi pada ruang lingkup perubahan nilai perdagangan komoditas jeruk antara China dan lima negara anggota ASEAN sebelum dan sesudah diberlakukannya ACFTA untuk komoditas kategori EHP pada tahun 2006. 1. Periode tahun analisis yang digunakan yaitu 11 tahun terakhir dari tahun 2002 sampai 2012.
8
2. Komoditas jeruk yang dianalisis dalam penelitian ini tidak membedakan jenis jeruk. 3. Kode HS yang digunakan dalam analisis perdagangan jeruk China di pasar internasional adalah HS 080510 dengan deskripsi oranges, fresh or dried. 4. Variabel-variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini antara lain GDPriil China, GDPriil negara ASEAN-5, nilai tukar, jarak ekonomi, dan keanggotaan ACFTA dengan nilai impor jeruk China sebagai variabel tak bebasnya. 5. Negara pengimpor jeruk China yang dianalisis adalah Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand.
TINJAUAN PUSTAKA Perdagangan Internasional Pemenuhan kebutuhan masyarakat pada suatu negara tidak semuanya dapat dipenuhi sendiri oleh negara tersebut sehingga hal ini memicu adanya perdagangan internasional melalui kegiatan ekspor-impor antar negara yang saling membutuhkan. Selain hal tersebut, perdagangan internasional juga timbul karena adanya keinginan dari suatu negara untuk dapat memperluas jaringan pemasaran, dan memperbesar pendapatan negara. Proses perdagangan internasional muncul akibat perbedaan sumber daya yang dimiliki setiap negara di dunia. Dengan asumsi bahwa seluruh faktor produksi domestik seperti lahan, tenaga kerja, dan modal adalah konstan, maka suatu negara yang memiliki sumberdaya melimpah akan memperoleh keuntungan dengan mengekspornya ke negara lain, serta mengimpor sumberdaya yang langka dari negara lain (Muttaqin dan Suroso, 2004). Pelaksanaan perdagangan internasional seringkali dibatasi oleh adanya penerapan pajak dan pemberlakuan regulasi tarif pada barang impor. Akibat adanya pembatasan-pembatasan melalui peraturan yang diberlakukan pada proses perdagangan internasional maka muncullah kerjasama-kerjasama antar negara berupa perdagangan bebas dengan tujuan untuk mempermudah proses perdagangan internasional dari satu negara ke negara lainnya. Terdapat beberapa manfaat yang diperoleh dengan adanya perdagangan bebas, yaitu tersedianya pasar internasional yang luas selain dapat memperluas pasar produk domestik juga dapat memacu pelaku usaha domestik untuk selalu berinovasi dengan efisien dan efektif agar dapat bersaing di pasar dunia (Bowo, 2012). Meiri (2013) melakukan penelitian dengan judul Analisis Daya Saing dan Perdagangan Kopi Indonesia di Pasar Internasional menggunakan analisis RCA untuk mengetahui daya saing kopi Indonesia di pasar internasional, analisis korelasi rank spearman untuk mengetahui tingkat persaingan antar negara eksportir kopi dunia, analisis data panel menggunakan gravity model untuk mengetahui faktorfaktor yang memengaruhi perdagangan atau aliran ekspor kopi Indonesia ke sepuluh negara tujuan, dan rasio potensi perdagangan untuk mengetahui potensi perdagangan kopi di setiap negara tujuan ekspor. Variabel yang digunakan pada analisis data panel dengan menggunakan gravity model yaitu GDP riil per kapita
9
negara Indonesia dan sembilan negara tujuan ekspor, jarak ekonomi, kurs rupiah terhadap sembilan mata uang negara tujuan ekspor dan dummy keanggotaan WTO. Penelitian ini menunjukkan bahwa kopi Indonesia masih memiliki keunggulan komparatif atau daya saing di pasar internasional. Variabel-variabel yang berpengaruh signifikan terhadap volume ekspor kopi Indonesia antara lain GDP riil per kapita Indonesia, GDP riil per kapita negara tujuan, jarak ekonomi antara indonesia dengan negara tujuan ekspor, dan keanggotaan negara tujuan ekspor dalam WTO. Martha (2011) melakukan penelitian dengan judul Analisis Potensi Ekspor Crude Palm Oil (Cpo) Indonesia ke Empat Negara Mitra Dagang Utama dengan Pendekatan Gravity Model menggunakan variabel GDP negara eksportir dan importir, jarak, kurs, dan harga. Variabel yang berpengaruh signifikan adalah GDP Indonesia dan GDP empat negara mitra dagang utama, nilai tukar Indonesia terhadap empat negara mitra dagang utama, sedangkan yang tidak berpengaruh adalah variabel jarak dan harga. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kebijakan pengurangan tarif impor CPO Indonesia oleh empat negara mitra dagang utama sebagai salah satu kebijakan WTO dalam mengurangi hambatan perdagangan internasional CPO secara umum membawa efek positif bagi negara Indonesia sebagai negara eksportir karena akan memberikan pengurangan penurunan kesejahteraan nasional akibat adanya penetapan tarif. Sedangkan potensi pasar ekspor CPO Indonesia terbesar adalah India dan Malaysia. Yeboah et al. (2010) dalam penelitiannya yang berjudul Does the WTO Increase Trade? The Case of U.S. Cocoa Imports from WTO-Member Producing Countries dengan menggunakan gravity model memperoleh hasil bahwa keanggotaan dalam WTO memberikan dampak yang positif terhadap perdagangan kakao antara Amerika dan negara pengekspor. Variabel yang digunakan yaitu GDP negara pengekspor dan negara pengimpor, paritas daya beli dan dummy keanggotaan dalam GATT/WTO dan FTA, variabel-variabel tersebut berpengaruh signifikan. Permadi (2007) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Peramalan dan Faktor-faktor yang Memengaruhi Impor Jeruk di Indonesia. Penelitian tersebut menduga faktor-faktor yang memengaruhi impor jeruk Indonesia untuk periode Januari tahun 2000 sampai dengan November 2006, dengan variabel yang berpengaruh nyata adalah harga impor, pendapatan nasional, nilai tukar lag impor, dan dummy triwulan. Impor jeruk juga memiliki pola berfluktuasi dan acak dari bulan ke bulan akibat faktor yang memengaruhi impor juga berfluktuasi
ASEAN-China Free Trade Area ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) merupakan kesepakatan antara negara-negara anggota ASEAN dengan China untuk mewujudkan kawasan perdagangan bebas dengan menghilangkan atau mengurangi hambatan-hambatan perdagangan barang baik tarif ataupun non tarif, peningkatan akses pasar jasa, peraturan dan ketentuan investasi, sekaligus peningkatan aspek kerjasama ekonomi untuk mendorong hubungan perekonomian para pihak dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat ASEAN dan China (DKRDKPI, 2010).
10
ACFTA menghasilkan berbagai dampak bagi negara-negara yang terlibat didalamnya, baik dampak positif maupun dampak negatif. Bowo (2012) melakukan penelitian mengenai dampak penerapan ACFTA terhadap nilai perdagangan Indonesia atas China dengan menggunakan model regresi dengan pendekatan data panel. Variabel-variabel yang digunakan yaitu GDPriil China, Kurs, dan dummy variabel ACFTA dimana semua variabel tersebut berpengaruh signifikan. Penelitian ini menunjukkan bahwa pemberlakuan ACFTA berpengaruh positif terhadap nilai ekspor Indonesia ke China karena rata-rata nilai ekspor beberapa komoditas terpilih ke China setelah pemberlakuan ACFTA lebih besar dibandingkan dengan sebelum pemberlakuan ACFTA. Sedangkan nilai impor juga positif karena nilai impor Indonesia dari China setelah pemberlakuan ACFTA lebih besar dibandingkan dengan sebelum pemberlakuan ACFTA. Wibowo (2009) pada penelitiannya yang membahas mengenai Dampak Perdagangan Bebas ASEAN-China Terhadap Kinerja Ekonomi Indonesia, khususnya sektor pertanian dan kehutanan melakukan penelitian dengan menggunakan metode dan database Global Trade Analysis Project, memperoleh hasil bahwa manfaat ekonomi yang diperoleh Indonesia dari Free Trade Agreement ASEAN-China akan bertambah besar apabila liberalisasi perdagangan tersebut dikombinasikan dengan kebijakan domestik melalui penurunan biaya transaksi perdagangan dan investasi di sektor pertanian dan kehutanan. Kedua kebijakan tersebut dapat mengurangi dampak negatif dari FTA di tingkat produsen (petani) dan konsumen sebab dapat menambah output produksi, tingkat upah dan permintaan tenaga kerja sehingga dapat mengurangi tingkat pengangguran dan kemiskinan. Penelitian Nugroho (2011) dengan menggunakan analisis SWOT dalam skripsinya yang berjudul Pengaruh Perdagangan Bebas ASEAN-China (ACFTA) Terhadap Pemasaran Mebel di Kota Bogor menunjukkan bahwa kebijakan ACFTA dengan masuknya mebel impor dari China tidak terlalu mengakibatkan dampak yang berpengaruh terhadap perdagangan mebel di kota Bogor karena konsumen masih lebih memilih produk lokal. Raisa (2011) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Substitusi Impor Jeruk Mandarin di Indonesia dalam Skema ASEAN China Free Trade Area (ACFTA) dengan menggunakan metode model regresi berganda dan metode interpolasi kubik spline menjabarkan bahwa kesepakatan ACFTA sangat menguntungkan bagi Cina karena dapat menurunkan permintaan impor jeruk dari negara lainnya. Faktor-faktor yang memengaruhi substitusi impor jeruk Indonesia periode Januari 2000 hingga Desember 2009 yang berpengaruh nyata yaitu nilai tukar rupiah terhadap dollar, harga konsumen jeruk di pedesaan, PDB, produksi jeruk nasional, harga jeruk impor, substitusi impor tahun sebelumnya, dan dummy ACFTA. Jumlah impor sebelum ACFTA saat tarif impor belum 0% selama tahun 2000-2004, meningkat dengan pesat setelah diberlakukannya EHP tahun 2005. Pangsa impor Cina pun mengungguli negara pengimpor lainnya selama periode pasca EHP.
11
Agribisnis Jeruk Rokhmawati (2013) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Strategi Pemasaran Berdasar pada Segmentasi dan Preferensi Konsumen Terhadap Jeruk Lokal serta Jeruk Impor menjabarkan bahwa preferensi konsumen yang dianalisis dengan menggunakan metode chi-square dan segmentasi pasar yang dianalisis dengan menggunakan Cluster Analysis dengan metode non-hierarki menunjukkan bahwa terdapat perbedaan preferensi konsumen jeruk lokal terhadap semua atributatribut yang ada pada buah jeruk lokal. Namun pada buah jeruk impor, preferensi konsumen, pada atribut warna memiliki persamaan preferensi yaitu berwarna oranye, sedangkan untuk atribut-atribut lainnya memiliki preferensi yang berbeda. Segmentasi pasar sendiri, diperoleh hasil bahwa konsumen buah jeruk lokal dan buah jeruk impor memiliki ciri-ciri karakteristik konsumen yang hampir sama. Penelitian Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Komoditas Jeruk Siam di Kabupaten Garut yang dilakukan oleh Dewanata (2011) dengan menggunakan policy analysis matrix (PAM) menunjukkan bahwa pengusahaan komoditas jeruk siam dengan teknologi modern memiliki keunggulan komparatif lebih besar dibandingkan dengan komoditas jeruk siam teknologi tradisional. Sedangkan secara keseluruhan kebijakan pemerintah yang berlaku masih belum mendukung dalam hal pengembangan dan peningkatan keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif pengusahaan komoditas jeruk siam di Kabupaten Garut. Shanti (2007) pada penelitiannya yang berjudul Analisis Keputusan Konsumen dalam Mengkonsumsi Jeruk Lokal dan Jeruk Impor di Ritel Modern (Kasus Konsumen Giant Botani Square Bogor) dengan menggunakan analisis deskriptif, analisis regresi logistik (logit), dan Importance Performance Analysis (IPA) menunjukkan bahwa variabel yang mempengaruhi keputusan mengkonsumsi jeruk lokal dan jeruk impor adalah variabel rasa, penampilan, jenis kelamin, dan tingkat pendapatan.
Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu Hasil yang didapat pada penelitian terdahulu mengenai perdagangan internasional menunjukkan bahwa sebagian besar peneliti menggunakan alat analisis data panel dengan gravity model dalam melakukan penelitiannya. Hal ini sama dengan alat analisis yang akan digunakan oleh penulis. Akan tetapi walaupun alat analisis yang digunakan sama, terdapat perbedaan antara penelitian-penelitian terdahulu dengan penelitian yang penulis lakukan, perbedaannya yaitu pada variabel yang digunakan. Variabel yang digunakan oleh penulis sebagian besar sama dengan variabel pada penelitian terdahulu akan tetapi, pada penelitian ini penulis menggunakan variabel dummy ACFTA untuk komoditas yang termasuk kedalam kategori EHP, dimana komoditas yang termasuk pada kategori tersebut sudah sepenuhnya menerapkan kebijakan tarif 0% pada tahun 2006. Salah satu komoditas yang masuk kategori EHP yaitu jeruk. Penggunaan variabel-variabel tersebut bertujuan untuk mengetahui faktor apa saja yang dapat mempengaruhi perdagangan jeruk antara China dan lima negara anggota ASEAN (ASEAN-5), serta dengan adanya variabel dummy ACFTA ditujukan untuk mengetahui apa
12
dampak kebijakan ACFTA terhadap perdagangan komoditas kategori EHP khususnya jeruk antara China dan negara ASEAN-5. Sedangkan perbedaan penelitian ini dengan penelitian tentang ACFTA pada penelitian terdahulu yaitu pada alat analisis yang digunakan dimana penelitian ini menggunakan analisis data panel dengan grafity model.
KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Teori Perdagangan Internasional Adanya perbedaan dalam hal sumberdaya antar satu negara dan negara lain dan juga perbedaan penguasaan teknologi mengakibatkan kebutuhan suatu negara tidak semua dapat dipenuhi oleh negara itu sendiri. Sehingga hal ini mengakibatkan adanya hubungan saling membutuhkan dari masing-masing negara dalam hal pemenuhan kebutuhannya. Perdagangan internasional merupakan suatu proses pertukaran barang atau jasa antar negara dimana suatu negara akan memperoleh keuntungan dari perdagangan dengan negara lain apabila negara tersebut berspesialisasi dalam komoditas yang dapat diproduksi dengan lebih efisien dan mengimpor komoditas yang kurang efisien. Teori modern perdagangan internasional menurut Salvatore (1997) yaitu sebuah negara akan mengekspor komoditi yang produksinya lebih banyak menyerap faktor produksi yang relatif melimpah dan murah di negara itu, dan dalam waktu bersamaan ia akan mengimpor komoditi yang produksinya memerlukan sumberdaya yang relatif langka dan mahal di negara itu. Perdagangan internasional antar negara dilakukan karena merupakan sumber bagi terciptanya keuntungan perdagangan bagi pihak-pihak yang terlibat didalamnya. Negara-negara berdagang karena terdapat perbedaan antara negara tersebut. Negara-negara di dunia selalu berupaya untuk memperoleh keuntungan dari perbedaan diantara mereka. Hal tersebut dilakukan melalui pengaturan yang dibentuk sedemikian rupa sehingga setiap pihak yang terlibat dalam perdagangan internasional mampu melakukan sesuatu dengan lebih baik. Selain itu dengan adanya perdagangan internasional, setiap negara akan didorong untuk mampu membatasi kegiatan produksinya untuk menghasilkan sejumlah barang tertentu saja. Maka, setiap negara memiliki peluang untuk lebih fokus dan menggunakan seluruh sumber daya yang dimiliki dalam menghasilkan barang-barang tersebut dengan skala yang lebih besar (Krugman dan Obstfeld, 2000). Ketika harga suatu komoditas di suatu negara lebih tinggi dibandingkan dengan harga di dunia, maka negara tersebut akan melakukan kebijakan untuk mengimpor komoditas tersebut. Begitupun sebaliknya, ketika harga suatu komoditas di suatu negara lebih rendah dibandingkan harga yang terjadi di dunia, maka negara tersebut akan melakukan kebijakan untuk mengekspor produk yang merupakan kelebihan produksi atas permintaan dalam negeri. Kondisi tersebut diilustrasikan melalui keseimbangan parsial perdagangan internasional yang disajikan pada Gambar 2. Kurva Dx dan kurva Sx dalam panel A dan C pada Gambar 2 masing-masing melambangkan kurva permintaan dan penawaran untuk
13
komoditas X di negara 1 dan negara 2. Sumbu vertikal pada ketiga panel tersebut mengukur harga-harga relatif untuk komoditas X (Px/Py) atau dengan kata lain jumlah komoditas Y yang harus dikorbankan oleh suatu negara dalam rangka memproduksi satu unit tambahan komoditas X. Sedangkan, sumbu horizontal di ketiga panel mengukur kuantitas komoditas X. Px/Py
Px/Py
Px/Py Sx
A”
P3 Sx
Ekspor
B’
E*
E
B
P1
A’
S B*
P2
P3
E’
Impor
A
A*
D
Dx
Dx 0
X
(Panel A)
0
X
(Panel B)
0
X
(Panel C)
Gambar 2 Keseimbangan Parsial Perdagangan Internasional Keterangan: Panel A = Pasar di negara 1 untuk komoditas X Panel B = Hubungan perdagangan internasional dalam komoditas X Panel C = Pasar di negara 2 untuk komoditas X Sumber : Salvatore, 1997.
Panel A menunjukkan bahwa negara 1 akan melakukan produksi dan konsumsi di titik A (kuantitas komoditas X yang ditawarkan akan sama dengan kuantitas yang diminta oleh konsumen di negara 1 berdasarkan harga relatif P1). Hal ini memunculkan titik A* pada kurva penawaran komoditas X negara 2 di panel B. Sedangkan negara 2 pada panel C juga akan berproduksi dan mengkonsumsi komoditas X di titik A’ (kuantitas komoditas X yang ditawarkan akan sama dengan kuantitas yang diminta oleh konsumen di negara 2 berdasarkan harga relatif P3). Hal tersebut memunculkan titik A” yang terletak pada kurva permintaan impor komoditas X negara 2 yang berada di panel B. Jika di negara 1 pada panel A berdasarkan harga relatif P2, maka akan terjadi kelebihan penawaran apabila dibandingkan dengan tingkat permintaan untuk komoditas X sebesar BE. Kuantitas sebesar BE itulah yang merupakan kuantitas komoditas X yang akan diekspor oleh negara 1 pada harga relatif P2. Begitu halnya untuk negara 2 pada panel C jika berdasarkan harga relatif P2 akan terjadi kelebihan permintaan yang lebih besar dari penawarannya, yaitu sebesar B’E’. Kelebihan itu sama artinya dengan kuantitas komoditas X yang akan diimpor oleh negara 2 berdasarkan harga relatif P2. Kuantitas impor komoditas X yang diminta oleh negara 2 (sebesar B’E’ dalam Panel C) akan dipenuhi dengan kuantitas ekspor komoditas X yang ditawarkan oleh negara 1 (sebesar BE dalam Panel A). Hal tersebut diperlihatkan oleh perpotongan antara kurva D dan kurva S setelah komoditas X diperdagangkan di antara kedua negara yang ditunjukkan pada panel B.
14
Teori Perdagangan Bebas Perluasan akses pasar untuk pengembangan ekspor dapat ditopang oleh kebijakan-kebijakan perdagangan bebas dengan menghapuskan hambatanhambatan perdagangan sehingga akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hambatan-hambatan dalam perdagangan bebas biasanya berupa adanya pemberian tarif terhadap barang, pembatasan jumlah barang atau kuota serta peraturan administrasi lainnya yang berbeda di masing-masing negara. Perdagangan bebas (laissez-faire) atau liberalisasi perdagangan (trade liberalization) adalah konsep ekonomi yang merujuk kepada sistim perdagangan barang dan jasa antar negara tanpa adanya intervensi pemerintah dalam bentuk tarif dan hambatan perdagangan lainnya, seperti: kuota, subsidi, dan pajak. (Krugman dan Obstfeld, 2000; Husted dan Melvin, 2004). Perdagangan bebas memiliki beberapa keuntungan. Seperti dijelaskan oleh Budiono (2001) dalam Hardono et al. (2004) yaitu: 1. Perdagangan bebas membuka akses pasar lebih luas sehingga memungkinkan diperoleh efisiensi karena liberalisasi perdagangan cenderung menciptakan pusat-pusat produksi baru yang menjadi lokasi berbagai kegiatan industri yang saling terkait dan saling menunjang sehingga biaya produksi dapat diturunkan, 2. Iklim usaha menjadi kompetitif sehingga mengurangi kegiatan yang bersifat rent seeking dan mendorong pengusaha untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi dalam penggunaan sumberdaya, 3. Arus perdagangan dan investasi yang lebih bebas mendorong terjadinya alih teknologi untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi, 4. Perdagangan yang lebih bebas memberikan signal harga yang “benar” sehingga meningkatkan efisiensi investasi, 5. Dalam perdagangan yang lebih bebas, kesejahteraan konsumen baik ditingkat individu maupun perusahaan akan meningkat Perdagangan bebas secara resmi dimulai sejak adanya kesepakatan GATT pada tahun 1947. Sejak tanggal 1 Januari 1995, GATT digantikan dengan lembaga perdagangan multilateral yang disebut WTO (World Trade Organization). Kawasan Perdagangan Bebas (Free Trade Area/FTA) adalah sebuah kawasan preferensi perdagangan dimana negara-negara anggotanya menghapuskan tarif dan kuota antar negara anggota, namun masing-masing negara tetap menerapkan tarif mereka masing-masing terhadap negara bukan anggota. Sedangkan kawasan preferensi perdagangan adalah blok perdagangan yang memberikan keistimewaan untuk produk-produk tertentu dari negara tertentu dengan melakukan pengurangan tarif, namun tidak menghilangkannya sama sekali. (Balassa, 1961). Tarif merupakan bentuk kebijakan perdagangan yang paling tua dan secara tradisional telah digunakan sebagai sumber penerimaan pemerintah. Tujuan utama pengenaan tarif bukan hanya untuk memperoleh pendapatan, tetapi juga untuk melindungi sektor-sektor tertentu di dalam negeri seperti hasil pertanian dari persaingan impor. Tarif meningkatkan harga barang di negara pengimpor sehingga menurunkan jumlah barang yang diimpor (Krugman dan Obstfeld, 2002).
15
Harga, P
S
PW + t PW
D
S1
S2
D2
D1
Kuantitas, Q
Gambar 3 Dampak Adanya Tarif Terhadap Harga dan Jumlah Barang Impor Keterangan: S1 – D1 : Jumlah barang yang diimpor sebelum adanya tarif S2 – D2 : Jumlah barang yang diimpor setelah adanya tarif PW : Harga barang sebelum ditambah tarif PW + t : Harga barang setelah ditambah tarif Sumber : Krugman dan Obstfeld, 2002
Teori Keunggulan Komparatif Teori keunggulan komparatif (theory of comparative advantage) merupakan teori yang dikemukakan oleh David Ricardo, teori ini merupakan penyempurnaan dari teori keunggulan absolut dari Adam Amith. Menurutnya, perdagangan internasional terjadi bila ada perbedaan keunggulan komparatif antarnegara. Ia berpendapat bahwa keunggulan komparatif akan tercapai jika suatu negara mampu memproduksi barang dan jasa lebih banyak dengan biaya yang lebih murah daripada negara lainnya. Teori keunggulan komparatif menggunakan sejumlah asumsi sebagai berikut: (1) hanya terdapat dua negara dan dua komoditi, (2) perdagangan bersifat bebas, (3) mobilitas tenaga kerja sempurna, (4) biaya produksi konstan, (5) tidak terdapat biaya transportasi, (6) tidak ada perubahan teknologi, dan (7) menggunakan teori nilai tenaga kerja. Teori keunggulan komparatif menyatakan bahwa dalam keadaan perdagangan bebas, apabila salah satu negara kurang efisien dalam memproduksi kedua barang dibandingkan negara lainnya, kedua negara tersebut masih dapat melakukan perdagangan yang menguntungkan kedua belah pihak. Negara yang pertama harus melakukan spesialisasi dalam produksi komoditas yang keunggulan absolutnya lebih kecil (komoditas ini disebut sebagai keunggulan komparatif) dan mengimpor komoditas yang keunggulan absolutnya lebih besar (komoditas ini disebut sebagai ketidakunggulan komparatifnya) (Salvatore, 2007). Model Gravitasi (Gravity Model) Gravity model telah banyak digunakan dalam menganalisis perdagangan antar negara. Model ini menunjukkan interaksi antara dua partikel dimana besarnya interaksi dipengaruhi oleh massa dan jarak antara partikel. Penggunaan gravity model dapat menjelaskan pengaruh dari berbagai variabel yang menentukan perdagangan, baik variabel makroekonomi seperti pendapatan agregat, pendapatan per kapita, nilai tukar, biaya transportasi, dan juga
16
variabel sosial, seperti populasi, sistem politik, serta variabel budaya, seperti bahasa. Selain itu gravity model juga dapat digunakan untuk menganalisis dampak kebijakan perdagangan. Kebijakan yang dapat dianalisa adalah kebijakan kerjasama (bilateral, multilateral, regional, keuangan, perbatasan), kebijakan kelembagaan dan kebijakan perdagangan lainnya (Supriana, 2011) Gravity model merupakan model yang digunakan untuk menganalisis efek integrasi ekonomi terhadap perdagangan dan merupakan satu alat analisis yang dapat digunakan untuk mengestimasi berapa besarnya nilai barang yang keluar dan masuk di suatu wilayah. Bentuk persamaan yang paling umum dari gravity model untuk perdagangan adalah sebagai berikut : Xij = k
𝑌𝑖𝑎 𝑌𝑗𝑏 𝑐 𝑇𝑖𝑗
dimana : Xij = total nilai perdagangan atau taksiran interaksi antar wilayah i dan j Yi, Yj = ukuran ekonomi atau besaran daya tarik (pendapatan) wilayah i dan j Tij = biaya perdagangan atau jarak antara wilayah i dan j K = konstanta a,b,c = parameter dugaan Total nilai perdagangan atau taksiran interaksi antar wilayah i dan j memberikan informasi mengenai nilai aliran perdagangan suatu komoditas dari wilayah i ke j yang meliputi arus perdagangan keseluruhan wilayah. Ukuran ekonomi atau besaran daya tarik wilayah i dan j (Y) biasanya adalah PDB (GDP), nilai tukar/kurs, dan variabel jarak atau biaya perdagangan yang diukur melalui pendekatan transportasi. Persamaan gravity model akan dapat diestimasi dengan menggunakan logaritma natural terhadap persamaan gravity model. Kemudian, persamaan tersebut ditambah error term sehingga diperoleh persamaan berikut (Yamarik dan Ghosh, 2005): 𝐿𝑜𝑔(𝑋𝑖𝑗 ) = 𝐴 + 𝑏1 𝑙𝑜𝑔(𝑌𝑖 𝑌𝑗 ) + 𝑏2 log(𝑇𝑖𝑗 ) + 𝜀𝑖𝑗 dimana A, b1 dan b2 adalah koefisien yang diestimasi. Dikarenakan aliran perdagangan meningkat melalui ukuran (GDP) dan menurun melalui jarak, maka b1 diperkirakan memiliki tanda positif dan b2 negatif. Error term ɛij menangkap setiap kejadian atau goncangan yang dapat mempengaruhi perdagangan bilateral antara dua negara. Namun demikian, para peneliti menambahkan variabel lainnya ke persamaan gravity model inti untuk melihat apakah terdapat perbedaan terkait faktor geografis, sejarah, risiko nilai tukar, dan kebijakan perdagangan. Oleh karena itu, persamaan yang telah ditambah error term kemudian ditambah dengan vektor Gij menjadi persamaan baru. Vektor Gij adalah vektor dari variabel lainnya yang dapat menjelaskan perdagangan antara dua negara (Yamarik dan Ghosh, 2005). 𝐿𝑜𝑔(𝑋𝑖𝑗 ) = 𝐴 + 𝑏1 𝑙𝑜𝑔(𝑌𝑖 𝑌𝑗 ) + 𝑏2 log(𝑇𝑖𝑗 ) + 𝑏3 𝐺𝑖𝑗 + 𝜀𝑖𝑗
17
Produk Domestik Bruto (PDB) atau Gross Domestic Product (GDP) Produk domestik bruto (PDB) adalah pendapatan total nasional pada output barang dan jasa yang merupakan ukuran kapasitas untuk memproduksi komoditi ekspor negara tersebut. PDB digunakan untuk mengukur produksi total suatu negara yang merupakan salah satu indikator utama yang digunakan untuk mengukur kesehatan ekonomi suatu negara. PDB mengukur nilai dari seluruh barang dan jasa yang diproduksi di dalam negeri dalam rentang waktu tertentu (Andolfatto, 2005) PDB merepresentasikan ukuran besar kecilnya keadaan perekonomian suatu negara. Semakin besar PDB, maka semakin besar jumlah barang dan jasa yang dapat diperdagangkan sehingga dengan kata lain yaitu semakin besar PDB suatu negara maka semakin besar pula kemampuan negara tersebut dalam melakukan perdagangan dengan negara lain. PDB bagi negara eksportir akan berguna untuk menentukan jumlah produksi komoditi ekspor (kapasitas produksi) sedangkan untuk negara importir, semakin besar PDB maka impor terhadap suatu komoditi negara tersebut semakin tinggi (kapasitas penyerapan) Kurs (Nilai Tukar) Kurs adalah nilai mata uang suatu negara yang dinyatakan dengan nilai mata uang negara lain dan biasanya terjadi apabila ada suatu kegiatan perdagangan antar negara yang dilakukan oleh penduduknya. Kurs merupakan salah satu variabel yang juga mempengaruhi perdagangan internasional. Dengan melibatkan kurs juga merupakan literatur umum dalam gravity model, dimana penurunan nilai mata uang mengakibatkan ekspor dari barang ekonomi semakin kompetitif di seluruh dunia dimana barang tersebut semakin murah (Anderson et al., 2003). Sedangkan jika nilai tukar terdepresiasi (nominal nilai LCU semakin membesar), maka akan terjadi penurunan impor dari negara pengekspor, karena harga komoditas impor relatif lebih mahal dibanding harga dari negara pengimpor. Oleh karena itu hubungan nilai tukar LCU terhadap Yuan China dengan impor suatu negara dari negara lain adalah negatif (Bowo 2012). Jarak Peningkatan aliran perdagangan dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti oleh besarnya transaksi perekonomian, jarak antar negara yang biasanya diwakili oleh biaya transportasi, ukuran populasi serta faktor kesamaan budaya dan bahasa. Semakin jauh jarak antar negara maka semakin besar pula biaya transportasi yang dikeluarkan sehingga mengakibatkan menurunnya aliran perdagangan suatu produk dari suatu negara. Semakin jauh jarak antar negara maka diperkirakan akan menurunkan perdagangan bilateral (Rose et al. 2000). Dalam gravity model, jarak antar dua negara digunakan untuk mengukur biaya transportasi. Namun demikian, terdapat beberapa faktor geografis lainnya yang mempengaruhi biaya transportasi dan volume perdagangan. Sebagai contoh, biaya pengangkutan barang antara dua negara yang lokasinya bersebelahan lebih rendah dibandingkan dengan biaya pengangkutan barang melalui negara ketiga. Selain itu, biaya pengangkutan barang melalui jalur air lebih rendah dibandingkan dengan jalur darat (Meiri, 2013).
18
Model Regresi Panel Data Data panel adalah gabungan antara data silang antar individu (cross section) dengan data runtun waktu (time series). Data panel diperkenalkan oleh Holwes pada tahun 1950. Ketersediaan data kadang mengalami kendala, kadang ketersediaan data time series biasanya pendek dan kadang ketersediaan data cross section terbatas. Sehingga diperlukan model ekonometrik yang dapat memecahkan permasalahan ini, biasanya dengan menggunakan pooled data (data pendugaan) dengan tujuan untuk mendapatkan perkiraan yang lebih baik. Penggunaan panel data memiliki beberapa keuntungan (Hsiao, 2007), yaitu : 1. Penarikan kesimpulan dari suatu parameter model lebih akurat. 2. Memiliki kemampuan lebih besar dalam menangkap kompleksitas perilaku manusia dari pada hanya menggunakan sebuah data cross section atau data time series 3. Menyederhanakan proses penghitungan dan penarikan kesimpulan secara statistik. Model yang digunakan dalam mengestimasi analisis panel data adalah pendekatan kuadrat terkecil (pooled least square), pendekatan efek tetap (fixed effect model), dan pendekatan efek acak (random effect model).
Kerangka Pemikiran Operasional Perdagangan internasional mengakibatkan semakin mudahnya perpindahan barang dan jasa dari suatu negara ke negara lainnya. Sehingga perekonomian dunia menjadi semakin berkembang. Perdagangan internasional juga menyebabkan beberapa negara melakukan kerjasama dalam bentuk sebuah perjanjian, baik antar satu negara atau pun antar satu negara dengan banyak negara. Hal ini juga membuat kawasan regional ASEAN mulai melakukan kerjasama dengan berbagai negara demi meningkatkan perkembangan perekonomian di seluruh negara-negara anggotanya. Salah satunya yaitu perjanjian kerjasama antara negara-negara ASEAN dengan China yang lebih dikenal dengan ACFTA. Diberlakukannya secara penuh perjanjian kerjasama ACFTA untuk komoditas EHP pada tahun 2006 memberikan berbagai dampak bagi negara-negara anggota yang terlibat di dalam kerjasama tersebut. Perubahan nilai perdagangan China dan negara anggota ASEAN-5 dapat menjadi salah satu petunjuk dalam memberikan informasi mengenai dampak adanya perjanjian ACFTA khususnya dalam komoditas hortikultura. Kerjasama ACFTA mengakibatkan banyak produk dari China masuk ke negara anggota ASEAN-5. Salah satu produk tersebut termasuk dalam kategori produk hortikultura yaitu jeruk dimana produk ini merupakan salah satu produk dari sekian banyak produk yang diekspor China ke negara ASEAN. Jeruk yang berasal dari China sangat mudah sekali dijumpai di pasar-pasar Indonesia dan juga menjadi produk yang sering dibeli oleh masyarakat. Peningkatan konsumsi jeruk asal China salah satunya dikarenakan dari ketersediaannya di pasaran sehingga konsumen lebih mudah mendapatkan komoditas impor tersebut. Dengan adanya perjanjian kerjasama ACFTA, maka faktor-faktor yang mempengaruhi impor jeruk serta dampak yang akan ditimbulkan terhadap perdagangan jeruk antara China dan negara-negara ASEAN perlu dikaji lebih
19
dalam agar dapat diketahui sejauh mana perjanjian tersebut berdampak terhadap nilai perdagangan jeruk China-ASEAN dan faktor apa saja yang mempengaruhi impor jeruk China di Negara ASEAN-5. Alur kerangka pemikiran operasional secara lengkap terdapat pada Gambar 4 di bawah ini.
Pemberlakuan secara penuh kebijakan perdagangan bebas ACFTA terhadap komoditas yang termasuk kedalam kategori EHP pada tahun 2006
Perubahan nilai impor jeruk dari China sebelum dan sesudah tahun 2006
Gravity Model (Variabel GDPi, GDPj, Jarak Ekonomi, Nilai Tukar, dan dummy ACFTA)
Faktor yang mempengaruhi impor jeruk dari China ke ASEAN-5
Dampak pemberlakuan secara penuh kebijakan perdagangan bebas ACFTA terhadap komoditas yang termasuk kedalam kategori EHP pada tahun 2006 bagi negara ASEAN-5 Gambar 4 Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian
Hipotesis Penelitian Hipotesis dalam penelitian ini meliputi sebagai berikut : 1. GDPriil dari negara eksportir (GDPi) yang mengukur kapasitas produksi negara tersebut, sementara GDPriil negara importir (GDPj) untuk mengukur kapasitas absorpsi negara importir (Kalbasi 2001 dalam Yuniarti 2007). Kedua variabel tersebut diperkirakan mempunyai hubungan positif dengan laju perdagangan jeruk internasional. 2. Jarak ekonomi (EDij) merupakan proksi bagi biaya transportasi karena semakin jauh jarak diantara kedua negara maka biaya transportasi akan semakin tinggi. Jarak diperkirakan mempunyai hubungan negatif dengan laju perdagangan jeruk internasional. 3. Nilai tukar (ERij), diharapkan memiliki hubungan negatif terhadap impor jeruk di negara ASEAN-5 karena semakin tingginya nilai tukar suatu negara maka
20
4.
akan menurunkan nilai impor negara tujuan karena harga barang impor akan semakin mahal. Pemberlakuan secara penuh kebijakan ACFTA diharapkan memiliki dampak positif terhadap impor jeruk di negara ASEAN-5.
METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan pada penelitian ini merupakan data sekunder baik bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Data sekunder kuantitatif terdiri dari data time series dan cross section dari tahun 2002-2012 untuk data perdagangan dari lima negara anggota ASEAN (Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand) sebagai negara importir jeruk segar dari China. Data penelitian ini diperoleh dari UN Comtrade, USDA, Timeanddate, Indexmundi, FAOSTAT, IMF, World Bank, dan instansi terkait lainnya. Data yang digunakan meliputi data nilai impor jeruk segar (HS 080510) dari China ke lima negara anggota ASEAN, GDPriil tiap negara, jarak antar negara, serta nilai tukar antar negara. Sedangkan data kualitatif dan data pendukung lainnya yang berfungsi sebagai pendukung data kuantitatif diperoleh melalui studi literatur berupa skripsi, tesis, Jurnal, internet dan buku-buku yang berkaitan dengan penelitian.
Metode Analisis Data Metode analisis data pada penelitian ini menggunakan metode kuantitatif, yaitu dengan menggunakan analisis data panel dengan gravity model dimana hasil dari analisis tersebut dapat digunakan untuk menjabarkan apa saja faktor yang mempengaruhi impor jeruk dari China ke ASEAN-5 serta apa dampak yang didapat dari adanya kesepakatan kerjasama ACFTA. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program Microsoft Excel dan program Eviews yang kemudian dilanjutkan dengan menginterpretasikan hasil output pengolahan data. Pemilihan software pengolahan data dilakukan dengan pertimbangan kemampuan dalam pengolahan data.
Formulasi Model Variabel yang digunakan dalam pemodelan ini adalah PDB/GDPriil dari masing-masing negara, jarak antar negara, nilai tukar antar negara, dan dummy keanggotaan ACFTA. Variabel-variabel tersebut diatas merupakan variabel independen, sedangkan nilai impor jeruk ASEAN-5 dari China merupakan variabel dependen. Penggunaan variabel-variabel tersebut berdasarkan pada komponen perdagangan yang berpengaruh pada perdagangan sesuai dengan teori pada kajian
21
ekonomi internasional serta melihat pada hasil studi literatur pada penelitianpenelitian terdahulu. Formulasi model yang digunakan dalam penelitian ini adalah : LnYij = β0+β1LnGDPi+β2LnGDPj + β3LnEDij + β4LnERij+β5LnACFTAij + ε
dimana : β0 = intersep, βn = parameter dari masing-masing variabel yang akan di analisis secara statistik Yij = nilai impor Jeruk China(i) di lima negara anggota ASEAN (j) (US$) GDPi = GDPriil negara China (US $) GDPj = GDPriil lima negara anggota ASEAN (US $) EDij = jarak ekonomi antara China (i) dengan ke lima negara anggota ASEAN (j) (US$) ERij = nilai tukar (exchange rate) antara China (i) dengan lima negara anggota ASEAN (j) (LCU/Yuan) ACFTAij = dummy variable (sebelum tahun 2006 = 0; setelah tahun 2006 = 1) = error term ε Tabel 7 Deskripsi Variabel (N=55) Variabel Rata-Rata Nilai Impor (US$) 3941740.18 GDP riil China 4056.91 (Miliar US$) GDP riil ASEAN 5 244.92 (Miliar US$) Jarak Ekonomi 274461.15 China ke ASEAN 5 (US$) Nilai Tukar 254.77 (LCU/Yuan) Dummy ACFTA 0.27
Std. Dev. 2845557.60 2282.76
Min 339.00 1453.83
Max 11866477.00 8358.36
170.96
81.36
878.19
134683.58 71253.22
584527.48
513.17
0.19
1520.91
0.45
0.00
1.00
Tabel 7 memperlihatkan bahwa rata-rata nilai impor jeruk dari China ke negara ASEAN-5 mencapai 3 941 740.18 kg dengan nilai impor terendah yaitu sebesar 339.00 kg (Thailand pada tahun 2002) dan tertinggi yaitu 11866477.00 (Filipina pada tahun 2012). Rata-rata GDPriil China Sebesar US$4 056.91 miliar dengan nilai terendah yaitu US$1 453.83 miliar dan tertinggi sebesar US$8 358.36 miliar. Untuk GDPriil negara ASEAN-5 memiliki nilai rata-rata sebesar US$244.92 miliar dengan nilai terendah yaitu US$ 81.36 miliar dan tertinggi sebesar US$878.19 miliar. Jarak ekonomi China ke Negara ASEAN-5 memiliki rata-rata US$274 461.51, dengan nilai terendah US$ 71 253.22 dan tertinggi US$ 584 527.48. Nilai tukar local currency unit (LCU) per yuan China rata-rata sebesar 254.77 dengan nilai terendah yaitu 0.19 dan tertinggi yaitu 1 520.91.
22
Pengujian Asumsi Dasar Analisis Regresi Analisis regresi sering menghadapi permasalahan yang perlu dilakukan pengujian klasik, yaitu normalitas, autokorelasi, heteroskedastisitas dan multikolinieritas. Normalitas Uji normalitas ditujukan untuk mengetahui apakah nilai residual terdistribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah model yang memiliki nilai residual yang terdistribusi normal. Sehingga uji normalitas bukan dilakukan pada masing-masing variabel tetapi pada nilai residualnya. Dalam penerapan OLS untuk regresi linier klasik, diasumsikan bahwa distribusi residual memiliki nilai rata-rata yang diharapkan sama dengan nol, tidak berkorelasi dan mempunyai varian yang konstan. Dengan asumsi ini OLS estimator atau penaksiran akan memenuhi sifatsifat statistik yang diinginkan seperti unbiased dan memiliki varian yang minimum. Uji normalitas digunakan untuk memeriksa apakah error term atau residual menyebar normal atau tidak. Hipotesis yang digunakan adalah: H0 : error term menyebar normal; H1 : error term tidak menyebar normal Uji normalitas diaplikasikan dengan melakukan tes Jarque Bera, jika nilai probabilitas yang diperoleh lebih besar dari taraf nyata yang digunakan, maka tidak tolak H0 yang berarti error term dalam model sudah menyebar normal. Autokorelasi Autokorelasi adalah hubungan antara residual satu observasi dengan residual observasi lainnya. Kondisi ini umumnya terjadi pada data time series, karena berdasarkan sifatnya, data masa sekarang dipengaruhi oleh data pada masa-masa sebelumnya. Apabila data yang kita analisis mengandung autokorelasi, maka karakteristik estimator yang didapatkan adalah : (a) Estimator metode kuadrat terkecil masih linear. (b) Estimator metode kuadrat terkecil masih tidak bias. (c) Estimator metode kuadrat terkecil tidak mempunyai varian yang minimum. Pendekatan untuk memeriksa ada atau tidaknya autokorelasi dapat dilakukan dengan melakukan Uji Durbin Watson ∑(𝑒 −𝑒 )² d = 𝑖∑ 𝑒 𝑖−1 𝑖
Keterangan : d = nilai Durbin Watson ∑ 𝑒𝑖 = Jumlah Kuadrat sis Jika nilai DW kurang dari 1,1 dan lebih dari 2,91 maka model yang diestimasi mengalami autokorelasi. Pada Tabel 8. dapat dilihat distribusi nilai DW berikut kesimpulannya pada derajat keyakinan 95% dan 99%.
23
Tabel 8 Distribusi Nilai Statistik Durbin-Watson dan Kesimpulannya Nilai Durbin-Watson DW < 1,10 1,10 < DW < 1,54 1,55 < DW < 2,46 2,46 < DW < 2,90 DW > 2,91
Kesimpulan Ada autokorelasi Tanpa kesimpulan Tidak ada autokorelasi Tanpa kesimpulan Ada autokorelsi
Sumber : Firdaus, 2004
Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas adalah keadaan dalam suatu persamaan regresi berganda dimana model dari persamaan tidak memiliki varians yang konstan. Untuk mengatasi heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melakukan Generalized Least Square (GLS), uji park, dan uji white. Multikolinieritas Multikolinieritas merupakan kondisi dimana terdapat hubungan linear antara beberapa atau keseluruhan variabel penjelas dari suatu model regresi. Kondisi ini dapat diketahui dari nilai R2 yang tinggi (0,7–1) tetapi variabel independen banyak yang tidak signifikan. Multikolinearitas dapat diketahui dengan meregresikan variabel independen dengan variabel independen lainnya, dengan uji F (uji signifikansi). Jika Fhitung > Ftabel, artinya tolak H0 yang berarti terdapat multikolinearitas pada model dugaan jika Fhitung < Ftabel, artinya terima H0 yang berarti tidak terdapat multikolinearitas pada model dugaan atau dapat dilihat pula dari nilai R2-nya. Jika nilai R2 pada variabel yang diregresikan lebih tinggi daripada nilai R2 pada model awal regresi dugaan, maka variabel tersebut menyebabkan terjadinya multikolineritas pada model regresi dugaan (Gujarati 2006). Tindakan perbaikan model dugaan akibat adanya multikolinearitas dapat dilakukan dengan menambah observasi atau menghilangkan satu atau lebih variabel independen yang memiliki kolinearitas yang tinggi dengan uji wald. Adapun kriteria uji wald adalah sebagai berikut : a. Jika F statistik signifikan (Prob < 0,05), maka penghilangan variabel independen yang mengandung multikolinearitas akan mengubah interpretasi dari persamaan regresinya sehingga penghilangan variabel tersebut tidak diperbolehkan. Dengan kata lain sekalipun variabel tersebut mengandung multikolinearitas namun memiliki pengaruh terhadap variabel dependennya. b. Jika F statistik tidak signifikan atau (Prob > 0,05), maka penghilangan variabel independen yang mengandung multikolinearitas tidak akan mengubah interpretasi dari persamaan regresinya sehingga penghilangan variabel tersebut diperbolehkan. Pemilihan Model untuk Pengolahan Data Panel Keputusan dalam pemilihan model yang akan digunakan untuk pengolahan data panel akan dilakukan melalui dua pengujian yaitu Chow test dan Hausman test. Pengujian tersebut untuk menentukan model mana yang paling efisien dalam memperoleh dugaan.
24
Chow Test Chow test merupakan uji untuk memilih metode kuadrat terkecil (pooled least square) atau metode efek tetap (fixed effect). Dalam pengujian ini dilakukan hipotesis sebagai berikut: H0 : Pooled Least Square H1 : Fixed Effect F=
𝑆𝑆𝑅1 −𝑆𝑆𝑅2 𝑁−1 𝑆𝑆𝑅2 𝑁𝑇−𝑁−𝑘
=
𝑅𝑝𝑜𝑜𝑙𝑒𝑑2 − 𝑅𝑓𝑒2 𝑁−1 1− 𝑅𝑓𝑒2 𝑁𝑇−𝑁−𝑘
dimana : SSR1 : Sum Square Residual hasil pendugaan model Pooled Least Square SSR2 : Sum Square Residual hasil pendugaan model Fixed Effect N : banyaknya cross-section T : banyaknya series K : banyaknya variable bebas Jika F stat>F table maka metode fixed effect lebih baik untuk mengestimasi data panel.
Hausman Test Hausman test digunakan untuk menguji mana yang lebih baik antara metode efek tetap (fixed effect) atau metode efek acak (random effect). Dalam pengujian ini dilakukan hipotesis sebagai berikut : H0 : model random effect H1 : model fixed effect Dasar penolakan H0 dengan menggunakan Statistik Hausman dirumuskan sebagai berikut : M = [βFE- βRE][Var(βFE) - Var(βRE)]-1[βFE- βRE] ~ χ2(K) dimana : βFE : vector statistik variabel fixed effect, βRE : vector statistik variabel random effect, Var : matriks kovarians untuk dugaan random effect. Tolak H0 atau gunakan metode efek tetap jika nilai M >χ2– Tabel Pada penelitian ini tidak menggunakan Hausman test karena syarat dari uji hausman tidak terpenuhi dimana jumlah cross section lebih sedikit dibandingkan jumlah variabel independen. Pengujian Model Uji-F Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah variabel independen di dalam model secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen yang digunakan. Perumusan hipotesis pada Uji-F adalah (Anderson et al., 2009): H0 : β1 = β2 = β3 = ……= βk = 0 H1 : Minimal ada satu nilai β yang tidak sama dengan nol Kriteria ujinya adalah jika Fhitung> Ftabel,α,(k-1)(n-k) maka tolak H0, dimana k adalah jumah variabel (dengan intercept) dan jumlah observasi yang dilambangkan dengan huruf n. Selain itu, jika probabilitas (p-value) < taraf nyata maka sudah cukup bukti untuk menolak H0. Jika tolak H0 berarti secara bersama-sama variabel bebas dalam model berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas pada taraf nyata α %, demikian pula sebaliknya.
25
Uji-t Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah variabel independen secara individu (masing-masing) berpengaruh signifikan atau tidak terhadap variabel independen. Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut (Anderson et al., 2009): H0 : βj= 0 H1 : βj≠ 0; dimana j = 0, 1, 2,…., k, dengan k adalah koefisien slope Kriteria uji yang digunakan adalah jika |thitung| > tα/2,(n-k) maka tolak H0, dimana jumlah observasi dilambangkan dengan huruf n, dan huruf k melambangkan jumlah variabel (termasuk intercept). Selain itu, jika probabilitas (p-value) lebih kecil dari taraf nyata maka dapat digunakan juga untuk menolak H0. Jika tolak H0 berarti variabel bebas dalam model berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas pada taraf nyata α %, demikian pula sebaliknya. Koefisien Determinasi Koefisien determinasi (R2) mencerminkan seberapa besar variasi dari variabel terikat Y dapat diterangkan oleh variabel bebas X. Nilai ini berkisar antara nol sampai satu (0
HASIL DAN PEMBAHASAN Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Impor Jeruk dari China ke Negara ASEAN-5 Hasil dari estimasi faktor-faktor yang mempengaruhi impor jeruk China ke negara ASEAN-5 akan dipaparkan pada subbab dibawah dimana hasil estimasi tersebut dapat memperlihatkan faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi perdagangan jeruk China ke negara ASEAN-5. Faktor-faktor tersebut dapat berasal dari negara eksportir ataupun dari negara tujuan ekspor yang akan mempengaruhi besar kecilnya volume jeruk yang diperdagangkan. Sehingga perlu diidentifikasi dan dianalisis apakah faktor-faktor tersebut secara signifikan berpengaruh positif atau negatif terhadap nilai impor. Estimasi Model Aliran Impor Jeruk dari China ke ASEAN-5 Model awal yang diperoleh dari hasil estimasi merupakan model yang perlu diuji untuk mengetahui apakah sebaiknya data panel diestimasi dengan pendekatan fixed effect model (FEM) atau random effect model (REM). Pengujian dapat
26
dilakukan melalui uji kesesuaian model (uji Hausman). Uji Hausman tidak dapat digunakan karena jumlah negara lebih kecil dari jumlah variabel yang digunakan. Oleh karena itu, pengujian data panel diestimasi dengan menggunakan uji Chow (Chow Test). Berdasarkan uji Chow yang dilakukan maka diperoleh p-value sebesar 0.0009 (Lampiran 1). Dengan menggunakan taraf nyata 5%, maka taraf nyata tersebut lebih besar dari p-value sehingga keputusannya adalah tolah H0 yang artinya model yang digunakan adalah model tetap (cross section fixed). Hasil estimasi model tersebut dapat dilihat pada Tabel 9, sedangkan output hasil olahan Eviews terhadap estimasi model dapat dilihat pada Lampiran 2. Tabel 9 Hasil Estimasi Model Aliran Impor Jeruk Negara ASEAN-5 dari China Jarak ekonomi China dengan ASEAN-5 Nilai tukar Yuan terhadap LCU GDP riil China GDP riil ASEAN-5 Keanggotaan ACFTA R-squared Prob (Fstat) R-squared Durbin Watsonstat
Koefisien 1.033527
Std. Error 0.356238
t-statistik 2.901229
Prob.* 0.0057
-3.067088
0.925024
-3.315683
0.0018
4.000203 -5.241382 0.164825
0.579378 0.728980 0.262567
6.904302 -7.190026 0.627746
0.0000 0.0000 0.5333
Weighted Statistics 0.795493 Residual Sum Squared 0.000000 Durbin Watsonstat Unweighted Statistics 0.682440 Residual Sum Squared 1.087437
51.70429 1.700453 43.06644
Pengujian asumsi dasar perlu dilakukan agar parameter yang diperoleh tidak bias, konsisten, dan efisien. Uji asumsi dasar tersebut antara lain uji normalitas, multikolinieritas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi (Lampiran 3). Uji normalitas dapat dilakukan dengan melihat sebaran residual data menggunakan aplikasi histogram-normality test pada Eviews. Nilai probabilitas dari uji normalitas tersebut lebih besar dari taraf nyata 5% (0.84 > 0.05), sehingga kesimpulannya adalah terima H0 yang artinya residual dalam model sudah menyebar normal. Ada tidaknya masalah multikolinearitas dapat diperiksa dengan melihat nilai korelasi antar variabel bebas dalam model dengan nilai R-squared yang diperoleh. Seperti yang dilihat pada Lampiran 3, koefisien korelasi setiap variabel bebas lebih rendah dari nilai koefisien determinasi (R-squared) (0.7955) sehingga dapat disimpulkan bahwa model tidak mengalami masalah multikolinearitas. Masalah heteroskedastisitas dapat dideteksi dengan membandingkan nilai residual sum squared pada weighted dan unweighted statistics. Nilai residual sum squared pada weighted statistics lebih besar dari unweighted statistics (51.70429 > 43.06644) sehingga dapat disimpulkan bahwa model tidak mengalami masalah heteroskedastisitas (Lampiran 3). Ada atau tidaknya masalah autokorelasi pada model dapat dilihat dari nilai Durbin Watsonstat. Dari hasil pengolahan data terlihat bahwa nilai Durbin Watsonstat (weighted) sebesar 1.7. Nilai Durbin Watsonstat tersebut ada didalam rentang nilai
27
1.55-2.46 sehingga dapat disimpulkan bahwa model yang diestimasi tidak mengalami masalah autokorelasi. Berdasarkan hasil estimasi model seperti yang ditunjukkan pada Tabel 9. diketahui bahwa nilai probabilitas Fstat lebih kecil dari taraf nyata 10% (0.00 < 0.1) yang artinya secara keseluruhan model layak digunakan dan minimal ada satu variabel yang signifikan dalam model. Nilai R-squared yang diperoleh sebesar 0.7955 persen yang artinya model mampu menjelaskan keragaman impor jeruk sebesar 79.55% sedangkan sisanya sebesar 20.45% dijelaskan oleh faktor-faktor lainnya di luar model. Interpretasi Model Aliran Impor Jeruk dari China ke Negara ASEAN-5 Jarak Ekonomi China dengan ASEAN-5 (EDij) Hasil estimasi yang diperoleh menunjukkan bahwa variabel jarak ekonomi antara China dengan ASEAN-5 berpengaruh signifikan pada taraf nyata 10% karena taraf nyata tersebut lebih besar dari nilai probabilitas variabel jarak ekonomi antara indonesia dengan negara tujuan (0.0057<0.1). Koefisien variabel jarak ekonomi antara China dengan ASEAN-5 adalah 1.033527. Tanda koefisien yang positif menunjukkan bahwa arah hubungan antara variabel jarak ekonomi antara China dengan ASEAN-5 dengan variabel nilai impor tidak sesuai dengan hipotesis. Hal tersebut berarti setiap peningkatan nilai jarak ekonomi sebesar 1% maka nilai impor jeruk China di negara tujuan (ASEAN-5) akan meningkat sebesar 1.033527%, begitupun sebaliknya (ceteris paribus). Hasil ini sesuai dengan data yang diperoleh. Sejak tahun 2002-2012, terjadi kecenderungan peningkatan nilai impor jeruk China di negara ASEAN-5 dan juga peningkatan nilai jarak ekonomi China ke ASEAN-5, meskipun fluktuasi nilai impor juga terjadi seperti di Indonesia (Lampiran 4). Harga jeruk China yang relatif murah dibandingkan harga jeruk impor dari negara lain juga diperkirakan menjadi faktor terjadinya peningkatan impor jeruk China (Tabel 10) karena hal tersebut akan menyebabkan konsumen di negara tujuan ekspor jeruk China lebih memilih jeruk dengan pertimbangan harga jeruk China yang lebih murah. Sehingga hal tersebut merupakan suatu keuntungan bagi China untuk melakukan ekspor ke negara ASEAN-5 walaupun biaya dari jarak yang ditimbulkan meningkat akan tetapi biaya tersebut akan tertutupi dengan keuntungan dari nilai ekspor jeruk China yang besar. Penelitian yang dilakukan oleh Martha (2011) dan Meiri (2013) memiliki kesamaan hasil estimasi dengan penelitian ini. Martha (2011) menyatakan bahwa pertumbuhan jarak berpengaruh positif terhadap pertumbuhan volume ekspor CPO Indonesia ke empat negara mitra dagang utama setelah variabel jarak dimodifikasi dengan memasukkan pengaruh harga minyak dunia. Sedangkan Meiri (2013) menyatakan bahwa jarak ekonomi yang tinggi antara Indonesia dengan negara tujuan akan diimbangi oleh harga jual kopi yang tinggi sehingga akan mendorong meningkatnya perdagangan kopi Indonesia. Harga jual tersebut juga sudah menutupi biaya transportasi pengiriman kopi Indonesia ke negara tujuan.
28
Tabel 10 Perbandingan Harga Jeruk Impor China dengan Jeruk Impor Australia dan Amerika di Negara ASEAN-5 pada Tahun 2006-2012 (US$/Ton) Negara Indonesia
Malaysia
Filipina
Singapura
Thailand
Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
China 692.93 693.60 760.49 828.37 745.91 768.97 771.32 210.95 290.20 405.51 462.82 516.52 566.92 584.39 234.51 267.46 268.00 244.68 394.93 624.16 652.85 696.80 747.34 783.07 672.75 833.93 919.53 847.33 833.23 774.08 751.49 673.13 843.31 701.26 640.83
Australia 711.50 823.83 861.47 795.77 825.80 902.00 1121.66 251.07 312.17 501.95 490.89 526.14 617.75 643.17 229.70 249.62 286.27 272.15 282.14 302.39 357.94 812.96 1042.41 945.39 953.69 1143.45 1051.00 1043.82 577.22 784.04 933.25 1005.36 1120.54 1231.55 1232.22
Amerika 796.60 861.95 804.56 855.47 812.40 817.27 879.84 301.09 306.20 473.26 478.53 525.76 593.16 595.00 292.27 284.48 324.31 281.62 303.13 341.27 316.64 889.00 1088.16 915.11 986.62 1028.83 1052.32 1106.79 743.54 624.36 826.16 864.18 604.07
Sumber: UNComtrade 2013 (diolah)
Nilai Tukar Yuan Terhadap Local Currency Unit (LCU) (ERij) Hasil estimasi yang diperoleh menunjukkan bahwa variabel nilai tukar berpengaruh signifikan pada taraf nyata 1%, karena taraf nyata tersebut lebih besar dari nilai probabilitas variabel nilai tukar (0.0017<0.01). Koefisien variabel nilai tukar adalah -3.067088. Tanda koefisien yang negatif menunjukkan bahwa arah hubungan antara variabel nilai tukar dengan variabel nilai impor sesuai dengan hipotesis. Hal tersebut berarti setiap peningkatan nilai yuan sebesar 1% (nilai tukar LCU terdepresiasi terhadap yuan China) maka nilai impor jeruk dari China ke negara tujuan (ASEAN-5) akan menurun sebesar 3.806573%, begitupun sebaliknya (ceteris paribus). Seperti terlihat pada Tabel 11 menunjukkan bahwa perkembangan nilai tukar mata uang yuan terhadap LCU cenderung terapresiasi setiap tahunnya sehingga kecenderungan tersebut mengakibatkan nilai impor jeruk
29
China ke negara ASEAN-5 menurun karena dengan terapresiasinya nilai mata uang yuan terhadap LCU, maka harga jeruk impor semakin meningkat sehingga konsumen lokal lebih memilih jeruk lain dibandingkan jeruk impor China. Hasil estimasi variabel ini sesuai dengan hasil estimasi pada penelitian yang dilakukan oleh Bowo (2012) yaitu bahwa jika terjadi apresiasi nilai tukar (penguatan nilai tukar Rupiah terhadap Yuan China), barang-barang Indonesia relatif lebih mahal dibandingkan barang dari China sehingga lebih menguntungkan impor dari China. Tabel 11 Perkembangan Nilai Tukar Mata Uang Yuan terhadap LCU (LCU/Yuan) Tahun Indonesia 2002 1124.95 2003 1036.26 2004 1079.99 2005 1184.33 2006 1148.73 2007 1201.57 2008 1395.80 2009 1520.91 2010 1342.70 2011 1357.35 2012 1487.03 Sumber : USDA, 2013 (diolah)
Malaysia 0.46 0.46 0.46 0.46 0.46 0.45 0.48 0.52 0.48 0.47 0.49
Filipina 6.23 6.55 6.77 6.72 6.44 6.07 6.38 6.98 6.66 6.70 6.69
Singapura 0.22 0.21 0.20 0.20 0.20 0.20 0.20 0.21 0.20 0.19 0.20
Thailand 5.19 5.01 4.86 4.91 4.75 4.54 4.79 5.02 4.68 4.72 4.92
Gross Domestic Product China (GDPi) Berdasarkan hasil estimasi pada Tabel 9, dapat dilihat GDPriil China (GDPi) menunjukkan bahwa variabel GDPriil China berpengaruh signifikan pada taraf nyata 1%, karena taraf nyata tersebut lebih besar dari nilai probabilitas variabel GDPriil China (0.0000<0.01). Koefisien variabel GDPriil China adalah 4.000203. Tanda koefisien yang positif menunjukkan bahwa arah hubungan antara variabel GDPriil China dengan variabel nilai impor sesuai dengan hipotesis. Hal tersebut berarti setiap peningkatan GDPriil China sebesar 1% maka nilai ekspor jeruk China ke negara tujuan (ASEAN-5) akan meningkat sebesar 4.000203%, begitupun sebaliknya (ceteris paribus). Hasil estimasi pada variabel ini sesuai sesuai hipotesis yang menyatakan bahwa, variabel GDPi adalah variabel yang berkorelasi positif terhadap nilai ekspor jeruk, karena semakin tinggi GDP suatu negara pengekspor (China) akan memperbesar kapasitas produksi bagi negara pengekspor tersebut. Sehingga akan meningkatkan kemampuannya untuk mengekspor jeruk ke negara ASEAN-5. Tanda koefisien positif pada hasil estimasi ini sama dengan hasil estimasi pada penelitian yang dilakukan oleh Martha (2011) dengan penjelasan bahwa pertumbuhan volume ekspor CPO Indonesia ke empat negara mitra dagang utama lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan GDP Indonesia sehingga menggambarkan bahwa setiap peningkatan GDP Indonesia akan mempengaruhi peningkatan ekspor CPO yang lebih tinggi.
30
Tabel 12 Nilai dan Pertumbuhan GDP riil China serta Pertumbuhan Volume Impor Jeruk China tahun 2002-2012 Tahun 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Rata-rata
GDP Riil China (Miliar US$) 1453.83 1640.96 1931.64 2256.90 2712.95 3494.06 4521.83 4991.26 5949.79 7314.43 8358.36 4056.91
Pertumbuhan GDP Riil China (%)
Pertumbuhan Volume Impor Jeruk China (%)
6.047 8.137 7.765 9.176 12.584 12.822 4.935 8.761 10.288 6.661 8.718
-
3.01 63.07 34.86 -33.02 70.04 98.94 -28.67 -2.84 -62.00 112.08 25.55
Sumber: USDA dan Comtrade 2013 (diolah)
Volume Ekspor (Kg)
Seperti terlihat pada Tabel 12, sejak tahun 2002, GDP riil China selalu menunjukkan pertumbuhan yang positif dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 8.718% per tahun. GDPriil China tertinggi dicapai pada tahun 2012 sebesar miliar US$ 8 358.36. Semakin tumbuhnya GDPriil China akan mengakibatkan semakin meningkatnya kapasitas produksi negara tersebut sehingga kemungkinan besar volume ekspor jeruk China akan semakin meningkat (Gambar 5). Selain itu pada Tabel 12 juga diketahui bahwa pertumbuhan rata-rata volume impor jeruk China di negara ASEAN-5 lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan GDP negara China, hal tersebut menggambarkan bahwa setiap peningkatan GDP China akan mempengaruhi peningkatan ekspor jeruk yang lebih tinggi. 200000000 180000000 160000000 140000000 120000000 100000000 80000000 60000000 40000000 20000000 0 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Tahun
Gambar 5 Perkembangan Volume Ekspor Jeruk China ke Seluruh Dunia Tahun 2002-2012 (kg/tahun) Sumber: UNComtrade 2013
31
Gross Domestic Product Negara ASEAN-5 (GDPj) Berbeda dengan GDPi (China), variabel GDPriil negara tujuan (ASEAN-5) (GDPj) memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap nilai impor jeruk dari China ke ASEAN-5. Hal ini dapat dilihat dari nilai probabilitas variabel GDPriil negara ASEAN-5 lebih kecil dari taraf nyata 1% (0.0000< 0.01). Berdasarkan hasil estimasi, variabel ini memiliki tanda koefisien yang tidak sesuai dengan hipotesis. Koefisien variabel GDPriil negara tujuan sebesar -5.241382 memiliki arti bahwa setiap peningkatan GDPriil ASEAN-5 sebesar 1% maka nilai impor jeruk dari China ke ASEAN-5 akan menurun sebesar 5.241382%, begitupun sebaliknya (ceteris paribus). Hasil penelitian ini didukung oleh data yang diperoleh yaitu terjadinya peningkatan GDPriil negara ASEAN-5 setiap tahun, dimana peningkatan GDP berarti terjadi peningkatan daya beli masyarakat akan tetapi peningkatan daya beli masyarakat negara ASEAN-5 tidak selalu diiringi dengan peningkatan nilai impor jeruk dari China (Lampiran 4 dan 6). Menurunnya nilai impor jeruk China ke negara ASEAN-5 juga dapat disebabkan oleh volume impor negara ASEAN-5 yang bervariasi dari beberapa negara eksportir seperti yang diperlihatkan pada Gambar 6, dimana terlihat bahwa pada tahun 2006-2012 impor jeruk negara ASEAN-5 sebagian besar didominasi oleh China, Amerika dan Australia. Impor jeruk Indonesia pada tahun 2006-2008 sempat didominasi oleh China akan tetapi pada 2009-2011 didominasi oleh Amerika dan Australia. Untuk impor jeruk Malaysia dan Singapura didominasi oleh Amerika, sedangkan Thailand dan Filipina masih didominasi oleh jeruk impor dari China, hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh dekatnya jarak antara China dengan Thailand dan Filipina sehingga negara tersebut lebih efisien jika melakukan impor dari China. Selain itu juga mungkin disebabkan karena adanya pergeseran selera konsumen negara ASEAN-5 dari jeruk impor China ke jeruk impor dari negara lain, karena dengan meningkatnya GDP suatu negara yang mengakibatkan daya beli masyarakat semakin tinggi menyebabkan masyarakat negara ASEAN-5 lebih memilih jeruk impor dari negara selain China sebagai variasi konsumsi mereka terhadap jeruk. Walaupun berbeda alasan, hasil estimasi ini sama dengan hasil estimasi yang dilakukan oleh Yeboah et al. (2010) dimana penelitian tersebut menyatakan bahwa penurunan nilai impor kakao Amerika mungkin disebabkan karena kakao merupakan barang inelastis dan produk-produk kakao memiliki bagian yang kecil dari pengeluaran untuk makanan di Amerika dan peningkatan GDP tidak perlu selalu diartikan juga sebagai peningkatan impor biji kakao. Alasan lain juga mungkin bisa disebabkan karena konsumen dengan pendapatan lebih tinggi seringkali juga lebih mengetahui mengenai isu kesehatan sehingga mereka lebih sedikit mengkonsumsi produk kakao dikarenakan tingginya kandungan lemak dan gulanya.
32
volume impor (kg)
Indonesia 15,000,000 10,000,000 5,000,000 0 2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
Tahun China
Pakistan
USA
Spanyol
Singapura
50,000,000 40,000,000 30,000,000 20,000,000 10,000,000 0
Volume Impor (Kg)
Volume Impor (Kg)
Malaysia 25,000,000 20,000,000 15,000,000 10,000,000 5,000,000 0
Tahun China
Pakistan
Spanyol
Australia
Tahun USA
China
Pakistan
Spanyol
Australia
6,000,000 4,000,000 2,000,000 0 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
30,000,000 20,000,000 10,000,000 0 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Tahun
Tahun Pakistan
Spanyol
Australia
USA
Filipina Volume Impor (Kg)
Volume Impor (Kg)
Thailand 8,000,000
China
Australia
USA
China
Pakistan
Spanyol
Australia
USA
Gambar 6 Perkembangan Volume Impor Jeruk Negara ASEAN-5 Tahun 2006-2012 dari China, Pakistan, Amerika, Spanyol, dan Australia (kg/tahun) Sumber: Comtrade 2014
33
Pemberlakuan Secara Penuh Kebijakan ACFTA Terhadap Komoditas yang Termasuk Kategori EHP di Tahun 2006 (dummy ACFTAij) Hasil estimasi yang diperoleh menunjukkan bahwa pemberlakuan secara penuh kebijakan ACFTA antara China dengan ASEAN-5 untuk komoditas kategori EHP pada tahun 2006 khususnya jeruk tidak berpengaruh signifikan pada taraf nyata 5%, karena taraf nyata tersebut lebih kecil dari nilai probabilitas (0.5333>0.05). Hal ini menunjukkan bahwa pemberlakuan secara penuh kebijakan ACFTA antara China dengan ASEAN-5 untuk komoditas kategori EHP pada tahun 2006 tidak mempengaruhi nilai impor jeruk China di negara ASEAN-5. Hal ini dikarenakan sebelum adanya kerjasama ACFTA, Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Filipina memang sudah mengimpor jeruk dari China sehingga pemberlakuan ACFTA untuk komoditas jeruk yang termasuk komoditas kategori EHP tidak memiliki pengaruh yang signifikan. Hal ini juga dikarenakan produk-produk hasil pertanian, seperti sayuran dan buah-buahan merupakan barang inelastis yang tidak dapat bertahan lama, selain itu barang-barang pertanian dihasilkan secara bermusim dan tidak akan berubah pola tanamnya walaupun terjadi perubahan harga yang cukup besar. Sehingga karena sifatnya yang inelastis mengakibatkan berapapun harga barang tersebut tidak akan mempengaruhi jumlah pembelian barang tersebut walaupun pada awal terjadinya perubahan harga berakibat menurunnya jumlah permintaan akan tetapi dengan seiiringnya waktu perubahan harga tersebut akan diadaptasi oleh konsumen. Hasil analisis pada variabel dummy ACFTA pada penelitian ini berbeda dengan hasil analisis dummy keanggotaan WTO pada penelitian yang dilakukan oleh Meiri (2013) dan keanggotaan FTA dan GATTWTO pada penelitian yang dilakukan oleh Yeboah et al. (2010) dimana hasil estimasi keanggotaan negara pada dummy variabel pada masing-masing penelitian tersebut berpengaruh signifikan dan menunjukkan tanda koefisien yang positif sesuai dengan hipotesis yang seharusnya. Sehingga keanggotaan pada WTO dan FTA meningkatkan nilai perdagangan antar negara anggotanya. Keanggotaan WTO memungkinkan negaranegara anggota mengakses pasar-pasar berkembang pada tingkat tarif yang lebih rendah dan hambatan perdagangan yang lebih rendah pula, sehingga memungkinkan negara anggota memperoleh pasar yang lebih besar yang mengarah ke penjualan yang lebih besar pada suatu komoditas yang diperdagangkan termasuk kopi. Implikasi Kebijakan ACFTA terhadap Perdagangan Jeruk China ke ASEAN-5 Berdasarkan hasil estimasi dari model gravity yang diperoleh, menunjukkan bahwa variabel-variabel yang berpengaruh signifikan terhadap impor jeruk China di lima negara anggota ASEAN antara lain GDPriil China, GDPriil ASEAN5, kurs, jarak ekonomi China dengan negara ASEAN-5, sedangkan pemberlakuan ACFTA untuk komoditas kategori EHP pada tahun 2006 tidak berpengaruh signifikan. GDPriil China berpengaruh signifikan dengan arah yang positif, sedangkan GDPriil negara ASEAN-5 memiliki arah yang negatif. Padahal GDPriil China dan GDPriil negara ASEAN-5 pada kenyataannya cenderung mengalami peningkatan. Peningkatan GDPriil negara China dan negara ASEAN-5 akan meningkatkan volume ekspor China dan meningkatkan kapasitas absorpsi negara ASEAN-5.
34
GDPriil China memiliki nilai koefisien yang paling besar dibandingkan nilai koefisien variabel lain, sehingga sebaiknya China terus melakukan peningkatan ekspor jeruknya ke negara ASEAN-5 sebagai negara potensial ekspor China karena daya serap di negara ASEAN-5 masih menunjukkan perkembangan yang meningkat seiring dengan meningkatnya pertumbuhan GDPriil negara ASEAN-5 (Gambar 7). 1000000 800000 600000 400000 200000 0 2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
Tahun Indonesia
Malaysia
Filipina
Singapura
Thailand
Gambar 7 Pertumbuhan GDPriil Negara ASEAN-5 tahun 2002-2012 (US$) Sumber : UNComtrade 2013
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan pembahasan dan hasil analisis yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Berdasarkan hasil estimasi aliran perdagangan jeruk China dengan lima Negara Anggota ASEAN (ASEAN-5) menggunakan gravity model, diperoleh bahwa variabel yang berpengaruh signifikan terhadap impor jeruk negara ASEAN-5 dari China adalah jarak ekonomi China dengan ASEAN-5 (EDij), nilai tukar China dengan ASEAN-5 (ERij), GDPriil negara China (GDPi), dan GDPrill lima negara anggota ASEAN (ASEAN-5) (GDPj). 2. Kebijakan pengurangan tarif impor jeruk menjadi 0% dari China ke lima Negara anggota ASEAN (ASEAN-5) untuk komoditas kategori EHP pada tahun 2006 sebagai salah satu dampak penerapan ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) dalam mengurangi hambatan perdagangan internasional jeruk, secara umum tidak berpengaruh signifikan.
35
Saran Implikasi Kebijakan Hasil dari analisis yang diperoleh dapat memberikan beberapa saran dan masukan agar perdagangan jeruk dengan adanya kerjasama ACFTA dapat semakin meningkat, saran dan masukan tersebut antara lain : 1. China sebagai negara dengan nilai GDPriil yang terus meningkat sebaiknya terus meningkatkan nilai ekspor jeruknya ke negara ASEAN-5 selama supply terhadap kebutuhan jeruk di dalam negerinya telah tercukupi, hal ini karena GDPriil negara ASEAN-5 menurut data yang ada terus mengalami peningkatan yang signifikan sehingga negara ASEAN-5 akan mampu menyerap volume impor jeruk dari China. 2. Semakin meningkatnya nilai tukar mata uang LCU terhadap yuan menjadi pertimbangan selanjutnya bagi China demi meningkatkan nilai perdagangan jeruknya ke negara ASEAN-5. Seiring meningkatnya nilai tukar yuan, China harus mampu menstabilkan nilai tukar mata uangnya agar harga jeruk China di negara ASEAN-5 stabil sehingga permintaan jeruk China di negara ASEAN-5 juga menjadi stabil. Karena fluktuasi yang dialami oleh nilai tukar suatu mata uang akan berpengaruh pada aktifitas ekspor dan impor suatu negara sehingga mempengaruhi keuntungan yang didapat oleh negara tersebut. 3. Diharapkan pada penelitian selanjutnya mengenai analisis gravity model terhadap aliran perdagangan jeruk antara China dan ASEAN-5 dapat lebih diperdalam dengan melakukan pengembangan-pengembangan lain baik dengan penambahan variabel ataupun dengan penambahan atau pengembangan metode analisis data.
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, J.E and Van Winoop, E. 2003. Gravity With Gravitas: A Solution To The Border Puzzle. American Economic Review. 93(1):170-192. Anderson, D.R, Sweeney D.J and Williams T.A. 2009. Statistics For Business and Economics. Ohio (US): Thomson Higher Education. 10th Ed. Andolfatto, D. 2005. Macroeconomic Theory and Policy, Preliminary Draft. Callifornia (US): Simon Fraser University [ASEANStats]. ASEAN Secretariat Statistics. 2012. Tersedia pada: http://www.asean.org Balassa, B. 1961. The Theory of Economic Integration. Homewood, Illinois: RD Irwin Inc., Massachusetts. [Balitjestro] Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika. 2013. Trend Jeruk Impor dan Posisi Indonesia sebagai Produsen Jeruk Dunia [internet]. Kota Batu (ID): Balitjestro. Bowo, H. 2012. Dampak Penerapan ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) Terhadap Nilai Perdagangan Indonesia Atas China: Studi Beberapa Komoditas Terpilih [Tesis]. Jakarta (ID): Universitas Indonesia. [BPS] Biro Pusat Statistik. 2013. Tersedia pada: http://www.bps.go.id.
36
[Comtrade] United Nations Commodity Trade Statistic. 2013. Tersedia pada: http://comtrade.un.org Dewanata, O.P. 2011. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan Pemerintah terhadap Komoditas Jeruk Siam di Kabupaten Garut (Studi Kasus : Kecamatan Samarang, Kabupatgen Garut, Provinsi Jawa Barat) [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [DKRDKPI] Direktorat Kerjasama Regional Dirjen Perdagangan Internasional. 2010. ASEAN – China Free Trade Area. DKRDKPI. Jakarta (ID). [FAOSTAT]. Food and Agriculture Organization of The United Nations Statistic. 2012. Countries by Commodity 2010. Tersedia pada: http://faostat.fao.org. Firdaus, M. 2004. Ekonometrika Suatu Pendekatan Aplikatif. Jakarta (ID): Bumi Aksara. Gujarati, D.N. 2006. Dasar-Dasar Ekonometrika Jilid 1. Ed ke-3. Jakarta: Erlangga. Hardono, G.S, Handewi P. S., dan S. H. Suhartini. 2004. Liberalisasi Perdagangan: Sisi Teori, Dampak Empiris dan Perspektif Ketahanan Pangan. Forum Penelitian Agro Ekonomi. 22 (2): 75-88. Hsiao, C. 2007. Panel Data Analysis - Advantages and Challenges. Sociedad de Estadística e Investigación Operativa. Invited Paper. Test.16: 1–22. Husted, S. and M. Melvin, 2004. International Economics. Sixth edition. New York (US): Pearson Education Inc.. Ibrahim, Permata MI, Wibowo WA. 2010. Dampak Pelaksanaan ACFTA terhadap Perdagangan Internasional Indonesia. Buletin Ekonomi Moneter Perbankan. Juli 2010: 23-74 Krugman, P.R. and M. Obstfeld. 2000. International Economics: Theory and Policy, Fifth Edition. New York (US): Addison-Wesley Publishing Co. Krugman, P.R. and M. Obstfeld. 2002. Ekonomi Internasional: Teori dan Kebijakan, Edisi Kedua. Jakarta (ID): PT. RajaGrafindo Persada. Lipsey RG, dan Wasana AJ. 1995. Teori Ekonomi Mikro. Ed ke-10. Jakarta (ID): Binarupa Aksara. Mankiw G. 2000. Teori Makroekonomi. Edisi Keenam. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga. Martha, F. L. 2011 Analisis Potensi Ekspor Crude Palm Oil (CPO) Indonesia ke Empat Negara Mitra Dagang Utama dengan pendekatan Gravity Model. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Matyas. L. 1997. Proper Econometric Specification of the Gravity Model. World Economy. 20(3): 363 – 368. Meiri, A. 2013. Analisis Daya Saing dan Perdagangan Kopi Indonesia di Pasar Internasional [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Muttaqin, M. dan Arif I. S., 2004. Perdagangan Internasional dan Pengembangan Agribisnis : Sebuah Kerangka Analisis Kebijakan Agribisnis. AGRIMEDIA. 8 (2):31-38. Nugroho, B. C. 2011. Pengaruh Perdagangan Bebas ASEAN – China (ACFTA) Terhadap Pemasaran Mebel di Kota Bogor [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Oktaviani, R. dan Tanti N. 2009. Teori Perdagangan Internasional dan Aplikasinya di Indonesia. Bogor. Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
37
Permadi, A E. 2007. Analisis Peramalan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Impor Jeruk di Indonesia.[Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [PKBT-IPB] Pusat Kajian Buah-buahan Tropika - IPB. 2005. Desain dan Analisis Investasi Agribisnis Jeruk. Bogor. Raisa. 2011. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Substitusi impor Jeruk Mandarin di Indonesia dalam Skema ASEAN China Free Trade Area (ACFTA) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Rokhmawati, F. 2013. Analisis strategi Pemasaran Berdasa pada Segmentasi dan Preferensi Konsumen terhadap Jeruk Lokal [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Rose. A. K,, Ben L., and Danny Q. 2000. One Money, One Market: The Effect of Common Currencies on Trade. Economic Policy. 7 – 45. Salvatore, D. 1997. Ekonomi Internasional. Edisi Kelima. Jakarta: Penerbit Erlangga. Salvatore, D. 2007. International Economics. 9th Edition. John Wiley & Sons Inc. Shanti, S. I. 2007. Analisis Keputusan Konsumen dalam Mengkonsumsi Jeruk Lokal dan Jeruk Impor di Ritel Modern (Kasus Konsumen Giant Botani Square Bogor) [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Supriana, T. 2011. Indonesian Trade Under China Free Trade Area. Economic Journal of Emerging Markets. 3 (2): 139-151 Tambunan, Tulus. 2000. Perdagangan Internasional dan Neraca Pembayaran; Teori dan Temuan Empiris. Jakarta (ID): LP3ES. [USDA] United Stade Department of Agriculture. 2013. Economic Research Service [Internet]. [diunduh pada Des 2013]. Tersedia pada: http://www.ers.usda.gov/data-products.aspx#.UuS87NL-LMw. Wibowo, P. M. 2009. Dampak Perdagangan Bebas ASEAN – China Terhadap Kinerja Ekonomi Indonesia Khususnya Sektor Pertanian dan Kehutanan: Analisis Simulasi Jangka Panjang [Disertasi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor. Yamarik S, Ghosh S. 2005. A Sensitivity Analysis of The Gravity Model. The International Trade Journal. 19(1):83-126.doi:10.1080/08853900590905784. Yeboah, O.A., Shaik S., Wozniak S.J., Allen A.J. 2010. Does the WTO Increase Trade? The Case of U.S. Cocoa Imports from WTO-Member Producing Countries. Journal of Food Distribution Research. 42(2):79-88. Yuniarti, D. 2007. Analisis Determinan Perdagangan Bilateral Indonesia Pendekatan Gravity Model. Jurnal Ekonomi Pembangunan Kajian Ekonomi Negara Berkembang. 12 (2):99-109.
38
Lampiran 1. Uji Chow terhadap Model Awal (cross-section: random) Redundant Fixed Effects Tests Equation: Untitled Test cross-section fixed effects Effects Test
Statistic
d.f.
Prob.
Cross-section F
5.616465
(4,45)
0.0009
Hipotesis H0 H1
: Model gabungan (pooled) : Model tetap (fixed)
Tolak H0 jika p-value < alpha (5%) Kesimpulan : Terlihat pada output yang diperoleh nilai p-value (0,0009) < alpha (0,05) maka tolak H0 yang artinya model yang digunakan adalah model tetap (cross section fixed) *Data ini tidak bisa menggunakan uji hausman karena syarat tidak terpenuhi (jumlah variabel lebih sedikit dibandingkan jumlah cross section/negara)*
39
Lampiran 2. Output Hasil Olahan Eviews terhadap Estimasi Model Aliran Perdagangan Jeruk China di Pasar ASEAN-5 Dependent Variable: IM Method: Panel EGLS (Cross-section SUR) Date: 02/15/14 Time: 10:32 Sample: 2002 2012 Periods included: 11 Cross-sections included: 5 Total panel (balanced) observations: 55 Linear estimation after one-step weighting matrix Cross-section SUR (PCSE) standard errors & covariance (d.f. corrected) Variable ED ER GDPC GDPJ CAFTA C
Coefficient
Std. Error
1.033527 -3.067088 4.000203 -5.241382 0.164825 10.75137
0.356238 0.925024 0.579378 0.728980 0.262567 3.225305
t-Statistic 2.901229 -3.315683 6.904302 -7.190026 0.627746 3.333443
Prob. 0.0057 0.0018 0.0000 0.0000 0.5333 0.0017
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.795493 0.754592 1.071907 19.44907 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
25.31576 14.33535 51.70429 1.700453
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.682440 43.06644
Mean dependent var Durbin-Watson stat
14.68018 1.087437
40
Lampiran 3. Uji Asumsi pada Model 1. Uji Normalitas 9
Series: Standardized Residuals Sample 2002 2012 Observations 55
8 7 6 5 4 3
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
-1.01e-16 0.015009 2.008723 -2.545929 0.978513 -0.172824 2.818728
Jarque-Bera Probability
0.349096 0.839837
2 1 0 -2
-1
0
1
2
Hipotesis: H0 : Sisaan menyebar normal H1 : Sisaan tidak menyebar normal Tolak H0 jika p-value < alpha 5% Kesimpulan : Pada grafik yang diperoleh nilai Probability (p-value) sebesar 0,839837 > alpha 0,05 maka terima H0 yang artinya sisaan menyebar normal (asumsi terpenuhi).
2. Uji Multikolinieritas
IM ED ER GDPC GDPJ CAFTA
IM 1.000000 0.598238 0.059076 0.497901 0.335763 0.445141
ED 0.598238 1.000000 0.104931 0.741311 0.778594 0.778226
ER 0.059076 0.104931 1.000000 0.007226 0.602896 0.004703
GDPC 0.497901 0.741311 0.007226 1.000000 0.697326 0.745026
GDPJ 0.335763 0.778594 0.602896 0.697326 1.000000 0.605846
ACFTA 0.445141 0.778226 0.004703 0.745026 0.605846 1.000000
Keterangan: Uji multikolinearitas pada data panel dapat dilihat dari nilai korelasi antar variabel yang dibandingkan dengan nilai R-sq yang diperoleh. Diindikasikan tidak terjadi multikolinearitas apabila nilai korelasi antar variabel < nilai R-sq. Terlihat bahwa nilai korelasi antar variabel penjelas < nilai R-sq (0.795493) hal ini menyatakan bahwa tidak terjadi multikolinearitas (asumsi terpenuhi).
41
Lampiran 3. Uji Asumsi pada Model (Lanjutan) 3. Uji Heteroskedastisitas Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.795493 0.754592 1.071907 19.44907 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
25.31576 14.33535 51.70429 1.700453
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.682440 43.06644
Mean dependent var Durbin-Watson stat
14.68018 1.087437
Keterangan: Untuk melihat kehomogenan sisaan, dilihat dari nilai sum squared resid yang diperoleh. Nilai sum squared resid yang dibandingkan antara weighted dengan unweighted. Apabila nilai sum squared resid weighted > sum squared resid unweighted maka ragam sisaan homogen (homoskedastisitas). Kesimpulan : Nilai sum squared resid weighted (51.70429) > sum squared resid unweighted (43.06644) maka ragam sisaan homogen (asumsi terpenuhi)
42
Lampiran 4. Perkembangan Nilai Impor Jeruk China di ASEAN-5 (US$) Tahun 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Indonesia 3 662 792 3 228 322 8 196 429 6 040 418 4 181 293 7 020 726 10 663 228 3 886 951 2 232 576 3 059 958 4 609 846
Malaysia 911 162 1 266 738 1 819 126 3 889 205 2 462 880 4 427 566 7 398 281 9 522 747 9 487 871 5 320 886 7 194 349
Filipina 1 457 032 771 740 901 353 2 134 873 2 194 528 3 187 297 4 296 205 6 646 303 6 484 898 5 354 893 11 866 477
Singapura 720 217 1 673 866 2 281 636 4 375 589 4 216 634 5 537 209 6 678 327 5 269 520 6 999 741 3 840 726 4 128 849
Thailand 339 111 444 161 006 405 935 488 388 375 009 1 405 336 2 248 722 2 085 216 3 514 242 4 498 810
Sumber: UNComtrade 2013
Lampiran 5. Perkembangan Jarak Ekonomi China ke Negara ASEAN-5 (US$) Tahun 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Indonesia 130 513.27 150 635.41 199 946.61 284 194.20 341 393.28 379 623.16 509 871.04 322 966.61 415 746.26 579 265.46 584 527.48
Malaysia 108 868.92 125 653.99 166 787.41 237 063.35 284 776.52 316 666.35 425 313.89 269 405.74 346 798.79 483 199.92 487 589.28
Filipina 71 253.22 82 238.83 109 160.09 155 154.74 186 382.36 207 253.82 278 362.15 176 322.39 226 975.09 316 247.77 319 120.55
Singapura 112 108.95 129 393.57 171 751.15 244 118.57 293 251.72 326 090.62 437 971.60 277 423.49 357 119.82 497 580.37 502 100.37
Thailand 82 591.77 95 325.52 126 530.77 179 844.55 216 041.43 240 234.17 322 658.00 204 380.62 263 093.69 366 572.36 369 902.29
Sumber: UNComtrade 2013
Lampiran 6. Perkembangan GDPriil negara ASEAN-5 (US$) Tahun 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Indonesia 195 660.61 234 772.46 256 836.88 285 868.61 364 570.53 432 216.74 510 244.55 539 579.96 709 266.02 846 483.47 878 192.88
Sumber: UNComtrade 2013
Malaysia 100 845.53 110 202.37 124 749.47 143 533.15 162 692.47 193 552.80 230 987.92 202 251.38 246 822.59 287 934.36 303 526.20
Filipina 81 357.66 83 908.21 91 371.24 103 065.97 122 210.72 149 359.92 173 602.53 168 333.54 199 589.45 224 095.22 250 182.01
Singapura 90 582.82 93 362.87 109 336.48 123 506.89 139 020.88 168 705.76 178 924.16 194 131.27 217 200.12 245 024.32 274 701.30
Thailand 126 876.92 142 640.08 161 339.79 176 351.95 207 088.83 246 976.87 272 577.80 263 711.24 318 907.93 345 672.23 365 965.82
43
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 30 Oktober 1981, dan merupakan anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Hamam dan Ibu Mimi Sulasmi. Pada tahun 1999 penulis menyelesaikan pendidikannya di SMA Kornita Bogor dan pada tahun yang sama pula penulis diterima sebagai mahasiswa pada Program Diploma III Teknologi Industri Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penulis memperoleh gelar Ahli Madya pada tahun 2002 dengan predikat sangat memuaskan. Penulis kemudian meneruskan kuliah untuk memperoleh gelar sarjana ekonomi pada Program Alih Jenis Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen - IPB tahun 2010. Selama menempuh pendidikan program Diploma III, penulis aktif diberbagai organisasi dan kepanitiaan. Salah satunya penulis pernah menjabat sebagai anggota dan koordinator bidang infokom di HIMASITER periode tahun 2000-2001. Penulis juga mempunyai pengalaman Praktik Kerja Lapang di perusahaan yang bergerak dalam bidang agribisnis khususnya penggemukan sapi potong yaitu di perusahaan PT. Lembu Jantan Perkasa di Bekasi-Jawa Barat selama tiga bulan. Saat ini penulis beraktivitas sebagai staf kependidikan pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen-IPB.
44