FAKTOR ADOPSI LAYANAN E-GOVERNMENT JENIS LAYANAN KOMUNIKASI Rahadian Bisma, Tony Dwi Susanto Jurusan Sistem Informasi, Fakultas Teknologi Informasi, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus Keputih, Sukolio Surabaya 60111 Telp: (031)5999944, Fax:(031)5964965 Email:
[email protected]
Abstract Provision of public services through e-government system has been proven to improve the quality of public services and public confidences to the government. But unfortunately, the results showed the low level of acceptance and the utilizations of e-government services in the developing countries. Although an understanding about the benefits of e-government system has been known by the people but in the reality does not trusted people who are really willing to use it. After that, the potential benefits of a large investment of e-government system in Indonesia is not able to be enjoyed, even most likely be in vain. This study aims to examine and identify the factors that influence individual users (businesses and the general public) to be willing to use e-government interaction type of communication that has been provided by the government. This study uses SEM-PLS method involving 93 respondents and produce factors attitudes or behavior, perceptions of easy of use, and perceive the image, and self-efficacy are the factors that influence the use of e-government intentions. The factors such adoption will be examined further in the process of implementation about those applications design, service management, until the supporting of the e-government services which place in Indonesia Abstrak Penyediaan layanan publik melalui sistem e-goverment telah terbukti mampu meningkatkan kualitas layanan publik dan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. Namun sayangnya, hasil penelitian menunjukkan masih rendahnya tingkat penerimaan dan pemanfaatan layanan e-government di negara berkembang. Meskipun pemahaman tentang manfaat sistem e-government telah diketahui oleh masyarakat namun dalam kenyataannya tidak menjamin masyarakat benar-benar bersedia menggunakannya. Akibatnya, potensi manfaat dari investasi besar sistem e-government di Indonesia selama ini tidak dapat dinikmati, bahkan kemungkinan besar akan sia-sia. Penelitian ini bertujuan meneliti dan menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi individu pengguna (pelaku bisnis dan masyarakat umum) untuk bersedia menggunakan layanan e-government jenis interaksi komunikasi yang telah disediakan oleh pemerintah. Penelitian ini menggunakan metode SEM-PLS dengan melibatkan 93 responden dan menghasilkan faktor sikap / perilaku, persepsi easy of use, dan perceive image, dan selfefficacy yang menjadi faktor yang mempengaruhi niat penggunaan e-government. Faktor-faktor adopsi tersebut selanjutnya akan dikaji implementasinya dalam proses desain aplikasinya, manajemen layanan, hingga kebijakan pendukung layanan e-government yang ada di Indonesia. Kata kunci : faktor adopsi, e-government, interaksi pengguna, layanan komunikasi, SEM 1. PENDAHULUAN
telah membangun ICT sendiri dan situs web untuk memberikan informasi publik kepada warga (Moon & Norris, 2005).
Penggunaan internet juga dapat digunakan untuk memberikan informasi mengenai layanan publik. Penyediaan layanan publik melalui internet dikenal dengan sistem e-goverment. Sistem e-goverment terbukti mampu meningkatkan efisiensi administrasi layanan publik, memperluas jangkauan layanan pemerintah baik dalam hal cakupan area dan waktu layanan, meningkatkan akuntabilitas dan transparansi layanan publik serta mampu meningkatkan kepercayaan kepada pemerintah (Furuholt & Wahid, 2008). Sebagian besar pemerintah kota
Terlepas dari berbagai laporan manfaat egovernment, kenyataan di lapangan menunjukkan sebagian besar inisiatif layanan e-government di negara berkembang tidak dimanfaatkan oleh masyarakat. Padahal Tujuan utama dari egovernment adalah meningkatkan akses masyarakat terhadap informasi dan layanan pemerintah, termasuk meningkatkan partisipasi dan kenyamanan masyarakat dalam proses pemerin-
102
Bisma, dkk., Faktor Adopsi Layanan E-Government Jenis Layanan Komunikasi
tahan. Rendahnya penggunaan atau adopsi layanan e-government adalah masalah yang krusial. Seperti ditegaskan oleh Accenture (2003) bahwa sebuah manfaat sebuah sistem e-government ditentukan oleh seberapa banyak dan seberapa maksimal masyarakat menggunakan layanan egovernment.
menggunakan sistem e-government dan mengapa sebagian besar masyarakat yang lain tidak bersedia atau belum memanfaatkannya. Sehingga dapat diketahui faktor apa saja yang mempengaruhi penerimaan pengguna terhadap aplikasi e-government. Pengetahuan ini sebagai landasan pengembangan dan manajemen layanan e-government yang dapat diterima masyarakat dan merupakan latar belakang penelitian ini.
Kegagalan layanan e-government di Negaranegara berkembang dikarenakan beberapa faktor antara lain desain sistem yang tidak sesuai dengan kondisi nyata di negara berkembang (Heeks, 2003). Khususnya Indonesia, inisiatif pembangunan sistem dan layanan e-government hampir semuanya bersifat top-down, dan seluruh inisiatif pembangunan dari pemerintah tanpa melibatkan masyarakat. Ketidakkonsistenan antara popularitas e-government bagi pemerintah daerah dan rendahnya tingkat penerimaan layanan e-government inilah yang mendukung pentingnya tentang faktor adopsi egovernment di Indonesia.
1.1. E-government Kementrian Komunikasi dan Informatika mendefinisikan e-government sebagai “Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dalam proses pemerintahan untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, transparansi, dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan”. Tujuan dari egovernment merupakan perpaduan dari kumpulan TIK, sehingga dengan perkembangan teknologi membuat suatu koneksi digital yaitu: 1) E-government akan menghubungkan antar departemen. 2) Menghubungkan antara pemerintah dan masyarakat. 3) Menghubungkan antara pemerintah dan bisnis. 4) Menghubungkan antara komunitas, social dan perkembangan ekonomi (Heeks, 2006).
Sistem e-government dikelompokkan berdasarkan level interaksi pengguna aplikasi e-government. Level interaksi adalah pembagian kelompok pengguna sistem e-government. Level interaksi berdasarkan tingkat kompleksitas pengembangan dan fasilitas yang disediakan untuk melayani masyarakat antara lain level informasi, level interaksi, level komunikasi, dan level integrasi (Baum & Di Maio, 2000). Penelitian ini berfokus pada layanan komunikasi, dimana e-government digunakan sebagai sarana untuk interaksi dua arah antara pemerintah dengan masyarakat pengguna layanan publik
Strategi implementasi e-government yang dilakukan oleh kemenkominfo untuk meningkatkan kualitas e-government berfokus pada empat aspek antara lain: peraturan dan kebijakan, organisasi dan lembaga, aplikasi dan infrastruktur. Salah satu point pada aspek tersbut adalah pada aspek aplikasi dengan mengembangkan aplikasi back office dan front office yang berorientasi G2B, G2C dan G2G. (Firmansyah Lubis (Direktur e-Government Kementerian Komuni-kasi dan Informatika RI), 2013)
Penelitian sebelumnya oleh Hung, Chang, & Yu, (2006) di Taiwan terhadap adopsi penerimaan e-government pada kasus pengajuan dan pembayaran pajak menyarankan kepada pemerintah untuk meningkatkan perceived usefulness, perceived ease of use, trust, compatibility, external influence, interpersonal influence, selfefficacy, dan facilitating condition sebagai indikator untuk meningkatkan layanan pemerintahan online. Penelitian lain juga dilakukan oleh Lin et all (2011) mengenai penilaian adopsi masyarakat pada e-goverment di Gambia dan menghasilkan bahwa faktor yang mempengaruhi masyarakat Gambia dalam mengadopsi egovernment adalah kualitas sistem informasi, kualitas informasi, perceived usefulness, dan perceived easy of use.
Keberhasilan Indonesia dalam perkembangan egovernment diakui oleh UN dan dalam survey yang dilakukan tahun 2012 indonesia berada pada peringkat 97 atau naik 12 tingkat dibandingkan tahun 2010 yang berada di posisi 109. Namun nilai tersebut masih jelas kalah dibandingkan dengan Korea, Belanda dan Inggris yang masing-masing berada pada 3 urutan tertinggi. (United Nations e-Government Survey, 2012) 1.2. Faktor yang Mempengaruhi Layanan Egovernment Berbagai macam faktor dapat mempengarui individu, pikiran atau perilaku untuk memutuskan menggunakan e-government. TPB menyatakan bahwa perilaku manusia terhadap teknologi dipengaruhi oleh tingkat keyakinan seseorang untuk menggunakan teknologi. Tingkat keyakinan tersebut merupakan salah satu faktor psiko-
Desain sistem dan manajemen layanan egovernment harus menyesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan masyarakat. Pemerintah yang melakukan desain sistem e-government perlu memahami mengapa pengguna bersedia
103
Jurnal Sistem Informasi, Volume 5, Nomor 2, September 2014, hlm. 102-112
logis yang ada di balik tindakan individu, pikiran atau perilaku untuk memutuskan sesuatu hal seperti menggunakan atau tidak layanan egovernment (Bandura, 1997). Dengan memahami faktor psikologi, peneliti, pemerintah dapat mengukur tingkat penerimaan layanan egovernment, mengevaluasi sistem dan layanan berdasarkan pengguna dan membuat strategi dalam meningkatkan kualitas layanan terhadap pengguna. Penelitian mengenai Faktor psikologis pengguna e-government menunjukkan bahwa sikap individu terhadap penggunaan (attitude towards use), tekanan sosial, persepsi terhadap layanan, teknologi dan penyedia layanan (pemerintah) dapat mempengaruhi penerimaan layanan e-government .
(Perceived risk). Penilaian dalam e-government menemukan bahwa ketidakpastian (uncertainty), keamanan, privasi, dan resiko adalah yang mendahului sebelum muncuknya perasaan percaya. (Al-Adawi et al, 2005; Balasubramanian, Konana, & Menon, 2003; Induk et al, 2005; Soat, 2003). Persepsi keamanan (Perceived security) sangat penting untuk kepercayaan pengguna terhadap sebuah situs. Perceived security dirasakan sebagai pelindungan pelanggan dari semua resiko keuangan maupun non keuangan selama bertransaksi di website, seperti semua jenis pencurian identitas termasuk penyalahgunaan kartu kredit. Faktor keamanan dinilai sebagai kontributor utama dalam membangun kepercayaan antara warga dengan e-government. Dalam e-government warga (pengguna) mengisikan informasi mengenai identitas ke dalam sistem egovernment ketika berinteraksi dengan egovernment sehingga pengguna e-government seringkali merasa kurangnya privasi. Selama interaksi dengan situs web, pelanggan dapat merasakan ada resiko berkurangnya privasi (Parasuraman, dkk., 2005). Jadi, privasi yang dirasakan (perceived privacy) juga terkait dengan kepercayaan pengguna web, yang pada akhirnya menunjukkan kepercayaan. Mempercayai web dapat meningkatkan dirasakan privasi perasaan pelanggan selama interaksi dalam eGov (Kemp, 2000). Sehingga Keamanan yang dirasa (Perceived security) dan privacy yang dirasa (perceived privacy) juga akan mempengaruhi penerimaan layanan e-government.
Penelitian yang mengadopsi TAM dan UTAUT telah memverifikasi bahwa Perceived usefulness atau performance expectancy dan perceived ease of use atau effort expectancy memiliki pengaruh besar pada niat untuk menggunakan atau tidak menggunakan layanan e-government (Dimitrova & Chen, 2006; Wangpipatwong, Chutimaskul, & Papasratorn, 2008). TAM dipilih karena popularitasnya sedangkan UTAUT yang dikembangkan dari delapan model lain. Namun TAM dan UTAUT dikembangkan untuk penerimaan pengguna teknologi informasi dalam konteks organisasi kerja. Sedangkan eGovernement adalah konteks kehidupan seharihari. Dengan demikian perceived usefulness yang dirasa dari layanan e-government mungkin berhubungan dengan sejauh mana layanan memenuhi kebutuhan sehari-hari dari warganegara dan meningkatkan kinerja. Keuntungan lain adalah dapat mengurangi biaya dan efisiensi waktu dan kemudahan mengakses pelayanan publik dengan menggunakan e-government. Dibandingkan dengan datang langsung secara fisik ke kantor pemerintah (Gilbert, D.Balestrini, P. dkk., 2004). Penelitian tersebut menunjukkan bahwa semakin banyak manfaat yang dirasakan (perceived usefulness) semakin besar kemungkinan untuk menggunakan layanan egovernment.
Menurut teori DOI (Rogers, 1995), laju difusi dipengaruhi oleh inovasi yang keuntungan relatif, kompleksitas, compatibility, trialability, dan observability. Tinjauan literatur menunjukkan bahwa di antara kelima konstruksi, relatif keuntungan, kompatibilitas, dan kompleksitas adalah konstruksi yang paling relevan untuk menentukan karakteristik adopsi inovasi teknologi (Gilbert et al, 2004;. Moore & Benbasat, 1991; Rogers, 1995; Tornatzky & Klein , 1982). Niat untuk menggunakan e-government juga ditentukan dari jika warga masyarakat menganggap bahwa layanan menjadi mudah digunakan (misal: website ini mudah dinavigasi, informasi disusun dan disajikan berdasarkan kebutuhan warganegara), layanan kompatibel dengan cara warga atau pengguna ingin berinteraksi dengan orang lain dan cara interaksi pengguna dan pemerintah tidak berubah. (misal formulir online menyerupai, tidak berbeda dengan formulir fisik, ada antar muka standart dan akrab untuk situs web seluruh departermen). Sehingga faktor kompatibilitas menjadi penentu dalam penerimaan layanan e-government.
Persepsi lain yang berperan penting dalam mempengaruhi penerimaan pengguna terhadap layanan e-government adalah resiko yang dirasakan (Perceived risk) dan kepercayaan (Trust) (Horst, et al (2007). Penelitian lain menunjukan bahwa keamanan, privasi, ketidakpastian, dan resiko adalah faktor utama dalam mempengaruhi penerimaan pengguna (Al-Adawi et al, 2005; Induk et al, 2005; Shareef et al, 2007, 2008; Welch & Pandey, 2005). Belanger, Hiller, dan Smith (2002) menemukan bahwa kepuasan (pleasure), privacy, keamanan dan fitur website terkait dengan kepercayaan yang dirasakan
104
Bisma, dkk., Faktor Adopsi Layanan E-Government Jenis Layanan Komunikasi
Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Hung et al (2006) dengan objek penelitian Pengisian pajak secara online dan sistem pembayaran di Taiwan yang mengusulkan sebuah model yang mampu menjelaskan varian cukup tinggi (72%) dalam niat untuk menggunakan layanan egovernment bila dibandingkan dengan penelitian terdahulunya. Model yang diusulkan menunjukkan bahwa niat untuk menggunakan layanan e-government ditentukan oleh tiga konstruks utama, antara lain: perilaku (attitude), norma subjektif (subjective norm), dan persepsi pengendalian perilaku (perceived behavior control). (Hung, Chang, & Kuo, 2013) menyatakan perilaku (attitude) diuraikan menjadi lima faktor yang mendasarinya (yaitu: perceived usefulness, Perceived ease of use, Perceived risk, Trust, Personal Innovativeness), norma subjektif (subjective norm) diurakan menjadi dua faktor (yaitu: External influence, Interpersonal Influence), dan persepsi pengendalian perilaku (perceived behavior control) di uraikan menjadi dua faktor (yaitu: self-efficacy, facilitating condition). Di antara faktor yang mendasari, perceived usefulness, kompatibilitas, kepercayaan (trust), pengaruh interpersonal (Interpersonal Influence), dan self-efficacy yang lebih penting dari yang lain.
self-efficacy merupakan predictor penting dari penerimaan pengguna untuk menggunakan layanan e-government. Beberapa penelitian mengeksploitasi hambatan dari adopsi egovernment diungkapkan bahwa computer selfefficacy dan pengalaman internet, ICT, dan komputer menciptakan persepsi keamanan pengguna terhadap perilaku dalam menggunakan sistem online yang mempengaruhi niat untuk menggunakannya (Shareef, Kumar, Kumar, & Dwivedi, 2011). Model UTAUT yang mempunyai empat faktor yang mempengaruhi penggunaan ICT antara lain performance expectancy, effort expectancy, social influence dan facilitating conditions. Venkatesh dkk., (2003) mendefinisikan empat faktor tersebut sebagai berikut: harapan kinerja adalah sejauh mana seorang individu percaya bahwa menggunakan sistem akan membantunya mencapai keuntungan dalam kinerja, ekspektasi usaha adalah tingkat kemudahan terkait dengan penggunaan sistem, pengaruh sosial adalah sejauh mana seorang individu memandang bahwa orang lain penting percaya dia harus menggunakan sistem baru, dan kondisi yang memfasilitasi (facilitating conditions) mengacu pada sejauh mana seorang individu percaya bahwa infrastruktur organisasi dan teknis yang ada untuk mendukung penggunaan sistem.
Dampak signifikan dari persepsi kemudahan penggunaan (perceived ease of use) , kegunaan yang dirasakan (perceived usefulness), kepercayaan (trust), dan pengaruh sosial (social influence) terhadap penerimaan pengguna layanan egovernment juga dikonfirmasi oleh penelitian Gefen, dkk., (2002). Namun, mereka menunjukkan adanya hubungan yang berbeda antar faktor. Studi mereka menunjukkan bahwa kepercayaan (trust), pengaruh sosial (social influence) dan website ease of use memberikan dampak kepada perceived usefulness dari interface, yang dikombinasikan dengan pengaruh sosial (social influence) untuk memprediksi niat penggunaan e-government
1.3. Model Riset dan Hipotesis Model yang digunakan pada penelilitian ini diadosi dari model DTPB dengan menggunakan pendekatan model e-government milik Hung, Chang, & Yu (2006) yang juga mengadopsi DTPB. Keterbaruan dari model penelitian ini dengan menambahkan variabel baru yang didapatkan dari wawancara dan studi literatur yang telah dilakukan pada bab sebelumnya antara lain Perceived Quality of information system, perceived quality of the information dan perceived image. Penelitian ini merekomendasikan variabel baru yang bebeda dengan milik Hung, Chang, & Yu (2006). Variabel baru yang tidak terdapat pada model milik Hung, Chang, & Yu (2006) pada model penelitian ini dikategorikan sebagai variabel yang mempengaruhi sikap atau perilaku dalam penggunaan e-government. Sehingga model penelitian ini menghasilkan model modifikasi DTPB Gambar model riset dapat dilihat pada gambar 1.
Berdasarkan TPB dan DOI, pengguna tidak akan mempunyai niat untuk menggunakan layanan e-government yang memerlukan pengetahuan mengenai komputer atau teknologi, kecuali pengguna memiliki kompentensi atau sebuah pengalaman dalam penggunaan teknologi. Dengan tidak adanya pengetahuan mengenai komputer, pengguna tidak dapat merasakan keuntungan e-government secara langsung. Struk-tur dari e-government adalah komputer dan berbasis internet, sementara dari sudut pandang pengguna bahwa layanan pemerintah tradisional tidak memerlukan pengetahuan mengenai komputer. Oleh karena itu computer
2. METODOLOGI Penelitian ini melibatkan responden yang merupakan pengguna layanan pemerintahan secara online yang tersebar di tiga kota di jawa timur yaitu Kota Surabaya, Kota Malang, dan Kabupaten Sidoarjo.
105
Jurnal Sistem Informasi, Volume 5, Nomor 2, September 2014, hlm. 102-112 Tabel 1 Variabel yang digunakan
Variabel Perceived ease of use.
Perceived usefulness
Definisi Operasional Derajat yang menunjukan sejauh mana seorang individu mengharapkan bahwa menggunakan layanan e-government untuk bebas dari usaha (diadopsi dari TAM dan UTAUT) Derajat yang menunjukan sejauh mana pengguna yakin bahwa menggunakan layanan egovernment akan memenuhi / kebutuhan nya (diadopsi dari TAM dan UTAUT)
Perceived risk
Derajat yang menunjukan sejauh mana suatu kepercayaan individu instansi pemerintah dan teknologi dan percaya bahwa menggunakan layanan ini tidak akan menimbulkan masalah.
Perceived compatibility
Derajat yang menunjukan tingkat dimana seorang individu merasa bahwa layanan e-government sesuai dengan / nilai nya sudah ada, pengalaman sebelumnya dan kebutuhan saat ini (diadopsi dari DOI) Derajat yang menunjukan tingkat dimana kekhawatiran seorang individu tentang kualitas sistem informasi, ketika ia / dia ingin mencari update informasi di komputer atau internet Derajat yang menunjukan sejauh mana seorang individu merasa bahwa informasi yang diberikan oleh layanan e-government yang berharga, akurat, up to date, dan relevan untuk kebutuhan pengguna Derajat yang menunjukan sejauh mana layanan egovernment dianggap akan memberikan manfaat yang lebih baik dari prekursor termasuk manfaat ekonomi, peningkatan citra, peningkatan status sosial , prestise dan kenyamanan, atau kepuasan Derajat yang menunjukan sejauh mana seorang individu percaya bahwa infrastruktur organisasi dan teknis yang ada untuk mendukung penggunaan layanan e-government (diadopsi oleh DTPB dan UTAUT) Derajat yang menunjukan kepercayaan diri individu dalam / kemampuan nya untuk menggunakan layanan e-government (diadopsi dari DTPB)
Perceived quality of the information system Perceived quality of the information
Perceived image
Facilitating conditions
Self-efficacy, Computer selfefficacy
Attitude towards use
Social Norm
Perceived behavioral control
Derajat yang menunjukan tingkat dimana seseorang memiliki evaluasi menguntungkan atau tidak menguntungkan menggunakan layanan egovernment (diadopsi dari TRA-TPB) Derajat yang menunjukan tekanan sosial yang dirasakan untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku menggunakan layanan e-government (diadopsi dari TRA-DTPB) Derajat yang menunjukan persepsi kemampuan seseorang untuk menggunakan layanan egovernment (diadopsi oleh TPB)
106
Sumber (Al-adawi, Yousafzai, & Pallister; Hung, Chang, & Yu, 2006; Almahamid, McAdams, Kalaldeh & Al-Sa’eed, 2010) (Shareef, Kumar, Kumar, & Dwivedi, 2011; Al-adawi, Yousafzai, & Pallister; Dimitrova & Chen, 2006; Mofleh & Wanous, 2008; Hung, Chang, & Yu, 2006) (Shareef, Kumar, Kumar, & Dwivedi, 2011; Al-adawi, Yousafzai, & Pallister; Dimitrova & Chen, 2006; Hung, Chang, & Yu, 2006; Mofleh & Wanous, 2008) (Hung, Chang, & Yu, 2006; Carter & Belanger, 2004; Mofleh & Wanous, 2008)
(Shareef, Kumar, Kumar, & Dwivedi, 2011)
(Almahamid, McAdams, Kalaldeh, & Al-Sa’eed, 2010)
(Shareef, Kumar, Kumar, & Dwivedi, 2011; Carter & Belanger, 2004)
(Hung, Chang, & Yu, 2006)
(Shareef, Kumar, Kumar, & Dwivedi, 2011; Hung, Chang, & Yu, 2006; Wangpipatwong, Chutimaskul, & Papasratorn, 2008; Hung, Chang, & Kuo, 2013) (Dimitrova & Chen, 2006; Hung, Chang, & Yu, 2006)
(Hung, Chang, & Yu, 2006; Hung, Chang, & Kuo, 2013)
(Hung, Chang, & Yu, 2006; Horst, Kuttschreuter, & Gutteling, 2007)
Bisma, dkk., Faktor Adopsi Layanan E-Government Jenis Layanan Komunikasi
Responden adalah masyarakat umum yang menggunakan layanan pemerintah online (egovernment). Beberapa responden mewakili peruntukan pribadi dan bisnis. Pemilihan tiga kota atau kabupaten tersebut dikarenakan pemerintah daerah tersebut telah memiliki aplikasi layanan pemerintahan secara online. Layanan pemerintahan secara online dari tiaptiap kota tersebut dijadikan layanan unggulan dalam pemerintah daerah tersebut. Secara umum penelitian dilakukan pada lembaga atau dinas terkait dengan perijinan.
b.
3. HASIL dan PEMBAHASAN Total responden yang didapatkan adalah 268 responden dan responden yang menggunakan layanan komunikasi 93 responden Tabel 1. Statistika Deskriptif
Variabel
Jumlah Responden
Persentase
179 57 25 7
67% 21% 9% 3%
174 94
65% 35%
189 46 33
71% 17% 12%
c.
Usia 20-30 30-40 40-50 diatas 50 Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Peruntukan Pribadi Bisnis Pribadi dan Bisnis
d.
3.1. Pengolahan dan Pengujian Data Pengolahan data kuesioner sekaligus uji validitas dan reliabilitas datanya, menggunakan meto-de Partial Least Square dengan alat bantu SmartPLS. Data kuesioner dimasukkan kedalam rancangan model pada SmartPLS yang meliputi model pengukuran dan model struktural. Model kemudian dikalkulasi dan hasilnya dapat dilihat pada gambar 8
adalah nilai di bawah nilai 0.5, atau indikator yang memiliki factor loading lebih dari 0.5 namun nilai t-statistic kurang dari 1.96 akan dihilangkan dan akan diulang pengujiannya. Nilai factor loading dan tstatistic dapat dilihat berturut-turut Reliabilitas Data: Pemeriksaan selanjutnya dari adalah reliabilitas konstrak dengan melihat nilai composite reliability (CR) atau nilai croncbach’s alpha (CA). Indikator dikatakan reliable ketika nilai composite reliability (CR) atau croncbach’s alpha (CA) lebih dari ( (Yamin & Kurniawan, 2011). Menurut Cronbach dkk dalam Vinzi dkk (2010), cronbach’s alpha lebih banyak digunakan dalam publikasi akademik. Nilai cronbach’s alpha = 0.6 dianggap cukup baik (Hair dkk dalam Vinzi dkk, 2010). Rangkuman tabel tersebut dapat dilihat pada tabel 2.3. Pengujian berikutnya yang masih merupakan convergent validity adalah melihat nilai Average Variance Extracted (AVE) yang merupakan besarnya varian atau keberagaman variabel manives yang dapat dikandung oleh konstrak laten. Sehingga semakin besar varian atau keberagaman variabel manifest yang dikandung konstrak laten, maka semakin besar representasi variabel manifest terhadap konstrak laten-nya (Yamin & Kurniawan, 2011). Nilai AVE minimal 0.5 menunjukan ukuran convergent validity yang baik. Nilai AVE dapat dilihat pada tabel 4 Evaluasi discriminant validity dilakukan dengan cara melihat nilai cross loading. Yaitu dengan setiap indikator yang mengukur konstrak haruslah berkorelasi lebih tinggi dengan konstraknya dibandingkan dengan konstrak lain
3.3. Pengujian Model Struktural Model struktural (inner model) merupakan pola hubungan antarvariabel penelitian. Evaluasi terhadap model struktural adalah dengan melihat koefisien hubungan antar-variabel dan nilai koefisien determinasi (R2). Kriteria batasan R dijelaskan dalam tiga nilai 0.67, 0.33, dan 0.19 sebagai substansial, moderat, dan lemah (Chin, 1998 dalam Yamin dkk, 2011). Koefisien hubungan antarvariabel dilihat dari nilai koefisien jalur dan t-statistic. Tabel 5 menunjukkan nilai koefisien hubungan antarvariabel, hubungan tersebut juga mewakili hipotesis penelitian dalam gambar 2
3.2. Pengujian Model Pengukuran Model pengukuran merupakan pola hubungan antara indikator dengan variabel yang diukurnya (variabel laten). Model dapat dilihat di lampiran 4. Pengujian akan dilakukan dalam beberapa tahap a. Indikator validitas: nilai faktor loading lebih besar 0.5 dan nilai t_statistic lebih besar 1.96. Jika nilai factor loading lebih besar 0.5 maka korelasi tersebut valid. Nilai t-statistic yang dianggap signifikan
107
Jurnal Sistem Informasi, Volume 5, Nomor 2, September 2014, hlm. 102-112
Gambar 1 Model Riset
Tabel 2 Nilai CR, CA,AVE,R Square, Communality
Variabel
AVE
AT FC
0.808302 0.858624
Composite Reliability 0.926385 0.923918
IQ PBC
0.649098 0.575733
0.948341 0.802077
PC
0.776551
PEOU PI PR
R Square 0.437556
Cronbachs Alpha 0.880696 0.836769
Communality 0.808302 0.858624
0.940451 0.646087
0.649098 0.575733
0.873897
0.722072
0.77655
0.657839
0.882
0.812991
0.657839
1 0.480243
1 0.891699
1 0.865108
1 0.480242
PU
0.616492
0.902547
0.869218
0.616492
QIS
0.506318
0.799012
0.663678
0.506318
SE SN
0.73702 0.84158
0.847602 0.913963
0.663576 0.812629
0.73702 0.84158
UI
0.607749
0.884106
0.836341
0.607749
0.333918
0.30686
3.4. Pengujian Model Gabungan Pengujian berikutnya untuk melakukan validasi model adalah dengan melihat nilai goodness of fit (GoF). GoF merupakan ukuran tunggal yang digunakan untuk validasi performa gabungan antara model pengukuran dan model structural. Nilai GoF diperoleh dari average communalities index dikalikan dengan rata-rata nilai R2 . (Vinzi, 2010). Nilai GoF antara 0 – 1 dengan interpretasi nilai adalah 0.1 (Gof Kecil), 0.25 (Gof Moderat), 0.36 (GoF Besar) semakin besar nilai GoF maka semakin fit/sesuai dalam menggambarkan sample penelitian.
Tabel 4 menampilkan nilai communality dan rata-rata dari communality. Nilai rata rata dari R2 adalah 0.359444 dan diperoleh nilai ratarata communalities 0.7012 kemudian kedua nilai tersebut dimasukkan kedalam persamaan GoF dan menghasilkan nilai GoF sebesar 0.50203699 dan beradasarkan nilai tersebut dapat dikategorikan nilai GoF Besar
108
Bisma, dkk., Faktor Adopsi Layanan E-Government Jenis Layanan Komunikasi Tabel 3 Nilai Koefisien hubungan antar variabel
Hipotesa
Hubungan Variabel
H1
AT -> UI
Original Sample (O) 0.257649
H12 H8
AW -> UI FC -> UI
H6 H5
T-Statistics
Keterangan
2.427835
Signifikan
-0.02392 -0.028806
0.282991 0.265237
Tidak Signifikan Tidak Signifikan
IQ -> UI PC -> UI
-0.061275 -0.107133
0.581327 1.039342
Tidak Signifikan Tidak Signifikan
H7 H2
PCB -> UI PEOU -> UI
0.060544 -0.260118
0.622733 2.071893
Tidak Signifikan Signifikan
H11 H4
PI -> UI PR -> UI
0.208118 -0.02658
2.109575 0.30581
Signifikan Tidak Signifikan
H3
PU -> UI
0.194781
1.836306
Tidak Signifikan
H13
QIS -> UI
0.202213
1.527696
Tidak Signifikan
H9 H10
SE -> UI SN -> UI
0.563148 0.008285
4.816536 0.077453
Signifikan Tidak Signifikan
Gambar 2 Hasil Hipotesa Penelitian
3.5. Analisis Model Pengukuran Hasil pengujian terhadap model pengukuran menunjukkan bahwa semua indikator mempunyai nilai faktor loading > 0.5 dan hampir semua indikator mempunyai nilai t-statistic
kurang dari standart. Nilai cross loading factor tiap indikator juga telah memenuhi syarat, yaitu telah berkorelasi lebih tinggi dengan variabel yang diukurnya dibandingkan dengan variabel laten lainnya. Beberapa perkecualian di atas dapat diabaikan, karena secara umum syarat kesahihan dan reliabilitas model telah terpenuhi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa model pengukuran telah sahih dan reliabel. Evaluasi selanjutnya adalah melihat nilai R2(R square). Nilai R square penelitian ini dapat dilihat dalam tabel 2.
0.05 dan nilainya di dalam tabel distribusi normal adalah 1.96, artinya suatu hubungan disebut ada pengaruh apabila t-statistic (Walpole dkk, 1995). Jadi tingkat keyakinan penelitian ini adalah 95% (1 – Penelitian ini menggunakan nilai CA untuk mengukur reliabilitas data. Pada tabel 4 tampak hampir semua variabel mempunyai nilai CA 0.6. Pada tabel 2.3 juga menampilkan nilai AVE yang menunjukan nilai AVE > dari 0.5 dan hanya ada 1 variabel yaitu PU yang nilainya
3.6. Analisis Model Stuktural Evaluasi model structural menunjukkan pola hubungan antar variabel. Analisis terhadap model structural merupakan analisis terhadap pola hubungan antar variabel yang merupakan
109
Jurnal Sistem Informasi, Volume 5, Nomor 2, September 2014, hlm. 102-112
analisis hipotesa penelitian. Pengujian ini menggunakan nilai koefisien jalur dan t-statistik pada ujicoba bootstrapping di aplikasi smartPLS yang dapat mewakili hipotesis penelitian. Koefisien jalur menunjukkan hubungan antar variabel berkorelasi secara positif atau negative. Sedangkan t-statistic menunjukkan hubungan variabel tersebut signifikan atau tidak. Hipotesis diterima jika hubungan antar variabel berkorelasi positif dan signifikan
rencana aksi pada peningkatan pengaruh eksternal dan internal untuk pengguna dan calon pengguna e-government dan memberikan sosialisasi mengenai kelebihan, dampak penggunaan dan kemudahan egovernment. selain melakukan sosialisasi pemerintah selayaknya memberikan keyakinan bahwa pelayanan e-govenment berbeda dengan pelayanan tradisional dan tidak akan mempunyai dampak sosial yang negatif. Selain itu menyarankan lembaga pemerintah bahwa strategi pemasaran berupaya menghasilkan dampak sebaya dan eksternal. Misalnya, mendorong pengadopsi layanan e-government untuk meningkatkan pengaruh teman sebaya mereka melalui berbagai media. Sikap atau perilaku diadopsi dari TPB, menurut TPB tindakan masyarakat ditentukan oleh niat dan persepsi kontrol mereka dimana sebagai niat mereka dipengaruhi oleh sikap terhadap perilaku, norma subjektif, dan persepsi kontrol perilaku (Azjen, 1991). Semakin positif sikap/perilaku pengguna akan meningkatkan niat penggunaan egovernment. Untuk meningkatkan sikap positif terhadap layanan e-government, kami menyarankan agar lembaga pemerintah harus mengembangkan strategi implementasi yang menekankan kegunaan layanan egovernment, penyesuaian cara kerja aplikasi e-government agar sesuai dengan user. Perceived ease of use diadopsi dari TAM dan UTAUT menjadi faktor yang signifikan pada model layanan komunikasi pada egovernment. Diduga komunikasi antara pengguna dan pemerintah masih sangat sulit dilakukan secara langsung sehingga kemudahan menjadi faktor yang mempengaruhi niat penggunaan. Kemudahan penggunaan akan mempermudah dalam berkomunikasi sehingga apa yang dimaksudkan pengguna dapat diterima oleh pemerintah. Persepsi citra (perceived image). Citra diusulkan oleh Moore & Benbasat, (1991) dalam DOI, Citra mempengaruhi penerimaan dan penggunaan suatu inovasi. Citra mengacu pada persepsi warga yang mengadopsi e-government dan membuat pengguna akan unggul dibandingkan orang lain dalam masyarakat. Berinteraksi dengan pemerintahan dengan menggunakan e-government dianggap memberikan status superior atau prestice lebih tinggi bila dibandingkan dengan datang ke kantor pemerintahan secara tradisonal. Beberapa peneliti seperti (Tung & Rieck, 2005; Shareef, Kumar, Kumar, & Dwivedi, 2011) memasukkan persepsi image ke dalam model yang diusulkan.
3.7. Analisis Model Gabungan Langkah terakhir adalah melakukan analisis model gabungan dengan melihat nilai R2 seperti pada tabel 3 dapat diketahui persepsi kesesuaian (perceived compatibility), persepsi kemudahan penggunaan (perceived ease of use), Persepsi Peningkatan citra (perceived image) mampu menjelaskan variabel sikap atau perilaku untuk penggunakan e-government sebesar 43.75%, Kondisi Fasilitas (facititating condition) mampu menjelaskan variabel Persepsi kontrol perilaku (perceived behavior control) sebesar 33.39%, dan sikap/perilaku (attitude) dan norma sosial (social norm) mampu menjelaskan variabel niat perilaku penggunaan e-government sebesar 30.68%. Nilai tersebut dikategorikan sebagai nilai moderat, nilai tersebut artinya dapat menjelaskan mengenai variabel eksogen yang secara simultan mampu menjelaskan variability kons-trak variabel endogen sebesar nilai tersebut. dan sisa nilai yang nilai tersebut adalah variabel eksogen yang tidak dibahas pada penelitian ini. Selanjutnya setelah mendapatkan nilai rata-rata dari R2 dan nilai dari Communalities dapat diketahui nilai GoF. Nilai GoF sebesar 0.5020 dapat dikategorikan sebagai GoF Besar, sehingga dapat dinyatakan model telah sesuai secara substansial dalam mempresentasikan hasil penelitian (Yamin & Kurniawan, 2011). 3.8 Diskusi Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa model dapat diterima berdasarkan kesahihan dan relialibilitas hasil pengujian data dengan menggunakan metode SEM-PLS faktor yang mempengaruhi penerimaan e-government pada layanan komunikasi persespsi kesesuaian, persepsi kemudahan penggunaan dan persespsi peningkatan citra di identifikasi sebagai penentu utama terhadap sikap penggunaan e-government. dan yang menjadi penentu utama niat penggunaan e-government pada layanan komunikasi adalah sikap terhadap pengguna egovernment dan norma sosial Kesimpulan ini didasarkan pada fakta yang diperoleh yaitu : Untuk meningkatkan social norm penelitian ini menyarankan agar para pembuat kebijakan e-government harus membuat
110
Bisma, dkk., Faktor Adopsi Layanan E-Government Jenis Layanan Komunikasi
Gambar 3 Hasil Kalkulasi Model dengan SmartPls
Sejak penerapan e-government pencerminan atau pencitraan pengguna menimbulkan citra keakraban dengan teknologi modern, tingkat pendidikan yang lebih tinggi, kompetensi dalam menggunakan komputer dan internet, dan persepsi modernisme. Fenomena ini memberikan beberapa derajat nilai-nilai sosial dan prestise untuk pengadopsi. Sehingga dengan harapan adanya peningkatan citra yang ketika menggunakan e-government dapat mempengaruhi niat pengguna dalam menggunakan e-government. Untuk meningkatkan perceived compatibility penelitihan ini menyarankan agar pemerintah sebagai pengelola e-government untuk melakukan sosialisasi dan pelatihan untuk membiasakan pengguna pada e-government, sehingga pengguna dapat beradaptasi ketika menggunakan e-government. Untuk pengembangan sistem e-government sebaiknya sistem yang dikembangkan tidak jauh berbeda dengan sistem yang ada pada pelayanan secara tradisional pada sisi cara input dan alur yang dilalui. Dan diharapkan seluruh layanan yang terdapat pada sistem pemerintahan tradisional juga ada pada layanan pemerintahan secara online
Persepsi kesesuaian (Perceived Compatibility) yang signifikan terhadap sikap/perilaku (hipotesis 4), Persepsi kemudahan penggunaan (perceived ease of use) yang signifikan terhadap sikap/perilaku (hipotesis 1), Persepsi Peningkatan citra (perceived image) yang signifikan terhadap sikap/ perilaku (hipotesis 7), Norma sosial (social norm) yang berpengaruh positif terhadap niat penggunaan (hipotesis 11) yang menentukan niat penggunaan layanan e-government jenis layanan komunikasi. Hasil penelitian ini masih memerlukan pengujian dan pendalaman lebih lanjut, terutama untuk menentukan variabel lain yang mempunyai peran dalam mempengaruhi niat penggunaan e-government. Dalam penelitian berikutnya disarankan untuk dikembangkan variabel pengukur yang lebih detail serta komprehensif dan meningkat 5. DAFTAR RUJUKAN Furuholt, & Wahid, F. (2008). E-Government Challenges and the Role of Political Leadership in Indonesia:; The Case of Sragen. Paper presented at the Hawaii International Conference on System Sciences, Proceedings of the 41st Annua . Moon, M., & Norris, D. (2005). Does managerial orientation matter? The adoption of reinventing government and e-Government
4. SIMPULAN dan SARAN Penelitian adalah menghasilkan variabel : Sikap/perilaku (attitude toward) yang signifikan terhadap niat penggunaan (hipotesis 10),
111
Jurnal Sistem Informasi, Volume 5, Nomor 2, September 2014, hlm. 102-112
at the municipal level. (Vol. 15). Information Systems Journal. Dimitrova, D. V., & Chen, Y.-C. (2006). Profiling the Adopters of E-Government Information and Services: The Influence of Psychological Characteristics, Civic Mindedness, and Information Channels (Vol. 24). Social Science Computer Review . Wangpipatwong, S., Chutimaskul, W., & Papasratorn, B. (2008). Understanding Citizen’s Continuance Intention to Use eGovernment Website: a Composite View of Technology Acceptance Model and Computer Self-Efficacy (Vol. 6). The Electronic Jurnal of E-Government. Hung, S.-Y., Chang, C.-M., & Kuo, S.-R. (2013). User acceptance of mobile egovernment services: An empirical study . Government Information Quarterly , 30, 33–44 . Shareef, M. A., Kumar, V., Kumar, U., & Dwivedi, Y. K. (2011). e-Government Adoption Model (GAM): Differing service maturity levels . Government Information Quarterly , 28, 17-35. Hung, S.-Y., Chang, C.-M., & Yu, T.-J. (2006). Determinants of user acceptance of the eGovernment services: The case of online tax filing and payment system (Vol. 26). Government Information Quarterly. Al-adawi, Z., Yousafzai, S., & Pallister, J. (n.d.). Conceptual model of citizen adoption of e-Government. The Second International Conference on Innovations in Information Technology. Retrieved 2 27, 2013, from http://www.it-innovations.ae/iit005/proceedings/articles/G_6_IIT05-Al-Adawi.pdf Almahamid, S., McAdams., A.C., Kalaldeh, T.A., & Al-Sa'eed, M. (2010). The Relationship Between Perceived Usefulness, Perceived Ease of Use, Perceived Information Quality, and Intention to Use E-Government. Journal of Theoretical and Applied Information Technology . Horst, M., Kuttschreuter, M., & Gutteling, J. M. (2007). Perceived usefulness, personal experiences, risk perception and trust as
determinants of adoption of e-government services in The Netherlands (Vol. 23). Computers in Human Behavior . Mofleh, S. I., & Wanous, M. (2008). Understanding Factors Influencing Citizens’ Adoption of e-Government Services in the Developing World: Jordan as a Case Study. Jurnal of Computer Science. Shareef, M. A., Kumar, V., Kumar, U., & Dwivedi, Y. K. (2011). e-Government Adoption Model (GAM): Differing service maturity levels (Vol. 28). Government Information Quarterly . Carter, L., & Belanger, F. (2004). The Influence of Perceived Characteristics of Innovating on e-Government Adoption . Electronic Jurnal of E-Government. lin, F., Fofanah, s. S., & Liang, D. (2011). Assessing citizen adoption of e-Government initiatives in Gambia: A validation of the technology acceptance model in information systems success (Vol. 28). Government Information Quarterly. Nightisabha, I. A., Suhardjanto, D., & Cahya, B. T. (2009). Persepsi Pengguna Layanan Pengadaan Barang dan Jasa pada Pemerintah Kota Yogyakarta terhadap Implementasi Sistem E-Procurement. Surakarta, Indonesia: Jurnal Siasat Bisnis. Yamin, S., & Kurniawan, H. (2011). Generasi Baru Mengolah Data Penelitian dengan Partial Least Square Path Modeling. Jakarta, Indonesia: Salemba Infotek. Vinzi, E. (2010). Handbook of Partial Least Square Path Modeling. Tung, L. L., & Rieck, O. (2005). Adoption of electronic government services among business organizations in Singapore (Vol. 14). Journal of Strategic Information Systems . Susanto, T. D. (2013). Individual Acceptance of e-Government: A Literature Review . The Second International Conference on Informatics Engineering & Information Science (ICIEIS2013).
112