Fakta Dan Opinio Sekitar G30S Bung Jacky yb, Apa yang bung uraikan hanyalah mempertahankan suara tunggal yg selama ORBA, Suharto berkuasa kita dengarkan itu. Namun, setelah Suharto lengser dan Indonesia memasuki era reformasi-demokrasi, banyak suara bermunculan, ... mengungkap banyak fakta-fakta kejadian sekitar G30S itu, yang selamaa Suharto berkuasa digelapkan, diplintir bahkan membalik kenyataan yg terjadi sesungguhnya. Tinggal kita sendiri bisa tidak menggunakan akal sehat untuk menganalisa suara mana yang lebih mendekati kebenaran sesuai kenyataan yang terjadi sesungguhnya saja. Coba sekarang diperhatikan, bagaimana kedekatan dan keakraban jenderal Suharto itu dengan keTIGA TOKOH utama G30S, Untung, Latief dan Supardjo. Tentu membuat setiap orang harus berpikir, setidaknya bertanya-tanya lalu apa dan sampai dimana hubungan/peran jenderal Suharto itu dengan G30S??? Mengapa pula saat Kol. Latief yg menemui jenderal Soeharto dan terakhir di RSPAD, malam 30 Sept.1965 untuk meemberi laporan gerakan pencidukan 7 jenderal segera akan dijalankan beberapa jam lagi, ... dibantah oleh Suharto semula dengan menyatakan untuk “mencheck dirinya benar berada di RSPAD” dan kemudian berubah menjadi “untuk membunuh” dirinya? Jelas, disini Suharto sedang berbohong dan berusaha mengelak mengapa dirinya tidak termasuk jenderal yang disasar Perwira Progresif yang melancarkan G30S itu. Ini pertama. Kedua, Tanggal 21 September 1965 Jenderal Suharto selaku Panglima KOSTRAD, dengan radiogram no. Rdg. T 293/9/1965 memerintahkan Batalyon 454/Diponegoro dan 530/Brawijaya datang ke Jakarta. Menurut pengakuan Kapten Soekarbi dari Yon-530 Brawidjaja menerima radiogram dari jenderal Suharto, untuk hadir mengikuti Peringatan Hari Angkatan Perang, 5 Oktober di Jakarta dengan perlengkapan senjata tempur garis satu. Setelah mendapat Briefing Mayor Bambang Soepeno, dan subuh jam 02, 1 Oktober 1965 itu dapatkan tugas membawa grup sisa Yon 530 itu berjaga di Monas, depan Istana. Yang perlu diperhatikan disini, mengapa Suharto memerintahkan Yon 454/Diponegoro dan Yon 530/Brawijaja datang ke Jakarta untuk mengikuti peringatan Hari Angkatan Perang harus dengan perlengkapan senjata TEMPUR GARIS SATU. Kedua, ternyata dari Yon 454 dan Yon 530 inilah yang dijadikan kekuatan induk bergerak melaksanakan G30S dan ketiga, juga patut diperhatikan, ternyata pasukan-pasukan G30S saat 1 Okboer siang waktu makan tidak juga ada yg mengantar makanan, mereka justru datang ke
1
KOSTRAD untuk istirahat dan dapatkan makan, dan pasukan yg menduduki RRI ternyata juga diaplos oleh pasukan KOSTRAD dengan lancar. Artinya, ada kesatuan dan kerjasama erat antara KOSTRAD dan pasukan G30S! Oleh karena itu, SUNGGUH TEPAT apa yang dinyatakan Kol. Latief di muka sidang MAHMILTI II Jawa Bagian Barat, bahwa Jenderal Suharto bermuka dua, semula seolah-olah berada dipihak G30S, tapi juga sekaligus berada dipihak Dewan Jenderal dan kemudian menghancurkan G30S! Kolonel Latief memastikan bahwa keterlibatan Suharto dalam gerakan ini sudah sejak awal sekali. Dua minggu sebelum meletusnya peristiwa G30S, Kol. Latief mengaku menghadap Jenderal Suharto mempersoalkan adanya kegiatan Dewan Jenderal yang merencanakan coup d'etat terhadap Presiden Sukarno. Dua hari sebelum operasi pengambilan enam Jenderal, ia menemui Suharto lagi. Pertemuan Latief terakhir dengan Suharto terjadi di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat "Gatot Subroto", 30 September 1965 pukul 23:00 selama 30 menit. Suharto berada di RSPAD Gatot Subroto, menunggui anaknya Tomy yang sedang dirawat karena tersiram sup panas. Ketiga, seandainya G30S dikatakan satu gerakan militer, mengapa bisa terjadi Let.Kol Untung Samsuri membawahi Kol. Latief bahkan Berigjen Supardjo??? Bagaimana mungkin Let.kol. bisa memerintah perwira yang lebih tinggi pangkatnya? Sesuatu yang tidak masuk akal tapi telah terjadi. Mengapa? Bukankah ini akan membuktikan bahwa tongkat KOMANDO G30S sesungguhnya berada ditangan jenderal Suharto! Jenderal Suharto itulah DALANG G30S sesungguhnya. Keempat, kenyataan yang terjadi dan kita saksikan bersama, justru jenderal Suharto itulah satu-satunya perwira yang BERKEPENTINGAN menghabisi nyawa 7 jenderal yg disasar G30S itu, untuk membuka jalan lapang bagi dirinya menjadi orang pertama TNI. Begitulah saat Panglima Tertinggi Bung Karno menunjuk Pranoto menggantikan jenderal Yani yg meninggal, justru disabot jenderal Suharto. Dan itulah skenario kudeta merangkak jenderal Suharto yang telah diungkap dengan jitu nya oleh Waperdam Dr. Subandrio dalam tulisannya “Kesaksian-ku dalam G30S”. Begitulah kita semua menyaksikan keberhasilan jenderal Suharto naik singgasana dengan bersimbah darah, karena lebih dahulu harus menumpas G30S yang semula digerakkan, kemudian dengan dalih PKI dalang G30S membasmi komunis di Nusantara, setelah itu tercapailah tujuan menggulingkan Presiden Soekarno, ...
Salam, ChanCT
2
From: Jacky Mardono Tjokrodiredjo Sent: Saturday, May 7, 2016 12:04 PM Subject: Fakta dan Opini Sekitar G30S.
Bung Chan CT Ysh. Terima kasih atas kiriman tulisan dari bung Nesare. Sayang saya tidak memiliki alamat e-mail beliau (bung Nesare), sehingga saya tidak bisa berkomunikasi langsung dengan beliau. Memang benar sekali, bahwa saya tidak tahu bahwa bapak Suharto adalah biang kerok provokatornya. Yang saya ketahui sebagai fakta ialah, pada tgl 1 Oktober 1965, telah terjadi penculikan terhadap beberapa perwira TNI AD, yang menurut Letkol Untung, sebagai komandan dari G30S, bahwa para perwira tersebut adalah : 1. Agen CIA. 2. Hidup bermewah-mewah menterlantarkan nasib anak buah. 3. Akan melakukan perebutan kekuasaan, terhadap pemerintah yang dipimpin oleh Presiden Sukarno. 4. Membentuk dewan revolusi, tanpa menyebutkan peran Presiden Sukarno dalam Dewan Revolusi. Apa tindakan Letkol Untung dengan dewan Revolusinya bukan merupakan tindakan coup ? Dewan Revolusi yang diketuai oleh Letkol Untung, adalah pemegang kekuasaan tertinggi di NKRI. dengan mendemisionerkan Kabinet Dwikora, dimana Presiden Sukarno adalah Perdana menteri-nya. 5. Memerintahkan agar di tiap daerah membentuk "Dewan Revolusi", untuk membendung aksi "Dewan Jenderal" yang sudah dipengaruhi CIA. Dari pengumuman2 letkol Untung tgl 1 Oktober 1965, panca tunggal setempat, tanpa ada petunjuk atau perintah dari atasan, telah mengambil sikap, bahwa tindakan G30S adalah : 1. Tindakan coup, karena telah mendemisionerkan Kabinet Dwikora. 2. Menolak perintah dari siapapun untuk membentuk "Dewan Revolusi" di daerah, sampai ada kejelasan dimana presiden Sukarno berada.
3
Baru ada petunjuk siapa yang membantu G30S, dengan ditemukannya jenazah korban penculikan, didasar sebuah "sumur tua" didaerah Lubang Buaya. Daerah Lubang Buaya, adalah tempat dimana diadakan latihan bagi ormas PKI, dalam rangka konfrontasi dengan Malaysia. Daerah Lubang Buaya bukan kawasan AURI. Setelah mendengar pidato Pangkostrad Suharto, pada tgl. 4 Oktobet 1965 di Lubang Buaya, terasa adanya keresahan dilingkungan anggota PKI dan Ormasnya, yang jauh dari Jakarta, antara lain di daerah saya, untuk meninggalkan tempat dan masuk hutan. Beberapa tokoh PKI/Ormasnya saya panggil, dan saya ingatkan agar mereka tidak perlu seperti cacing kepanasan, mendengar pidato Pangkostrad Suharto di Lubang Buaya. Kisah selanjutnya adalah, terjadinya konflik antara angota masyarakat, dimana pada siang hari terjadi perburuan liar terhadap anggota PKI/Ormasnya, sedang pada malam hari terjadilah aksi perampokan, yang diduga kuat pelakunya adalah anggota PKI atau ormasnya. Pada waktu itu, Polres yang saya pimpin adalah satuan ABRI yang relatif paling solid, dibangding satuan ABRI yang berada di wilayah saya. Kongkritnya satuan Kodim. Polres yang saya pimpin memiliki 2 (dua) SST pasukan Perintis, 1 (satu) SST Penjagaan yang merupakan embrio dari Sabhara, dan 1 (satu) SST plus anggota staf Polres. Sementara kekuatan di tiap Polsek, sekitar 13 (tiga belas) sampai 15 (lima belas) orang. Untuk mengatasi "koflik Sosial", Polres mendapat bantuan dari Polda, sehingga tergelar kekuatan, yang terdiri dari 11 (sebelas) SST pasukan Perintis dan Brimob. Pasukan tersebut saya pecah menjadi 66 (enam puluh enam) pos, yang saya sebar diseluruh Polres yang saya pimpin. Sebelum pos2 tergelar, Polres sempat kecolongan, dimana kekuatan G30S, sempat membantai sekelompok orang yang usai menunaikan Sholat Isya, dan
4
sekelompok warga desa yang tengah melakukan tugas ronda. Itulah sekelumit kisah di akar rumput, dimana saya oleh pemerintah "didapuk" sebagai pemain. Tentu kisah2 yang terjadi di Polres saya, bukan monopoli Polres saya saja, hanya tentunya modus operandinya yang berbeda. Apa yang terjadi pada prolog tgl 1 Oktober 1965, sangat mempengaruhi sikap warga masyarakat, terhadap apa yang terjadi pada tgl 1 Oktober 1965. Demikian untuk menjadikan maklum. Wassalam, Jacky Mardono.
From: Chan CT <
[email protected]> To: Jacky Mardono Tjokrodiredjo <
[email protected]> Sent: Thursday, 5 May 2016, 18:48 Subject: Fw: [GELORA45] Re: Fakta dan Opini Sekitar G30S.
Bung Jacky yb, Ini ada seorang netter di Gelora45 mengajukan tanggapan, barangkali perlu bung tanggapi, ...? Salam, ChanCT From: mailto:
[email protected] Sent: Wednesday, May 4, 2016 10:01 PM To:
[email protected] Subject: RE: [GELORA45] Re: Fakta dan Opini Sekitar G30S.
Pak jacky ini kelihatannya orang baik dan waktu terjadi peristiwa 1965 itu tidak mengetahui asal usul biang kerok provokatornya (soeharto).
5
Dia hanya melihat peristiwa 1965 itu sebagai kesalahan PKI dimana Untung membunuh para jendral. Lalu dia mendukung pendapatnya dan secara tidak langsung mengatakan bahwa PKI itu sombong dan oleh karena itu rakyat melawan dan terjadilah pembunuhan. Jadi secara keseluruhan, pendapatnya Pak Jacky ini adalah: PKI salah sendiri dibunuh rakyat Indonesia karena sombong. Dia jelas tidak membaca kajian dan penemuan tentang peristiwa berdarah itu dimana Soeharto adalah pelaku utamanya. Jelas dia juga tidak tahu banyak tentang keterlibatan CIA dan badan inteligen negara asing lainnya yang juga bermain. Sekali lagi sudut pandangnya adalah “kesalahan PKI”. Walaupun tidak bisa dipungkiri sebagai partai politik jelas PKI ada aksi2nya yang tidak disenangi oleh musuh2 politik/ideloginya seperti juga partai2 politik lainnya yang kurang disenangi oleh lawan2 politiknya. Sayangnya dia hanya berhenti sampai disini saja. Dia tidak mampu untuk melihat lebih jauh dimana korban pembunuhan massal beserta anak cucunya itu menderita dlsbg. Dia tidak bisa melihat bahwa ada perbedaan antara “PKI” dan “korban pembunuhan massal”. Banyak orang terutama pegiat HAM itu fokusnya adalah korban pembunuhan massal bukan PKI. Yang dikubu mendesak “pemerintah meminta maaf” itu sudut pandangnya adalah meminta maaf kepada para korban pembunuhan massal, bukan “meminta maaf kepada PKI”. Apapun kesalahan PKI, pembunuhan massal tidak boleh menjadi justifikasinya!!! Pak Jacky ini tidak mampu melihat ini.
Salam Nesare
Pak Jacky yb, Terimakasih atas pencerahan yang diberikan dengan penuh kesabaran, ... karena belum 6
pernah mengenal diri bapak membuat saya salah menangkap tulisan bapak sebelumnya. Maaf atas kelancangan saya yang ternyata 10 tahun lebih muda dari bapak dan ketidak tahuan saya pada keadaan konkrit yang terjadi masa G30S itu, karena seminggu sebelum G30S meletup, tgl. 23 Sept. 1965 saya sudah terbang ke Beijing untuk melanjutkan sekolah. Pak Jacky sebagai Kompol (Komandan Polisi di Sumatera Barat ?) ketika itu, tentu sangat berperan menentukan dalam menertibkan keamanan wilayah, begitu perasaan saya. Apa yang bapak jalankan menghentikan permainan anak-anak menendang bola-kepala manusia dan melompat-lompati jenasah dan kemudian menguburkan jenasah secara baik-baik, tentu sangat terpuji! Tapi, bukankah seharusnya ada langkah selanjutnya, untuk mengusut dan menjerat pelaku kejahatan kemanusiaan dengan HUKUM yang berlaku. Dan dengan demikian tidak membiarkan tindakan brutal berlanjut dan makin meluas jatuhnya KORBAN orang-orang tidak berdosa. Saya yakin, seandainya saja, setiap KOMANDAN aparat keamanan diseluruh wilayah Nusantara menjalankan tugas dan kewajibannya dengan baik, maka bunuh membunuh yang sangat tidak manusiawi dan mengakibatkan jutaan warga dibunuh tanpa mengetahui dimana kesalahan dan dosanya, ... TIDAK PERLU TERJADI! Sekalipun juga tidak dapat disangkal, bahwa jenderal Soeharto yg telah merebut inisiatif sejak awal 1-2 Oktober 1965 itu, mulai menjalankan skenario kudeta merangkak sebagaimana dikemukakan Waperdam Dr. Subandrio dalam tulisan “Kesaksian-ku”. Jenderal Soeharto untuk menggulingkan Presiden Soekarno, justru menggunakan dalih PKI dalang G30S lebih dahulu menggebug dan MEMBASMI PKI yang merupakan pendukung kuat Soekarno itu! Bahkan dilanjutkan dengan membasmi komunis sampai keakar-akarnya di Nusantara ini. Bagaimana Nusantara ini tidak bersimbah darah, ...! Begitulah gerak pengejaran, penangkapan dan pembunuhan terhadap orang-orang yang dituduh komunis dilancarkan dengan gencar, ... bukan hanya pada tokoh-tokoh utama PKI yang dianggap harus bertanggungjawab atas meletupnya G30S dan pembunuhan atas 6 jenderal dan 1 perwira, tapi juga pada seluruh orang yang dituduh komunis dan Soekarnois, ... Jadi, memang sulit bisa dibayangkan Komandan aparat keamanan tidak ikut berperan dalam usaha membasmi, dari pengejaran, penangkapan bahkan membunuhi orang-orang yang dituduh komunis, itulah TUGAS dari atasan yang MUTLAK harus dijalankan. Bukankah begitu, ... Salam, ChanCT
7
From: Jacky Mardono Tjokrodiredjo Sent: Tuesday, May 3, 2016 11:31 AM
Bung Chan CT Ysh. Terima kasih atas komentar bung Chan CT terhadap Posting saya. Komentar bung Chan mengingatkan saya, atas peristiwa2 yang terjadi sekitar 50 (lima puluh) tahun yang lalu. Saya tidak melanjutkan kisah saya, setelah saya menjumpai anak2 kecil main bola dengan kepala manusia, dan anak2 kecil ber-main2 diatas mayat manusia. Karena itu pada diri bung Chan ada kesan, bahwa saya merestui perbuatan anak2 kecil maupun orang tua mereka, yang telah membunuh orang2 yang dicurigai sebagai anggota G30S/PKI. Saya sama sekali tidak "merestui" perbuatan anak2 kecil tersebut. Untuk ini mohon maaf, kalau ada kesan bahwa saya merestui perbuatan mereka. Anak2 kecil yang sedang bermain bola saya bubarkan, dan "bolanya" diambil oleh anak buah untuk dikubur secara baik-baik. Demikian juga orang2 tua yang ter-tawa2 di lapau, ber-sama2 anak buah saya, mengubur mayat2 yang dijadikan mainan lompat2an anak2. Secara garis besar, tugas kesatuan yang saya pimpin adalah sbb : Siang hari, mencegah perbuatan anarkis oleh warga masyarakat, terhadap orang2 yang dicurigai sebagai sisa2 G30S/PKI. Malam hari, ber-sama2 warga masyarakat menjaga keamanan kampung, dari aksi penjarahan oleh mereka yang merupakan sisa2 G30S/PKI. Dua Pos Pol saya, sempat diserang oleh sisa2 G30S/PKI. Dari anak buah saya luka 3 (tiga) orang, sedang dari "pihak sana" tewas satu orang. Dari pengamatan saya, adanya perbuatan yang bersifat "radikal", sehingga menimbulkan perbuatan tercela yang berupa pelanggaran HAM, ini bukan karena faktor politik, hukum atau ketata negaraan, tapi se-mata2 karena foktor psikologis, yang merupakan reaksi terhadap arogansi PKI dan ormas2nya, sebelum tgl. 1 Oktober 1965.
8
Sebaiknya kalau mau diadakan diskusi tentang masa lalu, diikut sertakan pula para psikolog, yang membahas kondisi "kejiwaan sosial" pada waktu itu, yang melatar belakangi terjadinya peristiwa G30S/PKI. Ada-tidak, perbuatan PKI/ormasnya yang telah menimbulkan "luka2 sosial", dihati masyarakat bangsa Indonesia ? Demikian tanggapan saya terhadap komentar bung Chan CT. Pada masa sebelum tgl 1 Oktober 1965, bung Chan berada dimana ? Bung Chan dengar adanya peristiwa G30S dari siapa ? Kalau saya langsung dengar dari pengumuman Letkol Untung, yang disiarkan melalui RRI. Sekitar pukul 14.00 WIB, kami anggota Panca Tunggal, sudah menarik kesimpulan, bahwa G30S yang dipimpin oleh letkol Untung adalah "Coup". Tanpa menunggu pejunjuk atau perintah dari atasan, kami Panca Tunggal telah mengambil keputusan, menolak perintah Let Kol Untung untuk membentuk Dewan Revolusi. Demikian untuk menjadikan maklum. Wassalam, Jacky Mardono (82).
From: Chan CT <
[email protected]> Sent: Monday, 2 May 2016, 15:53 Subject: Re: Fakta dan Opini Sekitar G30S.
Tapi, bung Jacky, ... saya tidak bisa mengerti bung sebagai Komandan ketika itu, TETAP bisa membiarkan anak-anak menendang kepala manusia sebagai bola, bisa membiarkan anak-anak bermain lompat-lompatan diatas mayat-mayat yang telah dibantai orang-tua mereka!!!! Bukankah SIKAP DEMIKIAN itu sama-sama BIADABnya!? Padahal sebagai komandan aparat keamanan, sudah seharusnya menertibkan keamanan, bisa melindungi setiap warga siapapun dia dan apapun “KESALAHAN” yang dilakukan dari tindak sewenang-wenang siapapun pelakunya! Jadi, aparat keamanan TIDAK seharusnya membiarkan seseorang dianiaya apalagi dibunuh tanpa proses pengadilan! Mengapa
9
setelah melihat kepala manusia ditendang-tendang, mayat dilompat-lompati, sebagai komandan tidak menindak pelaku, dan membiarkan begitu saja bahkan mengamini??? Perbuatan tercela tidak seharusnya dilawan dengan perbuatan lebih tercela, kekejaman kemanusiaan tidak seharusnya dilawan dengan kekejaman, ... kalau kita semua jor-joran perbuatan tercela, kekejaman kemanusiaan, bagaimana BANGSA ini menjadi bangsa beradab dengan menegakkan HAM yang baik??? Perbuatan tercela, menganiaya, pembunuhan, kekejaman kemanusiaan dan pelanggaran HUKUM, siapapun pelakunya harus dijerat HUKUM dan dijatuhi sanksi HUKUM yang berlaku, dan itulah peran yang harus dipegang TEGUH aparat keamanan/HUKUM negara!
Salam, ChanCT
From: Salim Said Sent: Saturday, April 30, 2016 8:39 AM 2016-04-29 10:40 GMT+07:00 Jacky Mardono Tjokrodiredjo <
[email protected]>:
Saya selalu menolak, kalau ada orang yang menyarankan kepada saya, untuk menuliskan pengalaman saya, ketika menghadapi peristiwa G30S/PKI. Terakhir saya berkunjung ke wilayah dimana saya bertugas, tempat yang pada tahun 1965, merupakan tempat saya bergelut menghadapi sisa2 G30S/PKI. Daerah tersebut ternyata talah menjadi suatu daerah, yang benar2 "tata-tentrem-kertaraharja". "Rekonsiliasi" telah berlangsung secara alami. Ex anak buah ternyata telah membaur, dengan masyarakat setempat, yang dulunya dikenal sebagai "daerah merah". Saya mengunjungi suatu tempat, dimana dimasa lalu saya temukan anak2 bermain bola, tetapi yang dijadikan bola adalah kepala manusia. Jelas yang menyediakan bolanya bukan anak buah saya, atau anggota Kodim ! Juga saya menjumpai suatu tempat, dimana pada masa lalu anak2 bermain
10
lompat2an, diatas mayat2 yang telah dibantai oleh orang tua mereka. Sementara orang tua mereka, mengawasi gerak gerik anak2 mereka sambil tertawa dari sebuah lapau. Pernah serombongan pemuda menghadap saya sambil membawa foto, yang ternyata foto tersebut adalah foto kepala tokoh PKI, yang telah digoroknya. Ditempat resebut tidak ada Pos Polisi, apa lagi Pos Tentara. Saya tidak akan menyebut nama tempat atau nama orang, karena saya tidak ingin ada keluarga dari mereka yang terbebani secara psikis, akibat cerita saya. Menyikapi masa lalu janganlah kita "jor2an" sebagai jagoan HAM. Apa yang disebut sebagai pelanggaran HAM, sesungguhnya adalah "Perbuatan Tercela", yang terjadi pada saat penumpasan G30S/PKI. Kita kenal bahwa perbuatan tercela terdiri dari : 1. Tindak pidana. 2. Pelanggaran disiplin. 3. Pelanggaran disiplin tidak murni/pelanggaran kode etik profesi. Antara pelanggaran HAM dan kejahatan biasa, rumusan saya diatas perlu dikoreksi, oleh para pakar hukum. Saya temukan beberapa mantan anak buah, yang telah hidup membaur dengan masyarakat, dimana pada masa lalu, warga masyarakat meludah, ketika melihat ada anggota Polisi berpatroli. Kesimpulan saya pribadi terhadap peristiwa G30S, "Aktor Intelekualnya" dibelakang G30S adalah PKI. That's all ! Kalau sekarang ada kisah2 yang menyatakan, bahwa PKI tidak terlibat, tetapi yang terlibat adalah DN Aidit, saya tidak mengerti apa yang dijadikan bahan argumentasinya. Sebelum tgl 1 Oktober 1965, saya sudah menduduki jabatan komandan, yang dalam mengambil keputusan, sering tanpa harus menunggu petunjuk atau perintah dari atasan. Pada waktu itu doktrinnya adalah : "demi kepentingan revolusi".
11
Yang pasti saya tidak mengambil keuntungan pribadi, dari keputusan yang saya ambil. Dibawah ini ada 2 (dua) link, yang menurut pendapat saya, memicu kemarahan baik anggota ABRI, maupun warga masyarakat pada umumnya. Sayang rekamannya kurang bagus. Tapi apa yang diucapkan oleh pak Nas dan Pak Harto, dapat kita temukan dalam buku yang berjudul "Dokumen Terpilih Sekitar G30S/PKI", yang disusun oleh bapak Alex Dinuth. Dengan adanya kemajuan teknologi dibidang informasi, kita dapat melakukan diskusi secara terbuka melalui jaringan internet. Tidak perlu adanya notulis, karena semua terekam dengan baik. Ada interupsipun tidak mengganggu jalannya diskusi, karena semua interupsi dilayani secara terpisah. Wassalam, Jacly Mardono. Pidato pak Harto silahkan Klik : https://www.youtube.com/watch?v=DoNtl_3aQgs Pidato Pak Nas silahkan klik : https://www.youtube.com/watch?v=oBZDwusMjzk
12