DAKWAH KULTURAL MUHAMMADIYAH: STUDI TERHADAP MODEL DAKWAH MUHAMMADIYAH DALAM KEGIATAN SILATURAHMI KELUARGA BESAR MUHAMMADIYAH (SKBM) DI KABUPATEN MAGELANG
Oleh: Dr. Imam Mawardi, M.Ag. (Ketua) | NIS: 017308176/FAI Agus Miswanto, MA (Anggota) | NIS: 007209166/FAI
Dibiayai oleh LP3M Universitas Muhammadiyah Magelang Tahun Anggaran 2013/2014
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG 2015
HALAMAN PENGESAHAN PENELITIAN DOSEN 1.
a. Judul penelitian
: Dakwah Kultural Muhammadiyah: Studi
Terhadap Model Dakwah Muhammadiyah Dalam Kegiatan Silaturahmi Keluarga Besar Muhammadiyah (Skbm) Di Kabupaten Magelang 2.
3.
4. 5. 6. 7. 8.
b. Bidang kajian Ketua peneliti a. Nama lengkap dan gelar b. Jenis kelamin c. N I S e. Pangkat/Golongan f. Jabatan fungsional g. Fakultas/Program studi Alamat ketua peneliti a. Alamat kantor/telp/fax/email b. Alamat rumah/telp/e-mail
Jumlah anggota peneliti Nama anggota Lokasi penelitian Kerjasama dengan instansi lain Lama penelitian Biaya yang diperlukan a. LP3M UMM b. Mandiri JUMLAH
: Pendidikan : : : : : :
Dr. Imam Mawardi, M.Ag Laki-laki 017308176 Penata Tk I /III d Lektor Agama Islam/PAI
: Jl. Mayjen Bambang Sugeng Km 4 Mertoyudan Kab, Magelang : Perum Bumi Gemilang C-1 Banjarnegoro Mertoyudan Magelang 08122514462 /
[email protected] : 1 orang : Agus Miswanto, MA : Kota dan Kabupaten Magelang : SMA/SMK Muhammadiyah di wilayah Kota/Kabupaten Magelang : 7 bulan : Rp 4.250.000,00 : Rp 1.000.000,00 : Rp 5.250.000,00
Magelang, 28 September 2015
Menyetujui Ketua LP3M,
Ketua Peneliti,
Dr. Suliswiyadi, M.Ag
Dr. Imam Mawardi, M.Ag
NIS 966610111
NIS 017308176
2
ABSTRAK Penelitian ini mengenai Dakwah Kultural Muhammadiyah: Studi Terhadap Model Dakwah Muhammadiyah Dalam Kegiatan Silaturahmi Keluarga Besar Muhammadiyah (Skbm) Di Kabupaten Magelang. Secara spesifik penelitian ini difokuskan mengkaji aspek-aspek kebudayaan yang menjadi bagian penting dalam festifal SKBM. Dengan melalui pendekatan histori terhadap berbagai dokumen yang ada, observasi di lapangan, dan wawancara, ditemukan bahwa dakwah kultural yang diimplemantasikan dalam SKBM PDM Kab. Magelang sangat apresiatif dan positif dengan kebudayaan. Berbagai macam kegiatan kebudayaan menjadi bagian penting Fesitifal SKBM, seperti Pertunjukan, bazar, dan Rangkaian acara ini pengajian. Dan kebudayaan yang dikembangkan oleh Muhammadiyah adalah kebudayaan yang progresive (dinamis) dan selektif (purifikasi). Dalam dalam SKBM ditemukan banyak tiga kebudayaan, yaitu pertama, kebudayaan murni tradisi lokal, kedua, kebudayan modern (kontemporer); ketiga kebudayaan hybrida yaitu hasil persilangan tradisi lokal dan atau tradisi modern dengan nilai-nilai Islam. Dan satu hal yang menarik, bahwa dalam setiap perhelatan festival SKBM, belum pernah ditemukan tradisi seni hadrah dengan syarir-syair dari kitab al-barzanzi. Realitas tersebut, ternyata terkait mitologi (khurafat) yang sangat lekat dengan syair-syair tersebut. Dan hal itu sangat bertentangan teologi Muhammadiyah yang berupaya melakukan liberasi pemikiran kebudayaan di lingkungan Muhammadiyah. Karena kebudayaan tidak boleh mengkultuskan hasil karya cipta manusia (Taqdis al-afkar al-diniyyah). Pengkultusan karya cipta manusia, akan berdampak kepada kemandegan dan kejumudan berfikir dan kreatifitas, apalagi dibumbui dengan berbagai mitos. Ini sangat bertentangan dengan semangat progresive (dinamis) Muhammadiyah.
3
KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr.Wb. Al-hamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang tealh melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada setiap hamba-nya yang mukmin dan shaleh. Semoga shalawat dan salam kepada junjungan umat, teladan kehidupan, Nabi al-Musthafa, Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat, dan seluruh pengikut setainya sampai akhir zaman. Amin. Kami sangat bersyukur atas selesainya penelitian yang kami lakukan ini. Penelitian yang berjudul “Dakwah Kultural Muhammadiyah: Studi Terhadap Model Dakwah Muhammadiyah Dalam Kegiatan Silaturahmi Keluarga Besar Muhammadiyah (Skbm) Di Kabupaten Magelang”, merupakan usaha untuk melihat bagaimana Muhammadiyah Kab Magelang menerjemahkan gagasan dakwah kultural yang telah dicanangkan oleh PP. Muhammadiyah. Mudah-mudahan saja, hasil penelitian ini memberikan manfaat untuk pengembangan dakwah Muhammadiyah yang akan datang, terutama wilayah Magelang. Di samping itu, penelitian ini juga diharapkan dapat berkontribusi positif bagi penelitian lebih lanjut tentang pengembangan konsep-konsep dakwah kemasyarakatan. Terima kasih, kami ucapkan kepada beberapa pihak yang telah memberikan kesempatan dan juga dukungan dana terhadapa terlaksananya penelitian tersebut. Pertama, kepada bapak rektor UMM yang memberikan motivasi dan dorongan kepada segenap civitas akademika untuk giat melakukan penelitian dalam rangka untuk pengembangan kapasitas dan kemampauan akademik. Kedua, kepada LP3M UMM yang telah memberikan dukungan dana bagi penelitian yang kami lakukan ini. Ketiga, kepada Dekan fakultas Agama Islam yang telah mensuport dan memberikan motivasi untuk dilaksanakan penelitian ini. Keempat, Pimipnan Daerah Muhammadiyah Kab. Magelang. Tiada ganding yang tak retak, tidak ada kesempurnaan tanpa kekurangan. Oleh sebab itu kritik yang positif dan konstruktif demi perbaikan kualitas penelitianpenelitian untuk yang akan datang, sangat diperlukan. Semoga bermanfaat Wasalamu’alaikum Wr.Wb. Magelang, 28 September 2015 Tim peneliti Dr. Imam Mawardi Rz, M.Ag (ketua) Agus Miswanto, MA (Anggota)
4
DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN PENELITIAN DOSEN ................................................. 2 ABSTRAK ..................................................................................................................... 3 KATA PENGANTAR ................................................................................................... 4 BAB 1 ............................................................................................................................ 6 PENDAHULUAN ......................................................................................................... 6 A. LATAR BELAKANG ........................................................................................ 6 B. TUJUAN ............................................................................................................. 6 C. PERUMUSAN MASALAH ............................................................................... 6 D. RUANG LINGKUP ............................................................................................ 7 E. KONTRIBUSI .................................................................................................... 7 F. METODE ............................................................................................................ 7 G. DATA DAN SUMBER DATA .......................................................................... 7 BAB 2 ............................................................................................................................ 8 KERANGKA TEORITIS DAKWAH KULTURAL..................................................... 8 A. PENGERTIAN DAKWAH KULTURAL .......................................................... 8 B. PRINSIP DAN PIJAKAN DASAR DAKWAH KULTURAL ....................... 11 C. DAKWAH KULTURAL, PLURALITAS BUDAYA DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ................................................................... 15 BAB 3 .......................................................................................................................... 18 HASIL PENELITIAN: TEMUAN DAN ANALISIS ............................................. 18 A. TEMUAN PENELITIAN ................................................................................. 18 1. Gambaran Umum Wilayah Penelitian: Muhammadiyah Di Magelang ........ 18 2. Gambaran Singkat Tentang SKBM............................................................... 20 3. Bentuk Kegiatan SKBM................................................................................ 22 B. HASIL ANALISIS............................................................................................ 25 1. Bazar.............................................................................................................. 25 2. Pertunjukan.................................................................................................... 26 BAB 4 .......................................................................................................................... 28 PENTUP ...................................................................................................................... 28 A. KESIMPULAN ................................................................................................. 28 B. SARAN ............................................................................................................. 28 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 29 LAMPIRAN-LAMPIRAN: BIODATA PENELITI .................................................... 32 H. BIODATA PENELITI ...................................................................................... 32
5
BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Islam sebagai agama memberikan arah (guidance) kepada setiap pemeluknya dalam setiap dimensi kehidupan. Untuk itulah Islam sebagai agama menjadi rujukan (referensi) utama bagi pemeluknya. Secara sosiologis, Islam diyakini dan dijalankan oleh masyarakat dalam berbagai ragam kebudayaan yang berbeda. Walaupun demikian Islam tidak larut dan hilang ditelan budaya manusia. Bahkan justru sebaliknya, Islam dalam konteks budaya memberikan arah dan warna (sibghah) bagi kebudayaan yang bersangkutan. Sehingga di satu sisi, hubungan Islam dan tradisi budaya masyarakat banyak menemukan sisi-sisi positif dan akamodatif. Hal ini dapat dilihat dari pengalaman panjang walisongo dalam penyebaran agama di jawa. Hanya saja di sisi lain, dalam konteks tertentu Islam dan budaya tidak selalu menemukan harmonisasi. Ada ketegangan budaya antara islam sebagai sebuah ajaran agama dengan tradisi masyarakat yang sudah berurat dan berakar itu. Ketegangan teologis dan kebudayaan di atas berimplikasi bagi proses dialog secara terus-menerus, dan juga penafsiran yang beragam terhadap realtas tersebut dari para pendakwah, mubaligh, ustad, guru ngaji, khususnya dari lingkungan Muhammadiyah. Tafsir dan artikulasi para pendakwah tersebut terhadap budaya dan tradisi yang ada memujud dalam bentuk program kegiatan dakwah yang dicanangkan oleh lembaga atau organisasi. Disamping itu, ketegangan teologis tersebut, juga sering kali berimplikasi pada ketegangan sosial yang tidak perlu. Sehingga dakwah yang seharusnya menyentuh hati, membuka kesadaran dan nalar malah justru membakar emosi masyarakat yang berdampak merusak hubungan sosial kemasyarakatan. B. TUJUAN Tujuan utama penelitian ini adalah pertama: untuk melihat pola gerakan dakwah kultural yang digunakan oleh Muhammadiyah Kab. Magelang. Kedua, memperkuat apresiasi gerakan dakwah kultural di lingkungan Muhammadiyah dan juga organisasi Islam lainya. C. PERUMUSAN MASALAH Dari latar belakang masalah dan tujuan penelitian di atas, maka peneliti merumuskan pertanyaan sebagai berikut: 6
1. Bagaimana respon Muhammadiyah terhadap kebudayaan yang berkembang di masyarakat Masyarakat? 2. Dakwah kultural yang bagaimana yang digunakan oleh Muhammadiyah Kab Magelang? D. RUANG LINGKUP Lingkup penelitian ini Silaturahmi Keluarga Besar Muhammadiyah (SKBM) kab. Magelang. Oleh karena itu, peneliti hanya mengambil data dari seputar kegiatan SKBM yang dilakukan oleh Muhammadiyah. E. KONTRIBUSI Penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi paling tidak dalam dua area yaitu teoritis dan praktis. Kontribusi teoritis, bahwa penelitian ini memberikan kontribusi bagi pengembangan model-model dakwah Islam kedepana. Kedua, kontribusi praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih yang berharga bagi penguatan dakwah Muhammadiyah yang akomodatif dan positif bagi kebudayaan (kultural) Masyarakat. F. METODE Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan histori (sejarah), yaitu data-data penelitian diambil dan diolah berdasarkan dokumen yang ada, yaitu hasil reportase, laporan baik yang resmi ataupun tidak resmi oleh pimpinan daerah Muhammadiyah atupun yang lainya. Disamping itu, penelitian ini juga menggunakan obeservasi sebagai intrumen untuk menemukan data penelitian. Observasi dimaksudkan adalah dengan melihat secara langsung atau mengamati dari jarak dekat kegiatan-kegiatan SKBM yang dilakukan oleh Muhammadiyah Kab. Magelang. G. DATA DAN SUMBER DATA Data yang diambil sebagai sampel dalam penelitian ini adalah para pengurus Muhammadiyah serta dokumentasi berupa laporan, buku, photo, dan juga video. Dari data-data tersebut diolah, penelitian disusun dan dianalisis sehingga ditemukan hubungan logis antara fakta-fakta yang ada untuk menjawab hipotesis ataupun pertanyaan dalam penelitian ini.
7
BAB 2 KERANGKA TEORITIS DAKWAH KULTURAL A. PENGERTIAN DAKWAH KULTURAL Dakwah secara bahasa bermakna panggilan, seruan, dan ajakan. 1 Dan kata dakwah seringkali disinonimkan dengan kata tabligh yang mengandung makna menyampaikan, mengantarkan sesuatu. Oleh karena karena, dakwah dan tabligh memiliki keterkaitan makna. Jika dakwah adalah mengajak seseorang atau sekelompok orang untuk memeluk Islam, maka tabligh adalah menyampaikan materi ajaran Islam kepeda seseorang atau sekelompok orang dengan tujuan agar orang atau kelompok itu bersedia masuk dan memeluk Islam demi kebaikan dan keselematan baik di dunia maupun akhirat. Sementara pelaku dakwah disebut sebagai da’i, sedang pelaku tabligh disebut sebagai mubaligh. 2 Sementara secara istilah, Dakwah adalah upaya untuk mengajak seseorang atau sekelompok orang (masyarakat) agar memeluk dan mengamalkan ajarana Islam atau untuk mewujudkan ajaran Islam ke dalam kehidupan nyata. Sehingga, pengertian dakwah yang semacam ini sangat luas sekali cakupanya, yaitu mulai dari pembangunan kualitas sumberdaya manusia, pengentasan kemiskinan, memerangi kebodohan, keterbelakangan, dan pembebasan, serta penyebaran rahmat Allah di muka bumi. Dengan ungkapan lain bahwa dakwah adalah proses untuk mengubah kehidupan manusia dan masyarakat dari kehidupan yang tidak atau kurang Islami menjadi kehidupan yang lebih islami.3 Kalau mencari definisi tentang kebudayaan, kita akan mendapatkan banyak sekali makna yang diberikan oleh para tokoh sesuai dengan kapasitas ilmu yang mereka kuasai. Melville J. Herkovitas menyebutkan 160 definisi kebudayaan. Ini sebagai bukti bahwa ta’rif atau definisi kebudayaan sangat beragam dan ada yang saling bertentangan.4 Endang Syaifudin Anshori dalam bukunya “Wawasan Islam” mendefinisikan kebudayaan adalah hasil karya, cipta, pengolahan, pengerahan dan pengarahan manusia
1
Agus Miswanto, Sejarah Islam dan Kemuhammadiyahan, (Magelang: P3SI, 2012), hlm.165. PP Muhammadiyah, Dakwah Kultural Muhammadiyah, (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2004), hlm. 19-20. 3 PP. Muhammadiyah, dakwah..., hlm. 20-21. 4 H. Endang Saifuddin Anshari, Wawasan Islam, Pokok-pokok Pikiran Tentang Paradigma dan Sistem Islam, (Jakarta: Gema Insani Press, 2004), hlm 110. 2
8
terhadap alam dengan kekuatan jiwa, pikiran, perasaan, kemauan, intuisi, imajinasi, raga, dan fakultas-fakultas rohaniah lainnya, yang menyatakan diri dalam pelbagai kehidupan rohaniahdan kehidupan lahiriah manusia.5 Edward Burnett Taylor, seorang ahli kebudayaan Inggris pada abad ke-19, mengatakan: kebudayaan adalah keseluruhan yang kompleks dari kehidupan, meliputi ilmu atau pengetahuan, dogma-dogma teologi, nilai-nilai moral, hukum adat istiadat masyarakat dan semua kemampuan yang diperoleh seseorang dalam kedudukannya sebagai anggota masyarakat. Dari definisi di atas dapat kita tarik kesimpulan bahwa kebudayaan atau kultur adalah hasil karya manusia yang lahir dari kekuatan-kekuatan yang dimiliki oleh manusia. Karya yang dihasilkan manusia tersebut mencakup banyak aspek. Endang membagi ruang lingkup kebudayaan secara garis besar kepada dua bagian besar, yaitu: kebudayaan immateri yang terdiri dari filsafat, ilmu pengetahuan, kesenian, kaidahkaidah budaya, bahasa, Agama budaya, teknik, ekonomi dan pencarian hidup, politik, dan pendidikan. Sedangkan yang kedua adalah kebudayaan material, seperti alat-alat penguasaan
alam,
alat-alat perlengkapan hidup, pakaian, perumahan, dll.
Kebudayaan ini lahir sebagai jawaban atas segala tantangan, tuntutan, dan dorongan intradiri manusia dan ekstradirinya, untuk menuju terwujudnya kebahagiaan dan kesejahteraan spiritual dan material. Dan ini bisa terjadi pada individu dan kelompok serta dapat diwariskan secara turun temurun sebagaimana yang kita saksikan pada masyarakat Indonesia. Dengan demikian dakwah kultural adalah kegiatan dakwah Islam yang berhubungan dengan segala aspek (totalitas) kebudayaan manusia baik menyakut cipta, karsa, dan rasa yang mewujud dalam kehidupan manusia dalam kurun dan tempat tertentu. Sementara itu istilah, PP. Muhammadiyah mendefinisikan sebagai berikut: Dakwah kultural merupakan upaya menanamkan nilai-nilai islam dalam seluruh dimensi kehidupan dengan memperhatikan potensi dan kecenderungan manusia sebagai makhluk budaya secara luas, dalam rangka mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.6 Dari definisi tersebut kemudian PP. Muhammadiyah menjelaskan sebagai berikut:
5 6
H. Endang Saifuddin Anshari, Wawasan Islam, ..., hlm 105. PP. Muhammadiyah, Dakwah..., hlm, 26.
9
Dakwah kultural mencoba memahami potensi dan kecenderungan manusia sebagai makhluk budaya, yang berarti memahami ide-ide, adat-istiadat, kebiasaan, nilai-nilai, norma, sistem, aktivitas, simbol, dan hal-hal fisik yang memiliki makna tertentu dan hidup subur dalam kehidupan masyarakat. Dan pandangan tersebut dibingkai oleh pandangan dan sistem nilai ajaran Islam yang membawa pesan rahmatan lil ‘alamin. Dengan demikian dakwah kultural menekankan dinamisasi dakwah, selain pada purifikasi.7 Dengan demikian, bahwa dakwah kultural mensinergikan dua dimensi penting yang tidak boleh dilepaskan antara satu dengan yang lainya, yaitu dinamisasi dan purifikasi. Dinamiasi adalah upaya untuk mengapresiasi potensi dan kecenderungan manusia sebagai makhluk budaya. Dan bagaimana kebudayaan manusia dapat diupayakan membawa kepada kemajuan dan kemaslahatan manusia. Dengan demikian, kebudayaan tidak berhenti pada satu titik tertentu, tetapi terus mengalami pergeseran dan perubahan dalam rangka untuk merespon perkembangan zaman (progresive). Sedangkan purifikasi adalah mengindari pelestarian budaya yang secara nyata bertentangan dengan ajaran islam, seperti syirik, takhayul, bid’ah, khurafat. Dengan ungkapan lain, bahwa purifikasi adalah sebagai filter kebudayaan. Artinya tidak segala hal menyangkut budaya bisa diapresiasi, tetapi harus dipilah dan dipilih, atau kalau memungkin diislamisasikan dengan menghilangkan segala hal yang bertentangan dengan ajaran Islam. Dakwah Kultural sebagai strategi perubahan sosial bertahap sesuai dengan kondisi empirik yang diarahkan kepada pengembangan kehidupan Islami sesuai dengan paham Muhammadiyah, yang bertumpu para pemurnian pemahaman dan pengamalan Ajaran Islam dengan menghidupan ijtihad dan tajdid. Sehingga purifikasi dan pemurnian Ajaran Islam tidak menjadi kaku, rigid dan eksklusif, tetapi terbuka dan memiliki rasionalitas yang tinggi untuk dapat diterima oleh semua pihak. Dengan memfokuskan pada penyadaran iman melalui potensi kemanusiaan, diharapkan umat dapat menerima dan memenuhi seluruh ajaran Islam yang kaffah, secara bertahap sesuai dengan keragaman sosial ekonomi, budaya, politik dan potensi yang dimiliki oleh setiap kelompok umat. Atas dasar pemikiran tersebut dakwah kultural dapat dipahami dalam dua pengertian, yaitu pengertian umum (makna luas) dan pengertian khusus (makna sempit). Dakwah kultural dalam arti luas dipahami sebagai kegiatan dakwah dengan memperhatikan potensi dan kecenderungan manusia dengan makhluk berbudaya dalam 7
PP. Muhammadiyah, Dakwah..., hlm. 26.
10
rangka menghasil kultur alternatif yang kultur Islam, yakni berkebudayaan dan berperadaban yang dijiwai oleh pemahaman, penghayatan dan pengamalan ajaran Islam, yang murni bersumber dari Al-Quran dan al-Sunnah, dan melepaskan diri dari kultur dan budaya yang dijiwai oleh kemusyrikan, takhayul, bid’ah dan khurafat.[2] Adapun dalam pengertian khusus, dakwah kultural adalah kegiatan dakwah dengan memperhatikan, memperhitungkan dan memanfaatkan adat-istiadat, seni, dan budaya loka, yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam, dalam proses menuju kehidupan Islami, sesuai dengan manhaj Muhammadiyah, yang bertumpu pada prinsipsalafiyyah(purifikasi) dan tajdidiyyah (pembaharuan). Munculnya konsep dakwah kultural, sebagaimana diputuskan oleh Sidang Tanwir Muhammadiyah, Januari 2002, didorong oleh keinginan Muhammadiyah untuk mengembangkan sayap dakwahnya menyentuh ke seluruh lapisan umat Islam yang beragam sosial kulturalnya. Sehingga dengan dakwah kultural, Muhammadiyah ingin memahami pluralitas budaya, sehingga dakwah yang ditujukan kepada mereka dilakukan dengan dialog kultural, sehingga akan mengurangi benturan-benturan yang selama ini dipandang kurang menguntungkan, tetapi tetap berpegang pada prinsip pemurnian (salafiyyah) dan pembaharuan (tajdidiyah). B. PRINSIP DAN PIJAKAN DASAR DAKWAH KULTURAL Endang Dalam bukunya “Wawasan Islam” mengatakan: “sepanjang pengetahuan penulis, Islam tidak memberikan teori atau ajaran yang terinci mengenai seni dan estetika (berbeda halnya dengan etika). Jika kesimpulan penulis tidak keliru, maka hal demikian barangkali termasuk kategori “dunya” dalam hadits Rasulullah saw, “antum a’lamu bi umuuri dunyaakum” (kalian lebih mengetahui urusan dunia kalian).8 Persoalan kebuadayaan (seni-budaya), dalam konteks Muhammadiyah termasuk urusan dunia yang dikenal dengan sebutan “mu’amalah dunyawiyah”. Oleh karena itulah, Muhammadiyah berpandangan bahwa pada dasarnya budaya (senibudaya) itu hukumnya mubah (boleh). Dalam kaidah fikih disebutkan bahwa “al-ashlu fil mu’amalah al-ibahah” (pada dasarnya hukum yang kuat dalam perkara mu’amalah adalah boleh). Akan tetapi manakala dalam kebudayaan (seni-budaya) tersebut ada halhal lain yang mengarah atau menyebabkan pelanggaran terhadap norma-norma Islam
8
H. Endang Saifuddin Anshari, Wawasan Islam, Pokok-pokok Pikiran Tentang Paradigma dan Sistem Islam, (Jakarta: Gema Insani Press, 2004), hlm 105.
11
baik berupa kerusakan (fasad), kedurhakaan kepada Allah, maka hukumnya menjadi haram. Dalam dakwah kultural mencoba untuk mempertemukan dua sisi kutub agama yang bertolak belakang, yaitu karakter tegas (hardness) dan lunak (softness), yang dapat digambarkan dalam bentuk
Agama
diagram dibawah ini. Dari diagram ini, dapat dijelaskan Respect for others
Respect for self
bahwa, agama memilki dua
Muamalah
Aqidah
kaki, yaitu hardness (keras)
Akhlak
Ibadah
dan softness (lunak/halus).
Softness/Lembut
Hardness/Keras
Kaki hardness yaitu ajaranajaran agama yang kaku
(dogmatic) tidak mengenal perubahan (taghayur) dari sisi tafsir dan juga pelaksanaan (praksis). Sementara kaki softness adalah ajaran-ajaran agama yang lunak dan terbuka. Ajaran agama yang berupa aqidah (faith/keyakinan) dan ibadah (ritus/ritual) adalah masuk dalam kategori yang hardness itu. Dalam konteks ajaran ini, tidak memberikan ruang apapun terhadap keyakinan dan juga cara ritualitas liyan. Sementara kaki softness berkaitan dengan dimensi hubungan antar manusia, yaitu mumalah dan akhlak (etika dan norma). Dalam konteks Muhammadiyah, karakter softness dan hardness ditemukan dalam paradigma tajdid (pembaruan) yang menjadi jati diri Muhammadiyah. Yang mana, konsep tajdid tidak melulu bermakna purifikasi (hardness) akan tetapi juga tajdid bermakna reformasi atau dinamisasi (softness) yang berarti pembaruan dalam cara-cara pelaksanaan ajaran Islam dalam kehidupan masyarakat semacam memperbarui cara penyelenggaraan pendidikan, cara pengelolaan rumah sakit, dan sebagainya. Semangat tajdid Muhammadiyah terhadap kebudayaan dan seni terantum dalam keputusan Muktamar Muhammadiyah ke-44 tahun 2002 di Jakarta yang sekarang telah dicantumkan dalam PHIWM (Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah).9 1) Islam adalah agama fitrah, yaitu agama yang berisi ajaran yang tidak bertentangan dengan fitrah manusia, Islam bahkan menyalurkan, mengatur, dan mengarahkan fitrah manusia itu untuk kemuliaan dan kehormatan manusia.
9
Keputusan Muktamar Ke-44 (Perh.), Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah, Cet. Edisi Revisi, (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2009), hlm. 93.
12
2) Rasa seni sebagai penjelmaan rasa keindahan dalam diri manusia merupakan salah satu fitrah yang dianugerahkan Allah swt yang harus dipelihara dan disalurkan dengan baik dan benar sesuai dengan jiwa ajaran Islam. 3) Berdasarkan keputusan Munas Tarjih ke-22 tahun 1995 bahwa karya seni hukumnya mubah (boleh) selama tidak mengarah atau mengakibatkan fasad (kerusakan), dharar (bahaya), ‘ishyan (kedurhakaan), dan ba’id anillah (terjauhkan dari Allah); maka pengembangan kehidupan seni dan budaya dikalangan Muhammadiyah harus sejalan dengan etika atau norma-norma Islam sebagaimana dituntunkan tarjih tersebut. 4) Seni rupa yang obyeknya makhluk bernyawa seperti patung hukumnya mubah bila untuk kepentingan sarana pengajaran, ilmu pengetahuan, dan sejarah; serta menjadi haram bila mengandung unsur yang membawa ‘ishyan (kedurhakaan) dan kemusrikan. 5) Seni suara baik seni vokal maupun instrumental, seni sastra dan seni pertunjukan pada dasarnya mubah (boleh), serta menjadi terlarang manakala seni dan ekspresinya baik dalam wujud penandaan tektual maupun visual tersebut menjurus pada pelanggaran norma-norma agama. 6) Setiap warga Muhammadiyah baik dalam menciptakan maupun menikmati seni dan budaya, selain dapat menumbuhkan perasaan halus dan keindahan juga menjadikan seni dan budaya sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah, dan sebagai media atau sarana dakwah untuk membangun kehidupan yang berkeadaban. 7) Menghidupkan sastra Islam sebagai bagian dari strategi membangun peradaban dan kebudayaan Muslim.
Dari point-point keputusan Muktamar di atas, dapat diketahui dengan jelas pandangan Muhammadiyah terhadap kebudayaan dan seni, bahwa berbudaya atau berseni merupakan fitrah manusia. Allah telah memberikan fitrah tersebut kepada manusia dan karunia itu tidak boleh dihilangkan dan dibiarkan liar dan bebas. Akan tetapi Islam telah memberikan arahan bagaimana seharusnya menyalurkan fitrah itu sehingga tetap berada di atas koridor yang telah ditetapkan Allah dan sesuai dengan jiwa ajaran Islam. (lihat point 1 dan 2) Jadi, sebenarnya yang diharamkan bukan seninya, akan tetapi hal-hal lain yang di luar seni tersebut. Seperti bernyanyi hukumnya boleh, akan tetapi karena dalam lirik 13
nyanyian itu mengandung kata-kata yang bertentangan dengan norma Islam, maka ia menjadi haram. Begitu juga dengan budaya tari-tarian. Tari-tariannya asalnya boleh, menjadi tidak boleh jika tari-tarian tersebut menggunakan pakaian yang tidak menutup aurat, misalnya dan lain-lain. Dengan demikian, jelaslah bahwa Muhammadiyah sangat mendukung berkembangnya seni dan budaya dengan tetap memerhatikan nila-nilai atau normanorma Islam supaya jangan sampai melampaui batas. Bahkan Muhammadiyah sekarang membuat strategi dakwah yang disebut dengan dakwah kultural, yaitu: upaya menanamkan
nilai-nilai
Islam
dalam
seluruh
dimensi
kehidupan
dengan
memperhatikan potensi dan kecendrungan manusia sebagai makhluk budaya secara luas, dalam rangka mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.10 Dengan demikian, dakwah kultural sebenarnya akan mengokohkan prinsipprinsip dakwah dan amar makruf nahi munkar Muhammadiyah yang bertumpu pada tiga prinsip Tabsyir, Islah dan Tajdid (TIT). Prinsip tabsyir, adalah upaya Muhamamdiyah untuk mendekati dan merangkul setiap potensi umat Islam (umat ijabah) dan umat non-muslim (umat dakwah) untuk bergabung dalam naungan petunjuk Islam, dengan cara-cara yang bijaksana, pengajaran dan bimbingan yang baik, dan mujadalah (diskusi dan debat) yang lebih baik. Kepada umat Ijabah (umat yang telah memeluk Islam), penekanan tabsyir kepada peningkatan dan penguatan visi dan semangat dalam berislam. Sementara kepada umat dakwah (umat non-muslim) adalah memberikan pemahaman yang benar dan menarik tentang Islam, serta merangkul mereka untuk bersama-sama membangun masyarakat dan bangsa yang damai, aman, tertib dan sejahtera. Dengan cara ini dakwah kepada non-muslim tidak diarahkan untuk memaksa mereka memeluk Islam. Tetapi membawa mereka kepada pemahaman yang benar tentang Islam, sehingga mereka tertarik kepada Islam, bahwa dengan sukarela memasuki Islam. Prinsip Islah, yaitu upaya membenahi dan memperbaiki cara berislam yang dimiliki oleh umat Islam, khususnya warga Muhammadiyah, dengan cara memurnikannya sesuai petunjuk syar’I yang bersumber pada Al-Quran dan Sunnah. Ini dapat diartikan bahwa setelah melakukan dakwah dengan tabsyir, maka umat yang
10
Haedar Nashir, Muhammadiyah Gerakan Pembaruan, (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2010), hlm. 277.
14
bergabung diajak bersama-sama memperbaiki pemahaman dan pengamalannya terhadapIslam. Umat yang telah bergabung dalam dakwah tabsyiriyah memiliki background yang beragam baik sosial ekonomi, sosial budaya, maupun latar belakang pendidikannya. Keragaman tersebut akan membawa pengaruh kepada cara pandang, pemahaman dan pengamalan Islam, yang dalam banyak hal perlu diperbaiki dan dibenahi sesuai dengan pemahaman keagamaan Muhammadiyah, yang bersumber dari Al-Quran dan al-Sunnah. Prinsip tajdid, sesuai dengan maknanya, prinsip ini mengupayakan pembaharuan, penguatan dan pemurnian atas pemahaman, dan pengamalan Islam yang dimiliki oleh umat ijabah, termasuk pelaku dakwah itu sendiri. Baik
prinsip
islah
maupun
tajdid
banyak
dilakukan
dengan
cara
menyelenggarakan pengajian dan ta’lim baik bersifat umum maupun terbatas. Juga mendirikan sekolah-sekolah, madrasah-madrasah dan pondok pesantren. C. DAKWAH
KULTURAL,
PLURALITAS
BUDAYA
DAN
PENGEMBANGAN MASYARAKAT Terminologi Dakwah kultural memberikan penekanan makna yang berbeda dari dakwah konvensional yang disebut juga dengan dakwah struktural. Dakwah kultural memiliki makna dakwah Islam yang cair dengan berbagai kondisi dan aktivitas masyarakat. Sehingga bukan dakwah verbal, yang sering dikenal dengan dakwah bil lisan (atau tepatnya dakwah bi lisan al-maqal), tetapi dakwah aktif dan praktis melalui berbagai kegiatan dan potensi masyarakat sasaran dakwah, yang sering dikenal dengan dakwah bil hal (atau tepatnya dakwah bi lisan al-hal). Dalam perspektif Syamsul Hidayat, Muhammadiyah sebagai gerakan Tajdid fi al-Islam,
mengimplementasikan
setiap
gerakannya
dengan
metode
dan strategi pembaharuan. Pembaharuan yang dilakukan memiliki dua makna. Pertama, al-I’adah (kembali kepada kemurnian Islam dalm masalah agama yang bersifat baku, yakni masalah aqidah, ibadah mahdhah, sebagian muamalah dan akhlak). Kedua, alihya’ (menghidupkan dan mendinamisasikan pemikiran dan pengalaman agama pada masalah-masalah yang bersifat dinamis, yakni sebagian besar masalah muamalah duniawiyah seperti politik, ekonomi, budaya dan seterusnya). Pandangan diatas berimplikasi pada keterbukaan dan sikap Muhammadiyah yang cair terhadap fenomena perubahan dan pluralitas budaya beserta nilai-nilai yang dikandungnya. Corak gerakan 15
Muhammadiyah terlihat ramah dan cerdas dalam mensikapi fenomena pluralitas dan perubahan nilai sosial budaya sekaligus memberikan arah perubahan dan pluralitas yang sesuai dengan prinsip-prinsip Islam (tetap berpijak pada al qur’an dan sunnah). Artinya perubahan dan budaya yang dinilai baik sejalan dengan ajaran Islam, diterima. Perubahan dan budaya yang buruk, tidak sejalan dengan ajaran agama ditolak.11 Menurut Syamsul Hidayat, prinsip purifikasi dan dinamisasi yang dipegang Muhammadiyah sudah melembaga dalam organisasi ini, menjadi sebuah ideologi dan theologi yang dikenal dengan sebutan “tajdid”. Respeknya pemikiran Muhammadiyah terhadap pluralitas budaya telah mengantarkan organisasi ini justru menjadi kuat jatidirinya. Dengan ideologi dan theologi tajdid pula, menjadikan Muhammadiyah mudah melakukan interaksi dengan segala pihak. Muhammadiyah, kata Syamsul Hidayat, dapat tampil dalam banyak wajah dalam arti positif. Secara metodelogispun pemikiran keagamaan mmuhammadiyah yang relatif terbuka terhadap pluralitas budaya
ternyata
bisa
menampung siapapun
untuk
berkhidmah
di
dalam
Muhammadiyah demi tegaknya din al-Islam dan kemuliaan umat Ketika kritik kemandegan menderanya, Muhammadiyah segera merekontruksi metodologi pemikiran Islamnya dengan mengunakan trilogi pendekatan Bayani, Burhani, dan Irfani dengan segala pro-kontranya. Pendekatan trilogi ini mengadopsi pemikiran Abid al-Jabiri, yang oleh Mmuhammadiyah diterima dengan beberapa modifikasi. Dengan nalar Bayani ternyata mengantarkan Muhammadyah mampu mengembangkan gerakan purifikasi dan paham puritanisme, sehingga siap untuk melakukan Islamisasi berbagai lini kehidupan. Nalar Burhani menjadikan gerakan Muhammadiyah mampu mengembangkan Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi yang berpijak pada nilai-nilai al Qur’an dan hadis. Nalar Irfani telah menjadikan Muhammadiyah sebagai gerakan moral spiritual yang berkembang pesat (bukan spiritual simbolik, seperti gerakan dzikir jama’ah, bentuk-bentuk tarekatisme dan sebagainya).
Jadi
spiritualisme
Mmuhammadiyah
bersifat
aktif
dengan
mengembangkan berbagai amal usaha dan menumbuhkan sikap empati kepada semua potensi umat yang pluralistik Syamsul Hidayat juga menjelaskan, Muhammadiyah memandang pluralitas budaya sebagai keniscayaan sunatullah. Artinya budaya dan peradaban adalah
11
Muhammadiyah Responsif Terhadap Pluralitas Budaya http://www.sangpencerah.com/2013/12/muhammadiyah-responsif-terhadap.html
16
rangkaian pandangan hidup, nilai, norma perilaku dan karya manusia yang memiliki keyakinan, kepercayaaan dan agama. Walaupun agama dan budaya merupakan dua sisi yang berbeda, namun sesungguhnya keduanya memiliki relasi yang sangat dekat. Konsekuensi pemikiran muhammadiyah tentang gerakan agama dan pluralitas budaya ini adalah : Dakwah Islam sebagai strategi kebudayaan Muhammadiyah memiliki makna yang sangat luas seluas seluruh aspek kehidupan manusia. Oleh karena itu, tafsir dakwah Muhammadiyah dituangkan dalam bentuk gerakan dan pengkajian dan pemikiran Islam, gerakan tabligh dan penyiaran Islam, pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pengembangan ekonomi umat, kesehatan, santunan sosial kaum dhuafa dan yatim piatu, seni dan budaya, dan sebagainya Yang kesemuanya itu merupakan wujud kongkret dari kebudayaan Muhammadiyah, sebagaiman dituangkan dalam pedoman hidup Islami. Dengan luasnya tafsir dakwah tersebut, dakwah Muhammadiyah menyerah dan memasuki seluruh relung kehidupan masyarakat.12 Dakwah kultural Muhammadiyah sebenarnya mengembangkan makna dan implementasi Geraakan Jamaah dan Gerakan Dakwah Jamaah (GJ-GDJ) yang diputuskan oleh Muktamar Muhammadiyah ke 37 di Yogyakarta, tahun 1967, yang disempurnakan pada Rapat Kerja Nasional dan Dialog Dakwah Nasional, Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah, 1987 di Kaliurang. Dakwah dengan pengembangan masyarakat dilakukan dengan pengembangan sumber daya manusia, yaitu memberikan bekal sesuai dengan kebutuhan dan kecenderungan kehidupannya, dengan memasukkan prinsip-prinsip kehidupan Islami. Sehingga mereka dapat melakukan pemenuhan kebutuhan, kepentingan dan kecenderungan hidupnya dengan bimbingan nilai-nilai ajaran Islam.
12
Muhammadiyah Responsif Terhadap Pluralitas Budaya http://www.sangpencerah.com/2013/12/muhammadiyah-responsif-terhadap.html
17
BAB 3 HASIL PENELITIAN: TEMUAN DAN ANALISIS
A. TEMUAN PENELITIAN 1. Gambaran Umum Wilayah Penelitian: Muhammadiyah Di Magelang
Gambar 1:
Masuknya Muhammadiyah di Magelang merupakan pengaruh langsung dari gerakan Muhammadiyah yang ada di Yogyakarta. Perkembangan Muhammadiyah di Magelang paling tidak melalui tiga fase, yaitu masa pertumbuhan awal, masa penyebaran, dan fase konsolidasi internal organisasi. Fase pertumbuhan awal, merupakan gerakan gelombang pertama, yang terjadi pada masa penjajahan Belanda. Pada era ini, terdapat 4 group (komunitas) utama Muhammadiyah, yaitu Borobudur, Muntilan, Magelang, dan Salam. Grup Borobudur dan Muntilan merupakan komunitas Muhammadiyah yang pertama kali mulai berkembang pada tahun 1927. Sementara komunitas Magelang yang bertempat di Kwarasan dan komunitas Salam yang
18
beralamat di Jagalan, merupakan komunitas Muhammadiyah yang Mulai tumbuh pada tahun 1939.13 Sementara fase gelombang kedua merupakan penyebaran dan pengembangan ke wilayah lain di Magelang. Pada fase ini, masing-masing grup, baik Borobudur, Muntilan, Magelang, dan Salam mengembangkan organisasinya melalui cara mereka disesuaikan dengan kekuatan dan potensinya, sehingga bisa mempengaruhi wilayah yang ada di sekitarnya. Seperti halnya Salam yang bisa melahirkan Ngluwar dan Srumbung. Muntilan mampu melahirkan ranting-ranting Dukun, Sawangan, Salaman dan Mungkid. Kemudian dari grup Magelang melebarkan pengaruhnya hingga bisa berdiri Bandongan, Kaliangkrik, Kajoran, Tempuran, Mertoyudan, Secang, Grabag bahkan
Windusari.
Sadangkan
grup
Borobudur
berbenah
dalam
wilayah
kecamatannya.14 Sedangkan gelombang ketiga atau gelombang terakhir lebih bersifat internal yakni sentimen sebagai akibat pemisahan PDM kabupaten dan kota Magelang, berupa berdirinya
tiga PCM di kota dan berdirinya PCM Candimulyo dan rintisan
Muhammadiyah di kecamatan Pakis.15 Dan perkembangan Muhammadiyah, hingga saat ini, tersebar di hampir di setiap kecamatan yang ada di Magelang. Dari 3 kecamatan yang ada di Kota Magelang, dan 21 kecamatan di kabupaten Magelang, Muhammadiyah telah bersemi di daerah tersebut dan memiliki pengurus dan amal usaha, kecuali di tiga kecamatan, yaitu Tegalrejo, Pakis, dan Ngablak. Tabel 1: Perbandingan Jumlah Kecamatan/Desa dan PCM/PRM Wilayah Kecamatan PCM Desa PRM 21 18 372 139 Kabupaten 3 3 14 3 Kota Sumber: Sejarah muhammadiyah Magelang, hlm. 28
Fokus utama usaha Muhammadiyah Magelang adalah di bidang pendidikan, walaupun bidang-bidang lain juga tidak diabaikan. Karena sekolah merupakan amal usaha utama persyarikatan Muhammadiyah yang sejak semula merupakan pilihan Kiai Haji Ahmad Dahlan. Ketika tokoh pergerakan lain mencoba melalui jalur politik dan ekonomi, KH Ahmad Dahlan focus di bidang pendidikan sebagai wahana perjuangan
13
Muhammad Nasiruddin, et al, Sejarah Muhammadiyah Magelang: Ada Untuk Bermakna, (Magelang: PDM Kabupaten Magelang, 2006), hlm. 22-27. 14 Muhammad Nasiruddin, et al, ibid 15 Muhammad Nasiruddin, et al, ibid.
19
memajukan bangsa.16 Beliau ini membuka cakrawala perlunya mengejar ketertinggalan dari Barat, terutama menyangkut penguasaan sains dan teknologi. Memperbanyak sekolah mirip sekolah Pemerintah Belanda yang lebih berkualitas dengan tidak meninggalkan mata pelajaran Islam untuk memberi kesempatan kepada pribumi muslim merupakan salah satu alasan keberadaan awal pendidikan Muhammadiyah.
2. Gambaran Singkat Tentang SKBM
SKBM adalah akronim (singkatan) dari silaturahmi Keluarga Besar Muhammadiyah. SKBM adalah kegiatan yang diselenggarakan oleh Muhammadiyah secara periodik bersifat masal dan bergaya festival. Dalam penyelenggaraanya, SKBM diorganisasikan oleh PCM setelah mendapatkan penunjukan dan mandat oleh PDM. Sementara undangan dan pengerahan masa dilakukan oleh PDM yang bersifat instruktif kepada Majelis lembaga yang ada di lingkungan PDM, Pimpinan cabang, AUM, dan ORTOM di wilayah kab. Magelang. Oleh karena jamaah yang hadir begitu luar biasa, tidak kurang dari 10.000 rang dalam setiap momen kegiatan SKBM. Ini menunjukan gairah dan juga semangat warga Muhammadiyah dalam menyemarakan dan mendengar tausiyah para dai dari pimpinan pusat Muhammadiyah. Festival SKBM diselenggarakan untuk pertama kalinya pada tahun 2008 di Kecamatan Bandongan. Dan tujuan utamanya adalah untuk menggerakan dinamika Muhammadiyah akar rumput. Hal ini karena Muhammadiyah dikesan oleh banyak pihak sebagai oraganisasi yang kurang pengajian, lebih banyak mengurus Amal Usaha Muhammadiyah (AUM). Bakhan banyak pihak, juga sering mengungkapkan sinyalmen tentang Muhammadiyah sebagai organisasi rapat. Artinya bahwa setiap kali bertemu
16 Pada periode dekade pertama abad ke-20 gerakan-gerakan politik mulai dibangun menggantikan pemberontakan bersenjata yang dilakukan secara sporadis sepanjang masa kolonial. Gerakan ekonomi juga dilakukan melalui asosiasi atau persyarikatan dagang seperti misalnya Syarikat Dagang Islam (SDI) yang juga dilakukan untuk mengimbangi firma dagang VOC. Gerakan Islam tradisional dilakukan melalui bentuk pendidikan pesantren yang hanya mempelajari ilmu agama. Belanda melaksanakan pendidikan secara diskriminatif. Pendidikan yang berkualitas diperuntukkan untuk keluarga Belanda di Indonesia dan anak pejabat atau bangsawan pribumi. Sementara untuk rakyat, Pemerintah Hindia Belanda membuat sekolah rakyat dan sekolah pedesaan. Sekolah kualitas dua didesain oleh pemerintah kolonial untuk memperoleh tenaga kerja murah yang bisa bahasa Belanda baik di perkebunanperkebunan maupun di kantor-kantor pemerintah. KH Ahmad Dahlan membuat dua koreksi sekaligus, pertama beliau menyadari bahwa dunia Islam sangat tertinggal dibanding Barat yang karena ketertinggalan umat Islam dalam bidang sains dan teknologi. Kedua, beliau ingin memperbanyak sekolah Barat yang berkualitas yang pada waktu itu hanya bisa dinikmati keluarga Belanda dan bangsawan. Guruguru beliau seperti Jamaluddin Al Afghani, Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridha banyak berinteraksi dengan Barat bahkan tinggal di berbagai negara Barat. Prof Bambang Setiaji, Memperkokoh Pendidikan pada Seabad Muhammadiyah Seputar Indonesia, Friday, 02 July 2010.
20
dengan para pengurus Muhammadiyah pada saat rapat atau pertemuan diadakan untuk kepentingan rapat. Sehingga sangat jarang pertemuan rutin dalam bentuk kajian dan pengajian yang diselenggarakan di lingkungan Amal Usaha atau pengurus Muhammadiyah. Dengan keprihatinan yang demikian itulah dan juga sebagai bentuk otokritik, Muhammadiyah melakukan langkah-langkah strategis membangun pilar jamaah yang kuat, pilar yang sampai menyentuh akar rumput. Tidak sekedar, Muhammadiyah itu pengurusnya, tetapi semua elemen ikut serta membangun bahu membahu membesarkan Muhammadiyah. Menurut
penuturan
Muhammad
Nashirudin,
salah
seorang
ketua
Muhammadiyah Kab. Magelang menuturkan dalam blog pribadinya, bahwa SKBM di selenggarakan untuk membangun momen yang mengesankan dan membanggakan bagi warga Muhammadiyah yaitu hari ber-muhammadiyah. Artinya dengan hari bermuhammaiyah itu, warga, AUM dan pengurus Muhammadiyah dapat merasakan denyut nadi Muhammadiyah. Oleh karena itu, SKBM dalam pandangan Muhammad Nasirudin sangat sarat dengan kepentingan. Kepenting itu diantaranya adalah kepentingan PCM sebagai tuan rumah, kepentingan AUM, kepentingan PDM, Kepentingan ekonomi warga, kepentingan politik, kepentingan pengembangan kesenian, hingga kepentingan untuk adu prestasi.17 Tabel SKBM periode Muktamar 45 (2005-2010) No 1 2 3 4 5 6 7
Tempat Waktu Penceramah PCM Bandongan 01 Juni 2008 Prof. Dr. Din Syamsuddin, MA PCM Salaman 24 Agustus 2008 Prof. Dr. Amin Rais, MA PCM Srumbung 28 Desember 2008 Dr. H. Khoirudin Bashori, Msi PCM Kaliangkrik 03 Mei 2009 Drs. H. Rozihan, SH, M.Ag PCM Windusari 05 Juli 2009 Drs. HM Syukriyanto AR PCM Muntilan 18 Oktober 2009 Dr. H. Khoiruddin Basori, M.Si PCM Salam 17 Januari 2010 Dr. Abdul Mu’thi, M.Ed (Jumoyo) 8 PCM Mungkid 23 Mei 2010 Prof. Dr. H. Amin Rais, MA (Pabelan) Catatan: Data diambil dari Blog pribadi Muhammad Nasirudin
17
Muhammad Nasirudin, Peran Muhammadiyah dalam Kehidupan: Studi Kasus di daerah Magelang, dalam www.Muhammad-nasirudin.blogspot.com/2011/12/identifikasi-peran-muhammadiyahdalam.html?m=1
21
3. Bentuk Kegiatan SKBM
Karena SKBM bersifat masal dan bergaya fertival, maka kegiatan-kegiatan dalam SKBM tidak sekedar hadir untuk mendengarkan ceramah atau pengajian. Tetapi banyak kegiatan-kegiatan yang menjadi rangkaian penting dalam SKBM tersebut. Oleh karena itu, ORTOM, Amal Usaha Muhammadiyah, dan Jamaah berpartisipasi aktif dalam kegiatan tersebut. Keaktivan tersebut diwujudkan dalam berbagai macam bentuk kegiatan, seperti pertujukan dan bazar, disamping mendengar tausiyah pengajian yang disampaikan oleh para pencermah.
1) Pertunjukan Seni Budaya
Amal Usaha di bidang pendidikan pada umumnya menampilkan berbagai macam pertunjukan kebudayaan berupa seni dan ketrampilan. Penampilan-penampilan para siswa yang terlatih inilah yang kemudian menarik minat berbagai pihak untuk datang. Tidak saja dari orang tua, sekolah bersangkutan, tetapi juga masyarakat yang berafiliasi dengan Muhammadiyah. Di SKBM, banyak ditampilkan pertunjukan seni budaya oleh warga Muhammadiyah. Kesenian disni sangat banyak bentuknya. Dilihat dari macam dan bentuknya, seperti seni bela diri (tapak suci), seni tari, seni musik, seni suara, dan seni drama (teater). a) Seni bela diri Seni beladiri di lingkungan Muhammadiyah dikembangkan beladiri Tapak Suci, yang kemudian dikenal dengan tapak suci putra Muhammadiyah. Beladiri ini sangat identik dengan Muhammadiyah, dan menjadi identitas serta kebanggaan generasi Muda Muhammadiyah. Seni beladiri di lingkungan Muhammadiyah dikembangkan dalam rangka untuk menyemai kader-kader Muda Muhammadiyah yang tertarik dengan beladiri. Dan dalam tradisi tapak suci, nilai-nilai Islam murni yang jauh dari TBC , tahayul, bid’ah dan khurafat ditanamkan kepada calon-calon pendekar Tapak Suci. Pada Umumnya, beladiri yang ada dan berkembang di Jawa pada umumnya adalah tidak semata-mata beladiri tetapi diwarnai dengan tradisi khurafat dan tahayul, bahkan kahanah yang pada akhirnya menjerumuskan umat ke dalam kesesatan dan kemusyrikan. Tapak Suci dikembangkan dalam rangka untuk mengikis faham dan tradisi yang tidak sejalan dengan agama Islam.
22
b) Seni Tari Seni tari juga sering diperagakan pada saat SKBM. Dan seni ini baik yang berasal dari tradisi lokal murni, ataupun percampuran dengan tradisi Islam ataupun barat. Dari tradisi lokal murni misalnya tari kuntulan, merak, Dayakan, dan bahkan jatilan pernah diperagakan di SKBM. Sementari seni tari yang merupakan percampuran (hybrid/kontemporer) dengan tradisi Islam juga sering menghiasi semarak SKBM, misalnya Tari Saman dari Aceh yang merupakan perpaduan Budaya Aceh dengan tradisi Islam yang penuh dengan pesan-pesan Islami yang dipadu dengan kekompakan gerak yang menawan. c) Seni Musik Seni musik juga menjadi bagian penting dalam semarak SKBM. Musik menjdi pengiring lagu-lagu Islami dalam setiap kegiatan SKBM. Dan pada umumnya, musik yang diperagakan atau dipertunujkan adalah musik-musik modern dengan lagu-lagu nasyid kontemporer, bukan musik hadrah/samrah (perkusi) dengan lagu-lagu yang termuat dalam kitab al-barzanji.
Inilah yang membedakan, pengajian-pengajian
Muhammadiyah dengan yang lainya. Disamping seni musik sebagai pengiring lagulagu islami kontemporer, juga ditampilkan pertunjukan Drumb band yang menjadi ciri khas sekolah-sekolah Muhammadiyah. d) Seni Suara Seni suara (olah vocal) juga sering menghiasi moment SKBM. Lagu-lagu yang sering diperdengarkan saat SKBM adalah Indonesia raya, dan sang Surya. Kedua lagu ini menjadi lagi wajib dalam setiap perhelatan SKBM. Dimana para hadirin diminta untuk berdiri menyayikan kedua lagu tersebut secara bersama. Lagu indonesia raya merupakan lagu kebangsaan indonesia, yang pada umumnya dinyanyikan dalam setiap moment kenegaraan di Instansi-intansi pemerintah. Tetapi uniknya, di SKBM lagu Indonesia raya dinyayikan oleh jamaah semua ketika mengawal kegiatan SKBM. Sementara lagu sang surya adalah lagi mars Muhammadiyah yang penuh dengan pesanpesan dan semangat dakwah Muhammadiyah. Dan menyayikan lagu Indonesia raya dan Mars Muhammadiya dalam setiap pengajian SKBM adalah unik, yang tidak ditemukan dalam pengajian-pengajian lain di luar komunitas Muhammadiyah. Disamping menyanyikan lagu, di SKBM juga diperdengarkan seni baca alQur’an (tilawah) yang ini menjadi ciri khas umum pengajian yang ada di Indonesia. 23
Para qori pada umumnya berasal dari sekolah-sekolah Muhammadiyah atau para ustad di lingkungan Muhammadiyah. e) Seni Drama (teater) Seni Drama (teater) juga pernah dipertunjukan dalam SKBM. Dalam seni teater ini diperagakan dengan mengankat lakon kepahlawan atau pesan-pesan dakwah Islam.
2) Bazar
Disamping, adanya pertunujukan kebudayaan, dalam SKBM juga ditampilkan produk-produk kreatif dari warga Muhammadiyah dan masyarakat lainya. Oleh karena itu, stand-stand bazar didirikan di sekitar tenda utama SKBM. Tujuan utamanya adalah menampilkan beragam produk kreatif dan juga sebagai sarana untuk promosi berbagai Amal Usaha yang dimiliki oleh Muhammadiyah ataupun Usaha ekonomi masyarakat. Oleh karena itu, SKBM disamping untuk memperkuat dakwah yang merupakan tujuan utamanya, juga untuk menstimuli kegiatan-kegiatan ekonomi warga Muhammadiyah dan juga umat Islam pada umumnya. Sehingga, SKBM diselenggarakan secara bergiliran di berbagai tempat di wilayah magelang itu bertujuan untuk menggerakan roda ekonomi masyarakat dan warga Muhammadiyah. Ibarat pepatah, sekali mendayung dua tiga pulau terlampui.
3) Ceramah Agama
Dalam SKBM, ceramah agama merupkan inti atau puncak kegiatan. Tujuan dari ceramah agama adalah dalam rangka untuk memperkuat ideologi (faham keagamaan) Muhammadiyah, dan juga wawasan keislaman dan kebangsaan untuk warga Muhammadiyah. Oleh karena itu, maka pengajian harus menarik dan membuat warga Muhammadiyah antusias. Untuk itu, pembicara-pembicara terkenal dan hebat dari Pimpinan Pusat atau wilayah diundang untuk mengisi kegiatan tersebut. Tabel Peceramah SKBM Periode Muktamar 46 (2011-2015) No 1 2 3
Tempat PCM Ngluar PCM Dukun PCM Sawangan
Waktu 25 Desember 2011 03 Juni 2012 23 September 2012
Pembicara Drs. H. WR Lasiman Drs. H. Rozihan, SH, M.Ag Prof. Dr. H. M. Amin Rais, MA dan Drs. H. Abdul Mu’thi, Med. 24
4 5 6 7 8 9
PCM Borobudur 16 Desember 2012 PCM Kajoran 02 Juni 2013 PCM Secang 22 Desember 2013 PCM Tempuran 20 April 2013 Kampus 2 UMM 22 Juni 2014 PCM Muntilan 25 Oktober 2014 (Komplek Sarbini) 10 PCM Grabag 24 Mei 2015 Catatan: Data diambil dari Laporan PDM 2015.
Prof. Dr. H. Din Syamsudin, MA Drs. H. Rozihan, SH., Mag. Drs. H. Abdul Mu’thi, M.Ed. Drs. H. Rozihan, SH., M.Ag. Dr. H. Taufiqurahman, M.Kes Drs. H. Rozihan, SH., M.Ag. Dr. H. Abdul Mu’thi, M.Ed.
B. HASIL ANALISIS Dalam kegiatan festival SKBM di atas ditemukan paling tidak ada tiga kelompok kegiatan, yaitu bazar, pertunjukan, dan pengajian. 1. Bazar.
Kegiatan bisnis yang menyertai kegiatan dakwah dalam konteks Indonesia sesungguhnya sudah menjadi tradisi (kebudayaan) lama. Para penyebar Islam ke Indonesia pada umumnya adalah para pedagang (saudagar). Ini artinya bahwa dakwah Islam yang disebarkan oleh pendakwah pertama, dalam konteks jawa yang kemudian dikenal dengan walisongo, melalui interaksi perdagangan. Dakwah sambil berdagang, atau berdagang sambil dakwah, barangkali menjadi citra dan trend para juru dakwah dahulu. Oleh karena itu, setelah islam berkembang di tanah Jawa dan berkuasa dengan berdirinya kerajaan-kerajaan Islam, ciri khas perdagangan masih tetap dibawa bahkan diinstitusionalisasikan oleh para sultan. Hal ini dapat dilihat dari warisan tradisi kerajaan yang hingga saat ini masih ada, yaitu sekaten. Tradisi sekaten adalah tradsi dahwah para wali yang memperkenalkan ajaran syahadatain (dua kalimat syahadat) yang merupakan syarat bagi seseorang untuk masuk Islam. Dalam sekaten disamping dikenal tentang nilai-nilai Islam kepada masyarakat umum, tetapi disana juga ditampilkan bazar yaitu stand-stand untuk menjual produk-produk ekonomi yang dihasilkan oleh masyarakat. Dalam konteks Muhammadiyah, pendiri muhammadiyah adalah seorang pedagang. Setiap kali KH. Ahmad Dahlan berdakwah keluar kota membawa serta dagangan untuk diperjualbelikan di tempat tujuan. Karena dengan berdagang akan mendapatkan modal untuk menyokong kegiatan dakwah. Dengan dagang inilah, KH Ahmad Dahlan menjadi manusia yang mandiri secara ekonomi dan dapat menopang gerakan dakwah Muhammadiyah yang beliau rintis dan dirikan.
25
Dalam konteks Magelang, kegiatan dakwah yang diramaikan dengan kegiatan pasar adalah pasar pahing (pahingan). Pahingan adalah bazar yang diselenggrakan oleh para pedagang di sekitar alun-alun Magelang, karena adanya pengajian selapanan (setiap 35 hari) pada hari ahad pahing. Kegiatan bazar Pahingan ini sudah berlangsung cukup lama sekali. Sambil mendengarkan ceramah para kyai, jamaah menggelar dagangan mereka di sekitar halaman masjid jami dan alun-alun magelang. Sehingga disamping mendapatkan ilmu agama, juga mendapatkan pundi-pundi ekonomi karena dagangan yang dibawa para jamaah ini laku. Melihat realitas sejarah di atas, apa yang dilakukan oleh Muhammadiyah adalah dalam rangka untuk meneruskan tradisi yang adiluhur. Bazar SKBM adalah untuk menstimulasi kegiatan-kegiatan ekonomi warga Muhammadiyah, sehingga warga (umat) memiliki kemandirian ekonomi. Dengan SKBM, Muhammadiyah menciptakan peluang-peluang usaha untuk warga Muhammadiyah. Dalam perspektif teologi Muhammadiyah, yaitu al-maun, bahwa Islam itu harus membebaskan pemelukanya dari berbagi hal yang mengungkung dan memperbudaknya. Kemiskinan dan keterbelakangan adalah faktor yang dapat membelenggu dan memperbudak manusia. Oleh karena, Bazar SKBM paling tidak berkontribusi bagi pengembangan peluang warga persyarikatan untuk berusaha dan berdikari, sehingga mandiri secara ekonomi. 2. Pertunjukan
Dalam temuan di atas didapatkan bahwa pertunjukan yang ditampilkan dalam festival SKBM sangat beragam, yaitu ada seni beladiri, tari, musik, seni suara, dan juga drama. Dari bebarapa pertunjukan tersebut dapat dikonstruksikan dan dibedakan dalam tiga bentuk, yaitu seni-budaya sebagai tradisi lokal murni, seni modern sebagai hasil dari teknologi modern yang berkembang di barat, seni-budaya hybrid, yaitu percampuran antara seni tradisi murni dan atau modern dengan nilai-nilai Islami. Seni tradisi lokal ini misalnya dapat ditemukan dalam seni tari kuntulan, dayakan, jatilan, drama, dan beladiri. Sementara seni modern dapat ditemukan dalam drumband, lagu indonesia raya. Dan seni islam dapat ditemukan dalam seni tilawah atau muratal alQuran. Sedangkan seni hybrid dapat ditemukan dalam lagu sang surya, tari saman, lagulagu nasyid kontemporer. Dari luasnya cakupan seni budaya yang mengisi panggung festival SKBM, menunjukan bahwa Muhammadiyah sangat apresiatif dengan seni budaya baik itu yang berasal dari kreasi budaya lokal, budaya modern, budaya Islam, ataupun dari 26
persilangan budaya (hybrid). Keberterimaan Muhammadiyah dalam konteks seni budaya tersebut tidak lepas dari paradigma dasar bahwa seni-budaya adalah masuk dalam kategori muamalah yang mubah. Bahkan, seni budaya dapat dijadikan sebagai alat atau isntrumen untuk dakwah Islam. Jadi seni-budaya selama tidak digunakan untuk maksiyat dengan mengumbar aurat, tidak ada parktek khurafat dan kemusyrikan di dalamnya diperbolehkan oleh Muhammadiyah. Hanya satu hal yang menarik, sekalipun Muhammadiyah menerima segala bentuk seni budaya dalam SKBM, tetapi tidak ada pertunjukan yang menampilkan seni hadrah (samroh) dengan lagu-lagu yang khas diambil dari kitab al-barzanji. Hal ini, terjadi karena karekter progresive dan kritis Muhammadiyah dalam meyikapi tradisi. Progresive maksudnya adalah bahwa seni budaya itu harus membuat manusia itu lebih kreatif dan dinamis, tidak terkungkung dengan tradis lama, sehingga manusia tidak bisa keluar dari zona tersebut. Kalau itu terjadi, maka seni budaya sudah mengungkung manusia, dan telah menjadi agama itu sendiri. Apalagi nasyid-nasyid al-barzanji itu seringkali dibumbui mitos-mitos tertentu. Oleh karena itulah, Muhammadiyah menghindari seni budaya yang terkontaminasi dengan berbagai mitologi yang justru membuat manusia tidak lagi menggunakan rasa dan nalarnya, tetapi jatuh kepada kepercayaan yang tidak. Sikap kritis ditunjukan dari sebagian warga Muhammadiyah yang kurang menerima terhadap syair-syair yang ada dalam kitab al-barzanji yang terlalu berlebihan memberikan sanjungan kepada Nabi Muhammad SAW. Dua faktor inilah, yang menjadi alasan utama mengapa syair-syair nasyid tersebut tidak berkumandang dalam arena SKBM.
27
BAB 4 PENTUP A. KESIMPULAN Muhammadiyah adalah organisasi Islam dalam rangka untuk kerja dakwah amar makruf nahi munkar dalam rangka untuk mewujudkan masyarakat Islam yang utama, adil dan makmur dalam wadah negara kasatuan republik Indonesia. Muhammadiyah dalam berdakwah ke masyarakat menggunakan beragam instrumen, cara, dan metode. Yang tujuanya adalah untuk memberikan kemudahan dan pencerahan masayarakat dengan nilai-nilai islami. Oleh karena itu, Muhammadiyah dalam berdakwah senantiasa mengedepankan sikap tasamuh, toleransi, hikmah terhadap beragam situasi dan keadaan masyarakat. SKBM yang diselenggarakan oleh Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kab. Magelang adalah dalam rangka untuk merealisasikan dakwah yang mencerahkan ke masyarakat. Dakwah tidak sekeder mendengarkan ceramah dari para da’i, tetapi dalam SKBM ditambilkan beragam kebudayaan hasil cipta karsa warga persyarikatan. Baik itu merupakan hasil persinggungan islam dengan kebudayaan lokal, ataupun kebudayaan lokal itu sendiri, ataupun seni kreasi kontemporer. Di samping itu, dalam SKBM juga ditampilkan hasil-hasil kemajuan yang telah dicapai oleh gerakan dakwah Muhammadiyah, baik itu hasil ekonomi,kuliner, ataupun kegiatan-kegiatan lainya. Dengan demikian, Muhammadiyah sangat apresiatif terhadap kebudayaan masyarakat lokal. Hanya saja, dalam SKBM ada pembatasan untuk penampilan seniseni tradisi yaitu seni-seni yang selaras dengan nilai-nilai Islam seperti tidak mengumbar aurat, perbuatan haram, jauh dari khurafat dan kesyirikan. B. SARAN Penellitian ini masih sangat awal yang mengunkap tentang aspek-aspek dakawah kultural Muhammadiyah, Dan skop penelitian terbatas di dalam wilayah magelang. Penelitian-penelitian lan masih sangat diperlukan untuk melihat fenomena dakwah kultural yang dilakukan di berbagai daerah. Karena perbedaan wilayah, kebudayaan, dapat berimpilkasi pada perubahan prilaku, sikap, respon warga Muhammadiyah terhadap budaya yang berkembang di daerah itu.
28
DAFTAR PUSTAKA Ahmad Najib Burhani, Muhammadiyah Jawa, Jakarta: Al-Wasat Publishing House, 2010. Al Arifin, Akhmad Hidayatullah.tt, Implementasi Pendidikan Multikultural Dalam Praksis Pendidikan Di Indonesia, dalam http://ulilalbabjong.wordpress.com/2012/01/23/implementasipendidikan-multikultural-dalam-praksis-pendidikan-di-indonesia/ Asy’arie, Prof. Dr. Musa. 2002. Menggagas Revolusi Kebudayaan tanpa Kekerasan, Yogyakarta: LESFI. Baidhawy, Zakiyuddin. 2005. Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural, Jakarta: Penerbit Erlangga. Bambang Surendro, dkk (2015). Profil Muhammadiyah Kabupaten Magelang: Peta Dakwah Berbasis Kecamatan, Magelang: PDM Kab. Magelang.
Banks, James A. (ed.). 1989. Multicultural Education: Issues and Perspectives. BostonLondon: Allyn and Bacon Press. Barlett, L. (2008), “Paulo Freire and Peace education” dalam Encyclopedia of Peace Education, America: Teachers College, Colombia University. Cardinas, Jose A.. 1975. Multicultural Education: A Generation of Advocacy. America: Simon & Schuster Custom Publishing. Darajat, D. (2002). Fiqih Islam. Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf UII Don K Marut, Riset Aksi Partisipatoris: Riset pemberdayaan dan Pembebasan, Yogyakarta, Insist Press, 2004. Elashmawi, Farid& Harris, Philip R. (1994).Multicultural Management: New Skills for Global Success. Malaysia: S. Abdul Majeed& Co. Fadloli, ZainiMunir, 2011.Solusi Mencegah Radikalisme Dan Terorisme (Perspektif Dakwah Islam), disampaikan dalam Pengajian Bulanan Keluarga Besar Universitas Muhammadiyah Magelang Fananie, Zainuddin. et all, 2002. Radikalisme Keagamaan dan Perubahan Sosial, Surakarta: Muhammadiyah University Press. Fuad, M. (2004), Islam, Modernity, and Muhammadiyah’s Educational Programme, dalam Inter-Asia cultural studies, England: Routlegde. Garcia, Ricardo L. 1982. Teaching in a Pluristic Society: Concepts, Models, Strategies. New York: Harper & Row Publisher. Gerrit Huizer, Participatory action research and people's participation: Introduction and Case Studies, 1997 dalam http://www.sddimension.com Glass, R. D. (2001). “On Paulo freire’s Philosophy of Praxis and the Foundations of Liberation Education”, dalam Educational Reseacher, Vol. 30.no.2. Gollnick, Donna M. 1983. Multicultural Education in a Pluralistic Society. London: The CV Mosby Company. H. Endang Saifuddin Anshari, Wawasan Islam, Pokok-pokok Pikiran Tentang Paradigma dan Sistem Islam, Jakarta: Gema Insani Press, 2004. H. Musthafa Kamal Pasha, H. A. Rosyad Sholeh, dan H. Chusnan Jusuf, Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid, Yogyakarta: Citra Karsa Mandiri, 2003. Haedar Nashir, Muhammadiyah Gerakan Pembaruan, Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2010. Hernandez, Hilda. 1989. Multicultural Education: A teacher Guide to linking Context, Process, and Content, New Jersy&Ohio : Prentice Hall 29
Hudala, J. (2005), Tranforming My Curriculum, Transforming My Classroom, USA: EdChange and the Multicultural Pavilion. [Online]. Tersedia: http://www.EdChange.org/multicultural. [5 April 2012] Imam Muchlas, (2006). Landasan Dakwah Kultural: Membaca Respon al-Quran Terhadap Adat Kebiasaan Arab Jahiliyah, Yogyakarta: Suara Muhammadiyah. Kamal Fahmi, Participatory Action Research (PAR): A View From The Field, Thesis, McGill University, 2003 Keputusan Muktamar Ke-44 (Perh.), Cet. Edisi Revisi, Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah, Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2009. Khallaf, A.W. (1995), Usul al-Fiqh al-Islami. Bairut: dar al-Fikr Krawietz, B. & Reifeld, H. (2008), Islam and The Rule of Law: Between Sharia and Secularization, Berlin, Germany: KAS. Kull, A. (2009), “At the Forefront of a Post-Patriaarchal Islamic Education Female Teachers in Indonesia”, Dalam Journal Of International Women’s Studies, Vol. 11 # 1. Lynch, James. 1986. Multicultural Education: Principles and Practice. London: Routledge&Kegan Paul. Mahfud, Choirul. 2008. PendidikanMultikultura,Yogyakarta :PustakaPelajar Masykur, R. (2008). Model Pembelajaran Kreatif dalam Upaya Menigkatkan Kemampuan Berfikir Kritis Siswa Madrasah Aliyah dalam Pendidikan Agama Islam. Bandung: Disertasi Doktor pada SPS Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung: Tidak diterbitkan. Maulanusantara, 2008.PendidikanMultikulturaldalamTinjauan Pedagogik, dalam http://maulanusantara.wordpress.com/2008/04/30/pendidikanmultikultural-dalam-tinjauan-pedagogik/ Mawardi, I (2010), “Internalisasi Nilai Softskills dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (Model Alternatif Pengembangan Kurikulum PAI)” dalam Jurnal Cakrawala Studi Islam. Vol. VII, No. 1, Juli 2010. Minderovic, Zoran. 2003. Multicultural Education/Curriculum, dalam http://www.findarticle/cf_0/92602/0003/2602000388/p1/article.jhtml?ter m=pluralism. Miswanto, A. (2010), The Introduction of Human Rights Education: The Experience of Muhammadiyah School 2005-2010, The Hague, ISS: Thesis MA Miswanto,A. (2012). Sejarah Islam dan Kemuhammadiyahan, Magelang: P3SI Muhaimin, (2003). Arah Baru Pengembangan Pendidikan Islam: Pemberdayaan Pengembangan Kurikulum, hingga Redifinisi Islamisasi Pengetahuan. Bandung: Nuansa. Muhaimin, (2009). Rekonstruksi Pendidikan Islam: Dari Paradigma Pengembangan, Manajemen Kelembagaan, Kurikulum hingga Strategi Pembelajaran. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. Muhammad Nasirudin, dkk, (2006). Sejarah Muhammadiyah Magelang: Ada untuk bermakna, Magelang: PDM Kab. Magelang
Muhammadiyah, Pimpinan Pusat. 2004. Dakwah Kultural Muhammadiyah, Yogyakarta: Suara Muhammadiyah. MUI Kota Surakarta, 2011. Kritik Evaluasi & Dekonstruksi Gerakan Deradikalisasi Aqidah Muslimin di Indonesia, Surakarta: al-Maktab Publication. Mukhlas, Imam. 2006. Landasan dakwah Kultural: Membaca respon Al-Qur’an terhadap Adat kebiasaan Arab jahiliyyah, Yogyakarta: Suara Muhammadiyah. 30
Panitia Musyda Muhammadiyah dan Aisyiyah Kab. Magelang, (2015). Buku Materi Musyawarah daerah Muhammadiyah Periode Muktamar ke-47 Kabupaten Magelang, Magelang: PDM Kab Magelang
Pasha, M.K et al (2005), Fiqih Islam sesuai dengan Tuntunan Tarjih. Yogyakarta: Pustaka Hidyah Rasyid, S. (2005). Fiqh Islam. Jakarta: Pustaka Hidayah Rory O'Brien, An Overview of the Methodological Approach of Action Research, 1998. Shaleh, AR 2005. Pendidikan Agama dan Pengembangan Watak Bangsa. Jakarta: PT raja grafindo Persada. Smith, Mark K. 2002. Curriculum Theory and Practice, dalam http://www.infed.org/biblio/b-curric.htm Starr, Linda. 2004. Creating a Climate for Learning: Effective Classroom Management Technique, dalamhttp://www.educationworld.com/a_curr/curr155.shtml. Sukmadinata, N.S. (2008).Metode Peneltian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. Tafsir, Drs., M Ag, (2011). Jalan Lain Muhammadiyah, Penerbit : Al-Wasat Publishing House
Zamroni,
2011.Pendidikan Demokrasi pada Masyarakat Multikultural. Yogyakarta: Gavin KalamUtama Zamroni. (2000). Paradigma Pendidikan Masa Depan. Yogyakarta: Bigraf Publishing.
31
LAMPIRAN-LAMPIRAN: BIODATA PENELITI H. BIODATA PENELITI 1. Ketua Peneliti
Nama Lengkap Tempat Tanggal Lahir N I S/NIDN Pekerjaan Disiplin Ilmu Jabatan Fungsional Alamat Kantor
: : : : : : :
Alamat Rumah
:
HP http E-mail
: : :
Dr. IMAM MAWARDI, M.Ag Lamongan, 6 Januari 1973 017308176/0606017303 Dosen Fakultas Agama Islam Pendidikan Islam Lektor / III d Kampus II: FAI Jl. Mayjend Bambang Sugeng Mertoyudan Km. 4 Magelang 56172. Telp/Fax.. (0293) 326945 Perum Bumi Gemilang C-1 RT 01/ RW 14 Banjarnegoro, Mertoyudan, Magelang – Jawa Tengah 56172. Telp. 0293-3215694 08122514462 //mawardiumm.blogspot.com
[email protected]
RiwayatPendidikan 1.
S 1 IAIN Sunan Kalijaga Fak. Tarbiyah
Yogyakarta
1998
2.
S 2 IAIN Sunan Kalijaga Prodi Pend. Islam
Yogyakarta
2000
3.
S3 UPI Prodi Pengembangan Kurikulum
Bandung
2012
KaryaIlmiah TAHUN JUDUL 2005 Implikasi Filosofis Pendidikan Islam dalam Pembinaan Etika Sosial 2005 2005
2006
2007
Kebenaran Ilmiah dalam Perspektif Filsafat Ilmu Sunnah Nabi: Signifikansi Sistem Pembinaan Anak Didik (Perspektif Psikologi Pendidikan Islam) Kesehatan Mental dan Pengembangan Kepribadian dalam Pendidikan Islam (Konseptualisasi Kecerdasan Qalbiah) Mendidik ESQ: Pola Pengembangan Kepribadian Anak
PENERBIT Cakrawala Jurnal Studi Islam Refleksi Majalah Ilmiah Cakrawala Jurnal Studi Islam Cakrawala Jurnal Studi Islam Paedagogie Jurnal Penelitian 32
2007
Dinamika Masyarakat Madani
2007
Pembudayaan Etika Sosial Masyarakat (Tantangan Transformasi Pendidikan Islam) Pembaharuan Tradisi Pemikiran Islam: Sebuah Transformasi Pendidikan Islam
2007
2008
Reformasi Pendidikan Islam di Indonesia
2008
Pendidikan Islam dan Ide-Ide Sentral Pengembangan Masyarakat (Menata Kurikulum Berbasis Masyarakat) Pengaruh Metode Keteladanan Guru PAI terhadap perilaku Keagamaan Siswa di SMP Negeri 1 Mungkid Kabupaten Magelang Pola Religiusitas Pedagang Migran (Kasus Pedagang Kaki Lima “Pecel Lele” di Kota Magelang Internalisasi Nilai Softskills dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (Model Alternatif Pengembangan Kurikulum PAI) Model Pembelajaran Untuk Meningkatkan Soft Skills Siswa (Penelitian dan Pengembangan Model Pembelajaran Model Pembelajaran Kontekstual pada mata Pelajaran Aqidah Akhlak Madrasah Ibtidaiyah di Kabupaten Magelang)
2009
2009
2010
2012
& Artikel Pendidikan Refleksi Majalah Ilmiah Cakrawala Jurnal Studi Islam Cakrawala Jurnal Studi Islam Jurnal Studi Islam Al ‘Ulum STAIMUS Surakarta Islamadina Jurnal Pemikiran Islam Tarbiyatuna
LP3M UMM
Cakrawala Jurnal Studi Islam LP3M UMM
2. Anggota 1:
Nama Lengkap Jenis Kelamin NIS/NUPN Pekerjaan Disiplin Ilmu Jabatan Struktural Jabatan Fungsional Alamat Kantor
Alamat Rumah HP
: Agus Miswanto, MA : Laki-laki 007209166/9906005255 : Dosen Fakultas Agama Islam : Hukum Islam : Ka. P3SI : Asisten Ahli : Kampus II: FAI Jl. Mayjend Bambang Sugeng Mertoyudan Km. 4 Magelang 56172. Telp/Fax.. (0293) 326945 : Karangan, RT 03 RW 01 Bondowoso Mertoyudan : 085228254276 33
Email
[email protected]
RiwayatPendidikan: 1. 2.
S 1 IAIN Fakultas Syariah Sunan Kalijaga S 2 ISS The Development Studies
Yogyakarta
2000
The Hague, Netherlands
2010
34