JURNAL BERAJA NITI ISSN : 2337-4608 Volume 2 Nomor 8 (2013) http://e-journal.fhunmul.ac.id/index.php/beraja © Copyright 2013
Problematika Hukum Terhadap Penerapan Pasal 59 Ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang PendaftaranTanah Mengenai Pengambilan Sumpah Dalam Penerbitan Sertipikat Pengganti (Studi Kasus Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Samarinda). FADLIAN NUR
[email protected] La Sina
[email protected] Hairan
[email protected] ABSTRAK Fadlian Nur, 0810015194, Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Agraria, Problematika Hukum Terhadap Penerapaan Pasal 59 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah Mengenai Pengambilan Sumpah Dalam Penerbitan Sertipikat Pengganti. Di bawah bimbingan Bapak La. Sina, S.H., M.Hum dan Bapak Hairan, S.H.,M.H. Dengan munculnya kasus terjadi yang akan diteliti oleh penulis mengenai pengambilan sumpah dalam penerbitan Sertipikat pengganti yang diatur dalam Pasal 59 Ayat 1 Perturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Dalam Penerepan Pasal tersebut yang menimbulkan masalah dimasyrakat yang dimana penerapan pasal terserbut bersifat objektif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Untuk mengetahui kedudukan sumpah terhadap penerbitan sertipikat pengganti dan untuk mengetahui impilikasi hukum terhadap penerapan Pasal 59 Ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Metode analisis data yang digunakan dalam penulisan ini adalah Deskriptif-Kualitatif yang di Kualitatifkan artinya menganalisis dan memberikan gambaran apa yang di peroleh penulis dari lapangan yang diambil dari metode pengumpulan data, kemudian data-data yang di peroleh di lapangan tadi dianalisis dan diberikan gambaran sesuai dengan data hasil kajian pustaka serta data-data dari lapangan tadi baik itu dari hasil observasi, dan wawancara. Berdasarkan penelitian, peneliti menyarankan agar pengawasan dalam retribusi ditingkatkan dan harus adanya perubahan peraturan daerah yang baru. Kata Kunci : Pengambilan Sumpah, Penerbitan Sertipikat Pengganti.
Jurnal Beraja Niti, Volume 2 Nomor 8
Pendahuluan Kota Samarinda yang merupakan ibu kota provinsi Kalimantan timur yaitu melakukan upaya kepada menciptakan tertib administrasi pertanahan dan penggunaan tanah Kota Samarinda melalui pelaksanaan proses Sertipikat Tanah. Masyarakat yang ditargetkan sebanyak 1.053 Sertipikat dapat terealisasi ditahun 2010 sebanyak 63 Sertipikat atau sebesar 5.98 % . Bukti kepemilikan tanah masyarakat yang terealisasi ditahun 2009 sebanyak 1200 Sertipikat , mengalami penurunan sebesar 5.25 %. Berdasarkan tingkat capaian indikator sasaran tersebut, dapat disimpulkan bahwa tingkat capaian kinerja sasaran terwujudnya penataan manajemen pertanahan dan wilayah secara tertib sesuai dengan kebutuhan daerah dapat dikategorikan kurang. 1 Dari uraian tersebut diatas, kenyataan dalam dewasa ini kota Samarinda untuk memperoleh sertipikat hak atas tanah masih menjadi masalah yang cukup rumit. Hal ini disebabkan oleh sistem yang masih berbelit-belit dan proses yang memakan waktu yang cukup lama serta biayanya yang cukup tinggi yang membuat masyarakat enggan mendaftarkan tanahnya. Selain sulitnya menugurus sertipikat, ternyata masih ada permasalahan dalam penerbitan sertipikat pengganti. Dalam penerbitan sertipikat pengganti, permohonan pemegang hak diterbitkan sertipikat baru sebagai pengganti sertipikat yang rusak atau hilang. Permohonan sertipikat pengganti hanya dapat diajukan oleh pihak yang namanya tercantum dalam buku tanah yang bersangkutan. Permohonan penggantian sertipikat yang hilang harus disertai pernyataan dibawah sumpah dari yang bersnagkutan dihdapan Kepala Kantor Pertanahan memgenai hilangnya sertipikat hak yang bersangkutan. Penerbitan sertipikat pengganti didahului dengan pengumuman 1 (satu) kali dalam salah satu surat kabar harian setempat atas biaya pemohon. Jika dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari dihitung sejak hari pengumuman, apabila tidak ada yang mengajukan keberatan dengan terbitnya sertipikat pengganti tersebut atau ada yang mengajukan keberatan tetapi menurut pertimbangan Kepala Kantor Pertanahan keberatan tersebut tidak beralasan tetap diterbitkannya sertipikat baru. Apabila ada keberataran yang diajukan oleh yang bersangkutan maka kepala kantor pertanahan berhak menolak menerbitkan sertipikat pengganti tersebut. Mengenai pengumuman dan penerbitan serta penolakan penerbitan sertipikat baru, maka dibuatkanlah berita acara oleh Kepala Kantor Pertanahan mengenai . Sertipikat pengganti, dan
1
2010. 2
.Laporan Akuntabilitas kinerja Instansi Pemerintah Daerah Kota Samarinda Tahun
Problematika Hukum Terhadap Penerapan (Fadlian Nur) diserahkan kepada pihak yang memohon diterbitkannya sertipikat tersebut atau orang lain yang diberi kuasa untuk menerimannya. Melihat pentingnya Sertipikat hak milik bagi masyarakat yang kehilangan sertipikatnya maka Pemerintah mengeluarkan aturan yang memberikan kepastian hukum bagi masyarakat. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah pasal 59 ayat 1, menjelaskan permohonan penggantian Sertipikat yang hilang harus disertai pernyataan dibawah sumpah dari yang bersangkutan dihadapan Kepala Kantor Pertanahan atau Pejabat yang ditunjuk mengenai hilangnya Sertipikat hak yang bersangkutan. Dalam hal hak atas tanah berdasarkan akta yang dibuat pejabat pembuat akta tanah sudah berpindah kepada pihak lain. Sebelum peralihan tersebut didaftar sertipikatnya hilang, permintaan penggantian sertipikat yang hilang dilakukan oleh pemegang haknya yang baru dengaan pernyataan dari pejabat pembuat akta tanah, pada waktu dibuat akta pejabat pembuat akta tanah sertipikat tersebut masih ada. Berarti sudah jelas dari penyataan tersebut bahwa yang harus disumpah adalah yang bersangkutan melainkan sipemilik sertipikat tersebut, bukan yang yang menghilangkan sertipikat tersebut yang disumpah. Dalam hal ini harusnya Pemerintah juga bersikap tegas terhadap penerapanya karena apabila mengingat pasal pasal 59 ayat 1 tersebut. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah pasal 59 ayat 1 bisa jadi bertentangan dengan rasa keadilan seseorang yang sifatnya subjektif yang hanya dibebankan kepada sipemilik sertipikat. Dengan adanya kasus seperti ini pemerintah
harusnya lebih
peka terhadap masyarakat yang
keberatan akan peraturan – peraturan yang masih kurang efektif dalam penerapanya. METODE PENELITIAN Menurut Soerjono Soekanto, pengertian penelitian adalah suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode sistematik, dan penelitian tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisanya.2 Untuk dapat mempelajari suatu gejala hukum, maka diperlukan adanya suatu data ini sangat diperlukan untuk mendukung sehingga permasalahan pokok yang menjadi bahan untuk diteliti dapat dijawab. Metode penelitian yang dipergunakan dalam setiap cabang ilmu pengetahuan selalu disesuaikan dengan disiplin atau cabang ilmu pengetahuan yang diteliti. Oleh karena itu penerapan metode penelitian hukum akan berbeda dengan metode penelitian bidang ilmu-ilmu lainnya. Metode
2
Soerjono Soekanto, 1984, Pengantar Penelitian Hukum, UI Pres, Jakarta, hlm 6. 3
Jurnal Beraja Niti, Volume 2 Nomor 8
adalah proses, prinsip-prinsip dan tata cara memecahkan suatu masalah, sedang penelitian adalah pemeriksaan secara hati-hati, tekun dan tuntas terhadap suatu gejala untuk menambah pengetahuan. A.
Jenis Penelitian Berdasarkan fokus penelitiannya, penelitian hukum dibagi menjadi beberapa jenis. Abdulkadir Muhammad membaginya menjadi tiga, yaitu penelitian hukum normatif, penelitian hukum
normatif-empiris,
penelitian
hukum
empiris
yang
dibagi
berdasarkan
fokus
penelitiannya.3 Ketiga jenis penelitian tersebut dapat menggunakan studi kasus hukum. Dalam hal ini, konsep hukum dikonsepkan sebagai peristiwa hukum dan produk hukum. Lebih lanjut penjelasan mengenai ketiga jenis penelitian tersebut sebagai berikut : 1. Penelitian hukum normatif (normative law research) menggunakan studi kasus hukum normatif berupa produk perilaku hukum, misalnya mengkaji rancangan undang-undang. Pokok kajiannya adalah hukum yang dikonsepkan sebagai norma atau kaidah yang berlaku dalam masyarakat dan menjadi acuan perilaku setiap orang. Sehingga penelitian normatif berfokus pada inventarisasi hukum positif, asas-asas dan doktrin hukum, perbandingan hukum, dan sejarah hukum. 2. Penelitian hukum normatif-empiris (applied law research), menggunakan studi kasus hukum normatif-empiris berupa produk perilaku hukum, misalnya mengkaji implementasi perjanjian kredit. Pokok kajiannya adalah pelaksanaan atau implementasi ketentuan hukum positif dan kontrak secara faktual pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat guna mencapai tujuan yang kelak ditentukan. Penelitian hukum normatif-empiris (terapan) bermula dari ketentuan hukum positif tertulis yang diberlakukan pada peristiwa hukum in concreto dalam masyarakat, sehingga dalam penelitiannya selalu terdapat gabungan dua tahap kajian, yaitu : a) Tahap pertama adalah kajian mengenai hukum normatif yang berlaku; b) Tahap kedua adalah tahap penerapan pada peristiwa in concreto guna mencapai tujuan yang telah ditentukan. Penerapan tersebut dapat diwujudkan melalui perbuatan nyata dan dokumen hukum. Hasil penerapan akan menciptakan pemahaman realisasi pelaksanaan ketentuan-ketentuan hukum normatif yang dikaji telah dijalankan dengan baik atau tidak. Karena penggunaan kedua tahapan tersebut, maka penelitian hukum normatif-empiris membutuhkan data sekunder dan data primer. 3. Penelitian hukum empiris menggunakan studi kasus hukum empiris berupa perilaku hukum masyarakat. Pokok kajiannya adalah hukum yang dikonsepkan sebagai perilaku nyata (actual behavior) sebagai gejala sosial yang sifatnya tidak tertulis, yang dialami setiap orang dalam hubungan hidup bermasyarakat. Sumber data penelitian hukum empiris tidak bertolak pada hukum positif tertulis, melainkan hasil observasi di lokasi penelitian. Berdasarkan penjelasan diatas, maka penulis akan menggunakan metode penelitian hukum normatif-empiris untuk meneliti dan menulis pembahasan skripsi ini mengenai problematika hukum terhadap penerapan pasal 59 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24
3
Abdulkadir Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Cet.1, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung hlm 52. 4
Problematika Hukum Terhadap Penerapan (Fadlian Nur) Tahun 1997 tentang Pendaftaran mengenai pengambilan sumpah dalam penerbitan sertipikat pengganti di Kota Samarinda. Penelitian hukum normatif-empiris merupakan metode penelitian yang dilakukan untuk mendapatkan data primer dan data sekunder untuk menemukan kebenaran dengan menggunakan metode berpikir induksi dan kriteria kebenaran koresponden serta fakta yang digunakan untuk melakukan proses induksi dan pengujian kebenaran secara koresponden adalah fakta yang teraktual.4 B.
Pendekatan Penelitian Penelitian hukum ini terdapat beberapa pendekatan. Dengan pendekatan tersebut, peneliti akan mendapatkan informasi dari berbagai aspek mengenai isu yang sedang dicoba dicari jawabannya. Menurut AbdulKadir Muhammad, ada 3 (tiga) jenis pendekatan dalam penelitian hukum yaitu :5
1. Non-Judicial Case Study Dalam metode pendekatan studi kasus hukum tanpa konflik. Kalaupun ada konflik, diselesaikan oleh pihak-piha sendiri secara damai, tanpa campur tangan pengadilan. 2. Judicial Case Study Dalam menggunakan pendekatan studi kasus hukum karena konflik yang diselesaikan melalui putusan pengadilan.
3. Live-Case Study Pendekatan studi kasus pada peristiwa hukum yang dalam keadaan berlangsung atau belum berakhir. Pada pendekatan tipe ini, penulis melakukan pengamatan langsung terhadap proses berlakunya hukum normatif pada peristiwa hukum tertentu. Dari ketiga pemaparan pendekatan penelitian diatas yang digunakan oleh penulis adalah penedekatan penelitian live-case study karena penulis melakukan penelitian langsung dilapangan dan disesuaikan dengan peraturan yang ada dilapangan apakah sudah berjalan dengan baik dan benar. C.
Pendekatan Masalah Pendekatan masalah dalam penelitian dirumuskan sebagai berikut : Dilakukan dengan menelaah
semua
peraturan
perundang-undangan
dan
regulasi
yang
terkait
dengan
problematika hukum terhadap penerapan pasal 59 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah mengenai pengambilan sumpah dalam pengambilan sertipikat pengganti di kantor Pertanahan kota samarinda. Dalam hal ini Undang-Undang Pokok 4
Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, UI-PREES, Jakarta, hlm 51. Abdul Kadir Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm 149. 5
5
Jurnal Beraja Niti, Volume 2 Nomor 8
Agraria, Peraturan Pemrintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, dan Peraturan Mentri Negara Agraria atau Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 tahun 1997 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dengan kejadian dilapangan yaitu mengenai pengambilan sumpah dalam penerbitan sertipikat pengganti. PEMBAHASAN 1. Kedudukan Sumpah Terhadap Penerbitan Sertipikat Pengganti Sumpah adalah pernyataan yang diucapkan dengan resmi dan dengan bersaksi kepada Tuhan oleh salah satu pihak yang berperkara bahwa apa yang dikatakan itu benar, berarti siapa yang melakukan kesalahan orang yang melakukan kesalahan yang harus disumpah. Sumpah terdiri dari : a. Sumpah promissoir yaitu sumpah yang isinya berjanji untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. b. Sumpah confirmatoir yaitu sumpah yang berisi keterangan untuk meneguhkan sesuatu yang benar. Sumpah confirmatoir terdiri dari: - Sumpah supletoir atau sumpah pelengkap atau sumpah penambah yaitu sumpah yang dibebankan oleh hakim kepada para pihak untuk melengkapi dan menambah pembuktian. Sumpah pelengkap harus ada bukti terlebih dahulu namun bukti belum lengkap sedangkan untuk mendapatkan bukti lain tidak mungkin. Sumpah pelengkap dibebankan kepada para pihak oleh hakim karena jabatannya. - Sumpah decisoir atau sumpah pemutus adalah sumpah yang dibebankan oleh salah satu pihak kepada pihak lawannya. Sumpah pemutus dimohonkan kepada salah satu pihak agar pihak lawan mengangkat sumpah. Apabila salah satu pihak berani mengangkat sumpah maka pihak yang mengangkat sumpah perkaranya dimenangkan. - Sumpah asstimatoir yaitu sumpah yang dibebankan hakim kepada penggugat untuk menentukan jumlah kerugian. Didalam kitab Undang-Undang Hukum perdata yaitu pada pasal 1945. Sumpah harus diangkat sendiri. Jika ada alasan-alasan penting, hakim boleh mengizinkan pihak yang berperkara untuk mengangkat sumpahnya dengan perantaraan seseorang yang diberikan kuasa khusus untuk itu dengan suatu akta otentik. Dalam hal demikian, surat kuasa itu harus memuat sumpah yang harus diucapkan itu secara lengkap dan tepat. Tiada sumpah yang boleh diangkat tanpa kehadiran pihak lawan atau sebelum pihak lawan ini dipanggil secara sah. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah tidak menjelaskan secara rinci mengenai sumpah, namun dalam penjelasan pasal 59 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah tersebut menyinggung kata-kata sumpah, dalam hal penerbitan sertipikat pengganti, Permohonan penggantian sertipikat yang
6
Problematika Hukum Terhadap Penerapan (Fadlian Nur) hilang harus disertai pernyataan dibawah sumpah dari yang bersangkutan dihadapan Kepala Kantor Pertanahan atau Pejabat yang ditunjuk mengenai hilangnya sertipikat hak yang bersangkutan. Dari penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah pasal 59 ayat 1 tersebut, yang dimana merupakan salah satu prosedur dalam penerbitan sertipikat pengganti. Permohonan sertipikat pengganti tersebut hanya dapat diajukan oleh pihak yang namanya tercantum sebagai pemegang hak dalam buku tanah yang bersangkutan. Prosedur penerbitan sertipikat pengganti berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yaitu : a. Pasal 57 1. Atas permohonan pemegang hak diterbitkan sertifikat baru sebagai pengganti sertifikat yang rusak, hilang, masih menggunakan blanko sertifikat yang tidak digunakan lagi, atau yang tidak diserahkan kepada pembeli lelang dalam suatu lelang eksekusi. 2. Permohonan sertifikat pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat 1 hanya dapat diajukan oleh pihak yang namanya tercantum sebagai pemegang hak dalam buku tanah yang bersangkutan atau pihak lain yang merupakan penerima hak berdasarkan akta PPAT atau kutipan risalah lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 dan Pasal 41, atau akta sebagaimana dimaksud Pasal 43 ayat 1, atau surat sebagaimana dimaksud Pasal 53, atau kuasanya. 3. Dalam hal pemegang hak atau penerima hak sebagaimana dimaksud pada ayat 2 sudah meninggal dunia, permohonan sertifikat pengganti dapat diajukan oleh ahli warisnya dengan menyerahkan surat tanda bukti sebagai ahli waris. 4. Penggantian sertifikat sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dicatat pada buku tanah yang bersangkutan. b. Pasal 58 Dalam hal penggantian sertifikat karena rusak atau pembaharuan blanko sertifikat, sertifikat yang lama ditahan dan dimusnahkan.
7
Jurnal Beraja Niti, Volume 2 Nomor 8
c. Pasal 59 : 1. Permohonan penggantian sertifikat yang hilang harus disertai pernyataan dibawah sumpah dari yang bersangkutan dihadapan Kepala Kantor Pertanahan atau Pejabat yang ditunjuk mengenai hilangnya sertifikat hak yang bersangkutan. 2. Penerbitan sertifikat pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat 1 didahului dengan pengumuman 1 (satu) kali dalam salah satu surat kabar harian setempat atas biaya pemohon. 3. Jika dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari dihitung sejak hari pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat 2 tidak ada yang mengajukan keberatan mengenai akan diterbitkannya sertifikat pengganti tersebut atau ada yang mengajukan keberatan akan tetapi menurut pertimbangan Kepala Kantor Pertanahan keberatan tersebut tidak beralasan, diterbitkan sertifikat baru. 4. Jika keberatan yang diajukan dianggap beralasan oleh Kepala Kantor Pertanahan, maka ia menolak menerbitkan sertifikat pengganti. 5. Mengenai dilakukannya pengumuman dan penerbitan serta penolakan penerbitan sertifikat Baru sebagaimana dimaksud pada ayat 2, ayat 3 dan ayat 4 dibuatkan berita acara oleh Kepala Kantor Pertanahan. 6. Sertifikat pengganti diserahkan kepada pihak yang memohon diterbitkannya sertifikat tersebut atau orang lain yang diberi kuasa untuk menerimanya. 7. Untuk daerah-daerah tertentu Menteri dapat menentukan cara dan tempat pengumuman yang lain daripada yang ditentukan pada ayat 2. d. Pasal 60 1. Penggantian sertifikat hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun yang tidak diserahkan kepada pembeli lelang dalam lelang eksekusi didasarkan atas surat keterangan dari Kepala Kantor Lelang yang bersangkutan yang memuat alasan tidak dapat diserahkannya sertifikat tersebut kepada pemenang lelang. 2. Kepala Kantor Pertanahan mengumumkan telah diterbitkannya sertifikat pengganti untuk hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun sebagaimana dimaksud
8
Problematika Hukum Terhadap Penerapan (Fadlian Nur) pada ayat (1) dan tidak berlakunya lagi sertifikat yang lama dalam salah satu surat kabar harian setempat atas biaya pemohon. Dari penjelasan prosedur diatas kita bisa melihat bahwa dalam Peraturan Pemerintah tersebut tidak menjelaskan secara rinci mengenai sumpah tersebut. Seharusnya akan lebih baik dalam penerapan pasal 59 ayat 1 tersebut menjelaskan secara rinci apa maksud dari sumpah tersebut dan bagaimana apabila sertipikat hak tersebut orang lain yang menghilangkan. Apabila yang menghilangkan sertipikat tersebut diambil sumpahnya dihadapan kepala kantor, dan terlaksana maka penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah pasal 59 ayat 1 bisa dapat berjalan dengan baik dan tidak ada yang bersifat subjektif dalam penerapan pasal tersebut. 2. Implikasi Hukum Terhadap Penerapaan Pasal 59 Ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah. Dengan adanya penerapan pasal 59 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 tentang Pendaftaran Tanah, yang dimana dalam pasal 59 ayat
1 tersebut menjelaskan mengenai
prosedur penerbitan sertipikat pengganti. Pada pasal 59 ayat 1, tentunya memiliki implikasi yuridis bagi kehidupan masyarakat. Implikasi tersebut berupa dampak yang ditimbulkan terhadap pihak yang berkepentingan, baik bagi pihak yang berhak maupun bagi pemerintah. Penjelasan Pasal 59 Ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Taun 1997
tentang
Pendaftaran Tanah, Permohonan penggantian sertipikat yang hilang harus disertai pernyataan di bawah sumpah dari yang bersangkutan dihadapan Kepala Kantor Pertanahan atau Pejabat yang ditunjuk mengenai hilangnya sertipikat hak yang bersangkutan. Bahwasanya apabila sertipikat hak milik hilang atau kelalaian yang disebabkan oleh orang lain maka harus sipemilik sertipikat yang disumpah agar sertipikat pengganti bisa terbit. ( wawancara tanggal 30 Mei 2013, Kasubsi). Dalam penerapan pasal 59 ayat 1 tersebut sebenarnya sudah berjalan dengan benar dan peraturan tersebut juga sah menurut hukum. Pada penerapan pasal 59 ayat 1 tersebut yang biasa memberatkan sipemilik sertipikat karena adanya pengambilan sumpah dalam penerbitan sertipikat pengganti. Dari penerapaan pasal tersebut walaupun memberatkan sipemilik sertipikat tersbeut atau pun dalam hal lain
misalnya, sertipikat tersebut orang lain yang
menghilangkan sertipikat tersebut, maka sipemilik
sertipikat harus tetap menjalankan 9
Jurnal Beraja Niti, Volume 2 Nomor 8
tugasnya, yaitu disumpah sesuai dengan peryantaan yang ada dan disumpah dihadapan kepala kantor. ( wawancara tanggal 3 juni, staf ) Dari hasil wawancara tersebut, maka analisa penulis mengenai penerapan pasal 59 ayat 1 Peraturaan pemerintah Nomomr 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yaitu harusnya ada rasa tanggung jawab. Tanggung Jawab adalah berkewajiban menanggung, memikul jawab, mananggung segala sesuatunya, atau memberikan jawab dan menanggung akibatnya. Tanggung jawab merupakan kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatan yang disengaja maupun yang tidak di sengaja. Tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajibannya. 6 Tanggung jawab adalah wajib menanggung segala sesuatunya, dalam artian jika terjadi sesuatu maka dapat disalahkan, dituntut, dan diancam oleh hukuman pidana oleh penegak hukum didepan pengadilan, seta menerima beban akibat tindakan sendiri ataupun orang lain. Seiring dengan perkembangan kemajuan dibidang ilmu (hukum), konsep tanggung jawab dalam arti liability ini semakin dirasa perlu untuk membuat kualifikasi yang jelas atas pembagian tersebut agar tidak terjadi perbedaan yang sedemikian rupa sehingga hal ini akan berdampak kesalahan pada tataran pengaplikasiannya nanti. Tanggung jawab hukum berdasarkan (based on fault liablity) hal ini dalam KUHPerdata terdapat dalam pasal 1365, pasal ini terkenal dengan perbuatan melawan hukum
(onrechmatigdaad) yang berlaku umum terhadap siapapun. Jadi, tanggung jawab hukum adalah keadaan wajib untuk menanggung suatu hal yang telah diatur didalam peraturan yang berlaku, sehingga wajib untuk dilaksanakan dan jika tidak dilaksanakan maka akan ada konsekuensi hukumnya. Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan ( fault liability atau liability based on
fault) adalah prinsip yang cukup umum berlaku dalam hukum pidana dan perdata. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, khususnya pasal 1365, 1366, dan 1367, prinsip ini dipegang secara
teguh.
Prinsip
ini
menyatakan,
seseorang
baru
dapat
dimintakan
pertanggungjawabannya secara hukum jika ada unsur kesalahan yang dilakukannya. Pasal
6
Zainudin Alfarisi, Pengertian Jawab,http://zaysscremeemo.blogspot.com/2012/06/pengertian-tanggungjawab.html, tanggal 1 Maret 2013 Pukul 08.00 Wita. 10
Tanggung diakses
Problematika Hukum Terhadap Penerapan (Fadlian Nur) 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang lazim dikenal sebagai pasal tentang perbuatan melawan hukum, mengharuskan terpenuhinya empat unsur pokok, yaitu: 1. 2. 3. 4.
adanya adanya adanya adanya
perbuatan. unsur kesalahan atau kelailan. kerugian yang diderita. hubungan kausalitas antara kesalahan dan kerugian.
Dari keempat unsur tersebut
diatas kita susaikan dengan hasil wawancara yang
dilakukan, yang dimana yang melakukan perbuatan menghilangkan sertipikat tersebut orang lain maka orang yang menghilngkan sertipikat tersebut yang harus disumpah. Dari unsur kelalilan yang menghilankan sertipikat tersebut sudah jelas melakukan kelailan atau kesalahan yang bisa merugikan orang atau sipemlik sertipikat tersebut. Dari unsur kerugian, yang mengusurus seluruh biaya penerbitan sertipikat pengganti adalah sipemlik sertipikat dari awal sampai selesai. Dari ketiga unsur tersebut yang besinggungan dengan penerapan pasal 59 ayat 1 tersebut harusnya bersifat objektif bukan bersifat objek yang hanya dibebankan kepada sipemilik sertipikat. Dari penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentag Pendaftarn Tanah Pasal 59 ayat 1 mengalami kekosongan hukum. Kekosongan hukum merupakan dalam Hukum Positif lebih tepat dikatakan sebagai kekosongan peraturan perundang – undangan. Dalam penyusunan peraturan perundang-undangan baik oleh Legislatif maupun Eksekutif pada kenyataannya memerlukan waktu yang lama, sehingga pada saat peraturan perundangundangan itu dinyatakan berlaku maka hal-hal atau keadaan yang hendak diatur oleh peraturan tersebut sudah berubah. Selain itu kekosongan hukum dapat terjadi karena hal-hal atau keadaan yang terjadi belum diatur dalam suatu peraturan perundang-undangan, atau sekalipun telah diatur dalam suatu peraturan perundang-undangan namun tidak jelas atau bahkan tidak lengkap.
11
Jurnal Beraja Niti, Volume 2 Nomor 8
KESIMPULAN a. Kesimpulan Sebagimana yang penulis sudah sampaikan pada pembahasan terdahulu maka dapat disimpulkan sebagi berikut : 1. Kedudukan sumpah dalam penerbitan sertipikat pengganti yang masih kurang efektif,yang dimana penerapan sumpah tersebut hanya berlaku untuk salah satu pihak saja. Dari situ yang membuat tidak adanya keadilan dalam peraturan penerapan tersebut yang menimbulkan adanya melangar hak – hak atas sesoarang yang tidak melakukan kesalahan. Memang, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah, tidak mengatur tentang sanksi pidana terhadap pelanggaran yang terjadi dalam pendaftaran tanah dan penerbitan Sertipikat, tetapi tidak berarti kesalahan dalam pendaftaran tanah yang menyangkut adanya unsur-unsur kelalaian, kesengajaan, penipuan, dan paksaan dalam pembuatan data fisik dan data yuridis tidak bisa dijangkau oleh KUHP, terhadap mereka tetap dapat dijatuhkan sanksi pidana. 2. Implikasi Hukum yang terjadi ketika Pasal 59 Ayat 1 Peraturan Pemerintah Nommor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang diterapkan, Muncul dampak-dampak yang terjadi yaitu melanggar hak asasi manusia sesorang dan bertentangan
dengan rasa
tanggung jawab seseorang. b. Saran Sesuai dengan penelitian yang telah Penulis lakukan, maka Penulis ingin memberikan saran untuk Pemerintah khususnya Kantor Pertanahan Kota Samarinda yaitu 1. Untuk lebih meningkatkan kegiatan-kegiatan penyuluhan
kepada masyarakat berkaitan
dengan pentingnya sertipikat hak atas tanah dan sertipikat
pengganti bagi pemegang
sertipikat hak atas tanah yang mengalami permasalahan. Sehingga terjadi kepastian dan perlindungan hukum bagi pemilik hak atas tanah. 2. Dalam Pengambilan sumpah dalam penerbitan sertipikat pengganti, apabila sipemilik sertipikat tersebut tidak bersdia diambil sumpahnya akan lebih baik apabila kantor pertanahan memberikan atau membuat surat kuasa atas kebijakan kepala kantor kantor pertanahan Samarinda. Jadi dalam surat kuasa tersebut yang menghilangkan sertipikat juga bisa disumpah, dan penerapanya bersifat objektif. 12
Problematika Hukum Terhadap Penerapan (Fadlian Nur) DAFTAR PUSTAKA A. Buku Abdulkadir Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Cetakan 1, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung Adi Kusnadi, 1999, laporan Teknis Intern Tentang Masalah Hukum Perubahan status, Jakarta. Ali Achmad Chomzah, 2004, Hukum Agraria (Pertanahan Indonesia), Jilid 2, Cetakan I, Prestasi Pustaka, 2004. A. P. Parlindungan, S.H.,1999, Pendaftaran Tanah Di Indonesia, Mandar Maju, Bandung,hlm 2. Bachsan Mustafa, 1988, Hukum Dalam Persepektif, Cetakan Ketiga, Bandung Remaja Karya. Bachtiar Effendi, 1993, Kumpulan Tulisan Tentang Hukum Tanah, Edisi Kedua, Cetakan I, Bandung. Boedi Harsono, 2005, Hukum Agraria Indonesia, Djambatan, Jakarta. Brahmana Adhie, Hasan Basri Nata Menggala, 2001, Refomasi Pertanahan, Pemberdayaan
Hak-Hak Atas Tanah Ditinjau dari Aspek Hukum, Sosial, Politik, Ekonomi, Hankam, Teknis, Agama, dan Budaya, Cetakan I, Mandar Maju, Bandung. Effendi Perangin, 1990, Mencegah Sengketa Tanah, Cetakan kedua, Rajawali, Jakarta. E. Sumaryono, 2002, Etika Hukum Relevansi Teori hukum Kodrat Thomas Aquinas , Cetakan Kelima, Yogyakarta. Florianus Sp Sangsun, 2007, Tata Cara Mengurus Sertifikat Tanah, Cetakan I, Visimedia, Jakarta. Hasan Basri Nata Menggala, Sarjito,2005, Pembatalan dan Kebatalan Hak Atas Tanah, Edisi Revisi, Yogyakarta, Tuju Jogya Pusataka. Herman Hermit, 2004, Cara Memperoleh Sertipikat Tanah Hak Milik, Tanah Negara dan Tanah Pemda, Mandar Maju, Bandung. Irawan Soerodjo, 2003, Kepastian Hukum Hak Atas Tanah di Indonesia , Cetakan Pertama, Arkola, Surabaya. Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, 1988, Hukum Tata Negara Indonesia , Sinar Bakti, Jakarta. Mochtar Kusumaatmadja, Fungsi Dan Perkembangan Hukum Dalam Pembangunan Nasional, Bina Cipta, Bandung. Parlindungan,A. P, 1999, Pendaftaran Tanah Di Indonesia, Mandar Maju, Bandung Pipin Syarifin, 1999, Pengantar Ilmu Hukum, CV. Pustaka Setia, Bandung. Rusmadi Murrod, 1991, Penyelesaian Segketa Hukum Atas Tanah, Cetakan I, Alumni, Bandung. R.Soeroso, 2004, Pengantar Ilmu Hukum, PT. Sinar Grafika, Jakarta. Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, UI-PREES, Jakarta Sumadi Suryabrata, 2003, Metodologi Penelitian, Raja Grafindo Persada, Jakarta. Syarifudin Kalo, Aspek dan implikasi Hukum dalam Pendaftarn Tanah dan Penerbitan Sertifikat Hak-Hak Atas Tanah, http://www.Hukumonline.com. S. Rowton Simpson,2004, Land and Registration, Cambridge, University 1976 : 260 dalam A.P. Parlindungan, Pendfataran Tanah di Indonesia, Bandung : mandar Maju. B. Peraturan Perundang Undangan Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar PokokPokok Agraria (LEMBAR NEGARA REPBULIK INDONESIA TAHUN 1960 NOMOR :104 ) Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah ( LEMBAR NEGARA REPBULIK INDONESIA TAHUN 1997 NOMOR : 59 ) Republik Indonesia, Peraturan Mentri Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksaan Peraturan Pemerintah nomr 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
13
Jurnal Beraja Niti, Volume 2 Nomor 8
C. Dokumen Hukum Skripsi Dan Tesis Beny Noyan ( 2011 ), Dasar Pertimbangan Dalam Pengambilan Keputusan Terhadap Keberatan Penerbitan Sertifikat Pengganti Hak Atas Tanah Ditinjau Berdasarkan Pasal 59 Ayat (3) Dan (4) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, Skripsi, Fakultas Hukum Unversitas Mulawarman. Margaretha Arda Kamoda ( 2008 ), Urgensi Sertifikat Tanah Dalam Proses Jaul Beli Tanah Yang Belum Memiliki Sertifikat Tanah Dikecamatan Bailikpapan Selatan Kota Balikpapan, Skrpsi, Fakultas Hukum Universitas Mulawarman. Sriyanti Achmad, Sh ( 2008 ), Pembatalan Dan Penerbitan Sertifikat Hak Atas Tanah Pengganti ( Studi Kasus Pembatalan Sertifikat Putusan Ma. No. 987 K/Pdt/2004 ), Tesis, Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang.
D. Dan Lain-Lain Artikel”Laporan Akuntabilitas kinerja Instansi Pemerintah Daerah Kota Samarinda tahun2010”http://www.samarindakota.go.id/sites/default/.../isi%20lakip%20perba, Diakses tanggal 8 Januari 2013. Artikel “Aspek dan implikasi Hukum dalam Pendaftarn Tanah dan Penerbitan Sertifikat HakHak Atas Tanah”, http://www.Hukumonline.com, Diakses tanggal 2 Januari 2013. Zainudin Alfarisi, Pengertian Tanggung Jawab,http://zaysscremeemo.blogspot.com/2012/06/pengertian tanggungjawab.html, diakses tanggal 1 Maret 2013 Pukul 08.00 Wita.
14