EXECUTIVE SUMMARY STUDI KASUS PENDIRIAN GEREJA BEREA DAN GEREJA BKP HOLIS BANDUNG
erdasarkan hasil kajian Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama yang kemudian disosialisasikan oleh H.M. Atho Mudzhar melalui tulisannya dalam buku berjudul: “Merayakan Kebhinnekaan Membangun Kerukunan”, ada beberapa faktor penyebab ketidakrukunan atau yang dapat menimbulkan konflik. Faktor-faktor dimaksud meliputi “faktor keagamaan” dan “faktor non keagamaan”. Faktor-faktor keagamaan selain doktrin keagamaan, yaitu: (1) penyiaran agama; (2) pendirian rumah ibadat; (3) bantuan keagamaan luar negeri; (4) perkawinan antar pemeluk agama yang berbeda; (5) pengangkatan anak; (6) pendidikan agama; (7) perayaan hari besar keagamaan; (8) perawatan dan pemakaman jenazah; (9) penodaan agama; (10) kegiatan kelompok sempalan; dan(11) transparansi informasi keagamaan. Sedangkan faktor non keagamaan, meliputi: (1) kesenjangan ekonomi; (2) kepentingan politik dan (3) perbedaan nilai budaya (H.M. Atho Mudzhar, 2013:106-109). Faktor-faktor keagamaan di atas seringkali dijadikan pemicu timbulnya konflik sosial di suatu daerah, yang kemudian disebut konflik sosial bernuansa agama.
B
Salah satu faktor yang dapat menimbulkan gesekan antarumat beragama di Indonesia adalah masalah pendirian
~1~
rumah ibadat. Dalam rangka proses mewujudkan ketentraman dan ketertiban di masyarakat, proses pendirian rumah ibadat diatur dalam Peraturan Berasama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor: 9 dan Nomor: 8 tahun 2006 (PBM Tahun 2006). Indonesia adalah bangsa yang multibudaya (multiculture) dan multiagama (multireligious). Oleh karena itu diperlukan pengelolaan kerukunan umat beragama secara baik agar terpelihara persatuan bangsa sehingga pembangunan nasional dapat mewujudkan kedamaian dan kesejahteraan. Kasus-kasus perselisihan akibat pendirian dan atau penggunaan rumah tinggal sebagai rumah ibadat yang tidak sesuai dengan PBM tahun 2006, dialami oleh semua pemeluk agama, sebagian pada proses pendirian, dan ada pula dalam rangka penertiban, dan atau penutupan oleh berbagai faktor penyebabnya. Di wilayah Kota Bandung dan sekitarnya hal serupa juga terjadi sebagaimana yang dilaporkan oleh Ketua Perwakilan Gereja-Gereja dan Perkumpulan Kristen (PGPK) Bandung kepada Presiden RI tanggal 19 Januari 2015 lalu ada sebanyak 10 gereja bermasalah di Kota Bandung dan sekitarnya. Dari sepuluh gereja yang dilaporkan bermasalah oleh PGPK Bandung, belum diketahui sejauh mana persoalan yang dihadapi oleh masing-masing pengurus gereja dan sudah sejauh mana tingkat proses yang sudah berjalan dan penanganan oleh pemerintah setempat.
~2~
Untuk mengkaji permasalahan di atas maka dilakukan fact finding menggunakan metode kualitatif dengan bentuk studi kasus. Data dikumpulkan melalui wawancara dengan para narasumber atau informan yang dianggap mengetahui persoalan yang didalami (key person) yaitu Pengurus dan Pendeta Gereja Rehoboth Jemaat Barea dan Pengurus dan Pendeta GBKP, Muspika Kecamatan Astanaanyar, Muspika Kecamatan Bandung Kulong, Pembimas Kristen Kanwil Jabar, Pejabat Kemenag Kota Bandung, Kepala KUA dan Penyuluh kedua Kecamatan dan Pengurus Forum Kerukunan Antarumat Beragama (FKUB) Kota Bandung dan Forum Silaturrahim Antarumat Beragama (FSUB) Kedua Kecamatan, di samping telaah dokumentasi yang dilaporkan oleh PGPK Kota Bandung. Oleh karena keterbatasan waktu dan personel yang ditugaskan untuk melakukan fact finding ini maka tidak semua 10 gereja yang dilaporkan dilakukan penelusuran ke lapangan tetapi hanya 2 gereja yang dianggap urgen untuk ditelusuri yaitu: Gereja Rehoboth Jemaat Barea di Jalan Soekarno Hatta No. 405 Bandung dan Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) Jalan Holis No. 278 B Pasir Koja Bandung. Hasil Temuan 1. Gereja Rehoboth Jemaat Barea Jalan Soekarno Hatta No. 405 Bandung a. Sejarah Keberadaan Gereja Rahoboth Jemaat Barea Jemaat Barea pada awalnya beralamat di Jalan Karasak Utara II No. 12 Rt. 06 Rw. 06 dan telah
~3~
melakukan kegiatan ibadat sejak Desember 1988. Jemaat ini di bawah naungan Gereja Rehoboth Pusat yang beralamat di Jalan Dewi Sartika 36 – 38 Bandung dan telah terdaftar di Kementerian Agama (Dirjen Bimas Kristen) No. 180 tanggal 16 Oktober 1988. Sejak tahun 2004, Pdm. Ir. Lukas Lazuardi diangkat menjadi Gembala Sidangnya berdasarkan Surat Keputusan MPP Sinode Gereja Rehoboth No. 72/MPPSGR/IV/2004. Gereja ini memiliki tempat Pembinaan Iman bagi Jemaatnya bertempat di Jalan Soekarno Hatta No. 405 yang dipimpin juga oleh Pdm. Ir. Lukas Lazuardi dengan jumlah jemaat sebanyak 299 orang dan keberadaan tempat Pembinaan Iman ini ada sejak tahun 1994. (Surat Keterangan Tanda Lapor No. Kw.10.7/BA.01.1/0975/2011) yang dikeluarkan oleh Pembimbing Masyarakat Kristen Kantor Wilayah Kementerian Agama Jawa Barat. Sejak tahun 2010 bulan September, jemaat yang semula beribadat di Jalan Karasak Utara II pindah ke Jalan Soekarno Hatta No. 405 setelah mendapat izin beribadat sementara dari Camat Astana Anyar sesuai dengan PBM Tahun 2006. b. Kronologis Perizinan dan Penolakan Warga Selama tahun 2010 sd. 2012 kegiatan beribadat Gereja Rehoboth Jemaat Barea Jalan Soekarno Hatta ini berjalan normal tidak ada gangguan sedikitpun. ~4~
Mengingat karena izin sementara hanya berlaku 2 tahun, maka pengurus gereja pada akhir tahun 2011 mengajukan permohonan izin beribadat permanen dan mulai mengurus persyaratan pendirian rumah ibadat sesuai PBM tahun 2006 dengan mengajukan pengesahan foto copy KTP baik calon pengguna (90) orang dan persetujuan warga sekitar (60) orang yang disahkan oleh Lurah maupun Camat. Oleh karena gedung yang digunakan masih berstatus sertifikat atasnama perorangan dan IMB atasnama rumah kantor maka perubahan perlu dilakukan sebagai persyaratan adminstrasi penggunaan bangunan gedung. (wawancara dg Pdm. Ir. Lukas Lazuardi, 15 April 2015). Proses pengurusan perubahan status ini cukup memakan waktu lama, sementara izin sementara beribadatnya sudah habis dan tidak diperpanjang (karena ketidaktahuan dan tidak mendapat info bahwa perpanjangan perizinan sementara dimungkinkan menurut PBM tahun 2006 – pen.) maka mulai muncul protes-protes warga. c. Kondisi Faktual Lapangan 1) Pertemuan dengan pengurus Gereja Rebohoth Jemaat Barea a) Jemaat Barea sudah cukup sabar menanti rekomendasi baik dari Kementerian Agama maunpun FKUB.
~5~
b) Pada tahun 2010 -2012 Jemaaat Barea mendapatkan izin sementara untuk beribadat di gedung rukan ini, ketika izinnya tinggal 1 tahun maka mereka mulai mengurus untuk izin permanen namun terganjal oleh keharusan merubah izin peruntukan gedung kantor menjadi gedung rumah ibadat. c) Adapun kegiatan beribadat Jemaat Barea ini dilakukan berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya diantaranya adalah di HotelHotel, Lapangan Basket dan beberapa rumah makan. (wawancara dengan Pdm. Lukas dan beberapa pengurus lainnya pada tanggal 15 April 2015) Beberapa alasan yang pihak gereja terima berkenaan dengan belum keluarnya rekomendasi dari Kemenag maupun FKUB: a) Dari pihak Kemanag misalnya masih mempertanyakan tentang format daftar nama yang diajukan baik yang 90 orang pengguna maupun dari 60 orang pendukung. b) Sedangkan dari pihak FKUB alasan belum dikeluarkannya rekomendasi disebabkan karena Kantor Kementerian Agama belum mengeluarkan rekomendasi. c) Alasan lain Kemenag belum mengeluarkan rekomendasi karena disebabkan oleh masih ~6~
ada seseorang dan atau sekelompok orang yang masih keberatan dengan keberadaan Gereja Barea walaupun secara administrasi telah memenuhi syarat sebagaimana PBM tahun 2006. 2) Pertemuan dengan Camat Astanaanyar Kota Bandung a) Proses di tingkat kelurahan dan kecamatan sebenarnya sudah selesai, segala persyaratan sudah terpenuhi, memang pernah terjadi demonstrasi yang cukup besar dari masyarakat yang sebenarnya bukan masyarakat dari wilayah dimana Gereja Barea berada. b) Pihak kelurahan dan kecamatan telah memfasilitasi dengan adanya pengesahan KTP baik calon pengguna maupun pendukung dari wilayah sekitar. 2. Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) Jalan Holis No. 278 B Pasir Koja Bandung a. Keberadaan Jemaat GBKP Jemaat ini berada terletak di Jalan Holis No. 278 B Pasir Koja Kecamatan Bandung Kulon Kota Bandung. Pada tahun 1997 – 1998 peletakan batu pertama pembangunan gedung rencananya untuk rumah ibadat di lahan seluas 600 m2 dan sekaligus mengurus perizinan sesuai peraturan pemerintah
~7~
tatapi gagal. Sejak tahun 2005 dibangunlah rumah tinggal dan ruang konsisitori seluas 300 m2 dan sisa tanah seluas 300 m2 dibuat tenda untuk tempat beribadat dan sisanya untuk parkir. Saat ini tahun 2015 jumlah Jemaat GBKP sebanyak
132
KK,
termasuk
pemuda/pemudi
berjumlah 80 orang dan anak kecil/remaja sekitar 120 orang dengan jumlah total warga GBKP Bandung Barat sebanyak 464 orang. Sedangkan wilayah jemaat GBKP Bandung Kulon/Barat melingkupi Kota Bandung bagian Barat, Kota Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat. Jemaat GBKP saat ini tetap beribadat namun berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya. (wawancara dengan Panitua Ginting tanggal 17 April 2015). Persoalan mulai muncul ketika satu saat Gereja BNKP (Gereja Nias) yang terletak bersebelahan dan hanya dipisahkan oleh 1 gedung pergudangan mendapatkan izin sementara dari camat Kecamatan Bandung Kulon yang disinyalir tidak melalui prosedur yang sesuai dengan PBM tahun 2006. Protes terhadap keberadaan Gereja BNKP inilah berimbas pada pelaksanaan kebaktian Jemaat GBKP yang selama bertahun-tahun berjalan dengan baik tidak ada satupun warga sekitar yang memperotes.
~8~
b. Pertemuan dengan Muspika Kecamatan 1) Secara umum kondisi kehidupan beragama dan bermasyarakat di Kecamatan Bandung Kulon sangat kondusif saling harga menghargai walaupun berbeda-beda agama, etnis dan budaya. 2) Pihak Muspika membenarkan bahwa pernah terjadi demonstrasi besar oleh masyarakat dan beberapa Ormas yang menuntut dihentikannya peribadatan yang dilaksanakan tidak pada tempatnya karena tempat yang digunakan adalah rumah tinggal izinnya walaupun disainnya dapat digunakan sebagai tempat beribadat. 3) Lurah Caringin menyatakan bahwa selama ini (sebelum Demo tahun 2013) sudah hampir 23 tahun tempat rumah tinggal dijadikan tempat ibadat, masyarakat tidak pernah protes dan dibiarkan berjalan aman, beribadat adalah hak setiap orang maka dipersilahkan namun ketika ingin membangun rumah ibadat maka harus memenuhi persyaratan dan ketentuan yang diatur dalam PBM tahun 2006. 4) Dari pihak kepolisian sektor Bandung Kulon menambahkan bahwa sebelum ada pemasangan Plang Nama, warga tidak pernah melakukan protes, selain itu juga protes warga awalnya ditujukan kepada Gereja Nias yang terletak hanya beberapa meter saja namun imbasnya juga dirasakan oleh GBKP.
~9~
5) Dari pihak Pembimbing Masyarakat Kristen Kantor Wilayah Propinsi Jawa Barat juga menyampaikan bahwa persoalan kedua Gereja baik GBKP maupun Gereja Nias belum dilaporkan kepada pihak Pembimas di Kantor Wilayah Kemenag Jabar. Pembahasan Sebagaimana disebut di atas penyebab terjadinya perselisihan (konflik) antar dua kelompok yang berbeda agama disebabkan oleh berbagai faktor yang antara satu dengan lainnya berbeda-beda dan tidak disebabkan oleh faktor tunggal. Diantaranya banyak kasus konflik bernuasa agama disebabkan oleh persoalan pendirian rumah ibadat yang tidak sesuai dengan peraturan perundangan, seperti beribadat di tempat bangunan yang bukan diperuntukkan untuk rumah ibadat dan pendirian rumah ibadat yang tidak dilengkapi dengan izin membangun rumah ibadat. Kejadian seperti ini terus menerus berulang dan belum ada model penyelesaian yang dapat diterima semua pihak. Kasus yang terjadi di Bandung dan sekitar misalnya terjadi disebabkan juga oleh berbagai faktor terutama ada pihak-pihak tertentu yang menganggap bahwa pendirian rumah ibadat atau penggunaan rumah tinggal untuk tempat beribadat secara kolektif merupakan ekpresi kebebasan beragama, sehingga tidak memerlukan izin. Di sisi lain, ada pihak yang beranggapan, bahwa perturan perundangan
~ 10 ~
tentang pendirian rumah ibadat hanya merupakan Peraturan Bersama Menteri, yang dinilai tidak memiliki kekuatan hukum, karena tidak masuk dalam hirarki perudangan di Indonesia. Dengan demikian peraturan ini tidak harus ditaati. Sementara itu, kini masih terjadi kelemahan sebagian aparat negara dan anggota FKUB di daerah dalam memahami dan melaksanakan peraturan tentang pendirian rumah ibadat ini. PBM tahun 2006 segera setelah ditanda-tangani oleh 2 Menteri yaitu Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri hasil kesepakatan Majelis-majelis Agama pada tanggal 21 Maret 2006, maka PBM ini langsung di sosialisasikan kepada aparat pemerintah dearah (Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati/Walikota, Wakil Bupati/Walikota Kepala Kesbangpol Provinsi maupun Kabupaten/Kota termasuk Kepala Kantor Wilayah dan Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota, agar pemahaman terhadap PBM ini sedapat mungkin dapat sama. Namun dengan bergulirnya waktu dan pergantian aparatur pemerintah daerah maupun anggota FKUB Provinsi maupun Kabupaten/Kota, maka pemahaman terhadap PBM tahun 2006 ini menjadi relative bervariasi antara satu tempat dengan tempat yang lain sehingga implementasi dilapangan berbeda-beda dan seringkali menimbulkan persoalan baru. Persoalan ini nampaknya yang terjadi di kalangan anggota FKUB Kota Bandung yang selama ini memahami bahwa rekomendasi dari FKUB sebagai persyaratan khusus
~ 11 ~
pengajuan izin rumah ibadat diberikan setelah Kantor Kementerian Agama setempat mengeluarkan rekomendasi berdasarkan urutan letak dalam PBM Bab. IV pasal 14 ayat 2. Pemahaman ini tidak tepat karena yang menjadi tugas kedua institusi ini berbeda. FKUB bertugas untuk melakukan verifikasi terhadap 90 orang calon pengguna dan 60 orang pendukung yang disahkan oleh pejabat yang berwenang yaitu Lurah dan Camat. Sedangkan Kementerian Agama lebih kepada tugas memverifikasi kelompok calon pengguna rumah ibadat apakah bermasalah atau tidak dan memberikan pertimbangan tentang kondisi kerukunan di daerah yang akan dibangun rumah ibadat dimaksud. Persoalan di seputar pendirian rumah ibadat menjadi persoalan yang pelik. Hal ini disebabkan juga oleh perbedaan dalam konsep keumatan antara Islam dan non-Islam khususnya Kristen. Bagi umat Islam yang datang dari berbagai latar belakang aliran, organisasi dan mazhab dapat melakukan ibadat shalat secara bersama di masjid atau mushalla tanpa melihat perbedaan ras, suku, bahasa maupun organisasi. Sedangkan bagi umat Kristen sangat berbeda yang masing-masing denominasi/senode, bahkan dalam satu denominasi / senode tetapi berlainan jemaat maka berbeda pula gerejanya / tempat beribadatnya. Di Bandung sudah terdapat kurang lebih 400an gereja, yayasan dan atau perkumpulan yang tergabung dalam organisasi bernama Perwakilan Gereja-Gereja dan Perkumpulan Kristen-PGPK Bandung (menurut penuturan ~ 12 ~
Pdt. Recardo - pen), sedangkan dalam catatan Kemenag Kota Bandung dalam data keagamaannya ada 69 Gereja Kristen. Sebagian besar masyarakat muslim tidak/belum memahami banyaknya denominasi dan banyaknya perbedaan dalam Kristen sehingga tidak dapat membedakan antara satu dengan lainnya, yang terlihat adalah sudah ada gereja disatu tempat kemudian ada lagi yang lain, bahkan jemaat gerejanya datang dari tempat yang jauh dan berbeda karena mereka terdaftar dalam gereja tersebut. Hal inilah yang sering memicu protes/demontrasi penolakan dan terjadi perselisihan antarumat beragama. Sampai saat penelitian ini dilakukan di Kota Bandung sudah 27 buah rekomendasi yang dikeluarkan oleh Kementerian Agama dan FKUB untuk pengajuan izin rumah ibadat, baik yang alih pungsi dan atau pendirian rumah ibadat baru. Dari 27 buah rekomendasi dimaksud 26 diantaranya sudah mendapatkan IMBnya dari Pemerintah Kota Bandung. Sedangkan pengajuan untuk penggunanya dari 27 buah rekomendasi 25 buah rekomendasi untuk Gereja (1 Gereja Katolik dan 24 Gereja Kristen). Banyaknya rekomendasi yang dikeluarkan oleh Kementerian Agama maupun FKUB ini menunjukkan bahwa tidak ada diskriminasi dan penghambatan terhadap kegiatan keagamaan oleh agama manapun sepanjang telah memenuhi persyaratan yang telah diatur dalam PBM tahun 2006. Yang menjadi pertanyaan adalah sebanyak 27 rekomendasi itu tidak terdapat satupun untuk pembangunan masjid. Apakah selama 9 tahun terakhir ~ 13 ~
ini di Kota Bandung tidak ada penambahan bangunan masjid atau karena di tempat mayoritas penduduknya bergama tertentu maka tidak diperlukan rekomendasi dan bahkan IMB rumah ibadat?. Selain persoalan di atas masalah adminstratif lainnya perlu menjadi perhatian bersama khususnya bagi aparat yang ikut terlibat dalam melayani dan menyelesaikan perselisihan yang terjadi dalam masyarakat. Misalnya ketika ada pertemuan dalamrangka membahas bagaimana penyelesaian perselisihan maka apapun kesepakatan yang diputuskan hendaknya ada dokumen lengkap yang bisa dijadikan bahan bukti ketika ada pertanyaan dan bahkan gugatan. Hal lain yang sangat perlu diperhatikan adalah ketika memberikan jawaban tertulis terhadap surat-surat permohonan pihak pengusul agar betul-betul memperhatikan peraturan perundangan yang berlaku dan tidak memberikan jawaban yang dapat memungkinkan pihak lain menggugat misalnya dengan merujuk kepada seseorang atau sekelompok orang hal ini menunjukkan bahwa negara/pemerintah tidak bisa berbuat apa-apa. Padahal jika jawabannya normatif dan merujuk kepada peraturan perundangan yang ada, dengan merujuk kepada situasi dan kondisi saat itu yang belum memungkinkan maka dapat terhindar dari pertanyaan banyak pihak dan memang sesuai dengan PBM tahun 2006.
~ 14 ~
Dalam banyak kesempatan sebagian pelapor juga mempertanyakan keberadaan PBM tahun 2006 yang dianggap membatasi umat agama tertentu menjalankan ibadatnya. Perlu dijelaskan bahwa PBM ini tidak membatasi kebebasan beragama seseorang dan juga tidak membatasi seseorang untuk mendirikan rumah ibadat. Adanya persyaratan calon pengguna 90 orang dewasa untuk pendirian sebuah rumah ibadat semata-mata untuk mengadministrasikan dan mengetahui siapa saja yang hendak menggunakan suatu rumah ibadat yang hendak dibangun. Tidak adanya larangan dalam mendirikan rumah ibadat ditegaskan dalam Pasal 13 yang mengatakan bahwa kalau syarat jumlah calon pengguna 90 orang itu tidak dapat dipenuhi di tingkat desa, maka perhitungan dapat dilakukan di tingkat kecamatan, kabupaten atau provinsi. Bahkan jika sekelompok umat beragama belum memiliki sebuah rumah ibadat permanen maka mereka diperbolehkan menggunakan bangunan bukan rumah ibadat sebagai tempat-ibadatsementara setelah mendapat izin dari bupati. Jadi, pengaturan oleh PBM ini adalah semata-mata masalah pengadministrasian. Kesimpulan 1. Kondisi Kota Bandung saat dilakukan penelitian kasus keagamaan ini sangat kondusif tidak ada riak-riak perselisihan baik intern agama maupun antarumat beragama dan sedang berbenah untuk menyambut peringatan Konferensi Asia Afrika ke 60;
~ 15 ~
2. Pada awal tahun 2013 lalu pernah terjadi demonstrasi masyarakat dan beberapa ormas Islam di 2 tempat Kecamatan Astanaanyar dan Kecamatan Bandung Kulon. Demonstrasi dilakukan terhadap penyalahgunaan rumah tinggal dan atau rumah kantor menjadi tempat beribadat misalnya Gereja BNKP yang mendapatkan izin sementara disinyalir tidak melalui prosedur yang sesuai dengan PBM berimbas pula pada gereja GBKP yang terletak sangat dekat bersebelahan dipisahkan oleh 1 bangunan. Sedangkan untuk Gereja Rehoboth Jemaat Barea izin sementara yang mereka miliki sudah habis berimbas dari protes warga terhadap Gereja Raja Kemulyaan yang hanya berjarak kurang dari 50 meter dan belum ada izin. 3. Hasil fact finding 2 gereja di Bandung yang berbeda kasus dan proses yang telah dilalui: a. Gereja Rehoboth Jemaat Barea secara adminstratif untuk mendapat IMB rumah ibadat sudah terpenuhi, hanya saja masih mendapat penangguhan dari Kementerian Agama Kota Bandung disebabkan oleh masih ada yang protes saat itu, sedangkan dari FKUB belum keluar karena menurut pemahaman pengurus FKUB rekomendasi bisa dikeluarkan jika dari Kementerian Agama sudah selesai ini pemahaman yang kurang tepat. b. Untuk Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) sedang dilakukan pengurusan untuk mendapatkan persetujuan warga 60 orang dan belum terpenuhi,
~ 16 ~
sementara jemaat tidak diperkenankan beribadat di bangunan Jl. Holis No. 278 B karena tempat dimaksud izin peruntukannya untuk rumah tinggal dan pengurus gereja GBKP pada tahun 2013 awal telah menandatangani surat pernyataan yang menyebutkan untuk menggunakan tempat dimaksud sesuai dengan izin peruntukan. 4. Kantor Kementerian Agama, FKUB dan pemerintah daerah senantiasa siap melayani, memfasilitasi dan memenuhi setiap pengajuan permohonan izin rumah ibadat baik sementara maupun permanen sepanjang sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku, sampai saat ini sebanyak 27 permohonan rekomendasi untuk mendapatkan IMB sudah dikeluarkan. Rekomendasi Sejalan dengan kesimpulan di atas, direkomendasikan beberapa hal berikut: 1. Pemerintah daerah (Muspika dan Lurah) perlu menjaga kesinambungan kondusifitas Kota Bandung dengan tetap melayani setiap kebutuhan warga dalam hal administrasi termasuk pelayanan terhadap kebutuahn izin tempat ibadat sepanjang sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku; 2. Mengantisispasi terjadinya protes warga khususnya soal pendirian rumah ibadat perlu dilakukan sosialisasi PBM tahun 2006 kepada masyarakat, aparat pemerintah
~ 17 ~
daerah pengurus FKUB dan tokoh agama sampai pada tingkat kelurahan; 3. Kementerian Agama dan FKUB Kota Bandung: a. dapat mempertimbangkan kembali untuk mengeluarkan rekomendasi untuk Gereja Rehoboth Jemaat Barea setelah ditangguhkan kerena mengingat kondisi sudah cukup kondusif dan secara adminstrasi sudah memenuhi syarat; b. untuk Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) bersifat menunggu karena proses masih di tingkat kelurahan dan Kecamatan. 4. Pengurus Perwakilan Gereja-Gereja dan Perkumpulan Kristen-PGPK Bandung perlu lebih cermat dan hati-hati menerima tawaran pihak ketiga yang berjanji untuk membantu menyelesaikan perselisihan yang terjadi di lingkungan gereja-gereja Kristen.
~ 18 ~