EVEKTIVITAS PELAKSANAAN PELIMPAHAN KEWENANGAN DOKTER KEPADA PERAWAT DI KOTA PALOPO THE EFFECTIVENESS O THE IMPLEMENTATION OF THE DELEGATION OF DOCTORS’ AUTHORITY TO NURSES IN PALOPO CITY
Musakkar¹, Abdul Razak²,Musakkir³
¹Program Magister Hukum Kesehatan, Fakultas Hukum, Universitas Hasanuddin ²Fakultas Hukum, Universitas Hasanuddin,
Alamat Korespondensi : Musakkar, SKM Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar, 90245 Dinas Kesehatan Kota Palopo Provinsi Sulawesi Selatan HP : 081342554405 Email :
[email protected]
Abstrak Efektivitas Pelaksanaan Pelimpahan Kewenangan Dokter Kepada Perawat di Kota Palopo. Penelitian ini bertujuan: Mengetahui bentuk pelaksanaan pelimpahan kewenangan dokter kepada perawat di Puskesmas dan untuk mengetahui faktor yang berpengaruh pelaksanaan pelimpahan kewenangan dari dokter kepada perawat di Puskesmas. Penelitian ini dilakukan dengan metode pendekatan gabungan penelitian yuridis normatif dan penelitian hukum empiris. Pengambilan data empiris dalam Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Kota Palopo dengan sampel perawat 36 orang dan dokter 8 orang. Analisis data dengan menggunakan teknik analisis kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 11 Puskesmas di Kota Palopo tidak memiliki standar operasional prosedur dalam hal pelimpahan kewenangan dokter kepada perawat dan juga dalam Peraturan Menteri Kesehatn Nomor 2052/Menkes/Per/X/2011 tentang izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran tidak dijelaskan lebih rinci prosedur pelimpahan kewenangan dokter kepada perawat, hanya dijelaskan pelimpahan kewenangan itu harus tertulis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelimpahan kewenangan dokter kepada perawat tidak dilakukan secara tertulis, tetapi dilakukan secara lisan dan lewat telpon, pelimpahan yang dilakukan secara tertulis menjadi bukti yang memiliki kekuatan hukum dalam hal pembuktian, dimana jika pada pelaksanaan tindakan yang diberikan terjadi kesalahan atau salah dalam instruksi maka tenaga kesehatan yang bersangkutan harus bertanggungjawab dan bertanggunggugat. Tidak dilaksanakan pelimpahan kewenangan dokter kepada perawat disebabkan oleh karena tidak pernah dilakukan sosialisasi aturan tentang pelimpahan kewenangan, dan pengetahuan hukum dokter dan perawat tentang aturan pelimpahan kewenangan masih kurang
Kata Kunci : Pelimpahan Kewenangan, Dokter, Perawat.
Abstrac This study aim to find out the form of the implementation of the delegation of doctors’ authority to nurse in Community Health Centers; affecting the implementation. This Research was conducted by using the combination of normative legal research and empirical legal research. The results reveal that 11 Community Health Centers in Palopo city do not have the Procedure Operation Standard of delegation doctors’ authority to nurse. In addition, the Regulation of Health Minister Number 2052/Menkes/Per/X/2011 about permit of Practice and the Implementation of Doktors’ Practice does not give a detailed explanation of the procedure of delegating doktors’ authority to nurses. The only regulation mentioned is that the delegation should be given. However, this study reveals that the delegation process is not conducted in writing. It is given verbally or through phone call. Written delegation can become a legal evidence. If there is any mistake happens in the treatment or instruction, the involved health officers should be responsible for the mistake. The delegation of doctors’ authority to nurses has not been well implemented because the regulation has not been introduced. Moreover, doctors, and nurses only limited legal knowledge
Keyword : delegation of authority, doctors’, nurses
PENDAHULUAN Asas legalitas merupakan salah satu prinsip utama yang dijadikan sebagai dasar dalam setiap penyelenggaraan pemerintahan dan kenegaraan pada setiap negara hukum. Undangundang dijadikan sebagai sendi utama penyelenggaraan kenegaraan dan pemerintah (Ridwan, 2006). Menyikapi hal ini dalam bidang kesehatan perlu diatur oleh hukum, disebabkan karena pembangunan bidang kesehatan ditentukan oleh 3 faktor yaitu: Perlunya perawatan kesehatan diatur dengan langkah-langkah tindakan konkrit oleh pemerintah; perlunya pengaturan hukum dilingkungan sistem perawatan kesehatan; perlunya kejelasan yang membatasi antara perawatan kesehatan dan tindakan medis tertentu( Suparto, 2008). Sasaran pengaturan tenaga kesehatan menekankan pada aspek syarat keahlian dan syarat kewenangan. Dokter salah satu komponen utama pemberi pelayanan kesehatan kepada masyarakat yg diperkenankan melakukan tindakan medis. Salah satu tenaga yg berkontribusi terhadap peningkatan derajat kesehatan adalah tenaga perawat yang mempunyai tugas sebatas memberikan asuhan keperawatan dan tidak mempunyai kewenangan melakukan tindakan medis kecuali dalam keadaan darurat dan ada pelimpahan dari dokter (Ta’adi, 2009). Pemerintah mengakui secara faktual bahwa rangkaian tindakan kedokteran tidak sepenuhnya dapat ditangani oleh dokt er akan tetapi harus terlibat tenaga keseatan lain yang dalam hal ini tenaga perawat (Djaelani, 2008). Pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas tidak bisa sepenuhnya dilaksanakan oleh dokter, sehingga banyak pelayanan/tindakan medik yang merupakan kewenangan dokter dikerjakan oleh perawat, juga pelayanan medik di Puskesmas Keliling maupun Puskesmas Pembantu hanya dilayani oleh tenaga perawat. Secara yuridis, tenaga perawat tidak mempunyai kewenangan untuk melaksanakan pelayanan medik. Pasal 73 ayat (3) Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran memberi peluang bagi perawat untuk melakukan tindakan medik jika memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan. Permenkes Nomor 2052/Menkes/Per/X/2011 tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran, dalam Pasal 23 Ayat (1) menyatakan “Dokter atau dokter gigi dapat memberikan pelimpahan suatu tindakan kedokteran atau kedokteran gigi kepada perawat, bidan atau tenaga kesehatan tertentu lainnya secara tertulis dalam melaksanakan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi”. Akan tetapi petunjuk teknis maupun contoh format pelimpahan yang dimaksud Pasal 23 Ayat (1) belum ada. Tahun 2009 seorang perawat di Kaltim, dipidana 3 bulan penjara karena memberikan resep obat kepada masyarakat (News, 2009), hasil penelitian Depkes dan UI Thn 2005, perawat yg menetapkan diagnosis penyakit 92,6 %, membuat resep obat 93,1 %, tindakan
pengobatan 97,5 % penelitian FKM UI di 2 PKM kota dan desa, 92% perawat melakukan diagnosis medis dan 93% membuat resep (Triwibowo, 2010). Tahun 2007 di Kota Palopo, seorang siswa anak Sekolah Dasar meninggal setelah diberikan vaksin DT oleh seorang tenaga perawat Puskesmas. Tindakan tersebut adalah kewenangan dokter namun pada sisi lain pemerintah sangat menyadari serba keterbatasan dokter dalam menjangkau masyarakat terutama daerah terpencil. Terhadap persoalan demikian, maka berdasarkan pandangan yuridis perlunya dibuatkan pelimpahan wewenang dari dokter kepada perawat. berbagai faktor yang berpengaruh terhadap pelaksanaan hukum. Begitu juga dalam efektivitas pelaksanaan pelimpahan kewenangan dokter kepada perawat. Misalnya: Tidak jelasnya pengaturan kewenangan dan prosedur pelimpahan wewenang di Puskesmas, kurangnya sosialisasi dari pihak pemerintah dan organisasi profesi terhadap dokter dan perawat termasuk pengetahuan hukum. Tujuan penelitian mengetahui pelimpahan kewenangan dokter kepada perawat dan mengetahui faktor yang mempengaruhi pelaksanaan pelimpahan kewenangan dokter kepada perawat. METODE PENELITIAN Lokasi dan Jenis Penelitian Penelitian ini dilakukan di 11 Puskesmas Kota Palopo Provinsi Sulawesi-Selatan. Jenis penelitian yang digunakan adalah normatif dan empiris dengan menggunakan metode kualitatif Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh dokter dan perawat yang melaksanakan pelayanan kesehatan di Puskesmas dan jaringannya di Kota Palopo Propinsi Sulawesi-Selatan sejumlah 173 Orang. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 43 orang yang terdiri dari 36 perawat dan 8 dokter. Pengumpulan Data Pengumpulan data primer di daerah penelitian dilakukan dengan menggunakan metode wawancara, observasi dan dokumentasi. sedangkan data sekundernya dilakukan melalui penelusuran kepustakaan baik cetak maupun elektronik. Analisis Data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa kualitatif yaitu meneliti dan menelaah data bahan hukum dan segala jenis informasi dan data yang diperoleh kemudian diuraikan secara logis dan sistematis untuk menjawab permasalahan yang ada pada penelitian ini.
HASIL Standar Operasional Prosedur Tabel 1 memperlihatkan dari 43 responden didapatkan hasil bahwa 100,0 % mengatakan tidak ada standar operasional prosedur pelimpahan kewenangan dokter kepada perawat di Puskesmas Kota Palopo Tabel 2 memperlihatkan bahwa dari 43 responden didapatkan hasil 58,1 % perawat pernah melakukan tindakan kedokteran berupa memberikan pengobatan, 32,6 % perawat melakukan tindakan injeksi/hecting, dan hanya 9,3 % perawat tidak pernah melakukan tindakan kedokteran. Syarat Tabel 3 menunjukkan bahwa bentuk pelimpahan kewenangan dokter kepada perawat Puskesmas di Kota Palopo, secara lisan 72,1 %, dan lewat telpon 27,9 % , sedangkan secara tertulis 0,0 %. Substansi Dasar pelimpahan kewenangan dokter kepada perawat adalah Pasal 23 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2052/Menkes/Per/X/2011 tentang Izin dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran, tetapi Pasal 23 tersebut belum jelas dan tegas mengenai pelimpahan kewenangan dokter kepada perawat. Sosialisasi Berdasarkan tabel 4 menunjukkan bahwa sosialisasi peraturan tentang pelimpahan kewenangan dokter kepada perawat Puskesmas di Kota Palopo tidak pernah dilaksanakan. Pengetahuan Hukum Tabel 5 menunjukkan bahwa terdapat 74,4 % responden tidak mengetahui tentang peraturan pelaksanaan pelimpahan kewenangan dokter kepada perawat, dan hanya 25,6 % menjawab mengetahui. PEMBAHASAN Penelitian ini memperlihatkan bahwa Pelayanan kesehatan di Puskesmas hakikatnya diberikan melalui bentuk pengobatan dan perawatan. Petugas kesehatan, medis, dan paramedis bertanggung jawab untuk memberi pelayanan yang optimal. Tenaga medis, dalam hal ini dokter/dokter gigi memiliki tanggung jawab terhadap pengobatan yang sedang dilakukan. Tindakan pengobatan dan penentuan kebutuhan dalam proses pengobatan merupakan wewenang dokter (Tutik, 2010). Dalam melaksanakan tugas profesinya, seorang tenaga kesehatan perlu berpegang pada kewenangan (Willa 2001). Kewenangan dokter untuk melakukan tindakan kedokteran
disebutkan pada Pasal 35 UU No. 29 Tahun 2004, hanya dapat dilaksanakan oleh dokter. Tetapi Pasal 23 Permenkes No. 2052/Menkes/ Per/X/2011, memberikan izin dokter untuk melimpahkan sebagian kewenangannya kepada perawat, tetapi standar operasional prosedur pelimpahan kewenangan dokter kepada perawat tidak dijelaskan lebih tegas dalam Peraturan Menteri kesehatan tersebut. Tindakan kedokteran dapat dilakukan oleh seorang perawat apabila ada pelimpahan kewenangan dari dokter dan dalam keadaan darurat untuk penyelamatan nyawa seseorang/pasien dan tidak ada dokter di tempat kejadian. Menurut penulis tindakan kedokteran dapat dilakukan oleh perawat Puskesmas apabila ada surat pelimpahan kewenangan dari dokter, sebagaimana diatur pada Pasal 23 ayat (1) Permenkes Nomor 2052/Menkes/Per/X/2011, Tetapi dalam Permenkes tersebut tidak terdapat penjelasan yang tegas mengenai standar operasional prosedur pelimpahan kewenangan. Berdasarkan Pasal 23 Permenkes No. 2052/Menkes/Per/X/2011, dapat diketahui syarat-syarat untuk sahnya pelimpahan kewenangan tindakan kedokteran kepada perawat, yaitu antara lain: pelimpahan dilakukan secara tertulis. Pasal 23 sangat jelas disebutkan bahwa bentuk pelimpahan wewenang yang diberikan dokter kepada perawat harus dilakukan secara tertulis. Namun jika dilihat dari hasil penelitian yang dilakukan di Puskesmas Kota Palopo didapatkan pelimpahan kewenangan dokter kepada perawat tidak dilakukan secara tertulis, tetapi dilakukan secara lisan dan lewat telpon. Padahal menurut penulis salah satu persyaratan perawat untuk melakukan tindakan kedokteran adalah adanya pelimpahan kewenangan secara tertulis dari dokter kepada perawat. Penulis berpendapat bahwa pelimpahan kewenangan dokter kepada perawat Puskesmas di Kota Palopo yang melakukan tindakan kedokteran tidak sesuai dipersyaratkan Pasal 23 Permenkes No.2052/Menkes/Per/X/2011 yang menegaskan bahwa pelimpahan kewenangan dari dokter kepada perawat dalam bentuk tertulis, dan Pasal 10 ayat (1) Permenkes No. HK.02.02/Menkes/148/I/2010 “Dalam keadaan darurat untuk penyelamatan nyawa seseorang/pasien dan tidak ada dokter di tempat kejadian, perawat dapat melakukan pelayanan kesehatan diluar kewenangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8”. Menurut penulis pemberian pengobatan kepada pasien di Puskesmas Kota Palopo tidak dalam kategori dalam keadaan darurat untuk penyelamatan nyawa, tetapi pemberian pengobatan karena faktor dokternya berhalangan dan apabila pasien tidak dilayani akan berdampak pada pelayanan kesehatan di Puskesmas terganggu. Pelaksanaan pelimpahan kewenangan dokter kepada perawat tidak optimal, ternyata disebabkan karena adanya faktor yang mempengaruhi yaitu faktor substansi hukum,
sosialisasi, dan faktor pengetahuan hukum. Salah satu faktor yang menjadikan peraturan itu efektif atau tidak yaitu kaidah hukum atau peraturan itu sendiri (Ruslan, 2011). Di Indonesia kewenangan tenaga medis telah diatur dalam Pasal 35 UU No. 29 Tahun 2009 (Isfandyarie, 2006). Pemerintah mengeluarkan peraturan pelimpahan kewenangan tindakan kedokteran kepada perawat melalui Pasal 23 Permenkes No.2052/Menkes/Per/X/2011. Tetapi menurut penulis Pasal 23 tersebut tidak tegas tindakan kedokteran apa yang dapat dilimpahkan dokter kepada perawat dan apakah setiap kali perawat mendapatkan pelimpahan kewenangan dari dokter harus selalu dibuat ataukah cukup satu kali saja dibuatkan sebagai surat kuasa untuk melakukan tindakan kedokteran, ketentuan ayat (1) tidak diikuti penjelasan maupun petunjuk teknis cara atau standar operasional prosedur pelimpahan kewenangan sehingga menurut penulis ayat (1) perlu lebih dipertegas kalimatnya ataukah setidaknya ada petunjuk teknis lebih khusus lagi untuk dijadikan pedoman atau standar operasional prosedur pelaksanaan suatu pelimpahan kewenangan dokter kepada perawat. Begitupun pada ayat (2), kata kebutuhan pelayanan yang melebihi ketersediaan dokter difasilitas pelayanan, penulis berpandangan bahwa kata tersebut belum jelas maknanya karena belum ada penjelasan atau indikator kapan dikatakan kebutuhan pelayanan melebihi ketersediaan dokter, apakah apabila ada 100 pasien hanya diperiksa oleh 1 orang dokter sudah dapat dikatakan kebutuhan pelayanan melebihi ketersediaan dokter, ketentuan tersebut belum ada pedoman yang dapat diambil sebagai dasar. Sementara ayat (3) huruf e disebutkan tindakan yang dilimpahkan tidak bersifat terus menerus, kata tidak bersifat terus menerus tidak memberikan batasan tidak terus menerus itu berapa jangka waktunya. kata-kata yang tidak jelas maknanya, ketidakjelasan dapat menimbulkan interpretasi ganda. Penulis berpendapat bahwa proses sosialisasi tentang peraturan pelimpahan kewenangan dokter kepada perawat di Kota Palopo perlu dilaksanakan karena memiliki pengaruh yang besar terhadap menumbuhkan kesadaran hukum pada diri seseorang terutama dokter dan perawat. Hal senada yang diungkapkan oleh Menteri Hukum dan HAM RI bahwa sosialisasi berbagai materi hukum perlu terus di upayakan agar setiap perkembangan terbaru mengenai peraturan perundang-undangan diketahui dan dipahami oleh masyarakat. Selain itu pada hasil penelitian juga didapatkan hasil bahwa perawat mengetahui bahwa tindakan kedokteran tidak boleh dilakukan oleh seorang perawat apabila tidak ada surat pelimpahan dari dokter, tetapi kenyataanya ditemukan 58,1 % perawat pernah melakukan tindakan kedokteran berupa memberikan pengobatan, dan 32,6 % perawat melakukan tindakan injeksi/hecting,
pelimpahan kewenangan dokter kepada perawat
puskesmas di Kota Palopo dalam bentuk lisan 72,1 % , lewat telpon 27,9 % , sedangkan secara tertulis 0,0 %. Berdasarkan fakta tersebut penulis berpendapat bahwa tingkat kesadaran hukum perawat di Kota Palopo masih rendah, karena perawat sadar bahwa ada aturan hukum yang mengatur bahwa perawat dilarang melakukan tindakan kedokteran apabila tidak ada pelimpahan secara tertulis dari dokter. Sebagaimana yang dikatakan Soerjono Soekanto menyatakan, bahwa kalau hukum ditaati, maka hal itu merupakan suatu petunjuk bahwa hukum tersebut efektif (dalam arti mencapai tujuannya). Dengan kata lain, peraturan itu efektif apabila para pemegang peran berprilaku positif yaitu berprilaku yang tidak menimbulkan masalah (Ali, 2009) KESIMPULAN DAN SARAN Perawat dapat melakukan suatu tindakan kedokteran apabila ada pelimpahan kewenangan akan tetapi, tidak ada standar operasional prosedur pelimpahan kewenangan dokter kepada perawat. Pelimpahan kewenangan dokter kepada perawat Puskesmas di Kota Palopo belum sesuai dengan yang dipersyaratkan yaitu dilakukan secara tertulis. Pelaksanaan pelimpahan kewenangan dokter kepada perawat Puskesmas di Kota Palopo tidak dilaksanakan secara optimal karena substansi peraturan pelimpahan kewenangan dokter kepada perawat kurang jelas dan tegas, kurangnya sosialisasi kepada dokter dan perawat, sehingga pengetahuan tentang aturan pelimpahan kewenangan dokter kepada perawat tidak diketahui oleh dokter dan perawat. Disarankan Standar operasional prosedur pelimpahan kewenangan dokter kepada perawat perlu lebih dirinci dan tegas dan pelaksanaan pelimpahan kewenangan dokter kepada perawat Puskesmas di Kota Palopo harus dilakukan secara tertulis. Perlunya substansi peraturan pelimpahan kewenangan dokter kepada secara jelas dan tegas, perlunya dilakukan sosialisasi kepada dokter dan perawat tentang peraturan pelimpahan kewenangan dokter kepada perawat, sehingga pengetahuan tentang peraturan pelimpahan kewenangan diketahui oleh dokter dan perawat.
DAFTAR PUSTAKA Ali Achmad , (2009), Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicial Prudence), Kencana Prenada Media Group, Jakarta. Ruslan Achmad, (2011), Teori dan Panduan Praktik Pembentukan Peraturan PerundangUndangan Di Indonesia, Rangkang Education, Yogyakarta. Isfandyarie Anni, (2006), Tanggung Jawab Hukum dan Sanksi Dokter, Prestasi Pustaka, Jakarta. Cecep Triwibowo, (2010), Hukum Keperawatan, Pustaka Book Publisher, Yogyakarta. Djaelani, (2008), Pelimpahan Kewenangan Dalam Praktik Kedokteran Kepada Perawat, Bidan Secara Tertulis Dapat Mengeliminasi Tanggung Jawab Pidana & Perdata, Jurnal Hukum Kesehatan, Ed pertama.Hlm.9 Delik News, (2009), Perawat Tolong Pasien Dipidana,(On Line),http//www.desentralisasi kesehatan, Diakses Tanggal 16 Desember 2012. Ridwan , (2006), Hukum Administrasi Negara, PT RajaGrafindo Persada,Jakarta. Suparto,(2008), Etik dan Hukum di Bidang kesehatan, edisi kedua. Ta’adi, (2009), Hukum Kesehatan Pengantar Menuju Perawat Profesional, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Tutik, (2010), Perlindungan Bagi Pasien, Prestasi Pustaka, Jakarta Willa, (2001), Hukum Kedokteran, Mandar Maju, Bandung
Tabel 1.
Standar Operasional Prosedur Pelimpahan Kewenangan Dokter Kepada Perawat Puskesmas di Kota Palopo
Standar Operasional Prosedur Pelimpahan Kewenangan Dokter Kepada Perawat Ada
Frekwensi
Persentase
0
0,0
Tidak Ada
43
100,0
Jumlah
43
100,0
Sumber: Diolah Dari Data Primer Tahun 2013 Tabel 2.
Tindakan Kedokteran yang Dilakukan Oleh Perawat Puskesmas di Kota Palopo
Tindakan Kedokteran yang dilakukan Oleh Perawat Tidak Pernah
Frekwensi
Persentase
4
9,3
a. Memberikan Pengobatan
25
58,1
b. Melakukan injeksi/Hecting
14
32,6
Jumlah
43
100,0
Pernah
Sumber: Diolah Dari Data Primer Tahun 2013 Tabel 3 : Pelimpahan Kewenangan Dokter Kepada Perawat Puskesmas di Kota Palopo
Pelimpahan Kewenangan
Frekwensi
Persentase
0
0,0
a. Secara Lisan
31
72,1
b. Lewat Telpon
12
27,9
Jumlah
43
100,0
Tertulis Tidak tertulis
Sumber: Diolah Dari Data Primer Tahun 2013
Tabel 4.
Sosialisasi Tentang Peraturan Pelimpahan Kewenangan Dokter Kepada Perawat Puskesmas di Kota Palopo
Sosialisasi
Frekwensi
Persentase
Dilaksanakan
0
0,0
Tidak dilaksanakan
43
100,0
Jumlah
43
100,0
Sumber: Diolah Dari Data Primer Tahun 2013 Tabel 5.
Pengetahuan Responden Tentang Peraturan Pelaksanaan Pelimpahan Kewenangan Dokter Kepada Perawat
Pengetahuan Tentang Peraturan Pelaksanaan Pelimpahan Kewenangan Tahu
Frekwensi
Persentase
11
25,6
Tidak tahu
32
74,4
Jumlah
43
100,0
Sumber: Diolah Dari Data Primer Tahun 2013