EVALUASI KESESUAIAN LAHAN PERMUKIMAN DI PESISIR KOTA PEKALONGAN
(Evaluation of Land Suitability for Settlements in Coastal Area of Pekalongan) TAUFIQURRAHMAN1 1) Mahasiswa MPWK UNDIP Semarang ABSTRAK Kebutuhan lahan permukiman semakin tinggi, namun lahan yang tersedia di perkotaan semakin sempit. Hal ini menjadikan wilayah pinggiran kota sebagai salah satu alternatif lokasi lahan permukiman yang baru dan pada akhirnya memperluas wilayah kota yang telah ada. Oleh karena itu, perlu adanya evaluasi dan penyesuaian antara pengembangan lokasi lahan permukiman dengan kesesuaian lahan yang ada. Dengan mengetahui kesesuaian lahannya, maka dapat dilakukan penyusunan rencana dan tindakan yang akan dilakukan terhadap lahan tersebut. Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi kesesuaian lahan permukiman di wilayah pesisir Kota Pekalongan dengan pembuatan data spasial berbasis SIG sebagai konsep pendekatan penelitian, dan menggunakan software ArcGIS. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif dengan skoring untuk menentukan kesesuaian lahan kawasan permukiman. Analisis dilakukan dengan cara overlay atau menumpang-tindihkan parameter kesesuaian lahan yang telah diberikan skor untuk didapatkan output berupa data spasial kesesuaian lahan permukiman. Hasil penelitian ini adalah data spasial tentang kesesuaian lahan permukiman di wilayah pesisir Kota Pekalongan, dengan hasil evaluasi kesesuaian lahan permukiman eksisting sebanyak 4,10% berstatus tidak sesuai permanen karena berada di kawasan sempadan pantai dan sempadan sungai yang seharusnya merupakan kawasan lindung. Sedangkan evaluasi kesesuaian lahan permukiman rencana tidak mendapati lahan yang berstatus tidak sesuai. Kata Kunci: Data Spasial, SIG, Kesesuaian Lahan Permukiman, Evaluasi Lahan, Pesisir
ABSTRACT Residential land needs are higher, but the lands-availability in urban areas is also narrower. It makes suburb as one of the alternative locations of new land settlement and ultimately expands the existing area of the city. Therefore, the evaluation and adjustment of the development of residential land locations with the land suitability are needed. By knowing the suitability of the land, the preparation of plans and actions to be carried out on the land can be done. This study was conducted to evaluate the suitability of land settlements in coastal areas Pekalongan conducted with GIS-based spatial data generation as a concept of research approaches, and using ArcGIS software. The method used is quantitative method with scoring to determine the suitability of land settlement area. The analysis was performed by means of an overlay or ride overlaid land suitability parameters that have been given a score to obtain the output of spatial data suitability residential land. This research resulted in spatial data on land suitability settlements in coastal areas Pekalongan with the results of the evaluation of the suitability of existing residential land as much as 4,10% permanently not fit because it was in the area coastal border and the area of river border that should be as the protected areas, while the evaluation of the suitability of residential plan area does not have the not appropriate status. Keywords: Spatial Data, GIS, Land Suitability Settlement, Land Evaluation, Coastal
1
PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang memiliki wilayah pesisir yang sangat luas. Menurut koreksi PBB tahun 2008, Indonesia merupakan negara berpantai terpanjang keempat di dunia setelah Amerika Serikat, Kanada, dan Rusia dengan panjang garis pantai Indonesia tercatat sepanjang 95.181 km (Wikipedia). Wilayah pesisir merupakan wilayah yang sangat padat jumlah penduduknya dengan populasi berkisar antara 50-70 % dari total penduduk dunia. Sedangkan di Indonesia, jumlah penduduk yang hidup di wilayah pesisir berkisar 60 % (Rais, dalam Tarigan, 2007:49; Dahuri, 2001:81). Menurut Budihardjo (2009: 91-92), salah satu permasalahan pembangunan di Indonesia adalah kependudukan yang pertambahannya cepat, penyebarannya tidak proporsional, sehingga menimbulkan problem sosial ekonomi. Pemanfaatan lahan untuk permukiman harus diatur dengan baik sehingga sesuai dengan rencana tata ruang kota, dengan mempertimbangkan keseimbangan aspek fisik dan ekologis sehingga tidak sampai terjadi penurunan kualitas lahan (Yunus, 1999). Pemantauan dan evaluasi perkembangan lahan permukiman dengan cara manual akan memerlukan banyak waktu, tenaga dan biaya sehingga pemanfaatan data variabel dan pemetaan dengan Sistem Informasi Geografis (SIG) akan digunakan dalam analisis penelitian ini. Penerapan SIG untuk evaluasi kesesuaian lahan permukiman akan mempermudah dan mempercepat proses analisis data, karena SIG mempunyai kemampuan dalam input, editing dan analisis data (data grafis maupun data atribut) secara akurat (ESRI, 2010; Hanna, K.C. & Culpepper, R.B., 1998). Penelitian ini mengevaluasi kesesuaian lahan dan penggunaan lahan untuk permukiman di pesisir Kota Pekalongan, dengan tahapan yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan melakukan analisis kondisi fisik kawasan, menganalisis kesesuaian lahan permukiman, mengevaluasi penggunaan lahan permukiman eksisting dan lahan permukiman rencana. Dengan melihat data hasil analisis mempergunakan software GIS, dapat dibuat kesimpulan apakah pembangunan permukiman telah memperhatikan dan memperhitungkan kesesuaian lahan atau tidak. METODE PENELITIAN Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan konsep GIS sebagai pendekatan penelitian yang dianggap bisa berfungsi sebagai gambaran atau deskripsi dari situasi nyata di lapangan. Selanjutnya, metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif dengan penggunaan skoring untuk analisis penelitian. Skoring atau nilai tertentu yang ditentukan tersebut merupakan konversi dari setiap parameter dan kondisi eksisting lahan di wilayah penelitian, yang selanjutnya diolah agar dapat menunjukkan kelas kesesuaian lahan permukiman yang bernilai sesuai maupun tidak sesuai. Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang dilakukan pada studi atau penelitian ini dilakukan dengan dua cara yaitu: pengumpulan data primer dan pengumpulan data sekunder. Pengumpulan data primer merupakan pengumpulan data yang dilakukan sendiri di lapangan melalui wawancara, peninjauan lokasi atau pengamatan, dokumentasi, perhitungan, maupun Kuesioner kepada responden. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan kepada responden untuk dijawab. Kuesioner merupakan teknik yang efisien bila peneliti tahu dengan pasti variabel yang akan diukur (Sugiyono, 2009:142). Sedangkan pengumpulan data sekunder dilakukan dengan 2
mencari data yang dimiliki oleh instansi/lembaga terkait (Bappeda, BPS, BMKG, dan lain sebagainya). Kebutuhan data ini diperlukan untuk mendapatkan parameterparameter utama yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu data fisik di wilayah studi, tata guna lahan eksisting, karakteristik tanah, kelerengan, data banjir rob yang rutin terjadi. Selain itu, ditambahkan pula data garis sempadan pantai dan sungai besar yang ada di wilayah studi. Pengolahan dan Analisis Data Teknik pengolahan data dalam penelitian ini adalah teknik pengolahan data secara spasial menggunakan software ArcGIS 10.2. Sedangkan alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah toolbox yang tersedia di dalam aplikasi ArcGIS (Prahasta, 2011). Toolbox di dalam ArcGIS berisi kumpulan alat analisis yang diantaranya berupa proses analisis buffer dan overlay yang dilakukan pada variabel atau parameter yang ditinjau untuk mendapatkan output spasial kesesuaian lahan permukiman pesisir sebagai penyelesaian. GAMBARAN UMUM WILAYAH Kota Pekalongan merupakan bagian dari wilayah Propinsi Jawa Tengah dan merupakan kota pesisir yang terletak di wilayah Jawa bagian utara (pantura) dengan panjang pantai ± 6,15 km. Secara geografis, Kota Pekalongan terletak pada koordinat antara 6°50’44’’-6°55’44’’ Lintang Selatan dan 109°37’55’’-109°42’19’’ Bujur Timur. Kota Pekalongan terbentang dari Utara ke Selatan ± 9 km dan dari Barat ke Timur ± 7 km dengan luas wilayah 45,25 km2 atau sekitar 0,14% dari luas Provinsi Jawa Tengah yang memiliki luas 32.540 km2 (BPS Kota Pekalongan, 2010; Pemkot Pekalongan). Batas-batas wilayah administratif Kota Pekalongan sebagai berikut: sebelah utara: Laut Jawa; sebelah timur: Kabupaten Batang; sebelah barat: Kabupaten Pekalongan; sebelah selatan: Kabupaten Pekalongan dan Kabupaten Batang. Secara umum, wilayah Kota Pekalongan merupakan dataran rendah dengan ketinggian antara 0 - 6 meter dpl. Jenis tanah Kota Pekalongan berwarna agak kelabu berjenis tanah aluvial kelabu kuning dan aluvial hidromorf. Secara geologis, Kota Pekalongan tersusun atas aluvial kelabu, aluvial kelabu kecoklatan serta aluvial hidromorf yang terbentuk oleh endapan tanah berstruktur halus di bagian selatan (BPS Kota Pekalongan, 2010). Sedangkan wilayah studi berupa wilayah pesisir adalah kecamatan Pekalongan Utara yang terletak pada koordinat 0651’00”- 0654’30” LS dan 10938’30”-10942’30” BT.. Berdasarkan data dari BPS tahun 2010, luas wilayah Kecamatan Pekalongan Utara adalah 1.488 Ha. Jumlah penduduk di Kecamatan Pekalongan Utara berdasar Sensus Penduduk 2010 (BPS, 2011) sebanyak 73.159 jiwa. Menurut BPS Kota Pekalongan (2011), penggunaan tanah di Kecamatan Pekalongan Utara menunjukkan adanya aglomerasi kegiatan industri dan perkantoran. Kondisi perekonomian secara umum di Kecamatan Pekalongan Utara didukung oleh sektor pertanian, perikanan, industri, dan pariwisata. Laporan Akhir tahun 2008 mengenai Penyusunan Rencana Zonasi Pesisir Pekalongan Dinas Pertanian, Peternakan, dan Kelautan Kota Pekalongan, menyebutkan bahwa dari 10 kelurahan yang berada di Kecamatan Pekalongan Utara, 9 kelurahan merupakan daerah yang sering mengalami banjir rob karena lokasinya yang memang berada di dataran rendah.
3
Sumber: Bappeda Kota Pekalongan, 2009, dan Hasil Analisis, 2014
GAMBAR 1 PETA ADMINISTRASI KOTA PEKALONGAN KAJIAN PUSTAKA Kawasan Lindung dan Budidaya Di Indonesia, upaya dalam merencanakan penggunaan lahan suatu kawasan yang meliputi pembagian menurut fungsi-fungsi tertentu atau khusus, misalnya untuk fungsi permukiman, fungsi perdagangan, fungsi kawasan industri, dan lain sebagai dijelaskan pula dalam Pedoman Penyusunan RDTR dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota sebagai Lampiran Peraturan Kementrian Pekerjaan Umum no. 20 tahun 2011. Di dalam Peraturan Kemen PU no. 20 tahun 2011 maupun di dalam Peraturan Pemerintah no. 15 tahun 2010, mendefinisikan Kawasan Lindung sebagai wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan. Sedangkan menurut Keppres Nomor 32 Tahun 1990 pasal 1, kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber alam, sumber daya buatan dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan pembangunan berkelanjutan. Sedangkan kawasan budidaya berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum no. 41/PRT/2007 adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan. Kawasan budidaya yang telah ditetapkan dalam RTRW Kabupaten/Kota harus dikelola dalam rangka optimalisasi implementasi rencana. Di dalam Undang-undang no. 26 Tahun 2007 disebutkan bahwa yang termasuk dalam kawasan budidaya adalah kawasan peruntukan hutan produksi, 4
kawasan peruntukan hutan rakyat, kawasan peruntukan pertanian, kawasan peruntukan perikanan, kawasan peruntukan pertambangan, kawasan peruntukan permukiman, kawasan peruntukan industri, kawasan peruntukan pariwisata, kawasan tempat beribadah, kawasan pendidikan, dan kawasan pertahanan keamanan. Kesesuaian Lahan Permukiman Churchill (1999), menyatakan bahwa pembangunan kawasan permukiman pada wilayah yang tidak sesuai akan membahayakan lingkungan sekitarnya bahkan juga jiwa manusia sebagai penghuni kawasan permukiman tersebut. Menurut Notohadiprawiro (dalam Khadiyanto 2005:27), bahwa kemampuan lahan (land capability) dan kesesuaian lahan (land suitability) menentukan kelayakan penggunaan lahan yang menjadi pangkal pertimbangan dalam tata guna lahan. Dengan demikian, tata guna lahan dapat dinyatakan sebagai suatu rancangan peruntukan lahan menurut kelayakannya. Hardjowigeno (2011:184) berdasarkan ketentuan USDA 1983 menetapkan kriteria kesesuaian lahan untuk permukiman (gedung tanpa ruang bawah tanah dan maksimal 3 lantai) berupa: penurunan tanah, banjir, kandungan air tanah, potensi kembang kerut, kelas tanah berdasar Unified, kelerengan, kedalaman hamparan batuan, kedalaman padas keras, prosentase berat batuan, dan bahaya longsor. Sedangkan menurut Kalogirou (2002), evaluasi kesesuaian lahan memperhatikan kepada tiga faktor yang dianalisis bersama dan menghasilkan kelas kesesuaian lahan yang ditinjau. Tiga faktor utama tersebut adalah: 1. Jenis tanah, kelerengan, erosi, dan kondisi alami lahan 2. Kandungan garam 3. Ketinggian air, bahaya banjir, dan drainase. Evaluasi Kesesuaian Lahan Permukiman Menggunakan SIG Pemanfaatan Sistem Informasi Geografis (SIG) menjanjikan pengelolaan sumber daya dan pembuatan model terutama model kuantitatif menjadi lebih mudah dan sederhana. SIG merupakan suatu cara yang efisien dan efektif untuk mengetahui karakteristik lahan suatu wilayah dan potensi pengembangannya. Beberapa contoh upaya pengelolaan dan pelestarian lingkungan yang bisa diolah dan dikembangkan dengan sistem informasi diantaranya dilakukan oleh ahli kehutanan dalam hal pengaturan fungsi kawasan hutan, pemantauan hama, pendataan jenis vegetasi, pendataan lokasi yang memerlukan reboisasi di area yang terdata telah rusak dan gundul, dan rehabilitasi lahan yang kritis dan tidak subur. Ahli perencana perkotaan menggunakan SIG untuk pemetaan rute transportasi, penentuan dan pengaturan tata guna lahan, maupun informasi daerah resapan air dan terlarang untuk hunian. Ahli lingkungan hidup untuk mengolah informasi wilayah yang kadar polusinya terlalu berlebih, memonitor lokasi limbah, dan lain sebagainya (Baja, 2012:151). Lebih lanjut, proses analisis evaluasi kesesuaian lahan menggunakan software ArcGIS dipermudah dengan pembuatan model dengan fasilitas model builder yang merupakan aplikasi atau modul tambahan untuk melakukan otomasi sejumlah urutan proses (dalam pembuatan data spasial) yang selanjutnya dapat diulangi secara presisi kapan dan oleh siapa saja tanpa kesalahan yang berarti. Bahkan, rangkaian model builder ini bisa disimpan dalam toolbox tersendiri (user-made) di dalam panel “ArcToolbox” (Prahasta, 2011:519). HASIL ANALISIS Identifikasi Fungsi Lahan Penelitian ini di awali dengan melakukan identifikasi kesesuaian pemanfaatan lahan lokasi studi dengan tiga parameter dasar berupa kelerengan, jenis 5
tanah, dan intensitas curah hujan. Pengolahan ketiga parameter tersebut dilakukan dengan software ArcGIS menggunakan analysis tool berupa overlay dan skoring sesuai ketentuan SK Mentan No. 837/KPTS/Um/11/1980 dan No. 683/KPTS/UM/8/1981. Selanjutnya dilakukan pula identifikasi dan analisis terhadap sempadan pantai dan sungai besar yang ada di lokasi studi berdasarkan Keppres Nomor 32 Tahun 1990. Pengolahan parameter ini dengan analysis tool berupa buffering sungai besar sejauh 15m dan buffering garis pantai sejauh 100m. Hasil analisis kawasan ini sebagai berikut: TABEL 1 KAWASAN LINDUNG DAN BUDIDAYA No. 1. 2.
Fungsi Kawasan Kawasan Budidaya Kawasan Lindung
Luas (Ha) 1.467,21 147,63
Total Luas (Ha) 1.614,84
Sumber : Hasil Analisis, 2014.
Sumber : Hasil Analisis, 2014.
GAMBAR 2 PETA KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA Analisis Aspek Penelitian ini terdiri dari lima aspek, yaitu aspek fisik lahan, aspek aksesibilitas, aspek prasarana, aspek banjir rob, dan aspek sosial. Klasifikasi setiap aspek terdiri dari lima kelas, yaitu: S1 (sangat sesuai), S2 (sesuai), S3 (kurang sesuai), N1 (tidak sesuai sementara), dan N2 (tidak sesuai permanen). Analisis aspek fisik lahan dilakukan dengan analysis tool berupa overlay peta kelerengan, jenis tanah, dan intensitas curah hujan untuk mendapatkan klasifikasi kesesuaian lahan permukiman berdasar aspek fisik lahan. Hasil analisis lihat Gambar 3. Analisis aspek aksesibilitas ini dilakukan dengan analysis tool berupa buffering peta jaringan jalan kolektor sebagai bentuk aksesibilitas. Dengan demikian, 6
disimpulkan bahwa semakin dekat jarak jalan dengan kawasan permukiman maka akan semakin tinggi kualitas aksesibilitasnya. Hasil analisis lihat Gambar 4. Analisis aspek prasarana lingkungan ini dilakukan dengan analysis tool berupa buffering peta jaringan listrik dan jaringan air bersih sesuai dengan kelas kesesuaian yang telah ditentukan. Selanjutnya, di analisis dengan overlay untuk mendapatkan hasil analisis kesesuaian lahan dari aspek prasarana lingkungan. Hasil análisis lihat Gambar 5. Analisis aspek banjir rob dilakukan dengan cara melakukan overlay parameter yang dianggap berpengaruh terhadap banjir rob di wilayah penelitian, yaitu berupa parameter kedalaman banjir rob, lama genangan banjir rob, tekstur tanah, kemampuan drainase tanah, dan kontur. Hasil análisis lihat Gambar 6. Analisis parameter ini dilakukan dengan cara melakukan overlay parameter sosial yang dianggap berpengaruh terhadap kesesuaian lahan di lokasi penelitian. Parameter yang diikutsertakan adalah ikatan sosial, interaksi sosial, lama tinggal, dan kualitas air bersih. Hasil analisis lihat Gambar 7.
Sumber : Hasil Analisis, 2014.
Sumber : Hasil Analisis, 2014.
GAMBAR 3 PETA ASPEK FISIK LAHAN
GAMBAR 4 PETA ASPEK AKSESIBILITAS
Sumber : Hasil Analisis, 2014.
Sumber : Hasil Analisis, 2014.
GAMBAR 6 PETA ASPEK BENCANA BANJIR ROB
GAMBAR 5 PETA ASPEK PRASARANA LINGKUNGAN
7
Sumber : Hasil Analisis, 2014.
GAMBAR 7 PETA ASPEK SOSIAL Kesesuaian Lahan Ditinjau dari Seluruh Aspek Analisis berikutnya adalah kesesuaian lahan permukiman ditinjau dari keseluruhan aspek untuk menemukan pengaruh keseluruhan aspek yang diikutsertakan terhadap kesesuaian lahan sebagai permukiman. Langkah analisisnya adalah dengan melakukan re-scoring terlebih dahulu untuk menyamakan skor masingmasing aspek menjadi lima klas yang bernilai sama, kemudian dilanjutkan dengan analisis overlay terhadap keseluruhan aspek kesesuaian lahan yang ditinjau. TABEL 2 KLASIFIKASI DAN SKORING SELURUH ASPEK
S1=5 No.
1. 2. 3. 4. 5.
Parameter
Fisik Lahan Aksesibilitas Prasarana Banjir Rob Sosial Interval Skor
Sangat Sesuai 5 5 5 5 5 22-25
Klasifikasi dan Skoring S2=4 S3=3 N1=2 Tidak Kurang Sesuai Sesuai Sesuai Sementara 4 3 2 4 3 2 4 3 2 4 3 2 4 3 2 18-21
14-17
10-13
N2=1 Tidak Sesuai Permanen 1 1 1 1 1 5-9
Sumber : Hasil Analisis, 2014.
Hasil analisis berupa peta kesesuaian lahan ditinjau dari seluruh aspek dapat dilihat pada Gambar 8.
8
Sumber : Hasil Analisis, 2014.
GAMBAR 8 PETA KESESUAIAN LAHAN PERMUKIMAN DARI SELURUH ASPEK Evaluasi Kesesuaian Lahan Permukiman 2009 Analisis ini adalah tahapan untuk melakukan pengecekan kesesuaian lahan permukiman yang telah ada berdasar pada peta tata guna lahan permukiman RTRW Kota Pekalongan tahun 2009, ditinjau atau dicocokkan dengan kesesuaian lahan permukiman berdasar seluruh parameter yang digunakan dalam penelitian ini. Dengan demikian akan diketemukan apakah tata guna lahan di Kota Pekalongan khususnya di wilayah pesisir (Kecamatan Pekalongan Utara) tahun 2009 telah sesuai dengan keseluruhan aspek yang menjadi pertimbangan. TABEL 3 EVALUASI KESESUAIAN LAHAN PERMUKIMAN THN 2009 Klas. S1 S2 S3 N1 N2
Tingkat Kesesuaian Sangat Sesuai Sesuai Kurang Sesuai Tidak Sesuai Sementara Tidak Sesuai Permanen
Luas (Ha) Total Luas (Ha) 85,64 503,89 614,71 25,18
Sumber : Hasil Analisis, 2014.
Hasil analisis berupa peta evaluasi kesesuaian lahan permukiman 2009, dapat dilihat pada Gambar 9.
9
Sumber : Hasil Analisis, 2014.
GAMBAR 9 PETA EVALUASI KESESUAIAN LAHAN PERMUKIMAN THN 2009 Evaluasi Kesesuaian Lahan Permukiman Rencana 2009-2029 Analisis berikutnya adalah pengecekan kesesuaian lahan permukiman rencana 2009-2029, ditinjau atau dicocokkan dengan kesesuaian lahan permukiman berdasar seluruh parameter yang digunakan dalam penelitian ini. Dengan demikian akan diketemukan apakah rencana tata guna lahan permukiman Kota Pekalongan khususnya wilayah pesisir (Kecamatan Pekalongan Utara) tahun 2009-2029 telah sesuai dengan keseluruhan aspek yang menjadi pertimbangan. Dengan mengetahui hasil analisisnya, maka dapat memberikan penilaian terhadap kesesuaian lahan permukiman di masa yang akan datang. TABEL 4 EVALUASI KESESUAIAN LAHAN PERMUKIMAN RENCANA 2009-2029 Klas. S1 S2 S3 N1 N2
Tingkat Kesesuaian Sangat Sesuai Sesuai Kurang Sesuai Tidak Sesuai Sementara Tidak Sesuai Permanen
Luas (Ha) Total Luas (Ha) 94,40 371,99 466,38 -
Sumber : Hasil Analisis, 2014.
Hasil analisis berupa peta evaluasi kesesuaian lahan permukiman rencana, dapat dilihat pada Gambar 10.
10
Sumber : Hasil Analisis, 2014.
GAMBAR 10 PETA EVALUASI KESESUAIAN LAHAN PERMUKIMAN RENCANA KESIMPULAN Berdasar hasil evaluasi lahan permukiman, diketahui bahwa terdapat sedikit ketidaksesuaian penggunaan lahan permukiman di pesisir Kota Pekalongan. Hal ini nampak dari munculnya data kawasan permukiman yang masuk ke dalam kategori “tidak sesuai” pada evaluasi kesesuaian lahan permukiman tahun 2009. Sedangkan pada evaluasi kesesuaian lahan permukiman rencana, tidak ditemukan adanya lahan permukiman yang masuk kategori “tidak sesuai”. TABEL 5 HASIL EVALUASI KESESUAIAN LAHAN PERMUKIMAN PESISIR KOTA PEKALONGAN Klas.
Tingkat Kesesuaian
S1 S2 S3 N1
Sangat Sesuai Sesuai Kurang Sesuai Tidak Sesuai Sementara N2 Tidak Sesuai Permanen Total Luas
Permukiman 2009 Permukiman Rencana Luas (Ha) Persentase Luas (Ha) Persentase (%) (%) 13,93% 20,24% 85,64 94,39 81,97% 76,76% 503,89 371,99 -
-
-
-
25,18
4,10%
-
-
614,71
100,00%
466,38
100,00%
Sumber : Hasil Analisis, 2014.
11
DAFTAR PUSTAKA
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
10. 11. 12. 13. 14.
15. 16. 17.
18. 19. 20. 21. 22. 23. 24.
Baja, Sumbangan. 2012. Perencanaan Tata Guna Lahan dalam Pengembangan Wilayah – Pendekatan Spasial dan Aplikasinya. Yogyakarata: Andi Offset. Budihardjo, E. (2009). Perumahan dan Permukiman di Indonesia. Bandung: Alumni. Churchill, Robin & Lowe, Vaughan. 1999. The Law of the Sea (3rd ed.). UK, Manchester: Manchester University Press. Dahuri, R. 2001. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Jakarta: Pradnya Paramita. Dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pekalongan tahun 2009. 2009. Pekalongan: Bappeda Kota Pekalongan. ESRI. 2010. ArcGIS 9x Tutorial. New York, USA: ESRI. Hanna, K. C., Culpepper, R. B. 1998. GIS in Site Design. USA: John Wiley & Sons. Hardjowigeno, Sarwono. 2011. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tata Guna Lahan (cet. 2). Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Kalogirou, S. 2002. Expert Systems and GIS - An Application of Land Suitability Evaluation. ELSEVIER: Computers, Environment and Urban Systems 26, p. 89– 112. Keputusan Presiden RI no. 32 tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung. 2010. Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia. Khadiyanto, Parfi. 2005. Tata Ruang Berbasis pada Kesesuaian Lahan. Semarang: Badan Penerbit Undip. Kota Pekalongan Dalam Angka 2009. 2010. Pekalongan: BPS dan Bappeda Kota Pekalongan. Kota Pekalongan Dalam Angka 2010/2011. 2011. Pekalongan: BPS dan Bappeda Kota Pekalongan. Lampiran Peraturan Kementrian Pekerjaan Umum no. 20 tahun 2011: Pedoman Penyusunan RDTR dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota. 2011. Jakarta: Kemen PU. Laporan Akhir Penyusunan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir Kota Pekalongan. 2008. Pekalongan: Dinas Pertanian, Peternakan, dan Kelautan Kota Pekalongan. Pemkot Pekalongan. Website Pemerintah Kota Pekalongan. http://www.pekalongankota.go.id. Diakses pada 09 maret 2013. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum no. 40/PRT/M/2007 tentang Pedoman Perencanaan Tata Ruang Kawasan Reklamasi Pantai. 2007. Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah no. 15 tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang. 2010. Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia. Prahasta, Eddy. 2011. Tutorial ArcGIS Desktop untuk Bidang Geodesi & Geomatika. Bandung: Informatika. Prahasta, Eddy. 2011. Tutorial ArcGIS Desktop untuk Bidang Geodesi & Geomatika. Bandung: Informatika. Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung : Alfabeta. Tarigan, M. Salam. 2007. “Perubahan Garis Pantai di Wilayah Pesisir Perairan Cisadane Provinsi Banten”. MAKARA, SAINS, Vol. 11, No. 1, April, hal. 49-55. Wikipedia. Pantai. http://wikipedia.com. Diakses pada 08 maret 2013. Yunus, H. Sabari. 1999. Struktur Tata Ruang Kota. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
12