Evaluasi Sistem Plambing Rumah Susun Wonorejo Surabaya Evaluation of Plumbing System in Rumah Susun Wonorejo Nadia Zahra dan Hari Wiko Indaryanto Jurusan Teknik Lingkungan, Kampus ITS Sukolilo Surabaya. Email:
[email protected]
Abstrak Semakin padatnya lahan di kota Surabaya menyebabkan banyak masalah, antara lain tumbuhnya perumahan kumuh yang disebabkan oleh banyaknya penduduk yang ingin tinggal di kota. Oleh sebab itu pembangunan rumah vertikal atau rumah susun dirasakan perlu digalakkan, salah satunya adalah Rumah Susun Wonorejo. Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No 4 tahun 1988, sebuah rumah susun harus memiliki kelengkapan berupa sistem penyediaan air bersih dan sistem penyaluran air buangan yang memadai. Hal ini yang menyebabkan diperlukannya evaluasi dari sistem plambing dan peralatan saniter. Evaluasi dilakukan pada sistem plambing mencangkup penyediaan air bersih dan penyaluran air buangan. Sistem penyediaan air bersih menggunakan sistem tangki atap. Sistem penyaluran air buangan adalah terpisah antara black water dan grey water. Perhitungan dimensi pipa air bersih menggunakan metode hidrolika. Sedangkan perhitungan pipa air buangan berdasarkan nilai akumulasi unit alat plambing. Hasil evaluasi sistem plambing penyediaan air bersih adalah kapasitas tangki penyimpanan air kurang besar sehingga perlu ditambahkan kapasitasnya dan pipa penyaluran pada jalur e-f, f-g, g-h, m-n, n-o dan o-p sebaiknya dilakukan penggelontoran sesekali agar tidak terjadi pengendapan. Hasil evaluasi sistem plambing penyaluran air buangan adalah dilakukan perbaikan pipa-pipa air buangan dan didapatkan bahwa tangki septik seharusnya dikuras selama 2,5 tahun sekali. Kata kunci: plambing, rumah susun, air bersih dan air buangan.
Abstract Nowdays, the field in Surabaya are getting crowded and causing many problems,for examples: the growth of slum caused urbanization. So, development of flats in Surabaya, like Wonorejo Flat, need to be encouraged. According to Government Regulation No. 4 in 1988, an apartment must have a complete system of water supply and adequate wastewater distribution system. Therefore, evaluation of the plumbing system and sanitary equipmen is needt. The evaluation of the plumbing system are consist of water supply and wastewater distribution. The water supply system is using the roof tank system. The wastewater distribution system is separated between the black water and gray water. The hydraulic method is used to determine dimension of clean water pipe. While, the dimension of wastewater pipes based on accumulation of fixture units. Based on evaluation of water supply plumbing system, the capacity of water storage tanks is not large enough so it is to be enlarged and pipes in line e-f, f-g, g-h, m-n, n-o and o-p should be flushed occasionally to prevent the sedimentation. Evaluation results on wastewater plumbing system is wastewater pipes need to repair and the septic tank should be drained during the 2.5 years. Keyword : plumbing, flat, clean water, waste water.
1. Pendahuluan Semakin padatnya lahan di kota Surabaya menyebabkan banyak masalah, antara lain tumbuhnya perumahan kumuh yang disebabkan oleh banyaknya penduduk yang ingin tinggal di kota. Oleh sebab itu pembangunan rumah vertikal atau rumah susun dirasakan perlu digalakkan, salah satunya adalah Rumah Susun Wonorejo. Rumah Susun Wonorejo dibiarkan kosong tanpa perawatan selama lebih dari satu tahun. Pembersihan bangunan setelah selesai dibangun tidak begitu baik dilakukan, sehingga menyebabkan terjadinya kebocoran dan kerusakan pada alat plambing dan saniter.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No 4 tahun 1988, sebuah rumah susun harus memiliki kelengkapan berupa sistem penyediaan air bersih dan sistem penyaluran air buangan yang memadai. Hal ini yang menyebabkan diperlukannya evaluasi dari sistem plambing dan peralatan saniter. Tujuan dari evaluasi yang dilakukan adalah mengidentifikasi masalah sistem plambing (penyediaan air bersih, penyaluran air buangan) dan memberikan solusi pada permasalahan sistem plambing yang terjadi pada Rumah Susun Wonorejo. Selain itu juga bertujuan untuk memberikan konsep perencanaan dan pengelolaan sistem plambing yang sesuai pada Rumah Susun Wonorejo. Manfaat dari evaluasi ini
adalah untuk memberikan masukan kepada Rumah Susun Wonorejo tentang pengelolaan sistem plambing yang sesuai dengan Rumah Susun Wonorejo.
2. Tinjauan Pustaka Definisi rumah susun dapat didefinisikan sebagai suatu kepemilikan bangunan yang terdiri atas bagian yang masing-masing merupakan satu kesatuan yang dapat digunakan dan dihuni secara terpisah serta dimiliki secara individual berikut bagian-bagian lain dari bangunan itu dan tanah yang merupakan tempat berdirinya bangunan (gedung) itu yang karena fungsinya digunakan bersama, dimiliki secara bersama-sama oleh pemilik bagian yang dimiliki secara individual tersebut (Kuswahyono, 2004). Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No 4 Tahun 1988 Tentang Rumah Susun, rumah susun harus dilengkapi dengan jaringan air bersih yang memenuhi persyaratan
mengenai persiapan dan perlengkapannya juga saluran pembuangan air limbah yang memenuhi persyaratan kualitas, kuantitas, pemasangan. Penentuan dimensi pipa air bersih berdasar atas kebutuhan air pada jam maksimum. Adapun rumus yang digunakan pada penentuan dimensi pipa air bersih adalah sebagai berikut: Hf
Q 1,85 L (0,00155xD2,63 xC) 1,85
..............(7)
Hf
Q 1,85 L (0,2785xD 2,63 xC)1,85
..............(8)
Atau,
Dimana : Hf
= Head Akibat Gesekan
Q
= Debit (m3/dt)
C
= Koefisien kekasaran pipa
D
= Diameter pipa (m)
L
= Panjang Pipa (m)
Apabila tekanan dari pipa tidak cukup untuk mensuplai air ke gedung yang bertingkat maupun tidak tercukupinya kebutuhan maksimal, maka dalam hal ini dapat dilakukan penampungan terlebih dahulu ke dalam tangki-tangki air sebelum didistribusikan ke seluruh sistem. Tangki penampung tersebut adalah tangki bawah dan tangki atap. Tangki dasar berfungsi menampung air bersih untuk kebutuhan sehari-hari yang bersumber dari PDAM. Untuk perhitungan kapasitas tangki dasar menggunakan asumsi besarnya suplai PDAM selama 24 jam dan intensitas pemompaan dari tangki dasar ke tangki atap selama 24 jam. Untuk menentukan kapasitas tangki bawah ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Vr = ( %kumulatif positif – %kumulatif negatif) x Qd ............(9) Dimana :
Vr = Volume tangki air bawah (m3) Qd = Jumlah kebutuhan air perhari (m3/hari)
Tangki atap dimaksudkan untuk menyimpan air untuk kebutuhan singkat, menampung kebutuhan puncak, dan untuk menstabilkan tekanan air sehubungan dengan fluktuasi pemakaian air
sehari-hari. Kapasitas tangki atap ditentukan berdasarkan laju aliran saat semua alat plambing sedang digunakan secara serentak dikali dengan waktu pemompaan. Penentuan kapasitas tangki atap dapat dilihat pada rumus berikut: Vr = Q x t Dimana :
............(10) Vr = Volume tangki atap t
Q = Debit air (l/menit)
= Waktu Pemompaan
Sehingga dapat diketahui banyaknya pemompaan yang dibutuhkan dengan menggunakan rumus berikut: Banyaknya pemompaan Dimana:
=
Qd Vol. Roof Tank
............(11)
Qd = Debit air (m3/hari)
Dalam menentukan kapasitas pompa, perlu diketahui kondisi sistem pemompaan. Pada sistem distribusi air minum, kapasitas yang harus dialirkan tergantung dari kebutuhan air suatu daerah pelayanan (dalam hal ini adalah gedung perencanaan), dimana kebutuhan air ini berfluktuasi tergantung dari pemakaiannya. Head menunjukkan energi atau kemampuan untuk usaha persatuan massa. Dalam pompa, head adalah ukuran energi yang diberikan ke air pada kapasitas dan kecepatan operasi tertentu, sehingga air dapat mengalir dari tempat yang rendah ke tempat yang tinggi. Klasifikasi berdasarkan jenis air buangan dapat dibagi menjadi tiga, yaitu : 1. Sistem pembuangan air kotor. Adalah sistem pembuangan untuk air buangan yang berasal dari kloset, urinal dan lain-lain (black water) dalam gedung dikumpulkan dan dialirkan keluar. 2. Sistem pembuangan air bekas. Adalah sistem pembuangan dimana air buangan yang berasal dari bathtub, wastafel, sink dapur dan lainnya (grey water) dikumpulkan dan dialirkan ke luar. 3. Sistem pembuangan air dari dapur. Adalah sistem pembuangan khusus untuk air buangan yang berasal dari bak cuci di dapur.
Tangki septik merupakan suatu tangki berbentuk persegi panjang, yang biasanya terletak tepat di bawah permukaan tanah dimana air limbah ditahan selama 1-3 hari. Selama waktu tersebut, bahan padat akan mengalami pengendapan hingga ke dasar tangki. Bahan padatan tersebut akan diuraikan secara anaerobik. Pada permukaan tangki terbentuk lapisan buih yang tebal (scum) yang membantu menjaga kondisi anaerobik. Walaupun penguraian dari padatan yang telah mengendap itu cukup tetapi sebagian lumpur (sludge) akan terakumulasi dan harus dibuang pada setiap interval waktu tertentu, biasanya 1-5 tahun sekali.
3. Metodologi Penelitian Penelitian
yang dilakukan menggunakan kerangka acuan sebagai pedoman penelitian.
Kerangka acuan dapat diliat pada Gambar 3.1 berikut.
Gambar 3.1 Kerangka Penelitian
4. Analisa dan Pembahasan Dari hasil survey pada penghuni Rumah Susun Wonorejo didapatkan bahwa kebutuhan air tiap orang tiap harinya adalah 130 lt/org.hari. Nilai kebutuhan air ini ternyata lebih besar daripada nilai yang ditetapkan pada SNI 03-7065-2005 untuk rumah susun, yaitu 100 lt/org.hari. Hal ini dikarenakan penghuni menggunakan air untuk mencuci, memasak dan minum, selain itu air yang masuk dari PDAM selalu lancar sehingga tidak ada kekurangan air. Namun hal tersebut tidak didukung oleh kapasitas tangki dasar dan tangki atap yang mencukupi. Pada tangki dasar, kapasitas hanya mencukupi kebutuhan air tiap harinya namun tidak dapat mencukupi kebutuhan air untuk fire hydrant. Selain itu, kapasitas tangki atap yang kurang besar menyebabkan kerja pompa menjadi sering sehingga membuat pompa mudah rusak. Karena itu diperlukan penambahan tangki atap sebesar 2200 liter untuk mengurangi kerja pompa dan tangki atap dapat memenuhi kebutuhan air tiap jamnya lebih cepat juga menampung lebih banyak air. Dari gambar perencanaan awal Rumah Susun Wonorejo didapat bahwa diameter pipa yang digunakan berbeda dengan yang terpasang pada Rumah Susun Wonorejo saat ini. Penggunaan diameter pipa yang berbeda dengan gambar perencanaan dikarenakan kontraktor menyamakan penggunaan pipa yang sama agar mengurangi biaya pemasangan. Distribusi air bersih di Rumah Susun Wonorejo memang lancar, tetapi akan lebih baik jika pada jalur pipa e-f, f-g dan g-h dilakukan penggantian diameter pipa agar memenuhi kecepatan minimal dalam pipa. Jika penggantian pipa tidak dilakukan maka sesekali pada jalur tersebut harus dilakukan penggelontoran agar tidak terjadi pengendapan pada jalur-jalur tersebut. Pengukuran tekanan air dilakukan untuk mengetahui apakah dimensi yang ada telah mencukupi suplai air yang dibutuhkan. Sebagai acuan dipilih kehilangan tekanan yang paling besar, yaitu pada alat plambing di titik kritis. Hal ini dilakukan agar sisa tekan pada titik lain dapat terpenuhi. Titik kritis dipilih berdasarkan pipa terpanjang dari tangki atap menuju ruang saniter terjauh. Sehingga didapatkan titik kritis adalah pada titik p412. Dari hasil perhitungan diketahui
bahwa pada titik kritis terdapat head sisa tekan 1,839 m. Nilai ini memang belum memenuhi standar tekanan minimum pada alat plambing (sink) 3 m namun air tetap dapat mengalir hingga ke titik kritis. Hal ini menandakan bahwa standar tekanan minimum pada sink tidak harus mencapai 3 m. Namun untuk menjaga agar aliran air tetap lancar ke titik kritis maka dapat dilakukan dengan mengatur tekanan air tiap lantai, dengan cara mangatur bukaan gate valve yang dilengkapi manometer sebagai penunjuk tekanan air dalam pipa. Selain itu dengan mengatur tekanan tiap lantai juga berfungsi mencegah tekanan yang terlalu besar di lantai dasar, lantai 1 dan lantai 2. Karena berdasarkan perhitungan head sisa tekan yang didapat lebih besar dari standar tekanan minimum alat plambing. Kebocoran pada pipa air buangan tidak terjadi di pipa mendatar air buangan, hal ini dapat dilihat secara visual karena tidak adanya air yg menetes. Namun kebocoran terjadi pada pipa tegak air buangan. Kebocoran dapat diketahui dari keluarnya cairan dari pipa tersebut. Kebocoran yang tejadi pada pipa tegak dapat disebabkan karena penyambungan pipa yang kurang tepat juga penggunaan pipa dengan kualitas kurang baik. Selain itu, kebocoran pipa biasa terjadi pada elbow yang disebabkan oleh tekanan air yang besar pada saat penggelontoran, dan karena adanya semen kering ataupun batu yang tertinggal pada pipa dapat menambah tekanan pada pipa. Sebaiknya hal ini tidak dibiarkan namun diperbaiki. Adapun cara memperbaiki pipa tersebut adalah sebagai berikut :
Water closet yang berhubungan dengan pipa yang akan diperbaiki sebaiknya tidak dipergunakan terlebih dahulu.
Kemudian dilakukan pemotongan pada pipa yang kondisinya tidak baik lagi. Pemotongan harus sama sisi agar hubungannya langsung dapat dibuat socket.
Semua sisa potongan pipa yang tidak rata dihilangkan dengan cara mengamplas agar sambungannya semakin baik.
Lapisan permukaan pipa yang hendak disambung diberi larutan pelekat (solven cement) untuk
menguatkan ikatan sambungannya.
Penyambungan dilakukan dengan jalan memasukkan socket pada bagian yang akan disambung dengan jalan memutarnya 1/5 putaran hingga pipa masuk ke dalam sambungan.
Didiamkan selama kurang lebih 25 jam sebelum digunakan kembali. Tangki septik di Rumah Susun Wonorejo terbuat dari beton bertulang dengan ukuran 7 x 1,5
x 2 m, yang terdiri dari dua ruang. Sehingga diketahui bahwa total volume tangki septik adalah 15,75 m3. Saat ini tangki septik di Rumah Susun Wonorejo belum pernah dikuras bahkan ada yang dibobol. Pengurasan pun semakin susah dilakukan karena man hole yang berfungsi sebagai tempat untuk menguras telah tertimbun tanah. Selain man hole, pipa ventilasi tangki septik juga banyak yang hilang. Tangki septik ini terbagi menjadi 2 ruang, dimana ukuran ruang pertama lebih besar dibanding ruang kedua. Secara teori pembagian ruangan ini berfungsi agar lumpur aktif hanya mengisi keruangan bagian pertama dan mencegahnya mengalirnya benda padat melayang ke bagian kedua. Namun jalur aliran yang salah, yaitu melalui bagian bawah baffle, maka teori pembagian ruang ini tidak mungkin dilakukan. Karena dengan melalui bagian bawah maka yang mengalir bukanlah air buangan melainkan lumpur yang telah mengendap di bagian bawah. Seharusnya jalur aliran melalui bagian tengah baffle, karena hal tersebut dapat menghalangi mengalirnya lumpur yang mengendap dan scum yang terbentuk di ruang satu ke ruang dua.
5. Kesimpulan Dari hasil evaluasi dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Masalah yang terjadi pada sistem plambing (penyediaan air bersih, penyaluran air buangan) pada Rumah Susun Wonorejo, yaitu : a. Air Bersih :
Rusaknya pompa mengurangi kerja sistem penyediaan air bersih.
Tangki dasar masih menggunakan sistem buka tutup.
Ruang pompa sering tergenang oleh air dari tangki dasar.
b. Air Buangan :
Penggunaan floor drain yang kurang maksimal.
Letak tangki septik tidak diketahui dan tidak terdapat pipa ventilasi.
Tangki septik tidak pernah dikuras dan dibobol untuk membuat aliran effluen yang baru.
2. Solusi untuk permasalahan sistem plambing yang terjadi pada Rumah Susun Wonorejo. a. Air Bersih :
Pompa diperbaiki dan dimaksimalkan penggunaannya dengan menambah kapasitas tangki atap.
Dilakukan sistem katup pelampung sebagai pengganti sistem buka tutup.
Ruang pompa ditambahkan pompa penguras, selain itu dinding pemisah antara tangki dasar dan ruang pompa sebaiknya diberi lapisan waterproof agar tidak lagi terjadi rembesan. Penggunaan sistem katup pelampung dapat mencegah rembesan air dari tangki dasar ke ruang pompa.
b. Air Buangan :
Sebaiknya floor drain yang terletak di tempat cuci piring ditutup karena tidak pernah digunakan.
Dilakukan pencarian letak tangki septik kemudian diberi penanda terutama pada bagian manhole agar memudahkan pada saat pengurasan. Pipa ven tangki septik ditinggikan melebihi tinggi permukaan tanah.
Dilakukan pengurasan setiap 2,5 tahun sekali dan pipa effluen yang baru ditutup karena dapat menambah pencemaran pada saluran drainase.
3. Konsep pengelolaan sistem plambing yang sesuai dengan Rumah Susun Wonorejo, yaitu : a. Air Bersih :
Tangki dasar yang ada saat ini hanya dapat menampung kebutuhan air bersih, seharusnya memiliki kapasitas lebih besar agar dapat menampung kebutuhan air untuk fire hydrant. Selain itu, sebaiknya tangki dasar menggunakan sistem katup pelampung untuk menghindari rembesan air ke ruang pompa dan agar penjaga tidak perlu membuka-tutup katup pengisi air PDAM.
Kapasitas tangki atap sebaiknya ditambah dengan tangki atap berkapasitas 2,2 m3 agar pada saat jam puncak masih terdapat sisa air yang tertampung di dalam tangki atap. Penambahan tangki atap ini juga dapat memaksimalkan kerja pompa karena dapat mengurangi kerja pemompaan.
Pipa air bersih pada jalur e-f, f-g, g-h, m-n, n-o dan o-p di lantai 1, 2 dan 3 sebaiknya dilakukan penggelontoran sesekali agar tidak terjadi pengendapan. Setiap lantai ditambahkan manometer agar tekanan air dalam pipa diketahui dan dapat diatur tekanan air dalam pipa dengan menggunakan gate valve.
Pemantauan berkala untuk pompa agar kondisinya selalu terjaga dan tidak mudah rusak.
b. Air Buangan :
Penggunaan thrust block sebagai antisipasi terjadinya kebocoran di elbow pipa tegak.
Dilakukan pengurasan setiap 2,5 tahun sekali dan pipa effluen yang baru ditutup karena dapat menambah pencemaran pada saluran drainase
Daftar Pustaka Babbitt, H.E. 1960. Plumbing. New York: Mc-Graw Hill Book Company.
Karnowo dan Anis, S. 2008. Buku Ajar Dasar Pompa. Semarang : Universitas Negeri Semarang.
Kruijff, G.J.W., 1987. Rencana Sistem Tangki Septik. Jakarta : Direktorat Penyehatan Lingkungan Pemukiman.
Kustiyono, A. 2008. Tugas Akhir: Perencanaan Sistem Plambing dan Sistem Fire Hydrant di Mall City of Tomorrow Surabaya. Surabaya: Jurusan Teknik Lingkungan FTSP ITS.
Kuswahyono, Imam. 2004. Hukum Rumah Susun : Suatu Bekal Pengantar. Malang : Bayumedia Plublishing.
Morimura, T. dan Noerbambang, S.M. 2000. Perancangan dan Pemeliharaan Sistem Plambing. Jakarta: PT. Pradnya Paramita.
Nugroho, F. V. 2006. Perencanaan Instalasi Pengolahan Air Limbah RSUD Mappi Papua. Surabaya : Jurusan Teknik Lingkungan ITS.
SNI T–07–1989–F: Tata Cara Perencanaan Tangki Septik. Bandung.
SNI 03-6481-2000: Sistem Plambing. Jakarta.
SNI 03-7065-2005: Tata Cara Perencanaan Sistem Plambing. Jakarta.