EVALUASI PERUBAHAN POLA SPEKEL TERHADAP PERGESERAN SUDUT POLARIZER MENGGUNAKAN METODE ELECTRONICA SPECKLE PATTERN INTERFEROMETRY (ESPI) 1)
Agus Budiono, 2)Agoes Soetijono Jurusan Fisika, Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2011 Abstrak Telah dilakukan penelitian pola spekel terhadap pergeseran sudut polarizer dengan menggunakan Electronic Speckle Pattern Interferometry (ESPI), dimana hamburan permukaan yang merupakan pola butiran gelap-terang dengan kecerahan tinggi direkam menggunakan CCD (webcame). Pola spekel terbentuk karena hasil interferensi cahaya terhambur dari permukaan yang disinari dengan berkas cahaya koheren (laser He-Ne). Untuk menganalisasi perubahan pola spekel terhadap pergeseran sudut polarizer dengan cara mensubtraksi pola spekel sebelum diberi polarizer dengan sesudah diberi polarizer pada sudut 00, 300, 600 dan 900. Dari data hasil pengamatan didapatkan pengaruh pergeseran sudut polarizer terhadap distribusi intensitas antara 0˚, 30˚, 60˚, dan 90˚ sangat sensitif dan secara berurutan mengalami penurunan Kata kunci : Speckle, polarizer, laser, ESPI I. PENDAHULUAN Laser sebagai cahaya monokromatik dan koheren banyak memberikan kontribusi dalam bidang pengukuran dan instrumentasi. Holografi, spekel, dan moire melengkapi deretan metode optik yang sudah ada dan memberikan sumbangan terhadap kemajuan bidang uji tak merusak (non-destructive testing, NDT) di dunia industri. Spekel sebagai salah satu fenomena fisis dari pantulan permukaan objek ketika disinari cahaya laser yang koheren (laser speckle) memberikan informasi objek berupa butiran butiran gelap dan terang. Informasi objek (pola spekel) ini selanjutnya dikembang menjadi berbagai macam teknik pengukuran (angelica svanbro,2004). Pemanfaatan CCD kamera sebagai perekam pola spekel memberikan pengembangan pada pengolahan citra secara digital. Berdasarkan inilah dikenalkan berbagai macam teknik pengukuran berbasis spekel, antara lain spekel korelasi (speckle correlation), spekel interferometer (speckle interferometry),
holografi interferometer (holography interferometry). Pada spekel interferometer, secara prinsip merupakan proses pengurangan hasil perekaman pola spekel oleh CCD dari objek sebelum dan sesudah diberikan ganguan. Sehingga teknik ini banyak digunakan untuk pengukuran permukaan kekasaran, mengetahui kerusakan objek (deformasi), getaran (vibration), dalam aplikasi keamanan dan sebagainya. Pada peper ini akan dilakukan penelitian dengan judul " Evaluasi Perubahan Pola Speckle Terhadap pergeseran Sudut Polarizer Dengan Metode Electronic Speckle Pattern Interferometry (ESPI). Plat almunium dengan kekasaran sedimikian rupa digunakan sebagai penghasil pola spekel yang selanjutnya direkam menggunakan CCD (charge coupled device). Penempatan polarizer dengan sudut yang variasi pada salah satu sinar laser diharapkan dapat berfungsi sebagai variasi
kontras pola frinji yang terbentuk (Ricardo Arizaga,2002). Adapun untuk menganalisasi perubahan pola spekel terhadap pergeseran sudut polarizer dalam penelitian digunakan metode Electronic Speckle Pattern Interferometry (ESPI). Yaitu mensubtraksi pola spekel sebelum diberi polarizer dengan sesudah diberi polarizer pada sudut 00, 300, 450 , 600 dan 900. Teknik ini berdasarkan pada prinsip interferensi atau panduan dua atau lebih gelombang cahaya yang mempunyai beda fase yang konstan ( koheren ). Sumber cahaya yang digunakan dalam penelitian ini adalaha laser He-Ne.
(Svanbro, 2004). 2.2 Ukuran Spekel Berdasarkan cara terbentuknya, ada dua macam pola spekel, yaitu : pola spekel objektif dan pola spekel subjektif. Pola spekel objektif yaitu pola titik- titik terang di udara, sedangkan pola spekel subjektif terjadi bila cahaya laser yang terpantul dari benda tersebut difokuskan pada layar.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Dasar Spekel (a) Pola spekel subjektif
Pengukuran spekel sangat penting dan berkembang dalam teknik pengukuran secara optik. Teknik spekel memanfaatkan pola acak bintik – bintik terang dan gelap yang terbentuk dari pemantulan tidak teratur ketika sebuah obyek disinari laser koheren (laser speckles). Pola random yang berupa bintik-bintik terang gelap sangat halus selanjutnya disebut pola spekel sebagai hasil pemantulan difusi dari sebuah obyek baik diamati secara langsung atau dengan menggunakan kamera (Gambar 2.1a dan b). Spekel hanya akan terjadi bila variasi ketinggian permukaan obyek lebih besar dari pada panjang gelombang () cahaya yang digunakan.
(b) Pola spekel objektif Gambar 2.2. Pembentukan pola spekel
Ukuran Spekel diturunkan dari teori difraksi dengan hasil dibawah ini. Ukuran spekel pada pola spekel objektif dobj ditentukan oleh persamaan (lihat Gambar 2.2) dobj = dengan ;
,
(2.1)
A = 2a = luas bagian yang disinari, L = jarak dari objek ke bidang pengamat, F = apertur kamera,
Gambar 2.1 (a) Skematik spekel terhadap detector, (b) Pola spekel
= panjang gelombang sinar laser yang digunakan
Sedangkan ukuran spekel pada pola spekel subjektif, dsub adalah,
2.3 Teknik Pengukuran Spekel ( Speckle Interferometry)
(2.2)
Studi pengukuran spekel pada permukaan kasar sudah banyak dilakukan dimana menghasilkan pola interferensi ketika gelombang yang dipantulkan dan gelombang referensi berinterferensi akan menghasilkan pola spekel dengan variasi phase dan amplitudo.
Berdasakan persamaan- persamaan diatas, terbukti bahwa ukuran spekel pada bidang bayangan (citra) ditentukan oleh aperture kamera, maka ukuran spekel semakin besar.
Interferometer holografi, ditemukan oleh Stetson dan Powell pada tahun 1965, dimana dua holografi sebelum dan sesudah deformasi direkam secara bersamaan pada plat photografi yang sama. Pada tahun 1970, perekaman secara elektronik digunakan sebagai pengganti plat fotografi, sekarang ini , CCD detektor biasa digunakan. Dan teknik penggunaan ini disebut Electronic Speckle Pattern Interferometry (ESPI). Untuk meningkatkan kekontrasan frinji dan memungkinkan pengukuran fase diperkenalkan teknik temporal phase-stepping. Sedangkan untuk rekontruksi obyek sekarang telah dibuat secara numerik pada komputer dan ditampilkan pada monitor TV, artinya bahwa rekontruksi secara optik tidak lagi dibutuhkan. Sebagai kesimpulan, perekaman dan proses pengukuran data dapat dilakukan semua secara digital dan teknik ini selanjutnya disebut : Digital Speckle Pattern Interferometry (DSPI), TV holography dan speckle interferometry (SI) (Svanbro,2004).
dsub =
= 1,22
,
dengan l = jarak lensa ke bidang pengamat, = , adalah numerical aperture lensa
Gambar 2.3. Efek pelipatan dua ukuran spekel bila pola spekel ditambah berkas uniform
Bila sebuah berkas dengan intensitas yang kuat, koheren dan merata (uniform) ditambahkan pada pola spekel, akan terjadi interfrensi antara central beam dengan wavelets yang membentuk spekel tersebut. Sudut maksimum dari interfrensi ini setengah dari sudut maksimum interfrensi wavelets. Hal ini akan menyebabkan ukuran spekel menjadi berlipat dua (liat persamaan 2.2 dan difinisi α). Ilustrasi Gambar 2.3. Perubahan akibat perbedaaan fasa antara berkas objek dan berkas acuan dideteksi sebagai fluktuasi intensitas yang mengandung informasi tentang citra. Bila informasi tentang perbedaan objek diinginkan secara utuh, maka harus diperoleh kontras yang maksimum yang artinya ukuran spekel harus terekam secara utuh oleh detektor. Bila resolusi spekel detektor tidak cukup memadai untuk bisa merekam spekel secara utuh, kontras akan menurun karena adanya efek perata-rataan (Dini, 1994).
Secara aplikasi, pola spekel yang dihasilkan dari teknik pengukuran diatas baik ESPI, DSPI maupun TV holografi banyak digunakan dibidang test tak merusak (NDT), seperti pengukuran kekasaran, uji deformasi, analisa vibrasi (vibration) dan sistem keamanan optik. Pada sistem keamanan, pemrosesan informasi secara optik menunjukkan potensi yang sangat besar untuk aplikasi keamanan. Teknik penyandian dengan menggunakan fase random, stream ciphers, optical correlators dan sebagainya. Kartu memori merupakan keamanan
yang paling mewah dalam dunia optik. Kesemuanya itu menggambarkan kesempatan untuk berkarya dengan biaya murah guna bersaing dengan pemrosesan digital dalam melakukan verifikasi (Arizaga, 2002).
matematis hasil pengurangan dari pergeseran sudut polarizer adalah sebagai berikut : (
| | |
)
(
)|
(2.3)
Dengan : 2.4 Kepekaan Polarisasi Menggunakan Metode ESPI Konsep dasar ESPI adalah dengan merekam citra spekel objek uji sebelum perlakuan dan sesudah perlakuan dengan kamera CCD dan selanjutnya disimpan di memori komputer untuk diolah. Pengolahan yang utama adalah mengurangkan kedua buah citra tersebut piksel per piksel dan hasilnya ditampilkan di layar monitor dalam bentuk pola frinji. Perlakuan yang dilakuakan seperti pengukuran kekasaran, uji deformasi, analisa vibrasi (vibration) dan sistem keamanan optik. Pada sistem keamanan optik misalnya yaitu polarizer sebagai alat untuk melakukan coding dan decoding memenfaatkan kepekaan terhadap pergeseran sudut polarizer seperti pada Gambar2.4.
(
) = Distribusi Intensitas
(
)= Beda Fase Hasil Pengurangan
C
= Amplitudo = Variasi polarizer (Arizaga, 2002)
III. METODOLOGI PENELITIIAN 3.1 Prosedur Percobaan Sebelum melakukan penelitian maka dipersiapkan sampel yang akan digunakan yaitu plat alumunium. Permukaan plat alumunium dihaluskan menggunakan amaplas berukuran 1200, dimana dalam prosesnya pengamplasan dilakukan dari ukuran amplas paling kasar hingga paling halus secara berurutan yaitu 120, 220, 400, 600, 800, 1000, 1200 guna untuk mendapatkan bahan uji yang diharapkan. BS 𝐂𝟐
Laser P R
Gambar 2.4 Skema alat teknik ESPI polarizer
Perekaman citra yang dilakukan adalah dengan mengambil pola spekel sebelum diberi polarizer dan sesudah diberi polarizer selanjutnya disimpan di memori komputer untuk diolah. Seperti metode ESPI pada umumnya yaitu melakukan proses pengurangan pola spekel tanpa polarizer dengan pola speckle menggunakan pergeseran sudut polarizer, secara
𝐂𝟏
MO
MO
S
Gambar 3.1 a) dan b) Sistem ESPI berkas ganda untuk mengamati pengaruh pergeseran sudut polarizer pada pola spekel.
Sumber cahaya monokromatis dan koheren yang berasal dari laser He-Ne memancarkan berkas cahayanya pada beam splitter (BS), dimana berkas cahaya laser terbagi
menjadi dua arah yang saling tegak lurus yaitu pada berkas pertama melewati polarizer menuju cermin (C1) kemudian dikembangkan menggunakan lensa mikroskop objektif (MO) sehingga seluruh permukaan dapat diterangi dan menghasilkan pola spekel. Dengan cara yang sama berkas kedua diarahkan ke cermin (C2) kemudian dikembangkan menggunakan lensa mikroskop objektif (MO) langsung menerangi objek. Kedua berkas akan saling bertemu dan berinterfrensi menghasilkan pola frinji yang bersifat spekel pada permukaan uji. Citra spekel ini kemudian diamati menggunakan kamera CCD berupa butiran butiran gelap-terang dengan kecerahan tinggi. Selanjutnya dilakukan pengambilan data dengan merekam pola interfrensi hamburan permukaan plat alamunium menggunakan polarizer dan tanpa polarizer . Untuk perekaman pola interfrensi hamburan permukaan menggunakan polarizer dilakukan variasi pergeseran sudut yaitu 0˚, 30˚, 60˚, 90˚ yang kemudian hasil perekaman disimpan di memori komputer untuk selanjutnya diproses secara elektronik piksel per piksel dan hasilnya ditampilkan dilayar monitor berupa bentuk frinji spekel. 3.2 Pengolahan Citra Setelah didapatkan data hasil percobaan berupa citra pola speckel yaitu pola hamburan berupa butiran gelap-terang dari hasil hamburan permukaan plat alumunium yaitu menggunakan polarizer dan tanpa polarizer yang disimpan di memory komputer, selanjutnya diolah menggunakan softwer imageJ. Pertama semua data hasil pola foto spekel dikonversi dari model warna RGB menjadi model warna grayscale yang kemudian dilakukan proses pengurangan antara pola interfrensi awal tanpa menggunakan polarizer dengan pola interfrensi yang dihasil mengunakan pergeseran sudut polarizer 0˚, 30˚, 60˚, 90˚.
(a)
(b)
Gambar 3.2. a) pola spekel b) pola frinji
Dari data hasil pengurangan kemudian di FFT (Fast Fourier Transform) sehinggga didapatkan pola frinji seperti terlihat pada Gambar 3.2.b. IV. ANALISA DAN PEMBAHASAN Berkas cahaya monokromatis dan koheren yang digunakan berasal dari laser HeNe. Dimana dalam pengambilan data terdapat dua tahap yaitu tahap pertama pengambilan data tanpa menggunakan polarizer dan tahap kedua pengambilan data menggunakan pergeseran sudut polarizer 0˚, 30˚, 60˚, 90˚. Pola spekel yang diamati direkam menggunakan kamera CCD yang kemudian disimpan dimemori komputer untuk diproses secara elektronik. Untuk mendapatkan pola frinji dilakukan beberapa proses pengolahan citra digital yaitu diantaranya mengkorversi model warna RGB ke model warna grayscale, proses pengurangan citra pola spekel pixel per pixel yang selanjutnya data hasil pengurangan di lakukan proses FFT sehingga didapatkan pola frinji dan diamati distribusi intensitasnya sebagai berikut.
Grayscale
Piksel
Grayscale
(a) 0˚
Piksel
Grayscale
(b) 30˚
Piksel
Grayscale
(c) 60˚
(d) 90˚
Piksel
Gambar 4.1 Citra hasil pengurangan pergeseran sudut polarizer (a) 0˚; (b) 30˚, (c) 60˚, dan (d) 90˚
Pada perbaikan citra setelah proses pengurangan dengan metode transformasi FFT, bertujuan untuk memperbaiki pola frinji yang terbentuk. Transform Fourier berfungsi untuk mengubah domaian spasial menjadi domain frekuensi, yaitu dengan merepresentasikan citra spasial sebagai suatu penjumlahan eksponensial kompleks dari beragam frekuensi, magnituda, dan fasa, sehingga kita dapat mengakses karakteristik geometris dari sebuah citra domain spasial. Distribusi Intensitas Terhadap Pergeseran Polarizer. Pengaruh polarizer terhadap pola spekel yang terbetuk dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan (Henao, 1996) : (
)
| | |
(
)|,
Dimana C adalah komplek amplitudo, diamsumsikan dalam keadaan konstan dan sama pada masing kedua lintasan optik, ( ) representasi fase dari hasil pola spekel pada posisi pixel ( ), dan merupakan variasi arah polarisasi .Karenanya ketika arah polarisasi tepat ( ) tampak layar TV hitam, tidak ada perubahan materi pola spekel. Sebaliknya ada pola spekel dengan gray level. Kejadian ini memberikan informasi penyandian pada tampilan intensitas (Arizaga, 2002).
Gambar 4.2 menunjukkan gambar berturutturut korelasi pola frinji sebagai representasi polarisasi linear yang diputar pada salah satu lengan interferometer. Perubahan kecerahan frinji mudah dilihat pada masing-masing histogram. Histogram ini diambil di sepanjang horizontal yang sama untuk setiap gambar. Pada hasil pengurangan tidak ada perubahan pola frinji, hal ini disebabkan cahaya terpolarisasi linier dimana polarisasi ini terbentuk jika frekuensi ω dan fase awal dari kedua gelombang sama, dan arah perambatannya sejajar bidang, sehingga cahaya yang diterima oleh CCD tidak mengalami perubahan posisi dan begitu pula ketika pergeseran sudut polarizer tidak merubah posisi jatuhnya berkas cahaya melainkan hanya merubah arah getar rambat cahaya dan hal tersebut berpengaruh terhadap distribusi intensitas. Tampak pada distribusi grayscale memberikan informasi variasi penurunan intensitas. Disinilah kita dapat memanfaatkan kejadian fisis ini sebagai sebuah penyandian. Pemutaran arah polarisasi tidak memberikan perubahan pola spekel, sehingga tidak ada variasi frekuensi pada pola frinji (Arizaga, 2002).
5.1 KESIMPULAN Dari hasil analisa data dan pembahasan yang telah dilakukan maka didapatkan kesimpulan sebagai berikut :
190
Grayscale
180
90˚
170
60˚
160
30˚
150
0˚
140 130
1
101
201
301
401
Piksel
Gambar 4.2 Distribusi intensitas
501
- Dengan menggunakan software ImageJ pada evaluasi pola speckle nampak bahwa dapat dianalisa Distribusi Intensitas akibat pengaruh pergeseran sudut polarizer. - Tidak ada pergeseran fase akibat pengaruh pergeseran sudut polarizer pada pola speckle. - Distribusi intensitas akibat pergeseran sudut polarizer sangat sensitif. - Distribusi Intensitas antara pergeseran sudut 0˚, 30˚, 60˚, 90˚ secara berurutan semakin menurun.
5.2 SARAN Untuk pekerjaan penelitian selanjutnya penulis menyarankan : - Menggunakan bahan yang lebih reflektif dan dengan permukaan objek yang lebih halus. - Pengukuran OPD (Optical Part Difference) lebih teliti, yaitu lokasi peletakan detektor CCD dan sumber cahaya. - Pembuatan software operasi poal speckle dan interface dalam pengambilan data pola speckle. DAFTAR PUSTAKA Arizaga, R., end Torroba, R., August 2002. "Digital polarirization-Sensitive Speckle Correlation as Security Validation Technique". International Journal for Light and Electron Optics. Optics 113, No. 18 (2002) 336 – 336. Arizaga, R., end Torroba, R., Nopember 2002. "Validation Through a Binary Key Code and Polarization Sensitive Digital Technique", International Journal for Light and Electron Optics. Elsevier : Optics Communication 215 (2003) 31-36. Brigham, Organ.E. (1974). The Fast Fourier Transform, Englewood Cliffs, N.J : Prentice Hall. Dini Andini., 1994. " Pengaruh Pemakaian Aperture Besar Pada Digital Speckle Pattren Interferometry (DSPI). ISSN 0852-002 X, PPI – KIM 1994. Edi Tri Astuti dan Rini Windiastuti, 2000. " Pengaruh Pemakaian Kamera Interface dan Non-Interface Dalam Perolehan Citra Interferometri-Speckel". Prosiding Simposium Fisika Nasional XVIII, April 2000 : 239243. Edi Tri Astuti, Dini Andini, dan Rusman Rusyadi., 2000. "Teknik DSPI (Digital Speckle Pattern Interferometry)
Sebagai Sarana Teknologi Pengujian Alternatif Di Industri". ISSN 0852-002 X- PPI- KIM 2000. Edi Tri Astuti, Suprapedi, Muchtiar, Rika Suriamah, Agus Sudiono, Endang Hamida, dan Adang Suhendi., 2003. "Pengembangan Teknik Interferometri Optik Untuk Pengujian Sifat Mekanik Secara Statik dan Dinamik Pada Solid Material". Pusat Penelitian FisikaLIPI Pemaparan Hasil Litbang 2003. Edi Tri Astuti, Suprapedi, Yoshida, dan Dini Andiani., 1995. "Menentukan Deformasi Objek Dengan Teknik ESPI", Seminar Ilmiah Hasil Penelitian dan Pengembangan Bidang Fisika Terapan LIPI. Edi Tri Astuti., 2001. "Visualisasi Pola Frinji Berbasis Interferometri Optik Pada Pengujian Statis dan Dinamis Plat Alumunium". Kontribusi Fisika Indonesi LIPI. Vol.12 No.2. Endang Susilo, Ali Yunus, dan Gatut Yudoyono. 2003. OPTIKA (diktat), Yanasika ITS, Surabaya. Henao,R. Tagliaferri, A., end Torroba, R., June 1996. "Digital Polarization Sensitive Speckle Pattern Interferometer", International Journal for Light and Electron Optics. Elsevier : Optics Communication 127 (1996) 14-18.