Evaluasi Perbaikan Safety Behavior Pekerja dengan Metode Behavior-Based Safety pada Usaha Kecil Menengah
1
(Studi Kasus : UKM Logam UD Aji Batara Perkasa Mandiri Ngingas, Sidoarjo) Bresti Alma Mustikaningrum, Dr. Ir. Sri Gunani Partiwi, M.T. Jurusan Teknik Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia E-mail:
[email protected],
[email protected] Abstrak - Usaha Kecil Menengah (UKM) merupakah salah satu usaha yang menyerap 60 persen angkatan kerja di Indonesia. UKM di Indonesia terdiri dari berbagai jenis dan beragam risiko bahaya yang dapat ditimbulkan. UD Aji Batara Perkasa Mandiri (ABP) merupakan salah satu UKM logam di Desa Ngingas, Sidoarjo yang memiliki tingkat risiko besar terhadap pekerjaan dan sering terjadi kecelakaan kerja. Kebanyakan kecelakaan kerja yang dialami disebabkan faktor unsafe behavior pekerja, diantaranya ketidaktaatan penggunaan APD, merokok di area kerja, dan lain-lain. Dalam penelitian ini dilakukan evaluasi terhadap aspek safety yang ada pada UKM dalam upaya perbaikan unsafe behavior dengan penerapan metode Behavior-Based Safety pada UD ABP. Metode ini berguna untuk meningkatkan nilai safety performance index dari pekerja UKM sebagai indikator behavior pekerja. Langkah-langkah yang dilakukan antara lain menghitung error dengan metode SHERPA untuk penentuan departemen amatan, risk analysis untuk identifikasi risiko bahaya departemen amatan, selanjutnya mengidentifikasi unsafe behavior amatan yang menjadi dasar untuk observasi kondisi eksisting dengan Critical Behavior Checklist (CBC). Dilakukan pula penyebaran kuisioner dan wawancara kepada pihak terkait, Root Cause Analysis untuk mengetahui akar penyebab unsafe behavior, yang kemudian menjadi input dari rekomendasi perbaikan dan proses implementasi. Setelah proses implementasi, dilakukan evaluasi pasca implementasi dan pengujian nilai safety performance index menggunakan uji statistik paired-t test. Hasil dari penelitian ini adalah perubahan unsafe behavior pada departemen coating berdasarkan proses implementasi yang dilakukan berupa pemberian safety manual book kepada pekerja tetap, penempelan tiga jenis poster, dan pengadaan APD. Proses implementasi dilakukan selama satu bulan dengan hasil terjadi peningkatan nilai safety performance index sebesar 11,83%. Kata Kunci : UKM, Unsafe Behavior, Safety Performance Index, Behavior-Based Safety.
I. PENDAHULUAN Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) merupakan aspek yang sangat penting bagi perusahaan, terutama bagi perusahaan yang berbasis manufaktur. Aspek K3 dalam perusahaan ini secara langsung dapat berpengaruh terhadap kinerja serta produktivitas perusahaan itu sendiri. Faktanya, penerapan K3 di Indonesia masih belum diimplementasikan dengan merata, apalagi di perusahaan yang masih dalam taraf berkembang seperti pada Usaha Kecil Menengah (UKM) yang masih jauh dari apa yang diharapkan sesuai peraturan pemerintah (Sutjana, 2006). Hal tersebut mengakibatkan banyaknya angka kecelakaan yang terjadi di Indonesia yang dibuktikan dengan data BPS tahun 2007-2011 beserta kerugian materi yang dialamai perusahaan seperti pada grafik berikut.
Gambar 1. Angka Kecelakaan Kerja dan Kerugian Materi (Sumber : BPS, 2012)
Tabel 1 menunjukkan jumlah angka kecelakaan kerja di Indonesia setiap tahun semakin meningkat dengan jumlah biaya (cost) yang ditanggung perusahaan juga semakin besar. Hal ini menunjukkan kurangnya kesadaran setiap pekerja dan perusahaan terhadap K3. Pemahaman K3 bagi perusahaan maupun UKM sangat dibutuhkan karena hampir 70 persen UKM tidak memahami pentingnya K3 dan berdampak pada daya saing produktivitas (Islami, 2013). Faktor penyebab terjadinya K3 yang buruk di kebanyakan UKM Indonesia tidaklah berbeda jauh dengan Usaha Menengah Besar (UMB) yaitu sumber energi yang tidak dapat dikendalikan dan faktor tindakan tidak aman (unsafe action), kedua faktor tersebut merupakan penyebab terjadinya kecelakaan kerja di UKM (Suwaji, 2007). Kebiasaan dan perilaku pekerja yang kurang sehat dan kurang baik, misalnya posisi dalam bekerja yang tidak benar, kebiasaan buruk dalam bekerja, bergurau dengan pekerja lain ketika bekerja, dan tidak menggunakan APD sesuai aturan. Di Indonesia sendiri sekitar 60 persen angkatan kerja saat ini terdiri dari UKM (ILO, 2012). Di Jawa Timur sendiri UKM yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan adalah salah satunya UKM logam di desa Ngingas, Kecamatan Waru, Sidoarjo. UKM jenis ini sangat berhubungan dengan bahaya dan keselamatan di area kerja karena proses manufakturnya melalui serangkaian permesinan dan beberapa proses yang memiliki potensi risiko kecelakaan kerja cukup besar. Menurut Heinrich (1930) dalam teori domino, menggolongkan penyebab kecelakaan kerja menjadi dua yaitu unsafe action dan unsafe condition. Perilaku tidak aman dapat berupa kondisi fisik dan psikologis pekerja, kurangnya ketrampilan dalam bekerja, tidak menggunakan APD, dan lain-lain. Sedangkan unsafe condition ini berupa kondisi kerja yang tidak aman, misal lingkungan kerja kotor/tidak rapi, tidak kondusif Pada penelitian ini, objek yang diamati adalah UKM logam UD Aji Batara Perkasa Mandiri, Desa Ngingas, Waru, Sidoarjo yang dikelola oleh Bapak Syamsul Anam
2 dengan jumlah karyawan kurang lebih 110 orang. UKM ini sering terjadi kecelakaan kerja yang mengakibatkan terganggunya proses produksi bahkan hingga hilang jam kerja, serta kurangnya kesadaran terhadap keselamatan kerja, misalnya tidak menggunakan APD dalam bekerja, kondisi lingkungan kerja yang kurang baik, merokok ketika bekerja dan lain-lain. Perilaku tersebut tentu berbahaya bagi diri pekerja maupun perusahaan. Maka dari itu, perlu adanya perbaikan yang fokus terhadap behavior pekerja dengan menggunakan metode BasedBehavior Safety (BBS) untuk dapat meningkatkan safety performance index sebagai indikator behavior dari pekerja sehingga dapat tercipta suasana aman dan nyaman dalam bekerja serta dapat meningkatkan produktivitas kerja.
Root Cause Analysis dilakukan untuk mengetahui akar penyebab terjadinya kecelakaan kerja dan perilaku tidak aman pada pekerja. Hasilnya digunakan sebagai dasar dari model dan program intervensi yang akan diterapkan. Ditentukan model inplementasi yang cocok diterapkan pada pekerja selama satu bulan. Evaluasi pasca implementasi untuk mengetahui nilai safety performance index pekerja pasca impelemntasi dengan CBC. D. Tahap Pengolahan Data Menggunakan uji statistik dengan paired-t test apakah terjadi perubahan terhadap behavior pekerja pasca implementasi BBS.
II. TAHAPAN PENELITIAN A. Tahap Pengumpulan Data Dalam tahap persiapan akan dilakukan studi literatur dan studi lapangan guna menambah pengetahuan dan ilmu mengenai penelitian ini secara keseluruhan serta mencari informasi-informasi yang penting untuk penelitian ini. Studi literatur yang dapat dilakukan adalah teori-teori mengenai Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3), metode SHERPA, Usaha Kecil Menengah (UKM), risk analysis, safety behavior, Based Behavior Safety (BBS), dan uji statistik Paired T-Test. Sedangkan studi lapangan dilakukan dengan melakukan pengamatan awal terhadap proses kerja di UKM serta brainstorming dengan pihak terkait yang ada di perusahaan. B. Tahap Pengambilan Data Awal Pengambilan data awal dilakukan dengan mengidentifikasi kecelakaan kerja apa saja yang pernah terjadi, dikarenakan perusahaan masih berupa home industry, maka masih belum terdapat data pasti mengenai berapa jumlah kecelakaan kerja yang pernah terjadi. C. Implementasi Metode BBS Tahap implementasi dari BBS adalah sebagai berikut : Pengamatan ini dilakukan dengan metode SHERPA untuk mem-breakdown seluruh elemen pekerjaan yang memiliki potensi terjadinya human error hingga level bawah, lalu menghitung nilai probabilitas dan severitas berdasarkan pertimbangan dan judgement kepala produksi yang mengetahui keseluruhan proses dari departemen yang ada. Hasilnya berupa nilai error berdasarkan departemen kritis, dan penentuan departemen amatan. Menentukan resiko-resiko bahaya yang ada pada sampel amatan agar dapat diketahui resiko bahaya mana yang termasuk dalam kategori mengancam/high danger, danger/sedang, maupun yang tidak berbahaya sesuai dengan peta resiko pada risk analysi. Identifikasi unsafe behavior yang terjadi di dalam departemen sampel amatan. Pengamatan pada objek yang telah ditentukan. Penyebaran kuisioner kepada target perilaku yaitu seluruh pekerja tetap pada unit yang diamati serta melakukan beberapa wawancara kepada pihak-pihak terkait.
III.HASIL DAN DISKUSI Hasil dari penelitian menunjukkan beberapa hal yaitu departemen amatan berdasarkan SHERPA, resiko bahaya yang ada, unsafe behavior pada departemen amatan, nilai safety performance index eksisting, akar penyebab unsafe behavior, proses implementasi, dan uji statistik paired-t test. Berikut adalah penjelasan detail hasil penelitian : SHERPA SHERPA dilakukan pada kelima departemen di UD ABP, berdasarkan perhitungan SHERPA didapatkan nilai probabilitas dan severitas tiap departemen. Berikut adalah hasil perhitungan SHERPA. Tabel 1. Rekap Perhitungan SHERPA Tiap Departemen
Departemen
Probabilitas
Critical/Severity
Cutting
35
34
Punch
39
58
Welding
20
26
Coating
44
58
Packaging
12
22
Berdasarkan Tabel 1 terlihat departemen amatan yang terpilih adalah coating, sehingga dilakukan proses penelitian lebih dalam pada departemen tersebut. Risk Analysis Selanjutnya dilakukan risk analysis untuk mengetahui resiko-resiko bahaya yang ada pada departemen coating dengan kriteria nilai likelihood sama seperti SHERPA dengan berdasar judgment kepala produksi UD ABP dengan asumsi satu bulan yaitu sangat jarang terjadi (0-1x), jarang (2-3x), sering terjadi (3-5x), dan sangat sering (>5x). Sedangkan kriteria severitas dilihat keparahan jika resiko terjadi. Gambar 5 menunjukkan hasil risk analysis.
3 Tabel 2. Risk Analysis Departemen Coating Jenis Bahaya
Kategori Bahaya Mengancam Mengancam Sedang Sedang
Bahaya Fisik
Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang
Root Cause Analysis Sebelum melakukan RCA, terlebih dulu dilakukan penyebaran kuisioner dan wawancara untuk menggali informasi mengenai unsafe behavior kepada pekerja, kepala bagian coating, dan owner. Hasil dari kuisioner dan wawancara didapatkan poin unsafe behavior dominan yaitu ketidaktaatan penggunaan APD, tidak fokus pada pekerjaan, posisi kerja tidak aman, merokok, dan penempatan tools kerja. Kemudian kelima unsafe behavior dominan dilakukan RCA untuk mengetahui akar penyebabnya yang menghasilkan ranking RCA sebagai berikut :
Mengancam Bahaya Kimia
Sedang Sedang Mengancam Sedang
Bahaya Mekanis
Sedang Sedang Sedang Sedang
Bahaya Ergonomi
Sedang Sedang Sedang
Berdasarkan Tabel 2, menunjukkan bahwa terdapat empat resiko bahaya yang mengancam dan resiko lain termasuk kategori sedang. Hal tersebut membuktikan bahwa departemen coating memiliki potensi resiko dan dampak yang berbahaya.
Gambar 2. Ranking Root Cause Analysis
Identifikasi Unsafe Behavior Identifikasi unsafe behavior pada departemen coating dilakukan selama dua hari dan ditemukan banyak unsafe behavior yang terjadi seperti ketidaktaatan penggunaan APD, merokok di area kerja, posisi kerja tidak aman, meletakkan tools kerja sembarangan, kebiasaan setelah selesai bekerja, tidak fokus pada pekerjaan, dan menggunakan APD dan alat bantu tidak dalam kondisi baik.
Implementasi Perbaikan Proses rekomendasi perbaikan didaptkan dari hasil RCA sebelumnya. Perusahaan kurang memperhatikan aspek safety dikarenakan kurangnya pengetahuan terhadap safety itu sendiri dan karakteristik aktivitas yang ada pada departemen coating, selain itu kontrol dari atasan belum maksimal juga dikarenakan dari tidak adanya peringatan dan pengetahuan mengenai aspek safety tersebut. Maka dari itu, diberikan rekomendasi berupa safety manual book yang berbasis aktivitas departemen coating berdasarkan unsafe behavior dominan, penempelan tiga jenis poster, serta pengadaan APD atas pertimbangan permintaan dari owner.
Observasi Kondisi Eksisting Observasi dilakukan dengan CBC yang telah dibuat untuk mengetahui nilai safety performance index kondisi eksisting. Tabel 3 menunjukkan SPI kondisi eksisting. Tabel 3. Nilai SPI Kondisi Eksisting Hari ke-
Safety Performance Index (%)
1 2 3 4 Rata-rata Stdev N’ Kesimpulan
45.28 49.29 48.71 47.29 47.6425 1.785074695 1.510328401 Data Cukup
Tabel 3 menunjukkan rata-rata nilai SPI kondisi eksisting sebesar 47,6% yang berarti behavior pekerja pada departemen coating masih tergolong rendah/buruk.
Gambar 2 menunjukkan penyebab yang paling besar adalah perusahaan kurang memperhatikan aspek safety, dan kurangnya kontrol perusaahan terhadap pekerja.
Evaluasi Pasca Implementasi Setelah rekomendasi perbaikan berdasarkan hasil RCA, dilakukan implementasi pada departemen coating selama kurang lebih satu bulan. Selama proses implementasi terjadi beberapa perubahan perilaku pekerja menjadi lebih peduli, diantaranya memakai APD sesuai standar, menggunakan kursi kerja untuk menghindari posisi kerja tidak aman, dan merokok di luar area kerja. Pengamatan evaluasi pasca implementasi berdasarkan CBC seperti kondisi eksisting, namun lebih fokus terhadap unsfe behavior yang dominan yang menghasilkan nilai SPI sebagai berikut : Tabel 4. Nilai SPI Pasca Implementasi Hari keSafety Performance Index (%) 1 58.57 2 61.03 3 61.36 4 56.93
4 Tabel 4. Nilai SPI Pasca Implementasi (lanjutan) Hari keRata-rata Standar deviasi N’ Kesimpulan
Safety Performance Index (%) 59.4725 2.102956253 1.345165666 Data Cukup
Tabel 2 menunjukkan nilai SPI pasca implementasi sebesar 59,47% yang berarti terjadi peningkatan nilai SPI dari kondisi eksisting sebesar 47,64%. Gambar 6 menunjukkan perbandingan kenaikan SPI sebelum dan sesudah implementasi.
Gambar 3. Perbandingan Nilai SPI Sebelum dan Setelah Implementasi
Paired-T Test Uji paired T digunakan untuk mengetahui apakah terjadi perubahan signifikan nilai safety performance index kondisi eksisting dan pasca implementasi. Uji paired-t menggunakan software SPSS yang menghasilkan nilai probabilitas (signifikansi) sebesar 0,000 yang berarti nilai tersebut lebih kecil dari 0,05. Keputusan yang dapat diambil adalah tolak yang berarti terdapat perbedaan signifikan behavior pekerja kondisi eksisting dan pasca implementasi. Terjadi kenaikan nilai SPI sebesar 11,83% pasca implementasi. IV.Kesimpulan 1.
2.
3.
Berdasarkan identifikasi behavior pada kondisi eksisting ditemukan unsafe action berupa unsafe behavior yang dilakukan pekerja pada departemen coating diataranya adalah ketidaktaatan penggunaan APD, merokok, menempatkan tools kerja sembarangan, tidak fokus pada pekerjaan, bekerja dengan posisi tidak aman, tidak menggunakan APD dan alat bantu dalam kondisi baik, dan kebiasaan setelah bekerja seperti cuci tangan/bersih-bersih diri. Perhitungan nilai safety prefomance index dilakukan dua kali, yaitu sebelum dan sedudah implementasi berdasarkan CBC yang telah dibuat, yang menghasilkan nilai rata-rata SPI eksisting sebesar 47,64%, sedangkan pasca implementasi sebesar 59,47%. Penerapan metoed Based-Behavior Safety yaitu mulai dari observasi behavior kondisi eksisting, proses intervensi/implementasi perbaikan, hingga evaluasi pasca implementasi dengan jenis implementasi berupa pembuatan safety manual book, penempelan
4.
poster, dan pengadaan APD dengan berbagai pertimbangan yang dilakukan. Berdasarkan uji statistik paired-t test menunjukkan bahwa terjadi perbedaan signifikan terhadap nilai rata-rata safety performance index sebelum dan sesudah implementasi metode BBS sebesar 11,83%. Hal tersebut mengindikasikan terjadi perubahan behavior pekerja pada departemen coating UD ABP menjadi lebih aware/peduli. DAFTAR PUSTAKA
[1] ACT, W. 2013. Do a Risk Assessment. [2] Al-Hemoud, A. M. and M. M. Al-Asfoor (2006). "A Behavior Based Safety Approach at a Kuwait Research Institution." Journal of Safety Research 37: 201 – 206. [3] Dewi, P. R. (2011). Identifikasi Bahaya dan Pengendalian Risiko di Line Forging PT Komatsu Indonesia Cikarang UNIVERSITAS SEBELAS MARET. [4] Dipta, I. W. (2004). Membangun Jaringan Usaha Bagi Usaha Kecil dan Menengah. Jakarta. [5] Fernandez, W. (2012). "Penerapan K3 Mempengaruhi Tingkat Pembelian." Retrieved 6 Maret, 2014, from http://www.gatra.com/ekonomi1/11760-penerapan-k3-pengaruhi-tingkatpembelian.html. [6] Geller, E. S. (2005). "Behavior-Based Safety and Occupational Risk Management." Behavior modification 29 (3): 539-561. [7] Ghozali, I. (2005). "Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS." Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. .[8] Hanum, N. L. (2012). Implementasi Behavior-Based Safety pada Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Guna Meningkatkan Safe Behavior Pekerja. Jurusan Teknik Industri. Surabaya, Institut Teknologi Sepuluh Nopember. S1. [9] ILO (2012). "Hari Keselamatan dan Kesehatan seDunia: Mempromosikan Budaya Keselamatan di Usaha Kecil Menengah di Indonesia." Retrieved 1 Maret,2014,from http://www.ilo.org/jakarta/info/ public pr/WCMS_180053/lang--en/index.htm. [10] Islami, S. B. (2013). Analisis Penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja pada Industri Kecil Menengah (IKM) dengan Menggunakan Metode WISE. Jurusan Teknik Industri. Surabaya, Institut Teknologi Sepuluh Nopember. S1. [11] Kirwan, B. (1992). "Human Error Identification in Human Reliability Assessment. Part 2: Detailed Comparison of Techniques." Applied ergonomics 23(6): 371-381. [12] Kirwan, B. (1994). "A Guide to Practical Human Reliability Assessment." [13] Lane, R., N. A. Stanton, et al. (2006). "Applying Hierarchical Task Analysis to Medication Administration Errors." Applied ergonomics 37(5): 669-679. [14] McKeown, C. (2007). Office ergonomics: practical applications, CRC Press. [15] McSween, T. E. (2003). Values-Based Safety Process: Improving Your Safety Culture With Behavior-Based Safety, John Wiley & Sons.
5 [16] Miner, J. B. (1992). Industrial-organizational psychology, Mcgraw-Hill Book Company. [17] Saad, S. and A. Khasogi (2013). Pengaruh Implementasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan PT. Trakindo Utama Cabang Makassar. Makassar, Universitas Hasanuddin. S1. [18] Septiawan, H. (2013). Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Nyeri Punggung Bawah pada Pekerja Bangunan di PT Mikroland Property Development Semarang Tahun 2012. Jurusan Ilme Kesehatan Masyarakat. Semarang, Universitas Negeri Semarang. S1. [19] Setiawan, D. (2012). "Pengaruh Faktor-faktor Safety Climate terhadap Safety Behavior (Studi pada Karyawan PT Makmur Sejahtera Wisesa dan Kontraktornya pada Pembangunan Proyek PLTU 2x30 MW Tanjung Tabalong). [20] Suma'mur, P. K. (1981). Keselamatan kerja dan pencegahan kecelakaan, Gunung Agung. [21] Sutjana, I. D. P. (2006). Hambatan dalam Penerapan K3 dan Ergonomi di Perusahaan. Seminar Ergonomi dan K3 Surabaya. [22] Suwaji, S. (2008). "Model Pendidikan Pelatihan Sebagai Strategi Komitmen Kinerja Keselamatan dan Kesehatan Kerja Sektor Usaha Kecil dan Menengah " humaniora 9 (2): 146-164. [23] Wold, G. H. and R. F. Shriver (1997). "Risk Analysis Techniques." Disaster Recovery Journal 7(3): 1-8.
.